You are on page 1of 23

PROPOSAL PENELITIAN PENERAPAN METODE SCAFFOLDING PADA MATA PELAJARAN FISIKA DI SMA AL-MASHRI PANGKALAN BALAI.

Nama NIM : Agus Siswanto : 2010 122 097

Program Studi : Pendidikan Fisika Jurusan Pembimbing I : Pendidikan MIPA : Prof. Dr. H. Fuad Abd. Rachman, M.Pd

Pembimbing II : Qum Zaidan Marhani, S.Pd, M.Si

1. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha dasar dan tercapainya untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual agama, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 dalam Cahyo (2013:18). Menurut Hamalik (2004) dalam Cahyo (2013:17), pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi sebagai yang kuat dalam kehidupan masyarakat.

Kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari faktor pendidikan, karena pendidikan mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia yang merupakan unsur penting dalam memajukan dan menyempurnakan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Guru merupakan pemegang peranan penting dalam menciptakan suasana yang dapat menunjang peningkatan pemahaman siswa, sehingga siswa mampu mencapai perkembangan potensialnya. Ketika siswa telah mampu mencapai perkembangan potensialnya, maka siswa tersebut telah mampu berpikir tingkat tinggi. Agar implementasi pembelajaran dapat mencapai hasil yang memuaskan dan ZPD (zone of proximal development) perlu disajikan sebagai landasan utama. Disamping penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki keragaman model atau metode pembelajaran, karena tidak ada satu model atau metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam proses belajar mengajar seorang guru harus memiliki model atau metode pembelajaran yang tepat untuk menyajikan pokok bahasan yang diajarkan pada peserta didik, adapun salah satu metode pembelajaran tersebut yang digunakan adalah metode Scaffolding. Scaffolding merupakan membantu siswa pada awal belajar untuk mencapai pemahaman dan ketrampilan dan secara perlahan-lahan bantuan tersebut dikurangi sampai akhirnya siswa dapat belajar mandiri dan menemukan pemecahan bagi tugastugasnya, (Cahyo 2013:127).

Metode Scaffolding diperkenalkan pertama kali oleh Jerome Bruner di akhir 1950-an, seorang prikolog kognitif. Ia menggunakan istilah untuk menggambarkan anak-anak muda dalam akuisisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai berbicara melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah anak-anak telah memiliki struktur untuk belajar berbahasa. Jarome Bruner menyebutkan bantuan orang dewasa dalam proses belajar anak dengan istilah Scaffolding, yaitu sebuah dukungan untuk belajar dan memecahkan problem. Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melakasanakan sesuatu di luar usaha siswanya. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan Scaffolding berupa bimbingan yang diberikan seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat

mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Scaffolding dipersiapkan oleh guru untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan scaffolding yang disediakan memungkinkan peserta didik untuk berhasil menyelesaikan tugas. Berdasarkan inforasi dari guru mata pelajaran fisika di SMA Al-Mashri Pangkalan Balai bahwa nilai tes pelajaran fisika belum mencapai nilai ketuntasan minimal (KKM). Hal ini di sebabkan metode yang diajarkan yaitu metode pembelajaran (konvensional) seperti cerama, tanya jawab, diskusi. Sehingga peserta didik hanya menerima secara pasif. Hal ini menimbulkan kejenuhan dari peserta didik untuk belajar dan proses belajar mengajar cendrung berjalan kurang aktif.

Guru tidak dapat disalahkan sepenuhnya dalam proses pembelajaran karena keinginan dan minat belajar itu tergantung kepada siswa itu sendiri. Untuk itu dibutuhkan metode yang tepat untuk menumbuhkan keinginan dan minat belajar sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti penerapan metode Scaffolding pada mata pelajaran fisika di SMA Al-Mashri Pangkalan Balai.

2. Masalah dan Pembatasan Masalah 2.1 Masalah Rumusan masalah diatas adalah Bagaimanakah hasil belajar siswa dengan penerapan metode Scaffolding pada mata pelajaran fisika di SMA Al-Mashri Pangkalan Balai?

2.2 Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan menghindari salah tafsir terhadap masalah dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan sebagai berikut : 1. metode Scaffolding adalah metode dengan cara membantu siswa pada awal belajar untuk mencapai pemahaman dan ketrampilan dan secara perlahan-lahan bantuan tersebut dikurangi sampai akhirnya siswa dapat belajar mandiri dan menemukan pemecahan bagi tugas-tugasnya. 2. Hasil belajar yang dimaksud adalah nilai fisika yang diperoleh dari hasil tes.

3. Siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas ? SMA Al-Mashri Pangkalan Balai. 4. Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

3. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui meningkat atau tidak hasil belajar fisika siswa dengan di terapkannya metode Scaffolding pada mata pelajaran fisika di SMA AlMashri Pangkalan Balai.

4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi sekolah : Sebagai pertimbangan untuk menerapkan metode pembelajaran di sekolah sehingga dapat menciptakan situasi belajar yang lebih efektif. 2. Bagi guru : Sebagai masukan atau informasi dalam melaksanakan

pembelajaran fisika dengan menggunakan metode Scaffolding sehingga dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa. 3. Bagi siswa : Diharapkan dengan adanya metode Scaffolding kegiatan belajar lebih aktif, kreatif, dan mandiri dalam segala hal. 4. Bagi peneliti : Sebagai pengalaman dan pelajaran bagi peneliti dalam menerapkan pembelajaran mata pelajaran fisika dengan menggunakan metode Scaffolding.

5. Tinjauan Pustaka 5.1 Belajar 5.1.1 Hakekat Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dan proses berbuat malalui berbagai pengalaman yang diciptakan guru. Menurut Sudjana (1989:28) dalam Rusman (2013:83) belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Menurut Rusman (2013:85) Belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis yaitu aktivitas yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas berfikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan, menganalisis dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang merupakan proses penerapan atau praktik, misalnya melakukan eksperimen atau percobaan, latihan, kegiatan praktik, membuat karya (produk), apresiasi dan sebagainya. Lebih jauh Hilgard (1962) dalam Rusman (2013:85) berpendapat bahwa belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi. Menurut James O. Whitaker dalam Djamarah (2000:12) Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman. Dari beberapa pendapat tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan yang menghasilkan perubahan perilaku positif. Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku siswa.

Menurut Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010:35) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Menurut Surya (1997) dalam Rusman (2013:87) ada delapan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu: 1. Perubahan yang Disadari dan Disengaja (Intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat. 2. Perubahan yang Berkesinambungan (Kontinu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. 3. Perubahan yang Fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. 4. Perubahan yang Bersifat Positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menunjukkan kearah kemajuan. Misalnya seorang mahasiswa sebelum belajar tentang psikologi pendidikan menganggap bahwa dalam proses belajar mengajar tidak perlu

mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya. 5. Perubahan yang Bersifat Aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. 6. Perubahan yang Bersifat Permanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. 7. Perubahan yang Bertujuan dan Terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. 8. Perubahan Perilaku secara Keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata,tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan

keterampilannya.

5.1.2

Prinsip-prinsip Belajar Menurut Bruce Weil (1980) ada tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran,

yaitu : 1. Proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. 2. Berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari, pengetahuan tersebut adalah pengetahuan fisis, sosial, dan logika.

3. Dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Prinsip-prinsip belajar relatif berlaku umum berkaitan dengan (1) Perhatian dan Motivasi, (2) Keaktifan, (3) Keterlibatan Langsung/Berpengalaman, (4)Pengulangan, (5) Tantangan, (6) Balikan dan Penguatan, dan (7) Perbedaan Individual

5.1.3

Pengertian Hasil Belajar Menurut Rusman (2013:123) hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang

diperolah siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan harapan. Menurut Oemar Hamalik (2002:45) yang menyatakan bahwa hasil belajar itu dapat terlihat dari terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku. Sedangkan menurut UNESCO dalam Rusman (2013:91) hasil belajar dapat dituangkan dalam empat pilar pembelajaran, yaitu learning to know, learning to be, learning to life together, dan learning to do. a. Belajar mengetahui (Learning to Know) Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan, dan pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal ini bukan saja disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang elektronika.

Jacques Delors (1996) dalam Rusman (2013:91), sebagai ketua komisi penyusun Learning the Treasure Within, menegaskan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end). Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh Karen itu, belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak). b. Belajar Berbuat/Berkarya (Learning to Do) Belajar berkarya berhubungan dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Belajar berkarya adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. c. Belajar Hidup Bersama (Learning to Live Together) Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok athik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup berasama dan bekerja sama dengan aneka kelompok tersebut. d. Belajar Menjadi Diri Sendiri yang Utuh (Learning to Be) Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

10

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi (2008:24) meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu: a. Faktor Internal 1. Faktor Fisiologis Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. 2. Faktor Psikologis Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa factor psikologis meliputi intelegrasi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa. b. Faktor Eksternal 1. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelmbaban, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya akan berbeda suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.

11

2. Faktor Instrumental Faktor Instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor Instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. (Rusman, 2013:124)

5.2 Metode Scaffolding 5.2.1 Pengertian Metode Scaffolding Metode scaffolding didasarkan pada teori Vygotsky. Menurut Vygotsky (dalam Trianto, 2010: 76) bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Istilah Scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung. Scaffolding diartikan dalam bahasa Indonesia perancah, yaitu bambu (balok dsb) yang dipasang untuk tumpuan ketika mendirikan rumah, mendirikan tembok, dan sebagainya.

12

Scaffolding is the assistance (parameters, rules or suggestions) a teacher gives a student in a learning situation. Scaffolding adalah bantuan (parameter, aturan atau saran) pembelajar memberikan peserta didik dalam situasi belajar. Scaffolding allows the student to have help with only the skills that are new or beyond her ability. Scaffolding memungkinkan peserta didik untuk mendapat bantuan melalui keterampilan baru atau di luar kemampuannya. Menurut Agus N. Cahyo Scaffolding adalah membantu siswa pada awal belajar untuk mencapai pemahaman dan ketrampilan dan secara perlahan-lahan bantuan tersebut dikurangi sampai akhirnya siswa dapat belajar mandiri dan menemukan pemecahan bagi tugas-tugasnya. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan Scaffolding berupa bimbingan yang diberikan seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Teori Scaffolding pertama kali diperkenalkan di akhir 1950-an oleh Jerome Bruner, seorang prikolog kognitif. Ia menggunakan istilah untuk menggambarkan anakanak muda dalam akuisisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai berbicara melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah anak-anak telah memiliki struktur untuk belajar berbahasa. Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melakasanakan sesuatu di luar usaha siswanya.

13

Menurut Vygotsky dalam Cahyo (2013:129), peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir tingkat yang tebih tinggi ketika mendapat bimbingan (Scaffolding) dari seorang yang lebih ahli atau melalui teman sejawat yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi. Vygotsky juga mengemukakan tiga kategori perceraian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu siswa mencapai keberhasilan dengan baik, siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, dan siswa gagal dalam meraih keberhasilan. Maka Scaffolding berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Menurut Lange (2001) dalam Cahyo (2013:129), ada dua langkah utama yang terlibat dalam Scaffolding pembelajaran: pengembangan rencana pembelajaran untuk membimbing peserta didik dalam memahami materi baru, dan pelaksanaan rencana, pembelajar memberikan bantuan kepada peserta didik di setiap langkah dari proses pembelajaran. Scaffolding terdiri dari beberapa aspek khusus yang dapat membantu peserta didik dalam internalisasi penguasaan pengetahuan. Berikut aspek-aspek Scaffolding: 1. Intensionalitas; kegiatan ini mempunyai tujuan yang jelas terhadap aktivitas pembelajaran berupa bantuan yang selalu diberikan kepada setiap peserta didik yang membutuhkan. 2. Kesesuaian; peserta didik yang tidak bisa menyelesaikan sendiri permasalahan yang dihadapinya, maka pembelajaran memberikan bantuan penyelesaiannya. 3. Struktur; modeling dan mempertanyakan kegiatan terstruktur di sekitar sebuah model pendekatan yang sesuai dengan tugas dan mengarah pada urutan alam pemikiran dan bahasa.

14

4. Kolaborasi; pembelajaran menciptakan kerja sama dengan peserta didik dan menghargai karya yang telah dicapai oleh peserta didik. Peran pembelajar adalah kolaborator bukan sebagai evaluator. 5. Internalisasi; eksternal Scaffolding untuk kegiatan ini secara bertahap ditarik sebagai pola yang diinternalisasi oleh peserta didik.

5.2.2

Prinsip-Prinsip Metode Scaffolding Prinsip-prinsip belajar kontruktivisme dengan pendekatan Scaffolding yang

ditetapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : a. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik. b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pembelajar ke peserta didik. c. Dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar. d. Peserta didik aktif mengontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmah. e. Pembelajar sekedar memberi bantuan dan menyediakan saran serta situasi agar proses konstruksi belajar lancar. f. Hadai masalah yang relevan dengan peserta didik. g. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan. h. Mencari dan menilai pendapat peserta didik. i. Menyelesaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik.

15

5.2.3

Langkah-Langkah Metode Scaffolding

a. Menjelaskan materi pembelajaran. b. Menentukan Zone Of Proximal Development (ZPD) atau level perkembangan siswa berdasarkan tingkat kognitifnya dengan melihat nilai hasil belajar sebelumnya. c. Mengelompokkan siswa menurut ZPD-nya. d. Memberikan tugas belajar berupa soal-soal berjenjang yang berkaitan dengan materi pembelajaran. e. Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar menyelesaikan soal-soal secara mandiri dengan berkelompok. f. Memberikan bantuan berupa bimbingan, motivasi, pemberian contoh, kata kunci atau hal lain yang dapat memancing siswa ke arah kemandirian belajar. g. Mengarahkan siswa yang memiliki ZPD yang tinggi untuk membantu siswa yang memilki ZPD yang rendah. h. Menyimpulkan pelajaran dan memberikan tugas-tugas.

5.2.4

Keuntungan Mempelajari Metode Scaffolding Menurut Agus N.Cahyo keuntungan mempelajari scaffolding adalah :

a. Memotivasi dan mengaitkan minat siswa dengan tugas belajar. b. Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak. c. Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan.

16

d. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan. e. Mengurangi frustasi atau resiko. f. Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan.

5.2.5

Kelemahan Mempelajari Metode Scaffolding Kelemahan dari pembelajaran Scaffolding ini membutuhkan waktu yang banyak

karena tidak semua siswa dapat mengkontruksi pengetahuan yang diterima secara cepat. Pembelajaran ini hanya dapat diterapkan pada materi dengan karakteristik tertentu, yaitu materi-materi yang rumit (berhubungan dengan rumus-rumus) seperti materi fisika yang memerlukan penjelasan lebih dan juga banyak latihan.

6. Prosedur Penelitian 6.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian menurut Prof. Sugiyono (2013:61) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari definisi tersebut yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada mata pembelajaran fisika menggunakan metode Scaffolding.

17

6.2 Definsi Operasional Variabel Agar kedua pengertian variabel tersebut jelas, maka perlu didefinisikan sebagai berikut : 1. Metode Scaffolding adalah salah satu metode mengajar berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. 2. Hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah mengalami proses belajar yang ditunjukkan dengan nilai atau angka.

6.3 Populasi dan Sampel 6.3.1 Populasi Menurut Prof. Sugiyono (2013:117) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X di SMA Al-Mashri Pangkalan Balai yang berjumlah laki-laki 76 orang dan perempuan 56 orang dengan jumlah 132 orang peserta didik yang dituliskan dalam tabel II. TABEL II POPULASI SISWA KELAS X DI SMA AL-MASHRI PANGKALAN BALAI No. 1. 2. 3. Kelas X XI XII Jumlah L 22 31 23 76 P 16 21 19 56 Jumlah Siswa 38 52 42 132

Sumber : Tata Usaha SMA Al-Mashri Pangkalan Balai

18

6.3.2

Sampel Sampel menurut Prof. Sugiyono (2013:118) adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 1 kelas dari 7 kelas yang menjadi sampel di SMK Telenika Palembang yaitu kelas X TKJ yang berjumlah 31 orang peserta didik yang dipilih secara acak seperti yang tercantum dalam tabel III. TABEL III SAMPEL SISWA KELAS X DI SMK TELENIKA PALEMBANG Kelas L P Jumlah Siswa

Sumber : Tata Usaha SMA Al-Mashri Pangkalan Balai

6.4 Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu atau category one shot case study yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa dengan metode Scaffolding pada mata pelajaran fisika. X : Treatment berupa penerapan model

O : Hasil dari penerapan model

Gambar 1 : Metode eksperimen dengan desain Single One Shot Case Study. Dalam penelitian ini hanya ada kelas sampel yang menjadi kelas eksperimen dan tanpa ada kelas kontrol atau kelas pembanding dan juga tanpa tes awal dengan model ini peneliti ingin mengetahui faktor lainnya (Prof. Sugiyono, 2013:111).

19

6.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah hasil tes. Pada penelitian ini tes diberikan secara tertulis dalam bentuk essay. 6.5.1 Tes Tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan) (Sudjana, 2010:35). Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah proses belajar mengajar. Tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 5 soal essay yang diberikan setelah proses belajar mengajar dengan materi listrik dinamis sub pokok rangkaian seriparalel dan hukum ohm pada mata pelajaran fisika.

6.6 Teknik Analisis Data Teknik Analisis Data Tes (Ujian Tertulis) Setelah data terkumpul akan dianalisis dengan tujuan penganalisaan ini untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran Scaffolding pada mata pelajaran fisika. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data tes hasil belajar siswa yaitu sebagai berikut: 1. Membuat kisi-kisi dan membuat soal tes 2. Membuat kunci jawaban dan memberikan skor masing-masing jawaban soal 3. Memeriksa jawaban siswa

20

4. Memberi skor dari hasil jawaban siswa sesuai dengan skor patokan yang telah ditentukan. 5. Skor yang diperoleh masing-masing siswa dikonversikan menjadi nilai dalam rentang 0-100, dengan menggunakan rumus:
S R 100 N

(Purwanto,

Keterangan : S = Nilai yang dicari atau dicapai R = Skor mentah yang diperoleh siswa N = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = Bilangan tetap 6. Nilai akhir yang diperoleh dibuat dalam daftar distribusi frekuensi dan menentukan rata-rata nilai akhir siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
X f i xi fi

(Sudjana,

Keterangan : X = Rata-rata nilai siswa

x i = Nilai Tengah tanda kelas ke-i f i = Frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas x i
i = 1,2,3,.... 7. Rata-rata nilai akhir yang diperoleh digunakan untuk melihat kategori hasil belajar siswa. Kriteria penilaian untuk mengetahui keampuan siswa berupa kuantitatif dan kualitatif. Dengan kriteria penilaian seperti tabel berikut:

21

TABEL IV KRITRTIA PENILAIAN Nilai 86-100 76-85 60-75 55-59 54 A B C D TL Nilai Huruf Keterangan Sangat Baik Baik Cukup Kurang Kurang Sekali (Purwanto, 2010:102)

22

REFERENSI

Prof. DR. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Cahyo, Agus N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual Dan Terpopuler. Jogjakarta : Diva Press. DR. Rusman. 2013. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung : Alfabeta. DR. Anurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Pontianak : Alfabeta. Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosadakarya. Trianto Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Renika. Puspitasari, Yesi. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooferatif Tipe Student Teams Achivement Division (STAD) Pdada Mata Pelajaran Fisika di SMP Negeri 7 Palembang. Palembang. Skipsi. Pandanarum7707. (2013). Scaffolding. Tersedia http://id.scribd.com/doc/137237393/ Scaffolding. Di akses : 19 Desember 2013. Kusworo, Pramudyo. 2011. Efektivitas Penerapan Pendekatan Scaffolding Dalam Ketuntasan Belajar Ekonomi. Tersedia : http://blog.tp.ac.id/efektivitas-

penerapan-pendekatan-pembelajaran-scaffolding-dalam-ketuntasan-belajarekonomi. Di akses : 20 Desember 2013.

23

You might also like