You are on page 1of 34

71

BAB 3 ANALISA PERJANJIAN BAKU KPR BANK PANIN BANDUNG

3.1. Gambaran Umum PT Bank Panin 3.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Panin Panin Bank merupakan salah satu bank komersial utama di Indonesia. Didirikan pada tahun 1971 dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta tahun 1982 sebagai bank go public yang pertama. Dengan struktur permodalan yang kuat dan Rasio Kecukupan Modal yang tinggi, Bank Panin bersyukur tidak harus direkapitalisasi oleh pemerintah pasca krisis ekonomi (1998). Pemegang saham Bank Panin adalah ANZ Banking Group of Australia (37,1%), Panin Life (45,9%) dan publik-domestik dan internasional. Pada tahun 1999, Bank Panin menjalin kerjasama dengan ANZ Bankin Group of Australia melalui sebuah technical service agreement yang kemudian menjadi pemegang saham strategis bank Panin sehingga pada tahun 2000 Bank Panin mereposisi strategi bisnis menjadi lebih fokus ke sektor ritel dan konsumen. Per Juni 2009, Bank Panin tercatat sebagai bank ke-7 terbesar di Indonesia dari segi total aset yang sebesar Rp.71,2 triliun, dengan permodalan mencapai sebesar Rp.9,8 triliun dan Rasio Kecukupan Modal mencapai 23,9%. Panin Bank memiliki jaringan usaha lebih dari 450 kantor di berbagai kota besar di Indonesia dan lebih dari 18.500 ATM ALTO dan jaringan ATM BERSAMA, internet banking, mobile banking, phone banking, dan call centre serta debit card bekerjasama dengan MasterCard, Cirrus, dan Maestro yang dapat diakses secara internasional. Strategi usaha Bank Panin adalah fokus pada bisnis perbankan retail. Bank Panin berhasil memposisikan diri sebagai salah satu bank utama yang unggul dalam produk jasa konsumen dan komersial.

72

Visi Bank Panin adalah menjadi "bank nasional" dalam arsitektur perbankan Indonesia di masa datang. Melalui layanan produk yang inovatif, jaringan distribusi nasional, dan pengetahuan pasar yang mendalam, Bank Panin siap untuk terus memperluas pangsa pasar dan berperan serta dalam meningkatkan fungsi intermediasi keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Bank Panin menawarkan produk produk perbankan konsumer yang lengkap terdiri dari Kredit Kepemilikan Mobil (KPM), Kartu Kredit termasuk Kartu Kredit Panin Platinum, Kredit Kepemilkian Rumah (KPR), dan pembiayaan mikro serta penawaran menarik lainnya, untuk giro, tabungan, dan deposito. Kredit konsumer tumbuh 48% menjadi Rp.7,7 triliun di 2007 terutama didukung oleh KPR yang tumbuh menjadi 67% menjadi Rp.5,3 triliun. Promosi yang dilakukan diantaranya program lebaran, home power panin, dan KPR fantastis yang menawarkan suku bunga menarik dan diminati oleh nasabah pemilik rumah pertama. Bank membuka 19 pusat KPR di berbagai daerah di Indonesia untuk menjangkau lebih banyak nasabah.85

3.1.2. Sekilas mengenai KPR Bank Panin KPR Panin adalah fasilitas kredit yang dipergunakan untuk pembelian rumah baru dan rumah bekas, villa, Ruko, Rukan, apartemen, kavling dari perorangan, developer hingga agen properti dengan mudah dan aman. Keuntungan dari KPR Panin:86 1. Rendah dan Ringan Dengan suku bunga rendah serta biaya yang ringan, diharapkan para nasabah debitur dapat mengatur mengenai pengeluarannya tiap bulan. 2. Cepat Proses persetujuan hanya tiga hari. 3. Lebih fleksibel

85 86

Laporan Tahunan PT. Bank Panin, Tbk tahun 2007. Katalog KPR Bank Panin yang diambil sendiri oleh penulis di Bank Panin.

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

73

Keleluasaaan

pembiayaan

hingga

20

tahun.

Hal

ini

juga

akan

mempermudah nasabah debitur dalam hal memilih jangka waktu mana yang pas dengan kondisi keuangan mereka. 4. Untuk segala kebutuhan Pembiayaan dapat digunakan untuk pembelian tempat tinggal, investasi, pembangunan kavling, renovasi, konstruksi hingga refinancing. 5. Kendali di tangan nasabah debitur Dapat dilunasi kapan pun disaat nasabah debitur memilki dana yang berlebih. 6. Kemudahan pembayaran angsuran Cukup dengan menyediakan dana di rekening Tabungan Panin, Bank Panin akan melakukan pendebetan setiap bulan untuk pembayaran angsuran kredit rumah si nasabah debitur. 7. Di mana saja juga bisa Dengan dukungan lebih dari 300 kantor cabang di seluruh Indonesia, nasabah debitur akan dapat dengan mudah mendapatkan fasilitas KPR Panin. 8. Aman tersimpan Sertifikat kepemilikan dan dokumen-dokumen tersimpan dengan aman, sehingga pada saar kredit selesai dapat langsung diserahkan. Dengan semakin berkembangnya permintaan KPR Bank Panin hinggan Juni tahun 2010 sebanyak 82 unit dengan jumlah pinjaman KPR yang diberikan sebesar Rp.35.965.000.000,00 (Tiga Puluh Lima Milyar Sembilan Ratus Enam Puluh Lima Juta Rupiah)87 maka sangat tidak memungkinkan bagi Bank Panin untuk membuat perjanjian satu persatu per nasabah debitur dengan klausulaklausula yang berbeda-beda antara satu Perjanjian KPR dengan lainnya. Hal inilah yang mempelopori lahirnya Perjanjian Baku KPR pada Bank Panin.

Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2010 denganv Ibu Dewi Bagian Home Loan Account Officer.
87

74

3.1.3. Syarat-syarat Pengajuan KPR Bank Panin Pertama-tama dimulai dari calon nasabah yang mengajukan permohonan atau aplikasi kepada Bank Panin, kemudian calon nasabah mengisi surat aplikasi dan kemudian apabila aplikasi tersebut sudah diterima maka pihak Bank Panin akan melakukan penelitian aplikasi dengan syarat-syarat umum seperti tertera di tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Syarat-syarat umum pengajuan aplikasi 1 2 3 4 5 WNI Batas Usia minimal 21 tahun atau sudah menikah Karyawan tetap/professional/wiraswasta Batas usia maks 55 tahun untuk karyawan Batas usia maks 60 tahun untuk professional/wiraswasta V V V V V

Dalam rangka melakukan penelitian aplikasi, pihak bank dirasa perlu melakukan penelitian yang semestinya atas kewajaran dan konsistensi informasi yang diterima dari nasabah debitur sebelum mengadakan analisa-analisa yang ditentukan. Pihak Bank Panin meneliti kelengkapan dokumen seperti yang tertera pada tabel 2 di bawah atau data yang diajukan oleh nasabah debitur baik data internal maupun data eksternal Bank Panin Cabang Utama Bandung. Dalam hal ini termasuk informasi antara bank dan pemeriksaan pada daftar-daftar hitam kredit macet. Pihak Bank Panin melakukan wawancara atau interview bahkan melihat karakter dari nasabah debitur bahkan terkadang melakukan kunjungan terhadap calon rumah yang akan dibeli.

Tabel 2. Persyaratan dokumen No 1. Jenis transaksi Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon Fotokopi KTP suami/istri Fotokopi kartu keluarga Karyawan v Pengusaha v Professional v

2. 3.

v v

v v

v v

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

75

Fotokopi Akta nikah/akta cerai/akta pisah harta 5. Fotokopi NPWP/SPT PPh 21 6. Data keuangan dan/atau rekening koran/tabungan 3 bulan terakhir 7. Slip gaji dan surat keterangan kerja asli dari perusahaan (memiliki sumber yang daat diverifikasi kebenarannya) 8. Fotokopi Surat Izin Praktek dan/atau Surat Pengangkatan 9. Fotokopi laporan keuangan usaha 10. Fotokopi SIUP dan TDP/Akta Perusahaan 11. Fotokopi dokumen jaminan (sertifikat AJBIMB & PBB)* *khusus rumah second

4.

v v

v v

v v

v v v v v

Pihak Bank Panin melakukan proses analisa untuk melakukan analisaanalisa faktor seperti berikut ini: 1. Jaminan sudah memenuhi syarat atau tidak dinilai dari segi ekonomis, jenis jaminan, dan rasio pinjaman terhadap jaminan. 2. Legalitas-legalitas pribadi dari si pemohon, seperti KTP, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kartu keluarga. 3. 4. Karakter dari si nasabah debitur. Jika seluruh data yang diperlukan sudah dilakukan analisa secara mendetail, maka dikeluarkanlah keputusan apakah permohonan kredit pinjaman dari si nasabah debitur akan diterima atau ditolak.

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

76

3.2. Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Baku KPR Bank Panin Untuk mengetahui kedudukan para pihak dalam Perjanjian KPR Bank Panin, maka sebelumnya harus diketahui hubungan hukum antara bank dengan nasabah. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang diuraikan sebelumnya, hubungan hukum antara bank dengan nasabah terdiri dari: a. b. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana; Hubungan hukum antara bank dengan nasabah selaku debitur. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah hanya kedudukan para pihak dalam hubungan hukum antara bank dengan nasabah selaku debitur. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah selaku debitur ini dituangkan dalam suatu perjanjian yang dikenal dunia perbankan dengan istilah perjanjian kredit. Kedudukan para pihak pada KPR diatur dalam suatu perjanjian, dan dalam perjanjian tersebut diatur hak dan kewajiban para pihak selaku subyek perjanjian. Secara umum hal-hal yang wajib dilaksanakan oleh nasabah debitur berdasarkan Perjanjian Baku KPR yang dibuat oleh Bank Panin adalah: 1. Membayar cicilan pinjaman KPR dalam jumlah yang telah ditentukan beserta bunga yang telah ditetapkan. 2. Menjamin kepada bank bahwa pembayaran cicilan KPR akan terus dibayarkan tepat pada waktunya meskipun nasabah debitur meninggal dunia. Perjanjian Baku KPR Bank Panin dalam aspek konsensual merupakan perjanjian timbal balik. Salah satu pihak memperoleh hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban dari hak yang diperolehnya. Ini berarti dalam Perjanjian Baku KPR ini terdapat dua pihak. Bank sebagai pihak yang memberikan kredit cicilan rumah (kreditur) dan pihak kedua adalah nasabah sebagai debitur. Ketentuan-ketentuan lain yang harus disepakati antara pihak bank sebagai pihak yang memberikan kredit cicilan rumah (kreditur), dengan pihak kedua sebagai nasabah debitur adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

77

1.

Dengan adanya Perjanjian KPR ini, berarti debitur mengikatkan diri dengan ketentuan-ketentuan dan/atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada bank.

2.

Apabila debitur meninggal dunia, maka semua kewajiban debitur berdasarkan Perjanjian KPR Bank Panin berikut semua perubahannya dikemudian hari wajib ditanggung oleh para ahli waris debitur atau penjaminnya (bila ada).

3.

Jika tanggal-tanggal yang ditetapkan bagi para pihak untuk melakukan suatu hak, kewajiban atau tindakan hukum tertentu berdasarkan perjanjian jatuh pada hari libur, maka tindakan hukum tersebut dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

4.

Perjanjian ini berlaku sejak tanggal ditandatanganinya oleh bank dan debitur sampai seluruh jumlah terhutang dinyatakan lunas secara tertulis oleh bank.

5.

Apabila perjanjian ini telah jatuh tempo dan ternyata debitur belum melunasi seluruh hutangnya kepada bank maka ketentuan tentang bunga, denda, dan ketentuan-ketentuan lain tetap berlaku sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Perjanjian KPR.

6.

Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Perjanjian KPR akan ditetapkan dan diatur dalam dokumen tersendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian KPR yang telah dibuat sebelumnya.

7.

Bank berhak untuk menentukan atau menetapkan sendiri jumlah penagihan dan perubahan besarnya bunga yang akan dikenakan kepada nasabah debitur dan besaran tersebut akan otomatis mengikat nasabah debitur selama hutangnya kepada bank belum lunas.

8.

Bank juga dengan bebasnya membebankan besarnya denda yang dihitung secara perhari kepada nasabah debitur jika nasabah debitur telat membayar uang pinjamannya.

9.

Nasabah debitur juga dikenakan keharusan membayar provisi sebesar 1% (satu persen) dari total pinjamannya dan uang administrasi sebesar Rp.500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) yang notabene jika kita pikirkan secara logika, pihak Bank Panin justru mendapatkan keuntungan dengan

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

78

adanya nasabah yang meminjam uang, tetapi kenyataannya pihak bank sama sekali tidak mau menanggung apapun biaya yang harus dikeluarkan. 10. Bank dapat dengan mudahnya memutuskan atau menurunkan jumlah hutang dari nasabah debitur menurut versi pihak bank tanpa adanya pembicaraan dua arah dengan pihak nasabah debitur. 11. Nasabah debitur secara tidak langsung diharuskan untuk memberikan kuasa kepada pihak Bank untuk mendebet rekening untuk membayar cicilan pinjamannya dan kekuasaan tersebut tidak dapat dicabut dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian KPR ini. Dalam perjanjian baku KPR ini, tidak ada satu klausul pun yang menyebutkan mengenai kewajiban dari pihak bank. Hanya klausul yang menyebutkan bahwa pihak bank harus memasukkan uang pinjaman tersebut ke dalam rekening nasabah debitur. Dengan melihat klausul-klausul dan hal-hal yang diatur dalam Perjanjian KPR tersebut, serta pola penyodoran aplikasi kosong dan hanya dibutuhkan tandatangan saja dari nasabah debitur maka dapat dikatakan bahwa Bank Panin juga menggunakan perjanjian baku dalam mengeluarkan persetujuan-persetujuan KPR atas permintaan nasabah debitur.

3.3. Perjanjian KPR Bank Panin sebagai Perjanjian Baku Berdasarkan ulasan-ulasan dan latar belakang di atas, maka sudah tentu Perjanjian KPR Bank Panin merupakan perjanjian baku (standard contract), dimana isi atau klausul-klausul perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko), tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu (vorn vrij). Calon nasabah debitur tinggal membubuhkan tanda tangannya apabila bersedia menerima isi perjanjian tersebut, tidak memberikan kesempatan kepada calon nasabah debitur untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausul-klausul yang diajukan pihak bank. Seperti sudah dikatakan sebelumnya bahwa Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit sehingga ditafsirkan bahwa perjanjian kredit harus
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

79

dibuat selalu secara tertulis. Jika diamati, pengertian akad secara gramatikal berarti perjanjian.88 Jadi akad perjanjian kredit secara gramatikal bukan berarti perjanjian kredit tertulis tetapi berarti perjanjian perjanjian kredit yang berarti perjanjian mengenai perjanjian kredit. Kalau memang yang dimaksudkan atau dikehendaki oleh peraturan-peraturan itu adalah perjanjian tertulis, maka seyogyanya dalam peraturan-peraturan itu dipakai istilah akad kredit tertulis atau perjanjian kredit tertulis dan bukannya akan perjanjian kredit seperti yang tercantum. Pada dasarnya suatu pemberian kredit oleh bank sekalipun diberikan tanpa perjanjian tertulis sudah dengan sendirinya merupakan suatu perjanjian juga. Dalam teori di Bab II sudah disebutkan bahwa dalam praktek perbankan, bank-bank membuat perjanjian kredit dengan dua cara, yaitu dengan akta di bawah tangan dan berupa akta notaris. Perjanjian kredit yang dibuat dengan akta di bawah tangan maupun akta notaris, pada umumnya memang dibuat dalam bentuk perjanjian baku yaitu dengan cara kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan pihak nasabah debitur menandatangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan isi atau klausul-klausulnya oleh bank dalam suatu formulir tercetak. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang terdapat dalam blanko formulir atau tidak. Dalam hal perjanjian kredit bank dibuat dengan akta notaris, maka bank akan meminta notaris berpedoman kepada model perjanjian kredit dari bank yang bersagkutan. Notaris diminta untuk memedomani klausul-klausul dari model perjanjian kredit bank yang bersangkutan. Dengan perkembangan zaman dan semakin kompleksnya kehidupan perekonomian di Indonesia serta semakin banyaknya terjadi transaksi-transaksi perbankan, transaksi akuntansi, transaksi dalam dunia perasuransian bahkan transaksi di internet dalam kehidupan sehari-hari, maka perjanjian baku atau perjanjian standard dijadikan suatu alat agar semua instansi dapat memenuhi segala permintaan dan kebutuhan dari para nasabah yang terkait dengan segala

Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
88

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

80

transaksi-transaksi tersebut. Meskipun dapat dikatakan bahwa penggunaan perjanjian baku sekarang ini adalah hal yang sangat lazim, tetapi bukan berarti bahwa penggunaan perjanjian baku ini tidak mengalami permasalahan hukum sehingga mendapat sorotan dari para ahli hukum, seperti yang dikemukakan oleh Atiyah berikut ini:89 By mid twentieth century these standard form-contract had become one of the mayor problems of the law of contract Dengan melihat adanya sorotan dari salah satu ahli hukum mengenai permasalahan yang akan timbul dengan adaya perjanjian baku, maka tidak tertutup kemungkinan akan timbul pertanyaan di depan mengenai kemungkinan tidak dipergunakannya perjanjian baku dalam hal perjanjian atau transaksi perbankan dalam hal ini Perjanjian KPR Bank Panin. Selain pendapat Atiyah yang mengatakan secara tidak langsung bahwa perjanjian baku sebenarnya juga mempunyai banyak permasalahan hukum, sebaliknya beberapa pakar hukum menerima kehadiran perjanjian baku sebagai suatu perjanjian. Hal ini dikarenakan: 1. Perjanjian baku diterima sebagai suatu perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian ini. 2. Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditandatangani, tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya. 3. Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu-lintas perdagangan.

P.S. Atiyah, An Introduction to the Law of Contract. Fourth Edition, (Oxford: Clarendon Press, 1989), hal. 18.
89

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

81

Jadi jika nasabah debitur menerima dokumen perjanjian itu, berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian itu yang berarti tanpa penolakan dan paksaan dari pihak manapun termasuk pihak kreditur. Di Amerika Serikat dimana perjanjian yang berlaku adalah common law, dimana pertikaian hukum yang menyangkut perjanjian (contract) diputuskan oleh hakim berdasarkan putusanputusan hakim atau pengadilan sebelumnya, maka yang dperlu diperhatikan adalah sikap atau pendirian para hakim atau pengadilan tersebut. Menurut Whitman dan Gergacz para hakim di Amerika Serikat dalam beberapa perkara enggan untuk memberlakukan perjanjian-perjanjian yang menurut mereka merupakan perjanjian adhesi.90 Pada mulanya di Amerika mengacuhkan kenyataan bahwa perjanjian baku dibuat oleh pihak-pihak yang tidak seimbang pengetahuan dan kedudukannya dengan berpegang kepada doktrin caveat emptor91 yang secara harfiah berarti let the buyer beware. Artinya pula bahwa si nasabah debitur dibebankan kewajiban membaca (duty to read) perjanjian yang bersangkutan. Manakala dia gagal menjalankan tugas baca tersebut, maka resiko mesti ditanggung. Perjanjian baru bisa dibatalkan jika terjadi fraud atau misrepresentation. Dalam rangka tersebut, pengadilanpengadilan juga mengharapkan bahwa para pembeli yang langsung bertransaksi dapat menjaga diri mereka sendiri. Tetapi kemudian keadaan ini berubah, pengadilan mulai mengawasi terhadap dilakukannya penyalahgunaan oleh pihak yang lebih kuat sehubungan dengan dipakainya perjanjian baku tersebut. Seperti dikatakan di atas bahwa perjanjian erat kaitannya dengan keadilan. Sedangkan perjanjian baku ini sendiri dalam teori kontrak masuk dalam doktrin ketidakadilan (unconscionability) yang berarti bahwa dengan berlakunya doktrin ini, suatu perjanjian baku tetap saja bukan menjadi tidak absah (not illegal) tetapi perlu diteliti sehubungan dengan keadilan dari perjanjian itu, seperti yang dikatakan oleh P.S. Atiyah bahwa bukan berarti penggunaan perjanjian baku ini tidak mengalami permasalahan hukum.

Douglas Whitman & John William Gergacz, The Legal environment of Business, (New York: Random House, Inc., 1988), hal. 211. 91 Robert N. Corley & Peter J. Shedd, Principles of Business Law. Englewood Cliffs, (New Jersey: Prentice Hall, 1989), hal. 197-198.
90

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

82

Salah satu wujud ketidakadilan dalam kontrak adalah apa yang disebut dengan keterkejutan yang tidak adil(unfair surprise). Suatu klausula dalam kontrak dianggap merupakan unfair surprise manakala klausula tersebut bukan klausula yang diharapkan oleh seorang yang normal dalam kontrak semacam itu, sementara pihak yang menulis kontrak mempunyai alasan untuk mengetahui bahwa klausul tersebut tidak akan sesuai keinginan yang wajar dari pihak lain, tetapi pihak yang menulis kontrak tersebut tidak berusaha menarik perhatian pihak lainnya terhadap klausul tersebut. Pandangan yang modern dalam hukum kontrak mengajarkan bahwa klausul dalam kontrak baku hanya mengikat sejauh klausulaklausula oleh manusia yang normal akan dipandangnya sebagai klasula yang normal dan adil. Jika ada klausul tersebut bersifat sebaliknya, maka klausul yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah ada.92 Pada dasarnya keabsahan berlakunya perjanjian baku tidak perlu lagi dipersoalkan oleh karena perjanjian baku keberadaanya sudah merupakan kenyataan, yaitu dengan telah dipakainya perjanjian baku secara meluas dalam dunia bisnis. Jika dilihat dari sisi keabsahan, maka tidaklah dilarang jika perjanjian baku atau standard tidak selalu digunakan dalam hal kontrak-kontrak bisnis, dalam hal ini adalah Perjanjian KPR Bank Panin. Yang perlu diperhatikan dan dilihat adalah apakah mungkin jika dalam setahun saja, kita ambil contoh saja hingga Juni 2010 Perjanjian KPR yang telah dikeluarkan adalah 82 Unit. Yang berarti jika tidak menggunakan perjanjian baku, maka Bank Panin harus membuat 82 kali perjanjian yang isinya tidak sama antara satu nasabah debitur dengan nasabah debitur yang lainnya. Tentu saja hal ini sangat merepotkan pihak Bank Panin dengan harus mengakomodasi setiap keinginan dari para debiturdebiturnya. Dari wawancara yang telah saya lakukan, hingga saat inipun, Bank Panin tidak pernah membuat perjanjian KPR tanpa menggunakan perjanjian bakunya.93

Putu Ayi Wulansari, Teori kontrak emile durkheim, termuat dalam beberapa pendekatan ekonomi dalam hukum, (Jakarta:Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2003), hal. 50. 93 Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2010 dengan Ibu Dewi bagian Home Loan Account Officer.
92

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

83

Bank Panin hanya memberikan contoh beberapa hal yang memang belum dibakukan, yaitu yang menyangkut nilai pinjaman, nama para pihak, jaminan yang diberikan debitur kepada Bank Panin selaku kreditur, tanggal pembayaran cicilan pinjaman, dan jangka waktu pinjaman. Hal ini dikarenakan karena Bank Panin telah merasa bahwa perjanjian baku adalah hal yang lumrah dan wajar dalam hal kontrak bisnis yang selama ini sudah sering digunakan bahkan perjanjian baku ini ada karena kebutuhan yang datang dari masyarakat. Nilai jaminan yang dikatakan oleh Bank Panin tadi sebagai hal-hal yang tidak dibakukan juga merupakan hal yang sangat penting. Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung kembali pembayaran suatu hutang.94 Mengapa jaminan tidak dibakukan? jawabannya adalah karena nilai jaminan setiap nasabah debitur berbeda-beda tergantung kepada besarnya pinjaman yang disetujui oleh bank. Sebenarnya jaminan ini secara tidak langsung berguna untuk memberikan kekuasaan pada bank untuk mendapatkan pelunasan dari nilai pinjaman yang diberikan. Tetapi dengan adanya jaminan ini yang berarti pengusaha kecil tidak bisa memberikan jaminan sehingga tidak bisa mendapatkan pinjaman tentu hal ini merugikan pengusaha kecil dengan modalnya yang terbatas. Dalam perkembangannya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, untuk mewujudkan pertumbuhan perekonomian juga, maka pemerintah tidak mewajibkan pemberian kredit harus diikuti dengan kewajiban pemohon kredit harus menyediakan jaminan. Dalam Pasal 8 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan hutangnya yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.95.Dari pasal ini dapat diketahui bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat untuk mengurangi resiko tersebut.

Thomas Suyitno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, (Bandung: Armedia, 1992), hal. 88. Lihat Pasal 8 (Dan penjelasan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
95 94

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

84

Adapun yang dimaksud dengan asas-asas perkreditan yang sehat adalah: 1. 2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis; Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian; 3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham, modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham; 4. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit.96 Meskipun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa pemerintah tidak mewajibkan pemberian kredit harus diikuti dengan kewajiban pemohon kredit harus menyediakan jaminan, namun pada prakteknya tidak ada bank yang mau memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Contohnya saja Bank Panin. Bank Panin tidak mau memberikan kredit tanpa jaminan. Dalam hal KPR ini, Bank Panin akan meminta jaminan yang dapat berupa rumah baru yang akan dibeli, rumah yang sudah ada dan deposito.97

3.4. Klausul-klausul yang Memberatkan dalam Perjanjian Baku KPR Bank Panin Masalah klausul yang memberatkan atau ketentuan yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya ini memang terus akan menjadi masalah klasik dalam dunia bisnis. Di luar negeri klausul yang secara tidak wajar sangat memberatkan ini sudah menjadi salah satu pusat perhatian para hakim yang menghadapi sengketa perjanjian yang didasarkan kepada perjanjian baku dalam berbagai yurisprudensi. Di antara klausul-klausul yang dinilai sebagai klausul yang memberatkan dan banyak muncul dalam perjanjian-perjanjian baku adalah yang disebut klausul eksemsi. Untuk istilah klausul eksemsi ini, Mariam Darus Badrulzaman

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti, 2000), hal. 392. 97 Wawancara dengan Ibu Dewi bagian home loan account officer tanggal 2 Agustus 2010.
96

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

85

menggunakan istilah klausula eksonerasi, yang digunakannya sebagai terjemahan dari istilah exoneratie clause dalam Bahasa Belanda.98 Sedangkan Sutan Remy menggunakan istilah klausul eksemsi. Yang dimaksud dengan klausul eksemsi ialah apa yang oleh Mariam Darus Badrulzaman99 (dengan istilah klasula eksonerasi) disebut sebagau klausula yang berisi pembatasan pertanggungjawaban dari kreditur. David Yates secara sengaja lebih memilih untuk memakai istilah exclusion clause daripada exemption clause. Menurut Yates, exclusion clause adalah:100

any term in a contract restricting, excluding or modifying a remedy or a liability arising out of a breach of a contractual obligation. Barnes menggunakan istilah yang berbeda lagi dengan ketiganya, yaitu exculpatory clause. Exculpatory Clause menurut Barnes adalah:101

a provision in a contract that attempts to relieve one party to the contract from liability for the consequences of his or her own negligence Klausul eksonerasi harus dibedakan dengan klausula baku. Perbedaan yang cukup terlihat antara keduanya adalah bahwa kalau dalam klausula baku, yang ditekankan adalah mengenai prosedur pembuatannya yang sepihak dan bukan mengenai isinya, sedangkan dalam hal eksonerasi yang dipersoalkan adalah menyangkut substansinya, yakni mengalihkan kewajiban atau tanggung jawab pelaku usaha. Klausul tersebut dapat berbentuk pembebasan sama sekali dari tanggung jawab yang harus dipikul oleh salah satu pihak apabila terjadi ingkar janji (wanprestasi), dapat pula berbentuk pembatasan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut, dapat pula berbentuk pembatasan waktu bagi orang yang dirugikan untuk dapat mengajukan gugatan atau ganti rugi. Dalam hal yang terakhir ini batas

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (standard) Perkembangannya di Indonesia dimuat dalam Beberapa guru Besar Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum (Kumpulan Pidato-Pidato Pengukuhan), (Bandung: Alumni, 1981), hal. 109. 99 Ibid. 100 David Yates, Exclusion Clauses in Contracts, (London: Sweet & Maxwell, 1982), hal. 1. 101 A. James Barnes, et al., Law for Business, (Homewood, Illinois: Richard D. Irwin, inc., 1987), hal. 194.
98

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

86

waktu tersebut sering kali lebih pendek dari batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang bagi seseorang untuk dapat mengajukan gugatan atau ganti rugi. Dalam prakteknya, berdasarkan pengalaman pribadi penulis102 ketika menandatangani akad kredit di kantor notaris, penulis yang dalam hal ini berperan sebagai nasabah debitur memang tidak diberi kesempatan untuk mempelajari dan mengerti tentang isi dari perjanjian tersebut. Penulis yang bertindak sebagai nasabah debitur hanya diberikan kesempatan yang singkat untuk membaca isi perjanjian kredit tersebut pada waktu penandatanganan akad kredit. Nasabah debitur harus benar-benar memperhatikan penjelasan dari pihak bank dan notaris yang dibacakan secara massal pada saat akad kredit. Penjelasan singkat tentang isi perjanjian kredit tersebut biasanya disampaikan pihak bank tentang angsuran, denda, dan wanprestasi. Tidak semua nasabah debitur dapat dengan cepat memahami tentang hal-hal tersebut. Justru lebih banyak nasabah debitur yang merasa terpaksa menandatangani atau menyetujui dari perjanjian kredit tersebut. Karenanya dapat diragukan apakah benar ada kata sepakat yang merupakan syarat sahnya perjanjian dalam perjanjian kredit tersebut, sehingga dalam perjanjian kredit tersebut sangat berpotensi untuk terjadi klausula yang berat sebelah. Sebenarnya apabila kita kaji ulang lagi dan melihat kedudukan bank dalam perjanjian KPR, kedudukan bank bisa dikatakan relatif aman, karena yang menggunakan kredit adalah nasabah debitur dengan jaminan rumahnya sendiri. Dan jika kita lihat secara alamiah saja, nilai jaminan (dalam hal ini rumah yang ditempati), serta kemampuan debitur mencicil makin lama bertambah besar, sedangkan nilai kreditnya semakin kecil. Berdasarkan wawancara saya dengan Bank Panin, banyak nasabah debitur yang dapat melunasi hutangnya sebelum jangka waktu kreditnya habis. Hal ini menandakan bahwa memang benar kemampuan debitur mencicil semakin lama semakin besar.

102

Pada saat menulis thesis ini, Penulis mengalami sendiri kesulitan untuk membaca pada saat penandatangan dalam rangka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank BCA, Jakarta di kantor Notaris Serpong, Tangerang

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

87

Karenanya pencantumkan klausul baku dan bargaining position yang tidak seimbang dalam Perjanjian KPR haruslah ditinjau kembali agar tercapai keadilan bagi nasabah debitur. Terhadap klausula baku dalam Perjanjian KPR Bank Panin, ada beberapa klausula yang memberatkan konsumen, sehingga ada peluang timbulnya kerugian bagi konsumen. Klausul-klausul yang terdapat dalam Perjanjian KPR Bank Panin yang dianggap memberatkan adalah: 1. Kewenangan bank untuk menetapkan besaran ganti kerugian jika terjadi keterlambatan pembayaran oleh pihak nasabah debitur yang dihitung per hari keterlambatan. Dalam Pasal 1 Perjanjian KPR Bank Panin disebutkan: Apabila Pihak Kedua (dalam hal ini nasabah debitur) tidak dapat membayar angsuran-angsuran tersebut di atas tepat pada waktunya, maka pihak kedua bersama ini berjanji dan oleh karena itu mengikat diri untuk membayar ganti kerugian sebesar 0.13% (tigabelas perseratus persen), untuk tiap-tiap hari keterlambatan..... Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) yang dimuat dalam Varia Peradilan No. 13, Oktober 1986 dikatakan bahwa denda (penalty) yang telah diperjanjikan oleh para pihak atas keterlambatan pembayaran pokok pinjaman pada dasarnya merupakan suatu bunga yang sebenarnya bisa dikatakan jumlah yang secara tidak langsung sengaja dikenakan oleh pihak bank. Oleh sebab itu karena telah dikatakan di atas bahwa perjanjian juga harus didasarkan atas rasa keadilan, maka hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Dengan adanya putusan MA ini maka tuntutan tentang pembayaran denda tersebut harus ditolak. Hal ini menandakan bahwa Pengadilan Indonesia juga tetap memperhatikan asas-asas khusus seperti asas kepercayaan, asas kerahasiaan, dan asas kehati-hatian meskipun perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh kedua pihak. Tetap saja meskipun kedua belah pihak telah menandatangani perjanjian, tetapi tetap saja perjanjian itu tidak tak terbatas.

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

88

2.

Kewenangan bank mengubah suku bunga kredit kapanpun juga serta dianggap mengikat pihak nasabah debitur. Dalam Pasal 3 ayat (1) Perjanjian KPR Bank Panin disebutkan:

........dan untuk selanjutnya berlaku suku bunga efektif dan setiap kali dapat dirubah oleh pihak Bank dan ini mengikat pihak nasabah debitur. Saat ini bank-bank di Indonesia sangat banyak yang memberikan fasilitas KPR. Penghasilan utama dari bank-bank di Indonesia maupun bank-bank di luar negeri berasal dari kredit. Bank harus bisa mendapatkan keuntungan dari bunga-bunga kredit yang diberikannya sehingga lebih tinggi dari biaya dana rata-rata yang harus dibayarkan oleh bank kepada para nasabah krediturnya. Dengan banyaknya bank-bank di Indonesia yang menawarkan fasilitas KPR tentu saja setiap bank harus mencari caranya masing-masing bagaimana agar banyak nasabah debitur yang menggunakan fasilitas KPR dari bank-nya tersebut. Salah satu caranya adalah dengan memberikan suku bunga yang rendah pada tahun pertama kemudian di tahun kedua maka akan berlaku suku bunga efektif yang mengalami kecenderungan perbedaan yang cukup signifikan dari tahun pertama. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata mengatakan bahwa itikad baik adalah sesuatu yang penting dalam suatu perjanjian. Oleh sebab itu, kewenangan bank untuk mengubah suku bunga kredit tanpa adanya persetujuan dari nasabah debitur adalah hal yang tidak dapat dibenarkan. Disini tentu saja tidak terdapat niat baik dari bank, tetapi justru mengambil keuntungan dari situasi yang ada dimana bank memiliki posisi bargaining yang lebih tinggi dari nasabah debitur. 3. Kewenangan bank untuk menghentikan Perjanjian KPR ini secara sepihak dan mengharuskan nasabah debitur melunasi seluruh hutangnya jika nasabah debitur tidak setuju akan penetapan besaran suku bunga kredit yang baru. Dalam pasal 3 ayat (4) dikatakan:
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

89

apabila nasabah debitur tidak setuju atas perubahan bunga tersebut maka bank dapat menghentikan Perjanjian KPR ini , sedangkan nasabah debitur harus segera melunasi seluruh hutang dan bunga... Pencantuman klasul seperti ini tentu saja memperlihatkan kedudukan bank yang lebih tinggi dibandingkan nasabah debitur. Tentu saja ini tidak adil bagi nasabah debitur dan sangat memberatkan. Pencantuman klausul ini bukan tidak mungkin tidak dapat digugat oleh nasabah debitur, bank dapat saja digugat oleh nasabah debitur. Klausul yang demikian ini tetap saja berarti bank tidak mungkin dapat dimintai tanggung jawab atas tindakannya yang berupa menolak penggunaan selanjutnya atas kredit oleh debitur tanpa perlu ada alasan untuk itu. Sebaiknya jika ingin menghentikan ijin tarik atas kredit yang telah disetujui, bank memperhatikan hal-hal sebagai berikut:103 a. Penerima pinjaman hendaknya tetap diberitahu tentang maksudmaksud yang sebenarnya dari pemberi pinjaman mengenai apakah pemberi pinjaman akan menghentikan atau terus memberikan kredit. b. Pemberi pinjaman hendaknya tetap memberitahukan secara tertulis hal-hal apa saja yang terkait dengan pinjaman yang telah diberikan kepada penerima pinjaman, misalnya mengenai janji-janji yang akan diberikan kepada penerima pinjaman, dan jangka waktu kapan habisnya pinjaman tersebut. c. Jangan pernah terkesan pemberi pinjaman terlalu mencampuri atau bahkan mengendalikan bisnis si penerima pinjaman sehingga tidak terjadi konflik pribadi dengan penerima pinjaman. d. Diharapkan pemberi pinjaman menyimpan semua dokumendokumen pinjaman yang terkait dengan penerima pinjaman secara rapi dan teratur.

Marlene L. Thierbach, Lender Liability: Should Lenders be Required to Continue to Advance Credit to Marginal borrowers?, Western State University Law Review (1988): 640.
103

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

90

e.

Klausul mengenai bunga berganda yang selalu terdapat dalam Perjanjian KPR Bank Panin

Klausul mengenai bunga berganda ini terletak dalam pasal 3 ayat (5) sampai dengan ayat (8) yang pada intinya mengatakan bahwa jika pihak nasabah debitur keberatan akan kenaikan bunga setelah satu tahun berjalan, maka nasabah debitur harus segera melunasi hutangnya dan bunga-bunga yang menempel dengan hutangnya tersebut, jika tidak maka Bank Panin akan mengenakan bunga per hari yang harus dibayar oleh nasabah debitur berturut-turut pada setiap akhir bulan. Klausul lainnya mengatakan bahwa apabila nasabah debitur belum melunasi hutangnya hingga jangka waktu pinjaman berakhir, maka nasabah debitur akan dianggap terikat untuk membayar bunga sebesar 4% (empat persen) sebulan diluar bunga pokoknya. Dari bunyi-bunyi klausul-klausul di atas, memang sudah tidak aneh lagi disebutkan dalam setiap Perjanjian KPR oleh bank manapun di Indonesia. Istilah dalam Bahasa Inggrisnya adalah compound interest. Pada prakteknya di lapangan adalah membebankan bunga tunggakan terhadap bunga yang tertunggak selama sebulan dan begitu seterusnya. Itulah sebabnya pada prakteknya di Indonesia, jika seorang nasabah debitur mengalami kredit macet, maka hutangnya tidak akan habis atau diperingan melainkan terus bertambah hingga beberapa kali lipat dari jumlah pokok pinjamannya semula. Tampaknya klausul ini telah dianggap diperjanjikan dan menjadi hal yang biasa dalam suatu Perjanjian KPR. Dalam KUHPerdata, mengenai pembebanan bunga atas bunga ini diatur dalam Pasal 1251 KUHPerdata. Namun dalam prakteknya, dalam hal pembebanan bunga berganda bagi kredit bank jauh berbeda dari ketentuan Pasal 1251 KUHPerdata. Agar lebih jelas, maka akan saya kutip bunyi Pasal 1251 KUHPerdata.

Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu permintaan di muka pengadilan, maupun karena persetujuan khusus, asal saja
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

91

permintaan atau persetujuan tersebut mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun. Dari bunyi pasal tersebut, maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah bahwa bunga atas bunga tidak diperkenankan, yang diperkenankan adalah bunga yang berasal uang pokok atau pinjaman pokoknya. Selain itu bunga atas bunga yang dihitung bulanan, terlebih lagi harian tidak dibenarkan karena dari pasal tersebut bunga hanya dapat dibebankan atas bunga yang harus dibayar untuk satu tahun. Satu hal lagi yang penting adalah harus diperjanjikan sebelumnya, jika tidak maka hanya mungkin berdasarkan putusan pengadilan. Oleh sebab itu, agar tidak menyulitkan bank dikemudian hari, maka sepantasnya dalam perjanjian kredit bank mengenai pembebanan bunga berganda diperjanjikan sebelumnya secara tegas dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1251 KUHPerdata. 4. Bank membuktikan kelalaian debitur secara sepihak. Pada Pasal 4 Perjanjian KPR Bank Panin menyebutkan bahwa bank akan mengakhiri perjanjian dan/atau menurunkan jumlah hutang atau pinjaman yang telah ditetapkan, bilamana (a) pihak kedua tidak membayar hutang dan bunga pada waktu yag ditetapkan di atas, dalam hal mana lewatnya waktu saja telah memberi bukti yang cukup bahwa pihak kedua melalaikan kewajibannya dengan tidak diperlukan pernyataan terlebih dahulu bahwa ia tidak memenuhi kewajibannya (b) pihak kedua menurut pertimbangan pihak pertama (bank) tidak atau tidak cukup memenuhi salah satu atau lebih syarat perjanjian ini, dst. Dari beberapa contoh bunyi pasal 4, pada intinya adalah menegaskan dan menyebutkan bank berhak untuk mengakhiri perjanjian jika terjadi hal-hal yang menurut bank dapat merugikan pihak bank dan persepsi merugikan disini haruslah sesuai dengan persepsi merugikan dari pihak bank. Artinya pihak bank-lah yang menentukan apakah perjanjian layak dilanjutkan atau tidak. Padahal menurut KUHPerdata dalam asas pembuktian yang harus membuktikan adalah pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lainnya itu. Jadi yang harus membuktikan bahwa ia dirugikan atau tidak adalah pihak
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

92

bank. Ketentuan ini bersifat memaksa (dwingend) yang artinya jika bank menyimpangi dengan menyebutkan dalam perjanjian ini, maka klausul tersebut seharusnya dianggap batal. 5. Bank sering kali mencantumkan klausul eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan oleh nasabah debitur karena kerugian yang disebabkan oleh bank. Pasal 7 Perjanjian KPR Bank Panin mengatakan bahwa dalam hal terjadi kelebihan pembayaran, maka nasabah debitur tidak berhak untuk memintanya kembali. Serta dikatakan pula bahwa mengenai biaya-biaya seperti jumlah terhutang, bunga-bunga dan provisi cukup pihak bank saja yang mengkonfirmasikan hal tersebut, tidak diperlukan konfirmasi dari pihak nasabah debitur. Dengan ditandatanganinya perjanjian ini, tidak serta merta mengikat nasabah debitur. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata mengenai asas kepatutan yang pada intinya asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. Hakim diharapkan tetap memperhatikan secara kasus per kasus. Jika kelebihan pembayaran ini disebabkan karena bank dan bank menolak untuk mengembalikan kepada nasabah debitur tentu saja ini tidak dapat diterima. Tetapi jika memang kelebihan pembayaran ini karena kelalaian nasabah debitur maka tentu saja perjanjian ini tetap sah. 6. Pihak bank menambahkan klausul tentang nasabah debitur yang harus melunasi hutangnya yang ada saat ini ataupun yang akan ada. Pasal 10 Perjanjian KPR ini mengatakan demi menjamin kemampuan si nasabah debitur dalam membayar hutangnya yang saat ini maupun yang akan datang, maka nasabah debitur menyerahkan jaminan tertentu agar kelak dapat digunakan untuk membayar hutang si nasabah jika dia kelak tidak dapat membayar hutang-hutang yang ditetapkan oleh pihak bank. Berdasarkan Pasal 1320 ayat (3) KUHPerdata, dikatakan bahwa perjanjian hanya sah bila memenuhi syarat berupa adanya suatu hal tertentu selain dari syarat-syarat adanya kecakapan, sepakat dan adanya suatu sebab
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

93

yang halal. Dengan adanya klausul yang mengatakan bahwa debitur harus melunasi hutangnya yang akan ada, maka ini tentu saja menandakan bahwa hal ini tidak sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata bahwa harus sudah ada hal tertentu yang disebutkan dalam suatu perjanjian. Tidak boleh menggunakan klausul yang akan ada, maka ini dianggap debitur tidak terikat. Begitu pula dalam Pasal 1333 KUHPerdata. Jika suatu hal tertentu tersebut menyangkut barang, maka barang tersebut minimal harus sudah diketahui jenisnya. Oleh karena itu dengan melihat klasusul ini, maka sangat tidak mungkin pula untuk mengetahui jenis barangnya karena akan ditentukan kemudian, maka bunyi klausul ini juga bertentangan dengan Pasal 1333 KUHPerdata yang berarti kalusul ini tidak mengikat debitur. Tentu saja dengan adanya klausul yang bisa dikatakan tidak jelas ini, maka telah menimbulkan suasana yang menjadi tidak patut. Dalam arti bagaimana bisa nasabah debitur menandatangaini suatu perjanjian tanpa ia tahu apa sebenarnya isi yang benar-benar terkandung dalam perjanjian yang ia tandatangani tersebut. 7. Pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pendebetan rekeningnya dan juga pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur untuk mencabut kuasa-kuasa tersebut Pasal 11 dan Pasal 12 Perjanjian KPR Bank panin ini menyebutkan bahwa pihak nasabah debitur memberi kuasa kepada Bank untuk melakukan pendebetan rekening atas nama dirinya untuk membayar hutangnya. Ironisnya lagi pada pasal 12 perjanjian ini, dikatakan bahwa semua kuasakuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali yang tanpa kuasa-kuasa itupun tidak akan dibuat dan kuasa-kuasa itu diberikan dengan melepaskan semua peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur segala dasar dan sebab yang mengakhirkan kuasa. Klausul ini tentu saja bertentangan dengan Pasal 1792 KUHPerdata yang menyatakan Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

94

melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa. Dari ketentuan Pasal 1792 KUHPerdata ini kiranya dapat dipahami bahwasanya sifat dasar dari surat kuasa adalah suatu persetujuan seseorang kepada orang lain. Pasal 1792 KUHPerdata ini merupakan persetujuan sepihak, dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak. Jadi pemberian kuasa yang terdapat dalam Pasal 1792 KUHPerdata ini mengandung unsur persetujuan, memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan, dan atas nama pemberi kuasa. Jadi jika dilihat bunyi klausul dalam Pasal 11 dan 12 Perjanjian KPR ini, maka ini tentu saja melanggar Pasal 1792 KUHPerdata yang berarti tidak mengikat nasabah debitur. Hal ini dikarenakan berdasarkan Pasal 1792 KUHPerdata sudah jelas dikatakan bahwa kuasa itu harus berdasarkan persetujuan. Jadi sangatlah tidak adil dan tidak tepat jika Pasal 12 Perjanjian KPR ini mengatakan bahwa kuasa-kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali dan mengenyampingkan seluruh aturan yang ada yang terkait dengan pengakhiran surat kuasa.

3.5. Kekuatan Mengikat dalam Perjanjian KPR Bank Panin Pandangan yang modern dalam hukum kontrak mengajarkan bahwa klausula dalam kontrak baku hanya mengikat sejauh klausula-klausula oleh manusia yang normal akan dipandangnya sebagai klausula yang wajar dan adil. Kita harus cermat dalam hal mengenai keterikatan suatu perjanjian ini. Apakah dengan adanya pencantuman klausul yang memberatkan atau dengan pernyataan oleh salah satu pihak bahwa untuk hubungan hukum diantara mereka berlaku klausul yang bersangkutan, maka dengan sendirinya dinyatakan sudah terikat terhadap klausul tersebut. Memang saat ini di Indonesia belum ada aturan-aturan dasar yang harus dipenuhi untuk terikatnya suatu perjanjian baku. Tetapi para hakim di Inggris dan Amerika telah mempunyai aturan dasar tertentu yang harus dipenuhi agar klausul dalam perjanjian baku yang memberatkan itu menjadi berlaku dan mengikat. Jadi, apabila aturan dasar tersebut tidak dipenuhi, maka hakim bisa menolak dan memutuskan bahwa perjanjian tersebut tidak mengikat.
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

95

Aturan-aturan dasar itu dibedakan menurut jenis dokumennya, apakah dokumendokumen tersebut ditandatangani atau tidak ditandatangani. Dalam hal dokumen yang ditandatangani harus jelas dalam perumusannya. Dalam praktek sering kali nasabah debitur tidak membaca dengan seksama apalagi mengerti isi dari perjanjian yang dihadapinya. Karena tentu saja untuk memhaminya diperlukan keahlian khusus atau bahkan seorang pengacara untuk menerjemahkannya. Lalu masalah dikemudian adalah bagaimana jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang sangat memberatkan si nasabah debitur? Lalu bagaimana juga jika si nasabah debitur membaca tapi tidak mengerti maksud dari klausul tersebut. Satu hal yang perlu kita perhatikan adalah tidak penting apakah pihak yang menerima dokumen tersebut mempunyai

ketidakmampuan yang bersifat bukan yuridis, seperti buta, buta huruf, atau tidak mampu membaca, asalkan pemberitahuan itu secara layak telah dapat dianggap memadai untuk tingkat golongan orang-orang dimana pihak yang bersangkutan masuk dalam kategori itu, maka yang bersangkutan terikat dengan ketentuanketentuan tersebut. namun kedudukan ini menjadi lain apabila pihak yang mengandalkan diri terhadap klausul eksemsi tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui tentang ketidakmampuan pihak lainnya bahwa perlu kiranya dilakukan usaha-usaha khusus kepada dengan orang yang telah klasusul diketahui tersebut

ketidakmampuannya,

misalnya

menerjemahkan

kepadanya apabila orang itu tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam klasul tersebut. Ada tiga tolak ukur dalam ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata untuk menentukan apakah klasul atau syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam suatu perjanjian baku dapat berlaku dan mengikat para pihak. Tolak ukur itu ialah undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Sedangkan menurut Pasal 1339 KUHPerdata tolak ukurnya adalah kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Atau jika digabungkan tolak ukur dari kedua pasal itu adalah undang-undang, kesusilaan, ketertiban umum, kepatutan, dan kebiasaan. Adalah wajar bila undang-undang merupakan tolak ukur yang pertama dan oleh karena itu para pihak tidak dapat memasukkan syarat-syarat dan ketentuan Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

96

ketentuan yang bertentangan dengan hukum ke dalam suatu perjanjian, karena hukum mempunyai supremasi dan selalu dianggap bahwa ketentuan-ketentuan hukum merupakan bagian yang integral dari setiap perjanjian.104 Seperti kita tahu, sering kali klausul-klausul baku atau klausul-klausul yang justru penting itu ditulis dalam huruf yang kecil yang notabene hampir tidak terbaca oleh konsumen dalam hal ini nasabah debitur. Jika dokumen atau klausul tersebut tidak dapat dibaca oleh nasabah debitur tentu saja ini dianggap bahwa pihak bank telah melakukan fraud (kecurangan), ada misrepresentation (penggambaran atau penyajian yang keliru). Apabila dokumen yang bersangkutan tidak dapat dibaca (not legible) maka adalah mudah untuk menyimpulkan bahwa tidak terdapat sepakat yang diperlakukan bagi berlakunya suatu perjanjian. Mengenai aturan-aturan dasar yang menyangkut pemberitahuan perlu diberikan penjelasan bahwa pemberitahuan itu harus telah dilakukan secara layak kepada pihak lainnya. Untuk menentukan hal mengenai kelayakan pemberitahuan, maka pihak pengadilan harus mempertimbangkan semua keadaan dan situasi yang meliputi para pihak, dan hal ini memang menjadi hak prerogatif pengadilan untuk menentukan bahwa pihak bank dalam hal ini telah melakukan pemberitahuan yang layak atau tidak. Satu hal yang perlu kita ketahui terkait mengenai pemberitahuan adalah pemberitahuan itu harus diberikan kepada nasabah debitur sebelum atau pada saat perjanjian dibuat dalam arti pada intinya adalah bahwa nasabah debitur harus benar-benar sudah mengetahui tentang pemberitahuan tersebut. Pemberitahuan yang dilakukan setelah itu merupakan modifikasi dari perjanjian aslinya dan tidak mengikat kecuali disetujui oleh kedua belah pihak. Terdapat beberapa prinsip yang menjadi titik tolak pemikiran kekuatan mengikatnya suatu perjanjian. Dalam hal asas keseimbangan, pada dasarnya setiap perjanjian baku dapat dipastikan para pihak memilki posisi yang seimbang atau bargaining power yang sama. Dalam arti, terkait dengan pemahaman terhadap isi Perjanjian KPR Bank panin yang sangat minim yang menempatkan

Ambrosio Padilla, Civil law - Civil Code, volume IVa, (Manila, Philippines: Philipine Graphic Arts, 1988), hal. 18.
104

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

97

posisi nasabah debitur pada posisi yang tidak seimbang terhadap pihak bank yang mengeluarkan Perjanjian KPR Bank Panin. Sedangkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak kita dapat meninjau dari dua sudut, yaitu materiil dan formil. Pertama-tama, kebebasan berkontrak dalam arti materiil adalah bahwa kita memberikan kepada sebuah persetujuan setiap isi atau substansi yang dikehendaki, dan bahwa kita tidak terikat pada tipe-tipe persetujuan tertentu. Pembatasan-pembatasan terhadap persetujuan hanya dalam bentuk ketentuanketentuan umum, yang mensyaratkan bahwa isi tersebut harus merupakan sesuatu yang halal dan menerapkan bentuk atura-aturan khusus, yaitu berupa hukum yang memaksa bagi jenis-jenis persetujuan tertentu. Kedua kebebasan berkontrak dalam arti formil, yakni sebuah persetujuan dapat diadakan menurut cara yang dikehendaki. Pada prinsipnya disini tidak ada persyaratan apapun tentang bentuk ataupun pesesuaian tentang kehendak. Kesepakatan antara para pihak saja sudah cukup. Terkait dengan asas kebebasan berkontrak, memang kebebasan berkontrak adalah esensial baik bagi individu untuk mengembangkan diri dalam kehidupan pribadi dan dalam lalu lintas kemasyarakatan serta untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan harta kekayaannya, maupun bagi masyarakat sebagai satu kesatuan, sehingga hal tersebut dianggap sebagai hak dasar.105 Di Indonesia menganut sistem yang terbuka, dalam arti bahwa siapapun berhak untuk membuat perjanjian dengan siapapun yang dikehendakinya dan undang-undang tidak membatasi hal ini, undang-undang hanya membatasi mengenai cakap atau tidaknya para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini ditandai dengan ditemukan adanya istilah semua dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Dalam perjalanannya, berlakunya asas ini tidaklah mutlak. KUHPerdata memberikan pembatasan mengenai berlakunya asas ini. Dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian menjadi tidak sah apabila

John Stuart Mill, On liberty [Perihal kebebasan], terjemahan Alex Lanur, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996), hal. 37.
105

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

98

dibuat tanpa adanya sepakat. Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata juncto Pasal 1337 KUHPerdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Pembatasan lainnya terhadap asas kebebasan berkontrak dari sudut perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum, dengan merujuk ketentuan-ketentuan: 1. Pasal 1335 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. 2. Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan, atau ketertiban umum. Pembatasan kebebasan berkontrak dari cacat dalam kehendak, terdiri atas empat bentuk, yaitu kekhilafan, paksaan, penipuan, dan penyalahgunaan keadaan. Begitu pula dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, mengatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik dalam pembuatan dan pelaksanaan kontrak. Perjanjian yang didasarkan dengan itikad buruk misalnya saja penipuan maka dapat dimintakan pembatalan. Sedangkan dalam hal penyalahgunaan keadaan seringkali kita temukan adalah penyalahgunaan dalam hal ekonomi atau kekuasaan ekonomi yang terjadi hanya pada salah satu pihak, sehingga menganggu keseimbangan yang menyebabkan pernyataan kehendak bebas untuk menyatakan persetujuan yang merupakan syarat utama menjadi tidak ada (kehendak yang cacat). Terkait dengan pembatasan terhadap asas ini, Prof. Asikin Kusuma Atmadja106 menyatakan bahwa hakim berwenang untuk meneliti isi suatu kontrak apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Oleh sebab itu, jika terdapat isi perjanjian yang dianggap melanggar

Prof. R.Z. Asikin Kesuma Atmadja, S.H., Pembatasan Rentenir Sebagai Perwujudan Pemerataan Keadilan, Varia Peradilan Tahun II No. 27 Februari 1987.
106

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

99

ketentuan umum, seperti sudah dikatakan di muka adalah hak prerogatif hakim untuk turut campur menentukan apakah isi perjanjian ini sesuai datau tidak. Contohnya saja seperti Putusan Mahkamah Agung No. Reg No. 2027/K/Pdt/ 1984 tanggal 23 April 1986 mengenai bunga terselubung tidak dapat dibenarkan. Dari hal-hal di atas dapat dikatakan bahwa jelas bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak. Artinya, terkait dengan sejauh mana para pihak terikat dengan Perjanjian Baku KPR Bank Panin ini adalah meskipun nasabah debitur adalah pihak yang membutuhkan dana, tetapi bukan berarti dengan sekonyong-konyong nasabah debitur terikat begitu saja oleh isi Perjanjian KPR Bank Panin tersebut. Tetap saja harus diperhatikan, apakah isinya melanggar kesuilaan dan hukum atau tidak, karena kesusilaan dan hukum adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Begitu pula dengan penyalahgunaan kekuasaan ekonomi yang tadi disampaikan. Jika memang benar bahwa pada akhirnya telah terjadi penyalahgunaan ekonomi oleh Bank Panin, maka tentu saja perjanjian itu tidak mengikat. Jadi dalam hal kebebasan berkontrak pada intinya asas ini sudah mengalami pergeseran ke arah fairness, terjadi peningkatan perhatian terhadap itikad baik dalam pembuatan dan pelaksanaan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam hal ini pihak yang memilki posisi bargaining lebih tinggi. Satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah mengenai kesepakatan dalam sebuah perjanjian. Tanpa kata sepakat dalam pembuatan perjanjian, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan kata sepakatnya karena dengan adanya paksaan dari pihak yang satu kepada pihak lainnya untuk menyatakan sepakat menandakan bahwa sebenarnya diantara para pihak ada yang merasa keberatan dengan isi perjanjian sehingga susah baginya mengungkapkan atau menunjukkan kesepakatannya. Ini pula perlu mendapat perhatian. Hal lain yang perlu diperhatikan untuk menilai sejauh mana Perjanjian Baku KPR Bank Panin mengikat atau tidak adalah dalam hal adil. Bagaimana jika suatu hal dikatakan adil? Tentu saja harus dibandingkan dengan sesuatu hal yang seimbang dan berada dalam posisi yang sama. Yang menjadi masalah adalah
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

100

dalam perjanjian baku tentu saja tidak mungkin kedudukan pihaknya seimbang. Pasti salah satu berada di kedudukan yang bisa dikatakan lebih rendah. Itulah sebabnya kembali lagi bahwa pada dasarnya suatu perjanjian baku tidak menjadi mengikat dengan seketika nasabah debitur menandatangani perjanjian tersebut. Kemudian mengenai fairness atau keadilan tadi kontrak baku sering kali dipakai oleh salah satu pihak dalam hal ini Bank Panin untuk melanggar prinsipprinsip keadilan sehingga dalam hal ini tunduk kepada hukum yang berlaku yaitu kontrak. Untuk menghindari keberlakuan unsur-unsur ketidakadilan ke dalam suatu kontrak, terdapat beberapa pengecualian dalam hal perjanjian tersebut telah dibaca oleh nasabah debitur dalam hal ini. Pengecualian-pengecualian itu antara lain peletakan klausul yang tidak pada tempatnya sehingga tidak menarik perhatian si nasabah debitur, misalnya klausul eksemsi yang berisi membebaskan kewajiban Bank Panin yang letaknya ditaruh pada klausul waktu pembayaran. Contoh lain salah tulis atau salah pengetikan dalam hal jumlah hutang atau jangka waktu dalam suatu perjanjian, misalnya yang seharusnya jumlah hutang senilai Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang tertulis hanya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Dari hal-hal tersebut di atas nyata bahwa mesipun si nasabah debitur telah membaca dan menandatangani Perjanjian KPR tersebut, tetap saja ia tidak seketika langsung terikat pada seluruh isi perjanjian tersebut jika ada yang melanggar prinsip keadilan, itikad baik, dan penyalahgunaan keadaan ekonomi dari si nasabah debitur ataupun penyalahgunaan kekuasaan. Hukum Internasional dalam Unidroit Principles tahun 2004 juga memberikan batasan terhadap pelaksanaan syarat baku dalam perjanjian antara lain sebagai berikut:107 Pasal 2.20 berbunyi: 1. No term contained in standard terms which is of such character that the other party could not reasonably have expected it, is effective unless it has been expressly accepted by that party.

Lampiran Buku Taryana Soenandar,Prinsip-Prinsip UNIDROIT Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Bisnis Internasional,(Jakarta:Sinar Grafika,2004).
107

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

101

2.

In determining whether a term is of such a character regard shall be had to its content, language and presentation. Prinsip-prinsip yang tercantum dalam Unidroit Principles of International

Commercial Contracts tahun 2004 digunakan untuk memenuhi kebutuhan perdagangan Internasional. Unidroit Priciples merupakan seperangkat aturan yang seimbang dan dapat digunakan di seluruh dunia tanpa memperhatikan perbedaanperbedaan dalam tradisi hukum, kondisi ekonomi dan politik negara-negara yang menerapkannya. Dalam prinsip Unidroit 2004 ini mengatur tentang ketentuan perjanjian baku yang diperbolehkan dalam transaksi internasional sesuai dengan kutipan Pasal 2.20 di atas. Dengan adanya pembatasan dan rambu-rambu yang telah diungkapkan tersebut maka seharusnya akan menyeimbangkan kedudukan antara pihak Bank Panin dan nasabah debitur. Dalam hal ini teori Keadilan John Rawls adalah sangat sesuai ketika hak dasar individu (basic rights) para pihak terlindungi oleh peraturan peundang-undangan maka akan terjadi kesetaraan ekonomis (economic equality). Dengan adanya keseimbangan yang mengatur kepentingan para pihak yang dipayungi oleh peraturan perundang-undangan dan kebiasaan yang diakui secara internasional akan mewujudkan keadilan antara para pihak.

3.6. Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Baku KPR Bank Panin Dalam dunia perbankan sehubungan dengan perjanjian kredit KPR, adakalanya timbul suatu masalah yang dapat merugikan pihak kreditur yaitu bank dalam hal ini. Permasalahan tersebut dapat berupa kredit bermasalah atau disebut kredit macet. Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 adalah sebagai berikut (berdasarkan kemampuan membayar): a. Kriteria kredit lancar: 1. Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan sesuai dengan persyaratan kredit; 2. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat;
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

102

3. b.

Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.

Kriteria kredit kurang lancar: 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari; 2. Hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan tidak dapat dipercaya; 3. Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah; 4. 5. Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit; Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.

c.

Kriteria kredit diragukan: 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari; 2. Hubungan debitur dengan bank semakin memburuk dan informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya; 3. Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang lemah; 4. Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.

d.

Kriteria kredit macet: 1. Terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; 2. Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada.

Dalam dunia perbankan, perjanjian kredit secara umum akan mengakibatkan timbulnya permasalahan yang tidak dapat dihindari, amka diperlukan upayaupaya untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Pembayaran angsuran KPR pada Bank Panin dilakukan secara bulanan dengan cara langsung didebet oleh pihak bank ke rekening tabungan debitur. Jadi debitur harus punya rekening pribadi di Bank Panin atas nama yang bersangkutan. Dengan metode pembayaran angsuran kredit yang dilakukan oleh pihak bank seperti ini, kredit macet atau kredit bermasalah sangat jarang ditemukan dan
Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

103

dapat diminimalisir. Namun demikian, timbulnya kredit macet tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu, bagaimanapun yang namanya kredit macet atau bermasalah pasti akan selalu ada dalam sebuah lembaga bank. Upaya-upaya yang dilakukan Bank Panin dalam menyelesaikan kredit macet/bermasalah adalah sebagai berikut: 1. Dengan cara mediasi, yaitu melalui pendekatan dan musyawarah dengan mendengarkan semua masalah yang dialami oleh Debitur. Penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi dan pendekatan diharapkan kredit bermasalah tersebut dapat terselesaikan. Tidak bisa dipungkiri bahwa cara mediasi masih dipilih untuk menjadi cara yang baik menyelesaikan perselisihan pada awalnya. Dalam tulisan artikellnya berjudul mediasi sebagai alternatif menyelesaikan sengketa,108 Bagir Manan mengatakan bahwa dalam mediasi tidak ada yang namanya kalah-menang. Putusan juga tidak mengutamakan pertimbangan dan alasan hukum, melainkan atas dasar kesejajaran kepatutan dan rasa keadilan. 2. Jika melalui mediasi tidak tercapai, maka akan ditagih oleh seorang penagih (debt collector). Jika sudah ditagih oleh debt collector masih saja ingkar, maka akan dikeluarkan Surat Peringatan 1 sampai dengan Surat Peringatan 3 setiap bulannya. 3. Jika dengan melalui Surat Peringatan 1 sampai dengan 3 ini tetap saja Debitur ingkar, maka barang jaminan yang disebutkan dalam Perjanjian KPR-nya akan dilelang tanpa melalui Putusan Pengadilan, cukup melalui Pejabat Lelang Kelas I dengan melalui parate eksekusi. Parate eksekusi atau hak untuk mengeksekusi otomatis menjadi sempurna saat debitur melakukan wanprestasi. 4. Biasanya dalam pelelangan tersebut, pihak bank-lah yang akan membeli barang jaminan tersebut dengan menggunakan nama pihak ketiga (nama karyawan dari bank tersebut misalnya). Setelah itu barulah data atau barang jaminan yang telah dibeli oleh pihak bank didaftarkan di bagian administrasi

Kira-kira dua pertiga tulisan ini ditulis selama dalam perjalanan di Palembang, Muara Enim, Lahat, dan Pagar Alam (23-27 Maret 2006).
108

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

104

bank sekedar untuk menyatakan bahwa Bank sudah bersih dalam arti tidak mempunyai tunggakan lagi. Barulah sesudah itu, barang itu dijual oleh bank dengan harga yang sesuai dan wajar. Dalam Pasal 13 Perjanjian KPR Bank Panin menyebutkan bahwa para pihak memilih tempat tinggal umum dan tetap mengenai pengakuan hutang ini dan segala akibat-akibatnya pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri Kelas I (satu) di Bandung, dengan tidak mengurangi hak dan wewenang pihak bank untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak debitur berdasarkan perjanjian ini. Sejauh ini berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pejabat bank bagian Home Loan Account Officer, jarang sekali masalah kredit macet di Bank Panin prosesnya hingga ke pengadilan negeri. Biasanya masalah kredit macet dapat terselesaikan hanya dengan melalui mediasi atau parate eksekusi dengan penjualan barang jaminan.

Universitas Indonesia
Perjanjian baku..., Diana Saraswati Purnamasari, FH UI, 2011.

You might also like