You are on page 1of 43

Hiperbilirubinemia

PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama Tanggal lahir Umur Jenis kelamin Alamat Agama Tanggal masuk No CM

: By David Edward Mamusung : 31 Desember 2013 : 8 hari : Laki-Laki : Perum Citra Graha Prima Jonggol . : Kristen Protestan : 08 Januari 2014 : 42-88-53

II.

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ibu Umur Pendidikan Pekerjaan Pangkat Agama

: Ny. Desy Mery : 39 tahun : SMA : Ibu rumah tangga : : Kristen Protestan

Nama Ayah Umur Pendidikan Pekerjaan Pangkat Agama

: Tn. B. Manusung : 40 tahun : SMA : TNI AD : Serka : Kristen Protestan

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung Anamnesa didapat secara Alloanamnesa pada tanggal 8 Januari 2014

III.

RIWAYAT PENYAKIT : Bayi tampak kuning

Keluhan utama

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Keluhan tambahan : Nafsu makan menurun,

Riwayat penyakit sekarang Pasien laki-laki datang dari poli anak RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Orangtua pasien mengatakan 4 hari setelah dilahirkan pasien terlihat kuning, namun tidak dihiraukan orangtuanya. Pada usia 8 hari kuningnya terlihat lebih jelas, awalnya kuningnya terlihat pada bagian mata lalu menjalar ke leher, dada, punggung, perut, lengan dan ekstremitas bawah (dibawah lutut) pasien. Sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Ibu pasien juga mengatakan pada saat lahir pasien diberikan ASI dan tidak minum susu formula namun 4 hari SMRS nafsunya menurun, minum asinya berkurang dan lebih sering terlihat tidur, lalu pasien dibawa ke Poli anak RSPAD Gatot Subroto untuk dilakukan pemeriksaan namun. Ibu juga menyangkal pemberian obat-obatan dan transfusi darah pada pasien. Ibu menyangkal mengkonsumsi jamu. Demam, mual, muntah, sesak nafas disangkal oleh ibu pasien. Buang air kecil 7 kali sehari kuning terang. BAB 6 kali sehari pasien berwarna kuning kecoklatan. Riwayat penyakit dahulu Tidak ada Riwayat penyakit dalam keluarga Terdapatnya penyakit serupa dalam keluarga disangkal Riwayat kehamilan Kehamilan ini merupakan kehamilan yang keempat, menurut ibu pasien usia kehamilannya sampai melahirkan adalah 38 minggu. Anak pertama perempuan, lahir spontan, cukup bulan, riwayat sakit kuning tidak ada, riwayat DM selama kehamilan juga tidak ada,usia saat ini 13 tahun ,dan sehat. Anak kedua pasien mengalami keguguran pada usia kehamilan 8 minggu. Anak ketiga laki-laki, lahir spontan, cukup bulan, riwayat kuning tidak ada, riwayat DM tidak ada, usia saat ini 7 tahun.

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

Selama kehamilan ibu pasien juga tidak merasakan keluhan, hanya perasaan mual diawal kehamilan dan kadang-kadang batuk pilek namun tidak begitu berat. Ibunya juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan, jamu, minum-minuman beralkohol dan tidak merokok. Disekitar rumah juga tidak ada binatang peliharaan. Ibu pasien juga mengatakan rutin kontrol kehamilannya dirumah sakit Ridwan Meuraksa.

Riwayat kelahiran Pasien laki-laki, tunggal, lahir hidup pada tanggal 31 Desember 2013 pukul 11.37 WIB di RSPAD Gatot Subroto. Lahir secara Sectio Caesarea atas indikasi 2x Lilitan tali pusat dan presentasi bokong. Ibu juga meminta dokter untuk sekaligus dilakukan Tubektomi. Ibu G4P2A1 hamil 38 minggu dengan berat badan lahir : 3850 gram , panjang badan lahir : 53 cm. Apgar score 8/9, anus ada, cacat tidak ada. tidak ada ketuban pecah dini, ketuban berwarna Putih keruh, 2 kali lilitan tali pusat.

Riwayat Imunisasi Jenis Imunisasi BCG DPT Polio Hep B Campak


I

II

III

Kesan : Belum mendapatkan imunisasi dasar

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Riwayat perkembangan Pertumbuhan gigi I Tengkurap Duduk Berdiri Berbicara Membaca dan menulis : Belum tumbuh : Belum bisa : Belum bisa : Belum bisa : Belum bisa : Belum bisa

Kesan : Perkembangan anak sesuai dengan usia

Riwayat Makanan UMUR 0 1 bln 1 2 bln 2 3 bln 3 4 bln 4 5 bln 5 6 bln 6 7 bln ASI / PASI ASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi Tim -

Kesan : Kualitas dan kuantitas baik

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Riwayat keluarga Corak reproduksi No Usia Jenis Kelamin 1 2 3 3 13Tahun 7 Tahun Ya Ya Hidup Lahir mati Ya Abortus Mati (sebab) Keterangan kesehatan Baik Baik

Anggota keluarga lain yang serumah : tidak ada Masalah dalam keluarga : tidak ada Perumahan : Milik Sendiri

Data orang tua Umur sekarang Perkawinan ke Umur saat menikah Pendidikan terakhir ( tamat/sampai kls/tkt ) Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Konsanguitas

Ayah 40 tahun 1 27 tahun SMA Tamat Kristen Protestan Batak Baik Tidak terdapat

Ibu 39 tahun 1 26 tahun SMA Tamat Kristen Protestan Batak Baik Tidak terdapat

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 8 Januari 2014 Berat badan Tinggi badan Lingkaran kepala Lingkaran dada Lingkaran lengan atas Jam : 14.00 WIB : 3800 g : 53 cm : 35 cm : 33 cm : 28 cm

Tanda-tanda vital Temperatur Heart rate Respiratory rate Keadaan umum Kesadaran Status mental Pernapasan Sirkulasi : 36,8 C frontalis : 144 x / mnt : 48 x / mnt : Gerakan aktif, menangis kuat : Compos Mentis : Tenang : Normal : Akral Hangat, Nadi Reguler-Kuat

Kepala Normocephali, distribusi merata, UUB datar belum menutup,diameter 2cm, sutura tidak melebar. Mata Kelopak mata tidak cekung, Palpebra tidak melengket, konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat konjungtivitis, sklera ikterik, pupil bulat, isokor, melihat kearah cahaya yang datang. Telinga Bentuk sempurna, besar dan posisi daun telinga dalam batas normal. Hidung Bentuk normal, tak tampak napas cuping hidung . tidak ada sekret

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Mulut Mukosa mulut tidak pucat, tidak sianosis, tidak kering, tidak pecah-pecah. Bibir merah, langit-langit intake. Leher Bentuk normal tidak ada kelainan, kulit normal, bentuk pergerakan bebas tidak terbatas, tekanan vena jugularis tidak dilakukan, kelenjar gondok tidak membesar, trakea letak ditengah letak ditengah Thorak Bentuk normochest, kulit normal tidak kering, tidak ada luka, jejas, sikatrik . Paru Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi suprasternal, tak tampak kelainan gerak, tak tampak eksperium memanjang Palpasi Perkusi : Fremitus vokal dan taktil normal : Tidak dilakukan

Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing Cor Inspeksi Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba disela iga IV midclavicula sinistra, tidak kuat angkat, tidak ada thrill Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop Abdomen Inspeksi : Datar, tidak tampak sikatrik, venektasi, umbilikus kering

Auskultasi : Bising usus + normal Palpasi Perkusi : Supel, turgor kulit cukup, hati tidak teraba, limpa tidak teraba : Tidak dilakukan

Alat Kelamin Terdapat Penis, Sktotum, Testis, Anus Normal Ekstremitas Cacat (-), jari lengkap, akral hangat, perfusi perifer baik, CRT < 2 detik, tidak sianosis
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Kulit

Warna kuning terang pada kulit mulai terlihat pada bagian mata pasien lalu menjalar ke leher, dada, punggung, perut hingga lutut, lengan dan ekstremitas bawah pasien Kremer derajat IV. Refleks Pemeriksaan neurologis : Refleks Moro (+) Refleks Hisap (+) Refleks Rotting (+) Refleks Palmar graps (+) Refleks Plantar graps (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan 08/01/14 Kimia Bilirubin Total Bilirubin direct Bilirubin indirect 18,98 13,07 1,60 11,47 Pasien pulang 1,5 mg/dl 0,3 mg/dl 1,1 mg/dl 09/01/14 10/01/14

Pada pemeriksaan golongan darah pasien : golongan darah O, dengan rhesus (+) Pada orangtua pasien golongan darah ibu O, rhesus (+), golongan darah ayah A, rhesus (+) .
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

RESUME Pasien berusia 8 hari dengan BB Lahir : 3850 gram dan BB Sekarang : 3800 gram. Pada hari ke-4 setelah dilahirkan terlihat kuning, Pada hari ke-8 kuningnya terlihat lebih jelas, awalnya kuningnya terlihat pada bagian mata lalu menjalar ke leher, dada, punggung, perut, lengan dan ekstremitas bawah (dibawah lutut) pasien. Sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Ibu pasien juga mengatakan pada saat lahir pasien diberikan ASI dan tidak minum susu formula namun 4 hari SMRS nafsunya menurun, minum asinya berkurang dan lebih sering terlihat tidur, Ibu juga menyangkal pemberian obat-obatan dan transfusi darah pada pasien. Demam (-), mual(-), muntah (-), sesak nafas (-). BAK 7 kali sehari berwarna kuning terang. BAB pasien berwarna kuning kecoklatan. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum Gerakan aktif, menangis kuat. Kesadaran kompos Mentis Tanda-tanda vital : Temperatur Heart rate : 36,8 C frontalis : 144 x / mnt

Respiratory rate : 48 x / mnt

Mata Kulit

: Sklera ikterik +/+ : Warna kuning terang pada kulit mulai terlihat pada bagian mata pasien lalu menjalar ke leher, dada, punggung, perut hingga lutut, lengan dan ekstremitas bawah pasien Kremer derajat IV.

Pemeriksaan penunjang : Tanggal 08 Januari 2014

Laboratorium bilirubin total

: 18,98 mg/dl

Pada pemeriksaan golongan darah pasien : golongan darah O, dengan rhesus (+) Pada orangtua pasien golongan darah ibu O, rhesus (+), golongan darah ayah A rhesus (+) .

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
DIAGNOSIS KERJA Hiperbilirubinemia e.c. Breast Feeding Jaundice

10

DIAGNOSA BANDING - Breast milk jaundice - Ikterus Obstruktif - Infeksi neonatorum

PENATALAKSANAAN

Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari = 577,5 cc/hr ASI ad Libitum Sufor 8 x 70-75 cc Fototerapi 2 lampu

RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan kadar bilirubin berkala Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah tepi lengkap Cek golongan darah Pemeriksaan enzim G6PD

PROGNOSIS Qua ad vitam Qua ad fungsionam Qua ad sanationam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
FOLLOW UP
08 Jan 2014 UP : 1 hari US : 8 hari BL : 3850 gram BS : 3800 gram S Bayi kuning 09 Jan 2014 UP : 2 hari US : 9 hari BL : 3850 gram BS : 3650 gram Bayi minum ASI campur susu formula, muntah(-), kembung (-), bab (+)Kuning, kecoklatan& bak (+)normal O Ku : Bayi menangis kuat, gerakan aktif Kes : CM -TTV HR : 144 x/m RR : 48 x/m T : 36,8 C -Kepala -Mata -Hidung -Mulut -Thorax -Cor -Pulmo -Abd -Eks Normocephal CA -/- , SI +/+ air mata + NHC Bibir tdk kering sianosis Simetris statis & dinamis BJ 1-2 reg, murmurgallopSN vesikuler Ronkhi-, WheezingDatar, supel, turgor cukup, BU +normal, H/L ttrb Akral hangat, perfusi perifer baik, udem-, sianosis-kulit Kremer IV Normocephal CA -/- , SI +/+ air mata + NCH Bibir tdk kering sianosis Simetris statis dan dinamis BJ 1-2 reg, murmurgallopSN vesikuler Ronkhi-, WheezingDatar, supel, turgor cukup, BU +normal, H/L ttrb Akral hangat, perfusi perifer baik, udem-, sianosisKremer IV Ku : Bayi menangis kuat, gerakan aktif, Jaundice berkurang Kes : CM HR : 124 x/m RR : 68 x/m T : 36,89C Normocephal CA -/- , SI +/+ air mata + NCH -, sekret + Bibir tdk kering sianosis Simetris statis dan dinamis BJ 1-2 reg, murmurgallopSN vesikuler Ronkhi-, WheezingDatar, supel, turgor cukup, BU +normal, H/L ttrb Akral hangat, perfusi perifer baik, udem-, sianosiskremer II-III 10 Jan 2014 UP : 3 hari US : 10 hari BL : 3850 gram BS : 3700 gram Bayi minum ASI campur susu formula, muntah(-), kembung(-), bab (+)Kuning Kecoklatan, bak (+) normal Ku : Bayi menangis kuat, gerakannya aktif, Kes : CM HR : 153 x/mnt RR : 60 x/m T : 36,6 C

11

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
A Hiperbilirubinemia ec breast feeding jaundice Hiperbilirubinemia ec breast feeding jaundice Hiperbilirubinemia ec breast feeding jaundice

12

Lanjutkan ASI Kebutuhan cairan 150cc/kgbb/hari ASI/PASI 8X 70 75cc Fototerapi 2 lampu

Lanjutkan ASI Kebutuhan cairan 150cc/kgbb/hari

Kebutuhan cairan 140cc/kgbb/hari ASI/PASI 8X 60 cc Fototerapi 2 lampu

ASI/PASI 8X 85 90cc Fototerapi 2 lampu

Rencana pemeriksaan : Rencana pemeriksaan : tidak ada Rencana pemeriksaan : Cek bilirubin total, direct, indirect pem.gol darah Cek bilirubin total

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
TINJAUAN PUSTAKA HIPERBILIRUBINEMIA

13

I.

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keaadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat lebih kuning, keaadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z,15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degenerasi heme yang merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keaadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi didalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat betahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keaadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecendrungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubin yang berat1. Definisi Ikterus neonatorum adalah keaadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl(1,6). Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90(1,6).

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali(2,5,6): Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

14

Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL. Ikterus menetap pada usia >2 minggu. Terdapat faktor risiko.

Epidemiologi Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia(5,6). II. ETIOLOGI Hipebilirubin dapat disebabkan oleh bermacam-macam keaadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompibilitas golongan darah ABO atau defesiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga timbul akibat perdarahan tertutup (hematoma cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompibilitas darah Rh, infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia . Keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis atau gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia dan polisitemia(1,2,5,6) .
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
III. PATOFISIOLOGI Pembentukan Bilirubin

15

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin(1,6).

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

16

Transportasi Bilirubin Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

17

syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yg terlihat pada tabel berikut(1,2,4) :

Tabel : Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin Analgetik ,antipiretik Antiseptik, desinfektan Antibiotik dengan kandungan sulfa Cefalosporin Penisilin Lain-lain Natrium Salisilat, Fenilbutazon Metil, Isopropil, dll. Sulfadiazin, Sulfamethiazole,Sulfamoxazole Ceftriakson, Cefoperazon Propicilin, Cloxacillin Novabiosin, Tripthopan, Asam mendelik, kontras x-ray

Asupan Bilirubin Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya(1,2). Konjugasi Bilirubin
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

18

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase ( UDPG T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya(1,2). Eksresi Bilirubin Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik(1,2). Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi (Tabel 9.3).

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

19

Tabel 9.3 Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI
Asupan cairan :

Kelaparan Frekuensi menyusui Kehilangan berat badan/dehidrasi

Hambatan eksresi bilirubin hepatik


Pregnandiol Lipase-free fatty acids Unidentified inhibitor

Intestinal reabsorption of bilirubin


Pasase mekonium terlambat Pembentukan urobilinoid bakteri Beta-glukoronidase Hidrolisis alkaline Asam empedu

Sumber : Gourley.

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10 mg/dL (Tabel 9.4 dan Gambar 9.2). Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.

Tabel 9.4 Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek


Dasar Penyebab

- Peningkatan produksi bilirubin

Incomptabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO)

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
- Peningkatan penghancuran hemoglobin - Defisiensi enzim kongenital (G6PD, galakrosemia) Perdarahan tertutup (sefalhematom, memarl Sepsis - Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA) Keterlambatan klem tali pusat - Peningkatan sirkulasi enterohepatik - Keterlambatan pasase mekonium, ileus mekonium, Meconium plug syndrome Puasa atau keterlambatan minum Atresia atau stenosis intestinal - Perubahan clearance bilirubin hati - Perubahan produksi atau aktivitas uridine Diphosphoglucoronyl transferase - Perubahan fungsi dan perfusi hati (kemampuan konjugasi) - Imaturitas - Gangguan metabolik/endokrin (Criglar-Najjar disease Hipotiroidisme, gangguan metaholisme asam amino) Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi. Sepsis (juga proses imflamasi) Obat-obatan dan hormon (novobiasin, pregnanediol) - Obstruksi hepatik (berhubungan dengan hiperbilirubinemia direk) - Anomali kongenital (atresia biliaris, fibrosis kistik) Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)
Billirubin load berlebihan (sering pada hemolisis berat) Sumber : Blackburn ST

20

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

21

Diagnosis Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya. Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL. Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi. Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total (Gambar 9.3) beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat (Tabel 9.5)

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

22

Tabel 9.5 Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan 35 mg

Faktor risiko major Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi (Gambar. 2) Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETCO). Umur kehamilan 35-36 minggu Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi Sefalhematom atau memar yang bermakna ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang berlebihan

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Ras Asia Timur

23

Faktor risiko minor Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang (gambar 2) Umur kehamilan 37-38 minggu Sebelum pulang, bayi tampak kuning Riwayat anak sebelumnya kuning Bayi makrosomia dari ibu DM Umur ibu 25 tahun Laki-laki

Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko makin rendah) Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko rendah Umur kehamilan 41 minggu Bayi mendapat susu formula penuh Kulit hitam Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Sumber : AAP

Manajemen

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Strategi pencegahan

24

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan.Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinemia


1. Pencegahan primer Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama. : Rekomendasi 1.1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. 2. Pencegahan sekunder Rekomendasi 2.0 Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat. selama periode neonatal Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

Rekomendasi 2.1.1: Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh(D) darah tali pusat bayi.

Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat pilihan

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

25

untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang memadai. Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian i ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi,tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

Rekomendasi 2.2.1: Protokol untuk penilaian ikterus haws melihatkan seluruh staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara transkutaneus atau memeriksakan biliruhin serum total.

3. Evaluasi laboratorium Rekomendasi 3.0 : Pengukuran biliruhin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak (Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia. Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum hams dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali salah. Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam.

4. Penyebab kuning Rekomendasi 4.1 : Memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.1: Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

26

tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.2: Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.

Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi. meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis.

Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehvdrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi yang buruk.

5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam.

Rekomendasi 5.1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:

Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum keluar RS , secara individual atau komhinasi untuk pengukuran yang sistimatis terhadap risiko.

Penilaian faktor risiko klinis.

6. Kehijakan dan prosedur rumah sakit Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.

Rekomendasi 6.1.1: tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

27

menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal lainnya.

Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Tabel 9.6 Saat tindak lanjut Bayi Keluar RS Sebelum umur 24 jam Antara umur 24 dan 47,9 jam Antara umur 48 dan 72 jam Harus Dilihat Saat Umur 72 jam 96 jam 120 jam

Sumber : AAP 6

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72- 120 jam.Penilaian klinik harus digunakan dalam menentukan tindak lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko, waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.

Rekomendasi 6.1.3: Menunda pulang dari Rumah Sakit : Bila tindak lanjut yangmemadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya peningkatan risiko timbulnya hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam)

Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut Penilaian tindak lanjut harus termasa berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kuning. Penilaian klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

28

pemeriksaan bilirubin. Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam.

7. Pengelolaan bayi dengan ikterus Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang perlu diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI (label 9.7).

Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam 2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan adalah sama 3. 4. 5. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran/ produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP 6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.
Sumber : Blackburn ST

Penggunaan farmakoterapi

Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghan,curan heme, atau untuk
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

29

mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun. antara lain : 1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi ganti. 2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti. Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil. 3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. ProtOporphyrin telah terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisjne heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam empedu. 4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP berhubungan dengan timbulnya eritema foto toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru dengan penggunaan SnMP maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam percobaan dan keluaran jangka panjang belum dike tahui, sehingga pemakaian obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical trial. 5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor -glukuronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat dalam
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

30

jumlah kecil (5 ml/dosis - 6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein (bukan inhibitor (-glitkitronidase) kuningnya juga tampak menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalur enterohepatik.

Foto terapi dan tranfusi tukar Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi hemolisis dan direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.

Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.

Terapi Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi (lihat Gambar 9.3 dan gambar 9.4)

Lakukan pemeriksaan laboratorium:


Bilirubin total dan direk Golongan darah (ABO, Rh) Test antibodi direct ( Coombs) Serum albumin Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi Jumlah retikulosit ETCO (bila tersedial G6PD1bila terdapat kecurigaan (berdasarkan etnis dan geografis) atau respon terhadap foto terapi kurang)

Urinalisis Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur

Tindakan:

Bila billirubin total 25 mg atau 20 mg pada bayi sakit atau bayi < 38 minggu, lakukan

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
pemeriksaan golongan darah dan cross match pada pasien yang akan direncanakan transfusi anti

31

Pada bayi dengan penyakit otoimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam 2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan imunoglohulin intravena 0,5-1 g/kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.

Pada bayi yang mengalami penurunan herat hadan lebih dari 12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi, dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tamhahan.Bila pemberian peroral sulit dapat diberikan intravena

Pada bayi mendapat foto terapi intensif


Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam Bila Bilirubin total 25 mg IdL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam Bila biliruhin total 20-25 mg/dL , pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4 jam, bila <20 mg/dl diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun periksa ulang dalam 8-12 jam

Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar transfusi tukar atau perbandingan billirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka lakukan transfusi ganti.

Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi dihentikan Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin ulangan boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat kemungkinan terjadinya rebound.

Sumber : AAP

Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti, kadar bilirubin direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total, tidak tersedia data yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk berkonsultasi kepada ahlinya

Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) atau jika kadar bilirubin total sebesar 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan emergensi dan

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

32

bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan fototerapi intensif. Bayi-bayi ini tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini dapat menunda terapi.

Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang terlatih di ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusitasi.

Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian 7-globulin (0,5-1 g/ kgBB 'selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar 2-3 mg/dL dari kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12 jam.

Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/albumin

Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar serum albumin dan mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai satu faktor risiko untuk menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi. (Gambar 9.3)

Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar albumin serum harus diukur dan digunakan rasio bilirubin/albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin total serum dan faktor-faktor lainnya yang menentukan dilakukannya tranfusi ganti.

Bilirubin ensefalopati akut

Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan tranfusi ganti pada setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari akut bilirubin ensefalopati (hipertonia, arching, retrocollis, opistotonus, demam, menangis melengking) meskipun kadar bilirubin total serum telah turun

Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki peralatan untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi (Gambar 9.3), AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui sementara dan menggantinya
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

33

dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau meningkatkan efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang mendapat fototerapi , suplementasi dengan pemberian ASI yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat, berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.

Fototerapi

Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tubilh yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau kadar albumin < 3 g/dL Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolelikan untuk melakukan foto terapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Nicrupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayibayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu.

34

Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau di rumah pada kadar bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah. Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm: (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas). Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

Tabel 9.9 Efek samping fototerapi


Efek samping Perubahan suhu dan metabolik lainnya Perubahan spesifik Peningkatan suhu lingkungan dan tubuh Peningkatan konsumsi oksigen Peningkatan laju respirasi Peningkatan aliran darah ke kulit Implikasi klinis Dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori (energi untuk merespon perubahan suhu), adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke bayi dan inkubator (berkaitan dengan aliran udara dan kehilangan udara pada radiant warmer), penggunaan servocontrol Perubahan kardiovaskular Perubahan sementara curah jantung dan penurunan curah ventrikel kiri Terbukanya kembali duktus arteriosus, kemungkinan karena fotorelaksasi, biasanya tidak signifikan terhadap hemodinamik Perubahan hemodinamik terlihat pada 12 jam pertama fototerapi, setelah itu kembali ke awal atau meningkat Status cairan Peningkatan aliran darah Perifer Meningkatkan kehilangan cairan Dapat mengubah keperluan pemakaian medikasi intramuskular Peningkatan insensible wateloss Disebabkan oleh kehilangan cairan melalui evaporasi, metabolik, dan respirasi

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Dipengaruhi oleh lingkungan (aliran udara, kelembaban, temperature), karakteristik unit fototerapi, peruhahan suhu, perubahan suhu kulit dan suhu inti bayi, denyut jantung, laju.respirasi, laju metabolik, asupan kalori, hentuk tempat tidur (meningkat dengan penggunaan radiant warmer dan inkubator) Fungsi Saluran Cerna Peningkatan jumlah dan frekuensi buang air besar Berkaitan dengan peningkatan aliran empedu yang dapat menstimulasi aktivitas saluran cerna Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses Feses cair berwarna hijau kecokelatan Penurunan waktu transit usus Penurunan absorpsi, retensi air dan elektrolit Perubahan aktivitas laktosa riboflavin Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses dan risiko dehidrasi Perubahan mendadak pada cairan dan elektrolit Intoleransi sementara laktosa dengan penurunan laktase pada silia epitel dan peningkatan frekuensi BAB dan konsistensi air pada feses

35

Perubahan aktivitas

Letargis,gelisah

Dapat mempengaruhi huhungan orang tua bayi

Perubahan berat badan

Penurunan nafsu makan Penurunan pada awalnya namun terkejar dalam 2-4 minggu

Menyebabkan peruhahan asupan cairann dan kalori Disebabkan oleh pemberian asupan makanan yang buruk dan peningkatan kehilangan melalui saluran cerna

Efek okuler

Tidak ada penelitian pada manusia, namun perlu perhatian antara efek cahaya dibandingkan dengan efek penutup mata

Menurunnya input sensoris dan stimulasi sensorism Penutup mata meningkatkan risiko infeksi, aberasi kornea, peningkatan tekanan intrakranial (jika terlalu kencang)

Perubahan kulit

Tanning

Disebabkan oleh induksi sintesa melanin atau disperse oleh sinar ultraviolet

Rashes

Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit dengan pelepasan histamine, eretima dari sinar ultraviolet.

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Burns Disebabkan oleh pemaparan yang berlebihan dari emisi gelombang pendek sinar fluorescent Bronze baby syndrome Disebabkan oleh interaksi fototerapi dan ikterus kolestasis, menghasilkan pigmen cokelat (bilifuscin) yang mewarnai kulit, dapat pulih dalam hitungan bulan Perubahan endokrin Perubahan kadar gonadotropin serum (peningkatan LH dan FSH) Perubahan hematologi Peningkatan turnover trombosit Cedera pada sel darah merah dalam sirkulasi dengan penurunan kalium dan peningkatan aktivitas ATP Perhatian terhadap perilaku psikologis Isolasi Perubahan status organisasi Bayi dan manajemen perilaku Sumber: dari Blackburn ST Efek diatasi oleh perawatan yang baik Dapat diatasi dengan interaksi orangtuaDapat mempengaruhi ritme kardiak Menyebabkan hemolisis, meningkatkan kebutuhan energi Merupakan masalah bagi bayi dengan trombosit Belum diketahui secara pasti

36

yang rendah da

Tranfusi Tukar

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

37

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati akut ( hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila kadar bilirubin total 5 mg/dL diatas garis patokan.

Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9) Sebagai patokan adalah bilirubin total Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) transfusi tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya

Tabel 9.10 Rasio bilirubin total/ albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar

Rasio B/A Saat Transfusi tukar Katageri Risiko Harus Bil Tot ( mg/c11 )/ Alb, g/dl Bayi 38 0/7 mg Bayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau 380/7 mg Bayi 350/7-37 6/7 mg jika risiko tinggi atau jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD 6,8 0,80 7,2 0,84 8,0 Dipertimbangkan Bil Tot ((jtmol/L ) /Alb, tmol/L 0,94

Dikutip dari AAP 2004.

Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dililiat pada Tabel 9.11. Penatalaksanaan fotorterapi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan pada Tabel 9.12

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

38

Tabel 9.11 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan American Academy of Pediatrics

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL [mol/L])

Usia (jam)

Pertimbangkan Fototerapi 12 (170) 15 (260) 17 (290)

Fototerapi

Transfusi tukar Jika fototerapi Intensif Gagal

Transfusi tukar & Fototerapi intensif 25 (430) 30 (510) 30 (510)

25-48 79-79 > 72 Sumber : Madan A dkk

15 (260) 18 (310) 20 (290)

20 (340) 25 (430) 25 (430)

Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru lahir yang relatif sehat

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dl) sehat Berat Badan Kurang bulan < 1000 g 1001 1500 g 1501 2000 g 2001 2500 g Cukup Bulan > 2500 g 15 - 18 20 - 25 12 15 18 - 20 57 7 10 10 12 12 15 Bervariasi Bervariasi Bervariasi Bervariasi 46 68 8 10 10 12 Bervariasi Bervariasi Bervariasi Bervariasi Fototerapi Transfusi tukar Fototerapi sakit Transfusi tukar

Sumber : Madan A dkk.

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia Komplikasi transfusi tukar:


1. Hipokalsemia dan hipomagnesia. 2. Hipoglikemia. 3. Gangguan keseimbangan asam basa. 4. Hiperkalemia. 5. Gangguan kardiovaskular 7. Infeksi. 8. Hemolisis. 9. Graft-versus host disease. 10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis nekrotikans Perforasi pembuluh darah. Emboli. Infark. Aritmia. Volume overload. Arrest.

39

6. Pendarahan. Trombositopenia. Defisiensi faktor pembekuan.

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

40

ANALISA KASUS

Hiperbilirubin Pada pasien ini, hiperbilirubinemia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapat pada usia 4 hari setelah dilahirkan, kulit bayi tampak kuning dan tampak semakin jelas pada hari ke-8 awalnya kuningnya terlihat pada bagian mata lalu menjalar ke leher, dada, punggung, perut, lengan dan ekstremitas bawah (dibawah lutut) pasien. Sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Keluhan kuning tidak timbul dalam 24 jam setelah lahir. Menurut kepustakaan Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Ikterus umumnya mulai tampak pada sklera (bagian putih mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl. Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu (1) Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama ( Breast Feeding Jaundice) dan (2) Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama, bersifat familial disebabkan oleh zat yang ada di dalam ASI ( Breast Milk Jaundice). Pada pasien ini kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia fisiologis disebabkan oleh Breast Feeding Jaundice, karena muncul keluhan lebih dari 24 jam setelah lahir, tidak ada muntah, letargi, apnea, maupun ketidakstabilan suhu, pasien sejak hari pertama lahir minum ASI. Menurut kepustakaan pada sebagian bayi yang kurang mendapatkan ASI biasanya terlihat kuning pada hari ketiga sampai kelima dengan pemberian ASI yang kurang baik dan penambahan berat badan yang kurang memuaskan. Penyebab ikterus karena kurangnya pemberian ASI belum jelas tetapi kemungkinan memperpanjang siklus enterohepatik bilirubin.
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

41

Pada pasien ini BAB & BAKnya baik , frekuensi BABnya 6 kali sehari berwarna kuning,dan frekuensi BAKnya 7kali berwarna kuning .Mual & muntah jg tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat obstruksi pada saluran pencernaanya. Pemeriksaan fisik a. Ditemukan kulit bayi tampak kuning mulai dari mata, leher, dada, punggung, perut, lengan dan ekstremitas bawah (dibawah lutut) pasien. Dilakukan pemeriksaan menggunakan kramer didapatkan hasil kramer IV. b. Pada pemeriksaan hepar dan lien tidak teraba. Sehingga kecurigaan akan hepatitis neonatal dapat disingkirkan, untuk memastikannya dapat kita lakukan pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang a. Didapatkan hasil bilirubin total sebesar 18,98 mg/dl menunjukan hiperbilirubinemia. b. Golongan darah pasien yaitu O dengan rhesus (+) dan golongan darah ibu yaitu O dengan rhesus (+), golongan darah ayah A dengan rhesus (+) sehingga dapat menyingkirkan hiperbilirubinemia akibat inkompabilitas ABO. c. Skrinning sepsis yaitu salah satunya melakukan pemeriksaan CRP. menurut

kepustakaan adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan hati dengan invasi langsung ke hepatosid atau tidak langsung melalui produksi toksin sehingga ikterus yang terjadi dapat disebabkan karena infeksi. Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan CRP sehingga hal ini mungkin saja dapat terjadi.

Penatalaksanaan Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung.
Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

42

Tatalaksana pada kasus ini sesuai dengan kepustakaan yaitu dengan pemberian terapi sinar, sesuai dengan indikasi pada bayi yaitu gejala klinis kuning kramer IV dengan kadar bilirubin total > 15 mg/dl dan bilirubin indirek > 10 mg/dl untuk itu segera dilakukan fototerapi dengan menggunakan double sinar. Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonjugasi. Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat mungkin ibu tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI saja. Monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
DAFTAR PUSTAKA

43

1. Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I . Jakarta : Perpustakaan Nasional 2. Hasan, Rusepno. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3 edisi ke 4. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI. 3. Behrman,dkk. Ilmu Kesehatan Anak Vol 2 Nelson edisi 15, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC,1999.hlm 1387-1392. 4. Mengenal ikterus neonatorum. Diambil dari www. small crab online.org. Diakses pada tanggal 21 Juni 2009. 5. Hyberbilirubinemia. Diambil dari www.IMC malaysia./index/php.htm. Diakses pada tanggal 21 Juni 2009. 6. Ikterus neonatorum. Diambil dari T-4 bidan sharing informasi. Diakses pada tanggal 21 Juni 2009.

Verliana Floyani Uly(1210221077) FK UPN Veteran Jakarta

You might also like