You are on page 1of 24

BAB I STATUS PASIEN

A.

IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat MRS : Ny. : : Perempuan : : : : :

B.

ANAMNESIS (autoanamnesis tanggal 31 Juli 2014 jam 10.00 WIB) Keluhan Utama :

Mau melahirkan dengan anak kurang bulan dan perdarahan dari kemaluan

Riwayat perjalanan penyakit : 6 jam sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh perut mulas yang menjalar ke punggung, hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat. Keluar darah dari kemaluan(+), warna merah segar, banyaknya 2 kali ganti celana dalam. Keluar air-air (-). Riwayat diurut-urut (-), trauma (-), Os kemudian ke RSUD Bari dan karena masih perdarahan os lalu dirujuk ke RSMH. Os mengaku hamil kurang bulan dan gerakan masih dirasakan.

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat Perkawinan Riwayat Reproduksi : 1 x lamanya 2 tahun. : Menarche umur 13 tahun, haid

teratur,siklus 28 hari, lamanya 7 hari, nyeri saat haid (-).

Riwayat obstetri N o Tempat Bersalin Tahu n Hasil Kehamil an 1. Preterm 2012

: G2P1A0 Jenis Persalin an Normal Baik Pere mpu an 220 0 gr Penyul Nifas it Anak Sex BB KU

2.

Hamil ini

Haid pertama hari terakhir : Lupa Taksiran persalinan : -

Riwayat kontrol kehamilan : 2 kali dengan Bidan Riwayat sosial ekonomi Riwayat gizi : menengah ke bawah : cukup

Riwayat penyakit yang pernah diderita : R/ DM disangkal R/ Hipertensi disangkal R/ Penyakit jantung disangkal

C.

PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Present (31 Juli 2013 pukul 10.10 WIB) Keadaan umum Kesadaran Berat badan Tinggi badan Bentuk badan Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu : Tampak sakit sedang : Kompos mentis : 45 kg : 155 cm : astenikus : 100/70 mmHg : 108 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC

Konjungtiva palpebra Sklera Gizi Jantung Paru

: Pucat -/: Ikterik -/: Sedang : Murmur (-), gallop (-) : Vesikuler (+) N Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-)

Hati/limfa Refleks fisiologis

: Sulit dinilai : Biseps (N/N), Triseps (N/N), Patella (N/N), Achilles (N/N)

Refleks patologis BAK BAB Turgor kulit Mata cekung Edema pretibial

: Babinsky (-/-) Chaddock (-/-) : Biasa : Biasa : Biasa : -/: -/-

2. Status Obstetri Pemeriksaan luar: Tinggi fundus uteri 4 jari dibawah prosesus xyphoideus (26 cm), letak janin memanjang, punggung kanan, terbawah kepala, floating (+), detak jantung janin 89 kali/menit teratur, his 3x/10'/35", taksiran berat janin 2015 gram.

Pemeriksaan Dalam Vagina : VT: Portio livide, OUE terbuka, flour (-), fluxus (+) darah aktif, tampak plasenta di muara OUE.

E.

DIAGNOSIS KERJA G2P1A0 hamil 32 minggu inpartu dengan HAP ec PPT + perdarahan aktif janin tunggal hidup presentasi kepala + gawat janin.

F.

PROGNOSIS Ibu dan Janin : Dubia

G.

PENATALAKSANAAN Terminasi per abdominam Observasi his, tanda vital ibu, denyut jantung janin dan perdarahan IVFD RL gtt xx/menit Injeksi Ceftriaxone IV 2 x 1 gram (dengan skin test) Kosongkan kandung kemih Pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin, kimia darah dan cross match.

H. LAPORAN OPERASI (Tanggal: 23 Desember 2013, Pukul 23.00) Pukul 23.00 WIB : - operasi dimulai - Parturient dalam posisi terlentang dengan anestesi spinal - Dilakukan insisi secara Pforenstein 2 jari diatas simfisis Pukul 23.05 WIB : - Lahir janin neonatus hidup, jenis kelamin perempuan Pukul 23.10 WIB Pukul 23.30 WIB : - Plasenta lahir lengkap : - Operasi selesai.

I.

EVALUASI 24 Desember 2013, Pukul 00.30 WIB Instruksi Post Operatif 1. Observasi tanda vital ibu dan perdarahan - tiap 15 s/d 1 jam post op - tiap 30 s/d 4 jam post op - tiap 60 s/d 24 jam post op 2. IVFD RL + Oksitosin 2 ampul gtt xx/menit 3. Cek laboratorium post op

Jika Hb <10 g/dl tranfusi s/d Hb 10 g/dl 4. Kateter menetap, catat intake dan output 5. Immobilisasi 24 jam 6. Diet 7. Obat-obatan: - Inj. Ceftriaxone 2x1g IV (skin test) - Inj. Transamin 3x1ampul IV - Inj. Vit. C 3x1 ampul IV - Inj. Vit. B kompleks 2x2cc IM - Inj. Tramadol 3x1

24 Desember 2013, pukul 06.00 WIB Keluhan : habis operasi melahirkan Status present: KU : sedang TD T : 120/80 mmHg : 36,8oC Sense : CM N RR : 84 x/menit : 20 x/menit

Status Obstetrikus Pemeriksaan Luar: Tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan (-), lokia rubra (+), vulva tenang, luka bekas operasi tertutup opsite.

Diagnosis: P1A0 post SSTP a/i plasenta previa totalis, neonatus perempuan, BB=1900 gram, PB= 47 cm, PT AGA

Terapi: - Observasi tanda vital dan perdarahan - IVFD RL gtt xx/menit - Inj. Ceftriaxone 2x1g IV (skin test) - Inj. Transamin 3x1ampul IV

- Inj. Vit. C 3x1 ampul IV - Inj. Vit. B kompleks 2x2cc IM - Inj. Tramadol 3x1 - mobilisasi bertahap - diet NS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PLASENTA PREVIA A. DEFINISI Plasenta previa ialah plasenta yang terletak di sekitar atau menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.1 Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir atau ostium uteri internum.2,3,4 Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim yang dapat memberikan dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan, prematuritas dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal.7

B. KLASIFIKASI Menurut Chalik (2010) klasifikasi plasenta previa, yaitu: 4,6 a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum. c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. d. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim semikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak < 2 cm dari ostium uteri internum. Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5 cm yaitu: 5 1. Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm

teraba plasenta menutupi seluruh ostea.

2.

Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian

pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :

bagian belakang.

depan. 3. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir

ostea yang ditutupi plasenta.

C. ETIOLOGI Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor antara lain: a. Faktor predisposisi Faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretase atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun. Faktor faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur dan paritas. Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini

disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat.

Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.

b. Faktor pendukung Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur

c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.

D. EPIDEMIOLOGI Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan paritas tinggi dan ibu dengan usia di atas 30 tahun. Keadaan ini juga lebih sering terjadi pada kehamilan kembar yaitu sekitar 3,9/1000 kelahiran kembar. Di RS

pemerintah di Indonesia, angka insidensi plasenta previa tercatat sebanyak 1,7 % hingga 2,9 % dari semua ibu hamil. Di negara maju angkanya ditemukan lebih rendah. Plasenta previa terjadi pada 0,3 0,5 % kehamilan di negara maju.4,6,8

E. PATOFISIOLOGI Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. 4,7,9

F. GAMBARAN KLINIK Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian

10

terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin.

G. DIAGNOSIS Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan dengan adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu: 4,5,10 1. Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan. 2. Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui vagina, darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang banyak maka ibu akan terlihat pucat. 3. Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul. 4. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll. 5. Pemeriksaan radio-isotop a. Plasentografi jaringan lunak b. Sitografi c. Plasentografi indirek d. Arteriografi e. Amniografi f. Radio isotop plasentografi 6. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa plasenta previa. Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum namun sangat jarang diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli cara ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih

11

banyak. Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin. 7. Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh namun harus berhati-hati karena dapat menimbulkan perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian akan mengakibatkan partus yang prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang telah berulang, his telah mulai dan janin sudah dapat hidup diluar janin.

H. TATALAKSANA Terdapat 2 macam terapi, yaitu : a. Terapi Ekspektatif Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah keadaan ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak banyak, besarnya pembukaan, dan tingkat plasenta previa.

b.

Terapi Aktif Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya: 1) Cara Sectio caesarea Dengan maksud untuk mengosongkan rahim sehingga dapat mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan juga untuk mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering dengan usaha persalinan pervaginam pada plasenta previa. Menurut Winkjosastro (2002) prinsip dasar penanganan plasenta previa yaitu, setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi

12

perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak daripada sebelumnya, jangan sekali kali melakukan pemeriksaan dalam keadaan siap operasi. Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan janin (yang masih hidup) dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janindapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi (Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya, kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi. 2) Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian menutup pembuluh pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta).

Menurut Mochtar (1998) penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu: - Amniotomi ( pemecahan selaput ketuban) Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta previa lateralis, plasenta previa marginalis, atau plasenta letak rendah, namun bila ada pembukaan. Pada primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah meninggal.5 - Memasang cunam Willet Gausz Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz. Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan

13

yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan pada kulit kepala janin.5 - Metreurynter Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong karet yang diisi udara dan air sebagai tampon, namun cara ini sudah tidak dipakai lagi. - Versi Braxton-Hicks Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini dilakukan dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan beban seberat 50-100 gr.5

b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam. Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior. 5,7

Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta previa adalah: a. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol. b. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada. c. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.5

I. PROGNOSIS

14

Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih burik oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal.7

J. KOMPLIKASI Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu:

a. Komplikasi pada ibu Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok dan anemia. Perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan inersio di depan., infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui.

b. Komplikasi pada janin Prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterin sampai dengan kematian. Menurut Chalik (2008), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain : 1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok. 2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta akreta dan mungkin inkerta. 3) Servik dan segmen bawah raim yang rapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat

15

potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal. 2,4

II. SEKSIO SESAREA A. DEFINISI Istilah seksio sesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Pengertian ini dapat dijumpai dalam hukum roma yaitu lex regia atau lex caesarea yang merupakan hukum yang menjelaskan bahwa prosedur tersebut dilakukan di akhir kehamilan pada seorang wanita yang dalam keadaan sekarat demi menyelamatkan calon bayinya (Cunningham et al, 2005). Seksio sesarea merupakan suatu proses insisi dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin (Dorland, 2002).
7

Seksio sesarea merupakan prosedur operasi yang dilakukan pada fetus pada akhir minggu ke-28 melalui penyayatan atau pengirisan pada dinding perut dan dinding rahim (Dutta, 2004). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin yang dilahirkan melalui insisi atau penyayatan pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim ibu dalam keadaan baik dan berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).

B. INDIKASI Menurut Scott (2002) dalam Sinaga (2009), melahirkan dengan seksio sesarea sebaiknya dilakukan atas pertimbangan medis dengan memperhatikan kesehatan ibu maupun bayinya. Dengan maksud bahwa janin atau ibu dalam kadaan gawat darurat sehingga hanya dapat diselamatkan dengan persalinan seksio sesarea dengan tujuan untuk memperkecil timbulnya resiko pada ibu maupun bayinya. Menurut Cunningham, et al (2005), lebih dari 85 % persalinan seksio sesarea disebabkan oleh: 1. Riwayat seksio sesarea 2. Distosia persalinan dan kemacetan persalinan 3. Gawat janin 4. Letak sungsang

16

Menurut Ricci (2001) indikasi persalinan seksio sesarea dibedakan berdasarkan beberapa faktor yaitu : a. Faktor ibu

Indikasi yang paling sering terjadi yaitu, disproporsi Sefalo-pelvik yang merupakan ketidakseimbangan antara ukuran kepala bayi dengan ukuran panggul ibu (Decherney, Nathan, Goodwin, Laufer, 2007). Selain itu dapat juga disebabkan oleh disfungsi uterus, ruptura uteri, partus tak maju yang merupakan, persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara yang terjadi meskipun terdapat kontraksi uterus yang kuat, janin tidak dapat turun karena faktor mekanis (Mochtar,1998). b. Faktor janin

b.1. Gawat janin Keadaan gawat janin yang disertai dengan kondisi ibu yang kurang baik dianjurkan untuk dilakukan persalinan seksio sesarea. Jika ibu mengalami tekanan darah tinggi, kejang ataupun gangguan pada ari- ari maupun tali pusar dapat mengakibatkan gangguan aliran oksigen kepada bayi sehingga dapat

menyebabkan kerusakan otak yang bahkan dapat menimbulkan kematian janin dalam rahim (Oxorn, 2003).

b.2. Prolaps tali pusat Kejadian ini lebih sering terjadi jika tali pusar panjang dan jika plasenta letaknya rendah. Keadaan ini tidak mempengaruhi keadaan ibu secara langsung tetapi dapat sangat membahayakan janin karena tali pusat dapat tertekan antara bagian depan anak dan dinding panggul yang akan timbul asfiksia (Bratakoesuma, 2004).

b.3. Malpresentasi janin i. Letak sungsang Bayi letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang letaknya paling rendah (Bratakoesuma, 2004). Sekarang ini banyak kelainan letak bayi yang dilahirkan melalui persalinan seksio sesarea. Hal ini karena risiko

17

kematian dan kecacatan yang timbul karena persalinan pervaginam jauh lebih tinggi. Secara teori penyebab kelainan ini dapat terjadi karena faktor ibu seperti kelainan bentuk rahim, letak plasenta yang rendah ataupun tumor jinak yang terdapat dalam rahim (Dewi, 2007). ii. Letak Lintang Bayi letak lintang yaitu apabila sumbu memanjang janin menyilang sumbu memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 derajat. Dalam kedaan normal yang cukup bulan bayi letak lintang tidak mungkin untuk dilahirkan secara spontan. Janin hanya dapat dilahirkan secara spontan jika janin prematur, sudah mati serta bila panggul ibu lebar (Bratakoesuma, 1998).

c. Faktor plasenta c.1. Plasenta previa Letak plasenta yang ada di depan jalan lahir atau implantasi plasenta yang tidak normal yang dapat menutupi seluruhnya ataupun sebagian dari ostium internum sehingga dapat menghambat keluarnya bayi melalui jalan lahir (Chalik, 2008). c.2. Solusio plasenta Solusio plasenta merupakan keadaan terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang letaknya normal dari perlekatannya diatas 22 minggu dan sebelum anak lahir (Mose, 2004). Pelepasan plasenta ini biasanya ditandai dengan perdarahan yang keluar melalui vagina, tetapi juga dapat menetap di dalam rahim, yang dapat menimbulkan bahaya pada ibu maupun janin. Biasanya dilakukan persalinan seksio sesarea untuk menolong agar janin segera lahir sebelum mengalami kekurangan oksigen ataupun keracunan oleh air ketuban, serta dapat menghentikan perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu (Mochtar, 1998).

Menurut Dutta (2004), indikasi persalinan seksio sesarea dibagi atas dua kategori yaitu: a. Indikasi absolut

18

Apabila terjadi plasenta previa sentral, adanya Cephalopelvic Disproportion / CPD, adanya massa pada pelvis sehingga menyebabkan terjadinya penyumbatan, adanya kanker serviks, dan adanya obstruksi pada vaginal ( atresia, stenosis). b. Indikasi relatif

Apabila ibu telah mengalami persalinan seksio sesarea sebelumnya, dijumpai adanya fetal distress, distosia, perdarahan antepartum, malpresentasi, gangguan tekanan darah ibu, serta adanya penyakit yang menyertai ibunya.

C. JENIS Menurut Mochtar (1998) jenis operasi seksio sesarea yaitu: a. Seksio sesarea transperitonealis: a.1. Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Jenis seksio sesarea ini memiliki kelebihan berupa pengeluaran janin lebih cepat, tidak mengakibatkan kandung kemih tertarik, serta sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal. Namun metode persalinan seksio sesare ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi

intraabdominal yang lebih mudah karena tidak adanya reperitonealis yang baik. Serta lebih mudah terjadi ruptur uteri spontan pada persalinan berikutnya (Mochtar, 1998). a.2. Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm. Persalinan seksio sesarea jenis ini memiliki kelebihan yaitu, penjahitan luka yang lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, dan perdarahan yang lebih sedikit, serta kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil dibandingkan dengan seksio sesarea jenis klasik. Namun metode persalinan ini dapat menimbulkan luka yang dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga menyebabkan arteri uterina putus sehingga dapat mengakibabkan perdarahan yang lebih banyak, serta keluhan postoperasi yang terjadi pada kandung kemih tinggi (Mochtar, 1998).

b. Seksio sesarea ekstraperitonealis, tindakan persalinan ini dilakukan dengan insisi peritoneum, lipatan peritoneum didorong ke atas dan kandung kemih ke

19

arah bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi pada segmen bawah (Dorland, 2002). Namun pembedahan persalinan ini tidak banyak lagi dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal (Oxorn, 2003).

D. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan seksio sesarea menurut Mochtar (1998) yaitu: a. Infeksi puerperal (nifas)

sedikit kembung.

pada partus yang terlantar, dimana sebelumnya telah timbul infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. b. Perdarahan yang dapat disebabkan oleh:

placental bed. c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi. d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

20

BAB III PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat? 2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat? 3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?

21

BAB IV ANALISIS KASUS

A. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat? Pasien seorang wanita berusia 17 tahun datang ke RSMH dengan keluhan mau melahirkan dengan anak kurang bulan dan perdarahan dari kemaluan. Sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh perut mulas yang menjalar ke punggung, hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat. Keluar darah dari kemaluan(+), warna merah segar, banyaknya 2 kali ganti celana dalam. Keluar air-air (-). Riwayat diurut-urut (-), trauma (-). Pada anamnesis pasien mengaku lupa HPHT dan pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 4 jari dibawah prosesus xyphoideus (26 cm), letak janin memanjang, punggung kanan, terbawah kepala, floating (+), detak jantung janin 89 kali/menit teratur, his 3x/10'/35", taksiran berat janin 2015 gram. Pada pemeriksaan dalam didapatkan porsio livide, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (+), darah aktif, tampak plasenta di muara OUE, E/L/P (-). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosis G2P1A0 hamil 32 minggu inpartu dengan HAP ec PPT + perdarahan aktif janin tunggal hidup presentasi kepala + gawat janin.

B. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat? Dalam menghadapi kasus plasenta previa ada 2 kemungkinan, yaitu : - Penatalaksanaan ekpektatif - Penatalaksanaan aktif Pada pasien ini diambil penatalaksanaan aktif dengan persalinan

perabdominal.

C. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?

22

Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya: umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretase atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalinan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun, hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda. Faktor lainnya ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Pada kasus kemungkinan yang menjadi faktor terjadinya plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun, multipara, jarak kehamilan < 2 tahun.

23

DAFTAR PUSTAKA

1.

Supono. Ilmu Kebidanan Bagian Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Umum. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

2.

Mansjoer, A. dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius Jakarta. 2001.

3.

Saifuddin, Abdul Bari., dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

4.

Chalik, T.M.A., Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam : Prawirohardjo, Sarwono., 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan II. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

5.

Mochtar, R. Sinopsi Obstetri. Jilid I. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 1998.

6.

Oppenheimer, Lawrence. Diagnosis and Management of Placenta Previa. JOGC. No.189, Maret 2007.

7.

Cunningham, Gary, et al. 2006. Obstetri Williams Edisi 21 Vol.1. Jakarta : EGC.

8.

Romundstad, et al. 2006. Increased risk of placenta previa in pregnancies following IVF/ICSI; a comparison of ART and non-ART pregnancies in the same mother. Oxford University Press on behalf of the European Society of Human Reproduction and Embryology.

9.

Abdat, A. U., 2010. Hubungan antara Paritas Ibu dengan Kejadiann Plasenta Previa di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Winkjosastro, H., 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

24

You might also like