You are on page 1of 12

Imunisasi Dasar pada Bayi Berikut adalah lima imunisasi dasar yang wajib diberikan sejak bayi:

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) sekali untuk mencegah penyakit Tuberkulosis. Diberikan segera setelah bayi lahir di tempat pelayanan kesehatan atau mulai 1 (satu) bulan di Posyandu. Imunisasi Hepatitis B sekali untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang ditularkan dari ibu ke bayi saat persalinan. Imunisasi DPT-HB 3 (tiga) kali untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan), Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan saat bayi berusia 2 (dua) bulan. Imunisasi berikutnya berjarak waktu 4 minggu. Pada saat ini pemberian imunisasi DPT dan Hepatitis B dilakukan bersamaan dengan vaksin DPT-HB. Imunisasi polio untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Imunisasi Polio diberikan 4 (empat) kali dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu. Imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak. Imunisasi campak diberikan saat bayi berumur 9 bulan.

Efek samping Imunisasi Imunisasi kadang mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan vaksin betul-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebagai berikut: BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan. Setelah 23 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut kecil. DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada sore hari setelah imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, dan akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul, tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan, dan imunisasi tidak perlu diulang. Polio: Jarang timbuk efek samping. Campak: Anak mungkin panas, kadang disertai kemerahan 410 hari sesudah penyuntikan. Hepatitis B: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping

Campak Dari Wikipedia Penyakit campak (Rubeola, Campak 9 hari, Measles) sangat menular, ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit campak disebabkan infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Penularan virus campak terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita campak bisa menularkan virus campak dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada. Sebelum vaksinasi campak digunakan meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap campak. Penyebab Campak, rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular (infeksius) sejak awal masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan paramiksovirus (virus campak). Penularan virus campak terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala campak muncul. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi dan infeksi aktif. Kekebalan pasif diperoleh seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi campak, remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi campak kedua. Gejala Gejala campak mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: badan panas, nyeri tenggorokan, hidung meler (coryza), batuk (cough), bercak Koplik, nyeri otot, mata merah (conjunctivitis). 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala di atas. Ruam campak bisa berbentuk makula (ruam kemerahan mendatar) maupun papula (ruam kemerahan menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar. Pada puncak penyakit campak, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40o Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita campak mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata radang dan merah selama beberapa hari, diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hingga 7 hari. Komplikasi Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:

Infeksi bakteri : pneumonia dan infeksi telinga tengah. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan. Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1.000 kasus.

Diagnosa Diagnosis campak ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit khas. Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan: pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan IgM anti campak. Pemeriksaan komplikasi campak:

Enteritis Ensephalopati Bronkopneumoni

Pengobatan Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Selain itu, penderita campak juga disarankan istirahat minimal 10 hari dan makan makanan bergizi agar kekebalan tubuh meningkat. Pencegahan Vaksin campak merupakan bagian imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin campak biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Waktu Inkubasi Waktu terpapar sampai kena penyakit campak: 10 sampai 12 hari hingga gejala pertama, dan 14 hari hingga ruam muncul. Waktu pengasingan yang disarankan Disarankan selama sekurang-kurangnya 4 hari setelah ruam muncul. Orang dekat dan tidak mempunyai kekebalan seharusnya tidak menghadiri sekolah atau bekerja selama 14 hari.

Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) Difteri Penyakit difteri disebabkan bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Difteri mudah menular, menyerang terutama saluran napas bagian atas, dengan gejala demam tinggi, pembengkakan amandel (tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung, berakibat gagal jantung. Penularan bakteri difteri umumnya melalui udara (batuk/bersin). Selain itu, bakteri difteri dapat menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Pencegahan difteri paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Pemberian imunisasi DPT akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Efek samping imunisasi DPT yang mungkin timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit. Cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas. Pertusis Penyakit pertusis atau batuk rejan atau Batuk Seratus Hari disebabkan bakteri Bordetella Pertussis. Gejala pertusis khas yaitu batuk terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk pertusis diakhiri tarikan napas panjang dan dalam dan berbunyi melengking. Penularan bakteri pertusis umumnya melalui udara (batuk/bersin). Bakteri pertusis juga dapat menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Pencegahan pertusis paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan difteri (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Tetanus Penyakit tetanus berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Gejala tetanus diawali dengan kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut), pembengkakan, rasa sakit dan kejang di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang segera merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Neonatal tetanus umum terjadi pada bayi baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi baru lahir karena dilahirkan di tempat kotor dan tidak steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus menyebabkan kematian bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan sudah maju, tingkat kematian akibat neonatal tetanus dapat ditekan. Selain itu, antibodi dari ibu kepada jabang bayinya juga mencegah neonatal tetanus. Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel di area sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, aborsi, narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frostbite.

Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus berkembang biak. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala mulai timbul di hari ketujuh. Gejala neonatal tetanus mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan benar, penderita tetanus dapat disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi tetanus terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin TT (Tetanus Toxoid). Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Wanita hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di tempat bersih dan steril.

Hepatitis B Dari Wikipedia Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota family Hepadnavirus. Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada sebagian kasus berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia. Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, juga bisa menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke dalam tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain. Diagnosis Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas dan sepuluh kali lebih menular (infectious). Kebanyakan gejala hepatitis B tidak jelas terlihat. Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan infeksi virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA. Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum, sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus hepatitis B. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar

ALT menggambarkan adanya aktivitas nekroinflamasi. Oleh karena itu, pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan proses nekroinflamasi menunjukkan kadar ALT lebih berat dibandingkan pada ALT normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Gejala hepatitis B umumnya ringan. Gejala hepatitis B dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh. Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat, maka akan terjadi pembersihan virus hepatitis B, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah, maka pasien tersebut akan menjadi carrier hepatitis B inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifatintermediate (antara dua hal di atas), maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis. Penularan Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Penderita hepatitis B bisa dari semua golongan umur. Ada beberapa cara penularan virus hepatitis B:

Secara vertikal, penularan terjadi dari ibu pengidap virus hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan, yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan. Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama (Hanya jika penderita hepatitis B memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi berdarah, dll) atau luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan penderita hepatitis B.

Sebagai antisipasi, biasanya darah-darah dari pendonor dites terlebih dulu apakah reaktif terhadap hepatitis, sipilis dan HIV. Sesungguhnya, tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena hepatitis B dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virus hepatitis B sudah tidak ada lagi. Bagi pasangan yang hendak menikah, dianjurkan memeriksakan pasangannya untuk mencegah penularan hepatitis B. Perawatan Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga hati tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan

sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat cukup. Hepatitis B akut umumnya sembuh. Hanya 10% menjadi hepatitis B kronik (menahun) dan berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini beberapa perawatan hepatitis B kronis dapat meningkatkan kesempatan hidup bagi penderita hepatitis B. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa (Uniferon). Selain itu, ada juga pengobatan tradisional hepatitis B. Tumbuhan obat atau herbal yang digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan hepatitis di antaranya mempunyai efek hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat untuk pengobatan hepatitis, antara lain temulawak, kunyit, sambiloto, meniran, daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi, akar alang-alang, rumput mutiara, pegagan, buah kacapiring, buah mengkudu, jombang. Pencegahan Penularan virus hepatitis B dicegah dengan memelihara gaya hidup bersih sehat, misalnya menghindari narkotika, tato, tintik badan, hubungan homoseksual, hubungan seks multi partner. Selain itu, pencegahan paling efektif terhadap hepatitis B adalah dengan imunisasi (vaksinasi) hepatitis B. Imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu bulan pertama, dua bulan dan enam bulan kemudian. Imunisasi hepatitis B dianjurkan bagi setiap orang dari semua golongan umur. Kelompok yang paling membutuhkan imunisasi hepatitis B yaitu bayi baru lahir, orang lanjut usia, petugas kesehatan, penderita penyakit kronis (seperti gagal ginjal, diabetes, jantung koroner), pasangan yang hendak menikah, wanita pra kehamilan.

Haemophilus Influenza type B (Hib) Sumber: www.cdc.gov Penyakit Hib disebabkan bakteri Haemophilus Influenza type B (Hib). Hib biasa menyerang anak di bawah 5 tahun. Anak-anak dapat tertular bakteri Hib dari anak lain yang sakit atau orang dewasa yang membawa bakteri Hib, namun tidak sakit. Kuman tertular melalui kontak dengan penderita Hib. Jika bakteri Hib berada di rongga hidung atau tenggorokan, mungkin tidak menyebabkan sakit. Namun bakteri Hib dapat masuk ke paru-paru dan peredaran darah dan menyebabkan penyakit serius. Sebelum ditemukannya vaksin Hib, penyakit Hib merupakan penyebab utama radang selaput otak (meningitis) pada anak di bawah 5 tahun. Meningitis menyebabkan kerusakan otak dan medulla spinalis. Hib juga menyebabkan pneumonia, infeksi berat di tenggorokan, infeksi pada persendian, tulang dan selaput jantung, bahkan kematian. Anak-anak perlu mendapatkan vaksinasi Hib pada usia: 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12-15 bulan.

Anak di atas 5 tahun tidak perlu mendapatkan vaksin Hib. Namun dalam kondisi tertentu, vaksinasi Hib perlu diberikan, seperti penderita sickle cell, HIV, pengangkatan limpa, transplantasi sumsum tulang atau penderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi. Vaksin Hib beresiko menimbulkan efek samping ringan. Berikut efek samping vaksinasi Hib yang pernah dilaporkan: merah dan bengkak di tempat penyuntikan dan demam tinggi. Keluhan tersebut biasanya hilang sendiri dalam 2-3 hari

Vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella) Dari Wikipedia Vaksin MMR (Mumps Measles Rubella) adalah campuran tiga jenis virus yang dilemahkan, yang disuntikkan untuk imunisasi melawan campak (measles), gondongan (mumps) dan rubella (german measles). Vaksin MMR umumnya diberikan kepada anak usia 1 tahun dengan booster diberikan sebelum memasuki usia sekolah (4-5 tahun). Di Amerika Serikat, vaksin MMR diijinkan pada tahun 1963 dan boosternya dimulai pada pertengahan tahun 1990-an. Vaksin MMR digunakan secara luas di seluruh dunia sejak diperkenalkan pada awal 1970-an. Vaksin MMR yang tersedia: MMR II dari Merck, Priorix dari GlaxoSmithKline, Tresivac dari Serum Institute of India, Trimovax dari Sanofi Pasteur. Mumps (parotitis atau gondongan) Penyakit mumps (parotitis) disebabkan virus mumps yang menyerang kelenjar air liur di mulut, dan banyak diderita anak-anak dan orang muda. Semakin tinggi usia penderita mumps, gejala yang dirasakan semakin hebat. Kebanyakan orang menderita penyakit mumps hanya sekali seumur hidup. Pencegahan mumps paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan campak dan rubella (vaksinasi MMR) sebanyak 2 kali dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi mumps terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan dengan campak dan rubella (vaksinasi MMR). Pemberian imunisasi MMR akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit mumps, campak dan rubella. Measles (campak) Penyakit measles (campak) disebabkan virus campak. Gejala campak yaitu demam, menggigil, serta hidung dan mata berair. Timbul ruam-ruam pada kulit berupa bercak dan bintil merah pada kulit muka, leher, dan selaput lendir mulut. Saat penyakit campak memuncak, suhu tubuh bisa mencapai 40oC. Pencegahan campak paling efektif adalah dengan imunisasi campak. Imunisasi campak diberikan saat bayi berumur 9 bulan. Campak juga dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian vaksinasi MMR. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi campak terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan dengan mumps dan rubella (vaksinasi MMR). Imunisasi MMR diberikan sebanyak 2 kali dengan selang penyuntikan 1-2 bulan.

Rubella (campak Jerman) Penyakit rubella disebabkan virus rubella. Rubella mengakibatkan ruam pada kulit menyerupai campak, radang selaput lendir, dan radang selaput tekak. Ruam rubella biasanya hilang dalam waktu 2-3 hari. Gejala rubella berupa sakit kepala, kaku pada persendian, dan rasa lemas. Biasanya rubella diderita setelah penderita berusia belasan tahun atau dewasa. Bila bayi baru lahir atau anak balita terinfeksi rubella, bisa mengakibatkan kebutaan. Bila wanita hamil terinfeksi rubella, dapat mempengaruhi pertumbuhan janin. Bayi umumnya lahir dengan cacat fisik (buta tuli) dan keterbelakangan mental. Pencegahan rubella paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan campak dan mumps (vaksinasi MMR) sebanyak 2 kali dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi rubella terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan dengan campak dan mumps (vaksinasi MMR). Wanita usia subur sebaiknya mendapat 2 dosis imunisasi MMR selambat-lambatnya 3 bulan sebelum kehamilan untuk mencegah kecacatan dan kematian bayi. Setelah imunisasi MMR, dianjurkan menunda kehamilan selama 3 bulan, untuk menghindari kecacatan bayi.

Poliomielitis (Polio) Dari Wikipedia Poliomielitis (polio) adalah penyakit paralisis (lumpuh) yang disebabkan virus polio. Virus penyebab polio, poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus polio dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat, menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis). Etimologi Kata polio berasal dari bahasa Yunani atau bentuknya yang lebih mutakhir, dari "abu-abu" dan "bercak". Sejarah Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya. Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf, menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut momok semua orang tua, karena menyerang anak anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membolehkan anak mereka keluar rumah. Gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup. Virus Polio

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus polio menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus polio terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari. Polio dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Poliovirus menular melalui kontak antar manusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita polio tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang mengidap polio. Virus polio masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terinfeksi polio, virus polio akan keluar melalui feses penderita polio selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus polio. Jenis Polio Polio non-paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. Polio paralisis spinal Strain poliovirus paralisis spinal menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu dari 200 penderita polio paralisis spinal akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus polio akan diserap pembuluh darah kapiler pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Virus polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Pada penderita polio paralisis spinal yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus polio biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi polio akan mempengaruhi sistem saraf pusat -menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus polio dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan saraf motorik. Saraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia. Polio bulbar Polio bulbar disebabkan tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang polio. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf

yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka gagal bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita polio bulbar juga dapat meninggal karena kerusakan fungsi menelan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakeostomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Iron lung membantu paruparu lemah dengan menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paruparu akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian. Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio bulbar harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak permanen. Penderita polio yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh mendekati normal. Anak-anak dan Polio Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah dengan sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi polio saat balita sangat membantu pencegahan polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika diderita orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom post-polio. Vaksin efektif pertama Vaksin efektif polio pertama dikembangkan Jonas Salk. Salk menolak mematenkan vaksin polio karena menurutnya, vaksin polio milik semua orang seperti halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah vaksin polio yang dikembangkan Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada 23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979. Usaha pemberantasan polio Pada tahun 1938, Presiden Roosevelt mendirikan Yayasan Nasional Bagi Kelumpuhan AnakAnak, yang bertujuan menemukan pencegah polio, dan merawat mereka yang sudah terkena polio. Yayasan itu membentuk March of Dimes. Ibu-ibu melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, anak-anak membantu melakukan sesuatu untuk orang lain, bioskop memasang iklan, semuanya bertujuan minta bantuan satu dime, atau sepuluh sen. Dana yang masuk waktu itu digunakan untuk membiayai penelitian dokter Jonas Salk yang menghasilkan vaksin efektif polio pertama. Tahun 1952, di Amerika terdapat 58 ribu kasus polio. Tahun 1955 vaksin

polio Salk mulai digunakan. Tahun 1963, setelah puluhan juta anak divaksin polio, di Amerika hanya ada 396 kasus polio. Pada tahun 1955, Presiden Dwight Eisenhower mengumumkan bahwa Amerika akan mengajarkan kepada negara-negara lain cara membuat vaksin polio. Informasi ini diberikan secara gratis kepada 75 negara, termasuk Uni Soviet. Tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mensahkan resolusi untuk menghapus polio sebelum tahun 2000. Pada saat itu masih terdapat sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Meskipun pada tahun 2000 polio belum terbasmi, tetapi jumlah kasusnya telah berkurang hingga di bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah atau Eropa, tetapi masih terdapat di Nigeria, dan sejumlah kecil di India dan Pakistan. India telah melakukan usaha pemberantasan polio yang cukup sukses. Sedangkan di Nigeria, penyakit polio masih terus berjangkit karena pemerintah Nigeria mencurigai vaksin polio dapat mengurangi fertilitas dan menyebarkan HIV. Tahun 2004, pemerintah Nigeria meminta WHO melakukan vaksinasi polio lagi, setelah penyakit polio kembali menyebar ke seluruh Nigeria dan 10 negara tetangganya. Konflik internal dan perang saudara di Sudan dan Pantai Gading juga mempersulit pemberian vaksin polio. Meskipun banyak usaha telah dilakukan, pada tahun 2004 angka infeksi polio meningkat menjadi 1.185 di 17 negara dari 784 di 15 negara pada tahun 2003. Sebagian penderita polio berada di Asia dan 1.037 ada di Afrika. Nigeria memiliki 763 penderita polio, India 129, dan Sudan 112. Pada 5 Mei 2005, dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di Sukabumi akibat strain virus yang menyebabkan wabah polio di Nigeria. Virus polio diduga terbawa dari Nigeria ke Arab dan sampai ke Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab atau orang yang bepergian ke Arab untuk haji atau hal lainnya.

You might also like