You are on page 1of 13

CARA MENCINTAI RASULULLAH Seseorang yang sedang jatuh cinta, biasanya akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencari

jalan bagaimana caranya agar yang anda cintai itu membalas cinta anda. Anda pasti akan berusaha apa yang disukai oleh yang anda cintai. Setelah anda tahu tentu saja anda akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhinya sampai yang anda cintai itu membalas cinta anda. Bukan itu saja, anda juga akan selalu berusaha agar cinta yang telah anda peroleh dengan susah payah itu tetap langgeng dan terus meningkat. Jika anda cinta betul kepada seseorang, saya yakin anda selalu berusaha mementingkan seseorang itu tanpa memperhatikan kepentingan diri anda. Bukankah demikian? Begitu pula jika kita ingin mencintai dan dicintai oleh Rasulullah Muhammad s.a.w. Salah satu bukti bahwa persaksian kita yang telah kita canangkan melalui dua kalimat syahadat adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas cinta kita kepada yang lain. Artinya, cinta yang kita berikan kepada yang selain Allah dan rasul-Nya harus didasarkan kepada cinta kita kepada Allah dan rasulNya. Kita akan mengabaikan cinta kita kepada yang lain ketika Allah dan Rasul-Nya tidak

membenarkannya. Contoh, kita cinta kepada anak kita bukan? Nah, ketika anak kita memintai sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya kita tidak memenuhinya. Bahkan mungkin kita akan memberikan beberapa nasehat kepada anak kita bahwa hal itu dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Nah, untuk dapat mencintai Rasulullah dan kemudian dicintai oleh Rasulullah ada lima hal yang harus kita kerjakan, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) Memahami dan mengambil pelajaran dari sejarah Rasulullah. Banyak-banyak bershalawat kepada Rasulullah secara ikhlas. Mencontoh sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Mentauladani perilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Ziarah ke makam Rasulullah di Madinah dengan ikhlas jika kita mampu pergi kesana..

Jika kelima hal ini telah kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan ikhlas karena mengharap ridlo Allah, Insya Allah kita termasuk orang yang telah mencintai Rasulullah. Tentu saja kelima hal ini akan terus kita pertahankan dan kita tingkatkan kualitasnya agar kita terus dapat mencintai Rasulullah. Agar cintai kita selalu meningkat baik jumlah maupun mutunya. Jika kita telah berusaha mencintai Rasulullah, maka kita baru boleh berharap bahwa Rasulullah membalas cinta kita.

Apa hikmahnya jika Rasulullah membalas cinta kita. Bukti balasan Rasulullah kepada kita adalah bahwa Insya Allah Rasulullah akan memberi syafaat kepada kita ketika kita mengalami kesulitan di Hari Perhitungan. Hari dimana semua orang sibuk terhadap dirinya sendiri. Hari dimana setiap orang tidak sempat mengingat orang lain. Hari dimana lepaslah ikatan keluarga. Hari dimana semua orang akan menuntut. Hari dimana semua tuntutan akan diperhatikan dan dipertimbangkan oleh Allah. Hari yang maha sulit bagi setiap makhluk. Sebenarnya cinta Rasulullah kepada umatnya tidak usah diragukan lagi. Rasulullah

berupaya sekuat tenaga agar kita semua mendapat rahmat Allah. Ia tidak meminta upah dari kita semua. Bahkan segala harta yang dimilikinya habis untuk perjuangan menegakkan agama Allah. Sesungguhnya Rasulullah bisa kaya jika ia menghendakinya. Akan tetapi ia gunakan kekayaannya untuk mengajak kita masuk ke dalam karunia Allah. Bahakan diakhir hidupnya, ketika nafas sudah di leher ia masih ingat dan mencemaskan umatnya. Nah, pemimpin yang demikian, yang sangat memperhatikan nasib umatnya dunia dan akherat tentu saja sangat layak kita cintai. Ya, kita selayaknyalah berterimakasih dan mencintai Rasulullah tanpa mengharap balasannya. Sebab, dengan mencintainya itu akan menjadi jalan bagi kita menuju karunia Allah, yaitu iman dan taqwa, selamat baik di dunia maupun di akherat. Oleh sebab itu, mari kita berusaha mencintainya sebagai wujud rasa terima kasih kita dengan menjalankan kelima hal yang saya sebutkan di atas.

Cara Mencintai Allah dan Rasul-Nya Allah Subhannahu wa Taala berfirman, yang artinya: Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q. S. Ali Imran: 31) Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia. (HR. Al-Bukhari) Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Mentaati apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadits-hadits shahih yang beliau jelaskan kepada

umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk, perintah dan sunnah-sunnah beliau. Adapun hadits shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang muslim tidak sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melebihi kecintaannya terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan hawa nafsunya, keinginan isteri, anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya. Jika anda menanyakan kepada seorang muslim, Apakah anda mencintai Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ? Ia akan menjawab, Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk beliau. Tetapi jika selanjutnya ditanyakan, Kenapa anda tidak meninggalkan kebiasaan yang dibenci Rasulullah SAW dan melanggar perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan anda tidak meneladaninya dalam penampilan, akhlak dan ketauhidan Nabi? Dia akan menjawabKecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan alhamdulillah, hati saya baik.Kita mengatakan padanya,Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik dalam penampilan, akhlak maupun ketaatanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata. Sebab Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Suatu contoh, seorang alim bersilaturrahim kepada seorang yang kelihatan shaleh tetapi masih suka memasang gambar-gambart binatang. Orang itu lalu mengingatkannya dengan larangan Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan, Ini gambar yang idah dan menarik. Suatu hal yang mengherankan, seorang yang kelihatan shaleh dan merasa mencintai Rasulullah SAW tetapi masih senang dengan kesukaan yang kelihatan ringan tetapi termasuk dalam hal yang dilarang.

Dalam hati penulis berkomentar, Orang tersebut mendurhakai perintahnya, bagaimana mungkin akan masuk dalam kecintaannya. Dan, apakah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam akan rela dengan perbuatan tersebut? Sesungguhnya kita dan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam berada di bawah perlindungan Allah semata. Kecintaan kepada Rasulullah adalah tidak dengan menyelenggarakan peringatan, pesta, berhias, dan menyenandungkan syair yang tak akan lepas dari kemungkaran. Demikian pula tidak dengan berbagai macam bidah yang tidak ada dasarnya dalam ajaran syariat Islam. Tetapi, kecintaan kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah dengan mengikuti petunjuknya, berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya. Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati di bawah ini. Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan mentaatinya. Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu taat setia.

Rasul? Tanya: Assalamu'alaikum . Semoga antum bi khair . Dalam bentuk apakah rasa cinta yang kita tujukan kepada Rasul , karena belum sempurna iman seseorang bila tidak beliau yang lebih kita cintai ?Kedua , Bagaimanakah pengertian mengikuti sunnah yang sebenarnya ? sementara shalat jama'ah malas, apalagi yang lain , masihkah dikatakan mengikuti sunnah atau diakui sebagai ummat ? ( 0508153351 ) Jawab: Wa'alaikum salam . Amin . 1.Diantara cara mewujudkan kecintaan yang lebih kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah : a. Mendahulukan ucapan beliau di atas ucapan siapapun , entah itu ucapan Abu Bakr , Umar , Utsman , Ali , Imam Abu Hanifah , Imam Syafi'I dan imam-imam yang lain , sampai ucapan kita sendiri , kalau itu memang menyelisihi ucapan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam . b. Menuntut ilmu dan sunnah beliau dan menerapkan sunnah-sunnah dan ajaran-ajaran beliau itu dalam diri sendiri . c. Berusaha menolong sunnah beliau dengan harta dan jiwa kita , dengan cara menghidupkan dan mendakwahkannya kepada orang lain .

d. Tidak mengubah agamanya , dengan membuat atau melakukan ibadah-ibadah yang baru ( perbuatan bid'ah ) atau menguranginya , karena ini berarti dia menganggap bahwa apa yang disampaikan oleh Rasulullah masih kurang sehingga perlu ditambah . 2. Sunnah dalam bahasa arab artinya jalan . Sunnah Nabi adalah jalan Nabi .Jadi pada hakekatnya sunnah Nabi adalah agama islam itu sendiri , bukan yang lain . Jadi mengikuti sunnah berarti mengikuti agama islam yang murni yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam , yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist , dengan pemahaman para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik . 3. Pengikut ( umat ) Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang bersyahadat dan melakukan rukun islam yang lain dan beriman dengan rukun iman yang enam , dan tidak mengamalkan perbuatan yang membatalkan keislamannya . Adapun kekurangan dan kemalasan dalam melaksanakan amalan yang lain , maka tidaklah mengeluarkan dia dari islam . Dia tetap dinamakan umat Nabi Muhammad , akan tetapi dia umat yang kurang dalam mengikuti ajaran Nabinya . Adapun sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

Artinya : Barangsiapa yang membenci sunnahku maka bukan termasuk golonganku ( HR. AlBukhary Muslim ) Maka yang dimaksud dengan ( bukan termasuk golonganku ) adalah bukan termasuk orang yang mengikuti petunjukku . Jadi bukan berarti dia keluar dari islam . Tapi dia adalah umat islam yang kurang mengikuti petunjuk Nabi . Wallahu a'lam .

Oleh Drs. H. EDDY SOPANDI

ALLAH SWT berfirman: "Sungguh telah ada bagi kamu dalam diri Rasulullah contoh yang baik bagi orang yang mengharap rida Allah dan hari akhir, serta mengingat Allah sebanyak-banyaknya." (QS. Al Ahzab (33): 21). DALAM ayat di atas, Allah SWT telah menginformasikan dengan sangat jelas kepada kita, umat Muslim, bahwa pada diri pribadi Rasulullah saw. terdapat "uswah hasanah" (contoh yang baik),

untuk diteladani oleh seluruh umatnya, dalam semua aspek kehidupan. Allah juga mengingatkan dalam ayat lain, "Katakanlah: Jika kamu (benar-benar mencintai Allah, ikutlah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang"; "Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (QS. Ali `Imran (3): 31-32). Juga ayat berikutnya: "Dan apaapa yang Rasul bawa untukmu, maka ambillah, dan apa-apa yang ia larang kamu, maka jauhilah. Dan takutlah kepada Allah, karena Allah sangat keras siksa-Nya." (QS. Al Hasyr (59): 7). Bentuk realisasi (pengamalan) seorang hamba yang sungguh-sungguh mencintai Allah SWT, adalah seorang hamba itu wajib taat dan mengikuti tata cara yang telah dilakukan atau dicontohkan oleh Rasulullah saw., yang tertuang dalam sunah (Hadis) Nabi yang shahih, dan tidak dengan cara mengada-ada atau membuat cara-cara baru dalam beribadah. Apa yang disampaikan oleh Nabi amalkanlah walaupun tidak terdapat nashnya dalam Alquran. Karena Nabi sendiri adalah tentu saja dengan seizin Allah, sebagai yang diberi amanah untuk menjadi contoh pengamalan syariah ibadah. Allah SWT menggambarkan "Akhlak dan beberapa sifat Nabi Muhammad saw." (QS. Ali `Imran (3) : 159-160) yang disimpulkan para ahli tafsir sebagai berikut.1) Allah SWT memuji ahlak Nabi Muhammad saw. dan sifat-sifatnya yang selalu bersikap lemah lembut dan tidak bersikap keras terhadap para pengikutnya dan memaafkan serta memintakan ampun bagi mereka atas kesalahankesalahan mereka 2) Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw. supaya bermusyawarah dalam segala urusan. Di dalam melaksanakan hasil-hasil musyawarah, supaya bertawakal kepada Allah SWT. 3) Apabila seseorang akan memperoleh pertolongan Allah, maka tidak ada seoranga pun yang dapat menghalanginya. Begitu juga sebaliknya, barangsiapa yang mendapat kemurkaan Allah tidak ada seorang pun yang dapat membelanya. Allah SWT pun menjamin "Rasulullah terpelihara dari kesalahan" (QS. Ali `Imran (3): 161-164). Wujud kepedulian Rasulullah saw. untuk membimbing dan menyelamatkan umatnya, agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, beliau dengan tegas memperingatkan umatnya agar berpegang teguh kepada Alquran dan sunah, dijamin tidak akan tersesat selamanya. Diriwayatkan dari Ibnu `Abbas r.a., ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah saw. khotbah di hadapan orang-orang pada waktu haji wada`. Beliau bersabda: "Sesungguhnya setan telah berputus asa untuk disembah di negerimu, akan tetapi ia rida untuk ditaati dalam hal-hal selain itu dari apa-apa yang kamu anggap sepele. Maka berhati-hatilah kamu. Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan sesat selamanya, (yaitu) Kitab Allah (Alquran) dan Sunah Nabinya (HR. Hakim)."

Barangsiapa yang melaksanakan suatu pekerjaan ibadah yang tidak ada perintah dari Rasulullah, maka pekerjaan itu pasti ditolak. Sebagaimana hadis berikut, diriwayatkan dari `Aisyah r.a., ia berkata: "Rasulullah saw. telah bersabda: Siapa yang mengada-adakan sesuatu di dalam urusan kami ini (agama), yang tidak ada perintah dari kami, itu pasti ditolak (HR. Bukhori Muslim)." Karena Rasulullah saw. telah menjelaskan semua yang diwahyukan kepada beliau, hingga tiba saatnya Allah SWT menyempurnakan agama Islam ini. Tak ada sesuatu yang samar atau tersembunyi dari semua penjelasan yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat kelak, yang tidak beliau jelaskan. Hingga Allah SWT berfirman: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu (QS. Al Maaidah (5): 3)." Rasulullah saw. telah mengingatkan, sebagaimana diriwayatkan dari Sahl bin Sa`ad r.a., ia berkata: Nabi bersabda: "Aku mendahuluimu di sebuah telaga. Siapa yang lewat pasti minum dan siapa yang minum pasti tidak akan haus selama-lamanya. Sungguh akan datang padaku satu kaum, yang aku kenal mereka dan mereka kenal aku, kemudian dihalangi aku dengan mereka, maka aku berkata: Ya Allah! Mereka adalah umatku - kemudian dikatakan - (hai Muhammad) engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan setelahmu. Aku (nabi) berkata: "Jauh! Jauhlah bagi orang yang mengubah agama setelahku (HR. Bukhori)." Perhatikan peringatan Nabi, dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang mengajak kepada petunjuk (yang benar), maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya - tidak akan dikurangi dari pahala mereka sedikit pun - dan siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa sebagaimana dosa orang yang mengikutinya - tidak akan dikurangai dari dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim). Rasulullah pun menegaskan, dari Anas r.a. ia berkata: Nabi saw. telah bersabda: "Barang siapa yang meninggalkan sunnahku, maka ia bukan umatku." (HR. Muslim). Sebagai kesimpulan dari uraian dan dalil-dalil tersebut, bagi umat Islam yang beriman dan bertakwa hukumnya wajib (mutlak) mencintai Allah SWT dan mencintai Rasulullah saw., dengan cara berpegang teguh/konsisten atau istiqomah kepada Alquran dan Sunnah Shahih dijamin tidak akan tersesat selamanya. Untuk itu, realisasikan dalam kehidupan sehari-hari. 1. Mencintai Allah SWT, dengan cara mencintai Rasulullah saw. 2. Mencintai Rasulullah saw., dengan cara mencintai dan mengamalkan sunahnya. 3. Barangsiapa yang meninggalkan Sunahnya, dinyatakan bukan umat Nabi Muhammad saw.

4. Amalkanlah apa yang dicontohkan oleh Nabi walaupun bertentangan dengan rasio kita, seperti halnya yang dilakukan oleh `Umar bin Khathab. Ia tidak mau mencium hajar aswad bila tidak melihat Nabi menciumnya. 5. Sebagai bahan renungan, Ibrahim bin Adham, seorang zuhud dari Irak, telah berpesan: "Wahai penduduk Bashrah, hati kalian telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimana doa kalian bisa dikabulkan oleh Allah SWT?" Salah satu perkara yang ia kemukakan ialah: "Kalian mengaku cinta kepada Rasulullah saw., tetapi mengapa kalian mengingkari sunahnya?" Bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, yang benar, yang jujur dalam semua yang beliau sampaikan, yang ditugaskan untuk menyampaikan kalam Allah. Karena itu kita diwajibkan untuk taat kepada perintah beliau dan meninggalkan larangannya, serta menyembah dan beribadah hanya kepada Allah SWT, sesuai dengan yang telah dilakukan atau dicontohkannya. 6. Mencintai Rasulullah saw., bukan atau tidak sekadar formalitas dan seremonial dengan upacara peringatan Maulid Nabi, Isra Miraj, dan sebagainya. Wujud mencintai Rasulullah saw. adalah pengamalan secara terus-menerus dan penuh keikhlasan sunah-sunahnya dalam kehidupan kita sehari-hari, bukan mengingkarinya! Wallahualam bissawab.***

Banyak Cara Mencintai Nabi LAPORAN UTAMAAda yang mengenalkan pribadi Rasul kepada anak-anak sejak dini, ada pula dengan acara drama di TV komunitas.Pepatah mengatakan, tak ke nal maka tak sayang. Tak mungkin timbul rasa kasih sayang, jika tidak dimulai dengan pengenalan menda lam. Begitu pun umat Islam, akan sulit mengikuti dan meneladani akhlak Ra sulullah SAW, bila belum mengenal pri badi Rasulullah yang sesungguhnya. Bagaimana Nabi Muhammad SAW bergaul dengan umatnya,

bagaimana beliau sebagai seorang ayah di tengah ke sibukan menjalani tugas dakwah, atau bagaimana pula perannya sebagai seorang pemimpin? Di sinilah makin pentingnya mengenal figur Rasulullah SAW untuk kemudian umat dapat meneladani akhlak mulianya.Menurut artis yang belakangan banyak terjun di bidang dakwah, Hj As tri Ivo, para orangtua, pendidik dan ju ru dakwah harus lebih mengenalkan pri badi Rasulullah, kepada anak-anak semenjak dini.Intinya ya itu tadi, tak kenal maka tak sayang. Insya Allah kalau mereka mengenal nabinya siapa, bagaimana akhlaknya, bagaimana ketabahannya dan ketahanannya, bagaimana men deritanya Rasulullah SAW dalam menjalankan tugas dakwahnya, maka akan tertanam akhlak yang baik, urainya.Kepada anak-anak kita, imbuh Astri Ivo, perlu ditekankan bahwa Nabi Muhammad bukan hanya seorang rasul, tapi juga manusia biasa...

Cara Mencintai Allah dan Rasul-Nya Tidak Dengan Merayakan Maulid Nabi Allah Subhannahu wa Taala berfirman,

"Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Ali Imran: 31) Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,

"Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia." (HR. Al-Bukhari) Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Mentaati apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadits-hadits shahih yang beliau jelaskan kepada umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk, perintah dan sunnah-sunnah beliau. Adapun hadits shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang muslim tidak sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melebihi kecintaannya terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan hawa nafsunya, keinginan isteri, anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti

kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya. Jika anda menanyakan kepada seorang muslim, "Apakah anda mencintai Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ?" Ia akan menjawab, "Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk beliau." Tetapi jika selanjutnya ditanyakan, "Kenapa anda mencukur jenggot dan melanggar perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan anda tidak meneladaninya dalam penampilan, akhlak dan ketauhidan Nabi?" Dia akan menjawab, "Kecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan alhamdulillah, hati saya baik." Kita mengatakan padanya, "Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik dalam penampilan, akhlak maupun ketaatanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata. Sebab Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,

"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Suatu kali, penulis bersilaturrahim kepada seorang dokter muslim. Penulis melihat banyak gambar orang laki-laki dan perempuan di pajang di dinding. Penulis lalu mengingatkannya dengan larangan Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan, "Mereka kawan-kawan saya di universitas." Padahal sebagian besar dari mereka adalah orang-orang kafir. Apalagi para wanitanya yang memperlihatkan rambut dan perhiasannya di dalam gambar tersebut, dan mereka berasal dari negeri komunis. Sang dokter ini juga mencukur jenggotnya. Penulis berusaha menasihati, tetapi ia malah bangga dengan dosa yang ia lakukan, seraya mengatakan bahwa ia akan mati dalam keadaan mencukur jenggot.

Suatu hal yang mengherankan, dokter yang melanggar ajaran-ajaran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tersebut mengaku bahwa ia mencintai Nabi. Kepada penulis ia berkata, "Katakanlah wahai Rasulullah, aku ada dalam perlindunganmu!" Dalam hati penulis berkata, "Engkau mendurhakai perintahnya, bagaimana mungkin akan masuk dalam perlindungannya. Dan, apakah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam akan rela dengan syirik tersebut? Sesungguhnya kita dan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam berada di bawah perlindungan Allah semata." Kecintaan kepada Rasulullah adalah tidak dengan menyelenggarakan peringatan, pesta, berhias, dan menyenandungkan syair yang tak akan lepas dari kemungkaran. Demikian pula tidak dengan berbagai macam bidah yang tidak ada dasarnya dalam ajaran syariat Islam. Tetapi, kecintaan kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah dengan mengikuti petunjuknya, berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya. Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati di bawah ini. "Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan mentaatinya. Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu taat setia."

Hikmah : Mencintai Rasulullah SAW By jakarta45 Leave a Comment Categories: Artikel, Dokumen Bersejarah, Jiwa Semangat Nilai-nilai 45, News and Opini Tags: Leadership, Nation & Character Building, Nationalism, Religious, Spirituality, Statemanship

REPUBLIKA, Selasa, 07 Juli 2009 pukul 00:17:00

Oleh Yusuf Burhanudin

Bagi seorang Muslim, mencintai Rasulullah SAW hukumnya wajib. Bahkan, mencintai Rasul SAW dengan meneladani segala sisi kehidupannya, termasuk salah satu pokok keimanan.

Firman-Nya, Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian. (QS Ali Imran *3+: 31).

Bukti kecintaan kepada Rasulullah SAW bukan dengan sekadar kultus atau mengagumi. Syeikh Shalih Fauzan menegaskan, konsekuensi mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT adalah dengan menaati, membenarkan, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunahnya, meninggalkan bidah, dan mendahulukan sabdanya dari seluruh pendapat manusia.

Seorang Muslim yang menjadikan Rasulullah SAW teladan hidup akan memperoleh amalan terbaik. Rasul SAW diutus ke dunia tidak hanya untuk menunjukkan kebenaran kepada khalayak manusia, namun juga hendak mengajarkan bagaimana cara meraih kebenaran tersebut, seperti menyangkut peribadatan.

Menurut Fudhail bin Iyadh, amalan terbaik adalah amal yang ikhlas dan benar. Suatu perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas, tapi tidak benar, amalnya tidak akan diterima Allah SWT.

Demikian pula jika cara beramal benar, tapi tidak ikhlas, juga ditolak-Nya. Amal yang diterima Allah SWT adalah amal yang ikhlas semata karena Allah SWT dan benar mengikuti sunah Rasul-Nya.

Mereka yang mencintai Rasulullah SAW dengan meneladani sunah beliau akan memperoleh tujuh keistimewaan. Pertama, mendapat kecintaan Allah SWT dan ampunan-Nya. (QS Ali Imran [3]: 31).

Kedua, meraih rahmat dan kasih sayang-Nya. Firman-Nya, Dan mereka taat pada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. (QS Attaubah *9+: 71).

Ketiga, diberi petunjuk oleh Allah SWT dalam setiap persoalan. Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa yang kelesuannya tetap dalam sunahku berarti ia telah mendapat petunjuk (Allah). (HR Ahmad).

Keempat, dikumpulkan bersama Muhammad SAW dan rasul lain di surga. Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya. (QS Annisaa *4+: 69).

Kelima, berseri-seri wajahnya karena tidak bingung menyikapi masalah hidup. (HR Tirmidzi). Keenam, mendapatkan keteguhan hati saat ditimpa cobaan. (QS Almunafiqun [63]: 8). Ketujuh, memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. (QS Annahl [14]: 97).

You might also like