You are on page 1of 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada tidak didasari oleh pengetahuan . Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumya. Termasuk kedalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

Universitas Sumatera Utara

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, yang dapat menginterpretasiakan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Apllication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4. Analisis. (Analysis) Analisis atau kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam sutu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. 6. Sintesis (Synthesis). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan austisfikasi atau penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu beradasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau mengunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmojo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah : a. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. b. Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. c. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif. d. Fasilitas Fasilitasfasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, Koran, dan buku.

Universitas Sumatera Utara

e.

Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f.

Sosial Budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

g.

Umur Umur adalah lamanya tahun dihitung sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru. Pada masa ini merupakan usia reproduktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa ketrampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin bertambah keinginan dan pengetahuannya tentang kesehatan. Umur yang lebih cepat menerima pengetahuan adalah 18-40 tahun (Notoadmojo, 2003).

h. Sumber Informasi Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang memperoleh informasi, maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam

Universitas Sumatera Utara

menyampaikan

informasi,

merangsang

pikiran

dan

keamanan

(Notoatmodjo, 2003). Sumber informasi adalah suatu proses pemberitahuan yang dapat membuat seseorang mengetahui informasi dengan mendegar atau melihat sesuatu secara langsung maupun tidak langsung. Semakin banyak informasi yang didapat akan semakin luas pengetahuan seseorang (Depdikbud, 2001). 2.1.4 Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas (Notoatmodjo, 2003) Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis factor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (Green, dalam Notoatmodjo, 2003) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor, yaitu : a. Faktor-faktor pengaruh (predisposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilainilai. b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

c.

faktorfaktor penguat ( reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.

2.1.5. Tujuan Pengetahuan Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan pengetahuan ditujukan untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan prasangka (wikipedia.org, 2006). 2.1.6. Tipe-tipe Pengetahuan Pengetahuan dapat diklasifikasikan dalam suatu pengetahuan teori yang diperoleh tanpa observasi didunia. Pengetahuan empiris yang hanya diperoleh setelah observasi kedunia atau interaksi dengan beberapa cara pengetahuan sering diperoleh dari kombinasi atau memperluas pengetahuan lain dalam cara-cara yang bervariasi. Pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavoiur) (Notoatmodjo, 2003). 2.1.7. Cara Memperoleh Pengetahuan a. Cara tradisional Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain :

Universitas Sumatera Utara

1. Cara coba-coba dan salah (Trial dan Error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lama. 2. Cara kekuasaan (otoritas) Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas (kekuasaan) baik otoritas pemerintahan, otoritas 3. Berdasarkan pengalaman Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. 4. Melalui jalan pikiran Yaitu manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam

memperoleh pengetahuannya. b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer lagi metodologi penelitian (Notoatmodjo, 2002). 2.2. Gastritis 2.2.1. Defenisi Gastritis Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung (Herlan, 2003), atau peradangan pada lapisan lambung Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya inflitrasi sel-sel radang pada daerah tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Gastritis merupakan radang jaringan dinding lambung yang timbul akibat infeksi virus atau bakteri patogen yang masuk kedalam saluran pencernaan (Endang, 2001). Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung gambaran klinis yang ditemukan berupa dyspepsia atau indigesti. Berdasarkan endoskopi ditemukan edema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Dongoes, 2000 ). Gastritis secara garis besar dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran yang khas, distribusi anatomi, kemungkinan patogenesis gastritis, terutama gastritis kronis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi gastritis akut dan gastritis kronik, selain itu gastritis juga dikelompokkan menjadi penyakit maag yang organik dan penyakit maag fungsional. 2.2.3. Tipe-tipe Gastritis 2.2.3.1. Gastritis Akut Lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebanya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil (Price, 2005). Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosiva atau gastritis haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung

Universitas Sumatera Utara

dan terjadi erosi yang berarti hilangya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai infeksi pada mukosa lambung (Herlan,2001). Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner & Suddarth, 2003). Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal : a. Iritasi yang disebabkan oleh obat-obatan, aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid b. Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan c. Dalam sebuah jurnal kedokteran, peneliti dari Unversitas Leeds, mengungkapkan stress dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Saat stres, orang cenderung makan lebih sedikit, stres juga menyebabkan perubahan hormonal dalam tubuh dan merangsang produksi asam lambung dalam jumlah berlebihan. Akibatnya, lambung terasa sakit, nyeri, mual, mulas, bahkan bisa luka (OConnor, 2007). d. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau sering makan berlebihan. e. Menurut penelitian yang dilakukan Herlan pada tahun 2001 sekitar 20% faktor etiologi dari gastritis akut yaitu terlalu banyak makanan yang berbumbu.pada orang yang sering meminum Alkohol dan bahan kimia lainya yang dapat menyebabkan peradangan dan perlukaan pada lambung. f. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar, sepsis.

Universitas Sumatera Utara

Secara makroskopik, terdapat erosi mukosa dengan lokasi berbeda , jika disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama ditemukan didaerah antrum, namun dapat juga menjalar. Sedangkan secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi Neutrofil yang minimal (Mansjoer, 2001). 2.2.3.2.Gastritis Kronik Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propia dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Kehadiran granulosit neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas. Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut. 1. Klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik yaitu: a. Gastritis kronik superfisialis Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propia mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjerkelenjer mukosa, sedangkan sel-sel kelenjer tetap utuh sering dikatakan sebagai permulaan gastritis kronik. b. Gastritis kronik atrofik Sebuka sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distori dan destruksi sel kelenjer mukosa lebih nyata, dianggap sebagai kelanjutan dari gastritis kronik superfisialis.

Universitas Sumatera Utara

c. Atrofi Lambung Atrofi ini dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur kelenjer menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurunkan mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa perdarahan menjadi terlihat pada saat pemeriksaan endoskopi. d. Metaplasia intestinal Suatu perubahan histologi kelenjer-kelenjer mukosa lambung menjadi kelenjer-kelenjer mukkosa usus halus yang mengandung sel gablet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung. 2. Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat dibagi menjadi : a. Gastritis kronik korpus (Gastritis Tipe A) Perubahan-perubahan histologi terjadi terutama pada korpus dan fundus lambung.bentuk ini jarang dijumapai, sering dihubungkan dengan autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa, sel parietal yang mengandung kelenjer mengalami kerusakan sehingga sekresi asam lambung menurun. Pada manusia sel parietal juga berfungsi menghasilkan faktor intrinsik oleh karena itu menyebabkan terjadi gangguan absorbsi vitamin B12 yang menyebabkan timbulnya anemia pernisiosa.

Universitas Sumatera Utara

b. Gastritis Kronik Antrum (gastritis Tipe B). Merupakan gastritis yang paling sering dijumpai dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kuman Helicobacter Pylori. Sehingga dengan meningkatnya keasaman lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan. Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari trauma oleh bakteri tersebut, kemungkinan diperparah oleh meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso (Surya, 2009). c. Gastritis Tipe AB Merupakan ganstritis yang distribusi anatomisnya menyebar keseluruh gaster, penyebaran kearah korpus cenderung meningkat dengan bertambahnya usia (Herlan, 2003). 3. Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronik yakni : a. Aspek Imunologis Hubungan antara sistem imun dan gastritis kronik menjadi jelas dengan auto antibodi terhadap faktor intrinsik lambung (intrinsik faktor antibodi) dan sel parietal (parietal sel antibodi) pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal lebih dekat hubungannya dengan gastritis korpus dalam berbagai gradasi. Pasien gastritis kronik yang antibodi sel parietalnya positi8f dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut: 1. Secara histologis berbentuk gastritis kronik atrofik predomas korpus, dapat menyebar ke antrum dan hipergastremia.

Universitas Sumatera Utara

2. Gastritis autoimun adalah diagnosis histologis karena secara endoskopik amat sukar menentukkkanya, kecuali apabila sudah amat lanjut. 3. Hipergastrinemia yang terjadi terus-menerus hebat dapat memicu timbulnya karsinoid. b. Aspek Bakteriologis Untuk menentukan kaeadaan bakteri pada gastritis, biopsi harus dilakukan pada saat pasien tidak mendapat antimikroba selama 4 minggu. Bakteri yang paling penting sebagai penyebab gastritis adalah Helicobakter pylori. Selain mikroba dan prose imunologis, faktor lain yang berpengaruh terhadap patogenesis gastritis kronik adalah refluk kronik cairan pankreatobillier, asam empedu dan lisolesitin. Helicobacter pylori adalah kuman gram negatif yang juga merupakan salah satu penyebab gastritis bentuk H.pylori seperti spiral berekor diselubungi lapisan mirip rambut atau flagella. Ia bersarang dan berkembang biak dalam lapisan mukus perut, dalm suasana asam tinggi. Gejala pengidap H.pylori tidak berbeda dengan penderita gastritis biasa, yakni mual, kembung dan nyeri, hanya bedanya berulang kali penyakitnya kambuh (kronis) (Syam, 2009). 2.2.3.3. Gastrtitis Organik Dan Gastritis Fungsional Sakit maag ini dikelompokkan menjadi penyakit maag yang organik dan penyakit maag fungsional. Pembagian ini dilakukan setelah melalui pemeriksaan terutama pemeriksaan endoskopi atau teropong saluran cerna. Dispespsia

Universitas Sumatera Utara

fungsional ditetapkan jika dengan pemeriksaan baik secara endoskopi, pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan penyebab lain dari sakit maag tersebut. Definisi dispepsia atau sakit maag fungsional mutakhir yang dipublikasi tahun lalu oleh pakar dunia di bidang penyakit lambung menyatakan orang yang mempunyai masalah dengan maagnya berupa nyeri atau rasa panas di daerah ulu hati, rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan dan rasa cepat kenyang yang telah berlangsung minimal selama 3 bulan dalam rentang waktu selama 6 bulan. Dari definisi ini jelas bahwa tentunya orang mempunyai sakit maag yang fungsional jika merasakan keluhan pada lambung sudah berlangsung lama. Dispepsia fungsional ini memang sangat berhubungan erat dengan faktor psikis. Berbagai penelitian memang telah membuktikan hubungan antara faktor fungsional dengan faktor stres yang dialami seseorang terutama faktor kecemasan (ansietas). Penelitian yang dilakukan oleh Melilea menunjukkan bahwa kejadian sakit maag yang fungsional ini lebih besar dari sakit maag yang organik yaitu mencapai 70-80 % kasus sakit maag. (Melilea dan Fahrur, 2009). 2.2.4. Patofisiologi Gastritis Seluruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosif karena keadaan klinis yang berat belum diketahui benar. Faktor-faktor yangn amat penting iskemia pada mukosa gaster, disamping faktor pepsin, refluks empedu dan cairan pankreas. Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa lambung melaui beberapa mekanisme obat-obat ini dapat menghambat aktivitas

Universitas Sumatera Utara

siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa , aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosi8f sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Gastritis terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensive. Faktor agresif itu terdiri dari asam lambung, pepsin, AINS, empedu, infeksi virus, infeksi bakteri, bahan korosif: asam dan basa kuat. Sedangakan faktor defensive tersebut terdiri dari mukus, bikarbonas mukosa dan prostaglandin mikrosirkulasi.(Hirlan, 2001). 2.2.5. Penyebab Gastritis 2.2.5.1. Penyebab Gastritis akut Dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya, sebagian besar karena gastritis erosif menyertai timbulnya keadaan klinis yang berat. Keadaan yang sering menimbulkan gastritis erosif misalnya trauma yang luas operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati yang berat, sengatan luka bakar yang luas, trauma kepala, dan septikemia. Kira-kira 80-90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita gastritis akut erosif ini. Gastritis akut jenis ini sering disebut Gastritis stress.

Universitas Sumatera Utara

Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Herlan, 2002). Makan terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit ini. Penyabab lain dari gastritis akut adalah mencakup alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner & Suddarth, 2002). Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim infeksi Helicobacter Pylory lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epital yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi non steroid (NSAID) misalnya Indometarin, Ibuprofen, Nafroksen, Sulfonamida, Steroid dan Etanol juga diketahui mengganggu sawar nukosa lambung (Price &.Wilson, 2006). 2.2.5.2.Penyebab Gastritis kronik Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronis yakni aspek imunologi dan aspek mikrobiologis. Aspek imunologis hubungan antara sistem imun dan gastritis kronik menjadi jelas dengan ditemukannya auto antibodi terhadap faktor intrinsik lambung (intrinsik faktor antibodi) dan sel parietal (Parietal Cell Antibody) pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibody terhadap sel parietal lebih dekat hubungannya dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai gradiasi. Pasien

Universitas Sumatera Utara

gastritis kronik atropik predominasi korpus, dapat menyebar ke atrium dan hipergastrinemia. Gastritis autoimun adalah diagnosa histologis karena secara endoskopik amat sukar menentukannya kecuali sudah amat lanjut.

Hipergastrinemia yang terjadi terus menerus dan hebat dapat memicu timbulnya karsinoid gastritis, tipe ini sulit dijumpai. Aspek bakteriologi agar dapat mengetahui keberadaan bakteri pada gastritis, biopsi harus dilaksanakan waktu pasien tidak mendapat antimikroba selama 4 (empat) minggu terakhir. Bakteri yang paling penting sebagai penyebab gastritis adalah Helicobacter Pylory. Gastritis yang ada hubungannya dengan Helicobacter Pylory lebih sering dijumpai dan biasanya merupakan gastritis tipe ini. Atropi mukosa lambung dapat terjadi pada banyak kasus setelah bertahuntahun mendapat infeksi Helicobacter Pylory. Atropi terbatas pada atrium, pada korpus atau mengenai keduanya dalam stadium ini pemeriksaan serologi terhadap Helicobacter Pylory lebih sering memberi hasil negatif. Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Herlan, 2002). Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Gastritis Tipe A dan gastritis Tipe B. Tipe A sering disebut sebagai gastritis auto imun diakibatkan dari perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

dihubungkan dengan penyakit auto imun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B kadang disebut sebagai Helicobacter Pylory mempengaruhi antrium dan pilorus (ujung bawah dekat duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacter Pylory (H. Pylory). faktor lain seperti diet minum pedas atau panas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refleks isi usus ke dalam lambung (Brunner & Suddarth, 2002). 2.2.6. Manifestasi Klinis Gastritis 2.2.6.1.Gastritis akut Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Mansjoer, 1999). Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat menimbulkan Hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Monica Ester, 2002). Keluhannya bervariasi, mulai dari yang sangat ringan sampai asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian.

Universitas Sumatera Utara

2.2.6.2.Gastritis kronis Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B 12 dan pada Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah (Ester, 2002). Kebanyakan tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kesil mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan (Mansjoer, 2001). 2.2.7.Penatalaksanaan Gastritis 2.2.7.1.Gastritis akut Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 Inhibition pompa proton,

antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifo protektor berupa sukralfat dan prostaglandin (Mansjoer, 1999). Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan. Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid

Universitas Sumatera Utara

pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Devivat Prostaglandin Mukosa. Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas, karena tidak ada bukti klinis yang dapat menunjukkan manfaat tindakan tersebut untuk menghenti-kan perdarahan saluran cerna bagian atas, pemberian antasida, antagenis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut (Herlan, 2001). Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut dilakukan dengan

menghindari alkohol dan makanan sampai gejala, dilanjutkan diet tidak mengiritasi. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran

gastrointestinal atas. Bila Gastritis dihubungkan dengan alkali kuat, gunakan jus karena adanya bahaya perforasi. 2.2.7.2.Gastritis kronis Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral).

Universitas Sumatera Utara

Gastritis kronis Tipe A disebut juga gastritis altrofik atau fundal, karena mempunyai fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A merupakan suatu penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya auto antibodi terhadap sel. Parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan Chief Cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umunya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A. Penyebab utama gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter Pylory. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun demikian lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang sesuai. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut

Universitas Sumatera Utara

(Pepto bismol). Pasien dengan Gastritis Tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B.12.. 2.2.8. Pencegahan Gastritis Walaupun kita tidak bisa selalu menghilangkan Helicobacter pylori, tetapi timbulnya gastritis dapat dicegah dengan hal-hal berikut : 1. Menurut sejumlah penelitian, makan dalam jumlah kecil tapi sering serta memperbanyak makan makanan yang mengandung tepung, seperti nasi, jagung, dan roti akan menormalkan produksi asam lambung. Kurangilah makanan yang dapat mengiritasi lambung, misalkan makanan yang pedas, asam, dogoreng, dan berlemak. 2. Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Tingginya konsumsi alkohol dapat mengiritasi atau merangsang lambung, bahkan menyebabkan lapisan dalam lambung terkelupas sehingga menyebabkan peradangan dan perdarahan di lambung. 3. Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu, orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulser. Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan, dan meningkatkan risiko kanker lambung. 4. Ganti obat penghilang rasa sakit, jika memungkinkan jangan menggunakan obat pengialng rasa sakit dari golongan NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen dan obat-obat tersebut dapat mengiritasi lambung. 5. Berkonsultasi dengan dokter bila menemukan gejala sakit maag.

Universitas Sumatera Utara

6.

Memelihara tubuh. Problem saluran pencernaan seperti rasa terbakar di lambung, kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas). Oleh karena itu, memelihara berat badan agar tetap ideal dapat mencegah terjadinya sakit maag.

7.

Memperbanyak olahraga. Olahraga aerobik dapat meningkatkan detak jantung yang dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga mendorong isi perut dilepaskan dengan lebih cepat. Disarankan aerobik dilakuakn setidaknya selam 30 menit setiap harinya.

8.

Manajemen stres. Stres dapat meningkatkan serangan jantung dan stroke. Kejadian ini akan menekan respons imun dan akan mengakibatkan gangguan pada kulit. Selain itu, kejadian ini juga akan meningkatkan produksi asam lambung dan menekan pencernaan. Tingkat stres seseorang berbeda-beda untuk setiap orang. Untuk menurunkan tingkat stress anda disarankan banyak mengkonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur, serta selalu menenangkan pikiran. Anda dapat menenangkan pikiran dengan melakukan meditasi atau yoga untuk menurunkan tekanan darah, kelelahan dan rasa letih.

2.3. Perilaku Kesehatan 2.3.1. Konsep Perilaku Perilaku menurut Notoatmojo pada tahun 2003 menungkapkan bahwa dari segi biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua

Universitas Sumatera Utara

makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua : 1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert), Misalnya : seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. 2.3.2. Perilaku Kesehatan Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi tiga kelompok: 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance) Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan

Universitas Sumatera Utara

usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek : a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit. c. Perilaku gizi (makanan dan minuman).

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Sering disebut Perilaku Pencarian pengobatan (Health Seeking Behavior). Adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati se ndiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 2.3.3. Domain Perilaku Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni: 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakterisitik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dsb. 2. Determinan atau faktor eksternal yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya ekonomi, politik , dsb

Universitas Sumatera Utara

Benyamin Bloom dalam Notoadmodjo (2003) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 dominan yakni:Kognitif, afektif dan Psikomotor. Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: Pengetahuan, memaham, aplikasi, Analisis, sintetis, evaluasi. a. Komponen pokok sikap Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo tahun 2009 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). b. Berbagai tingkatan sikap Sikap ini terdiri dari berbagai tindakan yaitu menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggungjawab (responsible). c. Praktek atau tindakan (practice) beberapa tingkatan dari praktek atau tindakan terdiri dari Persepsi (perception), respon terpimpin (guide response), mekanisme (mecanism) dan adopsi (adoption). d. Perubahan (Adopsi) Perilaku atau Indikatornya Perubahan (adopsi) perilaku atau indikatornya Adalah suatu roses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori

Universitas Sumatera Utara

perubahan atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap: 1. Pengetahuan Dapat dikelompokkan menjadi: pengetahuan tentang sakit dan penyakit, pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan. 2. Sikap Sikap dapat dikelompokkan menjadi: Sikap terhadap sakit dan penyakit, sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, dan sikap terhadap kesehatan lingkungan. 3. Praktek dan Tindakan Indikatornya yakni tindakan (praktek) sehubungan dengan

penyakit, tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan tindakan (praktek) kesehatan lingkungan. e. Aspek Sosio-Psikologi Perilaku Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dsb. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. f. Determinan dan Perubahan Perilaku

Universitas Sumatera Utara

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultasi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial. Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan deteminan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antar lain: 1. Teori Lawrence Green Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor: a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pegetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. b. Faktor-faktor pendukung (enabling faktor), yang terwujud dalam lingkungan fisik tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong (reforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2. Teori Snehandu B. Kar Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak pada perilaku itu merupakan fungsi dari: a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatanya (behavior intention) b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support) c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (acesssebility of information) d. Otonom pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) e. Situasi yang emungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situastion). 2. Teori WHO Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok: Pemikiran dan perasaan (thought and feeling) yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan penilaianpenilaian seseorang terhadap objek. a. Pengetahuan Pengetahuan di peroleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. b. Kepercayaan

Universitas Sumatera Utara

Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. c. Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. d. Orang penting sebagai referensi Perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. e. Sumber daya (resources) Sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilku seseorang atau kelompok masyarakat. e. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber Di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. 2.3.4 Perilaku Kesehatan Lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli lain (Becker dalam Notoatmodjo, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.

Universitas Sumatera Utara

2.3. 5 Perilaku hidup sehat. Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatikan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antar lain Menu seimbang, Olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum-minuman keras dan narkoba, Istirahat yang cukup, mengendalian stress, perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan. Perilaku pencegahan adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam menghalngi sesuatu agar tidak terjadi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2004). Sedangkan menurut Notoatmojo tahun 2003, mengatakan bahwa perilaku pencegahan adalah yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatanya. Perilaku individu terhadap suatu objek dipengaruhi oleh persepsi individu tentang kegawatan objek, kerentanan, faktor-faktor social dan psikologis, faktor sosio-demografi, pengaruh media massa, anjuran orang lain serta perhitungan untung dan rugi dari poerilakunya tersebut. Perilaku ini dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan lingkungannya. Pandangan seseorang tentang masalah kesehatanya saat ini dan bagaimana dia menaruh perhatian terhadap masalahnya dapat memberikan informasi seberapa jauh pengetahuanya mengenai masalahnya dan pengaruhnya terhadap kebiasaan aktivitas sehari-hari.\

Universitas Sumatera Utara

2.3.6. Perilaku Pencegahan Gastritis Penyakit maag sangat umum ditemui di Indonesia. Dari survey yang dilakukan di Jakarta tahun 2007 yang melibatkan 1645 responden diperoleh informasi bahwa pasien dengan masalah sakit maag ini mencapai angka 60 persen. sakit maag juga bisa menjadi salah satu gejala dari kanker lambung. Sakit maag yang berulang kali dan tidak sembuh walaupun sudah diobati, lebih baik segera diperiksakan ke dokter. Karena tingkat kesadaran masyarakat (termasuk mahasiswa) masih sangat rendah mengenai pentingnya cara menjaga kesehatan lambung. Padahal pada kenyataannya, Sakit maag atau dengan istilah ilmiah dikenal dengan dispepsia ini sangat menganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja di masa sekolah dan orang dewasa yang telah bekerja. Menjaga kesehatan lambung bukan saja untuk menghindari penyakit maag, tetapi merupakan investasi jangka panjang terutama menghindari kanker lambung. (Syam, 2009). Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit naiknya asam lambung. Salah satunya adalah konsumsi garam yang terlalu banyak. Selain meminum alkohol, kafein, dan merokok yang semua dapat menambah risiko naiknya asam lambung, ternyata garam dapat menyebabkan dan memperburuk penyakit tersebut. Temuan ini sesuai dengan penelitian para peneliti dari Swedia. Mereka menemukan dari gaya hidup orang-orang yang dijadikan sampel, konsumsi garam meja yang berlebih dapat meningkatkan risiko mengalami penyakit naiknya asam lambung hingga 70%. Hal ini mengkhawatirkan karena sudah tersirat bahwa konsumsi garam meja berlebih lebih berbahaya daripada alkohol dan kafein. Sebuah studi terkait yang dilakukan oleh Roshini Rajapaksa

Universitas Sumatera Utara

tahun 2009 dari New York University Medical Center membuktikan hasil yang sama mengenai risiko terlalu banyaknya konsumsi garam meja, selain itu penyakit lambung diyakini dipicu oleh stres dan gaya hidup. Tetapi setelah dilakukan penelitian menyebutkan bahwa luka pada lambung dan radang usus terutama disebabkan oleh serangan bakteri bernama Helicobacter pylori. (Marshall dan Warren, 2005), Bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) merupakan satu-satunya bakteri yang hidup di lambung. Bakteri ini dapat menginfeksi lambung sejak anak-anak dan menyebabkan penyakit lambung kronis. Jika dibiarkan, akan menimbulkan masalah sepanjang hidup. Bakteri H. pylori menginfeksi tubuh seseorang melalui oral, baik secara fecal-oral maupun oral-oral. Fecal-oral artinya bila feses seseorang yang terinfeksi bakteri ini kontak dengan makanan, air, dan benda lain yang kemudian masuk ke dalam tubuh orang lain akibat kurang higienis. Sedangkan disebut oral-oral bila perpindahan bakteri terjadi melalui ludah atau muntahan seseorang yang mengandung bakteri ini. Misalnya, melalui penggunaan gelas, sendok, atau piring makan secara bersama-sama, apabila tidak menjaga kebersihan lingkungan dengan baik maka akan beresiko untuk terkena penyakit gastritis ini. (Syam, 2009). Bila penyakit maag sudah disadari oleh penderitanya, sebaiknya tidak dibiarkan berlanjut terus sehingga menjadi tukak lambung. Prinsip penanganannya adalah diet atau pengaturan makan. Jangan biarkan perut lama dalam keadaan kosong. Keadaan kosong ini dapat mengakibatkan asam lambung yang sudah

Universitas Sumatera Utara

diproduksi tidak mempunyai bahan untuk dicerna atau digiling, dan pada akhirnya dinding lambung itu akan mengikis dinding lambung itu sendiri.(Arifrianto, 2009) Jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan atau minuman pedas dan asam. Hindari makanan berlemak, karena lemak memang sulit dicerna oleh lambung. Selain itu, tekstur makanan sebaiknya lembut (lunak)., Sering mengkonsumsi air putih, karena bisa mengurangi sifat asam dari makanan atau minuman tersebut. Kurangi mengkonsumsi minuman teh, kopi atau soft drink. Porsi makanan sebaiknya tidak terlalu banyak, tetapi sedikit dengan frekuensi sering., Bila harus mengkonsumsi obat-obatan penahan nyeri (analgetik), maka sebaiknya diminum setelah makan dan tidak dalam keadaan kosong (Supriatna, 2009). Bila disiplin dalam mengatur makanan ini, maka kemungkinan kambuhnya gastritis tidak akan terjadi, untuk menetralkan asam lambung sangat membantu meringankan penderitaan, misalnya, obat-obatan antasida. Bila dengan obat ini belum bisa teratasi, maka sebaiknya berkonsultasi dengan dokter.(Fahrur, 2009).

Universitas Sumatera Utara

You might also like