You are on page 1of 11

ANALISA PENGARUH PENGELASAN GMAW TERHADAP PERUBAHAN MIKROSTRUKTUR, TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA ALUMINIUM DENGAN VARIABEL

HEAT INPUT YANG BERBEDA


Catur Indra Sukmana (1), Murdjito(2), Gatot Dwi Winarto(3)
(1) (2),(3)

Mahasiswa Teknik Kelautan Staf Pengajar Teknik Kelautan

ABSTRAK
Fiber adalah salah satu material yang digunakan dalam pembuatan kapal cepat. Keuntungan dari fiber adalah selain harganya yang relatif murah, bobotnya juga ringan. Sedangkan kekurangan dari bahan ini adalah sifatnya yang tidak bisa didaur ulang sehingga dapat menimbulkan masalah pada lingkungan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka sebagai alternatif pengganti bahan ini adalah menggunakan aluminium. Selain ringan (mass jenisnya 2.65 gr/cm3) bahan ini juga tahan terhadap korosi air laut. Pada kapal tersebut nantinya juga diperlukan adanya konstruksi, terutama konstruksi pengelasan. Pengelasan adalah proses penyambungan dua atau lebih material yang mempunyai komposisi yang sama maupun berbeda dengan menggunakan masukan energi panas (heat input). Parameter yang perlu diperhatikan dalam pengelasan adalah arus listrik, tegangan listrik, dan kecepatan pengelasan. Karena pengelasan erat hubungannya dengan pengaruh panas, maka hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap sifat karakteristik dari material yang dilas. Maka dari itu, penelitian kali ini akan membahas tentang pengaruh pengelasan GMAW terhadap perubahan mikrostruktur, tegangan sisa, dan distorsi pada aluminium dengan variabel heat input. Material yang digunakan adalah aluminium seri 5083 dengan dimensi 300 mm x 150 mm x 12 mm. perubahan mikrostruktur dan distorsi diamati di laboratorium sedangkan perhitungan tegangan sisa menggunakan metode elemen hingga. Pada hasil akhir penelitian didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara pengaruh heat input dengan perubahan mikrostruktur, tegangan sisa, dan distorsi. Kata kunci : GMAW, Aluminium 5083, mikrostruktur, Tegangan sisa, dan distorsi. (Semih, 2007). Proses pengelasan, pada dasarnya

1. PENDAHULUAN
Proses pengelasan banyak digunakan untuk fabrikasi dalam aplikasi engineering, misalnya untuk pesawat terbang, otomotif, dan industry perkapalan (Gery, dkk. 2005). Salah satu metode pengelasan yang sering dipakai oleh masyarakat umum, yaitu metode GMAW (Gas Metal Arc Welding). Pengelasan ini juga disebut MIG karena menggunakan gas inert dimana elektroda yang digunakan tidak di coating dan dan dapat mensuplai terus karena berbentuk gulungan

memiliki tujuh macam sambungan, yaitu: butt joint, backing joint, T joint, Cross joint, overlap joint, corner joint, dan edge joint. Sambungan-sambungan tersebut tergantung memiliki kondisi karakteristik material sendiri-sendiri dikerjakan. yang

Sedangkan untuk posisi pengelasan ada beberapa jenis, yaitu: flat, horizontal, vertical, dan overhead (ASME section IX, 2001). Selama pengelasan, daerah di bawah logam las akan mengalami pemuaian, sedangkan daerah di bawahnya

mencoba menahannya. Bagian yang memuai itu akan mengalami dibawahnya tegangan melawan tekan dengan sedangkan tegangan daerah tarik.

panas dengan klasifikasi dapat dan tidak dapat diperlaku panaskan dan cara ketiga yang berdaskan unsur unsur paduan yaitu : Al murni, Al-Cu, AlMn, Al-Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, dan Al-Zn. Paduan yang dapat diperlaku-panaskan adalah paduan di mana kekuatannya dapat diperbaiki dengan pengerasan dan penemperan, sedangkan paduan yang tidak dapat diperlaku-panaskan kekuatannya hanya dapat diperbaiki dengan pengerjaan dingin. Logam paduan yang termasuk dalam kelompok yang tidak dapat diperlaku-panaskan adalah jenis Al murni, AlMg ,Al-Si, dan Al-Mn. Sedang kelompok yang dapat diperlaku-panaskan masih dibagi lagi dalam jenis perlakuan panasnya yaitu anil-temper (O-temper), pengerasan regang (H-temper), pengerasan alamiah dan pengerasan buatan. 2.1.1. Struktur Mikro Aluminium Susunan atom atom yang teratur dalam tiga dimensi menurut suatu pola tertentu dinamakan kristal. Proses pembentukan kristal disebut dengan kristalisasi yang terjadi pada saat pembekuan, perubahan dari fase cair ke fase padat. Dilihat dari mekanismenya kristalisasi terjadi melalui dua tahap : 1. 2. Pembentukan inti (nucleation) Pertumbuhan kristal (kristal growth)

Sebaliknya, selama proses pendinginan, daerah di bawah logam las mengalami tegangan tarik dan daerah di bawahnya melawannya dengan tekanan. Tegangan tegangan yang terjadi pada pelat yang dilas ini terus ada hingga temperatur kamar. Tegangan yang demikian ini disebut tegangan sisa atau residual stress (Sonawan, dkk. 2003). Selain tegangan sisa, akibat dari pengaruh panas yang lain adalah adanya perubahan struktur mikro dari logam tersebut. Karena pengaruh heat input terhadap material sangat siginifikan terhadap kualitas hasil lasan, maka dalam tugas akhir kali ini akan dilakukan analisa tegangan sisa distorsi dan metallographic pada aluminium seri 5083 dengan proses pengelasan GMAW. Untuk analisa tegangan sisa dan distorsi, menggunakan bantuan software ANSYS 11 sedangakan untuk metallographic dapat menggunakan mikroskop elektron. Pada akhir analisa di dapatkan pengaruh heat input yang berbeda terhadap tegangan sisa, distorsi dan mikrostruktur pada hasil lasan

2. DASAR TEORI
2.1. Aluminium
Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap korosi dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat alat penyimpanan. Paduan aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu berdasarkan pembuatan, dengan klasifikasi paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan

Dalam keadaan cair atom-atom tidsak memilki susunan teratur tertentu, selalu / mudah bergerak. Dalam keadaan cair, temperaturnya relatif tinggi dan atom memiliki energy cukup banyak sehingga mudah bergerak, tidak ada pengaturan letak atom relatih terhadap atom lain. Dengan turunnya temperature maka energy atom makin rendah dan makin sulit bergerak dan mulai

mencari kedudukan relative terhadap atom lain, mulai membentuk kisi ruang. Ini terjadi pada tempat yang relative lebih dingin dimana sekelompok atom menyusun diri membentuk inti Kristal. Inti-inti ini akan menjadi pusat dari proses kristalisasi selanjutnyas. Dengan makin turunnya temperatur makin banyak atom yang ikut bergabung dengan inti yang sudah ada atau membentuk inti baru. Setiap inti akan tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari cairan atau dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk mengisi tempat kosong pada lattice yang akan dibentuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1.

Pertemuan satu dendrit Kristal dengan lainnya dinamakan batas butir Kristal (grain boundary) yang merupakan bidang yang membatasi antara dua Kristal (gambar 2.2 dan gambar 2.3). Batas butir adalah tempat dimana terdapat ketikdak-teraturan susunan atom di samping juga biasanya mengandung unsurunsur ikutan (impurity) lebih banyak.

Gambar 2.2 Dendrit 2D

Gambar 2.1 Struktur mikro AA5083 pada suhu (a) 525C, (b) 550C, (c) 660C, (d) 625C (Katsas, 2005) Pertumbuhan ini berlangsung dari tempat yang lebih dingin menuju tempat yang lebih panas. Pertumbuhan ini tidak bergerak lurus saja, tetapi mulai membentuk cabang-cabang dan ranting-ranting, struktur ini disebut struktur dendrite. Dendrit ini terus tumbuh ke segala arah, sehingga cabang/ranting dendrite hampir bersentuhan dan sisa cairan yang terakhir akan membeku di sela-sela dendrite ini. Gambar 2.3 Dendrit 3D

2.2. Gas Metal Arc Welding (GMAW)


Nama lain dari proses pengelasan ini adalah metal inet gas (MIG) dimana kawat elektroda yang

digunakan tidak terbungkus dan sifat suplainya yang terus-menerus. Daerah lasan terlindung dari atmosphere melalui gas yang dihasilkan dari alat las tersebut,seperti terlihat pada gambar 2.4. (Genculu, 2007). Gas pelindung yang digunakan adalah gas Argon, helium atau campuran dari keduanya. Untuk memantapkan busur kadang-kadang ditambahkan gas O2 antara 2 sampai 5% atau CO2 antara 5 sampai 20% (Wiryosumarto, 1996).

berjalan suhunya berubah terus sehingga distribusi suhu tidak merata. Karena panas tersebut, maka pada bagian yang dilas terjadi pengembangan termal. Sedangkan bagian yang dingin tidak berubah sehingga terbentuk penghalangan pengembangan. Hal inilah yang menimbulkan tegangan sisa. Tegangan sisa yang terjadi karena pengelasan ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu : tegangan sisa pada bagian konstruksi yang bebas dan tegangan sisa oleh adanya halangan dari luar (Wiryosumarto, 1996).

Gambar 2.4 Pengelasan GMAW atau MIG (Genculu, 2007) Gambar 2.5 Pembentukan Tegangan Sisa

2.3. Heat Input


Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti dipengaruhi juga oleh arus las, tegangan dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelesan yang dikenal dengan HEAT INPUT. Persamaan heat input dapat dituliskan sebagai berikut : HI = Teg. Las x Arus Las Kec. Pengelasan

(Wiryosumarto, 2007) 2.4.1. Perhitungan Tegangan Sisa Kita dapat menghitung besarnya tegangan sisa pada material yang telah dilas secara dua dimensi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.:

2.4. Tegangan Sisa


Dalam proses penglesan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat dan selama proses

Dengan: x = Tegangan tegak lurus garis las x = Tegangan searah garis las x = Regangan tegak lurus garis las y = Regangan searah garis las v = Angka perbandingan poison

2.5. Distorsi pada Pengelasan


Pada proses pengelasan, sambungan pada material menerima beban panas yang tinggi. Distribusi panas yang timbulkan tidak merata ke semua bagian. Sehingga suhu pada daerah lasan dan HAZ lebih tinggi daripada logam induk yang tidak terkena pengaruh panas. Selama proses pendinginan, daerah lasan akan menjadi padat dan menyusut sehingga terjadi tegangan tarik disekitar lasan dan HAZ. Jika tegangan tarik yang dihasilkan melebihi tegangan yield dari logam induk, maka hal ini bisa menimbulkan deformasi plastis pada material. Deformasi plastis ini nantinya akan menyebabkan perubahan dimensi dan penyimpangan material. Hal inilah yang disebut dengan distorsi. Beberapa jenis distorsi dapat dilihat pada gambar 2.6.

miroskop optis dan mikroskop electron. Sedangkan struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan tersebut dilakukan terhadap spesimen yang telah diproses sehingga bisa diamati dengan pembesaran tertentu. Gambar 2.7 berikut menjelaskan contoh pengamatan pada aluminium.

Gambar 2.7 Struktur Mikro Aluminium Uji metalographi dilakukan dengan cara mengamati hasil lasan dengan bantuan mikroskop. Ada beberapa hal yang dapat diketahui dari pengamatan ini, antara lain : 1. 2. Mengetahui kondisi hasil lasan Jumlah pass dari pengelasan yang

digunakan. 3. Struktur metalurgi pada lasan dan fusion zone. 4. Luas dan struktur metalurgi pada heat affected zone 5. Gambar 2.6 Macam-macam Distorsi dalam Pengelasan (Wiryosumarto, 2007) Lokasi dan kedalaman dari hasil lasan

2.7. Metode Elemen Hingga


Untuk menghitung besarnya tegangan sisa yang dihasilkan dalam proses pengelasan, dapat menggunakan program ANSYS Multiphysic. Pada

2.6. Metallographic Test


Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur logam dengan menggunakan

program ini diawali dengan pembuatan model. Setelah pemodelan selesai, maka tahap selanjutnya adalah proses pembebanan. Jenis pembebanan yang

digunakan adalah beban thermal. Dari pembebanan tersebut, nantinya akan didapatkan hasil berupa distribusi panas, tegangan sisa, dan regangan (gambar 2.8).

gas Argon dan menggunakan jenis elektroda ER5356 1.2 mm. Parameter yang dirubah pada proses pengelasan kali ini adalah arus listrik sedangkan tegangan yang digunakan adalah 21 Volt. Variasi arus listrik yang digunakan adalah : 100 A, 115 A, 135 A, 150 A, dan 165 A. Adapun peralatan yang digunakan dalam proses pengelasan GMAW (gambar 3.2)

Gambar 2.8 Hasil Running Program ANSYS

3. PENGERJAAN
3.1. Pembuatan Spesimen
Spesimen yang digunakan adalah aluminium 5083 yang memiliki ketebalan 12 mm (gambar 3.1). Sedangkan jenis bevel yang digunakan adalah single V groove yang dibuat dengan menggunakan grinda. Jumlah spesimen yang dibuat sebanyak lima buah. Proses pembuatan bevel seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Peralatan yang diperlukan untuk pembuatan spesimen ini adalah gerinda, meja kerja, penjepit benda kerja dan meteran. Gambar 3.2 Perlengkapan Proses Pengelasan Proses pengelasan diawali dengan pembuatan tack weld pada ujung ujung material sebagai penyambung material agar tidak bergeser saat dilakukan pengelasan full length seperti terlihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Proses Pengelasan Gambar 3.1 Pembuatan Spesimen

3.2. Proses Pengelasan GMAW


Pengelasan kali ini menggunakan las jenis GMAW dengan gas pelindung yang digunakan adalah jenis

3.3. Pengukuran distorsi


Setelah proses pengelasan selesai, dilakukan pengkuran penyimpangan pada masing masing

spesimen.

Peralatan

yang

dibutuhkan

dalam

Grinding : meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara menggosokkan pada kertas amplas. Polishing : bertujuan untuk mendapatkan permukaan sampel yang mengkilat seperti cermin dengan cara menggosokkan pada kain halus yang sebelumnya sudah ditaburi polishing powder. Etching : dengan cara mencelupkan pada larutan kimia tertentu selama beberapa detik.

pengukuran distorsi adalah dial gauge, jangka sorong, dan penggaris.

Gambar 3.4 Dial Gauge

Melakukan x.

pengamatan

menggunakan

mikroskop electron dengan pembesaran 200 Pembaaan ukuran butir dengan menggunakan software grain size.

3.5. Analisa Tegangan Sisa dan Distorsi


Ada beberapa langkah untuk melakukan analisa tegangan sisa pada program ANSYS, yaitu : Pembuatan model Gambar 3.5 Pengukuran Penyimpangan Setelah proses perhitungan penyimpangan selesai, dilakukan perhitungan distorsi denga menggunakan Autocad. Memasukkan material properties (poisson ratio, yield strenght, modulus Young, densitas, thermal conductivity, dll) Meshing Pembebanan thermal yang menghasilkan output thermal stress Pemodelan structural dengan memasukkan Gambar 3.6 Pengukuran Distorsi thermal stress sebagai beban dinamis. Output akhir yang diperoleh adalah residual stress dan distorsion

3.4. Uji metallographic


Pada tahap analisa metallographic, langkah yang harus dilakukan adalah : Cutting : pemotongan sampel spesimen dengan ukuran 60 mm x 10 mm x 12 mm.

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Heat Input 4.2 Pengukuran distorsi Dengan mengguanakan dial gauge, kita dapat mengetahui penyimpangan yang terjadi pada tiap spesimen. Tabel 4.3 Tabel Pengukuran Penyimpangan Gambar 3.7 Pemodelan Spesimen

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Pengelasan Tabel 4.1 Hasil Pengelasan Kemudian dengan menggunakan Autocad, dapat kita ketahui nilai deformasi yang terjadi. Tabel 4.4 Tabel Nilai Deformasi

Kemudian dari data-data diatas dapat dihitung besarnya masing - masing Heat Input untuk tiap layer pengelasan seperti pada tabel berikut :

4.3. Pengamatan Struktur Mikro

Setelah pengmatan dengan menggunakan mikroskop electron selesai, hasilnya nanti akan dianalisa menggunakan software grain size yang nantinya akan didaptakan hasil ukuran grain size untuk masing masing spesimen. Lokasi pengukuran ada Sembilan titik

Gambar 4.1 Pengamatan dengan Software Grain Size

Tabel 4.5 Grain Size pada Base Metal

Tabel 4.6 Grain Size pada HAZ

diberikan semakin besar maka suhu pada material juga mengalami peningkatan. Atom atom akan bergerak lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Namun, ketika proses pembebanan panas sudah selesai maka akan terjadi proses pendinginan yang membuat atom atom yang semula bergerak cepat menjadi lebih lambat. Kemudian atom - atom tadi akan membentuk ikatan dengan atom yang ada di sampingnya yang disebut dendrite. Kemudian dendrit ini akan terhubung dengan dendrit dendrit yang lain sehingga terbentuk grain. Jadi semakin tinggi suhu material, maka akan semakin lama laju pendinginannya yang mengakibatkan denrit dan grain yang terbentuk akan semakin besar

4.4. Perhitungan Tegangan Sisa Dua Dimensi

Berdasarkan persamaan 2.1 dan 2.2 maka tegangan sisa dua dimensi dapat dihitung. Tabel 4.8 Tegangan Sisa Searah Sumbu X

Tabel 4.7 Grain Size pada Weld Metal

Catatan : y diabaik

4.4. Pemodelan Ansys


Pada pemodelan numeris, model diberikan beban panas secara merata pada kampuh lasan. Setelah proses pembebanan selesai, maka nantinya akan dihasilkan output berupa distorsi dan tegangan sisa. Hasil dari pembebanan pada spesimen dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Heat Input dengan Grain Size pada Aluminium Pada gambar 4.6 dapat kita ketahui bahwa semakin besar heat input, maka semakin besar pula Grain Size yang tercipta. Secara teori, ketika beban panas yang Gambar 4.3 Tegangan Sisa Arah Sumbu X

secara eksperimen maupun numeris distorsi yang dihasilkan sama sama menunjukkan nilai yang semakin besar meskipun pada hasil eksperimen ada penurunan nilai. Pertambahan nilai distorsi secara numeris lebih signifikan daripada secara eksperimen. Hal ini dikarenakan pada eksperimen, proses distorsi masih terpengaruh oleh keadaan lingkungan yang tidak teratur. Sedangkan pada pemodelan kondisi yang berbeda hanya pada proses pemberian beban panas sehingga perubahan distorsi yang terjadi lebih teratur. Gambar 4.4 Deformasi Searah Sumbu x Hasil pengukuran distorsi secara eksperimen mempunyai nilai yang lebih besar daripada secara numeris. Hal ini dikarenakan pengukuran distorsi secara eksperimen menggunakan dial gauge yang membutuhkan ketelitian. Jadi hasil yang diperoleh tidak bisa tepat 100%. Sedangkan pada pemodelan numeris, software secara otomatis mengukur besarnya distorsi setelah kita memberikan beban panas. 4.5.2. Tegangan Sisa Tabel 4.14 Perbandingan Tegangan Sisa Eksperimen dan Numeris

4.5. Grafik Perbandingan Hasil Eksperimen dengan Pemodelan


4.5.1. Distorsi Tabel 4.13 Perbandingan Distorsi Eksperimen dan Numeris

Gambar 4.5 Perbandingan Distorsi Eksperimen dan Numeris Dari gambar di atas dapat kita ketahui bahwa seiring dengan bertambahnya heat input, baik

Gambar

4.6

Perbandingan

Tegangan

Sisa

Eksperimen dan Numeris

Heat Input mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tegangan sisa yang dihasilkan. Semakin tinggi beban panas yang diberikan, maka daerah lasan akan menerima panas dan tegangan tekan yang lebih besar. Sehingga pada saat proses pendinginan berlangsung daerah lasan akan menghasilkan tegangan sisa yang lebih besar karena terjadi tegangan tarik yang besar dan lebih lama. Hal ini terlihat pada gambar 4.6 dimana tegangan sisa semakin besar seiring dengan bertambahnya heat input, baik pada hasil eksperimen maupun pada hasil numeris. Hal ini sesuai dengan eksperimen yang dilakukan oleh Futichah. Bahwa semakin tinggi arus las yang digunakan maka tegangan sisa yang dihasilkan juga akan semakin besar karena arus las berbanding lurus dengan heat input

kecepatan pengelasan, atau tebal plat. Selain itu juga dapat dilakukan DT pada tiap spesimen. DAFTAR PUSTAKA Anam, Muhammad Saiful. 2009. Analisa Perilaku Tegangan SisA Dan Sudut Distorsi Pada Sambungan Fillet Dengan Variasi Tebal Pelat Menggunakan Surabaya Nopember. ASME section II. 2001. Materials. New York : The American Society of Mechanical Engineers New York. ASME section IX. 2001. Qualification Standard For Welding And Brazing Procedures, Welders, Brazers, And Welding And Brazing Operators. New York : The American Society of Mechanical Engineers New York. ASTM E3. Standard Guide for Preparation of Metallographic Specimens. United States : American Society For Testing and Material. ASTM E7. Standard Terminology Relating to Metallography. United States : American Society For Testing and Material. B. Bandriyana, B. 2006. Perhitungan Distribusi Tegangan Sisa Dalam Pengelasan SambunganT Pada Sistem Pemipaan. Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi. : Metode Institut Elemen Teknologi Hingga. Sepuluh

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. KESIMPULAN

Bedasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh variasi Heat input terhadap perubahan mikrostruktur, tegangan sisa dan distorsi yang terjadi pada material aluminium 5083, maka dapat disimpulkan : 1. Heat input mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan mikrostruktur. Semakin besar heat input yang diberikan maka grain size yang terbentuk pada Base Metal, HAZ dan Weld Metal juga akan naik secara linier. 2. Pada pemodelan numeris dan hasil ekperimen, besarnya tegangan sisa naik secara linier seiring dengan pertambahan heat input . Besarnya teganan sisa yang dihasilkan antara pemodelan numeris dengan ekperimen mempunyai perbedaan sebesar + 0.57%. 3. Distorsi yang terbentuk pada hasil pemodelan numeris dan ekperimen mengalami peningkatan secara linier seiring dengan bertambahnya heat input. Besarnya distorsi yang dihasilkan antara pemodelan numeris dengan ekperimen mempunyai perbedaan sebesar + 0.86%

3.2. SARAN

Saran yang dapat diberikan dari kajian Tugas Akhir ini adalah: 1. Untuk mendapatkan hasil eksperimen yang lebih akurat, hendaknya jumlah spesimen ditambah agar mendapatkan data yang lebih banyak dan akurat. 2. Pada pemodelan numeris, agar hasil analisa lebih akurat hendaknya jumlah elemen diperbanyak. 3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat melakukan variasi pada tegangan listrik,

You might also like