You are on page 1of 175

GEOLOGI DAN HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKAN GUA PINDUL DESA BEJIHARJO

DAN SEKITARNYA KECAMATAN KARANGMOJO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nomor lembar peta 4/9 Lembar 1408-312 (Karangmojo) TUGAS AKHIR TIPE-I Untuk memenuhi persyaratan kurikulum akademik tingkat Sarjana Strata-1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Oleh : Fahriah Sanusi Rahaningmas 112.10.2001

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2013
i

ii

iii

iv

PRAKATA
Assalamualaikum, Wr.Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulisan Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Penulisan Tugas Akhir dengan judul Geologi dan Hubungan Antara Fasies Karbonat dan Jenis Porositas Terhadap Pembentukan Gua Pindul Desa Bejiharjo Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Penulisan proposal Tugas Akhir dapat terselesaikan bukan semata mata dari kemampuan dan usaha penulis, melainkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah M.Sanusi Rahaningmas dan Ibu Hj. Quraisiah A. Fadel, yang telah mendidik dan melimpahkan kasih sayang yang tak terhingga serta motivasi kepada penulis hingga penulis menyelesaikan semua tugas di bangku pendidikan dan sampai pada tahap penulisan Laporan Tugas Akhir. 2. Ibu Dr. Sri Mulyaningsih, S.T, M.T selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir.

3. Bapak Ir. Inti Widi Prasetyanto selaku dosen pembimbing II yang juga telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis baik di kampus maupun di lapangan. 4. Saudara - saudaraku tersayang yang selalu memberikan doa, support dan segala sesuatunya. 5. Bayu Febiyanto yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta membantu dalam proses pengambilan data dan penyusunan draft. 6. Teman- teman seperjuangan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam berbagai hal. Untuk meningkatkan kwalitas penulis dalam penulisan, maka penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan tulisan ini. Besar harapan semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Yogyakarta, 11 Oktober 2013

Penulis

vi

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian, baik geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, geologi sejarah, dan geologi lingkungan. Sedangkan secara khusus membahas tentang hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul. Metode penelitian yang digunakan yaitu pengambilan data lapangan dengan melakukan pemetaan geologi permukaan dan analisis laboratorium meliputi petrografi, paleontologi, dan porositas. Geomorfologi daerah penelitian terdiri atas 4 satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1) dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1). Stratigrafi daerah penelitian diawali dengan lingkungan Neritik Luar di mana diendapkan satuan Tuf pada Kala Miosen Awal (N5 - N6), kemudian di atasnya secara tidak selaras diendapkan satuan Boundstone pada Kala Miosen Awal Akhir Miosen Tengah (N7 - N9), lalu diendapkan satuan Grainstone pada kala Miosen Tengah (N11 - N12), kemudian diendapkan lagi satuan Packstone pada Kala Miosen Awal (N11-N15), yang memiliki hubungan saling memasuki (menjari). Setelah pengendapan satuan Tuf, Boundstone, Grainstone dan Packstone terjadi pendangkalan dan pengangkatan yang cukup kuat sehingga mengangkat semua jenis batuan pada kondisi darat. Bersamaan dengan itu mulai terjadi proses erosi sehingga pada kala holosen hasil erosi diendapkan sebagai endapan aluvial yang hingga sekarang (Resen) masih berlangsung. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu struktur lipatan berupa antiklin Grogol, struktur kekar berupa kekar gerus dan kekar tarik, struktur sesar berupa sesar geser Oyo dan sesar naik Pindul. Sejarah geologi daerah penelitian diawali pada Kala Miosen Awal pada lingkungan darat, ditandai dengan adanya aktivitas vulkanisme yang menghasilkan material material berukuran pasir sampai bongkah, yang mengalami pelongsoran. Aktifitas ini mengakibatkan terbentuknya satuan tuf dengan sisipan batupasir (Formasi Semilir). Pada Kala Miosen Tengah ,paras air laut kembali naik (transgresif) ke level neritik. Laut semakin mendalam lalu berlangsung pengendapan satuan boundstone (Formasi Wonosari) pada fase yang sama juga terendapkan satuan grainstone (Formasi Wonosari) yang memiliki hubungan saling menjari dengan satuan boundstone (Formasi Wonosari) dan memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan tuf (Formasi Semilir). Paras air laut kemudian turun pada lingkungan neritik tepi dimana berlangsung pengendapan satuan packstone pada Kala Miosen Akhir (Formasi Oyo). Setelah satuan tuf, boundstone, grainstone dan packstone terbentuk, terjadi pengangkatan hebat sehingga semua satuan di daerah penelitian terangkat dan

vii

berubah lingkungan menjadi lingkungan darat. Saat ini (Resen), di daerah penelitian sedang berlangsung pengendapan endapan aluvial yang merupakan rombakan dari batuan yang lebih tua sebagai salah satu karakteristik endapan berumur kuarter (Holosen) yang tersingkap pada tubuh sungai pada daerah penlitian. Aspek geologi lingkungan pada daerah penelitian berupa potensi air, tanah dan potensi bahan galian berupa batugamping. Sedangkan potensi bencana yang timbul berupa banjir. Litologi penyusun pembentukkan Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone dan Grainstone. Berdasarkan Fasies Karbonat yang berdasarkan pada analisis petrografi yang mengacu pada Fasies Model Wilson, menyatakan bahwa Gua Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies, karena pada daerah ini ekologinya tergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme bagian yang ada di atas permukaan dan terjadinya sedimentasi dan memiliki jenis porositas antara high very high.

viii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ HALAMAN PENGESAHAN KEASLIAN ..................................................... PRAKATA ......................................................................................................... INTISARI .......................................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Latar Belakang Masalah ............................................................................. Maksud dan Tujuan .................................................................................... Batasan Masalah......................................................................................... Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian ........................................ Metodologi Penelitian. 1.5.1 Pendekatan Penelitian. 1.6 Tahapan Penelitian ....................................................................................... 1.6.1. Penelitian pendahuluan .................................................................... 1.6.2. Penelitian lapangan .......................................................................... 1.6.3. Penelitian laboratorium .................................................................... 1.6.4. Penyusunan draft laporan ................................................................. 1.7 Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 1.8 Peneliti Terdahulu ........................................................................................ 1.9 Peralatan yang Digunakan............................................................................ BAB II. GEOMORFOLOGI II.1 Geomorfologi Regional ............................................................................. 12 1 2 3 3 5 5 5 5 6 8 8 8 10 11 i ii iii iv v vii xi xiii xvi

ix

II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian ................................................................. II.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1) ................. II.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst Terdenudasi (D1) ................ II.2.3 Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Struktural (S1) ........... II.2.4 Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (FI) ............................. II.3 Pola Pengaliran Daerah Penelitian ............................................................... II.3.1 Pola Pengaliran Dendritik.................................................................. II.3.2 Pola Pengaliran Multibasinal............................................................. II.4 Stadia Daerah............................................................................................... BAB III. STRATIGRAFI III.1 Stratigrafi Regional ..................................................................................... III.2 Stratigrafi Daerah Penelitian ...................................................................... III.2.1 Satuan Tuf ................................................................................................ III.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... III.2.1.2 Litologi Penyusun ........................................................................ III.2.1.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... III.2.1.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... III.2.2 Satuan Boundstone .................................................................................. III.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... III.2.2.2 Litologi Penyusun ........................................................................ III.2.2.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... III.2.2.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... III.2.3 Satuan Grainsone ..................................................................................... III.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... III.2.3.2 Litologi Penyusun ........................................................................ III.2.3.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... III.2.3.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... III.2.4 Satuan Packstone...................................................................................... III.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... x

21 21 22 24 25 27 31 31 32

36 42 42 43 43 44 45 45 46 46 47 47 48 48 48 49 50 50 51

III.2.4.2 Litologi Penyusun ........................................................................ III.2.4.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... III.2.4.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... III.2.5 Endapan Aluvial ....................................................................................... III.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... III.2.5.2 Litologi Penyusun ........................................................................ III.2.5.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... III.2.5.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... BAB IV. STRUKTUR GEOLOGI IV.1 Struktur Geologi Regional .......................................................................... IV.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian ............................................................ IV.2.1 Struktur Lipatan .............................................................................. IV.2.2 Struktur Kekar................................................................................. IV.2.3 Struktur Sesar ................................................................................. IV.2.3.1 Sesar Geser Oyo........................................................................... IV.2.3.2 Sesar Naik Pindul........................................................................ IV.3 Mekanisme dan Genesa Struktur Geologi di Daerah Penelitian ........ BAB V. SEJARAH GEOLOGI....................................................................... BAB VI. GEOLOGI LINGKUNGAN VI.1 Sumber Daya Geologi ................................................................................. VI.1.1 Sumber Daya Air ............................................................................ VI.1.2 Sumber Daya Tanah ....................................................................... VI.1.3 Potensi Bahan Galian ..................................................................... VI.2 Bencana Geologi ........................................................................................ BAB VII. HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL VII.1 Latar Belakang........................................................................................... VII.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................... VII.3 Batasan Masalah ........................................................................................ xi

51 52 53 54 54 54 55 55

56 60 60 63 65 65 68 70 72

75 75 77 78 80

81 82 83

VII.4 Dasar Teori ................................................................................................ VII.4.1 Batugamping.................................................................................. VII.4.2 Fasies Model Wilson (1975).......................................................... VII.4.3 Porositas ........................................................................................ VII.4.4 Klasifikasi Porositas Pada Batuan Karbonat ................................. VII.4.5 Faktor-faktor Penentu Porositas .................................................... VII.5 Pembahasan .............................................................................................. VII.5.1 Litologi Penyusun .......................................................................... VII.5.2 Struktur .......................................................................................... VII.5.3 Fasies Karbonat ............................................................................. VII.5.4 Jenis Porositas .............................................................................. VII.5.5 Hubungan Antara Fasies Karbonat dan Jenis Porositas ............... BAB VIII. KESIMPULAN ............................................................................... DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ LAMPIRAN Lampiran Terikat 1. Peta Lintasan & Lokasi Pengamatan 2. Peta Geologi 3. Peta Geomorfologi

83 83 91 94 96 98 100 100 101 103 103 105 107 109

4. Kolom Stratigrafi 5. Peta Gua Pindul

Lampiran Tidak Lepas Lampiran 1. Data Lapangan ......................................................................... Lampiran 2. Analisis Petrografi ................................................................... Lampiran 3. Analisis Paleontologi ............................................................... Lampiran 5. Perhitungan Uji Porositas ........................................................ 110 117 147 155

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta lokasi daerah penelitian ............................................................. Gambar 1.2. Bagan alir penelitian............................................................................ Gambar II.1. Peta Fisiografi Pulau Jawa (Modifikasi Van Bemmelen, 1949) ...... Gambar II.2. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Curam vulkanik di Desa Watusigar ..............................................................................................

4 9 14

22

Gambar II.3. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Karst terdenudasi di Desa Bejiharjo ................................................................................................ Gambar II.4 Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Homoklin struktural di Desa Ngilipar. ....................................................................................... 25 23

Gambar II.5 Kenampakan satuan geomorfologi tubuh sungai fluvial pada tubuh sungai Oyo. ....................................................................................................... Gambar II.6. Klasifikasi pola aliran yang belum mengalami perubahan menurut Howard (1967) ...................................................................................... 28 26

Gambar II.7. Klasifikasi pola aliran yang telah mengalami perubahan menurut Howard (1967) .................................................................................................... Gambar II.8. Pola pengaliran daerah penelitian ................................................... Gambar II.9. Singkapan batugamping karbonat yang sebagian telah mengalami pelapukan di LP 23 Desa Kedungkeris ................................................. Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia muda dengan kenampakan lembah berbentuk menyerupai huruf V pada anak sungai Oyo LP 38 Desa Nglipar Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia dewas dengan kenampakan lembah berbentuk menyerupai huruf U LP 14 Desa Bejiharjo ...................... Gambar III.1. Kenampakan satuan tuf dengan sisipan batupasir pada LP 61 ....... Gambar III.2. Kenampakan satuan boundstone pada LP 1 ................................... Gambar III.3. Kenampakan satuan grainstone pada LP 1 ..................................... Gambar III.4. Kenampakan satuan packstone pada LP 42 .................................... xiii 35 44 46 49 52 35 34 29 32

Gambar III.5. Kenampakan endapan aluvial pada tubuh sungai ........................... Gambar IV.1. Plate Tectonik (Asikin, 1987) ........................................................

54 57

Gambar IV.2. Gambaran umum struktur geologi Pulau Jawa dan Madura (Situmorang, dkk, 1976) ............................................................................................. Gambar IV.3. Aspek geometri pada lipatan (Fossen,2010) .................................. Gambar IV.4. Klasifikasi lipatan berdasarkan orientasi hinge line dan axial surface (Fleuty, 1964 Vide Fossen, 2010) ......................................................... Gambar IV.5. Kenampakan kekar gerus pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo Gambar IV.6. Kenampakan kekar tarik pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo Gambar IV.7. Sesar mendatar model Moody dan Hill (1959) .............................. 66 62 64 64 59 61

Gambar IV.8. Kenampakan sesar minor yang mencirikan struktur sesar geser Oyo LP 22 Kali Oyo ........................................................................................... Gambar IV.9. Kenampakan kelurusan sesar geser Oyo LP 22 Kali Oyo.............. Gambar IV.10. Hasil analisa sesar geser ............................................................... 67 67 68

Gambar IV.11. Kenampakan satuan grainstone tersesarkan, LP 114 Desa Bejiharjo 69 Gambar IV.12. Kenampakan singkapan batas kontak antara boundstone dan grainstone LP 1 Gua Pindul .................................................................................... Gambar IV.13. Hasil analisa sesar naik Pindul ..................................................... 69 70 76

Gambar VI.1. Pemanfaatan air dari Kali Oyo untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari Gambar VI.2. Danau di Desa Klayar yang digunakan masyarakat sebagai sumber air bersih, irigasi maupun tempat wisata .................................................... Gambar VI.3. Pemanfaatan sumber daya tanah di daerah penelitian .................... 77 78

Gambar VI.4. Penambangan batugamping di Desa Kedungkeris Kecamatan Bulu (Kiri) Penambangan batugamping di Desa Bejiharjo (Kanan) ....................... Gambar VII.1. Kenampakan Gua Pindul .............................................................. Gambar VII.2. Kenampakan struktur perlapisan horizontal pada litologi grainstone Di Gua Pindul .............................................................................. Gambar VII.3. Kenampakan bidang patahan pada atap Gua Pindul ..................... 102 102 79 82

xiv

Gambar VII.4. Kenampakan kontak antara boundstone dan grainstone pada pintu keluar Gua Pindul ....................................................................... 106

Gambar VII.5. Kenampakan pertumbuhan stalaktit yang masih berproses sampai saat ini ................................................................................................. 106

xv

DAFTAR TABEL

Tabel II.1.

Klasifikasi kelas kemiringan lereng berdasarkan karakteristik proses (sumber: Zuidam, 1983) 17

Tabel II.2. Klasifikasi subsatuan geomorfik asal fluvial (sumber: Zuidam, 1983) .18 Tabel II.3. Klasifikasi unit geomorfologi asal denudasional (sumber: Zuidam, 1983) .19 Tabel II.4. Klasifikasi bentang alam berdasarkan genesa dan sistem pewarnaannya (sumber: Zuidam, 1983) 20 Tabel II.5. Klasifikasi satuan topografi berdasarkan aspek morfometri (Van Zuidam dan Cancelado, 1979) ............20

Tabel III.1 Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Bothe, Van Bemmelen,SumarsoIsmoyowati, Surono,dkk) 41 Tabel III.2. Kolom litologi satuan tuf sisipan batupasir Tabel III.3. Kolom litologi satuan boundstone Tabel III.4. Kolom litologi satuan grainstone Tabel III.5. Kolom litologi satuan packsone ....45 48 50 53 61

Tabel IV.1. Tabel klasifikasi lipatan (Fluety, 1964 vide Ragan, 2009)

Tabel VII.1. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (dalam Gary Nichols , 2009) Tabel VII.2. Tabel porositas berdasarkan klasifikasi CEGM dan Lemmens (1979) ......................................................95 86

Tabel VII.3. Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM & Lemmens (1979) .........................................................................................104

xvi

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Geologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang batuan serta proses - proses pembentukan batuan yang ada di bumi. Sebagai seorang geologist, pemetaan geologi merupakan hal yang lumrah yakni untuk mengetahui kondisi geologi berupa arah penyebaran batuan, urutan satuan batuan serta lingkungan pengendapan, geomorfologi, struktur geologi dan pengaruh lingkungan disekitar yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan sejarah geologi dan aspek-aspek geologi lingkungan. Berdasarkan ketentuan kurikulum tingkat sarjana pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, setiap mahasiswa Jurusan Teknik Geologi diwajibkan untuk melakukan pemetaan geologi seluas 9 x 9 km (81 km2) sebagai syarat untuk mencapai jenjang sarjana strata satu (S1). Dalam kesempatan kali ini penulis memilih Desa Bejiharjo yang terletak di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa

Yogyakarta sebagai daerah penelitian karena memiliki banyak Gua dengan sungai bawah tanahnya, salah satunya adalah Gua Pindul yang dijadikan sebagai tempat wisata, selain itu juga karena jaraknya yang mudah dijangkau.

Adapun judul dari penelitian ini Geologi dan Hubungan Antara Fasies Karbonat dan Jenis Porositas Terhadap Pembentukan Gua Pindul Desa Bejiharjo Kecamatan Yogyakarta. I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian ini dilakukan sebagai syarat pendahuluan dalam melaksanakan pemetaan geologi lapangan dalam rangka mencapai gelar Tingkat Sarjana Strata1 pada Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Tujuan penelitian terbagi menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui kondisi geologi permukaan yang mencakup aspek geomorfologi, litologi, stratigrafi dan struktur geologi yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan sejarah geologi dan aspek - aspek geologi lingkungan serta mengevaluasi data geologi peneliti pendahulu pada daerah penelitian. Tujuan khusus penelitian adalah tentang hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukan Gua Pindul. Karangmojo Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa

I.3 Batasan Masalah Pembahasan pemetaan geologi ini hanya mencakup daerah daerah yang berada di sekitar daerah penelitian dengan melihat aspek - aspek geologi yang terdapat di dalamnya, yaitu geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan geologi lingkungan. Sedangkan dalam pembahasan studi khusus hanya dibatasi pada daerah Gua Pindul yang dijadikan sebagai tempat wisata di Desa Bejiharjo Kecamatan Karangmojo terletak pada koordinat 075530- 075630 dan 1103830 - 1103930 dengan skala 1 : 5000 yang membahas tentang hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukan Gua Pindul.

1.4 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Secara administratif daerah penelitian terletak di Desa Bejiharjo Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis daerah penelitian terletak pada lembar peta 4/9 Lembar 1408312 (Karangmojo) dengan koordinat 07 52' 30" LS 075730 LS dan 110 37' 30" BT 110 42' 30" BT.

Gambar I.1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis 2013)

Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua yang dapat ditempuh dalam waktu 1 jam dari kota Yogyakarta, sedangkan untuk menuju beberapa lokasi pengamatan dapat ditempuh dengan berjalan kaki melalui jalan setapak atau melalui sungai.

1.5 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah pemetaan geologi permukaan, dengan cara mengamati singkapan dan unsur-unsur geologi seperti geomorfologi, litologi, dan struktur geologi secara langsung yang kemudian dilanjutkan dengan menganalisa hasil pengamatan lapangan di dalam laboratorium. 1.5.1 Pendekatan penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode pemetaan geologi permukaan secara konvensional dengan bantuan peta topografi dengan skala 1 : 25.000, dan pengujian laboratorium untuk mengetahui jenis batuan, jenis fosil yang terdapat dalam batuan tersebut. Dengan metode ini diharapkan akan mencapai tujuan dalam usaha untuk mengetahui lingkungan pengendapan satuan batuan yang terdapat didaerah penelitian. I.6 Tahap Penelitian Tahap penelitian dibagi atas 4 (empat) bagian besar, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian lapangan, penelitian laboratorium, dan penyusunan draft laporan. I.6.1 Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan daerah penelitian yang akan dilakukan. Pencarian data sekunder dapat diperoleh dari interpretasi peta topografi, pembuatan peta geologi tentatif, dan pembuatan peta geomorfologi tentatif. Penelitian ini tetap memperhatikan hasil dari peneliti - peneliti terdahulu yang telah melaksanakan

penelitian di daerah penelitian agar dapat mempermudah dalam melaksanakan pemetaan geologi secara cepat dan tepat. I.6.2 Penelitian lapangan Penelitian lapangan dibagi menjadi 5 ( lima ) urutan pelaksanaan, yaitu perencanaan lintasan, jalur jalan atau sungai, pemetaan detil, interpolasi batas satuan batuan dan pembuatan sayatan geologi. 1. Perencanaan lintasan Perencanaan ini dilakukan dengan mengadakan pengenalan medan (reconnaissance) sekaligus menentukan lokasi - lokasi yang akan dijadikan sebagai titik lokasi pengamatan dengan segala singkapan yang terdapat pada lokasi tersebut agar dapat digunakan dalam penelitian lebih lanjut. Tujuan lain dari reconnaissance yaitu untuk memilih jalur stratigrafi terukur (measured section) dengan singkapan yang baik dan jalur yang aman. 2. Jalur jalan atau jalur sungai Pada tahap ini, rencana jalur lintasan biasanya dilakukan

menggunakan peta dasar berupa peta topografi yang dikombinasikan dengan peta rupa bumi. Umumnya jalur yang dipilih adalah lokasi-lokasi yang diperkirakan dapat dijumpai singkapan, misalnya tubuh sungai. Lintasan

tersebut dapat melalui jalur jalan yang telah tersedia maupun jalur sungai apabila memungkinkan.

3. Pemetaan detil Pada tahap ini dilakukan pencarian data geologi seperti : geomorfologi yang meliputi pengamatan bentuk lahan (relief), topografi, ciri-ciri morfologi dan proses-proses geomorfologi yang bekerja menyangkut kontrol litologi dan struktur geologi dan nantinya akan digunakan dalam pembuatan peta geomorfologi, struktur geologi yang meliputi pengataman, pengukuran stratigrafi, pemerian, pengambilan sampel batuan yang akan dianalisis di laboratorium, serta data struktur geologi yang meliputi sesar dan kekar. Pencarian data tersebut disertai dengan pengambilan foto penampakan struktur geologi, struktur sedimen, litologi, bentang alam, sesumber, bencana alam, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. 4. Interpolasi batas satuan batuan Dari hasil pemetaan detil, dengan pengeplotan data pada setiap lokasi pengamatan, selanjutnya dibuat interpolasi batas satuan batuan dengan menghubungkan setiap titik. Selain pembuatan peta geologi, dibuat juga peta geomorfologi berdasarkan data bentang alam yang digabungkan dengan data yang terdapat pada peta geologi. 5. Pembuatan sayatan geologi Pembuatan sayatan geologi bertujuan untuk membuat interpretasi lapisan batuan serta struktur geologi yang terdapat pada permukaan dan

bawah permukaan. Selain itu, sayatan juga bertujuan untuk mengetahui urutan satuan batuan dari tua ke muda dan ketebalan lapisan batuan. I.6.3 Penelitian laboratorium Analisis laboratorium dilakukan untuk menganalisis data yang diambil di daerah penelitian yang meliputi: 1) Analisis petrografi, untuk mengetahui jenis dan nama batuan yang berguna untuk interpretasi genesa batuan. 2) Analisis paleontologi, untuk mengetahui umur batuan serta lingkungan pengendapan satuan batuan. 3) Analisis struktur geologi berupa data kekar dan sesar untuk mengetahui arah gaya utama, menengah dan terkecil, serta jenis sesarnya dan juga jenis lipatannya. 4) Analisis uji porositas, untuk mengeahui jenis porositas batuan. I.6.4 Penyusunan draft laporan Penyusunan draft laporan ini berdasarkan atas data lapangan dan data laboratorium. Draft laporan tersebut disajikan dalam bentuk peta lokasi lintasan dan lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi, kolom stratigrafi terukur, peta lokasi studi khusus yang hasilnya dituangkan dalam bentuk uraian atau draft. I.7 Bagan Alir Penelitian Proses penelitian geologi ini secara garis besar dari penentuan daerah hingga pembuatan laporan, analisis laboraturium sampai pada tahap pembuatan

peta geologi, peta geomorfologi dan peta lintasan, peta daerah studi khusus dan juga ditambah dengan pembuatan kolom stratigrafi, dimana semua itu dapat dibuat bagan alir sebagai berikut:

Gambar I.2. Bagan alir penelitian (Penulis, 2013)

10

I.8 Peneliti Terdahulu Geologi daerah penelitian dan daerah sekitarnya secara regional telah banyak diteliti oleh peneliti - peneliti terdahulu, antara lain: Bemmelen, 1949, dalam bukunya The Geologi of Indonesia, yang membagi pulau Jawa kedalam beberapa satuan geomorfik. Bemmelen juga mengatakn bahwa Geantiklin Jawa mengalami pengangkatan yang disusul patahnya bagian puncak yang terletak di Zona Solo meluncur ke utara. Mark, 1961, dalam bukunya Stratigrafi Lexion of Indonesia, yang menguraikan tentang stratigrafi pegunungan selatan. Asikin, 1974, membahas tentang struktur geologi secara regional daerah Jawa Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi tektonik dunia baru. Surono, Toha, dan Sudarno, 1992, yang telah membuat peta geologi Lembar Surakarta Giritontro dengan skala 1:100.000 termasuk juga didalamnya daerah penelitian (Gambar 1). Husein dan Srijono, 2007, dalam seminar workshop potensi geologi Pegunungan Selatan yang diduga mulai pada kala Pleistosen Tengah berupa proses pengankatan, yang menghasilkan jalu-jalur pegunungnan dengan penyusun utama batuan vulkanik berumur Oligosen-Miosen.

11

1.9 Peralatan yang Digunakan 1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1:25.000, Lembar : 4/9 Lembar 1408-312 (Karangmojo). 2. Peta geologi regional Lembar Surakarta Giritontro dengan skala 1:100.000. 3. Kompas geologi tipe brunton system azimuth 0-360 merk Tamaya, digunakan untuk menentukan lokasi pengamatan, pengukuran arah jurus dan kemiringan lapisan batuan, bidang kekar, bidang sesar, dan pengukuran kemiringan lereng. 4. Palu geologi untuk batuan sedimen merk Estwing, digunakan sebagai alat untuk pengambilan contoh batuan di daerah penelitian. 5. GPS merk Garmin versi 76 CSx, digunakan untuk menentukan posisi geografis 6. Pita ukur (Roll meter) 50 m serta mistar 50 cm, digunakan untuk mengukur ketebalan suatu lapisan batuan. 7. Larutan HCl dengan konsentrasi 0,1 N, digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa karbonat dalam batuan di lapangan dan kantong plastik sampel yang digunakan sebagai wadah untuk menyimpan sampel batuan. 8. Loupe (kaca pembesar) dengan perbesaran 10x dan 20x, digunakan untuk membantu dalam pengamatan kandungan mineral atau fosil dari contoh batuan di daerah penelitian. 9. Kamera digital untuk mengambil gambar, seperti foto batuan dan bentang alam. 10. Peralatan tulis menulis yang terdiri dari buku lapangan, spidol snowman permanent, ballpoint, pensil, pensil warna, penggaris dan busur derajat. 11. Tas lapangan dan jas hujan.

BAB II GEOMORFOLOGI
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi (morfologi) beserta proses pembentukannya. Pembahasan geomorfologi dalam laporan ini terdiri atas geomorfologi secara regional dan geomorfologi daerah penelitian. II.1 Geomorfologi Regional Menurut Bemmelen (1949), secara fisiografi dan berdasarkan kesamaan morfologi serta tektoniknya, Pulau Jawa dibagi menjadi tujuh zona, yaitu: 1. Endapan Vulkanik Kuarter 2. Dataran Aluvial Jawa Utara 3. Antiklinorium Rembang-Madura 4. Antiklinorium Bogor, Serayu dan Kendeng 5. Zona Depresi dan Dome Jawa Tengah 6. Zona Randublatung 7. Pegunungan Selatan Daerah Lembar Surakarta Giritontro termasuk dalam rangkaian Pegunungan Selatan yang membujur dari barat ke timur sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta - Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara

13

berupa gawir Baturagung. Dari kenampakan morfologi, Zona Pegunungan Selatan dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) sub zona, yaitu: 1. Sub Zona Baturagung, ditandai oleh perbukitan terjal di bagian utara, yang disusun oleh batuan vulkanik, baik intrusi, breksi, sedimen vulkanik klastik dan karbonat. Kemiringan lapisan pada umumnya ke arah selatan 2. Sub Zona Wonosari, merupakan dataran tinggi (plateau) di daerah Wonosari dan sekitarnya,dan ke arah timur bersambung dengan daerah sekitar Baturetno. Dataran Tinggi ini merupakan cekungan sedimen kuarter yang terdiri dari lempung hitam endapan danau purba. 3. Sub Zona Gunung Sewu, merupakan perbukitan karst, dicirikan oleh adanya morfologi karst dengan bukit - bukit gamping berbentuk kerucut yang membentang dari Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di bagian Timur, dengan jumlah bukit ribuan (Pegunungan Seribu). Kenampakan bukit bukit kapur berbentuk kerucut di bagian timur tidak sebaik seperti di bagian barat. Dibagian timur, bukitbukit tersebut sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik di sekitar Ponorogo Pacitan. Daerah penelitian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan yaitu pada Subzona Baturagung. Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (G. Sudimoro, 507m, antara Imogiri - Patuk), utara (G. Baturagung, 828m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, 737m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (706m) dan G. Gajahmungkur (737m).

14

Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100 300 derajat dan beda tinggi 200-700m serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.

Gambar II.1. Fisiografi Pulau Jawa (Van Bemmelen,1949)

Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah, di selatan Yogyakarta dengan lebar kurang lebih 55 km hingga Jawa Timur, dengan lebar kurang lebih 25 km di selatan Blitar. Zona ini dibentuk oleh dua kelompok besar batuan yaitu batuan vulkanik dan batugamping. Geomorfologi Zona Pegunungan Selatan merupakan satuan perbukitan yang terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 150 dan beda tinggi 125 264 m. Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta - Surakarta di sebelah barat dan utara,sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajah mungkur,

15

Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentang alam karst, tersebar luas dibagian selatan Lembar, mulai batas timur sampai batas barat Lembar. Satuan ini merupakan bagian dari Pegunungan Seribu (G. Sewu) yang berupa bukit - bukit kecil batugamping berbentuk kerucut. Dalam menganalisis kenampakan secara umum kondisi geomorfologi, Van Zuidam (1983), mengajukan 4 aspek utama, yaitu: 1. Morfologi atau relief umum (morphology) Morfologi adalah konfigurasi roman muka bumi dan kenampakankenampakan ini ditunjukkan oleh pola kontur tertentu. Morfologi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: a. Morfografi, yaitu aspek deskriptif geomorfologi dari suatu daerah, seperti dataran, perbukitan, pegunungan dan plato. b. Morfometri, yaitu aspek kuantitatif dari suatu daerah yang merupakan kenampakan beda tinggi satu tempat dengan tempat yang lainnya pada suatu daerah dan juga curam atau landainya lereng yang disebabkan oleh perbedaan proses geologi baik endogen maupun eksogen di daerah tersebut serta perbedaan litologi dan tingkat resistensi batuan penyusun daerah tersebut.

16

2. Morfogenesis (morphogenesis) Morfogenesis adalah asal dan perkembangan bentuk lahan, proses yang membentuknya dan yang bekerja padanya. Morfogenesis dibagi menjadi 3, yaitu: a. Morfostruktur pasif, yaitu litologi, baik tipe batuan maupun struktur batuan yang berhubungan dengan denudasi, seperti mesa, kuesta, hogbacks dan kubah. b. Morfostruktur aktif, yaitu proses dinamika endogen yang meliputi volkanisme, tektonik lipatan dan sesar, seperti gunungapi, punggungan antiklin dan gawir sesar. c. Morfodinamik, yaitu dinamika eksogen yang berhubungan dengan angin, air dan gerak es dan gerakan massa. Seperti gumuk, punggungan pantai. 3. Morfokronologi (morpho-chronology) Yaitu untuk mengetahui tingkat kedewasaan suatu bentang alam yang saling berhubungan. Contoh: teras sungai muda dan teras sungai tua, pematang pantai muda dan pematang pantai tua. 4. Morpho-arrangement Yaitu susunan keruangan dan jaringan hubungan berbagai bentuk lahan dan proses yang berhubungan. Contoh: point bar, kipas aluvial. Pengelompokan satuan geomorfologi di daerah penelitian menggunakan dua aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek morfometri, aspek morfostruktur dengan memperhatikan harga-harga sudut lereng dan karakteristik prosesnya (Tabel II.1),

17

klasifikasi satuan unit geomorfologi berdasarkan bentukan asalnya (Tabel II.2, Tabel II.3), aspek morfogenesis, serta dengan pengamatan langsung di lapangan.

Tabel II.1. Klasifikasi kelas kemiringan lereng berdasarkan karakteristik proses (sumber: Zuidam, 1983) Kelas lereng 0-2 (0-2%) 2-4 (2-7%) 4-8 (7-15%) Beda Tinggi < 5m Topografi Rata atau hampir rata Landai Keterangan Denudasi tidak terjadi, proses transportasi sulit pada daerah yang kering Gerakan massa bergerak lambat dari jenis yang berbeda khususnya kondisi periglacial, solifluction dan fluvial Kondisi hampir mirip dengan landai tetapi sedikit lebih baik untuk bercocok tanam dan bahaya terhadap erosi tanah Dapat terjadi semua gerakan massa, khususnya periglacial-solifluction, rayapan dan lain-lain. Bahaya terhadap erosi tanah dan longsoran Proses denudasional intensif dari jenis yang berbeda (rayapan dan longsoran), erosi tanah sangat berbahaya Batuan tersingkap, proses denudasional kuat, ketebalan dari endapan tidak beraturan Batuan tersingkap, proses denudasional sangat kuat, bahaya dari runtuhan batu, tidak bisa untuk bercocok tanam, terbatas sebagai hutan

5 50 m

25 75 m

Miring

8-16 (15-30%)

50 200 m

Curam menengah

16-35 (30-70%)

200 500 m

Curam

35-55 (70-140%) > 55 (>140%)

500 1000 m

Sangat curam

>1000 m

Amat sangat curam

18

Tabel II.2. Klasifikasi subsatuan geomorfik asal fluvial (sumber: Zuidam, 1983)

Kode F1

Unit Tubuh sungai

Karakteristik Hampir datar, tidak teratur, dengan batas permukaan air yang bervariasi mengalami erosi Merupakan tubuh air Hampir datar, topografi tak teratur lemah, banjir musiman, erat dengan akumulasi fluvial Lereng landai dan berhubungan erat dengan peninggian dasar oleh akumulasi fluvial Topografi landai-hampir datar, jarang banjir, erat dengan peninggian akumulasi fluvial lakustrin Topografi dengan lereng hampir datarlandai, terajam lemah-menengah Lereng landai-curam menengah, biasanya banjir dan berhubungan erat dengan peninggian oleh akumulasi fluvial Lereng landai-curam menengah, jarang banjir, terajam lemah-menengah Topografi hampir datar tak teratur lemah, oleh pengaruh peninggian oleh akumulasi fluvial lakustrin, dan pengaruh marine Topografi datar-hampir datar, jarang banjir dan peninggian oleh akumulasi fluvial lakustrin, dan pengaruh marine Topografi hampir datar, kadang menyerupai punggungan, sering atau jarang banjir

F2 F3

Danau Dataran limpah banjir

F4

Gosong sungai dan dataran fluvial Backswamp

F5

F6 F7

Teras sungai Kipas aluvial aktif

F8 F9

Kipas aluvial pasif Fluvial deltaic levees and ridges Fluvio deltaic backswamp and basin Delta shore

F10

F11

19

Tabel II.3. Klasifikasi unit geomorfologi asal denudasional (sumber: Zuidam, 1983)

Kode D1

Unit Denudational Slope and Hills Denudational Slope and Hills Denudational Hills and Mountains Paneplains Upwarped Paneplains/Plateau Footslopes

Karakteristik Lereng landai-curam menengah (topografi bergelombang kuat), tersayat lemah-menengah. Lereng curam menengah-curam (topografi bergelombang kuat-berbukit), tersayat menengah tajam. Lereng berbukit curam-sangat curam sampai tofografi pegunungan,tersayat menengah tajam. Hampir datar,topografi bergelombang kuat,tersayat lemah-menengah. Hampir datar,topografi bergelombang kuat,tersayat lemah-menengah. Lereng relatif pendek, mendekati horizontal sampai landai. Hampir datar,topografi bergelombang normaltersayat lemah. Lereng landai menengah,topografi bergelombang kuat pada kaki atau pebukitan dan zona pegunungan yang terangkat,tersayat menengah. Lereng curam-sangat curam,tersayat lemah-menengah Landai-curam,tersayat lemah-menengah Tidak teratur lereng menengah curam,topografi bergelombangberbukit,tersayat menengah. Topografi dengan lereng curam-sangat curam,tersayat menengah.

D2

D3 D4 D5

D6

D7

Piedmonts

D8 D9 D10 D11

Scarps Scree Slopes and Fans Area With Several Mass Movement Badlands

20

Tabel II.4. Klasifikasi bentang alam berdasarkan genesa dan sistem pewarnaannya (sumber: Zuidam, 1983).

No 1 2 3 4 5 6 7 8

Genesa Denudasional Struktural Vulkanik Fluvial Marine Karst Glasial Aeolian

Pewarnaan Coklat Ungu Merah Biru muda Biru tua Orange Biru muda Kuning

Tabel II.5. Klasifikasi satuan topografi berdasarkan aspek morfometri (Van Zuidam dan Cancelado, 1979).
No. Satuan Topografi Kelerengan (%) Beda Tinggi (m)

1 2 3 4 5 6 7

Topografi datar Topografi datar bergelombang lemah Topografi datar bergelombang lemah-kuat Topografi bergelombang kuat-perbukitan Topografi perbukitan-tersayat kuat Topografi tersayat kuat-pegunungan Topografi pegunungan

0-2 3-7 8-13 14-20 21-55 56-140 >140

<5 5-50 25-75 50-200 200-500 500-1000 >1000

21

II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian menggunakan modifikasi pembagian kelas lereng oleh Zuidam, 1983 untuk pemetaan geomorfologi pada skala 1:25.000 daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu: Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1), dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1). II.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1) Satuan geomorfologi ini menempati 10% dari luas keseluruhan daerah penelitian, berkembang di timur daerah penelitian. Satuan tersebar di sebelah selatan Desa Watusigar sampai timurlaut Desa Gendangrejo. Morfologi pada satuan ini berupa perbukitan curam dengan kemiringan lereng rata-rata 30% - 70% (16 - 35). Pola pengaliran yang berkembang adalah dendritik. dan berdasarkan

ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Litologi penyusun dari satuan geomorfologi ini berupa tuf dengan sisipan batupasir. Satuan geomorfologi ini dikontrol oleh aktivitas vulkanisme atau gunung api dan intrusi magma, baik yang berupa akumulasi material lepas atau piroklastik yang terendapkan.

22

Gambar II.2. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan curam vulkanik di Desa Watusigar ( kamera menghadap selatan)

II.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst (K1) Satuan geomorfologi ini menempati 60% dari luas keseluruhan daerah penelitian, berkembang di bagian utara dan selatan daerah penelitian. Di utara

tersebar di Desa Katongan hingga Desa Watusigar, disebelah selatan tersebar di Desa Bejiharjo hingga Desa Ngawis. Morfologi pada satuan ini berupa perbukitan dengan kemiringan lereng rata - rata 15% - 30% (8 - 16), dan pada satuan ini dijumpai banyak gua-gua yang menunjukkan bentangan alam karst. Pola pengaliran yang berkembang adalah dendritik dan multibasinal. Pada satuan ini dijumpai sungai bawah tanah pada Gua Pindul dengan debit air tetap atau

23

permanent dan juga alur - alur sungai yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada alur yang kering dan berdasarkan ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Litologi penyusun dari satuan geomorfologi ini berupa packstone, napal, batulempung, grainstone dan boundstone. Proses endogenik pada daerah ini menyebabkan pengkekaran, struktur geologi antiklin, sesar, sehingga membentuk berbagai macam goa, sedangkan proses eksogeniknya yang telah atau sedang berkembang saat ini adalah proses pelarutan yang tinggi seperti pada Gua Pindul sehingga membentuk stalaktik dan stalakmit berukuran besar yang merupakan bahasan dari studi khusus.

Gambar II.3. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan karst di desa Bejiharjo (Kamera mengahadap utara)

24

II.2.3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1) Satuan geomorfologi ini menempati 30% dari luas keseluruhan daerah penelitian, berkembang di sebelah barat - baratlaut daerah penelitian. Di barat tersebar di Desa Kedungkeris, di baratlaut tersebar di Desa Nglipar. Morfologi pada satuan ini berupa dataran bergelombang lemah dengan kemiringan lereng rata-rata 7% - 15% (4 - 8). Pola pengaliran yang berkembang adalah multibasinal. Pada satuan dijumpai alur-alur sungai yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada alur yang kering. Hanya akan terisi air pada musim hujan atau dapat disebut berdasarkan ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Litologi penyusun dari subsatuan geomorfologi ini berupa packstone, napal, batulempung. Satuan ini dikontrol oleh adanya proses denudasional, seperti proses pelapukan yang masih berlangsung hingga sekarang.

25

Gambar II.4. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Homoklin Terdenudasi di desa Nglipar (Kamera mengahadap utara)

II.2.4 Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1) Morfogenesa fluvial adalah satuan jenis morfologi yang erat hubungannya dengan aliran sungai. Morfogenesa fluvial dihasilkan oleh proses aktivitas air, proses ini mengambil porsi minimal 70% dari seluruh proses eksogenik yang berlangsung di permukaan bumi. Morfogenesa fluvial adalah satuan jenis morfologi yang erat hubungannya dengan aliran sungai. Pengertian sungai disini tidak termasuk di dalamnya alur-alur yang mengalir di lereng bukit dan gunung (ephemeral stream). Morfologi fluvial hanya mungkin dijumpai pada suatu daerah berstadia erosi dewasatua atau telah mengalami peremajaan.

26

Satuan geomorfologi ini menempati sepanjang tubuh sungai Oyo pada daerah penelitian. Morfologi pada satuan ini berupa dataran berelief rendah dengan kemiringan lereng rata-rata 0% - 2%. Yang merupakan hasil rombakan dari material lepas berukuran lempung hingga kerakal. Pola pengaliran yang berkembang pada Sungai Oyo adalah dendritik. Pada anakan sungai Oyo yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada alur yang kering. Hanya akan terisi air pada musim hujan atau dapat disebut berdasarkan ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Sedangkan pada induk sungai Oyo berdasarkan ketersediaan airnya dapat digolongkan sebagai sungai permanent yaitu sungai yang debit airnya tetap.

Gambar II.5. Kenampakan satuan geomorfologi tubuh sungai fluvial pada tubuh sungai Oyo (Kamera menghadap ke utara)

27

II.3 Pola Pengaliran Daerah Penelitian Pola pengaliran adalah suatu kumpulan dari alur-alur sungai di suatu daerah tanpa mempedulikan apakah alur tersebut alur permanen ataupun tidak (Howard, 1987 vide Van Zuidam, 1983). Aktivitas tektonik dan erosi yang menghasilkan bentuk-bentuk lembah sebagai tempat pengaliran air, selanjutnya akan membentuk pola - pola tertentu yang disebut pola aliran. Pola aliran ini berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi, dan sejarah bentuk bumi. Menurut Lobeck (1939), pola pengaliran adalah pola yang dibentuk oleh banyak alur sungai sehingga terbentuk suatu sistem tertentu. Pola pengaliran suatu daerah biasanya memberikan informasi mengenai kondisi litologi dan struktur geologi serta terjadinya hubungan antara pola pengaliran dengan macam bentangalam dengan profil yang bersangkutan. Pola pengaliran merupakan suatu gambaran daerah yang lunak, tempat erosi mengambil bagian dengan aktif dan daerah yang rendah sehingga air permukaan dapat terkumpul dan mengalir. Dalam proses geologi maupun geomorfologi, air memegang peranan penting karena mempunyai kemampuan sebagai pengantar proses pelapukan, erosi, media transportasi dan sedimentasi. Pola pengaliran dikendalikan oleh tingkat resistensi batuan, struktur geologi, dan proses yang langsung di daerah tersebut. Howard (1966), membuat klasifikasi pola pengaliran menjadi 2 macam, yaitu: 1. Pola dasar (basic pattern): merupakan sebuah pola aliran yang mempunyai karakteristik yang khas yang dapat secara jelas dapat dibedakan dengan pola

28

aliran lainnya. Pola dasar ini umumnya berasal dari perkembangan pola dasar yang lain dan kebanyakan dikontrol oleh struktur regional (Gambar 9). 2. Pola ubahan (modified basic pattern): merupakan sebuah pola pengaliran yang berbeda dari bentuk pola dasar dalam beberapa aspek regional. Pola ubahan ini biasanya merupakan ubahan dari salah satu pola dasar (Gambar II.6).

Gambar II.6. Klasifikasi pola aliran sungai yang belum mengalami perubahan menurut (Howard,1967)

29

Gambar II.7. Klasifikasi pola aliran sungai yang telah mengalami perubahan menurut (Howard, 1967)

Beberapa pola aliran dasar yang mengacu pada pola pengaliran dasar dan ubahan dari Howard (1967), sebagai berikut: (1). Dendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon dan cabang-cabang sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut yang runcing. Biasanya terbentuk pada batuan yang homogen dengan sedikit atau tanpa pengendalian struktur. Contoh: pada batuan beku atau lapisan horisontal. (2). Paralel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada daerah dengan morfologi yang paralel dan memanjang. Pola ini mempunyai kecenderungan

30

berkembang ke arah dendritik atau trellis. Contoh: Pada lereng-lereng gunungapi atau sayap antiklin. (3). Trellis, menyerupai bentuk tangga dan sungai-sungai sekunder (cabang sungai) membentuk sudut siku-siku dengan sungai utama, mencirikan daerah pegunungan lipatan (antiklin, sinklin) dan kekar. (4). Rectangular, pola aliran yang dibentuk oleh pencabangan sungai-sungai yang membentuk sudut siku-siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor kekar-kekar yang saling berpotongan dan juga sesar. (5). Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari satu titik pusat, biasanya mencirikan daerah gunungapi atau kubah. (6). Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang tererosi puncaknya atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe subsekuen, cabangnya dapat obsekuen atau resekuen. (7). Multibasinal, pola yang terbentuk oleh banyaknya cekungan-cekungan atau danau-danau kecil, biasanya terbentuk pada daerah rawa atau karst topografi. (8). Contorted, merupakan pola yang berbentuk tidak beraturan, kadang terlihat ada pola trellis. Biasanya berkembang di daerah metamorf yang bertekstur kasar, batuan beku atau pada batuan berlapis yang memiliki resistensi yang sama.

31

Pada daerah penelitian, pola pengaliran yang berkembang di bagi menjadi 2 (dua) yaitu dendritik pada satuan geomorfologi dataran fluvial, satuan perbukitan denudasional yaitu subsatuan perbukitan karst, dan satuan geomorfologi perbukitan curam vulkanik, sedangkan pola pengaliran multibasinal pada satuan geomorfologi perbukitan denudasional yaitu pada subsatuan perbukitan homoklin dan juga pada subsatuan perbukitan karst. II.3.1 Pola pengaliran dendritik Jenis pola aliran dendritik dijumpai di bagian tengah lokasi penelitian. Pola pengaliran ini menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami proses struktur geologi yang masih tergolong sederhana. Lembah-lembah sungai yang berkembang umumnya berbentuk V di hulu dan U pada bagian hilir. II.3.2 Pola pengaliran multibasinal Pola aliran ini paling umum dijumpai di daerah penelitian karena jenis batuan yang hampir seluruhnya karbonatan. Sungai-sungai permukaan jika ditelusuri tibatiba menghilang dan mengalir sebagai sungai bawah permukaan.

32

Gambar II.8. Pola pengaliran daerah penelitian

II.4 Stadia Daerah Kenampakan morfologi saat ini merupakan hasil proses-proses endogen dan eksogen yang bekerja, terutama proses eksogen yang berhubungan langsung dengan proses erosi. Proses erosi yang bekerja setelah terjadinya pengangkatan suatu daerah dan secara terus-menerus akan sampai pada proses pendataran. Proses erosi juga dapat digunakan untuk mengetahui bentuk sungai dan tingkat erosi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat erosi sungai adalah tingkat resistensi batuan terhadap pelapukan dan erosi, kemiringan lereng, iklim (curah hujan), tingkat ketebalan

33

vegetasi, aktivitas organisme (terutama manusia), waktu (lamanya proses erosi yang bekerja) dan permebilitas batuan. Menurut Lobeck (1939) stadia daerah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu: a. Stadia muda, dicirikan dengan keadaan permukaan yang masih rata, pada umumnya sedikit sekali perajangan sungai serta susunan stratigrafinya relatif teratur serta lembahnya sempit dan dangkal, gradien sungai besar, arus sungai deras, lembah berbentuk V, erosi vertikal lebih besar dari pada erosi lateral, dijumpai air terjun dan kadang-kadang danau. b. Stadia dewasa, dicirikan oleh dengan lembah yang besar dan dalam, reliefnya relatif curam, stratigrafinya sudah kacau serta proses erosi yang dominan, gradien sungai sedang, aliran sungai berkelok-kelok atau meander, tidak dijumpai air terjun maupun danau, erosi vertikal berimbang dengan erosi lateral, lembahnya berbentuk U. c. Stadia tua, dicirikan oleh erosi lateral lebih kuat daripada vertikal, lembah sungai lebar dan dangkal, tak dijumpai meander lagi, terbentuk pulau-pulau tapal kuda, arus sungai tidak kuat. d. Stadia rejuvenation (muda kembali), dicirikan dengan perkembangan permukaan yang relatif datar kembali dan terlihat adanya perajangan perajangan sungai kembali.

34

Berdasarkan klasifikasi Lobeck, (1939) daerah penelitian termasuk dalam stadia muda - dewasa dengan morfologi yang masih berupa perbukitan dengan relief mulai dari datar, sedang hingga curam. Berdasarkan pengamatan dilapangan, dijumpai adanya proses pelapukan, pelarutan yang tinggi dan transport sedimen yang berlangsung (Gambar II.9). Stadia muda daerah penelitian ditunjukkan oleh gradien sungai besar dan memperlihatkan kenampakan lembah berbentuk huruf V (Gambar II.10). Hal itu mengindikasikan bahwa dominansi tingkat erosi vertikal lebih besar dibandingkan dengan tingkat erosi horisontal. Stadia dewasa daerah penelitian diperkuat oleh stadia sungai yang memperlihatkan adanya dataran banjir, meandering dan kenampakan lembah sungai berbentuk U(Gambar II.11).

Gambar II.9. Singkapan batugamping karbonat yang sebagian telah mengalami pelapukan di LP 23, Desa Kedungkeris. (kamera menghadap utara)

35

Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia muda dengan kenampakan lembah berbentuk menyerupai huruf V pada anak sungai Oyo, LP 38 Desa Ngilipar (kamera menghadap ke timur Laut)

Gambar II.11. Kenampakan sungai stadia dewasa dengan kenampakan lembah berbentuk menyerupai U di LP 14 Desa Bejiharjo (kamera menghadap utara)

BAB III STRATIGRAFI


III.1 Stratigrafi Regional Berdasarkan ciri litologi pada daerah penelitian, penulis mencoba untuk membandingkan kesamaan antara stratigrafi lokal dengan stratigrafi regional menurut ahli yang telah meneliti daerah penelitian. Secara regional, Van Bemmelen (1949) membagi stratigrafi daerah penelitian yang merupakan bagian dari Pegunungan Selatan dengan urutan dari yang tertua hingga termuda yaitu: a. Formasi Gamping dan Formasi Wungkal Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan batupasirtufaan. Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang berasosiasi dengan gamping terumbu. Ketebalan formasi ini lebih kurang 120 m. Menurut Bothe (1929), bagian bawah formasi ini disebut Wungkal Bed yang berlokasi di Gunung Wungkal sedangkan bagian atasnya Gamping Bed yang berlokasi di Gunung Gamping,keduanya di Perbukitan Jiwo selatan Klaten. Hubungan antara formasi formasi ini belum diketahui secara pasti. Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan (Sumosusastro, 1956 dan Marks,1957) dan peneliti lainnya menafsirkan hubungan kedua formasi tersebut selaras (Bothe, 1929, Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Surono et al. (1989) menyebutnya sebagai Formasi Gamping Wungkal yang merupakan satu formasi

37

yang tidak terpisahkan. Namun demikian semua para peneliti tersebut sepakat bahwa kedua formasi tersebut berumur Eosen Tengah - Eosen Atas. b. Formasi Kebo Butak Terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir tufaan, serpih dan lanau. Dibeberapa tempat dijumpai adanya lava bantal dan intrusi diorit. Ketebalan formasi ini sekitar 800 meter dan diendapkan di lingkungan laut, dan pada umumnya memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-flow deposits). Lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak yang terletak di Subzona Baturagung. Formasi ini tersusun oleh litologi breksi, batupasir tufaan, konglomerat batuapung, batulempung dan serpih yang memperlihatkan

perselingan, dan menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi di lingkungan laut. Formasi ini berumur Oligosen. Ciri Formasi Kebo dan Formasi Butak di beberapa tempat tidak begitu nyata sehingga, pada umumnya beberapa peneliti menyebutnya sebagai Formasi KeboButak yang berumur Oligosen Atas (N1-N3). Menurut Bothe (1929) bagian bawah formasi Kebo-butak ini disebut Kebo Bed yang berlokasi di Gunung Kebo sedangkan bagian atasnya Butak Bed yang berlokasi di Gunung Butak, keduanya di Pegunungan Baturagung selatan Klaten. Kemudian Sumarso dan Ismoyowati (1975) menyatukan keduanya menjadi Formasi Kebo-Butak. c. Formasi Semilir Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir di sekitar Baturagung, terdiri dari perselingan tufa, tufa lapili, batupasir tufaan, batulempung, serpih dan

38

batulanau dengan sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi di lingkungan laut dalam. Ketebalan formasi ini lebih dari 460 m. Bagian bawah formasi ini berlapis baik, berstruktur sedimen perairan, silang - siur skala menengah dan berpermukaan erosi. Dibagian tengahnya dijumpai lignit yang berasosiasi dengan batupasir tuffangampingan dan kepingan gampingan pada breksi gunungapi. Di bagian atasnya ditemukan batulempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15cm dan berstruktur longsoran bawah laut (turbidit). d. Formasi Nglanggran Lokasi tipenya adalah di Gunung Nglanggran lebih kurang 17 km utara Klaten. Formasi ini terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan, yang memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi pada lingkungan laut. Ketebalan formasi ini di dekat Nglipar lebih kurang 530 m. Formasi Nglanggran, pada umumnya selaras di atas Formasi Semilir, akan tetapi di tempat-tempat lainnya,kedua formasi tersebut saling bersilangjari (Surono, 1992). e. Formasi Sambipitu Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu, 15 km di sebelah barat laut Wonosari (Bothe, 1929). Formasi ini tersusun oleh perselingan antara batupasirtufaan, serpih dan batulanau. Struktur sedimen yang berkembang berupa perlapisan, silang-siur, gelembur gelombang, Di bagian atas sering dijumpai adanya struktur slump skala besar. Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran. Formasi Sambipitu melampar di kaki selatan Pegunungan Baturagung. Tebal

39

formasi ini di utara Nglipar lebih kurang 230 m dan menipis kearah timur. Formasi ini merupakan endapan lingkungan laut pada akhir Miosen Awal Miosen akhir (N7 N9). f. Formasi Oyo Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya, terdiri dari perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping pasiran dan napal dengan sisipan batugamping konglomeratan. Ketebalan Formasi Oyo lebih dari 140m. Formasi ini menindih tak selaras Formasi Semilir dan Formasi Nglangran dan menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari. Satuan ini diendapkan pada lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10 -N12). g. Formasi Wonosari Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk morfologi karts, terdiri dari batugamping terumbu, batugamping bioklastik berlapis dan napal. Satuan batuan ini terendapkan di lingkungan laut dangkal (neritik) padaMiosen Tengah hingga Miosen Akhir (N9 - N18). Ketebalan formasi ini lebih dari 800m. Bagian bawah formasi ini dengan bagian atas Formasi oyo, sedangkan bagian atasnya menjemari dengan bagian bawah Formasi Kepek. h. Formasi Kepek Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek, tersusun oleh batugamping berlapis dan napal dengan ketebalan lebih kurang 200 meter. Litologi satuan ini nenunjukkan ciri endapan paparan laut dangkal dan merupakan bagian dari sistem endapan karbonat paparan pada umur Miosen Akhir Pliosen (N15-N18). Formasi

40

ini mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping terumbu Formasi Wonosari. Di atas batuan karbonat tersebut, secara tidak selaras terdapat satuan batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter. Satuan ini menunjukkan ciri sebagai endapan danau di daerah Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu, daerah setempat terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai endapan terrarosa,yang pada umumnya menempati uvala pada morfologi karst. i. Endapan Aluvial Endapan aluvial pada pegunungan Serayu Utara umumnya merupakan endapan sungai, yang terdiri dari kerikil dengan bongkah- bongkah yang terkumpul pada dasarnya yang tertutupi oleh pasir dan lanau.

41

Tabel III.1. Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Bothe, Van Bemmelen,SumarsoIsmoyowati, Surono,dkk).

42

III.2 Stratigrafi Daerah Penelitian Penamaan dan pengelompokan satuan batuan di daerah penelitian mengikuti kaedah penamaan satuan litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan ciri litologi, yang meliputi kombinasi jenis batuan, sifat fisik batuan, kandungan fosil, keseragaman gejala atau genesa, dan kenampakan khas pada tubuh batuan di lapangan yang dipetakan pada skala 1:25.000. Satuan litostratigrafi daerah penelitian didasarkan pada pengamatan fisik litologi di lapangan, analisis petrografi untuk penentuan nama batuan dan analisis paleontologi untuk menentukan umur serta lingkungan pengendapannya. Berdasarkan hal tersebut, satuan batuan di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan litostratigrafi tidak resmi dan 1 (satu) endapan. Berurutan dari tua sampai muda adalah sebagai berikut: a. Satuan Tuf b. Satuan Boundstone c. Satuan Grainstone d. Satuan Packstone e. Endapan Aluvial

III.2.1 Satuan Tuf Satuan ini merupakan satuan tertua di daerah penelitian yang terbentuk pada Kala Miosen Awal.

43

III.2.1.1 Penyebaran dan ketebalan Satuan ini menempati sekitar 10 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di sebelah tenggara daerah Desa Katongan Kecamatan Sawahan dengan ketebalan minimal 250 meter berdasarkan penampang geologi A - B. III.2.1.2 Litologi penyusun Litologi penyusun satuan ini adalah tuf dan terdapat batupasir karbonat sebagai sisipan. Satuan Tuf Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi butiran feldspar, fragmen batuan,kwarsa dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,4mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar gelas vulkanik. Nama petrografi Tuffaceous Lithic Wack (Gilbert, 1982). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 81A, LP 84, LP 86). Batupasir karbonat Berdasarkan analisis petrografi, Sayatan batuan sedimen warna abu-abu kehitaman , tekstur klastik, struktur laminasi, berukuran lanau pasir sangat halus (0,06 -0,2)mm, pemilihan sedang, komposisi feldspar, fosil foram kecil, dan kalsit, fragmen batuan,

lumpur karbonat. Nama Petrografi

Calcareous Sandy Mudstone (Gilbert,1982). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 81B).

44

Gambar III.1. Kenampakan satuan Tuf dengan sisipan batupasir pada LP 81(Kamera menghadap selatan)

III.2.1.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan Satuan tuf ini mengandung tidak fosil mikro maupun makro, namun umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan hanya ditemukan pada batupasir. Berdasarkan analisis paleontologi pada batupasir ditemukan fosil foraminifera planktonik seperti Globoquadrina dehiscens Globoquadrina primordius. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, seperti Amphistegina lessonii (dOrbigny), Epistominella vitrae (Parker). Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini

45

diperkirakan berumur Miosen Bawah N5 - N6 (Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 81). Secara regional satuan ini sebanding dengan Formasi Semilir. III.2.1.4 Hubungan stratigrafi Dilihat dari posisi stratigrafinya, satuan ini merupakan satuan paling tua di daerah penelitian. Batas antara satuan ini dengan satuan di atasnya ditandai dengan perubahan endapan lingkungan laut dalam (N5 - N6) secara berangsur-angsur dengan tidak selaras. Sementara batas dengan satuan di bawahnya sulit teramati di lapangan.
Tabel III.2. Kolom litologi satuan tuf sisipan batupasir

III.2.2 Satuan Boundstone Satuan ini merupakan batugamping terumbu, yang diendapkan pada Kala Miosen Akhir Miosen Tengah.

46

III.2.1.1 Penyebaran dan ketebalan Satuan ini menempati sekitar 5 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di daerah Gelaran Kecamatan Karangmojo. Dengan ketebalan minimal 325 meter berdasarkan penampang geologi A - B. III.2.2.2 Litologi penyusun Litologi penyusun satuan ini adalah boundstone . Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, struktur silangsiur, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar (Lepidocyclina), coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat. Nama Petrografi Boundstone (Dunham, 1962). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 1, LP 110, LP 113).

Gambar III.2. Kenampakan satuan Boundstone pada LP 1(Kamera menghadap utara)

47

III.2.2.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan Satuan boundstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan. Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan boundstone ditemukan fosil foraminifera planktonik seperti Globigerinoides trilobus (Reuss),Globigerinoides foram besar jenis

diminitus, Globoquadrina dehiscens dan juga terdapat fosil

Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, seperti Nodosaria sp, Dentalina sp. Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Bawah N7 - N9 (Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 110, LP 113). Secara regional satuan ini sebanding dengan Formasi Wonosari. III.2.2.4 Hubungan stratigrafi Satuan boundstone ditandai dengan perubahan endapan lingkungan laut

dalam (N5 - N6) secara berangsur-angsur dengan tidak selaras dengan satuan tuf di bawahnya, dan memiliki hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan di atasnya. Satuan ini terbentuk pada kala Miosen Awal Akhir. (Lampiran lepas kolom stratigrafi daerah penelitian).

48

Tabel III.3. Kolom litologi satuan boundstone

III.2.3 Satuan Grainstone Satuan ini diendapkan pada Kala Miosen Tengah, termasuk dalam golongan batugamping karbonat dan mempunyai ukuran butir pasir kasar pasir halus. III.2.3.1 Penyebaran dan ketebalan Satuan ini menempati sekitar 15 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di sebelah utara dan timur daerah Grogol Kecamatan Karangmojo. Dengan ketebalan minimal 100 meter berdasarkan penampang geologi A - B. III.2.3.2 Litologi penyusun Litologi penyusun satuan ini adalah grainstone. Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir sedang, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit,

plagioklas, dan lumpur karbonat. Nama petrografi Grainstone (Dunham, 1962). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 3, LP 6 dan LP 114).

49

Gambar III.3. Kenampakan satuan Grainstone pada LP 114 (Kamera menghadap selatan)

III.2.3.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan Satuan garinstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan. Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan fosil foraminifera planktonik seperti Orbulina universa, Globigerina bulbosa (LeRov),Globoquadrina dehiscens,Globigerinoides altiaperturus.

Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, Nonionella sp dan Rotalia sp. Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah N11 - N12

50

(Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 3). Secara regional satuan ini sebanding dengan Formasi Wonosari. III.2.3.4 Hubungan stratigrafi Satuan ini diendapankan lingkungan laut neritik tengah (N11 - N12) dan memiliki hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan boundstone dan packstone. Satuan ini terbentuk pada kala Miosen Tengah. (Lampiran lepas kolom stratigrafi daerah penelitian).

Tabel III.4. Kolom litologi satuan grainstone

III.2.4 Satuan Packstone Satuan ini merupakan satuan termuda pada daerah penelitian, pada satuan ini terdapat napal sebagai sisipan dan terendapkan pada kala Miosen Akhir.

51

III.2.4.1 Penyebaran dan ketebalan Satuan ini tersingkap di sebelah utara sampai tenggara daerah penelitian dengan luas sekitar 70 %. Satuan ini memiliki ketebalan minimal 300 meter berdasarkan penampang A - B. III.2.4.2 Litologi penyusun Litologi penyusun satuan ini adalah packstone dan juga terdapat sisipan napal. Satuan Packstone Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik,

didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (<0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram besar dan kecil, feldspar, dan lumpur karbonat. Nama petrografi Packstone (Dunham, 1962). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 21, LP 42a, LP 66 dan LP 101). Napal Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu keputihan - kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01-0,06mm) dengan butiran feldspar, fosil dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,5mm, bentuk butir menyudut tanggung - membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar lumpur karbonat dan mineral lempung. Nama petrografi Marl (Gilbert, 1982). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 42b).

52

Gambar III.4. Kenampakan satuan Packstone pada LP 42 (Kamera menghadap timur laut).

III.2.4.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan Satuan packstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan. Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan fosil foraminifera planktonik seperti Globigerina bulbosa (LeRov), Globigerinoides

trilobus, Globigerinoides altiaperturus dan Orbulina universa. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, Amphistegina lessonii (dOrbigny) dan Elphidium sp.

53

Hadirnya fosil - fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah - Miosen Akhir (N11 - N16). (Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 28, LP 42, LP 66 dan LP 101). Secara regional satuan ini sebanding dengan Formasi Oyo. III.2.4.4 Hubungan stratigrafi Satuan ini diendapankan lingkungan laut neritik tepi (N13 - N15) dan memiliki hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan grainstone dan boundstone. Satuan packstone merupakan satuan termuda di daerah penelitian (Lampiran lepas kolom stratigrafi daerah penelitian).

Tabel III.5. Kolom litologi satuan packsone

54

III.2.5 Endapan Aluvial III.2.5.1 Penyebaran dan ketebalan Endapan aluvial menempati sepanjang tubuh sungai di daerah penelitian. III.2.5.2 Litologi penyusun Endapan ini terdiri dari material-material lepas dengan ukuran lempung sampai bongkah yang belum terkonsolidasi, yang berasal dari batuan yang terdapat di sekitar aliran sungai.

Gambar III.5.Kenampakan Endapan Aluvial pada tubuh sungai (Kamera menghadap utara).

55

III.2.5.3 Umur dan lingkungan pengendapan Endapan aluvial di daerah penelitian diperkirakan berumur Holosen atau Resen karena pengendapan satuan ini masih berjalan sampai sekarang. Satuan ini terdapat di lingkungan darat. III.2.5.4 Hubungan stratigrafi Satuan ini mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan batuan yang lebih tua, yang dicirikan dengan adanya bidang erosi sebagai bukti adanya ketidak selarasan.

Kolom stratigrafi daerah penelitian yang merupakan gabungan dari kolom litologi masing-masing satuan dapat dilihat pada lampiran lepas kolom stratigrafi daerah penelitian.

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI


IV.1. Struktur Geologi Regional Struktur geologi regional tidak terlepas dari sifat dan pergerakan lempeng Samudra Hindia Australia ke utara yang menumbuk lempeng Eurasia dan kerak benua dari lempeng sunda membentuk sistem busur kepulauan yang disebut sunda arc system, Asikin (1987). Dalam perjalananya tumbukan lempeng lempeng tektonik tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan pola tatanan serta bentuk cekungan sedimentasi di Indonesia pada umumnya dan di pulau Jawa pada khususnya, Situmorang, dkk (1976). Penyusunan pola sesar di pulau Jawa didasarkan pada konsep tektonik Moddy dan Hill (1956). Hasil analisisnya menyatakan bahwa semua sesar yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dikelompokan menjadi orde I, kedua dan ketiga dari sistem struktur sesar Pulau Jawa yang berarah Timurlaut Baratdaya, sedangkan struktur lipatan yang terbentuk di Pulau Jawa yang berarah relatif Barat timur. Menurut Purnomo dan Purwoko (1994), dalam sistem Active Margin, tatanan tektonik Tersier P. Jawa disusun oleh unsur tektonik utama yang terdiri dari penunjaman lempeng Hindia, zona subduksi dan akresi selatan Jawa, busur magmatik Cekungan Jawa Selatan menurut sistem tersebut ( Active Margin ), termasuk dalam cekungan busur muka ( fore arc basin ). Cekungan Pegunungan Selatan merupakan bagian dalam cekungan busur muka tersebut. Selain tatanan tektonik Tersier tersebut,

57

terdapat petunjuk adanya kontrol tatanan tektonik Pra-tersier terhadap pembentukan dan konfigurasi cekungan Tersier. Daerah penelitian termasuk dalam sistem Active Margin tatanan tektonik Tersier P. Jawa bagian cekungan Jawa Selatan (Asikin, 1987) termasuk dalam cekungan busur muka (fore arc basin), di mana pembentukan serta perkembangan struktur selanjutnya dipengaruhi oleh sifat - sifat gerak dan pertemuan antara lempeng Hindia - Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng Eurasia (Gambar IV.1).

= Area lokasi penelitian


Gambar IV.1. Plate Tectonic ( Asikin, 1987 )

Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan berupa perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan, perlapisan homoklin yang terdapat pada bentang alam Sub Zona Pegunungan Baturagung mulai dari Formasi Kebo Butak di sebelah utara hingga Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo di sebelah selatan. Perlapisan tersebut

58

mempunyai jurus lebih kurang berarah barat timur dan miring ke selatan. Kemiringan perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara 20 35 menjadi 5 15 di sebelah selatan. Bahkan pada Sub Zona Cekungan Wonosari, perlapisan batuan yang termasuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari mempunyai kemiringan sangat kecil atau bahkan datar sama sekali. Tidak kalah menariknya, pada Formasi Semilir di sebelah barat, antara Prambanan Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah baratdaya. Di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun Jentir, perlapisan batuan miring ketimur. Perbedaan jurus dan kemiringan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks, Van Bemmelen,1949), atau sebab lain, misalnya updoming yang berpusat di Perbukitan Jiwo, atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi pada zaman Tersier. Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic fault blocks (Van Bemmelen, 1949). Sesar utama berarah baratlaut tenggara dan setempat - setempat berarah timurlaut baratdaya. Di kaki selatan (Sambipitu ) dan kaki timur ( Sambeng ). Pegunungan Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri. Sesar ini berarah hampir utara selatan dan memotong lipatan yang berarah timulaut baratdaya. Tanda tanda sesar di sebelah selatan (K.Nagalang dan K. Putat) serta di sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan Sambeng) sebagai bagian dari longsoran besar (mega slumping) batuan gunungapi. Di sebelah barat, K. Opak diduga dikontrol oleh

59

sesar bawah permukaan yang berarah timurlaut baratdaya dimana blok barat relatif turun terhadap blok timur. Struktur lipatan banyak terdapat di sebelah utara G. Panggung, berupa sinklin dan antiklin. Ketiinggian batuan gunungapi ini dengan ketinggian G.Gajahmungkur disebelah timurlaut diantaranya oleh sinklin yang berarah tenggara baratlaut. Struktur sinklin juga dijumpai di sebelah selatan yaitu pada Formasi Kepek dengan arah timurlaut baratdaya. Situmorang (1976), menyusun pola sesar di Pulau Jawa berdasarkan konsep tektonik Moody dan Hill ( 1956 ). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa semua sesar yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dikelompokkan menjadi orde pertama, kedua dan ketiga dari sistem Wrench Fault ( Gambar IV.2 ).

Gambar IV.2. Gambaran umum struktur geologi Pulau Jawa dan Madura, ( Situmorang, dkk, 1976 )

60

Dari Gambar IV.2 pada area penelitian terdapat suatu pelurusan dengan arah relatif tenggara barat laut. IV.2 Struktur Geologi Daerah penelitian Berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan yang telah dilakukan, maka diperoleh data tentang struktur geologi berupa struktur lipatan, kekar dan struktur sesar. Struktur kekar yang ada terbentuk karena adanya gaya tekan (kompresi), serta adanya gaya tarik (tension) dan struktur sesar terbentuk akibat pengaruh dari struktur geologi regional. IV.2.1 Struktur Lipatan Hansen (1971) vide Ragan (2009) mendefinisikan lipatan sebagai hasil perubahan bentuk suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsur garis atau bidang di dalam bahan tersebut, yang disebabkan oleh dua macam mekanisme gaya yaitu buckling (melipat) dan bending (pelengkungan). 1. Buckling (melipat), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng. 2. Bending (perlengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus permukaan lempeng.

61

Gambar IV.3. Aspek geometri pada lipatan (Fossen, 2010)

Tabel IV.1. Tabel klasifikasi lipatan (Fluety, 1964 vide Ragan, 2009)

62

Gambar IV.4. Klasifikasi lipatan berdasarkan orientasi hinge line dan axial surface (Fleuty, 1964 vide Fossen, 2010)

Struktur lipatan yang terjadi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses tektonik regional. Struktur lipatan yang terjadi adalah antiklin Grogol. Antiklin Grogol Antiklin Grogol memiliki arah sumbu relatif barat laut-tenggara dengan kemiringan berlawanan yakni N 285E/ 4 dan N 115E/ 5.

63

IV.2.2 Struktur Kekar Kekar adalah rekahan pada batuan yang belum mengalami pergeseran atau perubahan. Struktur kekar pada daerah penelitian berupa kekar gerus dan kekar tarik. Kekar gerus atau shear fracture terjadi akibat gaya kompresi atau gaya tekan, bersifat tertutup, ukurannya dari beberapa cm-m, bahkan mencapai puluhan meter, terbentuk menyudut terhadap datangnya arah gaya utama dan biasanya terdiri dari sepasang arah ( N 164E/ 46 dan N 302/ 48 ) (Gambar IV.5) dan kekar tarik atau gash fracture terjadi akibat tarikan, bersifat terbuka dan tidak berpasangan ( N 306E/ 59, N 300E/ 55, N 302E/ 49, N 285E/ 59, N 301E/ 46, N 293E/ 50 ) (Gambar IV.6). Kedua kekar tersebut dijumpai pada litologi grainstone.

64

Gambar IV.5. Kenampakan kekar gerus pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo. (Kamera menghadap ke timurlaut)

Gambar IV.6. Kenampakan kekar tarik pada grainstone, LP 1 Desa Bejiharjo ( kamera menghadap ke timurlaut )

65

IV.2.3 Struktur Sesar Struktur sesar merupakan suatu rekahan yang terjadi pada massa batuan yang telah mengalami deformasi/pergeseran, terhadap bidang rekahan yang terbentuk sepanjang garis lurus (translasi) atau berputar (rotasi) (Ragan, 1985). Unsur-unsur geologi yang mengindikasikan adanya sesar pada suatu daerah antara lain: bidang sesar, gawir, kelurusan topografi, kelurusan sungai, perbedaan offset litologi dan topografi, penjajaran mataair, air terjun dan breksiasi. Sesar yang berkembang di daerah penelitian antara lain sesar geser dan sesar naik. Penamaan sesar berdasarkan nama geografis tempat atau daerah yang dilalui sesar. IV.2.3.1 Sesar Geser Oyo Moody dan Hill (1956), membuat model pembentukan sesar mendatar yang dikaitkan dengan sistem tegasan. Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa sesar orde I membentuk terhadap tegasan utama. Sesar orde I baik sudut kurang lebih 30o dekstral maupun sinistral merupakan sesar utama yang pembentukannya dapat terjadi bersamaan atau salah satu saja. Selanjutnya sesar orde II mempunyai ukuran yang lebih kecil dan membentuk sudut tertentu terhadap sesar orde I.

66

Gambar IV.7. Sesar mendatar model Moody dan Hill (1956)

Sesar geser Oyo merupakan sesar geser utama pada daerah penelitian dengan arah relatif utara-selatan dengan kedudukan N 350/ 50 . Penarikan garis sesar geser Oyo didasarkan pada data data sekunder di lapangan dan interpretasi peta topografi untuk mengamati pola kelurusan dan juga dengan mengamati adanya data-data primer di lapangan. (Lampiran lepas peta geologi).

67

Gambar. IV.8. Kenampakan sesar minor yang mencirikan struktur sesar geser Oyo, LP 22 Kali Oyo (Kamera menghadap utara)

Gambar. IV.9. Kenampakan kelurusan sesar geser Oyo, LP 22 Kali Oyo (Kamera menghadap timurlaut)

68

Bidang sesar kekar 1

: 350/50 :164/46 :72/ 165N

Gambar IV.10. Hasil analisa sesar geser Oyo (Penulis, 2013)

IV.2.3.2 Sesar Naik Pindul Sesar naik Pindul merupakan sesar naik yang bekerja dalam skala lokal di daerah penelitian dengan arah umum kelurusan relatif barat-timur. Lintasan sesar naik Pindul ditentukan berdasarkan interpretasi peta topografi untuk mengamati pola kelurusan dan data primer berupa bidang sesar pada satuan grainstone dengan kedudukan N 125E/30, dan perbedaan litologi. (Lampiran lepas peta geologi).

69

Gambar IV.11. Kenampakan bidang sesar yang mencirikan sesar naik pada satuan grainstone , LP 114 Desa Bejiharjo. (Kamera mengahadap selatan)

Gambar IV.12. Kenampakan singkapan batas kontak antara boundstone dan grainstone. LP 1 Gua Pindul. (Kamera menghadap timur)

70

Bidang sesar : 125/30 Kekar : 263/49 1 : 5 / 74 2 : 273 / 85 Gambar IV.13. Analisa Struktur sesar naik Pindul

IV.3. Mekanisme dan Genesa Struktur Geologi di Daerah Penelitian Struktur geologi yang terjadi pada daerah penelitian merupakan produk tektonik terakhir atau setelah fase pengangkatan sehingga sekarang ini menjadi darat. Fase pertama diawali dengan adanya perlipatan, yaitu antiklin Grogol dengan arah sumbu relatif baratlaut-tenggara dengan kemiringan berlawanan yakni N 285E/ 4 dan N 115E/ 5. Karena adanya perlipatan yang dikontrol oleh adanya gaya kompresi membentuk terjadinya kekar - kekar yang terjadi di daerah penelitian yaitu berupa kekar gerus dan kekar tarik.

71

Setelah terbentuk kekar, dengan adanya tektonik menyebabkan terbentuknya sesar geser Oyo yang merupakan sesar geser utama pada daerah penelitian dengan pola kelurusan relatif baratlaut - tenggara. Akibat adanya kompresi yang berlangsung secara terus smenerus menimbulkan terbentuknya sesar naik Pindul dengan arah relatif barat timur.

BAB V SEJARAH GEOLOGI


Sejarah geologi merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari sejarah terbentuknya bumi dan peristiwa peristiwa yang pernah terjadi, dengan bertitik tolak pada teori teori atau hipotesa hipotesa terhadap segala sesuatu yang merupakan rekaman kejadian pada masa lampau ataupun kejadian masa kini dalam pengertian ruang dan waktu, yang bertujuan mengetahui sejarah geologinya ( Sukandarrumidi, 1992 ). Sejarah geologi daerah penelitian diawali pada Kala Miosen Awal pada lingkungan darat, ditandai dengan adanya aktivitas vulkanisme yang menghasilkan material material berukuran pasir sampai bongkah, yang mengalami pelongsoran. Aktifitas ini mengakibatkan terbentuknya satuan tuf dengan sisipan batupasir (Formasi Semilir). Pada Kala Miosen Tengah, paras air laut kembali naik (transgresif) ke level neritik. Laut semakin mendalam lalu berlangsung pengendapan satuan boundstone (Formasi Wonosari) pada fase yang sama juga terendapkan satuan grainstone (Formasi Wonosari) yang memiliki hubungan saling menjari dengan satuan boundstone (Formasi Wonosari) dan memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan tuf (Formasi Semilir). Paras air laut kemudian turun pada lingkungan neritik tepi dimana berlangsung pengendapan satuan packstone pada Kala Miosen Akhir (Formasi Oyo).

73

Setelah satuan tuf, boundstone, grainstone dan packstone terbentuk, terjadi pengangkatan hebat sehingga semua satuan di daerah penelitian terangkat dan berubah lingkungan menjadi lingkungan darat. Saat ini (Resen), di daerah penelitian sedang berlangsung pengendapan endapan aluvial yang merupakan rombakan dari batuan yang lebih tua sebagai salah satu karakteristik endapan berumur kuarter (Holosen) yang tersingkap pada tubuh sungai di daerah penelitian. Mekanisme pembentukan struktur geologi di daerah penelitian merupakan hasil dari tektonik Boundstone,Grainstone yang terjadi pada fase pengangkatan setelah satuan dan Packstone terendapkan, yang diawali dengan

pembentukan lipatan dengan arah sumbu relatif barat-timur. Kemudian terbentuk sesar naik Pindul dengan arah kelurusan relatif barat-timur dan diikuti oleh sesar geser dengan arah relatif utara-selatan. Sesar Naik Pindul merupakan hasil dari pergerakan Sesar Geser Oyo Proses proses eksogenik berupa pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi berupa endapan aluvial yang mengisi lembah-lembah sungai. Proses proses inilah yang mengontrol pembentukan morfologi yang ada di daerah penelitian dan masih berlangsung hingga sekarang.

BAB VI GEOLOGI LINGKUNGAN


Geologi Lingkungan adalah interaksi antara manusia dengan lingkungan geologis. Lingkungan geologis terdiri dari unsur-unsur fisik bumi (batuan, sedimen, tanah dan fluida) dan unsur permukaan bumi, bentang alam dan proses-proses yang mempengaruhinya. Bagi kehidupan manusia, lingkungan geologis tidak hanya memberikan unsur-unsur yang menguntungkan atau bermanfaat seperti ketersediaan air bersih, kesuburan tanah, mineral ekonomis, bahan bangunan, bahan bakar dan lain-lain, tetapi juga memiliki potensi bagi terjadinya bencana seperti gempa bumi, longsoran letusan gunung api dan banjir. Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu lingkungan, karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita mengenai bumi dan membahas interaksi manusia dengan seluruh aspek yang ada disekelilingnya, termasuk aspek geologis serta dampaknya bagi kehidupan manusia. Karena itu filosofi utama dari geologi lingkungan adalah konsep manajemen lingkungan yang didasarkan pada sistem geologi untuk pembangunan berkelanjutan dan bukan pada beban lingkungan yang tidak bisa diterima. Studi Geologi Lingkungan meliputi 3 (tiga) aspek penting yaitu: 1. Bencana alam seperti banjir, longsoran, gunungapi dan gempabumi 2. Sumber daya geologi seperti logam, batuan, minyak bumi dan air 3. Permasalahan-permasalahan lingkungan seperti penanganan sampah dan kontaminasi air tanah.

75

Geologi lingkungan di daerah penelitian meliputi sumberdaya geologi, bencana geologi dan permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. VI.1 Sumberdaya Geologi Sumberdaya geologi merupakan potensi alamiah yang terkandung di dalam bumi yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan sehingga bisa meningkatkan taraf hidup. Sumberdaya geologi di daerah penelitian meliputi sumberdaya air, sumberdaya tanah dan potensi bahan galian. VI.1.1 Sumberdaya air Kebutuhan air bersih di daerah penelitian masih tergolong kurang. Sejumlah tempat sulit mendapatkan air bersih, meskipun daerah penelitian sebagian besar dilewati aliran Kali Oyo. Hal ini disebabkan karena litologi pada daerah penelitian yang umumnya sedimen karbonatan tidak produktif sebagai akuifer. Kebanyakan masyarakat di daerah penelitian memanfaatkan aliran Kali Oyo sebagai sumber air yang digunakan untuk mandi, mencuci maupun untuk mengairi persawahan (Gambar VI.1). Meskipun kandungan air Kali Oyo berlimpah dan tidak pernah kering, namun air dari Kali Oyo bukanlah sumber air yang jernih karena berwarna kecoklatan dan kadang kadang mengandung lumpur jika musim hujan tiba.

76

Gambar VI.1. Pemanfataan air dari Kali Oyo untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari. (Kamera menghadap utara)

Namun di beberapa tempat tertentu,terutama di Desa Klayar potensi air bersih cukup melimpah sehingga warga dan pemerintah setempat membangun waduk untuk keperluan air bersih, irigasi bahkan dijadikan tempat wisata Desa Klayar meskipun belum banyak masyarakat luar yang mengetahui keberadaan danau tersebut (Gambar VI.2).

77

Gambar VI.2 . Danau di Desa Klayar yang di gunakan masyarakat sebagai sumber air bersih, irigasi maupun tempat wisata. (Kamera menghadap barat)

VI.1.2 Sumberdaya tanah Tanah adalah campuran bagian bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu. Pada daerah penelitian kondisi tanah sangat baik sehingga dimanfaatkan masyarakat untuk lahan persawahan dan perkebunan, seperti perkebunan jagung, minyak kayu putih, kacang tanah dan singkong.

78

Gambar VI.3.Pemanfaatan sumberdaya tanah di daerah penelitian (Kamera menghadap selatan)

VI.1.3 Potensi bahan galian Selain air dan tanah, bahan galian juga sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Karena daerah penelitian didominasi oleh litologi batugamping, maka potensi bahan galian yang ada pada daerah penelitian yaitu penambangan batugamping.

79

Batugamping Potensi batugamping pada daerah penelitian cukup besar karena litologi penyusun daerah penelitian didominasi oleh batuan karbonat. Penambangan batugamping di daerah penelitian masih bersifat sederhana dan dilakukan oleh masyarakat sekitar. Penambangan batugamping ini umumnya digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah masyarakat, bahan untuk penstabilan jalan dan juga sebagian besar diekspor ke Bali yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan ukiran patung dan lain sebagainya.

Gambar VI.4. Penambangan batugamping di Desa Kedungkeris Kecamatan Bulu (Kiri) Penambangan batugamping di Desa Bejiharjo (Kanan). (Kamera menghadap selatan)

80

VI.2 Bencana Geologi Bencana merupakan suatu kejadian yang datang secara tiba-tiba dan menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Bencana bisa berlansung dalam jangka waktu yang cepat maupun lambat. Bencana terjadi karena adanya pengaruh kondisi geografis dan geologi dari suatu daerah. Pada daerah penelitian, bencana geologi yang sering terjadi adalah bencana banjir. Banjir Kondisi litologi daerah penelitian yang potensial sebagai tempat mengalirnya mata air, baik mata air dipermukaan tanah maupun sungai bawah tanah, menjadikan daerah penelitian beresiko bencana yaitu bencana banjir. Faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah karena terdapat sungai Oyo dan juga sungai bawah tanah. Apabila musim hujan melanda daerah penelitian sering diterpa banjir karena meluapnya air pada sungai Oyo maupun sungai bawah tanah. Meskipun tidak pernah menimbulkan korban jiwa, akan tetapi bencana banjir sering merugikan masyarakat setempat karena mengganggu aktivitas para wisatawan sehingga keuntungan yang diraih masyarakat setempatpun berkurang.

BAB VII HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL
VII.1 Latar Belakang Studi khusus dengan judul HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL ini dilatar belakangi oleh keingintahuan penyusun tentang faktor faktor apa saja yang turut berperan serta dalam pembentuukan Gua Pindul, yang dilakukan berdasarkan analisa petrografi litologi penyusun dan analisa porositas. Gua Pindul merupakan salah satu objek wisata yang terletak di daerah Bejiharjo Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul. Gua Pindul sudah terkenal sejak tahun 2010, meskipun di daerah Gunungkidul terdapat banyak gua, akan tetapi Gua Pindul masih menduduki peringkat pertama sebagai tempat wisata favorit karena memiliki banyak keunikan. Salah satu keunikan dari gua ini adalah karena terdapat stalaktit dan stalakmit dalam jumlah yang banyak dan berukuran besar dan masih terus berproses. Gua Pindul berada pada koordinat 75542 dan 1103853 dengan panjang 300 m yang terbagi dalam 3 (tiga) zona, yakni zona terang, gelap dan kemudian terang lagi. Bagaimana dengan pembentukkan Gua Pindul ? Jawaban ini mengacu pada sebuah kalimat The Present Is The Key To The Past sebagaimana yang kita ketahui, segala sesuatu yang terjadi saat ini pasti melalui proses yang begitu panjang pada masa lampau begitu pula dengan pembentukkan Gua

82

Pindul. Selain karena litologi, masih banyak hal-hal lain yang turut serta dalam pembentukkan goa ini, salah satunya adalah jenis porositas dari litologi batuan penyusun yang bersifat karbonatan. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul, maka diperlukan studi khusus.

Gambar VII.1. Kenampakan Gua Pindul (Kamera menghadap timur)

VII.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis fasies dan porositas batuan karbonat. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara fasies dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul.

83

VII.3. Batasan Masalah Study khusus ini dilakukan dengan cara memetakan daerah study khusus yaitu Gua Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo dengan skala 1 : 5000. Banyak para ahli yang membahas tentang fasies batugamping dengan menggunakan cara yang berbeda dan di daerah tertentu. Namun dalam studi fasies satuan batuan karbonat ini, menggunakan analisis petrografi yang mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) kemudian untuk mengetahui fasiesnya penyusun mengarah ke pendekatan fasies model Wilson (1975). Sedangkan untuk jenis porositas, penyusun menggunakan metode petrofisik untuk menguji sifat fisik batuan menggunakan metode analisis uji sifat batuan yang dilakukan di laboratorium AKPRIND Yogyakarta, dan hasil perhitungan porositas akan dimasukkan dalam klasifikasi CEGM dan Lemmans (1979). VII.4 Dasar Teori VII.4.1 Batugamping Batugamping merupakan batuan karbonat yang terdiri dari hampir seluruhnya kalsium karbonat (CaCO3), atau secara spesifik adalah merupakan suatu batuan sedimen karbonat yang mengandung lebih dari 95% kalsit dan kurang dari 5% dolomit ( Reijes dan Hsu, 1986 dalam Widada, 1999 ). Sistem pengendapan batuan karbonat berbeda dengan sistem pengendapan batuan sedimen klastik lainnya. Pada proses pengendapan batuan karbonat, diperlukan suatu kondisi lingkungan tertentu yang memenuhi persyaratan, seperti: pengaruh sedimen klastik asal darat, pengaruh iklim dan suhu, pengaruh kedalaman, serta pengaruh mekanik, untuk proses

84

pertumbuhan dan perkembangan kehidupan organisme dengan baik. Organisme juga sangat berperan dalam pembentukan batuan karbonat, yaitu sebagai penghasil unsur CaCO3. Klasifikasi batugamping menurut beberapa ahli dalam Widada (1999), yaitu: 1. Pettijohn (1957 dan 1962) Mengklasifikasi batuan karbonat menjadi 3 komponen utama, yang berdasarkan genesanya, yaitu: batugamping autocthonous, batugamping allocthonous dan batugamping metasomatik. 2. Folk (1962) Membuat klasifikasi batugamping berdasarkan 3 komponen utama batuan karbonat, yaitu: butiran, sparit dan mikrit. 3. Dunham (1962) Membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur pengendapan, yaitu: butiran didukung oleh lumpur, butiran saling menyangga, komponen yang saling terikat pada waktu pengendapan dengan dicirikan adanya struktur tumbuh dan tekstur pengendapan yang tidak teramati dengan jelas. 4. Embry dan Klovan (1971) Merupakan modifikasi dari klasifikasi yang diusulkan oleh Dunham, 1962, dengan pembagian: batugamping allocthonous dan batugamping autocthonous.

85

5. Plumley et. al (1962) Mengklasifikasi batuan karbonat berdasarkan indeks energinya, yaitu pada kondisi air laut yang tenang, pada kondisi air laut yang sedikit bergelombang, pada kondisi air laut yang bergelombang lemah, pada kondisi air laut yang bergelombang sedang, pada kondisi air laut yang bergelombang kuat. 6. Koesoemadinata (1981). Klasifikasi berdasarkan pada beberapa modifikasi dari beberapa klasifikasi batuan karbonat, dan dari klasifikasi ini diperoleh type gamping utama, yang pemakaiannya ditekankan pada pengenalan dilapangan, pengenalan tekstur dan pengenalan jenis butirannya, yaitu type gamping kerangka, type gamping klastik, type gamping afanitik, type gamping kristalin. Dari beberapa klasifikasi diatas, dalam pembahasan ini menggunakan klasifikasi dari Dunham (1962) yang berdasarkan tekstur pengendapannya, karena pada daerah penelitian sangat mudah dikenali dengan menggunakan klasifikasi ini.

86

Tabel VII.1. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (dalam Gary Nichols , 2009)

87

Pembagian fasies didasarkan atas beberapa aspek, (Said, 1992) yaitu : Produk batuan Genesa atau proses terbentuknya batuan Lingkungan dimana batuan terbentuk Aspek tektonik Menurut Hukum Walter (Walter Laws of Facies, 1984) variasi sedimen untuk fasies yang sama adalah sama, sedimen pada fasies yang berbeda terletak sebelah menyebelah. Kontak antar fasies bisa meliputi : Kontak non erosional, apabila fasies berkembang dan diikuti dengan fasies yang lain sesuai dengan waktu Kontak tegas, apabila erosi tidak ada / tidak berarti, dimana fasies terbentuk dalam lingkungan pengendapan yang luas dengan dimensi yang besar. Assosiasi fasies yaitu kumpulan fasies yang terbentuk bersama sama dan mempunyai hubungan, baik genesa maupun lingkungannya. Analisa fasies secara vertikal dan teratur disebut sekwen, (Said, 1992) Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan perubahan fasies, (Said, 1992): Proses Sedimentasi Proses sedimentasi sangat berpengaruh dalam distribusi dan perubahan fasies, yang disebabkan oleh terjadinya progradasi.

88

Suplai Material Berpengaruh dalam pembentukan ketebalan fasies dan macam material sedimennya.

Iklim Iklim secara luas memberikan perbedaan source area dan lingkungan pengendapan.

Tektonik Tektonik merupakan penyebab perubahan fasies secara lokal yang disebabkan oleh gerak-gerak vertikal dan kemiringan sesar blok.

Perubahan Permukaan Air Laut Perubahan permukaan air laut (trangresi atau regresi) akan menyebabkan terjadinya perubahan kedalaman air laut, sehingga sedimen yang dihasilkan menjadi berbeda. Aktifitas Biologis Sedimen organik dapat berupa pertumbuhan koral dan organisma lainnya yang membentuk lapisan cukup tebal. Dengan adanya arus dan erosi, maka akan terendapkan organisma yang telah mati.

Komposisi Kimia Air Salinitas dan komposisi kimia air laut dan danau bervariasi dari tempat yang satu dengan tempat yang lain sepanjang waktu geologi.

89

Vulkanisme Aktifitas volkanisme pengaruhnya lokal, terutama pada sedimen intra basinal. Adanya gunung gunung api dan munculnya pulau pulau adalah penyebab perubahan lingkungan secara cepat. Penyususn batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun

batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain, matriks dan semen. 1. Non Skeletal grain, terdiri dari : a. Ooid dan Pisoid Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid. b. Peloid Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 0,5 mm. Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet (Tucker 1991). c. Agregat dan Intraklas Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah

90

terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991). 2. Skeletal Grain Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker, 1991). 3. Lumpur Karbonat atau Mikrit Mikrit merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar (Tucker, 1991). 4. Semen Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat.

91

VII.4.2 Fasies Model Wilson ( 1975 ) Wilson (1975) mengemukakan suatu penampang fasies karbonat yang ideal dengan memperlihatkan jalur fasies secara standar dan interpretasi lingkungan pengendapan pada tepi paparan berdasarkan kemiringan, umur geologi, energi air, dan iklim adalah sebagai berikut: 1.Basin Fasies Lingkungan basin fasies merupakan lingkungan yang terlalu dalam dan gelap bagi kehidupan organisme benthonik dalam menghasilkan karbonat, sehingga adanya karbonat hanya tergantung kepada pengisian oleh material yang berukuran butir sangat halus dan merupakan hasil runtuhan plangthonik. 2. Open Shelf Fasies Open shelf fasies merupakan lingkungan air yang mempunyai kedalaman dari beberapa puluh meter sampai beberapa ratus meter, umumnya mengandung oksigen, berkadar garam yang normal dan mempunyai sirkulasi air yang baik. 3. Toe of Slope Karbonat Fasies Toe of Slope Karbonat Fasies merupakan lingkungan yang berupa lereng cekungan bagian bawah, dengan material material endapannya yang berasal dari daerah daerah yang dangkal. Kedalaman, kondisi gelombang, dan kandungan oksigen masih serupa dengan fasies 2.

92

4. Fore Slope Fasies Fore Slope Fasies merupakan lingkungan yang umumnya terletak diatas bagian bawah dari "oxygenation level" sampai diatas batas dasar yang bergelombang, dengan material endapannya yang berupa hasil rombakan. 5. Organic ( ecologic ) Reef Fasies Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas permukaan dan terjadinya sedimentasi. 6. Sand on Edge of Platform Fasies Sand on Edge of Platform Fasies merupakan daerah pantai yang dangkal, daerah gosong - gosong pada daerah pantai ataupun bukit bukit pasir. Kedalamannya antara 5 10 meter sampai diatas permukaan laut, pada lingkungan ini cukup memperoleh oksigen, akan tetapi jarang dijumpai kehidupan organisme laut. 7. Open Platform Facies Open Platform Facies terletak pada selat, danau dan teluk dibagian belakang daerah tepi paparan. Kedalamannya pada umumnya hanya beberapa puluh meter saja, dengan kadar garam yang bervariasi dan sirkulasi airnya sedang.

93

8. Restricted Platform Facies Restricted Platform Facies merupakan endapan sedimen yang halus yang terjadi pada daerah yang dangkal, pada telaga ataupun danau. Sedimen yang lebih kasar hanya terjadi secara terbatas yaitu pada daerah kanal ataupun pada daerah pasang surut. Lingkungan ini terbatas untuk kehidupan organisme, mempunyai salinitas yang beragam, kondisi reduksi dengan kandungan oksigen, sering mengalami diagenesa yang kuat. 9. Platform Evaporite Facies Platform Evaporite Facies merupakan lingkungan supratidal dengan telaga pedalaman dari daerah ambang terbatas atau " restricted marine " yang berkembang kedalam lingkungan evaporite ( sabkha, salinitas dan bergaram ). Mempunyai iklim panas dan kering, kadang kadang terjadi air pasang. Proses penguapan air laut yang terjadi akan menghasilkan gypsum dan anhidrit.

94

VII.4.3 Porositas Porositas suatu medium adalah perbandingan volume rongga - rongga pori terhadap volume total seluruh batuan. Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam persentase dan disebut porositas. Menurut Koesoemadinata, R.P, (1980), porositas dapat berkisar nol sampai besar sekali, namun biasanya berkisar antara 5 % sampai 40 %. Secara teoritis porositas tidak lebih besar dari 47,6 %. Hal ini disebabkan karena pengaruh susunan butir terhadap porositas. Untuk menentukan porositas dapat ditentukan dengan berbagai cara (Koesoemadinata, R.P., 1980), yaitu : Dilaboratorium, dengan porosimeter yang berdasarkan hukum Darcy (1956), dalam Hardiatmo H.C., 1992, (hubungan antara kecepatan dan gradient hidrolik). Dari log listrik, sonik, radioaktif. Log kecepatan pemboran Pemeriksaan dan perkiraan secara mikroskopis Dari hilangnya inti pemboran Porositas merupakan ukuran ruang-ruang kosong dalam suatu batuan. Secara definitif porositas merupakan perbandingan antara volume ruang yang terdapat dalam batuan yang berupa pori-pori terhadap volume batuan secara keseluruhan, biasanya dinyatakan dalam fraksi. Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir.

95

dimana :

Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai : = Vb = volume batuan total (volume bulk) Vs = volume padatan batuan total (volume grain) Vp = volume ruang pori-pori batuan

Dari hasil perhitungan porositas batuan yang didapatkan hasil nilai porositas dimasukan dalam tabel porositas berdasarkan klasifikasi CEGM dan Lemmens (1979).

Tabel VII.2. Tabel porositas berdasarkan klasifikasi CEGM dan Lemmens (1979).

Void Ratio

Porosity

Term

> 0,43 0,43 0,18 0,18 0,05 0,05 0,01 < 0,01

>30 30 - 15 15 - 5 5 - 1 <1

Very High High Medium Low Very Low

96

VII.4.4 Klasifikasi porositas pada batuan karbonat Klasifuikasi porositas menurut waktu dan cara terjadinya,terdiri atas: 1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen diendapkan. 2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan sedimen terendapkan. Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batugamping. Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan , yaitu : 1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses pelarutan batuan. 2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan, sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara kuantitatif karena bentuknya tidak teratur. 3. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia : 2CaCO3 + MgCl CaMg(CO3)2 + CaCl2. Batuan karbonat merupakan batuan reservoir penting untuk minyak dan gasbumi. Dari 75 % daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, kira-kira 1/5 dari massa sedimen ini terdiri dari batuan karbonat (gamping dan dolomit).

97

Menurut Choquette dan Pray (1970), porositas pada terumbu dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yakni: 1. Mengikuti pola kemas (Fabric selective), antara lain: - Inter particle : pori yang terdapat di antara partikel penyusun batuan karbonat - Intra particle : pori yang terdapat di dalam partikel penyusun batuan karbonat - Inter crystal : pori yang terdapat di antara kristal-kristal, misalnya pada dolomit - Mouldic : rongga cetakan akibat larutnya cangkang fosil - Fenestral : pori yang memanjang searah perlapisan sering terjadi pada alga yang mengalami retakan-retakan. - Shelter : pelindung, pori yang berbentuk lensa-lensa kecil akibat hilangnya gas asal organik yang semula terkubur sedimen. - Growth framework : pertumbuhan kerangka menghasilkan pori yang terdapat pada bekas tubuh lunak biota terumbu yang membentuk kerangka. 2. Tidak mengikuti pola kemas (Not fabric selective), antara lain: - Fractures : retakan atau pori mengikuti arah retakan berupa cela akibat tektonik yang berupa sesar atau lipatan. - Channel : saluran, merupakan pelebaran retakan akibat proses pelarutan. - Vug : gerowong, berupa rongga yang terbentuk karena pelarutan cukup kuat, lubang mencapai beberapa puluh sentimeter. - Cavern : gua, rongga besar yang dapat dimasuki manusia, akibat pelarutan yang sangat kuat.

98

3. Mengikuti pola kemas atau tidak (Fabric selective or not) - Breccia : breksi sedimenter atau tektonik, membentuk rongga diantara fragmen breksi. - Boring : pemboran batuan keras oleh organisme - Burrow : penggalian oleh aktivitas organisme penggali lumpur - Shrinkage : penciutan, adalah cela yang terbentuk akibat mengerutnya lumpur karbonat waktu kering. VII.4.5 Faktor-faktor penentu porositas Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral), kompaksi, dan sementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi porositas antara lain: - Ukuran butir atau grain size Semakin kecil ukuran butir maka rongga yang terbentuk akan semakin kecil pula dan sebaliknya jika ukuran butir besar maka rongga yang terbentuk juga semakin besar. - Bentuk butir atau sphericity Batuan dengan bentuk butir jelek akan memiliki porositas yang besar, sedangkan kalau bentuk butir baik maka akan memiliki porositas yang kecil.

99

- Susunan butir Apabila ukuran butirnya sama maka susunan butir sama dengan bentuk kubus dan mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk rhombohedral. - Pemilahan Apabila pemilahan butiran baik maka ada keseragaman sehingga porositasnya akan baik pula. Pemilahan yang jelek menyebabkan butiran yang berukuran kecil akan menempati rongga diantara butiran yang lebih besar akibatnya porositasnya rendah. - Komposisi mineral Apabila penyusun batuan terdiri dari mineral-mineral yang mudah larut seperti golongan karbonat maka porositasnya akan baik karena rongga-rongga akibat proses pelarutan dari batuan tersebut. - Sementasi Material semen pada dasarnya akan mengurangi harga porositas. Material yang dapat berwujud semen adalah silika, oksida besi, karbonat, dan mineral lempung. - Kompaksi dan pemampatan Adanya kompaksi dan pemampatan akan mengurangi harga porositas. Apabila batuan terkubur semakin dalam maka porositasnya akan semakin kecil yang diakibatkan karena adanya penambahan beban.

100

VII.5 Pembahasan VII.5.1 Litologi penyusun Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis petrografi yang penamaannya mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) dan berdasarkan hasil pemetaan geologi dengan skala 1 : 5000 Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone dan Grainstone yang terletak di Formasi Wonosari. Struktur yang berkembang berupa silangsiur dan perlapisan. Boundstone Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, struktur silangsiur, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil

foram besar (Lepidocyclina), coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat. Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan boundstone ditemukan fosil foraminifera plankton seperti Globigerinoides trilobus (Reuss),Globigerinoides diminitus, Globoquadrina dehiscens dan juga terdapat fosil foram besar jenis Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi. Terdapat juga fosil foraminifera

benthonik, seperti Nodosaria sp, Dentalina sp. Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Bawah N7 - N9 (Lampiran lepas analisis paleontologi).

101

Grainstone Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir sedang, pemilihan sedang, komposisi

karbonat,dengan struktur perlapisan, terdiri dari fosil, kalsit, plagioklas ,dan lumpur karbonat. Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan fosil foraminifera plankton seperti Orbulina universa, Globigerina bulbosa (LeRov), Globoquadrinadehiscens,Globigerinoidesaltiaperturus. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, Nonionella sp dan Rotalia sp. Hadirnya fosil-fosil foraminimera plankton dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini diperkirakan analisis paleontologi). VII.5.2 Struktur Berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan Gua Pindul dengan skala 1 : 5000 yang telah dilakukan, maka diperoleh data tentang struktur geologi yang mengontrol terbentuknya Gua Pindul adalah struktur sesar geser dengan arah N 85/8 (timurlaut baratdaya). Sesar geser yang terjadi pada Gua Pindul merupakan akibat dari pergerakan sesar geser Oyo yang merupakan sesar utama pada daerah penelitian. Adapun penciri sesar geser tang terdapat di Gua Pindul adalah dengan adanya singkapan Grainstone dengan struktur perlapisan yang masih bersifat berumur Miosen Tengah N11 - N12 (Lampiran lepas

102

horizontal (Gambar VII.2) dan bidang patahan yang terdapat pada atap Gua Pindul dengan kedudukan N 83 E (Gambar VII.3).

Gambar VII.2. Kenampakan struktur perlapisan horizontal pada litologi grainstone di Gua Pindul (Kamera mengahap baratlaut)

Gambar VII.3. Kenampakan bidang patahan pada atap Gua Pindul

103

VII.5.3 Fasies karbonat Batuan karbonat pada daerah penelitian secara stratigrafi menumpang diatas satuan tuf Semilir secara tidak selaras yang lebih tua kemudian di atasnya terdapat satuan packstone dari Formasi Oyo yang merupakan satuan termuda di daerah penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis petrografi yang penamaannya mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) dan berdasarkan hasil pemetaan geologi dengan skala 1 : 5000 Gua Pindul tersusun atas batugamping terumbu yaitu satuan Boundstone dan Grainstone yang terletak di Formasi Wonosari. Struktur yang berkembang berupa silangsiur dan perlapisan. Pendekatan dengan fasies model Wilson ( 1975 ) pada litologi penyusun Gua Pindul, dengan ciri litologinya dapat diketahui bahwa Gua Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas permukaan dan terjadinya proses sedimentasi berupa pelapukan. VII.5.4 Jenis Porositas Untuk pengujian porositas, diambil 3 (tiga) sampel, yakni 1 (satu) sampel grainstone pada pintu masuk gua pindul (A), 1 (satu) sampel boundstone (B) dan 1 (satu) sampel grainstone berlapis (C) pada pintu keluar Gua Pindul. Pengujian porositas dilakukan dengan menggunakan metode Petrofisik.

104

Adapun urutan atau cara perhitungan pengujian porositas, sebagai berikut:

Volume Bulk (VB), menggunakan rumus: Panjang x Lebar x Tinggi

Volume Solid (VS), menggunakan rumus: Sedangkan untuk mencari porositasnya menggunakan rumus: : Berdasarkan dari hasil analisis porositas (Lampiran Lepas) maka selanjutnya hasil analisis dimasukkan dalam klasifikasi porositas dan berdasarkan klasifikasi CEGM dan Lemmens (1979). Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM & Lemmens (1979) dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel VII.1).

Tabel VII.3. Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM & Lemmens (1979).

No

Hasil analisis batuan Porositas

Klasifikasi CEGM, 1979, & Lemmens Porositas Very High High High

A B C

46.07 % 20.83 % 25.42 %

Keterangan : A = grainstone pada pintu masuk B = boundstone pada pintu keluar C = grainstone berlapis pada pintu keluar

105

VII.5.5 Hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas Berdasarkan dari hasil analisis lapangan dan petrografi dengan menggunakan metode Wilson (1975) dan jenis porositas dengan menggunakan metode petrofisik yang mengacu pada klasifikasi CEGM & Lemmens (1979), dapat ditarik kesimpulan bahwa: Berdasarkan jenis fasies karbonat, Gua Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada diatas permukaan dan terjadinya sedimentasi. Karena pada daerah ini masih dipengaruhi oleh kemiringan yang relatif landai dan energi air yang mempengaruhi perubahan litologi. Litologi penyusun Gua Pindul Satuan grainstone terletak pada bagian bawah Gua Pindul dengan struktur perlapisan memiliki kemas yang baik, memiliki ukuran butir yang seragam dan lebih kecil dibandingkan dengan satuan boundstone. Hal ini mengakibatkan jenis porositas pada satuan grainstone lebih tinggi (very high) dibandingkan dengan satuan boundstone. Sedangkan satuan boundstone sebagai atap Gua Pindul memiliki ukuran butir yang tidak seragam dan lebih banyak mengandung kalsit dan berpotensi untuk terjadi proses pelarutan berupa terbentuknya stalaktit dan stalakmit (Gambar VII.5),

106

hal ini mengakibatkan jenis porositas pada boundstone dikategorikan dalam jenis high.

Gambar VII.4. Kenampakan kontak antara boundstone dan grainstone pada pintu keluar Gua Pindul. (Kamera menghadap timur)

Gambar VII.5. Kenampakan pertumbuhan stalaktit yang masih berproses sampai saat ini.

BAB VIII KESIMPULAN

1. Geomorfologi daerah penelitian terbagi dalam 4 (empat) satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan

Geomorfologi Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1), dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1). 2. Stratigrafi daerah penelitian diawali dengan lingkungan Neritik Luar di mana diendapkan satuan Tuf pada Kala Miosen Awal (N5 - N6), kemudian di atasnya secara tidak selaras diendapkan satuan Boundstone pada Kala Miosen Awal Akhir Miosen Tengah (N7 - N9), lalu diendapkan satuan Grainstone pada kala Miosen Tengah (N11-N12), kemudian diendapkan lagi satuan Packstone pada Kala Miosen Awal (N11-N15), yang memiliki hubungan saling memasuki (menjari). Setelah pengendapan satuan Tuf, Boundstone, Grainstone dan Packstone, terjadi pendangkalan dan pengangkatan yang cukup kuat sehingga mengangkat semua jenis batuan pada kondisi darat. Bersamaan dengan itu mulai terjadi proses erosi sehingga pada kala holosen hasil erosi diendapkan sebagai endapan aluvial yang hingga sekarang (Resen) masih berlangsung. 3. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu struktur lipatan berupa antiklin Grogol, struktur kekar berupa kekar gerus dan kekar tarik, struktur sesar berupa sesar geser Oyo dan sesar naik Pindul 4. Aspek geologi lingkungan pada daerah penelitian berupa potensi air, tanah dan

108

potensi bahan galian berupa batugamping. Sedangkan potensi bencana yang timbul berupa bencana banjir. 5. Litologi penyusun pembentukkan Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone dan Grainstone. Berdasarkan Fasies Karbonat yang berdasarkan pada analisis petrografi yang mengacu pada Fasies Model Wilson, menyatakan bahwa Gua Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies, karena pada daerah ini ekologinya tergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme bagian yang ada diatas permukaan dan terjadinya sedimentasi dan memiliki jenis porositas antara high very high.

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, S., 1974, Evolusi Geologi Jateng dan Sekitarnya Ditinjau dari Segi Tektonik Dunia yang Baru, Bandung. Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, The Haque Martinus Nijhoff. Howard, A.D., 1967, Drainage Analysis in Geologic Interpretation, AAPG Bulletin, vol.51. Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip-prinsip Sedimentasi, Departemen Teknik Geologi, Institut Geologi Bandung. Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology, An Introduction to the Study of Landscape, New York : MCgraw-Hill Book Company Inc. Marks, P., 1961 , Stratigrapy Lexicon of Indonesia, Kementerian Perekonomian Pusat Djawatan Geologi Bandung, Publikasi Keilmuan, No. 31, seri Geologi. Anonim, 1999, Panduan Praktikum Geomorfologi IV, 1999, Laboratorium Geodinamik Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada. Sarira, Jumiko, 2004, Petrologi Batuan Sedimen, Diktat Kuliah Universitas Negeri Papua. Scoffin.T.P, 1987, An Introduction to Carbonate Sediments and Rocks, Blackie & Son ltd, London, 274 P. Surono, Toha. B, Sudarno,1992, Peta Geologi Lembar Surakarta Giritontro Skala 1:100.000, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung. Selley, R.C., 1976, An Introduction of Sedimentology, Academic Press. Soekardi, M., 1985, Geologi Dasar, Diktat Kuliah Institut Sains & Teknologi Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan. Sukandarrumidi, 1994, Geologi Sejarah, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Widada, Sugeng, 1999, Metode Analisa Batuan Karbonat, Laboratorium Sedimentologi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral. UPN Veteran, Yogyakarta. Williams, H. Turner, F.J., dan Gilbert, C.M., 1982, Petrography and Introduction to The Study of Rock in Thin Section, San Fransisco : Freeman and Company. Zuidam, R.A. Van, 1983, Guide to Geomorphology Aerial Photographic Interpretation and Mapping, Netherlands : ITC. Stiawan L.B, dkk http://geoling7.blogspot.com/2011/10/pengertian-geologilingkungan.html Kamis, 27 Oktober 2011 Hidayat Rahmat, http://forester-untad.blogspot.com/2013/04/ilmu-tanah-pengertiantanah-menurut.html. Senin 1 April 2013

No. 1. 2. 3.

Date 01/Juni 01/Juni 01/Juni

Location Location Name Code LP 1 Goa Pindul LP 2 LP 3 Gelaran Grogol

UTM Coordinate X(mE) Y (Mn) Z(m) 0461190 9123706 165 0460402 0458867 9123366 9121917 183 226

Lithologi Gamping Terumbu Gamping Terumbu Grainstone

Description Warna segar putih kekuningan, karbonat, non klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat, non klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan Warna lapuk hitam Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

Strike/ Dip N 216oE/3o N 285 E/4


o o

Note Ada data kekar

Sample Code LP 1

Analisis Pekro + fosil Analisis petro -

LP 3 LP 6 -

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni

LP 4 LP 5 LP 6 LP 7 LP 8 LP 9 LP 10 LP 11 LP 12 LP 13 LP 14 LP 15 LP 16 LP 17

Grogol Bendungan Grogol Nglampar Nglampar Gondang Gelaran Karanganom Gelaran Gunung Bang Gunung Bang Sokoliman Sokoliman Sokoliman

0459885 0460347 0460279 0461125 0461905 0462837 0463007 0462230 0461782 0461983 0464379 0462347 0462759 0462669

9121968 9121960 9120386 9120638 9120577 9121924 9122882 9123128 9122843 9123242 9124079 9125173 9125752 9126792

207 192 213 201 195 198 188 189 192 192 173 208 214 207

Grainstone Packstone Grainstone Grainstone Grainstone Packstone Grainstone Grainstone Boundstone Grainstone Packstone Packstone Packstone Packstone

N 105oE/4o N 115oE/5o N 115oE/15o N 115oE/15o N 146oE/12o N 64oE/4o N 85oE/8o

110

No. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.

Date 01/Juni 01/Juni 01/Juni 01/Juni \ 02/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni

Location Location Name Code LP 18 Anak Sungai Oyo LP 19 Kali Oyo LP 20 LP 21 LP 22 LP 23 LP 24 LP 25 LP 26 LP 27 LP 28 LP 29 LP 30 LP 31 LP 32 LP 33 LP 34 Katongan Kepoh Anak Sungai Oyo Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Ngawis Gunungbang Cerbon Nglipar Nglipar

UTM Coordinate X(mE) Y (Mn) Z(m) 0462235 9127469 168 0461908 0461510 0460958 0461741 0459705 0459896 0460045 0459500 0459380 0459162 0459983 0459532 0461114 0460488 0460213 0459555 9128000 9128555 9129989 9124113 9124143 9124519 9124830 9124897 9124953 9125298 9125440 9125498 9125097 9125518 9126604 9126819 174 182 182 166m 194 166 172 194 187 161 160 159 186 208 225 214

Lithologi Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone

Description Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

Strike/ Dip N 85oE/9o N 75oE/7o N 79oE/10o N 73oE/12o N 183oE/9o N 95oE/11o N 65oE/5o N 105oE/5o N 100oE/5o N 105oE/11o N 65oE/20o N 80oE/9o

Note

Sample Code

Analisis Petro

LP 21

Bahan Galian

Bahan Galian

Analisis Fosil

LP 28

111

No. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51.

Date 06/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni 06/Juni 08/Juni 08/Juni 08/Juni 08/Juni 08/Juni 08/Juni

Location Location Name Code LP 35 Perkebunan LP 36 LP 37 LP 38 LP 39 LP 40 LP 41 LP 42 LP 43 LP 44 LP 45 LP 46 LP 47 LP 48 LP 49 LP 50 Sumberejo Sumberejo Mengger Mengger Mengger Anak kali Oyo Kali Oyo Temugiring Temugiring Temugiring Sumberejo Sumberejo Kepohsari Jeruklegi Gabang Watusigar

UTM Coordinate X(mE) Y (Mn) Z(m) 0458931 9126915 213 0458780 0459183 0459851 0460620 0460840 0461979 0461580 0461511 0460804 0460225 0458882 0459512 0460121 0462449 0467568 0465553 9128551 9128117 9128172 9128304 9127737 9126457 9125810 9127043 9127259 9127448 9128876 9128926 9129057 9129367 9128553 9129237 246 225 239 246 230 177 169 192 203 225 227 243 227 227 204 199

Lithologi Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Tuff Tuff

Description Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis ,klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat

Strike/ Dip N 80oE/6o N 65oE/9o N 65oE/10o N 70oE/9o N 95oE/11o N 94oE/4o N 145oE/6o N 104oE/6o N 56oE/9o N 54oE/11o N 79oE/9o -

Note

Sample Code

Analisis petro + fosil

LP42

09/Juni

LP 51

112

No. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68.

Date 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni

Location Location Name Code LP 52 Watusigar LP 53 LP 54 LP 55 LP 56 LP 57 LP 58 LP 59 LP 60 LP 61 LP 62 LP 63 LP 64 LP 65 LP 66 LP 67 LP 68 Watusigar Dungmas Dungmas Tegalsari Tegalsari Tegalsari Tegalsari Tegalsari Gabang Kerdon Kerdon Kerdon Kerdon Kerdon Kedungdowo Kedungdowo

UTM Coordinate X(mE) Y (Mn) Z(m) 0465010 9128993 172 0465351 0464110 0464013 0465213 0464662 0464443 0463973 0464991 0467633 0464101 0464802 0465063 0463459 0463761 0464221 0463119 9129645 9129096 9129521 9128000 9129942 9128571 9127770 9127770 9128214 9127119 9127096 9126901 9125641 9126009 9125871 9125000 166 160 163 167 168 159 171 163 204 184 191 184 166 159 159 158

Lithologi Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone

Description Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

Strike/ Dip -

Note

Sample Code

N 75oE/9o N 173oE/13o N 176oE/11o -Analisis petro + fosil LP66

113

No. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85.

Date 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni 09/Juni

Location Location Name Code LP 69 Kedungdowo LP 70 LP 71 LP 72 LP 73 LP 74 LP 75 LP 76 LP 77 LP 78 LP 79 LP 80 LP 81 LP 82 LP 83 LP 84 LP 85 Kedungdowo Branjang Branjang Branjang Melikan Melikan Melikan Ganang Ganang Gendangrejo Gendangrejo Tuwuhan Ngringin Candi Tujuh Candi Tujuh Sawahan Lima

UTM Coordinate X(mE) Y (Mn) Z(m) 0464631 9125549 163 0465513 0463337 0463501 0463996 0463291 0463720 0463553 0454110 0463793 0463345 0463513 0466131 0466189 0466876 0466961 0466214 9125937 9123741 9123621 9123754 9123206 9123401 9123020 9122993 9122846 9122941 9122601 9126453 9126453 9126243 9126000 9125167 243 203 171 165 161 163 158 161 159 179 178 202 201 247 231 204

Lithologi Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Tuff Tuff Tuff Tuff Tuff

Description Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat

Strike/ Dip N 120oE/15o N 110oE/11o N 200oE/5o -

Note

Sample Code

Analisis petro

LP81

Analisis petro

LP 84

114

No. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102.

Date 11/Juni 11/Juni 11/Juni 11/Juni 11/Juni 11/Juni 11/Juni 11/Juni 11/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni

Location Location Name Code LP 86 Wonoroto LP 87 LP 88 LP 89 LP 90 LP 91 LP 92 LP 93 LP 94 LP 95 LP 96 LP 97 LP 98 LP 99 LP 100 LP 101 LP 102 Banjardowo Banjardowo Banjardowo Karangwetan Dua Karangwetan Dua Karangwetan Dua Karangwetan Satu Karangwetan Satu Gentungan Gentungan Gentungan Sumberejo Gentungan Gentungan Karangmojo Karangmojo

UTM Coordinate X(mE) Y (Mn) Z(m) 0467247 9123943 245 0465901 0466654 0467346 0466119 0467097 0467897 0466909 0466213 0466198 0466731 0467813 0465631 0465811 0467513 0464988 0465431 9123546 9123271 9123307 9122741 9122903 9122351 9122557 9122213 9122207 9122106 9122309 9121993 9121644 9121495 9121099 9120993 191 232 243 197 202 201 211 180 191 183 203 187 199 194 173 171

Lithologi Tuff Tuff Tuff Tuff Tuff Tuff Tuff Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone Packstone

Description Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih keabu-abuan, karbonat Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

Strike/ Dip N 120oE/7o N 210oE/4o

Note Analisis Petro

Sample Code LP 86

Analisis fosil + petro

LP101

115

No. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114.

Date 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni 15/Juni

Location Location Name Code LP 103 karangmojo LP 104 LP 105 LP 106 LP 107 LP 108 LP 109 LP 110 LP 111 LP 112 LP 113 LP 114 karangmojo Genjahan Gelaran Gelaran Gelaran Gelaran Gelaran Gelaran Gelaran Gelaran Goa Pindul

UTM Coordinate X(mE) Y (Mn) Z(m) 0466000 9120706 173 0466710 0467430 0461676 0461803 0462121 0461198 0460901 0461096 0460903 0461500 0461124 9120706 9120693 9123706 9123643 9123577 9122846 9122971 9123114 9123547 9123217 9123822 172 169 178 161 166 170 186 191 190 188 189

Lithologi Packstone Packstone Packstone Gamping Terumbu Gamping Terumbu Gamping Terumbu Gamping Terumbu Gamping Terumbu Gamping Terumbu Gamping Terumbu Gamping Terumbu Gamping Terumbu

Description Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik Warna segar putih kecoklatan, karbonat ,non klastik Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik, Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik, Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik

Strike/ Dip N 185oE/5o N 120oE/5o N 1145oE/6o N 220oE/6o -

Note

Sample Code

Analisis fosil + petro

LP110

Analisis fosil + petro Analisis Petro

LP113 LP 114

116

117

No. Sayatan Nama lapangan

81 A Tuf

Jenis Batuan Perbesaran

: Tuf : 40 X

Cross nikol 3

1 4

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fragmen Batuan 2.Feldspar 3Kwarsa 4.Min opak 5. Gelas Volkanik
Paralel nikol

118

DISKRIPSI MIKROKOPIS: Sayatan tipis sedimen, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi butiran feldspar, fragmen batuan,kwarsa dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,4mm, bentuk butir menyudut tanggungmembulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar gelas volkanik. KOMPOSISI MINERAL: Fragmen batuan (36%), abu-abu kecoklatan, berupa batuan beku dan batuan sedimen dengan ukuran butir 0,1-0,4 mm, bentuk menyudut tanggung membulat tanggung Feldspar (12%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,08-0,3mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas. Kwarsa (10%), tidak berwarna, relief rendah, berukuran 0,02 0,08mm, indeks bias n>nkb, hadir merata dalam sayatan Mineral opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,03-0,06mm. Gelas volkanik (22%), tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan Keping gips bewarna ungu muda berkabut sebagian berubah menjadi mineral lempung. Nama : Tuffaceous Lithic Wacke (Klasifikasi Gilbert, 1982)

119

No. Sayatan Nama lapangan

81 B Pasir karbonat

Jenis Batuan Perbesaran

: Btaupasir : 40 X

Cross nikol 3 1

0 0,5 mm Keterangan : 1..Feldspar 2. Kwarsa .3 Fosil 4. Mineral Opak 5. Min Lempung 6.Lumpur Karbonat
Paralel nikol

120

PEMERIAN MIKROSKOPIS: Sayatan batuan sedimen, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, komposisi terdiri dari feldspar, fosil, kwarsa, dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,2mm (silt-very fine sand), bentuk butir menyudutmembulat tanggung. Butiran mengambang dalam mineral lempung dan lumpur karbonat. KOMPOSISI MINERAL: Feldspar (18%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,05-0,2mm (silt-very fine sand), bentuk butir menyudut tanggungmembulat tanggung, berupa plagioklas dan ortoklas (12%), tidak berwarnakecoklatan, bias rangkap ekstrim, relief sedang, bentuk sebagian besar dalam keadaan pecah (skeletal), berukuran 0,080,1 mm, berupa foraminifera kecil.

Fosil

(7%), tidak bewarna-kuning orde I, relief rendah, indeks bias n>nkb, pemadaman bergelombang, ukuran butir 0,050,1mm (coarse silt-fine sand), bentuk butir membulat tanggung. Min. opak (3%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,08 mm. Min Lempung (32%), kuning kecoklatan, relief bervariasi, berukuran sangat halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I Lumpur Karbonat (28%), coklat kekuningan, bias rangkap kuat (ekstrim) Nama : Calcareous Sandy Mudstone (Gilbert, 1982)

Kwarsa

121

No. Sayatan Nama lapangan

LP 84 Tuf

Jenis Batuan Perbesaran

: sedimen : 40 X

Cross nikol

5 3 2

0 Keterangan : 1. Plagioklas 2. Hornblende 3.Kwarsa 4.Min opak 5. Gelas Volkanik


Paralel nikol

0,5 mm

122

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan , tekstur klastik, ukuran butir lempung- pasir halus, komposisi terdiri dari gelas volkanik, plagioklas, hornblende, kwarsa dan mineral opak. Tampak sebagian besar gelas telah terubah menjadi mineral lempung . Deskripsi Mineral : Plagioklas (32%) : Tidak berwarna-putih- abu-abu, berukuran (0,08-0,2)mm, bentuk anhedral subhedral, relief rendah, jenis Andesin An 44. Kwarsa (14%) : tidak berwarna, relief rendah, indeks bias n>nkb, berukuran 0,050,09mm, pemadaman bergelombang, bentuk menyudut tanggung.

Hornblende (10%) :Warna kuning kecoklatan, berukuran (0,06 - 0,1)mm, bentuk anhedral subhedral, relief tinggi, pleokroime kuat, sebagian besar.

Mineral opak (4%) : Warna hitam, kedap cahaya, berukuran (0,06-0,08) mm, penyebaran tidak merata. Gelas Volkanik (58%) : Tidak berwarna, nikol silang berwarna gelap, dengan keping gip, berwarna violet, terdapat lubanglubang gas, sebagian telah lapuk menjadi lempung. Nama Batuan : Crystal tuff (Pettijohn, 1975)

123

No. Sayatan Nama lapangan

LP 86 : Tuf

Jenis Batuan Perbesaran

: Tuf

: 40 X

Cross nikol

3 5

2 6

0 0,5 mm Keterangan : 1 Feldspar 2 .Fragmen batuan 3. Hornblende 4. Kwarsa 5. Min opak 6. Gelas
Volkanik

Paralel nikol

124

PEMERIAN MIKROSKOPIS: Sayatan batuan sedimen, warna abu-abu kecoklatan- keputihan, tekstur klastik, komposisi terdiri dari feldspar, fragmen batuan, hornbelnde, kwarsa, dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,06-0,4 mm (very fine sand), bentuk butir menyudut-membulat tanggung,tertanam dalam masa gelas volkanik yang sebagian berubah jadi lempung dan lumpur karbonat. KOMPOSISI MINERAL: (28%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,06-0,3 mm (fine sand), bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas dan ortoklas Fragmen batuan (10%), abu-abu kecoklatan, berupa batuan beku dan batuan sedimen dengan ukuran butir 0,2-0,4 mm, bentuk menyudut tanggung membulat tanggung. Hornblende (10%) :Warna kuning kecoklatan, berukuran (0,1-0,31)mm, bentuk anhedral subhedral, relief tinggi, , pleokroime kuat. Kwarsa (3%), tidak bewarna-kuning orde I, relief rendah, indeks bias n>nkb, pemadaman bergelombang, ukuran butir 0,03-0,05mm (coarse silt-fine sand), bentuk butir membulat tanggung. Min. opak (5%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,1 mm. Gelas volkanik (32%) : Tidak berwarna, nikol silang berwarna gelap, dengan keping gip berwarna ungu, telah lapuk menjadi lempung. Lumpur karbonat (12%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi Nama Batuan : Tuffaceous feldspathic wacke (Gilbert, 1982) Feldspar

125

No. Sayatan Nama lapangan

LP 1 : Boundstone

Jenis Batuan: Batugamping Terumbu Perbesaran : 40 X

Cross nikol

0 Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

126

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir sedang (0,081,3)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat di Deskripsi mineral : Fosil (84%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,31,3) mm, berupa fosil foram besar jenis Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. Kalsit (8%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (8%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit. Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)

127

No. Sayatan Nama lapangan

LP 110 Gamping Terumbu

Jenis Batuan : Batugamping Karbonat Perbesaran : 40 X

Cross nikol

3 1

1 2 1

0 Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

128

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir halus (0,08-0,8)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (90%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,30,8) mm, berupa fosil foram besar jenis Lepidocyclina, coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. Kalsit (8%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (2%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit. Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)

129

No. Sayatan Nama lapangan

LP 113 : Gamping terumbu

Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Perbesaran : 40 X

Cross nikol

1 1

2 1

0 Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

130

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir halus (0,08-0,6)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar dan kecil, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (74%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,30,6) mm, berupa fosil foram besar, foram kecil, dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. Kalsit (18%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (8%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit. Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)

131

No. Sayatan Nama lapangan

: LP 3 : Grainstone

Jenis Batuan: Gamping Karbonat Perbesaran : 40 X

Cross nikol

4 2 3

0 Keterangan : 1.. Fosil 2.Feldpasr 3.Kalsit 4. Lumpur karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

132

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (42%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,090,5) mm, berupa fosil foram besar bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. Feldspar (42%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,080,2) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I. (10%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm, warna interferensi kuning orde IV

Kalsit

Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)

133

No. Sayatan Nama lapangan

: :

LP 6 Grainstone

Jenis Batuan Perbesaran

: Gamping : 40 X

Cross nikol

2 1

3 1

0 Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar


Paralel nikol

0,5 mm

134

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar dan kecil, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (82%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,090,5) mm, berupa fosil foram besar dan kecil bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,080,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I. (10%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm, warna interferensi kuning orde IV

Kalsit

Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)

135

No. Sayatan Nama lapangan

: LP 114 : Grainstone

Jenis Batuan: Gamping Karbonat Perbesaran : 40 X

Cross nikol

4 2 3

0 Keterangan : 1.. Fosil 2.Feldpasr 3.Kalsit 4. Lumpur karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

136

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (42%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,090,5) mm, berupa fosil foram besar bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. Feldspar (42%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,080,2) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I. (10%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm, warna interferensi kuning orde IV

Kalsit

Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)

137

No. Sayatan Nama lapangan

LP 21 Packstone

Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Perbesaran : 40 X

Cross nikol

2 1 1 3 1

0 Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Feldspar 4.Lumpur Karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

138

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram besar dan kecil, feldspar , dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (44%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,08-0.5) mm, berupa fosil foram besar dan kecil, coral,warna interferensi kuning orde IV. Kalsit Feldspar (18%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

(2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,070,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I. Lumpur karbonat (36%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)

139

No. Sayatan Nama lapangan

LP 42 : Packstone

Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Perbesaran : 40 X

Cross nikol

2 3 1

4 1

0 Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar 4..Lumpur Karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

140

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram kecil, feldspar , dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (34%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,08-0.4) mm, berupa fosil foram kecil, coral dan algae bentuk menyerupai lensa dan memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. Kalsit Feldspar (18%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

(2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,070,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I. Lumpur karbonat (46%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi.

Nama batuan

: Packstone

(Dunham, 1962)

141

Nama lapangan

: napal

Perbesaran

: 40 X

Cross nikol

1 2

2 5

0 0,5 mm Keterangan : 1. Feldspar 2. Fosil 3. Min opak 4. Lumpur karbonat 5 Mineral lempung
Paralel nikol

142

DISKRIPSI MIKROKOPIS: Sayatan tipis sedimen, warna abu-abu keputihan - kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01-0,06mm) dengan butiran feldspar, fosil dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,050,5mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar lumpur karbonat dan mineral lempung. KOMPOSISI MINERAL: Feldspar (6%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,04-0,06mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas. (12%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,10,5) mm, berupa fosil foram kecil dan besar, bentuk menyerupai lensa, , warna interferensi kuning orde IV.

Fosil

Mineral opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,03-0,06mm. Lumpur Karbonat (42%), coklat kekuningan, bias rangkap kuat (ekstrim) Min Lempung (38%), kuning kecoklatan, relief bervariasi, berukuran sangat halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I Nama : Marl (Klasifikasi Gilbert, 1982)

143

No. Sayatan Nama lapangan

LP 66 Packstone

Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Perbesaran : 40 X

Cross nikol

2 1

0 Keterangan : 1..Kalsit 2.Feldspar 3. Fosil . 4.. Lumpur Karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

144

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh lumpur (mud supported) berukuran pasir sangat halus (< 0.01 -0,2)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil feldspar , mineral opak dan, lumpur karbonat Deskripsi mineral : Kalsit (34%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV Fosil (38%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,080,2) mm, berupa fosil kecil, coral dan algae bentuk menyerupai lensa dan memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Feldspar

(2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,070,08) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I. Min. opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,08-0,1mm, Lumpur karbonat (24%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi

Nama batuan

: Packstone

(Dunham, 1962)

145

No. Sayatan Nama lapangan

LP 101 Packstone

Jenis Batuan : Gamping terumbu Perbesaran : 40 X

Cross nikol

2 2

0 Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar 4.Lumpur Karbonat


Paralel nikol

0,5 mm

146

Deskripsi Mikroskopis : Warna putih kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh lumpur (mud supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram kecil, feldspar , mineral opak dan, lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (68%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,10,3) mm, berupa fosil foram kecil, bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV. (10%) : Tidak berwarna jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Kalsit Feldspar

(2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,070,08) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I. Lumpur karbonat (20%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi

Nama batuan

: Packstone

(Dunham, 1962)

147

No. conto Batuan Formasi

: LP 81 : Batupasir : Semilir
Oligosen Awal Miosen Tengah Akhir Neogen (N) Pliosen Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Globoquadrina dehiscens Globoquadrina primordius

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

19 20 21

22

Blow (1969)

Umur

:N5N6
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Nodosaria sp. Dentalina sp.

Tepi 0

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 200 meter

23

1 2 3 4 5

148

No. conto Batuan Formasi

: LP 110 : Boundstone : Wonosari


Oligosen Awal Miosen Tengah Neogen (N) Pliosen Akhir 23 Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Globigerinoides trilobus (Reuss) Globigerinoides diminitus Globoquadrina dehiscens

Umur

:N7N9
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Nodosaria sp. Dentalina sp.

Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 200 meter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Blow (1969) Tepi 0 Bandy (1967)

149

No. conto Batuan Formasi

: LP 113 : Boundstone : Wonosari


Oligosen Awal Miosen Tengah Neogen (N) Pliosen Akhir 23 Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Globigerinoides trilobus (Reuss) Globigerinoides diminitus Globoquadrina dehiscens

Umur

:N7N9
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Nodosaria sp. Dentalina sp.

Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 200 meter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Blow (1969) Tepi 0 Bandy (1967)

150

No. conto Batuan Formasi

: LP 3 : Grainstone : Wonosari
Oligosen Awal Miosen Tengah Neogen (N) Pliosen Akhir 23 Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Orbulina universa Globigerina bulbosa (LeRov) Globoquadrina dehiscens Globigerinoides altiaperturus

Umur

: N 11 - 12
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Nonionella sp. Rotalia sp.

Lingkungan bathymetri : Neritik Tengah Kedalaman : 30 100 meter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Blow (1969) Tepi 0 Bandy (1967)

151

No. conto Batuan Formasi

: LP 28 : Packstone : Oyo
Oligosen Awal Miosen Tengah Neogen (N) Pliosen Akhir 23 Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Globigerina bulbosa (LeRov) Globigerinoides trilobus(Reuss) Globoquadrina dehiscens Globorotalia praemenardi (Blow)

Umur

: N 11 - 13
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Amphistegina lessonii (dOrbigny) Epistominella vitrae (Parker)

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 30 meter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Blow (1969) Tepi 0 Bandy (1967)

152

No. conto Batuan Formasi

: LP 42 : Packstone : Oyo
Oligosen Awal Miosen Tengah Neogen (N) Pliosen Akhir 23 Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Orbulina universa Globoquadrina advena


Globorotalia pseudomiocenica

Globoquadrina dehiscens

Umur

: N 14 N 15
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Amphistegina lessonii (dOrbigny) Elphidium sp.

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 30 meter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Blow (1969) Tepi 0 Bandy (1967)

153

No. conto Batuan Formasi

: LP 66 : Packstone : Oyo
Oligosen Awal Miosen Tengah Neogen (N) Pliosen Akhir 23 Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Globoquadrina dehiscens Globorotalia siakensis


Globorotalia menardii

Globigerinoides trilobus(Reuss)

Umur

: N 13 N 14
NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Amphistegina lessonii (dOrbigny) Epistominella vitrae (Parker)

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 30 meter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Blow (1969) Tepi 0 Bandy (1967)

154

No. conto Batuan Formasi

: LP 101 : Packstone : Oyo


Oligosen Awal Miosen Tengah Neogen (N) Pliosen Akhir 23 Pleistosen

KALA

Foraminifera Plankton Globigerina bulbosa (LeRov) Globigerinoides trilobus Globigerinoides altiaperturus Orbulina universa

Umur

: N 11 - 12

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos Amphistegina lessonii (dOrbigny) Elphidium sp.

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 30 meter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Blow (1969) Tepi 0 Bandy (1967)

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tengah Luar Atas Tengah Bawah Kedalaman (meter) 30 100 200 500 1000 2000 5000

You might also like