You are on page 1of 12

Benigna Prostatic Hiperplasia atau Pembesaran Prostat Jinak atau BPH atau PPJ

Posted on April 24, 2010 by dokterugm

A. ANATOMI DAN FISIOLOGIS Prostat merupakan sebuah organ fibromuskuler sebesar kemiri yang berfungsi sebagai kelenjar aksesoris dan mengelilingi urethra pars prostatika. 2,6 Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terdiri atas dari jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup. Secara anatomis prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, kedua ureter, vas deferens dan vesikula seminalis. Prostat terletak diatas panggul sehingga uretra yang terfiksasi dalam diafragma tersebut, dapat terobek bersama diafragma bila terjadi cendera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur.6 Selain mengandung jaringan kelenjar, kelenjar prostat banyak mengandung jaringan fibrosa dan jaringan otot. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan kedua duktus ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus vena. Kelenjar limfe regionalnya adalah kelenja limfe hipogastrik, sakral, obturator, dan iliaka ekstern. Anatomi Prostat sediri adalah sebagai berikut : - Terletak dileher atau inferior vesika urinaria dan membungkus uretra posterior. - Berat normal + 20 gram - Lowsley membagi prostat menjadi 5 lobus : 1. Lobus lateral kanan dan kiri 2. Lobus posterior 3. Lobus medius 4. Lobus anterior, atrofi saat bayi lahir - Mc Neal membagi dalam zona : 1. Zona anterior 2. Zona transisional ( tempat BPH ) 3. Zona sentral 4. Zona perifer - Aliran arteri dari : 1. Cabang a. Vesicalis inferior ( terpenting ) 2. a. Rectalis media 3. Cabang a. Iliaca interna - Vena dan penyaluran limfe : Vena-vena bergabung membentuk plexus venosus prostaticus sekeliling sisi dan alas prostat. Plexus prostaticus akan bermuara ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe terutama berakhir pada nodi lymphoidei iliaca interna dan nodi lymphoidei sacrales. - Persyarafan : 1. Sistem simpatis dari plexus hipogastricus inferior 2. Sistem parasimpatis dari nervi splanchnici pelvici (nervi erigentes) [S2-S4] B. BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA a. Pengertian Hiperplasia prostat merupakan hiperplasi kelenjar periurethal ( sel sel glanduler dan interstitial ) dari prostat. Sel sel kelenjar prostat akan terdesak menjadi gepeng dan disebut sebagai kapsul surgical. Hiperplasi prostat jinak (BPH) adalah kelainan yang sering terdapat pada kelenjar prostat. Prevalensinya menigkat sejalan dengan peningkatan usia pria. Insidens di negara berkembang meningkat karena adanya peningkatan umur harapan hidup. Lebih sering terjadi setelah berusia lebih dari lima puluh tahun dan berhubungan dengan pembesaran prostat jinak. Dibawah pengaruh testoteron dan usia, prostat meningkat dalam ukuran dan dapat menyebabkan penyumbatan keluarnya aliran air kemih. b. Etiologi Etiologi BPH belum jelas namun terdapat beberapa faktor resiko umur dan hormon androgen. Sebenarnya hiperplasia prostat jinak merupakan hiperplasia kelenjar prostat. Karena proses pembesaran prostat terjadi

berlahan lahan maka efek perubahan juga terjadi berlahan pula. Pada tahan awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistokopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil disebut sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut maka detrrusor menjadi lelah dan tidak mampu lagi berkontraksi sehingga menjadi retensi urin. Kelenjar periurethal dapat mengalami hiperplasi, pada umumnya dikemukan beberapa teori: 1. Hipotesis stem sel ( Isaac 1984,1987 ) Berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjar peiurethal dalam keadaan keseimbangan antara yang tumbuh dengan yang mati (stedystate). Sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormonal, atau faktor pencetus yang lain, maka sel stem tersebut dapat berprolifeasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periurethal. 1. Hipotesis kebangkitan kembali Teori kedua ialah teori Reawakening dari jaringan kembali seperti perkembangan pada tingkat embriologik, sehingga jaringan peiurethal dapat tumbuh lebih cepat daripada jaingan yang lain sekitarnya. Teori ini dikemukakan oleh Mc Neal (1978), yang juga membagi prostat manjadi bagian zona sentral, zona periferal dan zona peralihan. 1. Hipotesis keseimbangan estrogen dan testoteron Testoteron sebagaian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis normal (Huggins 1947, Moore 1947). Testoteron dihasilkan oleh sel leydig atas pengauh hormon Luteinizing hormon (LH), yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis ini menghasilkan hormon LH atas rangsangan Luteinising Hormon Releasing Hormon (LHRH). Disamping testis kelenjar anak ginjal juga menghasilkan testoteron atas pengaruh ACTH yang juga dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testoteron yang dihasilkan oleh testis kira kira 90% dari seluruh produksi testoteron, sedang yang 10 % dihasilkan kelenjar adrenal. Sebagaian besar testoteron dalam tubuh dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon (SBH). Dengan bertambahnya usia akan terjadi peubahan imbangan estrerogen dan testoteron , hal ini disebabkan oleh bekurangnya produksi testoteron dan juga terjadi konvesi testoteron menjadi menjadi estrogen pada jaringan adipose di daerah perifer dengan pertolongan enzim aromatase. Estrogen inilah yang menyebabkan terjadinya hiperplasi stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testoteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi tetapi kemudian estrogenlah yang berperan dalam perkembangan stroma. Kemungkinan lain adalah perubahan konsetrasi relatif testoteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan pontensiasi faktor pertumbuhan yang lain yang dapat menyebabkan pembesaran prostat. Berdasarkan otopsi diluar negeri perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat diidentifikasi pada pria usia 30 40 tahun. Perubahan mikroskopik ini bila terus berkembang akan berkembang menjadi patologik anatomik, yang pada pria usia 50 tahun pada otopsi ternyata angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun angka tersebut mencapai sekitar 80%. Sekitar angka 50 % dari angka tersebut diatas akan berkembang menjadi penderita pembesaran prostat manifes. 4. Hipotesis Dihidrotestoteron (DHT) Hanya 10% testoteron dalam keadaan bebas dan testoteron inilah yang memegang perananan dalam inisiasi dalam pembesaran prostat. Testoteron bebas ini dengan petolongan enzim 5 alfa reduktase akan dihidrolase menjadi Dihidrotestoteron (DHT). Dalam bentuk DHT inilah akan yang akan diikat oleh reseptor yang ada dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT-Reseptor kompleks ini akan akan masuk kedalam inti sel dan akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (ARN) untuk menyebabkan sintesis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel ( Mc connel,1990) 1. Hipotesis Growth faktor (faktor interaksi stroma dan epitel) Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic Fibroblast Growth Faktor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. b FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi. c. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara berlahan lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara berlahan lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat , retistensi pada leher buli buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan mereggang sehingga timbul sakulasi atau diverkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retansi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing masing gejala adalah : - Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH. - Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra. - Intermittency terjadi detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa puas sehabis miksi akan terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli buli. - Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval miksi menjadi lebih pendek. - Frekuensi biasa terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkuang selama tidur. - Urgensi dan disuria jarang terjadi, dan jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter. - Inkontinensia bukan gejala khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit sedikit secara berkala karena setelah buli buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter. Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstuksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstuksi jalan kemih berarti penderita haus menunggu pada permulaan miksi,miksi terputus, menetes pada akhi miksi,pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas setelah miksi dan gejala iitatif yaitu betambahnya frekuensi miksi, noktuia, miksi sulit ditahan, dan nyeri pada waktu miksi. Gejala obstruksi disebabkan oleh karena dektrusor gagal berkontaksi cukup lama sehingga kontraksi terputus putus, sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika., sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, keadaan membuat sistem skoring untuk menentukan besarnya keluhan klinik penderita prostat Hiperplasia. Disamping skoring menurut Boyarsky, dikenal juga sistem skoring lain misalnya menurut Masden dan Iversen (1983), Flower dan kawan kawan (1988), skoring Denmark (Hald dkk., 1991),skoring Ameica Urological Association (AUA, 1991). Derajat berat gejala klinik prostat Hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat keluhan subyektif , yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi paada malam hari disebut nokturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kotikal selama tidur dan juga menurunkan tonus sfingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya disebabkan oleh karena prostat volumenya terlalu besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi, maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesika, hal ini menyebabkan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika hal ini berlanjut setiap saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak bisa miksi lagi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika akan naik terus dan jika tekanan intravesika ini akan naik terus maka dan apabila tekanan vesika akan menjadi lebih tinggi dari tekanan spingter akan terjadi inkontensia paradoks (overflow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluks vesiko urethral dan menyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelvio kalises ginjal akan rusak dan adanya infeksi. Disamping kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat obstuksi kronik pendeita haus selalu mengedan pada waktu miksi tekanan intraabdomen dapat meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemorroid,. Oleh karena selalu terdapat sisa kencing didalam vesika maka akan terbentuk batu dalam vesika dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi sintitis dan apabila terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefitis. d. Manifestasi klinik

Biasanya gejala gejala pembesaran postat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria). Sedangkan gejala obstuktif adalah melemahnya pancaran urin, rasa tidak lampias setelah miksi, kalau iksi harus menunggu lampias (hesitancy), harus mengedan (straining), kencing terputus putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia karena overflow. Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk skor simptom. Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosa dan menentukan beratnya penyakit, diantaranya adalah sko internasional gejala gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPPS) dan skor Madsen Iversen. Gejala dan tanda pada pasien lanjut penyakitnya , misalnya gagal ginjal, dapat ditemukan uremia , peningkatan tekanan darah ,denyut nadi, respirasi, foeter uremik, perikarditis, ujung kuku yang pucat, tanda tanda penurunan mental serta neuropathy perifer. Bila sudah terjadi hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan ada nyeri di CVA (CostoVetebra Angularis). Buli buli yang distensi dapat dideteksi dengan palpasi dan perkusi. Pemeiksaan penis dan uretra penting untuk mencari etiologi dan menyingkirkan diagnosa banding seperti striktura, karsinoma, stenosis meatus atau fimosis. Pada colok dubur harus diperhatikan konsistensi prostat (pada BPH konsistensinya kenyal), adakah asimetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teaba. Kalau batas atas masih biasa teraba secara empiris besar jaringan prostat kurang dari 60g. Derajat berat obstruksi dapat di ukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin dapat diukur dengan cara mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin juga dapat dilakukan dengan USG buli buli setelah miksi. Sisa urin setelah lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervasi pada Hiperplasia prostat. Derajat obstruksi dapat juga diukur dengan menguku pancaran urin pada waktu miksi melalui alat uroflowmetri. Kecepatan alian urin dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi detrusor , tekanan intra Bulu buli, dan tahanan uretra. Oleh karena itu uroflowmetri tidak dapat membedakan kelainan obstuksi dengan kelainan karena kontraksi detrusor yang lemah. Derajat berat Hiperplasia prostat bedasarkan gambaran klinik : 1. Derajat I, colok dubur : penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa volume urin <50ml. 1. Derajat II, colok dubur : penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa volme urin 50 100ml. 3. Batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume urin >100ml. Cara menentukan pembesaran postat ada beberapa cara yang dapat dilakukan mulai dari hal sederhana, diantaranya: 1. Pemeriksaan bimanual (Digital Rektal Examination), dengan melakukan rektal toucer pada suprrapubik jika teraba pembesaran prostat maka dapat diperkirakan besar prostat > 30gr. 1. Rektal grading, dengan rektal toucher : Stage 0 : prostat teraba < 1cm, berat < 10 gram Stage 1 : prostat teraba 1 2 cm, berat 10 -25 gram Stage 2 : prostat teraba 2 -3 cm, berat 25- 60 gram Stage 3 : prostat teraba 3- 4 cm, berat 60 100 gram Stage 4 : prostat teraba >4 cm, berat >100 gram 1. Clinical grading : Pada pagi hari atau pasien setelah minum banyak disuuh miksi sampai habis, dengan kateter diuku sisa urin dalam buli buli. Normal : sisa urin tidak ada Grade 1 : sisa urin 0 -50 cc Grade 2 : sisa urin 50 150 cc Grade 3 : sisa urine >150 cc Gade 4 : retensi urin total Grade 1 2 : indikasi konsevatif Grade 3 4 : indikasi operatif

1. Intra uretral grading : Dilakukan pemerikasaan dengan panendoskopi untuk melihatb seberapa jauh penonjolan prostat ke dalam lumen uretra. 1. Intravesical Grading : Dengan menggunakan pemeriksaan cystogram. e. Diagnosis Diagnosis benigna Hiperplasia prostat dapat ditegakan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang pada pasien, diantaranya : 1. Anamnesis - Prostatismus, yang gejalanya sangat khas di temukan pada pasien BPH yaitu : * * Buang air kecil Buang tidak lampias air akibat kecil masih ada residu menetes

* Nocturia, lebih sering pipis pada malam hari yaitu ketika tidur terbangun untuk buang air kecil - Usia > 50 tahun Derajat prostatismus dapat dinilai dengan IPSS Skor 0 7 : derajat ringan dapat dilakukan watchfull waiting Skor 8 19 : derajat sedang indikasi untuk medikamentosa Skor 20 35 : derajat berat indikasi untuk dilakukan operatif Pengukuran derajat berat obstruksi Derajat berrat obstruksi dapat diukur dengan menetukan jmlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin dapat ditentukan dengan pengukuran langsung yaitu dengan mengukur sisa kencing sehabis miksi dengan melakukan kateterisasi ke dalam vesika urin dan mengukur berapa sisa urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi tadi, sisa uin dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi vesika setelah pendeita kencing atau dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal biasanya sisa sisa urin kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas total vesika urinaria. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervesi pada penderita BPH. Derajat berat obstuksi dapat pla diukur dengan menguku pancaran urin pada waktu miksi, cara ini disebut dengan cara uroflowmwti. Untuk dapat melaukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal didalam vesika 125ml sampai 150ml. Angka normal untuk flow rata rata (average flow rate) 10 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6 8ml/detik, sedang maksimal menjadi 15mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi intravesikal. 2. Pemeriksaan fisik pada pemeriksaan fisik dapat kita lakukan tindakan diantaranya : - Palpasi suprapubik, akan kita temukan bahwa vesika urinaria penuh dan terdapat rasa nyeri. - Rectal toucher + bimanual, dapat ditentukan pembesaran prostat 3. Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan residu urine : sisa urin post miksi - Pemeriksaan pancaran urin/flow rate, sepeti yang telah dijelaskan seperti diatas. - Pemeriksaan laboratorium Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopi urin penting untuk melihat adanya leukosit, baktei dan infeksi. Bila terdapat hematuia, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infesi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah meupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini untuk keganasan. Bila nilai PSA < 4ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 10 ng/ml, hitunglah

Prostate Spesific Antigen Density (PSAD) yait PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA >10ng/ml. - Pemeriksaan pencitraan Tujuan dilakukan pemeriksaan pencitraan ini adalah mempekirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan patoligi lainnya baik yang berhubungan dengan BPH maupun tidak. Pada saat sekarang pemeriksaan pencitraan pada prostat dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan pemeiksaan radiologik seperti Foto Polos Perut dan Pyelografi Intra Vena yang sangat terkenal dengan istilah BNO daan IVP. Cara pemeriksaan ini dapat memberi keterangan adanya penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, sumbatan ginjal (hidro nefrosis), adanya divetikel pada buli, dan kalau dibuat foto post miksi akan dapat dilihat adanya sisa urin, sedang adanya pembesaran prostat dapat dilihat sebagai Filling deffect pada dasar vesika yang sering disebut adanya identasi prostat. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat pula diperkirakan apabila dasar buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok keatas sehingga bebentuk seperti mata kail (fish hook appearance). Apabila fungsi ginjal jelek sehingga ekresi ginjal kurang baik atau penderita sudah dipasang kateter menetap maka dapat dibuat pemeriksaan sistogram retrograd yang dapat pula memberi gambaran identasi prostat. Cara pencitraan yang lain adalah pemeriksaan ultrasonografi (USG). Cara pemeriksaan ini untuk prostat Hiperplasia dianggap sebagi pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam medeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal ( TRUS = Tran Rektal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar Hiperplasia apalagi bila menggunakan transducer yang biplane. Selain untuk mengetahui adanya pembesaran prostat USG juga dapat medeteksi volume buli buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS daapat pula untuk mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu apabila besarnya lebih dari 60gram digolongkan besar sehingga kalau dilakukan operasi dipilih operasi terbuka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan dengan pemeriksaan USG suprapubik atau tans uretral tetapi cara tans uretal dianggap terlalu invasif. Pengukuan volume prostat sering disebut volumetri dan biasanya memakai Rumus volume = 0,52 x d1 x d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk pros tat elipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar (pada potongan tansversal), dan panjang postat pada potongan sagital. Pencitraan lain yang dapat juga dibuat ialah pencitraan dengan CTscanning dan Magnetic Resonace Image (MRI), tetapi oleh karena cara pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan dengan cara lain maka cara ini dalam praktek jarang digunakan. Pemeriksaan tambahan lain yang seing dikerjakan ialah pemeriksaan sistokopi. Sistokopi sebaiknya dilakukan apabila pad anamnesa ditemukan adanya hematui atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuri, untuk mengetahui kemungkinan adanya tumor didalam vesika tau sumber perdarahan dai atas yang dapat dilihat apabila darah datang dari muara ureter, atau adanya batu kecil yang radiolusen yang ada dalam vesika. Selain itu sistokopi dapat juga memberi keterangan mengenai besarnya prostat dengan mengukur panjangnya uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra. Pemeriksaan prostat, prostat diperiksa transrektal dipalpasi digital atau ultrasonografi. Dapat dilakukan pada pasien dengan posisi rekumben lateral atau posisi membungkuk. Prostat normal besarnya dua jari dengan sulkus diantara dua lobusnya. Konsistensi dari prostat normal dan Hiperplasia jinak sama seperti pada eminesia thenar. Sebaliknya, karsinoma prostat teraba sangat keras seperti batu. Krepitasi menandakan adanya batu pada prostat. Peradangan akut dari prostat akan menyebabkan nyeri tekan atau fluktuasi pada pemeriksaan. f. Diferensial Diagnosa Oleh karena sebenarnya proses miksi tergantung pada beberapa faktor diantaranya, yaitu : 1. Kekuatan otot detrusor berkontraksi Kelemahan detrusor , dapat disebabkan oleh karena kelainan syaraf (neurogenik bladder), misalnya pada lesi medulla spinalis, neuopathy diabeticum, sehabis operasi radikal yang mengorbankan persyarafan didaerah pelvis, alkoholisme, penggunanan obat penenang, ganglion blocking agent, dan obat parasimpatolitik.

1. Elastisitas leher vesika Kekakuan leher vesika dapat disebabkan oleh proses fibrosis (bladder neck contyracture) 1. Resistensi uretra Resistensi uretra dapat disebabkan oleh karena pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor dileher vesika, batu di uretra atau striktura uretra. Kelainan kelainan tersebut dapat dilihat bila dilakukan sistokopi. Disamping itu meskipun di Indonesia jarang obstruksi infravesikal dapat disebabkan oleh gangguan fungsi misalnya dissynergia destrusor sfingter. Maka setiap kesulitan miksi yang dialami penderita dapat disebabkan oleh ketiga faktor tersebut. Diagnosis banding obstuksi saluran kemih kaena Hiperplasia prostat : Kelemahan detrusor kandung kemih : - gangguan neurologik * * kelainan neuopathia medulla diabetes di spinalis mellitus pelvis

* pasca bedah radikal * farmakologik (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik) Kekakuan leher kandung kemih - fibrosis Resistensi uretra - Hiperplasia prostat ganas atau jinak - Kelainan yang menyumbat uretra - Uretalitiasis

- Uretitis akut atau kronik Adapun penyakit penyakit yang gejala gejalanya menyerupai hipertofi prostat jinak diantaranya adalah sebagai berikut berserta klinis dan pemeiksaan yang memebedakan dengan BPH : 1. Ca Prostat Keluhan sesuai gejala saluran kemih bagian bawah (Lower urinary tract symptoms = LUTS), yaitu gejala obstuktif dan iritatif. Kecurigaan umumnya berawal dari ditemukan nodul yang secara tidak segaja pada pemeriksaan rektal. Nodul yang irreguler dan keras harus dibiopsi untuk menyingkirkan hal ini. Atau didapatkan jaringan yang ganas pada pemeriksaan patologi dari jaringan prostat yang diambil akibat gejala BPH. Kanker ini jarang memberikan gejala kecuali bila telah lanjut. Dapat terjadi hematuria, gejala gejala obstruksi, gangguan saraf akibat penekanan atau fraktur patologis pada tulang belakang. Atau secara singkat kita anamnesa dan kita akan dapatkan sebagai berikut : - Terjadi pada usia > 60 tahun - Nyeri pada lumbosakral menjalar ke tungkai - Prostatismus dan hematuri - Rektal toucher : permukaannya berbenjol, keras, fixed 2. Prostatitis Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri dari demam dengan suhu yang tinggi, kadang dengan gigilan, neri peineal atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat, mialgia, antralgia. Karena pembengkan prostat biasanya ada disuria, kadang sampai retensi urin. Kadang didapatkan pengeluaran nanah pada colok dubur setelah masase prostat. Sedangkan pada prostatitis kronis gejala dan tanda tidak khas. Gambaran klinik sangat variabel, kadang dengan keluhan miksi, kadang nyeri perineum atau pinggang. Dan diagnosa dapat ditegakan dengan diketemukan adanya leukosit dan bakteria dalam sekret prostat. Jadi hal hal yang perlu sekali kita perhatikan agar dapat membedakan dengan BPH yaitu : - Adanya nyeri perineal - Demam - Disuri, polaksiuri - Retensi urin akut - Rektal toucher : jika ada abses didapatkan fluktuasi (+) 3. Neurogenik Bladder Adapun gejala dan tanda yamg kita peroleh dari anamnesa adalah :

- Lesi sakral 2 4 - Rest urin (+) - inkontinensia urin 4. Striktura Uretrha Sumbatan pada uretrha dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat menyebabkan imbibisi urin kelua kandung kemih atau uretra proksimal dari striktura. Gejala khas adalah pancaran urin yang kecil dan bercabang. Gejala lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuri, kadang kadand dengan infiltat, abses, fistel. Gejala lanjut adalah retensi urin. g.. Komplikasi 1. Lokal Hiperplasi prostat dapat menyebabkan penyempitan lumen ureta posteio yang menghambat aliran urin dan meningkatkan tekanan intravesikal. Buli buli kontaksi lebih kuat untuk melawan tahanan tersebut maka timbul peubahan anatomis yang dinamakan fase kompensata akan terjadi hipetrofi otot detusor, trabekulasi, sakulasi, diverkulasi. Apabila Buli buli menjadi dekompensasi, akan tejadi retensi urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli buli tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan pada buli buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Ini dinamakan komplikasi lokal dari BPH. 1. General - Peritonitis,bila vesica urinaria pecah dan meyebar ke rongga peritonium - Anemia * - Sindroma Uremia * - Asidosis Metabolik * * bila terjadi gagal ginjal h. Penatalaksanaan 1. Observasi ( wacthfull waiting ) Biasanya dilakukan pada pasien BPH dengan keluhan ringan (Skor Madsen Iversen kurang dari sama dengan 9 ). Nasehat yang diberikan pada pasien adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi terbangun pada malam hari untuk buang air kecil ( nokturia ), menghindari obat obat dekongestan ( parasimpatolitik ), menguangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan kontrol keluhan ( sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur. 1. Terapi medikamentosa Prostat Hiperplasia yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang ke dokter. Secara klinik biasanya derajat berat gejala klinik dibagi menjadi 4 gradasi yaitu : Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus , pada DRE ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kuang dari 50ml. Derajat dua apabila ditemukan gejala dan tanda sepeti derajat satu , prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, dan sisa urin lebih dari 50ml tetapi kurang dari 100ml. Derajat tiga seperti derajat dua, hanya batas atas prostat atas tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100ml. Derajat empat apabila telah terjadi retensi urin total. Pada penderita derajat satu pada umumnya belum memerlukan tindakan operatif tetapi tindakan konservatif, yaitu : 1. Penghambat adrenegik alfa Obat obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin, alfuzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (tamsulosin). Penggunaan antagonis alfa 1a karena secara selektif mengurangi obstuksi pada buli buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat obat ini menghambat reseptor reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos trigonum, leher vesica, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal i9ni akan menurunkan tekanan di daerah uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran seni dan gejala gejala akan berkurang. Biasanya pasien merasa bekuang keluhan keluhannya dalam wakt 1 -2 minggu setelah ia memulai makan obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing pusing (dizziness), capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah. Jadi dalam pemberian

obat ini harus diperhatikan tekanan darahnyauntuk menghindari terjadinya hipotensi yang dapat membahayakan penderita. b. Penghambat enzim reduktase Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesaar akan mengecil. Namun obat ini berkerja lebih lambat dari pada golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada pembesaran prostat yang besar. Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari pasien setelah 6 12 bulan pengobatan bila dimakan terus menerus. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastia, dan dapat menurunkan PSA (masking effect). Cara pengobatan konservatif dengan obat yang lain adalah dengan obat obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi testoteron oleh sel Leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh karena penurunan testoteron darah. Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang mekanismenya mencegah hidrolise testoteron menjadi DHT dengan memberikan penghambat 5 alfa reduktase inhibitors, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testoteron tidak berkurang, sehingga libido juga tidak berkurang. Obat anti androgen lain yang juga berkerja pada tingkat prostat adalah obat yang mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitors kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHT- reseptor. Obat ini juga tidak menurunkan kadar testoteron dalam darah, sehingga libido tidak turun. Kesulitan pengobatan konsevatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping dari obat ini. Pengobatab lain yang juga invasive adalah pengobatan dengan memanaskan prostat dengan gelombang ultrasonik atau gelombang radio kapasitif yang disalurkan pada kelenjar prostat dengan antena yang dipasang pada ujung kateter proksimal pada balon. Pemanasan ini dilakukan pada suhu 45 sampai 47 derajat celcius selama 1 sampai 3 jam. Efek dari pemanasan ini akan menyebabkan vakuolisasi pada jaringan prostat dan penurunan tonus jaringan sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. Dengan cara pengobatan ini menggunakan alat THREMEX II memperoleh hasil perbaikan kira kira 70 80 % pada sptom obyektif dan 50- 60 % perbaikan pada flowrate maksimal. Mekanisme mengenai efek pemanasan prostat ini semuanya belum jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan pemanasan akan terjadi perusakan pada reseptor alfa yang berada pada leher vesika dan prostat. Cara pengobatan lain yang juga kurang infasif adalah dilatasi uretra pada prostat dengan memakai balon yang berkembang didalamnya. Cara ini dikenal sebagai Trans Uretrha Baloon Dilatation (TUBD), dan pelopor cara ini adalah Burhenne, Castaneda, Reddy dan Hubert. TUBD ini biasanya memberikan perbaikan sementara. 1. Filoterapi Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia adalah eviprostat. Substansianya misalnya Pygeum africanum, Sawpalmetto, Serenoa repeus, dll. Efeknya diharapkan terjadi setelah 1 2 minggu setelah pemberian 1. Terapi Bedah Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah adalah : 1. 1. 2. Hematuria Retensi urin berulang

1. 3. Tanda penurunan fungsi ginjal 1. 1. 2. Tanda Infeksi tanda obstruksi saluran berat yaitu divertikel, kemih hidroereter, dan berulang hidronefrosis

3. Ada batu saluran kemih Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi : - Transuretrhal Resection of the Prostat (TUR P) - Transuretrhal Insision of the Prostat (TUI P) - Prostatektomi terbuka - Prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG TUR P masih merupakan standar emas. Indikasi TUR P adalah gejala gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 g dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TUR P jangka pendek

adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia, atau retensi karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah stiktura uretra, ejakulasi retrograde (50 90%) atau impotensi (4 40%). Bila volume prostat tidak terlalu besar atau ditemukan kontraktur leher vesika atau prostat fibrotik dapat dilakukan TUI P. Indikasi TUI P adalah keluhan sedang sampai berat, volume prostat kecil atau normal. Komplikasi bisa ejakulasi retrograde (0 -37%). Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehingga reseksi diperkirakan tidak selesai dalam waktu 1 jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Operasi terbuka dapat dilakukan dengan transvesikal yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinuklease dari vesika. Keuntungan cara ini dapat sekaligus mengangkat batu vesika atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugian cara ini harus membuka vesika sehingga memerlukan kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesika sembuh. Cara terbuka operasi lain adalah Retropubik menurut Terence Millin yaitu Route suprapubik dengan cara membuka kapsul prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari retropubik. Cara ini mempunyai keuntungan tanpa membuka vesika sehingga pemakaian kateter tidak lama bila membuka vesika, kerugiannya tentu saja karena tidak membuka vesika jika diperlukan tindakan lain yang dikerjakan dalam vesika tidak dapat dilakukan. Kedua cara tersebut jika dibandingkan dengan TUR P masih kalah denga mordibitas yang lebih lama dan ada sayatan, tetapi dapat dikerjakan tanpa alat alat istimewa, cukup dengan alat alat bedah yang standar. Seperti yang dijelaskan diatas cara pengobatan endoskopi yang lebih ringan dari TUR P adalah TUI P. Cara pengobatan ini secara endoskopi juga menyayat memakai alat seperti TUR P tetapi memakai alat seperti penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara sampai dekat verumontanum dan harus cukup dalam sampai ketemu kapsul prostat. TUI P ini mempunyai keuntungan lebih cepat dari TUR P, Hiperplasia derajat empat tindakan pertama yang harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan cara memasang kateter ata sistotomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lanjut untuk melengkapi diagnistik kemudian terapi defenitif dapat dengan TUR P satu operasi terbuka. Untuk penderita yang keadaan umumnya tidak baik atau tidak memungkinkan operasi dapat dilakukan tindakan konsevatif. Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini dapat timbul lagi 8 10 tahun kemudian. 1. Terapi invasif minimal - Transuretrhal Microwave Thermotherapy (TUMT) Jenis operasi hanya dapat dilakukan pada beberapa rumah sakit besar. dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika. - Dilatasi Baloon Tansuretrhal (TUBD) Dilatasi uretra didaerah prostat dengan memakai balon didalamnya dan biasanya mengalami perbaikan sementara. - High Intensity focused Ultrasound Pada perkembangan akhir akhir ini dicoba pula ablasi prostat menggunakan laser. Roth dan Aretz (1991) mempopulerkan Transuretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP), yang kemudian disempurnakan dengan membuat alat deflektor sinar laser 90 derajat sehingga sinar laser dapat diarahkan ke kelenjar prostat yang membesar. - Ablasi Jarum Transuretrhal (TUNA) - Stent Prostat Pemasangan Stent pada uretra pars prostatika merupakan cara mengatasi obstruksi transvesikal yang kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan mendapat terapi yang lebih invasif. Akhir akhi ini dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama misalnya proges urospiral (Parker dkk) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen). i.. Pengertian insidensi dan prevalensi secara epidemiologi klinis. Berdasarkan riwayat alamiah penyakit kejadian penyakit dapat dibedakan menjadi dua yaitu insidensi dan prevalensi. Insidensi adalah kejadian penyakit yang baru saja memasuki fase klinik sedangkan prevalensi merupakan kejadian penyakit pada suatu saat atau pada suatu periode waktu tertentu baik yang memasuki fase klinik maupun yang telah beberapa waktu lamanya berkembang sepanjang fase klinik. Para dokter menggunakan istilah ini sebagai angka kejadian atau kasus baru (insidensi) dan angka kekerapan pada kasus

baru dan kasus lama (prevalensi) Ukuran insidensi penyakit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu insidensi komulatif dan laju insidensi. Insidensi komulatif merupakan parameter yang menunjukkan taksiran probabilitas (resiko) seorang terkena penyakit diantara semua orang yang beresiko terkena penyakit tersebut.11 Laju insidensi adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian (baru) penyakit pada populasi. Laju insidensi merupakan proporsi antara jumlah orang yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko x lamanya ia dalam resiko.11 Prevalensi ada dua jenis,yaitu prevalensi titik dan prevalensi periode . Prevalensi titik adalah proporsi dari individu-individu dalam populasi yang terjangkit oleh penyakit pada suatu titik waktu. Prevalensi periode merupakan perpaduan antara prevalensi titik dengan insidensi.Prevalensi periode adalah probabilitas individu dari populasi untuk terkena penyakit pada saat dimulainya pengamatan atau selama jangka waktu pengamatan. Insidensi dan prevalensi merupakan relasi yang sangat erat.Prevalensi merupakan fungsi dari laju insidensi dan durasi dari fase klinik sampai fase akhir penyakit.Perubahan prevalansi pada suatu titik waktu lainnya adalah refleksi perubahan laju insidensi , durasi penyakit atau kedua-duanya B. KUALITAS HIDUP 1. Teori Kualitas Hidup Seseorang dalam kehidupannya mempunyai rencana, adanya rencana dan tujuan memungkinkan seseorang memenuhi kebutuhannya, inilah yang menyebabkan seseorang merasa berarti. Kualitas hidup seseorang tercermin dari jurang perbedaan antara harapan dan rencana hidup seseorang dengan kenyataan yang dialami. Hal ini tergantung pada pengalaman sebelumnya, perilaku hidup saat ini dan harapan serta ambisi masa yang akan datang. Jurang perbedaan antara harapan dan kenyataan mungkin dapat diperkecil dengan perbaikan fungsi melalui terapi atau mengurangi pengharapan dengan memberikan penerangan tentang pembatasan yang disebabkan penyakit dan resiko terapi dalam hubungan dengan keuntungan yang diperoleh(22). 2. Definisi Kualitas hidup adalah derajat kepuasan hati karena terpenuhinya kebutuhan hidup baik kebutuhan eksternal maupun persepsinya. Kualitas hidup merupakan integrasi dari kapabilitas, keterbatasan, keluhan dan ciri-ciri psikologis yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan bermacam-macam peran dan merasakan kepuasan dalam melakukan sesuatu(23). 3. Ruang Lingkup Kualitas Hidup Secara tradisional, keberhasilan suatu tindakan terapi diukur dengan angka morbiditas dan mortalitas. Pengukuran dilakukan secara obyektif tanpa memperhatikan rasa atau subyektivitas dari penderita yang menjalani terapi, maka dibuatlah suatu cara pengukuran kualitas hidup menyangkut indikator subyektif dan indikator sosiomedis(22). Kualitas hidup meliputi: a. Status fisik : tingkat kegiatan, kejernihan berpikir, seksualitas, tingkat kesuburan, keluhan nyeri, mual dan muntah b. Status psikologis : perasaan nyaman, depresi, kecemasan c. Hubungan sosial : dengan pasangannya, keluarga, teman d. Status ekonomi 4. Instrumen Pengukur Kualitas Hidup Instrumen untuk mengukur kualitas hidup, selain yang digunakan secara umum juga ada yang spesifik. Hampir semua merupakan kuesioner yang harus diisi sendiri oleh penderita, dirancang untuk mengurangi bias dari pengamat. Setiap pertanyaan dari instrumen kualitas hidup mengandung item dari ruang lingkup diatas dengan jawaban: ya atau tidak (dichotomous) atau tingkatan (scale) : sangat, agak, sedikit atau visual analog berupa garis lurus, kemudian penderita menentukan sendiri nilai tertingginya (extreme) dari keluhan(24). Karnofsky Perforamance Status Scale (KPS) adalah salah satu instrumen untuk mengukur kualitas hidup. KPS ini mempunyai 11 skala, dari yang mempunyai fungsi normal (100) sampai kematian (0). Salah satu instrumen kualitas hidup yang cepat, mudah digunakan, mempunyai reliabilitas dan validitas yang baik adalah indeks kualitas hidup. Hal-hal yang diukur oleh indeks kualitas hidup adalah aktivitas dalam seminggu terakhir dan harapan dalam minggu terakhir. Cara pengukuran kualitas hidup dengan menggunakan indeks kualitas hidup adalah sebagai berikut;

1. Aktivitas pada minggu terakhir Dapat bekerja, belajar, aktivitas lain seperti atau mendekati normal . nilai: 2 Dapat bekerja, belajar atau aktivitas lain tapi harus mendapat bantuan orang lain atau waktu / lama bekerjanya berkurang dengan nyata . nilai: 1 Tidak mampu bekerja, belajar dalam keadaan apapun .. nilai: 0 1. Kehidupan sehari-hari selama minggu terakhir Dapat makan, mencuci, kekamar kecil, berpakaian sendiri, mampu mengendarai mobil sendiri, atau naik kendaraan umum (bus, kereta) tanpa dibantu .. nilai: 2 Dapat makan, mencuci, kekamar kecil, berpakaian, dapat bepergian dengan kendaraan (bus, kereta) tapi harus dibantu orang lain . nilai: 1 Tidak mampu merawat diri sendiri, atau tidak mampu bepergian nilai: 0 1. Kesehatan selama minggu terakhir Tampak sehat atau penderita merasa sehat pada sebagian besar waktu nilai: 2 Penderita seringkali merasa lesu, kurang tenaga atau seringkali merasa tidak sehat . nilai: 1 Badan selalu terasa sakit, lemah atau dalam keadaan tidak sadar .. nilai: 0 1. Dukungan (support) selama minggu terakhir Penderita mempunyai hubungan baik dengan orang lain dan memperoleh dukungan kuat paling tidak dari satu anggota keluarga dan/atau teman nilai: 2 Penderita menerima dukungan terbatas dari keluarga dan teman-teman oleh karena kondisi penderita .. nilai: 1 Jarang mendapat dukungan dari keluarga, sahabat atau hanya kalau betul-betul diperlukan, atau penderita dalam keadaan tidak sadar .. nilai: 0 1. Harapan hidup selama minggu terakhir Penderita mempunyai harapan yang positif, dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitarnya . nilai: 2 Kadang-kadang merasa sedih karena tidak dapat sepenuhnya menyesuaikan dengan keadaan dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya atau merasa . nilai: 1 cemas dan tertekan perasaannya

Betul-betul bingung atau sangat takut, atau kecemasan atau depresi yang menetap, atau penderita dalam keadaan tidak sadar .. nilai: 0 Untuk mendapat nilai kualitas hidup, nilai harus dijumlahkan. Indeks kualitas hidup mempunyai nilai antara 0 10, makin tinggi nilainya berarti kualitas hidup penderita makin baik(25). 5. Kualitas Hidup dan Pembedahan Masa Depan Penilaian kualitas hidup pada prosedur pembedahan menjadi semakin penting. Teknik-teknik operasi terbaru bermunculan untuk memperbaiki kualitas hidup tanpa perbaikan angka kemampuan hidup atau angka kesakitan. Pembedahan juga sering sebagai tindakan pencegahan atau paliatif, maka disini penilaian kualitas hidup merupakan suatu sumbangan pemikiran dalam menentukan terapi.

You might also like