You are on page 1of 24

ASUHAN KEPERAWATN PADA KLIEN Ny. T dengan TINDAKAN OPERATIF HISTEREKTOMI RADIKAL et Ca.

Cervix PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT di RSPI

Disusun Oleh : Kelompok IV Nama Anggota: 1. D. ELIZABETH SITINJAK 2. TRIKRISTIAWATI 3. SUKESI KUMALAYATI 4. ADNAN RIFAI 5. FANI YULIANTI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2014

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami selaku penyusun akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah seminar Praktek Klinik Keperawatan Gawat Darurat dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. T dengan Tindakan Operatif Histerektomi Radikal et Ca. Cervix sebagai presentasi kelompok. Tujuan dari penulisan makalah seminar ini adalah untuk memenuhi tugas praktek klinikal Keperawatan Gawat Darurat. Makalah ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang relevan, baik buku-buku diktat kedokteran, keperawatan, dari internet dan lain sebagainya. Tidak lupa ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini, yaitu: 1. Ns. Seven Sitorus, S.Kep sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta membantu dalam proses pengerjaan makalah, sehingga dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan dengan baik. 2. Ns. Santi Herlina, S.Kep sebagai Tim Dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II 3. Ns. Ani Widiastuti, S.Kep sebagai Tim Dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II 4. Ns. M. Fandizal, S.Kep sebagai dosen koordinator sekaligus Tim Dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II Tentu saja sebagai manusia, penyusun tidak dapat terlepas dari kesalahan. Karena itu penyusun merasa perlu untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang. Kelompok mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi perbaikan yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat diperbaiki di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kelompok sendiri khususnya maupun bagi para pembaca pada umumnya. Jakarta, 05 Februari 2014 tugas

Penyusun

DAFTAR ISI Nama Anggota Lembar Penilaian Lembar Konsultasi Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. Latar Belakang Tujuan Penulisan Ruang Lingkup Metode Penulisan Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi B. Fisiologi C. Konsep Dasar 1. Pengertian 2. Etiologi 3. Manifestasi Klinik 4. Patofisiologi 5. Patoflow 6. Komplikasi 7. Pemeriksaan Diagnostik 8. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis D. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 2. Diagnosa Keperawatan 3. Intervensi 4. Implementasi 5. Evaluasi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu, bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh. Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997). Kanker ini menyerang daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina). Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. Kanker serviks mungkin merupakan yang terpenting di antara penyakit-penyakit alat kandungan lainnya, disebabkan oleh karena frekuensinya yang tinggi dan akibatnya terhadap penderita. Mamma ca lebih tinggi frekuensinya, tetapi cervix ca lebih sering mematikan. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi. Kanker serviks ini sebagian besar (90%) karsinoma sel skuamosa dan sisanya (10%) adalah adenokarsinoma. Tipe lain yang jarang adalah karsinoma sel adenoskuamosa, karsinoma sel terang, melanoma maligna, dan sarkoma.
4

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Kanker serviks secara rutin disaring dengan uji pulasan Pap. Uji Pap telah menurunkan angka kematian akibat kanker servikal secara signifikan di Amerika Serikat dari 70% tahun 1950-1970 dan 40% tahun 1970-1995. Walaupun deteksi kanker servikal pada stadium yang sangat dini (dan dapat disembuhkan) dapat dilakukan dengan Pap Smear, banyak perempuanyang tidak melakukannya. Diperkirakan sekitar sepertiga perempuan yang memenuhi syarat tidak

melakukannya. Padahal, 70% perempuan dengan kanker serviks invasif yang baru didiagnosis, tidak melakukan pemeriksaan pap smear selama 5 tahun terakhir. (American Cancer Society, 2001) B. Tujuan a. Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. T dengan Tindakan Operatif Histerektomi Radikal et Ca. Cervix b. Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam konsep dasar dari kanker serviks dan tindakan operatif laparatomi dari anatomi, fisiologi, pengertian, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, patoflow dan penatalaksanaan medis maupun keperawatan. 2. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan tindakan operatif histerektomi radikal et ca. cervix dari aspek bio, psikososial dan spiritual. 3. Mahasiswa dapat merumuskan diagnosis keperawatan dan menentukan prioritas masalah pada klien dengan tindakan operatif histerektomi radikal et ca. cervix. 4. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosis keperawatan serta dapat melaksanakan rencana tindakan pada klien dengan tindakan operatif histerektomi radikal et ca. cervix.

5. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat. 6. Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil akhir terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan pada klien dengan tindakan operatif histerektomi radikal et ca. cervix. C. Ruang Lingkup Dalam makalah ini penulis hanya membahas mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan tindakan operatif histerektomi radikal et ca. cervix. Penulis berbagi informasi mengenai asuhan keperawatan ini kepada kalangan pembaca dari mahasiswa keperawatan maupun tenaga medis lainnya.

D. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penulisan makalah ini adalah Study Kepustakaan. Dimana dalam proses pengumpulan data menggunakan berbagai literatur, artikel dan referensi lain, baik dari ilmu keperawatan, kedokteran hingga ilmu kesehatan lainnya.

E. Sistematika Penulisan Pada makalah seminar ini terdiri dari tiga bab, beberapa subbab dan anak subbab, yang penulisannya terdiri dari lembar penilaian, lembar konsultasi, kata pengantar serta daftar isi. Pada BAB I: PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. Pada BAB II: TINJAUAN TEORITIS terdiri dari anatomi fisiologi, konsep dasar (yang dibagi menjadi 8 bagian yaitu pengertian, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, patoflow, komplikasi, pemeriksaan diagnostik serta penatalaksanaan keperawatan dan medis), dan asuhan keperawatan (yang terdiri dari lima bagian yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi). Pada BAB III: PENUTUP berisi kesimpulan serta saran. Dan terakhir terdapat daftar pustaka.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. KANKER SERVIKS 1. Definisi Menurut Faradina (2006) kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus. Dimana serviks adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding vagina anterior bagian atas dan berhubungan dengan vagina melalui sebuah saluran yg dibatasi ostium uterus eksternum & internum. Kanker serviks dapat berasal dari permukaan oktoserviks atau endoserviks. Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yg tidak terkendali yg dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2008). Kanker serviks adalah kanker yg terjadi pada leher rahim daerah organ reproduksi wanita yg merupakan pintu masuk kea rah rahim yg terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (Suharja, 2000). 2. Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab utama kanker serviks adalah virus HPV (human papilloma virus). Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 & 18 mempunyai peranan yg penting melalui sekuensi gen Onkoprotein dari E6 akan meningkat & menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berkaitan & menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya kanker serviks yaitu: Faktor Demografi a. Ras di Amerika Serikat insiden kanker serviks paling banyak dijumpai pada wanita Amerika Latin, Amerika Afrika, & penduduk asli b. Status ekonomi rendah prevalensi kanker serviks lebih tinggi pada wanita sosio-ekonomi rendah c. Usia kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita usia tua Faktor kebiasaan a. Jarang atau tidak pernah pap smear
7

b. Koitus usia dini jika pertama kali koitus <18 tahun, resiko relative menjadi kanker serviks adalah 1,6 c. Pasangan seksual >1 wanita dengan riwayat >6 pasangan seksual memiliki resiko relative kanker serviks sebanyak 2,2 x dan pasangan lakilaki memiliki pasangan seksual >1 d. Merokok merokok meningkatkan resiko relative menjadi kanker serviks sebanyak 1,7x e. Malnutrisi Faktor medis: a. Paritas insiden kanker serviks lebih banyak dijumpai pada wanita multipara (RR= 1,5-5,0) b. Imunosupresi

3. Klasifikasi Klasifikasi kanker serviks menurut KOmite Ginekologi Onkologi FIGO merekomendasikan (Faradina, 2006): Stadium FIGO I Keterangan Kanker serviks terbatas di serviks (penyebaran ke corpus uteri diabaikan) IA Kanker invasive didiagnosa hanya dengan mikroskopis. Semua lesi yg dapat terlihat dengan mikroskop meskipun dengan invasi superficial adalah stadium IB/T1B IA1 Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm atau dengan penyebaran horizontal 7 mm atau kurang IA2 Invasi stroma dengan kedalaman >3 mm dan <5 mm dengan penyebaran horizontal 7 mm atau kurang IB Lesi yg dapat dilihat secara klinis dikhususkan di serviks atau lesi mikroskopik lebih besar dari IA2 IB2 Lesi yg dapat dilihat secara klinis >4 cm pada dimensi yg paling besar II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul IIA Besar tumor mempunyai prognosis yg sama dengan stadium IB

IIA1 IIA2 IIB III

Besar tumor 4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas Besar tumor >4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas Dengan invasi parametrium Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau afungsi ginjal

IIIA

Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina & infiltrasi parametrium, tidak terdapat perluasan ke dinding pelvis

IIIB

Tumor

meluas

ke

dinding

pelvis

dan/atau

menyebabkan

hidronefrosis atau afungsi ginjal IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau rectum dan/atau meluas ke pelvis IVB Metastasis jauh

4. Manifestasi Klinis Gejala umum yg dapat ditemukan yaitu: perdarahan kontak, keputihan campur darah & berbau, serta tanda2 anemia. Sedangkan gejala khusus yg dijumpai yaitu: keluar cairan dari kemaluan berupa darah bercampur dengan keputihan & berbau khas. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, tanda-tanda klinis akan terlihat jelas, berupa serviks yg membesar, irregular & padat. Pertumbuhan serviks dapat berupa endofitik, eksofitik maupun ulseratif. Dapat melibatkan vagina, parametrium maupun dinding panggul. Menurut Dalimartha (2004) pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala2 khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid, amenorrhea, hipermenorrhea, & penyaluran secret vagina yg sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yg khas

terjadi pada penyakit ini yaitu darah yg keluar berbentuk mukoid. Nyeri yg dirasakan dapat menjalar ke ekstremitas bagian bahwah dari daerah lumbal. 5. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan pap smear Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil dari posio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x hasil pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun. b. Pemeriksaan DNA HPV Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan paps smear untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yg positif yg ditemukan kemudian dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan resiko kanker serviks. c. Biopsy Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear emnunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Teknik yg biasa dilakukan adalah punch biopsy yg tdk memerlukan anastesi & teknik cone biopsy yg menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan yg ada pada serbiks. Jaringan yg diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsy akan memperjelas apakah yg terjadi itu kanker invasive atau hanya tumor saja. d. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena kolposkopi memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam mengetes darah yg abnormal. e. Tes schiller Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada serviks yg normal akan membentuk bayangan yg terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yg mengadnung kanker akan menunjukkan warna yg tidak berubah karena tidak ada glikogen.
10

f. Radiologi Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih & rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, & sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan abdomen/pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau terkenanya nodus limpa regional. Pelvic limphangiografi dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvic atau peroartik limfe Pemeriksaan intravena urografi dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yg dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.

6. Penatalaksanaan a. Stadium A1 Penatalaksanaan yg direkomendasikan adalah histerektomi total

(perabdominal atau pervaginam).Jika terdapat vaginal intraepithelial neoplasie (VAIN) maka histerektomi menyertakan pengangkatan vagina sampai batas yg diperkirakan dari VAIN. Jika fertilitas masih diinginkan, terapi cukup dengan konisasi dilanjutkan dengan pengamatan lanjut (pap smear pada bulan ke-4 & kemudian tiap tahun jika kesua smear sebelumnya nagatif) b. Stadium IA2 Terdapat potensi untuk terjadinya metastasis ke kelenjar getah bening (KGB), untuk membuktikan metastasis ke KGB maka harus dilakukan limfadektomi pelvis. Pengobatan yg direkomendasikan adalah histerektomi radikal (tipe 2) & limfadektomi pelvis. Jika fertilitas masih diinginkan pilihannya adalah: trakelektomi radikal & limfadektomi pelvis ekstra peritoneal atau laparoskopi. c. Stadium IB1 <4 cm, IIA <4 cm Pengobatan pembedahan standar stadium IB1/IIa (diameter 4 cm) adalah histerektomi radikal (tipe II & III berdasarkan klasifikasi Piper Rutledge) dan limfadenektomi pelvis. Pada psien yg lebih muda, ovarium dapat ditinggalkan & atau digantungkan diluar lapangan radiasi. Untuk stadium IB1 <2 cm, dapat dilakukan tindakan trakelektomi radikal. d. Stadium IB2 IIA >4 cm
11

Pilihan untuk terapi primer pada stadium ini antara lain: 1) Kemoradiasi primer 2) Histerektomi radikal primer & limfadenektomi pelvis bilateral, yg biasanya diikuti dengan radiasi ajuvan 3) Kemoterapi neoajuvan (pemberian 3 seri kemoterapi) diikuti dengan histerektomi radikal & limfadenektomi pelvis radiasi atau kemoradiasi ajuvan pasca operasi. Dalam sumber lain disebutkan terapi untuk kanker srviks ditetapkan berdasarkan stadium klinik. Dalam hal ini dikenal (1) terapi bedah (2) radioterapi (3)kemoterapi. 1) Terapi bedah Pada karsinoma in situ & mikroinvasif, tumor dibuang dengan cara konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma lebih banyak memilih histerektomi total & pembuatan manset vaginal kecil. Khusus mikroinvasif banyak memilih karsinoma radikal. Bagi wanita yg masih menginginkan anak dapat dipertimbangkan konisasi atau kriokoagulasi dan elektrokoagulasi 2) Radioterapi Pada karsinoma invasive sstadium lanjut (IIB, III, IV) tetapi biasanya bersifat faliatif, dititik beratkan pada radiasi eksternal dan internal. Radioterapi pada saat ini radiasi diarahkan pada massa tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak menimbulkan penyulit yg berarti. Kemoterapi, pada umumnya sitistatika hanya merupakan terapi ajuvan

12

B. HISTEREKTOMI RADIKAL 1. Tipe Histerektomi Tahun 1974, Piver dkk mengklasifikasikan 5 tipe histerektomi, yaitu: a. Histerektomi ekstrafasial (tipe I) Ini merupakan simple histerektomi. Maksud dari histerektomi tipe ini adalah untuk mengangkat semua jaringan serviks. Deteksi & retraksi ureter kea rah lateral tanpa diseksi dari uretral bed memungkinkan clamping jaringan paraservikal tampa melakukan diseksi kearah jaringan serviks itu sendiri. Tindakan ini sesuai untuk kanker serviks stadium IA1. b. Histerektomi radikal yg dimodifikasi (tipe II) Tujuannya adalah untuk mengangkat jaringan paraservikal lebih banyak, namun tetap mempertahankan aliran darah ke ureter sebelah distal & kandung kemih. Ureter dibebaskan dari posisi paraservikal, namun tidak di diseksi di luar ligamentum pubovesikal. Ligamentum kardinale & 1/3 atas vagina diangkat. Tindakan ini biasanya dilakukan pada kanker serviks stadium IA2. c. Histerektomi radikal (tipe III) Tindakan operasi ini sering dilakukan pada kanker serviks stadium IB. tujuan prosedur ini adalah eksisi radikal yg luas dari jaringan parametrium & paravesikal, serta pengangkatan KGB pelvis. Arteri uterine di ligasi dari asalnya di arteri iliakan interna. Dilakukan diseksi ureter dari ligamentum pubovesikal hingga ke masuknya ureter ke kandung kemih, kecuali sebagian kecil lateral dari ligamentum dipertahankan antara ujung bawah ureter & arteri vesikalis superior, yg akan mempertahankan aliran darah ke ureter sebelah distal. Ligamentum uterosakral di eksisi pada pertemuannya dengan sacrum, sedangkan ligamentum kardinale di eksisi pada dinding pelvis. bagian vagina juga diangkat. d. Histerektomi radikal yg diperluas (tipe IV) Tujuan operasi ini adlaah pengangkatan seluruh jaringan periuretral. Tindakan ini berbeda dari histerektomi tipe III yaitu dari aspek: dilakukan diseksi ureter seluruhnya dari ligamentum pubovesikal, arteri vesikalis superior dikorbankan dan vagina dieksisi. Resiko terjadinya fistula ureter meningkat dengan prosedur ini. e. Eksentrasi parsial (tipe V)
13

Tujuan operasi ini adalah pengangkatan kanker yg mengalami rekuren sentral yg melibatkan ureter sebelah distal atau kandung kemih. Prgan yg bersangkutan di eksisi secara parsial & ureter di implantasikan kembali ke dalam kandung kemih. Perosedur ini biasanya dilakukan jika tidak sengaja ditemukan kanker yg melibatkan ureter sebelah distal pada saat dilakukan histerektomi radikal. Alternative lain, operasi dapat dilibatkan & pasien diterapi dg radiasi. Klasifikasi histerektomi radikal berdasarkan luas pengangkatan jaringan paraservikal yaitu (International Gynecologic Cancer Society): 1) Kelas A: reseksi minimal jaringan paraservikal serviks diangkat secara intoto 2) Kelas B: reseksi jaringan paraservikal pada daerah ureter reseksi komponen fibrous 3) Kelas C: reseksi jaringan paraservikal pada daerah dinding pelvis reseksi seluruh jaringan paraservikal 4) Kelas D: perluasan reseksi sesuai struktur anatomi dinding pelvis prosedur eksenterasi

2. Persiapan Histerektomi Radikal Persiapan untuk operasi, terutama operasi radikal, termasuk didalamnya adalah anamnesa riwayat medis & operatif (disertai hasil patologi jika ada), pemeriksaan fisik diagnostic untuk menilai kondisi umum pasien & toleransi operasi serta menilai penyebaran/perluasan penyakit. Tujuan persiapan operasi adalah untuk meminimalisasi resiko komplikasi intraoperatif & post operatif. a. Urografi intravena menilai abnormalitas fungsional & anatomis dari traktus urinarius b. Sistokopi dapat menunjukkan bullous edema atau invasi tumor ke kandung kemih c. Kultur urin menilai ada tidaknya infeksi pada traktus urinarius d. Penilaian urodinamik menunjukkan abnormalitas yg sebelumnya (inkontinensia) e. Kateter transurethral dipasang saat operasi untuk memonitor ekskresi renal

14

Persipan kolon pasien puasa min.12 jam sebelum operasi & kolon dikosongkan sepenuhnya jika memungkinkan 1) Vagina dibersihkan dengan larutan providon iodine 2) Pasien diberikan informasi mengenai prosedur dan konsekuensi yg mungkin terjadi 3) Pasien diberikan antibiotic profilaksis

3. Teknik Histerektomi Radikal Insisi Dinding abdomen dibuka melalui insisi lower midline yg diperluas ke sebelah kiri umbilicus atau melalui insisi low transverse Maylard atau Cherney Eksplorasi Setelah memasuki rongga peritoneum, semua organ di palpasi secara sistematis & jika diduga ada oenyebaran & metastase dilakukan pemeriksaan potong beku Histerektomi radikal Dengan uterus yg dilakukan traksi, kita memasuki retroperitoneum melalui ligamentum rotundum kiri & kanan. Ureter diidentifikasi & rongga paravesikal & pararektal dibuka dengan diseksi secara tumpul & tajam Pemisahan kandung Plika vesikouterina dibuka & dibebaskan dari serviks kemih Ligasu arteri uterine anterior & bagian atas vagina Arteri uterine diligasi pada pangkal percabangan dengan arteri hipogastrika Diseksi ureter Masing2 ureter dibebaskan dari perlengketan dengan peritoneum & juga dibebaskan dari sisi uterus sampai ke tempat muara ureter dengan kandung kemih Diseksi posterior Peritoneum yg melewati kavum Douglas di insisi & rongga rektovaginal diidentifikasi dengan melakukan traksi pada rectum. Dengan menggunakan diseksi tajam & tumpul, rectum dipisahkan dari vagina posterior & ligamentum uterosakral & ligamentum tersebut di potong pada pertengahannya Diseksi lateral Setelah ligamentum uterosakral terbagi, ligamentum

kardinale di klem sedekat mungkin ke dinding pelvis. Jika

15

ovarium hendak diangkat, ligamentum infundibulopelvikum di klem & dipotong. Jika ovarium hendak dipertahankan, ovarium dibebaskan dari fundus melalui transeksi

lgamentum ovarium & tuba falopi Reseksi vagina Seberapa panjang vagina yg hendak diangkat tergantung dari lesi primer & temuan koloskopi di vagina Limfadenektomi pelvis Bila ada pembesaran KGB pelvis atau paraaorta yg dikonfirmasi dengan frozen section, maka yg diangkat atau dibuang hanya kelenjar getah bening yg membesar & untuk menghilangkan mikromestatase dapat dilakukan radiasi eksternal. Jika tidak ada KGB yg dicurigai, maka dilakukan limfadenektomi pelvis seluruhnya Post ekstirpasi Rongga peritoneum di irigasi menggunakan air hangat atau saline. Peritoneum pelvis tidak ditutup & tidak dipasang drain kecuali ada kekhawatiran hemostasis

4. Komplikasi a. Komplikasi intraoperatif Cedera pada kandung kemih, usus, ureter, pembuluh darah pelvis, & saraf. Dapat pula terjadi banyak kehilangan darah yg kadang membutuhkan transfuse darah. b. Komplikasi post-operatif Infeksi traktus urinarius, thrombosis vena, emboli paru, fistula uterovaginal, fistula vesikovaginal, demam, ileus, burst abdomen, obstruksi ureter. c. Komplikasi lanjut histerektomi Disfungsi kandung kemih yg memanjang, limfadema, disfungsi seksual

16

PATHWAY

Usia koitus pertama kali <16 tahun

Sering paritas

Berganti-ganti pasangan

Hygiene

Merokok

Sering terjadi perlukaan di organ Resiko tertular penyakit menular seksual tinggi Port de enrtry kuman terbuka

Penggunaan antiseptic berlebihan

Lender serviks mengandung nikotin

Sel mukosa pada serviks belum matang

reproduksi

Iritasi mukosa

Menurunkan daya tahan serviks

Rentan terhadap rangsangan Infeksi virus HPV

Mukosa rentan Terhadap rangsangan Rentan terhadap invasi virus

Masuknya mutagen

Metaplasia sel

Neoplasia intraepitelia serviks

Dysplasia sel

Deferensiasi sel2 epitel

Perubahan struktur sel & fungsi sel2 normal

Aktivitas regenerasi sel meningkat

Sel2 ganas/karsinoma

Menekan jaringan sekitar

Kurang pengetahuan tentang penyakit proses

Ulkus jaringan

nekrosis

Iskemia jaringan Ansietas


17

Pengeluaran Perdarahan koitus saat Jaringan sekitar Perdarahan massif bradikinin, histamine Deficit Ketidakpuasan saat koitus Kerusakan integritas jaringan Perubahan seksual Nyeri akut pola Respon nyeri cairan volume Penekanan ujung saraf simpatik

serviks rapuh

Radikal Histerektomi

Pre operasi

Intra operasi

Post operasi

Kurang pengetahuan tentang prosedur

Prosedur pembedahan Efek anastesi saat Pembedahan pada Perlukaan pembedahan Diskontinuitas jaringan Penurunan kesadaran Perdarahan massif Tingkat Deficit cairan volume kewaspadaan berkurang Retensi urin Resiko cedera Gangguan pola eliminasi Kesulitan pengosongan VU Resiko infeksi Sensai rangsang Terbukanya port vesika urinaria pada

bekas pembedahan

pembedahan

Ansietas

VU menurun

de entry kuman

18

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian Pengkajian meliputi: a. Identitas pasien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, dll) b. Keluhan utama c. Riwayat penyakit sekarang d. Riwayat kesehatan masa lalu e. Riwayat kesehatan keluarga f. Riwayat psikososial g. Pola kebiasaan sehari-hari (pola nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat dan tidur) h. Pemeriksaan fisik (pemeriksaan kesadaran, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan head to toe) i. Pemeriksaan penunjang

2.

Diagnosa dan Intervensi Nyeri akut Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam klien tidak mengalami nyeri Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang klien mengatakan mampu mengontrol nyeri klien mampu mengenali nyeri INTERVENSI Lakukan pengkajian nyeri RASIONAL secara Memudahkan menentukan inetrvensi

komprehensif termasuk lokasi nyeri, durasi, selanjutnya frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari Mengidentifikasi adanya nyeri pada klien Perubahan tekanan darah dapat

ketidaknyamanan Kontrol tekanan darah klien

19

mengindikasikan adanya reaksi dari pemberian obat-obatan Kontrol lingkungan yang dapat Mengurangi faktor pencetus nyeri

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Apabila faktor pencetus berkurang

maka intensitas nyeri akan berkurang Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan Dukungan menemukan dukungan dari keluarga dapat

membantu klien mengatasi nyeri

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: Teknik non farmakologi yang benar napas dada, relaksasi, distraksi, kompres akan membuat klien rileks dan nyaman hangat/dingin Tingkatkan istirahat sehingga dapat mengurangi nyeri Istirahat akan membuat klien merasa nyaman, berkurang Kolaborasi: Penggunaan agens-agens farmakologi sehingga nyeri dapat

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, untuk mengurangi atau menghilangkan seperti nyeri

Resiko Infeksi Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam resiko infeksi tidak menjadi aktual Kriteria hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Klienmenunjukkan perilaku hidup sehat Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal INTERVENSI RASIONAL

Pantau tanda/gejala infeksi (missal.suhu Mengetahui tanda infeksi secara dini tubuh, denyut jantung, pembuangan, memungkinkan pencegahan terhadap

penampilan luka, sekresi, penampilan urin, infeksi dan mengurangi keparahan infeksi
20

suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise) Kaji faktor yg meningkatkan serangan infeksi (missal.usia lanjut, tanggap imun rendah, dan malnutrisi)

yg mungkin sudah terjadi Faktor pemberat dapat mengakibatkan infeksi berkembang leboh cepat

Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung Perubahan

hasil

laboratorium

granulosit absolut, hasil-hasil yg berbeda, mengidentifikasikan adanya infeksi protein serum, dan albumin) Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yg Cuci benar tangan dengan benar dapat

mencegah transmisi organism

Ajarkan kepada pasien dan keluarganya Pengetahuan tentang tanda gejala infeksi tanda/gejala infeksi dan kapan harus memungkinkan pencegahan infeksi lebih melaporkannya ke pusat kesehatan Berikan terapi antibiotic bila diperlukan dini Mencegah infeksi

Ansietas Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien teratasi Kriteria hasil : TTV klien dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas Klien mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas INTERVENSI Identifikasi tingkat kecemasan RASIONAL Membantu selanjutnya Bantu klien mengenali situasi yang Mengidentifikasi sumber kecemasan klien menentukan intervensi

menimbulkan kecemasan Dorong klien untuk mengungkapkan Mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi akan mengurangi kecemasan klien Membuat klien merasa tenang dan

perasaan, ketakutan, persepsi Dengarkan dengan penuh perhatian

mengurangi kekhawatiran klien Temani klien untuk memberikan keamanan Memberikan keamanan pada klien dan
21

dan mengurangi takut

mengurangi takut

Jelaskan semua prosedur dan apa yang Mengurangi kecemasan klien, meningkatkan dirasakan selama prosedur pemahaman klien mengenai prosedur

tindakan yang akan dilakukan Libatkan keluarga untuk mendampingi klien Keluarga dapat member dukungan positif kepada klien Instruksikan pada klien untuk menggunakan Untuk teknik relaksasi Kolaborasi: Berikan obat anti cemas mengurangi kecemasan yang

dirasakan klien Pemberian obat anti cemas sesuai dengan kebutuhan klien dapat mengurangi

kecemasan klien

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28690/3/Chapter%20II.pdf. tanggal 21 Juli 2012. Pukul 11.47 WIB.

Diakses

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21557/4/Chapter%20II.pdf. tanggal 21 Juli 2012. Pukul 11.23 WIB.

Diakses

Faradina, D. 2009. Tesis: Histerektomi Radikal pada Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik Medan Januari 2002-Desember 2006. Diakses

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6451/1/09E00708.pdf. tanggal 21 Juli 2012. Pukul 11.53 WIB

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 1981. Ginekologi. Bandung: Elfstar Offset.

22

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Price, Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Dey, S. K., Lim, H., Das, S. K., Reesee, J., Paria, B.C., Daikoku, T., and Wang, H. 2003. Molecular Cues to Implantation. Endocrine Reviews. 95, 7191-7196. Hakimi, M. 1996. Fisiolgi dan Patologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica. Jakarta. Manuaba, I. 1998. Ilmu kebidana dan Penyakit Kandungan. EGC. Jakarta. Sylvia, W. C., James, C., Page, M and Korach, K.S. 1999. Disruption of estrogen signaling does not prevent progesterone action in the estrogen receptor knockout mouse uterus. J. Biochemistry Vol. 96 3646-3651. Abercrombie. 1993. Kamus Lengkap Biologi. Erlangga. Jakarta. Bibhas, C., Paria., Ma, W., Tan, J., Raja, S., Sonjoy, K., Sudhansu, K., Dey. Brigid, L., M., Hogan. 2000. Cellular and molecular responses of the uterus to embryo implantation can be elicited by locally applied growth factors. J. Dev. Bio. 98, 1047-1052

23

You might also like