You are on page 1of 23

BAB 1 PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering terjadi pada infark miokard akut sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagai tanda-tanda kongestif sebelum jantung sempat

mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif akut (Dumitru, I., 2010). Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7 per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 84 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama. Di Amerika Serikat, diperkirakan 550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan oleh gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang pasti (Maggioni, A., 2005). Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung

katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung (Rodeheffer, R., 2005). Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung (Jackson, G., 2000).

Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.

BAB II KASUS

DASAR DASAR MEDIS LABEL Nomor RM : 37 43 19 Nama Umur : ny. Martina : 59 tahun

BLU. RSUP Sulawesi Tenggara/ Bagian Penyakit Dalam- Jantung dan Pembuluh Darah Unit Kerja: ICCU RSUP Bahteramas WITA 1. Keluhan utama : Sesak 3 hari SMRS 2. Keluhan Tambahan : Nyeri dada 3. Riwayat Penyakit : Pasien perempuan umur 59 tahun, masuk ke IGD dengan keluhan sesak sejak 3 hari SMRS. Sesak nafas disertai nyeri dada. Sesak muncul pertama kali saat pasien melakukan kegiatan rumah seperti menyapu. Sebelumnya tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas yang sama. Sesak nafas juga muncul ketika pasien berbaring lurus sehingga harus menggunakan 3 bantal saat tidur. Sesak terjadi secara tidak terus menerus dan berlangsung 5 menit setiap sesak. Malam hari pasien sering terbangun tiba-tiba karena sesak nafas. Sesak tidak dipengaruhi cuaca,debu, dan emosi. 1 hari SMRS pasien mengeluh sesak nafas yang semakin bertambah berat dan sesaknya berlangsung lebih lama. Pasien tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada. Nyeri dada timbul secara tiba-tiba ketika pasien sedang duduk. Nyeri Tgl masuk :26/7/2013 Jam : 02.33

dada bukan pertama kali dirasakan oleh pasien. Nyeri dada bersifat menusuk dan tidak menjalar. Lama nyeri sekitar 5 menit dan nyerinya tidak progresif. Nyeri dada berkurang apabila pasien minum obat Asam Mefenamat dan beristirahat. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak pada malam hari sejak satu minggu yang lalu dan jantung berdebar-debar yang bersifat hilang timbul dan mucul secara tiba-tiba. Pasien juga cepat capek bila melakukan aktivitas dan ada riwiyat edema tungkai. Tidak ada mual (-), muntah (-), pusing (-), BAB dan BAK dalam batas normal.

4. Faktor Risiko : usia >40 tahun (+) perempuam lebih banyak terkena pada usia menopause (+) herediter (keturunan) (+), ibu menderita hipertensi (+) obesitas. BB: 65kg, TB: 150cm. IMT = BB/TB = 65/2,25 = 28,88(obes 1/moderate) asupan garam 2 sendok dalam sehari semalam gaya hidup kurang sehat ( senang mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, tinggi kolestrol seperti makanan yang bersantan dan makanan yang di goreng) Pola kepribadian (emosional, agresif, ambisius, kompetitif) (+) 5. Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol dan hanya mengkonsumsi obat herbal untuk menurunkan tekanan darahnya. Riwayat post kateterisasi sejak 4 tahun yang lalu Kelainan ginjal (-) Kelainan hati (-) Kelainan paru (-) 6. Pemeriksaan Fisik :

KU : CM, gizi cukup, tampak lemah dan sesak, gelisah TD : 160/100mmHg 36,7C Kepala bulat, simetris, deformitas (-), perdarahan temporal (-), dan nyeri tekan (-). Mata - Eksoftalmus dan Enoftalmus (-), - edema palpebra (-), konjungtiva palpebra kedua mata pucat (-), - sklera ikterik (-), - pupil isokor (-), RCL (+), RCTL (+), - lapangan penglihatan baik. Hidung - Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik. - Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan dan perdarahan. - Pernapasan cuping hidung tidak ada. N: 132x/m P: 41x/m s:

Telinga Otore (-), pendengaran baik.

Mulut Pembesaran tonsil (-), atrofi papil (-), stomatitis (-) Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-), JVP (5+3) cm H2O. Thoraks - thorax simetris kanan dan kiri, - sela iga kiri=kanan

- barrel chest (-) - retraksi dinding thorax (-). Paru-paru - Inspeksi : - Palpasi : - Perkusi : Auskultasi halus (-), wheezing (-)

simetris, kiri =kanan Stemfremitus kanan = kiri Sonor di kedua lapangan paru Batas paru kiri VTh X1 Batas Paru kanan V Th X Batas Paru hepar ICS VI kanan

: Vesikuler (+) normal, ronkhi basah

Jantung - Inspeksi : Iktus kordis terlihat (-), trill teraba (-) - Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea aksilaris anterior sinistra ICS VI - Perkusi :pekak (+) Batas atas jantung ICS II Batas kanan jantung linea sternalis dextra ICS VI Batas kiri jantung linea aksilaris sinistra ICS VI - Auskultasi normal, : bunyi jantung S1 dan S2 (+) Bunyi tambahan : murmur (-), gallop (-) Abdomen - Inspeksi - Auskultasi - Perkusi - palpasi Limpa Hati Extremitas: Edema (-)

: cembung, ikut gerak nafas : peristaltik +, kesan normal : timpani +, pekak hepar + : massa tumor -, nyeri tekan : tidak teraba : tidak teraba

Kekuatan (+)

7. Elektrokardiogram :

Sinus rytm HR : 68x/m Regular LVH P wave normal Q patologis v1 dan 2 LBBB complete Interval PR 0,12 8. Foto Thorax : kesan kardiomegali

9. Laboratorium : Kimia Darah

Darah Rutin WBC 11,9x 103 /L RBC 4,95 x 106 /L HCT 46,7 % MCV 87,4 fl MCH 27,1 pg MCHC 31,0 g/dl PLT 279 x 103 /L

10. Ekokardiogram : (-) 11. Uji Latih Jantung : (-) 12. Pemeriksaan Lain (Holter Monitoring,ABPM, Kateterisasi Jantung/Angiografi) : (-)

13. Diagnosis : Diagnosis klinis : iskemik relatif, HHD Diagnosis Kerja : CHF 14. Terapi : O2 Infuse 24 tpm Fasorbit 10 mg Tanapres 5mg 1x1 Digoksin 0,25mg Furozemide 1x1 Maintate 1x1/2 Spirolakton 1x1 15. Rencana/ Tindakan Lanjut : Obs. Ruang ICCU 16. Penyuluhan : - untuk : Pasien, keluarga, teman-temannya - Pencegahan : Primordial, primer, sekunder, tertier - Isi : faktor risiko, penyakit, Prosedur, Obat Diet, Olahraga, Perilaku

17. Follw UP Tanggal 27/07/2013 TD : 140/80mmhg N : 66x/menit P : 28x/menit Keluhan : sesak (+) sudah berkurang, nyeri dada (-), batuk malam hari (+), palpitasi (+), cepat lelah (+).

Catatan Khusus

Mengetahui , Supervisor Dibuat Oleh,

(....)

(.........)

BAB III PEMBAHASAN

Pada kasus ini didiagnosis dengan CHF dengan klasifikasi NYHA IV, hal ini di dasarkan pada kriteria Framing harm dengan minimal 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor Kriteria Mayor: Paroksismal nocturnal dyspnea Distensi vena pada leher Ronkhi basah halus Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada) Edema paru akut S3 ( Suara jantung ketiga ) Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan) Hepatojugular refluks Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan

Kriteria Minor: Bilateral ankle edema Batuk nokturnal Dyspnea pada aktivitas biasa Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam

Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)

Pada pasien ini didapatkan 3 kriteria mayor dan 4 kriteria minor. Pertama terdapatnya proksismal nokturnal dyspneu, terdapat peningkatan vena jugularis, perkusi dan auskultasi dan hasil foto toraks di dapatkan adanya pembesaran jantung. Batas jantung kanan terdapat pada linea sternalis dekstra, batas kiri linea aksilaris anterior dan batas atas ICS 2. Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan batuk malam hari, dyspneu deffort, bilateral ankle edema, takikardia. Mekanisme terjadinya sesak dan pengaruh posisi tubuh dengan terjadinya sesak pada pasien ini adalah karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis. Jika meningkat akibat disfungsi ventrikel kiri, vena pulmonalis akan terenggang dan dinding bronkus terjepit dan mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif nonproduktif dan mengi. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan melebihi tekanan onkotik plasma, jaringan paru menjadi lebih kaku karena transudat terkumpul dalam alveoli yang mengakibatkan edema paru akibatnya terjadi peningkatan kerja otot pernapasan untuk mengembangkan paru dan timbul sesak napas. Dispnu karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis, jika meningkat berkisar 5 mmHg. Jika meningkat seperti pada penyakit disfungsi ventrikel kiri, vena pulmonalis akan terenggang dan dinding bronkus akan terjepit dan mengalami edema. Dispnu jantung memburuk dalam posisi berbaring telentang (ortopnu), dan dapat membangunkan pasien pada dini hari (disertai keringat, dan ansietas-dispnu nokturnal paroksismal, dan akan berkurang jika duduk tegak atau berdiri. Hal tersebut terjadi karena aliran balik vena sistemik ke

jantung kanan meningkat pada posisi setengah duduk, terutama pada dini hari ketika volume darah paling tinggi menyebabkan aliran darah paru meningkat dan disertai pula peningkatan lebih lanjut tekanan vena pulmonalis. Pasien juga mengeluh mudah lelah. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang sehingga menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas. Terjadinya edema kedua tungkai pada pasien ini Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena sehingga dapat menyebabkan edema karena sifat cairan mengikuti gaya gravitasi maka udema terjadi pada tungkai. Terapi yang diberikan sesuai dengan guideline penatalaksanaan gagal jantung kronik tahun 2012 yaitu diuretik untuk mengurangi gejala dan tanda kongesti, ACE-Inhibitor, B-blocker karena pasien ini sudah masuk dalam dry heart failure (klasifikasi NYHA-II), ditambah dengan MRA (spironolakton) dan diberikan Digoxin untuk meningkatkan kontraktilitas. Terapi yang diberikan untuk mengurangi hospitalisasi dan kematian dini heart failure.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Congestive Heart Failure (CHF) atau Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya. Klasifikasi Gagal jantung yaitu : 1. Gagal jantung akut kronik a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah. b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi 2. Gagal Jantung Kanan- Kiri

a.

Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral

b.

Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dan lain-lain.

3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi. b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun. B. Etiologi Penyebab gagal jantung kongestif yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Kelainan otot jantung Aterosklerosis koroner Hipertensi sistemik atau pulmonal Peradangan dan penyakit miokardium Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, tamponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV 6. Faktor sistemik seperti demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia.

C.

Gejala Klinis 1. CHF Kronik Meliputi: anoreksia, nokturia, edema perifer, hiperpigmentasi ekstremitas bawah, kelemahan, heaptomegali,ascites, dyspnea, intoleransi aktivitas barat, kulit kehitaman. 2. CHF Akut Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels, fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea, orthopnea, batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak teraba, penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala.

D.

Pemeriksaan Penunjang 1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola. 2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung. 3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal. 4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung

5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner. 6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic. 7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM. 8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida. 9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH). E. Penatalaksanaan

1. Non Farmakologis a. CHF Kronik Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas. Diet pembatasan natrium Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal

menyebabkan retensi air dan natrium

b.

Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari) Olah raga secara teratur

CHF Akut Oksigenasi (ventilasi mekanik) Pembatasan cairan

2. Farmakologis Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload a. First line drugs; diuretic Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic. Obatnya adalah: thiazide diuretics, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan

pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic b. Second Line drugs; Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung. Obatnya adalah: Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik. Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).

c. Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri. F. Komplikasi

Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.

G.

Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

Prognosis Prognosis CHF tergantung pada beberapa faktor, termasuk usia saat

diagnosis, tingkat keparahan CHF dan kesehatan keseluruhan pasien.Perubahan gaya hidup (termasuk perubahan untuk diet, menurunkan kolesterol dan tingkat tekanan darah, dll) dan obat kadang-kadang bisa efektif untuk pasien dengan CHF ringan Namun, jantung sering mencoba untuk mengimbangi inefisiensi yang memompa dengan memperbesar untuk memompa lebih banyak darah, mengembangkan lebih banyak massa otot, memompa darah pada tingkat yang lebih cepat, dll Dalam jangka panjang, upaya-upaya perbaikan dapat menyebabkan kerusakan ke jantung. Dalam beberapa kasus, pembedahan mungkin diperlukan untuk memperbaiki masalah yang menyebabkan CHF, seperti

penyakit arteri koroner (CAD) atau rusakanya katup jantung. Khusus pengobatan untuk penyakit tiroid, anemia atau kondisi lain yang berkontribusi terhadap CHF juga dapat bermanfaat bagi pasien.. Namun, kebanyakan pasien dengan CHF harus belajar untuk hidup dengan kondisi melakukan perubahan diet dan gaya hidup dan minum obat.

Daftar Pustaka
Price, Sylvia, Lorraine M.Wilson. 2006. Pathophysiology: Clinical Concepts of Dieseae Processes. Ed 6 . Terjemahan. Jakarta : EGC. Robbins dkk. 2007. Buku Ajar Patologi.Edisi 7. Jakarta. EGC Sudoyo,W.Aru.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid IIIEdisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI _________, 2008.Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI http://circheartfailure.ahajournals.org/content/4/3/378.full.pdf http://circ.ahajournals.org/content/123/10/1144.full.pdf

Mengetahui Supervisor

, Dibuat Oleh,

(....)

(..)

You might also like