Professional Documents
Culture Documents
SKENARIO C BLOK 22
KELOMPOK L9
04111001009
Firman Oktavianus
04111001059
04111001063
Fatty Maulidita
04111001068
Risha Meilinda M.
04111001069
Kinanthi Sabilillah
04111001071
Zhazha Savira H.
04111001081
Herdwin Limas
04111001089
04111001099
04111001100
Kevin Putrawan
04111001105
Ridhya Rahmayani
04111001111
Mulyati
04111001138
04111001143
M. Riedho C. Atazsu
04111001145
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya
lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas Tutorial Blok 22 Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2013. Laporan ini membahas kasus berdasarkan
sistematika klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan
menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan
ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, tutor dr. Zulkarnain Musa,
Sp.PA. dan anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam
pembuatan laporan ini.
Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Daftar Isi
Cover .........................................................................................................................................1
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
Skenario C Blok 22 Tahun 2013................................................................................................4
I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................................................4
II. Identifikasi Masalah...............................................................................................................4
III. Analisis Masalah..................................................................................................................5
IV. Keterkaitan Antar Masalah................................................................................................16
V. Learning Issue.....................................................................................................................17
VI. Kerangka Konsep...............................................................................................................52
VII. Kesimpulan.......................................................................................................................52
Daftar Pustaka..........................................................................................................................53
transfusi
pada
thalassemia
intermediate
diantaranya
Kompos mentis
Menunjukkan tidak terdapatnya gangguan aliran darah menuju
ke otak (pusat kesadaran).
Konjungtiva anemis
pada konjungtiva
tampak anemis.
Sclera ikterik
Terjadi akibat adanya hemolisis intravascular, sehingga rbc
yang pecah akan melepaskan heme dan globin. Heme akan
dipecah menjadi besi dan protoporfirin IX. Protoporfirin inilah
yang akan diubah menjadi bilirubin indirect yang ada di plasma
dan menimbulkna warna kuning pada jaringan ikat longgar
salahsatunya sclera.
ii. HR: 94x/mnt, RR: 28x/mnt, TD: 100/70 mmHg, Temp. 36,7 oC
(Ridhya, Firman)
iii. Heart and Lung: within normal limit (Kevin, Azizha)
iv. Abdomen: Hepatic enlargement x , Spleen: Schoeffner III
(Okta,Bella, Herdwin)
v. Extremities: pallor palm of hand. Others: normal (Mulyati, Risha)
5. Pemeriksaan Lab
Hb: 5,7 gr/dl, Ht: 17 vol%, Ret: 1,8%, WBC: 10.200/mm 3, Thrombocyte:
267.000/mm3, Diff .count: 0/2/0/70/22/6
Blood film: anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell (+)
SI 74 g/dL, TIBC 310 g/dL, Serum Ferritin: 899 ng/mL
Bilirubin indirek 3,2 mg/dL, bilirubin direk 0,4 mg/dL, bilirubin total 3,6 mg/dL
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari
i. Hb: 5,7 gr/dl, Ht: 17 vol%, Ret: 1,8%, WBC WBC: 10.200/mm 3,
Thrombocyte: 267.000/mm3, Diff .count: 0/2/0/70/22/6 (Riedho,
Agung)
ii. Blood film: anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell (+)
(Zhazha, Kinanthi, Herdwin)
Anisositosis
Poikilositosis
Pada talasemia, akibat adanya defek pada rantai beta maka akan
banyak rantai alfa yang bebas tidak berikatan dan produksinya
pun akan meningkat. Rantai alfa yang bebas ini akan mudah
berikatan pada permukaan sel eritroid. Akan terjadi agregrasi
dan pembentukan ROS yang merusak permukaan sel eritoid.
Sehingga pada proses pematangan rbc akan terjadi gangguan
pada membrane selnya. Selain itu dengan adanya rantai alfa
bebas yang menempel akan terbentuk hemikrome yang akan
mengganggu stabilitas membrane rbc. Akibatnya bentuk rbc
akan mudah sekali berubah karena stabilitasnya terganggu dan
akan mudah pecah di vasadarah atau saat di limpa.
Target sel
Salah satu bentuk poikilositosis yang pada dasarnya terjadi
akibat ketidakseimbangan antara permukaan dan volume sel.
Sehingga hb akan terkumpul dibagian tengah.
Hipokrom
Akibat kegagalan produksi hb, maka kadar hb di rbc akan
berkurang dan jadilah rbc yang tampak pucat.
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika
hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi
tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis
yang utama adalah :
1. Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen).
2. Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat
pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia
3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul
gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley
adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang
pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup
penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit.
Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani
transfusi darah.
2. Thalasemia Minor, si individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia
mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan.
Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
3. Thalasemia Intermedia
Kondisi lebih ringan dari thalasemia mayor namun lebih berat dari thalasemia minor.
Biasanya penderita akan membutuhkan transfusi bila anemia sudah cukup berat.
Onset akan muncul saat anak berusia 2 18 tahun.
C. GEJALA
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih
berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang
yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama
tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa
pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi,
maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang
pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. Oleh karena itu, untuk memastikan
seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah.
Gejala thalasemia dapat dilihat pada anak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila tidak
dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun
saja. Satu-satunya perawatan dengan tranfusi darah seumur hidup. Jika tidak diberikan
tranfusi darah, penderita akan lemas, lalu meninggal.
D. DIAGNOSA
Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Hitung
jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean
corpuscular volume). Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk
alfathalasemia. Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan
pemeriksaan hemoglobin khusus. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi
darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari\ tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya
sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada
bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
F. PENCEGAHAN
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk
menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia. Pengidap thalasemia
yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang
normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh
bisa dikeluarkan dengan bantuan obat, melalui urine. Penyakit thalasemia dapat
dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan
pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan sebesar
25 persen untuk menderita thalasemia.
3. Transfusi Darah (Risha, Ridhya, Agung, Zhazha)
kevin.sonofcloud@gmail.com,
PERTANYAAN
YANG TIDAK ADA JAWABAN AKAN
LANGSUNG DIHAPUS, TERIMA KASIH