You are on page 1of 20

KOMUNIKASI TERAPEUTIK YANG BERFOKUS PADA LANSIA

DI SUSUN OLEH : 1. Zulfikar 2. Alpini 3. Teguh firmasyah. P 4. Nur Ika Febriyanti 5. Firman 6. Sunardi ( 2110035 ) ( 2110109 ) ( 2110110 ) ( 2110111 ) ( 2110112 ) ( 2110114 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GEMA INSAN AKADEMIK MAKASSAR TA 2013

KATA PENGANTAR

Segala Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayahnya kepada penyusun makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu. Kami menyusun makalah ini dengan maksud agar pembaca dapat memahami dan mengerti serta menambah wawasan mengenai Keperawatan Gerontik pada Komunikasi terapeutik yang berfokus pada Lansia, serta untuk memenuhi tugas kami sebagai mahasiswa/I untuk menyelesaikan tugas kelompok dengan menyusun makalah ini. Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan maaf sebesar besarnya jika dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan baik bagi para pembaca maupun para pengajar. Terima kasih

Makassar, 11 Januari 2014 Hormat Kami

( Penyusun )

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatansecara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia. Komunikasi yang baik dalam konteks hubungan dokter dan pasien haruslah efektif, komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan pasien lanjut usia. Komunikasi yang efektif ini dapat mengikutsertakan partisipasi aktif pasien dalam pengambilan keputusan, hal ini membantu proses mengingat, berpengaruh terhadap ketaatan dan kepuasan pada pasien lanjut usia, yang selanjutnya juga berpengaruh terhadapemosional bahkan fisik pasien lanjut usia tersebut. Bentuk-bentuk komunikasi seperti itu seakan membangun hubungan yang berkelanjutan antara dokter dan pasien dan terlihat penting dalam penurunan hospitalisasi pada pasien lanjut usia. Komunikasi yang baik dengan pasien adalah kunci keberhasilan untuk masalah klinis, hubungan dokter pasien yang lebih baik, dan keluaran perawatan kesehatan. Keberhasilan komunikasi memerlukan pendekatan efektif kepada pasien, kemampuan untuk mendengarkan dan mempersilahkan pasien untuk bercerita, serta cakap dalam melakukan investigasi untuk mengklarifikasi dan mendapatkan informasi yang penting. Dokter seringkali kurang meluangkan waktunya pada masalah psikososial, dan pasien lanjut usia sering kali tidak memunculkan masalah ini karena menganggap hal tersebut sudah biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Disamping kompleksitas masalahnya, pasien lanjut usia menerima lebih sedikit edukasi dan konseling kesehatan daripada pasien yang lebih muda.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian komunikasi terapeutik pada lansia Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik.

B.

Manfaat Komunikasi Terapeutik pada lansia Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

C.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia 1. Menunjukkan rasa hormat, seperti bapak, ibu, kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya. 2. 3. 4. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien Pertahankan kontak mata dengan pasien Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif 5. 6. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana. 7. 8. 9. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien Menyederhanakan atau menuliskan instruksi

10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien

11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat berinteraksi. 12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu. 13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

D. Hambatan Komunikasi terapeutik pada lansia 1. Pasien dengan Defisit Sensorik Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait denganusia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yangmempengaruhi komunikasi. Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% . Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata.Sebagai contoh, jika anda berkata Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari), pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata Rake the hill in the morning. Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensamata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu. Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu.

2.

Pasien dengan Demensia Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksiakan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang. Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformallain. (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiaporang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver ). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver. Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti hal ini, sesuatu,dan anda tahu. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri. Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi

komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu. Faktor yang paling kritis dalam berkomunikasi dengan pasien demensia adalah memantapkan hubungan perawatan sesegera mungkin. Diatas segalanya yang paling penting adalah merawat pasien dengan penuh martabat dan hormat. Ada kecenderungan untuk memperlakukan pasien demensia seperti anak-anak atau berbicara dengan mereka sepertinya mereka adalah anak-anak. Harus diingat bahwa pasien demensia kehilangan kemampuannya untuk berkomunikasi, bukan kehilangan kepandaiannya. Mereka adalah orang dewasa yanghidup produktif dan layak mendapatkan penghormatan. Pasien demensia juga sangat sensitif terhadap emosi orang lain. Pada umumnya pasien tersebut, lebih merespon kepada bagaimana cara seseorang berbicara kepada mereka daripada apa yang sebetulnya dikatakan.

E. Tehnik dan sikap komunikasi terapeutik pada lansia 1. Tunjukkan penghargaan, panggil nama/sebutan yang disukai 2. Mulai pembicaraan dengan memperkenalkan diri sendiri 3. Jelaskan tujuan dan lama waktu interaksi,kontrak yang jelas 4. Mengingatkan waktu ditengah-tengah interaksi dapat membantu mengarahkan komunikasi dan membuat lansia merasa aman karena ada perawat yang mengontrolsituasi 5. Berikan waktu menjawab yang lebih lama, terutama pada lansia yang lebih tua. Jangan berasumsi mereka menjawab lambat karena kurang

pengetahuan/pemahaman/memori 6. Gunakan bahasa yang tepat dan tidak asing, hindari singkatan, bahasa slang, jargon, bahasa asing dan bahasa medis yang sulit dimengerti 7. Sesuaikan kata-kata yang dipilih berdasarkan latar belakang sosial budaya dan tingkat pendidikan 8. Ajukan pertanyaan singkat da terutama untuk lansia yang memiliki kesulitan berpikirabstrak/konseptual 9. Tehnik yang paling tepat untuk validasi adalah klarifikasi, focusing, restating 10.Lakukan re-phrasing bila lansia tidak menjawab dengan tepat/enggan menjawab 11.Berikan : kontak mata, anggukan kepala, duduk dekat, sentuhan(punggung, lengan,tangan) untuk sentuhan perhatikan aspek budaya keyakinan danadanya halusinasi tactile 12.Lansia umumnya sensitif tehdap lawan bicara, apakah tulus, menghargai,

peduli, perawat harus kontrol perasaan dan pikiran negatif yag muncul 13.Banyak lansia merasa butuh menceritakan banyak hal, jangan buru-buru

dihentikan, jadikan sumber yang tepat untuk menggali data tentang memori jangka panjang,kemampuan membuat keputusan, penilaian, afek, orientasi 14.Hati-hati dengan penjelasan yang disalah artikan berikan penjelasan berulang 15.Jangan berasumsi bahwa lansia memahami tujuan interaksi lebih baik jelaskan dengan baik 16.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tidak berisik 17.Perawat bicara pelan dan suara tidak tinggi 18.Pilih waktu pagi untuk mengurangi kelelahan

19.Untuk mengevaluasi keabsahan data, lakukan komunikasi dgn keluarga 20.Perhatikan faktor-faktor seperti pengobatan, nutrisi, tingkat kecemasan

F. Teknik Komunikasi terapeutik Pada Lansia Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang dim inginkan. Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain: 1. Teknik asertif Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapetik dengan klien lansia. 2. Responsif Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, apa yang bisa bantu? berespon berate bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien 3. Fokus Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan meksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan. 4. Supportif

Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisikaupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beben bagi keluarganya dengan demikaian di harapkan klien termotovasi untuk menyadi dan berkarya sesuai dengan kemapuannya selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan keparecayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesen menggurui atau mengajari misalnya: saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya. dan bila diperlukan kami dapat membantu. 5. Klarifikasi Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancer. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi? 6. Sabar dan Iklas Seperti di ketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahanperubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan iklas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapetik, solute namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

G.

Pendekatan untuk Berkomunikasi pada lansia Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang, tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakahdia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab ya tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa informasi.Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasienuntuk mengulang instruksi. Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian hari,appointment yang lebih awal umumnya lebih baik. Jika tersedia, pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke headphones yang dipakai oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan pendengaran. Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna. Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang dan lampu tertutup. Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapatmenjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda,yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasienyang mengalami kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan

untuk ditempatkan pada warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial. Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya. Sebagai akibatnya, sangat penting untuk mendekati pasien dengan cara yang tenang danmenyenangkan. Pasien demensia sangat bergantung pada komunikasi nonverbal, maka pentinguntuk tidak membiarkan bahasa tubuh anda memberikan kesan bahwa anda sedang tergesa-gesa. Saat memasuki ruangan pemeriksaan, anda sebaiknya langsung mengarah ke pasiendengan tenang, menjaga kontak mata dan menampilkan ekspresi yang bersahabat. Pergunakan nada suara yang tenang dan lembut sembari menyentuh bahu pasien dengan lembut akan menunjukkan anda peduli dan ingin berbagi. Anda harus memperkenalkan diri, walaupun anda telah mengenal pasien ini cukup lama. Akan cukup efektif bila anda menghabiskan beberapa menit untuk mengobrol dan mengingatkan pasien pada keadaan sosialnya. Proses mengingatkan ini merupakan tehnik komunikasi yang cukup efektif pada pasien demensia, karena hal ini akan membangkitkan memori jangka panjang mereka, membuat kilas balik masa lalu, saat ini dan masa akan datang dalam pikiran mereka serta mengurangi ketegangan

H. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia a. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat meliputi : 1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara. 2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. 3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. 4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. 5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.

6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. 7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi. 9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien. 10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin. 11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan. 12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. 13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara. Respon Perilaku juga harus diperhatikan, karena Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis. b. Prinsip Gerontologis untuk Komunikasi Menjaga agar tingkat kebisingan minimum. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas. Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.

Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan rohani. Berbicara pada tingkat pemahaman klien. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.

I. Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental 1. Lansia dengan Gangguan Pendengaran : a. Berdiri dekat menghadap klien. b. Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik. c. Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara. d. Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai. e. Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung pada klien. f. Hindari pergerakan bibir yang berlebihan. g. Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara. h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata kata yeng berbeda. i. Membatasi kegaduhan lingkungan. j. Gunakan tekanan suara yang sesuai. k. Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan. l. Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya. m. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi. 2. Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) : Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi ditambah dengan beberapa teknik, yaitu : a. Menulis pesan jika klien dapat membaca. b. Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi. c. Pernyataan dan pertanyaan yang singkat. d. Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh : body language. e. Sempatkanlah waktu bersama klien. 3. Lansia dengan gangguan penglihatan : a. Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.

b. Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada. c. Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat. d. Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara. e. Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu, membacakan. f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa yang sedang saudara kerjakan. g. Jelaskan jalan jalan apa bisa dilalui oleh klien. h. Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien. 4. Lansia dengan Afasia Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga bercakap cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak. Teknik Komunikasi yang digunakan adalah : a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata. b. Sabar dan meluangkan waktu. c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk menjawab keinginannya. d. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan kesempatan untuk membaca dengan keras. f. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu meningkatkan pemahaman. g. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa aman. 5. Lansia dengan penyakit Alzheimer : Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek.

Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal. Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting. Teknik komunikasi yang digunakan adalah : a. Selalu berkomunikasi dari depan lansia. b. Bicaralah dengan cara dan nada yang normal. c. Bertatap muka. d. Mnimalkan gerakan tangan. e. Menghargai dan pertahankan jarak. f. Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak. g. Pertahankan kontak mata dengan senyum. h. Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya. i. Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan. j. Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya. 6. Lansia yang menunnjukkan kemarahan : a. Klarifikasi penyebab marah yang terjadi. b. Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif. c. Gunakan pertanyaan terbuka. d. Luangkan waktu setiap hari bersama klien. e. Puji dan dukung setiap usaha dari klien. 7. Lansia yang mengalami kecemasan : a. Dengarkan apa yang dibicarakan klien. b. Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi. c. Identifikasi bersama klien sumber sumber yang menyebabkan ketegangan atau keemasan. d. Libatkan staf dan anggota keluarga.

8. Lansia yang menunjukkan penolakan : a. Kemukakan kenyataan perlahan lahan. b. Jangan menyokong penolakan klien.

c. Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya. d. Libatkan keluaraga. 9. Lansia yang mengalami depresi : a. Lakukan kontak sesering mungkin. b. Beri perhatian terus menerus. c. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri. d. Gunakan pertanyaan terbuka. e. Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian. J. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap pra-interaksi, pengenalan, tahap kerja dan terminal.

a) Tahap I ( pra-interaksi) Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi tentang klien lansia, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia dapat membuat cemas perawat yang belum mempunyai pengalaman. Ada baiknya apabila perawat menyadari perasaan ini.

b) Tahap II (pengenalan) Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan rasa percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini perawat mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman dengan beberapa interaksi sosial seperti membicarakan tentang cuaca. Ada kemungkinan perawat melihat sikap penolakan dari lansia. Hal ini mungkin karena lansia belum siap untuk mengungkapkan dan menghadapi masalahnya, ada rasa malu untuk mengakui bahwa lansia memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku yang menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya. Kadangkadang klien lansia juga ingin menguji ketulusan perawat yang membantunya. Di sini

perawat perlu menunjukkan sikap ketulusan dan kepedulian. Sebenarnya sikap perawat sangat menentukan apakah hubungannya dengan klien lansia terapeutis atau tidak. Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan rasa percaya klien lansia kepada perawat : a.Lansia dapat mellihat perawat sebagai seorang professional yang mampu

membantunya. b. Lansia dapat melihat perawat sebagai individu yang jujur, terbuka, dan peduli lansia. c. Lansia percaya bahwa perawat akan menghargai kerahasiaan hubungan mereka, nilai, keyakinan, sosio-kulutralnya. d. Lansia merasa aman dan nyaman dalam mengungkapkan perasaanya.

c) Tahap III (kerja) Pada tahap ini perawat dank lien lansia menemukan, menghargai dan menerima keunikannya masing-masing. Rasa peduli dan empati juga akan timbul. Perawat membantu klien lansia melihat secara mendalam perasaannya agar lansia dapat memperoleh insight tentang masalahnya. Dengan memeriksa secara mendalam tentang perasaannya, komunikasi dapat diperlancar apabila perawat menunjukkan: 1. Empati Perawat akan mampu berempati dengan klien lansia bila mereka merasakan apa yang dialami lansia. Semua teknik komunikasi yang dipakai akan terjadi kaku, tidak spontan dan tidak genume, tetapi sharing tentang kesulitan klien lansia akan membuat perawat menjadi spontan dan tulus meresponnya dan sikap ini dapat dirasakan oleh lansia. 2. Menghargai

Perawat perlu memiliki keyakinan tentang martabat setiap manusia, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik,ia adalah ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia patut dihargai dan dicintai tanpa memperhatikan perbuatannya melainkan

dirinya. Keyakinan ini akan membantu perawat menerima, mencintai dan menghargai lansia tanpa syarat. 3. Genuiness Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan disebut genuiness bila : a. Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat pendidikannya, dan sebagainya. b. Bersikap spontan c. Tidak defensif, menerima, dan menanggapi kritikan dari lansia tanpa membalas atau mencari alasan untuk membernarkan diri. d. Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap tubuh sesuai dengan apa yang dirasakannya. e. Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila perlu. 4. Konkret/ specific Perawat perlu terampil dalam member pertanyaan terbuka. Melalui pertanyaan terbuka, perawat dapat membantu lansia yang cenderung berbicara secara umum menjadi lebih konkret dan spesifik.

5. Konfrontasi Konfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh pengertoan. Konfrontasi akan lebih mudah diterima lansia bila ia merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat. Dengan konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia ketidakcocokkan antara pikiran, kata-kata atau perbuatannya. Ketidakcocokan ini akan menghambat pemeriksaaan dan penyadaran diri. Penyangkalan terhadap perasaan dapat membuat lansia tidak mampu mengatur tingkah lakunya.

d) Tahap IV (terminal) Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin lansia merasa kehilangan sesuatu, merasa bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan dari perawat, merasa ditinggalkan, dan lain sebagainya. Pada tahap ini, perawat perlu mengungkapkan kesediannya membantu bila diperlukan agar klien lansia merasa aman.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat. Hambatan Komunikasi terapeutik pada lansia : Pasien dengan Defisit Sensorik, Pasien dengan Demensia. Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang, tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik.

B. Saran -------------oo-----------

DAFTAR PUSTAKA
http://sebastianus-doo.blogspot.com/2011/04/makalah-komunikasi-terapeutik-role-paly.html

http://jancokan.comhttp://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/komunikasi-terapeutik.htm

You might also like