You are on page 1of 6

Definisi HIV/AIDS 2.1.

1 Definisi HIV HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.15 Sejak dilaporkan adanya kasus AIDS yang pertama oleh Gottlieb dkk. di Los Angeles pada tangal 5 Juni 1981, pada bulan Januari 1983 Luc Montagnier dkk. menemukan virus penyebab penyakit AIDS ini dan disebut dengan LAV (Lymphadenopathy Virus). Hasil penelitian Gallo, Maret 1984 di Amerika menyatakan penyebab penyakit ini adalah Human T Lymphotropic Virus Type III, disingkat dengan HTLV III dan tahun 1984 berdasarkan hasil penemuannya, J.Levy menamakan AIDS Related Virus (ARV) sebagai penyebab penyakit ini. Pada bulan Mei 1986 Komisi Taksonomi Internasional menetapkan nama virus penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, disingkat dengan HIV. HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam famili Retroviridae subfamili Lentivirinae. Retrovirusmempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang.Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup. HIV merupakan retrovirus yang terdiri dari sampul dan inti. Virus HIV terdiri dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi nya lebih cepat.17 Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan struktural yaitu gag (group antigen), pol (polymerase), dan env (envelope)

Etiologi dan Patogenesis Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV.22 HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen.16 Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi.22 Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window periode).23 Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/L
2

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dll. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis. Diagnosis HIV Ada dua sistem klasifikasi yang biasa digunakan untuk dewasa dan remaja dengan infeksi HIV yaitu menurut WHO dan CDC (Centre for Diseases Control and Prevention) CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4+. Sistem ini terdiri dari tiga kategori yaitu : Kategori Klinis A : CD4+ > 500 sel/ml Meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik), Limfadenopati generalisata yang menetap, infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut. Kategori Klinis B : CD4+ 200-499 sel/ml Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan dengan perantara sel (cell mediated immunity), atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV. Klasifikasi menurut CDC CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4+. Sistem ini terdiri dari tiga kategori yaitu : Kategori Klinis A : CD4+ > 500 sel/ml Meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik), Limfadenopati generalisata yang menetap, infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta
3

atau adanya riwayat infeksi HIV akut. Kategori Klinis B : CD4+ 200-499 sel/ml Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan dengan perantara sel (cell mediated immunity), atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV Termasuk kedalam kategori ini yaitu Angiomatosis basilari, Kandidiasis orofaringeal, Kandidiasis vulvovaginal, Dysplasia leher rahim, Herpes zoster, Neuropati perifer, penyakit radang panggul. a.3. Kategori Klinis C : CD4+ < 200 sel/ml Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS dan pada tahap ini orang yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan keganasan yang mengancam kehidupannya, meliputi : Sarkoma Kaposi, Kandidiasis bronki/trakea/paru, Kandidiasis esophagus, Kanker leher rahim invasif, Coccidiodomycosis, Herpes simpleks, Cryptosporidiosis, Retinitis virus sitomegalo, Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV, Bronkitis/Esofagitis atau Pneumonia, Limfoma Burkitt, Limfoma imunoblastik dan Limfoma primer di otak, Pneumonia Pneumocystis carinii. Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia, dalam hal ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu berdasarkan tanda dan gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor ditambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV simptomatik. Gejala mayor terdiri dari : penurunan berat badan > 10%, demam yang panjang atau lebih dari 1 bulan, Diare kronis, Tuberkulosis. Gejala minor terdiri dari: Kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari 1 bulan, kelemahan tubuh, berkeringat malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit generalisata, Limfadenopati Klasifikasi menurut WHO generalisata, Herpes zoster, infeksi Herpes simplex kronis, Pneumonia, Sarcoma Kaposi.WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS pada orang dewasa menjadi 4 stadium klinis, yaitu : Stadium I Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfadenopati generalisata. Stadium II Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, terdapat kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti Dermatitis seroboik, Prorigo, Onikomikosis, Ulkus yang berulang dan Kheilitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, adanya infeksi saluran nafas bagian atas seperti Sinusitis bakterialis.
4

Stadium III Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur < 50%, berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, TB paru dalam 1 tahun terakhir, infeksi bakterial yang berat seperti Pneumonia dan Piomiositis. Stadium IV Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas ditempat tidur >50%, terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi opurtunistik seperti Pneumonia Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan, Kriptosporidiosis

ekstrapulmonal, Retinitis virus sitomegalo, Herpes simpleks mukomutan >1 bulan, Leukoensefalopati multifocal progresif, Mikosis diseminata seperti histopasmosis, Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru, Tuberkulosis di luar paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV. Metode Pengambilan Darah Tes HI Terdapat beberapa metode yang biasa digunakan dalam pengambilan darah untuk tes HIV yaitu : Unlinked Anonymous pemeriksaan anti HIV terhadap sampel darah yang diambil untuk pemeriksaan-pemeriksaan lain, dan setelah menghilangkan semua identitas penderita. Hasil pemeriksaan ini tidak dapat dihubungkan kembali dengan si penderita. Metode ini dilakukan dengan pemberian sampel darah secara sukarela oleh seseorang setelah yang bersangkutan menandatangani surat persetujuan. Pada sampel ini hanya diberikan nomor kode. Hasil pemeriksaan dapat dilihat oleh yang bersangkutan dari pengumuman hasil tanpa seorang lainpun mengetahuinya, termasuk petugas surveilans. Voluntary Confidential Metode ini dilakukan dengan sukarela oleh seseorang untuk diperiksa darahnya tetapi hasilnya hanya diketahui oleh petugas kesehatan tertentu dan petugas ini harus merahasiakannya. Mandatory Metode ini dilakukan terhadap semua orang yang mempunyai maksud tertentu. Pemeriksaan ini dilandasi suatu dasar hukum sehingga tidak ada yang dapat menghindar dari pemeriksaan ini. Compulsatory

Metode ini biasa dilakukan pada kelompok masyarakat yang kemerdekaannya dibatasi, misalnya seperti narapidana, pusat rehabilitasi narkotika, para resosialisasi PSK. Kelompok ini biasanya diwajibkan untuk mengikuti pemeriksaan anti HIV.

You might also like