You are on page 1of 35

EXODONTIA KOMPLIKASI ANASTESI

Disusun oleh :
Putra hadi Prinita rahmi putri Kiky zayufa alfizia Triutami nasution Veby ivoni Nilla permata sari 1110070110015 1110070110017 1110070110019 1110070110021

Dosen pembimbing: drg. EVA ISMARDIANI M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, apabila tidak ada rahmatNya maka penulisan usulan penelitian ini tidak bisa terlaksana dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini. Dengan adanya pejuang masa depan ini kita dapat memperoleh ilmu yang memadai pada masa kita sekarang ini. Penyusunan usulan penelitian ini tidak akan berhasil tanpa adanya kerja sama dan bantuan dari pihak terkait, baik berupa bimbingan, saran dan doa. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dosen pembimbing bidang studi EXODONTIA yang telah memberikan arahan. 2. Teman teman yang telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian usulan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga usulan penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.

Padang, 21 november 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................i Daftar Isi..................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang .......................................................................................................1 1.2.Perumusan Masalah ...............................................................................................2 1.3.Tujuan ....................................................................................................................3 1.4. Manfaat .................................................................................................................3 BAB II PEMBAHASAN 2.1.Defenisi anastesi ....................................................................................................4 2.2 Komplikasi anastesi............................................................................................... BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpilan............................................................................................................. 3.2 Saran.................................................................................................................

Daftar Pustaka ........................................................................................................ Lampiran .......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Layaknya sebuah penerbangan, dokter anestesi adalah pilotnya.Keselamatan penerbangan berada di tangannya.Dan Layaknya dalam penerbangan saat-saat paling berbahaya Adalah saat take off (induksi) dan landing (akhir anestesi)

Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya tersebut.1 Operasi obstetri dan ginekologi di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010, sekitar 22% pasien dilakukan dengan anestesi umum dan 78% dilakukan dengan anestesi regional. Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok perifer. Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi, obstetri dan anggota tubuh bagian bawah operasi abdomen bagian bawah. Spinal anestesi, diperkenalkan oleh Bier Agustus 1898, adalah teknik regional pertama utama dalam praktek klinis. Operasi seksio sesari amemerlukan anestesi yang efektif yaitu regional(epidural atautulang belakang) atau anestesi umum. Denganepiduralanestesi, obat anestesi yang dimasukkan kedalam ruang di sekitar tulang belakang ibu, sedangkan dengan spinal anestesi yaitu obat anestesi disuntikkan sebagai dosis tungga lke dalam tulang belakangibu. Dengan dua jenis anestesi regional ini ibu terjag adalam proses persalinan, tetapi mati rasadari pinggang kebawah. Dengan anestesi umum, ibu tidak sadar dalam proses persalinan dan obat anestesi yang digunakan dapat mempengaruhi seluruh tubuhnya serta bayi yang akan dilahirkan Resiko utama yang berhubungan dengan anestesi umum adalah permasalahan pada jalan nafas. Resiko yang signifikan terjadi adalah aspirasi dari isi saluran pencernaan dan hanya 30 ml dari cairan aspirasi tersebut yang menyebabkan sindroma Mendelson. Intubasi menjadi lebih sulit dibandingkan dari pada pasien-pasien yang tidak hamil, terutama pada ibu yang gemuk. Permasalahan lainnya adalah leher pendek dan oedem laring Komplikasi yang paling umum ditemui dengan anestesi spinal adalah hipotensi, yang disebabkan blokade sistem saraf simpatik. Akibatnya, penurunan resistensi vaskuler sistemik dan perifer terjadi penurunan cardiac output. Dalam beberapa kasus, efek kardiovaskular dapat

bermanifestasi sebagai hipotensi mendalam & bradikardia. Hipotensi merupakan masalah yang serius yang terjadi dalam spinal anestesi pada operasi seksio sesaria, dengan insiden yang dilaporkan dari literatur hampir di atas 83%. Selama 25 tahun, pergeseran uterus ke kiri dengan manipulasi mengganjal panggul dan pengisian cairan sebelum dilakukannya spinal anestesi merupakan beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipotensi.komplikasi lain yang dapat diti mbulkan oleh anastesi adalah syok.

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terbentuk atau dihasilkan dari kondisi perfusi jaringan yang tidak adekuat. Penyebabnya terkadang tidak saling berhubungan langsung, misalnya hipoperfusi menginduksi ketidakseimbangan antara jumlah pengiriman dan kebutuhan oksigen atau substrat yang dibutuhkan yang akan menyebabkan disfungsi selular. Kelemahan tingkat seluler ini akhirnya menginduksi produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang kemudian akan mempengaruhi perfusi dengan cara lain seperti merubah fungsi dan struktur di tingkat mikrovaskular. Hal ini akan menghasilkan suatu lingkaran setan pada proses perfusi yang akan berdampak pada abnormalitas distribusi aliran darah, lebih lanjut dapat menyebabkan kegagalan multi organ, dan apabila proses ini tidak diintervensi akan menyebabkan kematian. Manifestasi klinis dari shock ini adalah suatu hasil, atau suatu bagian, dari respon neuroendokrin autonom terhadap hipoperfusi seiring dengan kegagalan fungsi organ yang diinduksi oleh disfungsi selular tadi. Syok adalah suatu sindrom akut yang timbul karena disfungsi kardiovaskular dan ketidakmampuan sistem sirkulasi memberi O2 dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan metabolisme organ vital. Syok menyebabkan perfusi jaringan tidak adekuat / hipoksia selular, metabolisme selular abnormal, dan kerusakan homeostatis mikrosirkulasi Syok dapat diklasifikasikan sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, distributif dan syok obtruktif. Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok distributif terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskular seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer. Syok Obtruktif Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup dan rendahnya curah jantung

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah makalah ini adalah Apa saja komplikasi anastesi yang dapat terjadi pasca pencabutan gigi ? 1.3 Tujuan 1.3.1.Tujuan Umum Untuk mengetahui berbagai komplikasi anastesi yang dapat terjadi pasca pencabutan gigi geligi . 1.3.2.Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui jenis-jenis komplikasi anastesi yang dapat terjadi 2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan agar tidak terjadi komplikasi anastesi.

1.4 Manfaat
Adapu manfat dari makalah ini adalah: 1. Sebagai informasi dan menambah wawasan baik dari pembaca ,teman-teman dan maupun dari penulis sendiri. 2. Mengetahui berbagai macam komplikasi anastesi yang dapat timbul 3. Mengetahui macam macam syock akibat koplikasi anastesi

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ANESTESI 2.1.1 Defenisi Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-tidak, tanpa dan aesthesos, persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Wikipedia, 2008). Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Latief, dkk, 2001) 2.2 KOMPLIKASI ANASTESI

2.2.1 Syok Neurogenik Syok neurogenik : ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang (spinal cord). Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa diserta takhikardiaa atau vasokonstriksi.Syok oleh karena gangguan pada sistem syaraf, terutama pada pusat kardiopulmoner di medulla oblongata, misalnya karena stroke perdarahan atau

iskhemik.Penyebab syok neurogenik. Beberapa factor yang dapat menyebabkan hilangnya tonus vasomotor adalah 1. Anestesi umum yang dalam, seringkali menekan pusat vasomotor sehingga menimbulkan kolaps vasomotor, dengan akibat syok neurogenik. 2. Anestesi spinal, terutama bila menyeluruh keatas sepanjang medula spinalis, menghambat aliran impuls simpatis keluar dari system saraf dan menjadi penyebab yang kuat dari syok neurogenik. 3. Kerusakan otak seringkali menyebabkan kolaps vasomotor. Banyak penderita yang mengalami gegar otak atau kontosio daerah basal otak mengalami syok neorogenik yang hebat.

Syok neurogenik sebenarnya jarang terjadi. Pada syok neurogenik terdapat penurunan tekanan darah sistemik sebagai akibat terjadinya vasodilatasi perifer dan penurunan curah jantung. Vasodilatasi tersebut terjadi karena menurunnya resistensi perifer yang disebabkan oleh gangguan saraf otonom sedangkan penurunan curah jantung disebabkan oleh bertambahnya pengaruh nervus vagus pada jantung sehingga terjadi bradikardi. Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok 2.2.2 Syok Anafilaksis Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis. Syok anafilaksis disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas type I. Terjadi vasodilatasi perifer sehingga terjadi pengumpulan darah di perifer. Akibatnya terjadi penurunan venous return sehingga cardiac output pun menurun. 1. Tanda dan gejalanya a. Nadi cepat dan kecil b. Penurunan tekanan darah c. Keringat dingin d. Lemas e. Badan terasa melayang f. Mual 2. Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik a. Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. b. Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menitn tiap 10 menit.

c. Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock) dengan alas keras. d. Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi. Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkan dari mulut kemulut. e. Pasang infus dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis, 0,5-1 liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan tensi dan produksi urine. f. Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam. Bila perlu pasang CVP 3. Medikamentosa . a. Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom, Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB) b. Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam, bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV c. Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam IV. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit Monitoring Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik : Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan Darah : Gas darah EKG Komplikasi (Penyulit) Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler.

4. Penanganan Penderita Syok Anafilaktik Ringan: a. Baringkan dalam posisi syok, Alas keras b. Bebaskan jalan nafas c. Tentukan penyebab dan lokasi masuknya d. Jika masuk lewat ekstremitas, pasang torniquet

e. Injeksi Adrenalin 1:1000 0,25 cc (0,25mg) SC f. Monitor pernafasan dan hemodinamik g. Suplemen Oksigen h. Injeksi Adrenalin 1:1000- 0,25cc(0,25mg) IM(Sedang) atau 1:10.000 i. 2,5-5cc (0,25-0,5mg) IV(Berat), Berikan sublingual atau trans trakheal bila vena kolaps j. Aminofilin 5-6mg/kgBB IV(bolus), diikuti 0,4-0,9mg/kgBB/menit perdrip (untuk bronkospasme persistent) k. Infus cairan (pedoman hematokrit dan produksi urine) l. Monitor pernafasan dan hemodinamika 5. Penatalaksanaan syok anafilaksis anesthesia lokal 1. Letakkan pasien dalam posisi trendelenburg. 2. Berikan oksigen lembab 3 - 5 l/menit. 3. Suntikan segera adrenalin 1:1000 sebanyak 0,3-0,4 ml im , sebaiknyna otot deltoid, atau subcutan (sc) dan segera dimasase, ulangi pemberian 0,3-0,4 ml adrenalin tiap 5-10 menit sampai tekanan sistolik mencapai 90-100 mmHg dan denyut jantung/nadi tidak melebihi 120x/menit. 4. Suntikan:
o o o

Antihistamin difenhidramin 10-20 mg Kortikosteroid-hidrokortison 100-250 mg iv Bila ada spasme bronchial, Aminofilin 200-500 mg i.v perlahan lahan.(1 ml mengandung 24 mg aminofilin)

5. Bila terjadi henti nafas, berikan nafas buatan, bila disertai henti jantung lakukan pijatan (penekanan) terhadap jantung (pertengahan sternum)/ RJP. 6. Bersamaan dengan pemberian adrenalin, lakukan pernafasan buatan dan kompresi jantung, pemasangan infus dengan kristalolid (NaCl, ringer laktat) dengan tetesan secepat mungkin (diguyur) sampai nadi teraba. 7. Observasi dengan seksama sampai tanda-tanda vital stabil.

6. Penanganan Komplikasi Anestesi Spinal 1. Efek Kardiovaskuler

Akibat dari blok simpatis penurunan tekanan darah. Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal : 2-6 dermatom diatas level blok sensoris.Terjadi vasodilatasi arteri dan vena hipotensi. Pencegahan: dengan pemberian cairan (pre-loading) 1000 sampai 1500cc untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal. Pemberian cairan dan vasopressor (efedrin) dosis 10mg IV sampai TD normal. Bila terjadi high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4) bardikardi sampai cardiac arrest. 2. Efek Respirasi Bila terjadi spinal tinggi (blok lebih dari dermatom T5) hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak respiratory arrest. Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus ganggu gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.. Terapi dapat diberikan assited ventilation dan pemberian oksigen 6 sampai 8 liter per menit. 3. Efek Gastrointestinal Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, hiperperistaltik GI oleh aktivitas parasimpatis vagal yg unopposed oleh simpatis yg terblok. Menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus kondisioperasi maksimal. Mual muntah juga bisa akibat hipotensi hipoksia otak yg merangsang pusat muntah di CTZ (dasar ventrikel ke IV). Terapi dapat diberikan ondansetron dengan dosis 4mg Intra Venous bolus lambat. 4. Nyeri kepala Terjadi akibat kenbocoran Liquor Cerebro Spinal sehingga otak kekuranagan cairan pednyokong. Terapi dapat diberikan analgetika dan immobilisasi (tidak duduk dan berdiri ) 24 jam pertama post op untuk mengurangi tekanan liquor sehingga mengurangi kebocoran.

2.2.3 Syok Hipovolemik Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).

Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga abdomen. Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas. Pembahasan utama dari artikel ini adalah syok hipovolemik akibat kehilangan darah dan kontraversi mengenai penanganannya. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada: 2 Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh

seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menyebabkan kehilangan darah

yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein

plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada: o Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis. o Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison. o Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis. Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton. Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen

yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama. 2.2.3.1 Patofisiologi Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir sistol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada ileus obstruksi dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organorgan vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensinaldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tandatanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

2.2.3.2 Manifestasi Klinis Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting

untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental. Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor) Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat.Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul. Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau varises esophagus. Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi

mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran

vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik. Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya. Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal 1. a. b. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal. Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.

c.

Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10% 2. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

a. Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan

tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan . b. Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang

menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik. 3. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi. Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik. Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan. 4. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat. Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat. 2.2.3.3 Stadium Syok Hipovolemik a. Syok Reversibel dini dan kompensasi Mean arterial pressure turun 10 15 mmHg Berkurangnya volume darah sirkulasi (25 35%) 1000 ml Sistem saraf pusat terangsang; keluarnya katekolamin Untuk menjaga tekanan darah : terjadi peningkatan denyut jantung dan kontraktilitasnya; meningkatnya vasokontriksi perifer Sirkulasi terjaga, tetapi hanya bisa dipertahankan dalam waktu singkat tanpa membahayakan jaringan Penyebab yang mendasari syok harus diketahui dan dikoreksi atau akan berlanjut ke stadium berikutnya b. Syok intermediat atau progresif MAP selanjutnya turun (20%) Bertambahnya kehilangan cairan tubuh (1800 2500 ml) Vasokontriksi berlanjut dan menimbulkan defisiensi oksigen Tubuh akan menjalani metabolisme anaerob yang membentuk asam laktat sebagai produk buangan. Tubuh meningkatkan denyut jantung dan vasokontriksi

Jantung dan otak menjadi hipoksia Efek yang lebih berat terhadap jaringan lainnya yang menjadi : iskemia dan anoksia Status asidosis dengan hiperkalemia terjadi Memerlukan penanganan yang cepat

c. Syok refrakter atau ireversibel Jaringan anoksia, kematian sel tersebar luas Bahkan dengan pengembalian tekanan darah dan volume cairan, terdapat sangat banyak kerusakan untuk mengembalikan hemostasis jaringan. Kematian seluler menimbulkan kematian jaringan, kegagalan organ vital dan kematian terjadi 2.2.3.4 Pemeriksaan Laboratorium-Hematologi Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok. Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi. 2.2.3.5 Diagnosis Diferensial Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat. Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk

pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena. 2.2.3.6 Penatalaksanaan A. Penanganan Sebelum di Rumah Sakit Penanganan pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai. Penekanan sumber perdarahan yang tampak dilakukan untuk mencegah kehilangan darah yang lebih lanjut. Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien trauma. Vertebra servikalis harus diimobilisasi, dan pasien harus dibebaskan jika mungkin, dan dipindahkan ke tandu. Fiksasi fraktur dapat meminimalisir kerusakan neurovaskuler dan kehilangan darah. Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat, transportasi segera pasien ke rumah sakit tetap paling penting pada penanganan awal sebelum di rumah sakit. Penanganan definitif pasien dengan hipovolemik biasanya perlu dilakukan di rumah sakit, dan kadang membutuhkan intervensi bedah. Beberapa keterlambatan pada penanganan seperti terlambat dipindahkan sangat berbahaya. Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak pada pasien dengan syok hipovolemik. Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat pemindahan pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan. B. Kegawatdaruratan

Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain (1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2) mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan (3) resusitasi cairan. 1. Memaksimalkan penghantaran oksigen Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari. Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Jalur intravena dapat

ditempatkan pada vena antecubiti, vena saphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat.

Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah. Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid

isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah

pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan darah diberikan.

Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid

dan darah. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien. Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya

menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sedang hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara. Autotransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat

diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma, darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi. 2. Kontrol perdarahan lanjut Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan intervensi

bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah. Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya,

dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi. Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 bloker

telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan.

Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya

kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah. Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan penanganan

kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik, menentukan penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera mungkin. Jika perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus dilakukan segera.

3.

Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan masih

menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70. Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik dengan

menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang interstitial dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama paru) Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan

volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan kristaloid. Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70 mempunyai

beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup. Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena fakta-

fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika

dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Saline Normal atau Ringer Laktat. Di Amerika Serikat, satu alasan untuk menggunakan kristaloid untuk resusitasi adalah harga cairan tersebut. Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan dengan Ringer Laktat atau Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala syok tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari. C. Obat-obatan Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Obat Anti Sekretorik Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran darah ke sistem porta. 1. Somatostatin (Zecnil) Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan waktu paruh 1-3 menit. Dosis dewasa bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam, infus selanjutnya maintenance 2-5 hari jika berhasil. Pada anak-anak tidak dianjurkan. Interaksi dengan Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat mengurangi efek obat ini. Kontraindikasi pemberian obat ini adalah orang yang Hipersensitif terhadap somatostatin Pada Kehamilan Resiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada resiko terhadap janin. Pemberian obat ini dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih mengubah keseimbangan pusat pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung. 2. Ocreotide (Sandostatin) Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama. Digunakan sebagai tambahan

penanganan non operatif pada sekresi fistula kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau pankreas. Dosis dewasa 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu dapat dilanjutkan dengan bolus intravena 50 mcg penanganan hingga 5 hari. Anak-anak 1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W. Kontraindikasinya hipersensitivitas. Resiko terhadap janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada binatang. Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi. D. Terapi Cairan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan.

Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta. Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18--24 jam sesudah cedera luka bakar. 4 Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. 4 Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.

Pertimbangan untuk transfusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila pasien akan menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan darah serta adanya gejala dan tanda klinis dari gangguan transportasi oksigen yang dapat diperberat oleh anemia. Kehilangan darah akut sebanyak <25% volume darah total harus diatasi dengan penggantian volume darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan kadar Hb. Pemberian cairan pengganti plasma (plasma subtitute) atau cairan pengembang plasma (plasma expander) dapat mengembalikan volume sirkulasi sehingga mengurangi kebutuhan transfusi, terutama bila perdarahan dapat diatasi. Pada perdarahan akut dan syok hipovolemik, kadar Hb bukan satu-satunya pertimbangan dalam menentukan kebutuhan transfusi sel darah merah. Setelah pasien mendapat koloid atau cairan pengganti lainnya, kadar Hb atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel darah merah dibutuhkan atau tidak. Sel darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan transportasi oksigen, terutama bila volume darah yang hilang >25% dan perdarahan belum dapat diatasi. Kehilangan volume darah >40% dapat menyebabkan kematian. Sebaiknya hindari transfusi darah menggunakan darah simpan lebih dari sepuluh hari karena tingginya potensi efek samping akibat penyimpanan.2 Darah yang disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium yang tinggi, pH rendah, debris sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar 2,3-diphosphoglycerate rendah. Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah:2 Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang disesuaikan dengan

penilaian kasus per kasus. Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan kebutuhan

selanjutnya. Pasien yang menjalani operasi dapat mengalami berbagai masalah yang menyebabkan 1) peningkatan kebutuhan oksigen, seperti kenaikan katekolamin, kondisi yang tidak stabil, nyeri; 2) penurunan penyediaan oksigen, seperti hipovolemia dan hipoksia. Tanda dan gejala klasik anemia berat (dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia, penurunan kesadaran) sering timbul ketika Hb sangat rendah. Tanda dan gejala anemia serta pengukuran transportasi oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi yang lebih rasional.

2.2.4. Shock Sepsis

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah. Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:

Hyperthermia/hypothermia (>38C; <35,6C) Tachypneu (respiratory rate >20/menit) Tachycardia (pulse >100/menit) Leukocytosis >12.000/mm3 Leukopoenia <4.000/mm3 10% >cell imature Suspected infection

Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); C reactive Protein (CrP). Derajat Sepsis 1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan 2 gejala sebagai berikut

Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C) Tachypneu (resp >20/menit) Tachycardia (pulse >100/menit) Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm 10% >cell imature

1. Sepsis Infeksi disertai SIRS 2. Sepsis Berat Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria. 3. Sepsis dengan hipotensi Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg). 4. Syok septik Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.

Sepsis sering didefinisakan sebagai adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya berada di dlaam aliran darah. (Hudak&Gallo, 1996) Sindroma sepsis didefinisikan sebagai respon sistemik terhadap sepsis, diwujudkan sebagai tachycardia, demam atau hypothermia, takipnea dan tanda tanda perfusi organ yang tidak mencukupi. (Hudak&Gallo, 1996). Syok sepsis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai hipotensi) yang menyebar dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996) Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006) . 1. Etiologi

Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang menginfeksi atau racunracun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini. Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006)

Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp. Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis.

Organisme

gram

positif

yang

sering

menyebabkan

sepsis

adalah

staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.

2. Tanda dan Gejala

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan. Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:

Perubahan sirkulasi Penurunan perfusi perifer Tachycardia Tachypnea Pyresia atau temperature <36oc Hypotensi

Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai (biasanya bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari persoalan-persoalan berikut: denyut jantung yang meningkat (tachycardia), temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur yang rendah (hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat PaCO2 yang berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri dari >10% sel-sel band. Pada kebanyakan kasus-kasus, adalah agak mudah untuk memastikan denyut jantung (menghitung nadi per menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah. Adalah mungkin lebih sulit untuk membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya mempunyai gejala-gejala infeksi seperti batuk yang produktif, atau dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak mudah untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus, diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh dokter dalam hubungan dengan tes-tes laboratorium. Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau alur-alur merah pada kulit sebagai tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur ini disebabkan oleh perubahan-perubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh darah lokal atau

pembuluh-pembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah adalah mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran infeksi yang dapat berakibat pada sepsis. Gejala khas sepsis
1. 2. 3. 4.

Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini:

Suhu badan> 380 C atau <360 C Heart Rate >9O;/menit RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Tanda Klinis Syok Septik


a.

Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.

b.

Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat.

c. d.

Disertai tanda-tanda sepsis. Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental.

Tanda tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :


a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.

Peningkatan HR Penurunan TD Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi) Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR Crakles Perubahan sensori Penurunan urine output Peningkatan temperature Peningkatan cardiac output dan cardiac index Penurunan SVR Penurunan tekanan atrium kanan Penurunan tekanan arteri pulmonalis Penurunan curah ventrikel kiri Penurunan PaO2 Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan PaCO2

p.

Penurunan HCO3

Gambaran Hasil laborat :


a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature Hiperglikemia > 120 mg/dl Peningkatan Plasma C-reaktif protein Peningkatan plasma procalcitonin. Serum laktat > 1 mMol/L Creatinin > 0,5 mg/dl INR > 1,5 APTT > 60 Trombosit < 100.000/mm3 Total bilirubin > 4 mg/dl Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

3. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif

host terhadap infeksi. 4. Resusitasi Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit). 5. Eliminasi sumber infeksi Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan

prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat. 6. Terapi antimikroba Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi. 7. Terapi suportif a. Oksigenasi Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan. b. Terapi cairan Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL. Gambaran Hasil Laboratorium

Sepsis awal

Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksik, badan dohle, atau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi menimbulkan alkalosis repiratorik. Hipoksemia. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat

Kelanjutan

Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver) meningkat. Bila otot pernafasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik (peningkatan gap anion) terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hipoksemia yang bahkan tidak bisa dikoreksi dengan O2 100%. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi. Pengkajian Selalu menggunakan pendekatan ABCDE. Airway
a. b. c.

yakinkan kepatenan jalan napas berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal) jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU

Breathing
a. b. c.

kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan kaji saturasi oksigen periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis

d. e. f.

berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada periksa foto thorak

Circulation a. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan monitoring tekanan darah b. periksa waktu pengisian kapiler c. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar d. berikan cairan koloid gelofusin atau haemaccel e. pasang kateter

f. g. h.

lakukan pemeriksaan darah lengkap siapkan untuk pemeriksaan kultur catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC. Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU. Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya. Tanda ancaman terhadap kehidupan Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6.

Penurunan fungsi ginjal Penurunan fungsi jantung Hyposia Asidosis Gangguan pembekuan Acute respiratory distress syndrome (ards) tanda cardinal oedema pulmonal.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut: Penurunan fungsi ginjal Penurunan fungsi jantung Hyposia Asidosis Gangguan pembekuan Acute respiratory distress syndrome (ards) tanda cardinal oedema pulmonal. Syok adalah suatu sindrom klinis yang terbentuk atau dihasilkan dari kondisi perfusi jaringan yang tidak adekuat. Penyebabnya terkadang tidak saling berhubungan langsung, misalnya hipoperfusi menginduksi ketidakseimbangan antara jumlah pengiriman dan kebutuhan oksigen atau substrat yang dibutuhkan yang akan menyebabkan disfungsi selular. Kelemahan tingkat seluler ini akhirnya menginduksi produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang kemudian akan mempengaruhi perfusi dengan cara lain seperti merubah fungsi dan struktur di tingkat mikrovaskular. Hal ini akan menghasilkan suatu lingkaran setan pada proses perfusi yang akan berdampak pada abnormalitas distribusi aliran darah, lebih lanjut dapat menyebabkan kegagalan multi organ, dan apabila proses ini tidak diintervensi akan menyebabkan kematian. Manifestasi klinis dari shock ini adalah suatu hasil, atau suatu bagian, dari respon neuroendokrin autonom terhadap hipoperfusi seiring dengan kegagalan fungsi organ yang diinduksi oleh disfungsi selular tadi.
3.2 Saran 1. Diharapkan kepada pembaca untuk dapat lebih memahami isi dari makalah ini, karna penulis tau bahwa makalah ini jauh dari sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://drokdimurhariadi.blogspot.com/2012/12/syok-hipovolemik.html?m 2. http://www.scribd.com/doc/38595176/syok-anafilaktik
3. http://bedahminor.com/index.php/main/show_page/218 4. http://copyaskep.wordpress.com/tag/syok-septik/

You might also like