You are on page 1of 6

KISAH SEPOTONG LIDAH

Tok..Tok.. Tok.. Begitu palu sidang itu kuhentakan, lidahku tiba-tiba lepas begitu saja tanpa sebab, menggelepar-lepar diatas meja lalu jatuh diantara ratusan sepatu dan sendal jepit diantara kaki-kaki kursi dalam ruangan sidang, tanpa darah yang menetes, tanpa disertai rasa perih. Kejadian itu tiba-tiba sekali, sehingga hanya aku sendiri yang melihatnya. Kejadian aneh itu membuatku tak habis pikir. Keningku mengkerut. Bagaimana mungkin daging lunak itu bisa-bisanya meloncat dari dalam mulutku lalu menghilang begitu saja? Apa ini karena keputusanku yang tidak adil selama aku menjabat sebagai seorang hakim, aku tak tahu pasti. Tanpa menoleh kiri-kanan, aku segera merangkak diantara kaki-kaki kursi, apalagi kalau bukan untuk mencari lidah yang melompat itu tentu. Tapi entahlah, daging kenyal itu hilang begitu saja diantara ratusan kaki-kaki meja-kursi dan kaki-kaki manusia diruangan tersebut. Setengah putus asa aku lalu meminta bantuan setiap orang yang ada diruang sidang: enjaga, hakim, juru ketik, !arta!an sampai mang "udin si tukang parkir. Tapi selain terta!a, mereka malah menganggap aku gila. Secepat kilat kemudian aku melompat kedalam mobil, memeriksa inci demi inci kursi dan bagasi, siapa tahu lidah sialan itu bersembunyi dalam Volvo me!ahku tersebut. Setelah semua kompleks kantor pengadilan tempatku bekerja itu aku ubek-ubek, dari #$ sampai taman belakang, dan tidak ketemu, aku lalu memutuskan mencarinya disepanjang trotoar Jenderal Sudirman, kemudian menuju Sejahtera dan Studio 21, dengan harapan lidah sialan itu ngumpet disana. Tapi biar bagaimanapun juga, aku sudah mencarinya dari terminal yang ramai sampai kesekitar kompleks pekuburan yang sepi sekalipun, lidah merah jambu itu tak jualah ketemu.

Aku tak tahu lagi harus mencarinya kemana. Aku pikir lidah sialan itu mungkin sudah dicincang penjual daging dan kemudian dijadikan bakso. "ungkin juga seekor anjing telah menelannya menjadi daging cincang. Tapi entahlah, itu baru kemungkinan. Atas saran istri, aku lalu mengunjungi seorang pskiater ternama dibilangan Perintis Kemerdekaan. %amun sayang sekali dia tidak bisa membantuku menemukan potongan lidahku yang hilang itu. &aki-laki berkacamata tebal itu malah melontarkan ratusan pertanyaan yang sedemikian aneh padaku: 'Apakah saudara selama ini sering berbohong di pengadilan? Apa saudara selalu membela oknum pejabat korup dan menjebloskan orang tak bersalah kedalam penjara? Apakah saudara hidup dari uang hasil korupsi-kolusi-nepotisme? Apakah saudara membeli mobil dari uang amplop? "aksud saya, apakah dari semua pertanyaan tersebut saudara sering atau pernah melakukannya selama satu tahun terakhir saudara menjabat sebagai hakim, sehingga kejadian ini menimpa saudara? Kalau tidak, bagaimana mungkin benda itu bisa lepas begitu saja? Seandainya iya, pernahkah saudara bayangkan bagaimana perasaan orang yang tak bersalah yang pernah saudara hakimi secara se!enang-!enang dan saudara masukan kedalam penjara? Kehinaan macam apa yang lebih berat selain dijadikan sampah masyarakat dan dijauhi keluarga? Kesimpulannya adalah ini semua terjadi akibat perbuatan saudara sendiri. Saya tidak bisa membantu saudara lebih banyak. Saya hanya bisa mengatakan carilah lidah saudara sampai ketemu. $aranya, saudara bisa memasang iklan di media cetak dan elektronik dengan mena!arkan uang imbalan yang banyak. (anya itu yang bisa saudara lakukan sekarang.) Karena putus asa, aku kemudian menghubungi beberapa teman dari kalangan !arta!an media cetak dan elektronik untuk memuat berita kehilangan, apalagi kalau bukan tentang lidahku yang hilang itu. Sebagai imbalannya aku mena!arkan *++ juta rupiah bagi yang menemukanya dalam keadaan utuh. ,an iklan tersebut terbukti manjur. Banyak kemudian yang menelpon: 'Bagaimana, apa saudara sudah menemukan lidah saudara? Kalau belum, bagaimana kalau saudara transplatasi lidah? uman !"" juta kok dan saudara akan bisa berbohong lagi di pengadilan?# Atas semua telepon itu kemudian kepalaku rasanya malah mau pecah. -ang. -ang. (anya uang yang mereka inginkan. Tidak ada seorangpun dari mereka yang ingin membantu tanpa imbalan uang. 'Kau tidak akan bunuh diri bukan?) Sisi lain dari diriku bertanya memelas. 'Bakal.) bagian yang satunya mengumpat. Setelah menutup pintu kamar, aku lalu merenung lama-lama. "asih teringat kata-kata pskiater brengsek itu beberapa hari lalu: '/ni adalah akibat perbuatan saudara sendiri. Bagaimana mungkin benda kenyal yang bernama lidah itu bisa meninggalkan saudara begitu saja?)

Berhari-hari setelah kehilangan lidah itu aku memang lebih banyak berdiam diri di kamar. Aku bingung harus melakukan apa. Bagaimana $aran%a aku bisa berhubungan dengan para klien dan men%apa setiap orang dikantor nantin%a dengan mulut tanpa lidah? Bagaimana aku bisa melakukan semua itu? &pakah mereka dapat men$erna apa %ang kukatakan saat bi$ara nantin%a? Berminggu-minggu aku masih mengurung diri dikamar, dan tentu saja aku tidak masuk kantor selama itu, tidak bisa menghisap satupun batangan 'ji Sam Soe kretek kesayanganku, ataupun menghabiskan martabak /ndia dipiring makanan seperti biasa, dihari-hari dimana lidah itu belum meninggalkan rongganya0mulutku. 1a, berbulan-bulan sudah aku hanya tidur dan meratapi nasib. Setiap hari yang kulakukan hanya mengumpati anjing berbulu hitamku yang selalu menyalak seolah-olah menerta!akanku karena tak bisa menyalak sepertinya. Bagaimana mungkin, bahkan satusatunya lidah kepunyaanku itu telah hilang, dan anjing itu malah mengejekku dengan menjulurkan lidahnya. "elihat kenyataan itu membuatku teramat marah. Anjing itu pun aku usir: 'Keluar kau anjing sialan.) ,engan sekali bentak anjing itupun kusuruh pergi. Aku bahkan mengatakan kepadan untuk jangan pulang sebelum menemukan potongan lidahku. (usti &llah) Bagaimana mungkin aku hidup tanpa lidah? Jika saja lidah itu ditemukan para penjahat dan memakain%a untuk menipu, bagaimana? *leh seorang politikus $ulas, misaln%a? *h+, Sebelum tidur, setiap malam, aku selalu memanjatkan do2a, berharap keadaan lidahku itu baik-baik tanpa luka sedikitpun, atau paling tidak ia sekarang berada ditempat aman dan atau tidak ditemukan orang yang tidak bertanggung ja!ab, maksudku para penipu dan politikus busuk itu. ,isebuah jalan. -bok "inah menemukan sepotong lidah tergeletak diatas tangga rumahnya yang becek. (ampir saja daging lunak merah jambu itu ia injak.

Semula ia sangka itu adalah sisa hajatan tetangga tadi sore, atau paling banter sisa lauk yang dibuang suaminya, Tarjo, karena basi. Sepotong lidah yang kenyal, merah, merekah dan jauh berbeda dengan lidah suaminya yang berlendir hitam karena tarlalu banyak makan jengkol dan merokok, barangkali. ./olonglah aku+#

-bok "inah memungut lidah itu pelan-pelan. 0mmm+sungguh lidah %ang bersih, Bahkan dalam keadaan kotor begini pun, lidah ini tetap saja mempesona, &h, lidah siapakah ini? -bok minah jadi teringat pada berita yang ia dengar di T3 beberapa bulan lalu tentang seorang hakim yang kehilangan lidah. &pakah ini lidah hakim itu? ,idekatkannya potongan lidah itu ke ujung daun telinganya, berharap ada selarik suara yang akan ia dengar. Sepi. Tak ada erangan minta tolong atau suara apapun. Siapakah %ang tega memotong lidah sema$am ini? Bayangan dikepalanya berkelebat ke ribuan manusia pada 4aman na1i yang dipotong lidahnya secara semena-mena, ke negeri 5++5 malam, /rak, dimana rakyat negeri Aladin dan Abu %a!as itu disiksa tentara Amerika dan dipotong lidahnya, ke negeri alestina dimana serdadu /srel memotong lidah-lidah orang alestina demi merebut tanah suci bagi orang /slam itu untuk dikuasai, ke tengah belantara hutan pedalaman, cerita tentang bangsa bar-bar yang membuat sup dari lidah-lidah saudara mereka sendiri yang mereka bunuh.

'&ihatlah6.) /a menunjukan lidah itu pada suaminya, Tarjo, 'lidah yang indah bukan?) Tarjo terbelalak. '"emang. ,imana -bok dapatkan?) ',ijalan) ',ijalan?) '1a. ,ijalan. Tempat dimana kita biasa mengais rejeki menjadi pemulung. Tempat dimana lampu merah adalah satu-satunya tempat kita menunggu uang receh dari setiap kendaraan yang berhenti. 1a, dijalan, tempat dimana ketiga anak kita si Tarmin, Tejo dan &imah mengais rejeki sebagai pengemis. Saya akan menyimpannya, Bang. Atau bagaimana kalau abang memakai lidah ini? ' '"aksud -bok?) '"engganti lidah abang dengan lidah ini. mbok kira lidah ini pasti bukan kepunyaan orang sembarangan, bang. /ni pasti milik orang pinter. ,ari kota barangkali, bang, -bok dan anak-anak tentu akan senang punya suami dan bapak yang pinter ngomong ka%a guru ngajinya si Tarmin, anak bungsu kita. Ayolah, bang.)

Tarjo tersipu. Terus terang ia memang paling suka gaya bicara kyai (amid, guru ngajinya si Tarmin anak bungsunya itu. Benar-benar karismatik, seperti ustad4 Aa 7ym dalam kuliah subuh di T3, kata tetangganya suatu hari. 'Ayolah, bang. $obalah lidah ini?) Tarjo ngakak. '%gapa2in terta!a, bang?) 'Apa kau tahu siapa pemilik lidah itu, mbok? Bagaimana kalau lidah itu ternyata milik seorang demonstran yang ka%a2 di T3 itu, mbok? Atau milik seorang penjahat, misalnya, mbok? 8rang yang suka menyebarkan desas-desus? %ah, bagaimana kalau lidah itu ternyata milik seorang yang suka mengkritik, mbok? Atau bagaimana kalau seandainya lidah itu kepunyaan genderu!o?) -bok "inah tersenyum nakal. 'Bagaimana kalau kita simpan saja lidah ini, bang?# 'Terserah kau sajalah, mbok.# ,an seperti yang dikatakan pada suaminya, -bok "inah lalu menyimpan lidah itu diatas langit-langit rumahnya agar tidak dikira daging sapi oleh Tarmin anaknya, yang mungkin lalu ia goreng dengan sambal terasi sebagai lauk makan sebelum ngaji. Siapa tahu, angannya. Tapi betapa terkejutnya ia ketika didapatkannya lidah itu sudah terselip begitu saja ditali kutangnya. -bok "inah tentu jijik bukan main. /a lalu membuang lidah itu sejauh-jauhnya. Tapi aneh, sebentar kemudian ia mendapatinya sudah ada disaku roknya, kadang diba!ah bantal diatas sprei, bahkan lidah itu menelusup dikolong tempat tidurnya, masuk dalam mimpinya setiap malam. Sembari menyandarkan kepalanya dibantal, mbok "inah melihat lidah itu melayanglayang di rel kereta api, tepat disekitar pemukiman kumuhnya, lalu membesar dan menjilati semua rumah-rumah kardus disekeliling rumahnya itu menjadi recehan uang yang sangat banyak. Berikutnya juga lidah itu kemudian menjilati semua gedung dan pusat perbelanjaan disekitarnya. /ntinya seluruh kota dijilatinya lahap. -bok "inah heran melihat semua yang dijilati lidah itu menjadi recehan uang yang banyak. Buru-buru mbok "inah berlari masuk keruangan tengah untuk memberi tahu suaminya, Tarjo. 'Bang. Bang, Tarjo, sekarang mbok tahu lidah siapa itu,) ia berteriak gembira, 'lidah itu ternyata kepunyaan hakim yang di T3 kemaren hari.)

Sunyi-sepi sekeliling. Tapi selain sepi yang ia dapati, bang Tarjo, suaminya, seakan sembunyi. '&idah sialan.) ia mengumpat. Sejurus kemudian dengan sepotong tissue lidah itu ia genggam dan dilemparnya jauh-jauh. 9auh-jauh, berharap akan ada seekor anjing kelaparan yang menerkamnya dengan lahap.

----------------------------------Epilog i: Betul saja, sebelum dilindas sendal jepit orang yang lalu-lalang, seekor anjing berbulu hitam menemukan potongan lidah yang terbungkus kain tissue itu, menjepitnya diantara gigi geriginya yang tajam, lalu bergegas menuju ke sebuah :illa. Epilog ii: ',or. ,or. ,or.) Sayang. Sungguh sayang. Sebelum pemilik :illa itu melihat apa yang diba!a si anjing, tiga butir peluru telah ia muntahkan, tepat menganai batok kepala anjing berbulu hitam itu. Si penembak berdiri lalu mengumpat dengan suara yang sedikit cadel: 'Saya kan sudah bilang, jangan kembali sebelum menemukan lidah sialan itu. ,asar anjing bodoh.)

You might also like