You are on page 1of 40

BLOK INTOKSIKASI

SKENARIO IV
KERACUNAN LOGAM BERAT

DISUSUN OLEH :

Kelompok Tutorial A1
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Desember 2010

DAFTAR NAMA MAHASISWA


KELOMPOK TUTORIAL A1

1. YANI SUGIARTI

(1102004281)

2. AMRI PRAIDHI

(1102005017)

3. CHLARISSA N S WAHAB SEKRETARIS

(1102006063)

4. DEA MARTASUKMA GITA

(1102006067)

5. INDAH PERMATA HATI

(1102006125)

6. INTAN NABILA KETUA

(1102006129)

7. JEDI RIJENDRA

(1102006136)

SKENARIO IV
KERACUNAN LOGAM BERAT
Seorang laki-laki 35 tn meninggal di dalam pesawat. Sebelum meninggal ia
dikabarkan mengalami muntah, diare, dan nyeri perut yg hebat. Saat itu sebenarnya
ia sudah melakukan upaya pertolongan dengan menggunakan obat-obatan yang
terdapat di dalam pesawat, namun tidak berhasil menyelamatkan nyawanya.
Sebelum kejadian tersebut, kondisi kesehatannya sangat prima.Bahkan dia baru saja
menjalami tes kesehatan lengkap dan dinyatakan hasilnya cukup baik. Namun
dilaporkan sebelum mengalami kejadian tersebut, ia telah mengkonsumsi sejumlah
makanan dan minuman yang disajikan di pesawat. Selanjutkan dilakukan
pemeriksaan forensik dan analisis toksikologi pada cairan lambung, rambut dan
organ tubuhnya yg lain, dan didapatkan logam berat arsen sebanyak 460 mg dalam
tubuhnya. Sehingga dokter menyimpulkan bahwameninggalnya diakibatkan oleh
keracunan akut akibat logam berat yaitu arsen.

TIU 1
Memahami dan Menjelaskan Sifat Fisikokimia dan Farmakologi
Logam Berat
Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm3
(Fardiaz, 1992). Hg mempunyai densitas 13,55 gr/cm3. Diantara semua unsur logam
berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan
logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb,
As, Cr, Sn, Zn (Waldchuk, 1984, di dalam Fardiaz, 1992).
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifat atau
konsenterasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23 1997) . B3 dalam ilmu
bahan dapat berupa bahan biologis (hidup/mati) atau zat kimia. Zat kimia B3 dapat
berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai B3 biologis, B3 logam dan B3 organik. Menurut data dari
Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1997, yang menyusun top-20 B3
antara lain: Arsenic, Lead, Mercury, Vinyl chloride, Benzene, Polychlorinated B
iphenyls (PCBs), Kadnium, Benzo(a)pyrene, Benzo(b)fluoranthene, Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons, Chloroform, Aroclor 1254, DDT, Aroclor 1260,
Trichloroethylene, Chromium (hexa valent), Dibenz[a,h]anthracene, Dieldrin,
Hexachlorobutadiene, Chlordane. Dari 20 B3 tersebut, diantaranya adalah logam
berat, antara lain Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), Kadnium (Cd), dan
Chromium (Cr), yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
1.1 SIFAT FISIKOKIMIA LOGAM BERAT
A. ARSEN
Latin: arsenicum, Yunani: arsenikon, orpiment kuning, identik dengan arenikos,
lelaki, dari kepercayaan Yunani bahwa logam memiliki kelamin yang berbeda; Arab:
Az-zernikh, orpiment dari Persia zerni-zar, emas). Unsur arsen muncul dalam dua
bentuk padat: kuning dan abu-abu atau metalik, dengan berat jenis masing-masing
1.97 dan 5.73.
Dipercayai Albertus Magnus menerima unsur ini di tahun 1250. Pada tahun 1649
Schroeder menerbitkan dua metode untuk mempersiapkan unsur ini. Mispickel,
arsenopyrite, (FeSAs) merupakan mineral yang paling banyak ditemukan, yang jika
dipanaskan,
sublimasi
arsen
meninggalkan
besi
sulfida.
Logam ini bewarna abu-abu, sangat rapuh, kristal dan semi-metal benda padat. Ia
berubah warna dalam udara, dan ketika dipanaskan teroksida sangat cepat menjadi
arsen oksida dengan bau bawang. Arsen dan senyawa-senyawanya sangat beracun.
Arsen digunakan dalam pembuatan perunggu dan kembang api. Senyawanya yang
paling penting adalah arsen putih, sulfida, Paris hijau, dan arsen timbal; tiga yang
terakhir telah digunakan sebagai insektisida dan racun di bidang pertanian. Tes Marsh
menggunakan formasi arsine. Arsen juga mulai banyak digunakan sebagai agen
4

pendoping dalam peralatan solid-state seperti transistor. Galium arsen digunakan


sebagai bahan laser untuk mengkonversi listrik ke cahaya koheren secara langsung.
Simbol: As
Radius Atom: 1.39
Volume Atom: 13.1 cm3/mol
Massa Atom: 74.9216
Titik Didih: 876 K
Radius Kovalensi: 1.2
Struktur Kristal: Rhombohedral
Massa Jenis: 5.78 g/cm3
Konduktivitas Listrik: 3.8 x 106 ohm-1cm-1
Elektronegativitas: 2.18
Konfigurasi Elektron: [Ar]3d10 4s2p3
Formasi Entalpi: 27.7 kJ/mol
Konduktivitas Panas: 50 Wm-1K-1
Potensial Ionisasi: 9.81 V
Titik Lebur: 1090 K
Bilangan Oksidasi: ?3,5
Kapasitas Panas: 0.33 Jg-1K-1
Entalpi Penguapan: 32.4 kJ/mol
B. TIMBAL
Anglo-saxon: lead, Latin: plumbum. Unsur ini telah lama diketahui dan disebutkan di
kitab Exodus. Para alkemi mempercayai bahwa timbal merupakan unsur tertua dan
diasosiasikan dengan planet Saturn. Timbal alami, walau ada jarang ditemukan di
bumi.
Timbal didapatkan dari galena (PbS) dengan proses pemanggangan. Anglesite,
cerussite, dan minim adalah mineral-mineral timbal yang lazim ditemukan.
Timbal merupakan logam putih kebiru-biruan dengan pancaran yang terang. Ia sangat
lunak, mudah dibentuk, ductile, dan bukan konduktor listrik yang baik. Ia memiliki
resistasi tinggi terhadap korosi. Pipa-pipa timbal dari jaman Romawi masih digunakan
sampai sekarang. Unsur ini juga digunakan dalam kontainer yang mengandung cairan
korosif seperti asam sulfur dan dapat dibuat lebih kuat dengan cara mencampurnya
dengan
antimoni
atau
logam
lainnya.
Timbal alami adalah campuran 4 isotop: 204Pb (1.48%), 206Pb (23.6%), 207Pb (22.6%)
dan 208Pb (52.3%). Isotop-isotop timbal merupakan produk akhir dari tiga seri unsur
radioaktif alami: 206Pb untuk seri uranium, 207Pb untuk seri aktinium, dan 208Pb untuk
seri torium. Dua puluh tujuh isotop timbal lainnya merupakan radioaktif.
Campuran logam timbal termasuk solder dan berbagai logam antifriksi. Jumlah timbal
yang banyak digunakan sebagai logam dan dioksida dalam baterai. Logam ini juga
digunakan sebagai selimut kabel, pipa, amunisi dan pembuatan timbal tetraetil.
Logam ini sangat efektif sebagai penyerap suara. Ia digunakan sebagai tameng radiasi
di sekeliling peralatan sinar-x dan reaktor nuklir. Juga digunakan sebagai penyerap
5

getaran. Senyawa-senyawa timbal seperti timbal putih, karbonat, timbal putih yang
tersublimasi, chrome yellow (krom kuning) digunakan secara ekstensif dalam cat.
Tetapi beberapa tahun terakhir, penggunaan timbal dalam cat telah diperketat untuk
mencegah
bahaya
bagi
manusia.
Timbal yang tertimbun dalam tubuh dapat menjadi racun. Program nasional di AS
telah melarang penggunaan timbal dalam campuran bensin karena berbahaya bagi
lingkungan.
Simbol: Pb
Radius Atom: 1.75
Volume Atom: 18.3 cm3/mol
Massa Atom: 207.2
Titik Didih: 2023 K
Radius Kovalensi: 1.47
Struktur Kristal: fcc
Massa Jenis: 11.35 g/cm3
Konduktivitas Listrik: 4.8 x 106 ohm-1cm-1
Elektronegativitas: 2.33
Konfigurasi Elektron: [Xe]4f14 5d10 6s2p2
Formasi Entalpi: 4.77 kJ/mol
Konduktivitas Panas: 35.3 Wm-1K-1
Potensial Ionisasi: 7.416 V
Titik Lebur: 600.65 K
Bilangan Oksidasi: 4,2
Kapasitas Panas: 0.129 Jg-1K-1
Entalpi Penguapan: 177.9 kJ/mol
C. MERKURI

Merkuri merupakan salah satu unsur kimia yang sangat berbahaya. Unsur ini hadir
dalam kehidupan kita sehari-hari dalam berbagai bentuk. Amalgam yang digunakan
pada penambalan gigi merupakan salah satu contoh pemakaian merkuri dalam dunia
kedokteran. Berbagai senyawa merkuri tertentu digunakan sebagai pestisida dan
fungisida dalam bidang pertanian. Termometer, Barometer dan Spignometer
merupakan alat-alat yang menggunakan logam merkuri sebagai standar ukur. Selain
itu berbagai senyawa merkuri digunakan sebagai preparat dalam praktikum dan
penelitian.
Tragedi Minamata di Jepang merupakan salah satu kasus pencemaran merkuri yang
menjadi sorotan dunia. Kasus yang persis sama juga terjadi di Indonesia. Pembuangan
limbah pengolahan (tailing) tambang emas yang mengandung merkuri milik PT
Newmont, mencemari teluk Buyat. Akibatnya ratusan keluarga terpaksa di relokasi,
karena lingkungan tersebut sudah terkontaminasi oleh merkuri sehingga tidak layak
lagi digunakan sebagai tempat tinggal.
Pemakaian merkuri dan senyawanya yang sangat luas, menyebabkan unsur ini mudah
masuk dan mencermari lingkungan. Asosiasi Makanan dan Obat-obatan Amerika
(FDA) mengkategorikan merkuri sebagai logam pencemar ketiga terbanyak setelah
timbal dan arsen (Patrick; 2002). Fakta ini menimbulkan kekhawatiran bahwa
manusia semakin mudah terkontaminasi oleh merkuri. Kehadiran merkuri dalam
6

tubuh manusia menyebabkan berbagai efek negatif. Denaturasi protein, inhibisi kerja
enzim, gangguan biosintesa protein dan lemak, gangguan transport antar membran,
gangguan pada sistem saraf pusat, merupakan sebagian efek yang ditimbulkan oleh
merkuri.
Sayangnya, merkuri yang masuk dalam tubuh manusia tidak mudah keluar dengan
sendirinya. Unsur ini terakumulasi dalam tubuh manusia terutama pada ginjal, hati
dan otak. Akumulasi ini dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan
gangguan dan kerusakan bagi organ-organ tersebut. Oleh karena itu, unsur merkuri
yang berada dalam tubuh manusia mesti dikeluarkan. Salah satu metoda yang telah
digunakan adalah terapi khelasi menggunakan 2,3-dimercapto-succinic acid
(DMSA).
Merkuri dilambangkan dengan Hg, akronim dari Hydragyrum yang berarti perak cair.
Merkuri merupakan salah satu unsur logam yang terletak pada golongan II B pada
sistem periodik, dengan nomor atom 80 dan nomor massa 200.59. Logam merkuri
dihasilkan secara alamiah diperoleh dari pengolahan bijihnya, Cinabar, dengan
oksigen (Palar;1994).

Logam merkuri yang dihasilkan ini, digunakan dalam sintesa senyawa senyawa
anorganik dan organik yang mengandung merkuri. Dalam kehidupan sehari-hari,
merkuri berada dalam tiga bentuk dasar, yaitu : merkuri metalik, merkuri anorganik
dan merkuri organik.
a. Merkuri Metalik
Merkuri metalik dikenal juga dengan istilah merkuri unsur (mercury element),
merupakan bentuk logam dari merkuri. logam ini berwarna perak. Jenis merkuri ini
digunakan pada alat-alat laboratorium seperti termometer raksa, termostat,
spignometer, barometer dan lainya. Logam merkuri Berwujud cair pada suhu kamar
(250C) dengan titik beku (-390C), Merupakan logam yang paling mudah menguap,
memiliki tahanan listrik yang sangat rendah, sehingga digunakan sebagai penghantar
listrik yang baik, dapat membentuk alloy dengan logam lain (disebut juga dengan
amalgam)
Merkuri metalik digunakan secara luas dalam industri, diantaranya sebagai katoda
dalam elektrolisis natrium klorida untuk menghasilkan soda kautik dan gas klorin.
Logam ini juga digunakan proses ektraksi logam mulia, terutama ekstraksi emas dari
bijihnya, digunakan juga sebagai katalis dalam industri kimia serta sebagai zat anti
kusam dalam cat.
Merkuri metalik dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan.
Termometer merkuri yang pecah merupakan salah satu contohnya. Ketika termometer
pecah, sebagian dari merkuri menguap ke udara. Merkuri metalik tersebut dapat
terhirup oleh manusia yang berada di dekatnya. Delapan puluh persen (80%) dari
merkuri uap yang terhirup, diabsorbsi oleh alveoli paru-paru. Merkuri metalik ini
masuk dalam sistem peredaran darah manusia dan dengan bantuan hidrogen
peroksidase merkuri metalik akan dikonversi menjadi merkuri anorganik.
7

Penggunaan merkuri metalik yang lain dan paling umum adalah pada amalgam gigi.
Amalgam gigi mengandung 50 % unsur merkuri, 35 % perak, 9 % timah 6 % tembaga
dan seng. Amalgam ini digunakan sebagai penambal gigi berlobang. Tambalan
amalgam melepaskan partikel mikroskopik dan uap merkuri. Kegiatan mengunyah
dan meminum makanan dan minuman yang panas menaikan frekuensi lepasnya
tambalan gigi. Uap merkuri tersebut akan di serap oleh akar gigi, selaput lendir dari
mulut dan gusi, dan ditelan, lalu sampai ke kerongkongan dan saluran cerna.
Merkuri metalik dalam saluran gastrointestinal akan dikonversi menjadi merkuri
sulfida dan diekskresikan melalui feces. Para peneliti dari Universitas Of Calgari
melaporkan bahwa 10 % merkuri yang berasal dari amalgam pada akhirnya
terakumulasi di dalam organ-organ tubuh (McCandless;2003). Merkuri metalik larut
dalam lemak dan didistribusikan keseluruh tubuh. Merkuri metalik dapat menembus
Blood-Brain Barier (B3) atau Plasenta Barier. Keduanya merupakan selaput yang
melindungi otak atau janin dari senyawa yang membahayakan. Setelah menembus
Blood-Brain Barier, merkuri metalik akan terakumulasi dalam otak. Sedangkan
merkuri yang menembus Placenta Barier akan merusak pertumbuhan dan
perkembangan janin.
b. Merkuri Anorganik
Merkuri anorganik (Hg+, Hg2+) merupakan senyawa merkuri dalam bentuk garam.
Contohnya merkuri nitrat (Hg(NO3)2), merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida
(HgO). Jenis merkuri ini banyak digunakan pada kosmetika, obat pencahar, pemutih
gigi, obat diuretik dan antiseptik. Merkuri anorganik juga dapat terbentuk dari
metabolisme merkuri metalik atau organomerkuri.
Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa hewan percobaan, senyawa merkuri
anorganik seperti merkuri nitrat (Hg(NO3)2), merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri
oksida (HgO), menumpuk terutama di dalam organ hati, ginjal dan otak. Ekskresi
senyawa tersebut melalui urin sangat sedikit, hanya sekitar 2,3 % (Palar, 1994).
Keracunan merkuri anorganik terutama meliputi masalah saluran pencernaan ( colitis,
gingivitis, stomatitis, dan permasalahan kelenjar saliva) serta kelainan metabolismee
tubuh (proteinuria, hematuria, dysuria dan uremia). Iritasi kulit dapat terjadi apabila
senyawa ini kontak dengan kulit.
Dalam tubuh manusia merkuri anorganik dapat membentuk kompleks dengan
gluthation pada hati dan disekresikan dalam bentuk kompleks merkuri-glutathion atau
merkuri-sistein. Selain membentuk kompleks dengan gluthation dan sistein, merkuri
anorganik juga membentuk kompleks dengan garam empedu yang selanjutnya
disekresikan bersamaan dengan feces. Sayangnya kompleks merkuri anorganik
dengan garam empedu ini dalam usus besar dapat diabsorbsi kembali kedalam tubuh
manusia.

c. Merkuri Organik

Merkuri organik (RHg, R2Hg, ArHg) merupakan bentuk senyawa merkuri yang
paling berbahaya. Sebagian besar peristiwa keracunan merkuri disebabkan oleh
senyawa ini. Merkuri organik digunakan secara luas pada industri pertanian, industri
pulp dan kertas, dan dalam bidang kedokteran. Senyawa ini juga dapat terbentuk dari
metabolisme merkuri metalik atau dari merkuri anorganik dengan bantuan
mikroorganime tertentu baik dalam lingkungan perairan ataupun dalam tubuh
manusia.
Merkuri disiano diamida (CH3-Hg-NHCNHNHCN), metil merkuri nitril (CH3-HgCN), metil merkuri asetat (CH3-Hg-COOH) dan senyawa etil merkuri klorida (C2H5Hg-Cl) merupakan senyawa-senyawa merkuri organik yang digunakan sebagai
penghalang pertumbuhan jamur pada produk pertanian. Senyawa-senyawa ini juga
digunakan sebagai insektisida dan pemakaiannya dilakukan dengan cara
penyemprotan pada areal yang luas, bahkan kadang kala dengan menggunakan
pesawat terbang. Penyemprotan pada areal yang luas tersebut dapat membunuh
organime lain, karena senyawa-senyawa ini dengan bantuan angin akan menyebar
secara meluas.
Fenil merkuri asetat (FMA) digunakan dalam industri pulp dan kertas. Penggunaan
FMA bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur dan anti bakteri/jamur pada pulp
dan kertas basah selama proses penyimpanan. Hal ini sangat berbahaya karena kertas
seringkali digunakan sebagai penmbungkus makanan.
Thimerosal mengandung 49.6 % etil merkuri, yang digunakan secara luas sejak tahun
1930-an sebagai antibakteri pada vaksin hepatitis. Pengunaan vaksin hepatitis yang
mengandung thimerosal terhadap ibu hamil dan bayi lima tahun (balita) diduga
menyebabkan meningkatnya epidemik autisme, suatu kelainan pada sistem saraf
yang ditandai dengan menurunnya kemampuan interaksi sosial (McCandless;2003).

Gambar 1. Struktur molekul Thimerosal


Metil merkuri merupakan senyawa organik yang paling yang paling berbahaya yang
telah dipelajari oleh manusia. Metilasi merkuri dapat terjadi dalam tubuh organime
manapun, termasuk manusia. Metil merkuri dapat berikatan dengan basa adenine.
Posisi ikatan metil merkuri pada basa adenin bergantung pada pH (Kaim; 1951).
Adanya variasi posisi metilmerkuri ini dapat menjelaskan bagaimana merkuri sangat
berbahaya terhadap kesehatan manusia. Dalam jaringan tubuh manusia terdapat 30
% adenina, 30 % timina, 20 % sitosina dan 20 % guanina Merkuri yang terikat pada
adenina dapat mengganggu enzim, mengganggu biosintesis protein dan lemak serta
merusak DNA dan RNA.
1.2 SIFAT FARMAKOLOGI LOGAM BERAT
9

A. ARSEN
Absorbsi
Senyawa-senyawa arsen yang larut dalam air diabsorbsi dari semua selaput lendir dan
secara pemberian parenteral. Absorbsi senyawa arsen yang sukar larut dalam air
misalnya As2O3 yang sangat tergantung pada kehalusan dari bagian-bagiannya
(fineness of subdivision).
Dalam obat pembasmian tanaman pengganggu (herbicides), terutama As2O3 terbagi
dengan agak kasar. Walaupun senyawa arsen yang pentavalen lebih banyak
mengalami imitasi daripada senyawa yang trivalent, namun senyawa arsen in organik
yang pentavalen diabsorbsi lebih baik daripada yang trivalent, namun karena mereka
kurang bereaksi dengan isi usus dan mukosa senyawa arsen organik yang trivalent
adalah juga sedikit diarbsorpsi dari saluran gastro intestinal, kecuali melarsopral.
Bagaimanapun juga zat-zat tersebut dihancurkan di dalam usus dan darinya dihasilkan
senyawa arsen in organik yang siap diabsorbsi senyawa arsen yang pentavalen
diabsorbsi dengan variasi yang luas carbarsone dan melarsopral absorbsinya cukup
pada pemberian peroral dalam pengobatan penyakit infeksi yang sesuai.
Carbarsone cukup banyak yang tidak diabsorbsi sehingga efektif untuk melawan
parasit dalam usus. Triparsamide sedikit diabsorbsi dari saluran pencernaan. Absorbsi
melalui kulit merupakan fungsi dari pelarut lipid. Secara umum senyawa arsen
trivalent diabsorbsi lebih baik dari pada yang pentavalen.
Di Amerika Serikat, masukan harian untuk senyawa arsen sangat bervariasi, tapi rataratanya 1 mg perhari dan beban untuk tubuh orang dewasa normal biasanya 14-21 mg
(II-927). Pembicaraan di atas kiranya akan menjadi lengkap bila dikaitkan dengan halhal sebagai berikut:
1.

Absorbsi melalui saluran pencernaan biasanya terjadi pada usaha


bunuh diri. Pembunuhan dan keracunan anak-anak dapat terjadi karena
mereka tertarik akan warna atau rasa enak suatu obat, sehingga
menyebabkan keracunan karena overdosis. Saluran pencernaan masih
merupakan lingkungan luar (milious externa), sehingga adanya zat-zat
beracun di dalam saluran pencernaan tidak akan mengakibatkan
keracunan hanya racun-racun yang bersifat kanotik atau korosif yang
dapat merusak selaput lendir usus, yang selanjutnya bisa terjadi
perforasi, peritonitis, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Pada umumnya zat beracun lebih mudah menyebabkan keracunan jika
diberikan pada perut kosong karena lebih cepat diabsorbsi. Juga pada
umumnya bentuk non ion akan lebih mudah diabsorbsi daripada bentuk ion,
serta ph dapat mempengaruhi difusi zat beracun melalui membran epitel usus.
Selain ph, konstante dinosiasi (p Ka) berpengaruh atas bentuk non ion dan
bentuk ion, menurut persamaan Handecson Hasselbach:
Untuk asam: P Ka ph = log (bentuk non ion)
bentuk ion
Untuk basa : P Ka ph = log (bentuk ion)
(bentuk non ion)
10

2. Absorbsi melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa hal:


- Stratum corneum merupakan therato limiting basic sehingga bila
lapisan ini rusak atau jika integritas kulit terganggu, maka absorbsi
akan dipermudah.
-

Spesies pada hewan.

Beberapa zat kimia dapat merubah kulit sehingga lebih permeabel


terhadap zat kimia lain.

Sifat-sifat psikokimia.

Zat-zat yang larut dalam lipid kurang mudah diabsorbsi kulit jika
dibandingkan dengan zat-zat yang larut dalam air.

Zat-zat kimia yang berbentuk non ion lebih mudah diabsorbsi daripada
yang berbentuk ion.

Ph, ukuran molekul,


menentukan.

temperatur dan vaskularisasi juga ikut

3. Sebagian dari zat-zat beracun yang masuk melalui pernafasan terabsorbsi


melalui selaput lendir di bagian tracheo-bronchial, non pharynx dan
oropharynx serta sebagian dari zat-zat tadi tertelan dan masuk ke dalam alat
pencernaan. Partikel-partikel sebesar 5 mikrometer atau lebih tetap berada di
dalam nasopharynx (bernafas melalui mulut), dan yang berukuran 2-5 mikron
bisa sampai ke dalam bagian tracheo-bronchial, yang kemudian oleh lendir
dan silia dapat dibersihkan dengan atau tanpa perantaraan batuk. Partikelpartikel sebesar 1 mikrometer atau kurang dapat masuk ke alveoli dimana
partikel-partikel itu dapat diabsorbsi masuk ke dalam darah.

Distribusi

Setelah zat beracun memasuki plasma darah, baik dengan perantaraan absorbsi
maupun langsung melalui intravena, maka zat tersebut dapat terdistribusi ke seluruh
bagian tubuh. Kecepatan distribusi ditentukan oleh banyaknya vaskularisasi,
mudahnya zat itu memasuki pembuluh kapiler dan menembus membran sel jaringan,
serta adanya afinitas jaringan terhadap zat tersebut.
Konsentrasi zat beracun ini di dalam darah setelah beberapa waktu tertentu maka dari
sini tergantung pada volume distribusinya (Vd); makin besar Vd-nya, makin kecil
konsentrasi zat beracun tersebut berada di dalam darah (X).
Penimbunan senyawa arsen terutama di dalam hepar, ren, dinding saluran pencernaan,
limpa dan paru-paru. Dalam jumlah kecil terdapat pada otot dan jaringan syaraf. Dan
selain itu juga terdapat dalam rambut dan kuku, dimana disini mulai terdapat 2
minggu sesudah pemberian dan dapat tinggal sampai 1 tahun. Pada keratin banyak
terdapat gugus salf hydril, demikian juga pada jaringan tulang yang dapat menetap
untuk selama-lamanya (II).
11

Biotransformasi (II)

Biotransformasi dari senyawa arsen hanya sedikit sekali diketahui. Dari studi pada
hewan percobaan nampak kemungkinan senyawa arsen yang trivalent sedikit demi
sedikit diubah kearah bentuk pentavalen, dan keduanya sebagian-sebagian diubah ke
arah methyl arsenator.

Ekskresi

Sebagian dari suatu dosis senyawa arsen trivalent yang diabsorbsi akan diekskresikan
secara lambat melalui urin setelah pemberian secara parenteral yang dimulai dalam
waku 2-8 jam. Namun hal ini dapat bertahan sampai 10 hari untuk eliminasi dari arsen
secara komplit setelah pemberian dosis tunggal dan dapat sampai 20 hari pada
pemberian berulang.
Ekskresi yang lambat ini merupakan dasar untuk terjadinya keracunan arsen yang
kumulatif. Arsenate dan bentuk pentavalen yang lain pada tubuh manusia sangat cepat
diekskresi, dan oleh sebab itu maka sangat kecil kemungkinannya untuk menjadi
keracunan yang bersifat kumulatif, kecuali pemberian dengan dosis yang sangat tinggi
dalam periode waktu tertentu.
Lisella dkk. (1972), telah mengkalkulasi bahwa pada pemberian arsen pentavalen
secara terus-menerus pada dosis maksimal yang diperkenankan di dalam makanan,
udara, dan air, maka akan memerlukan waktu 30 tahun untuk terjadinya penimbunan
beban toksis bagi badan.
Sejalan dengan kenyataan bahwa senyawa arsen trivalent adalah mungkin untuk
diekskresikan di dalam jaringan dan bentuk pentavalen cepat diekskresi, maka
arsenate diabsorbsi pada bagian proksimal dari tubulus kontortus renir dan
diekskresikan sebagai arsenite (Ginsbing, 1965). (II)
Senyawa arsenite dapat menembus placental barcick dan telah ditemukan pada janin
yang meninggal (sugoctal, 1969). Kira-kira 45 % dari senyawa arsen yang dihisap
ketika merokok diekskresikan melalui urin dan kurang lebih 2,5 % melalui feses
(Holland et all, 1959). Pada pemberian BAL (dimecarpol), maka ekskresi melalui urin
sangat jelas menanjak tanpa adanya kerusakan pada alat ekskresi. Bila pemberian
BAL tepat, maka akan dapat menekan sebagian besar tanda dan gejala keracunan akut
(Woody and Kometani, 1948).

12

TIU 2
Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Keracunan Logam Berat,
Cara Masuk dan Mekanisme Bekerjanya Arsen Didalam Tubuh

Mekanisme keracunan

Mekanisme kerja toksik yang utama dari senyawa arsen ialah dengan menghambat
kerja enzim sulfihidril. Senyawa arsen organik yang trivalent misalnya phenyl arsen
oxide lebih poten dalam hal menghambat kerja enzim sulfihidril daripada arsenites in
organik. Arsenoxide sebagai senyawa antara yang aktif (active intermurate) tidak
dapat bereaksi dengan kelompok-kelompok kimia yang lain, kecuali sulfihidril.
Consparasid arsen arsen misalnya aesphenamine dan senyawa arsen yang pentavalen
harus dikonversi menjadi arsenoxide atau arsenit terlebih dahulu sebelum dapat
bereaksi, kecuali dikloroarsen yang dapat bereaksi langsung.
Formulasi yang umum dan komplit dari reaksi arsenoxide (arsenite) dengan gugus
sulfihidril dari protein adalah sebagai berikut:
S-PR
R As = O + 2 Hs PR
R + As
+ H-OH
S-PR
Dimana R adalah gugus kimia, dan PR adalah protein. Inertivasi dari enymen
sulfihifdril yang esensial mungkin merupakan langkah pertama ke arah kerusakan sel.
Di antara senyawa arsen, klorvinilkloroarsen (lewisite) mempunyai daya inhibisi yang
terkuat. Ion arsenat dapat bekerja sebagai uncouplers pada fosforilasi oksidatif, karena
itu pembentukan ATP terganggu.
Sistem oksidasi piruvat dan sejumlah besar enzim lain adalah rawan terhadap
senyawa arsen. Peranan dari interaksi antara senyawa arsen dengan thiocic (x liporc)
acid, suatu bagian esensial dari reaksi dekarboksilasi piruvat menjadi perhatian utama,
lebih dari reaksi dengan sulfihidril dari dua molekul yang berbeda seperti dilukiskan
pada formula di atas senyawa arsen yang dapat bereaksi dengan kedua gugus
sulfihidril dari thiocic acid untuk membentuk cincin bersegi enam, yaitu suatu cincin
yang lebih stabil daripada monocyclic thio arsenites.
Pembentukan cincin menunjukkan kemanjuran dimercaprol dalam pengobatan
keracunan arsen. Arsine (AsH3) bergabung dengan hemoglobin dan dioksidasi
menjadi campuran (compound) hemolitik dan tidak menunjukkan aksi dengan
menghambat enzim sulfihidril.

Efek lokal

Senyawa arsen baik organik maupun in organik dapat menembus epitel dan
menyebabkan nekrosis dan pengelupasan. Campuran yang larut dalam air, daya toksis
lokalnya sangat lemah; triparsamide dan senyawa organik pentavalen yang pada
umumnya diberikan secara intramuskular tidak menyebabkan iritasi lokal. Zat ini
larut dalam air dan cepat diabsorbsi.

13

Dermatitis kontak dan konjungtivitis yang non alergika sering terjadi di antara para
perkerja yang terpapar terhadap debu yang mengandung senyawa arsen. Menghisap
udara yang mengandung arsen secara terus-menerus dapat menyebabkan perforasi
septum nasi.

Efek sistemik

Efek pada peredaran darah


Senyawa arsen dosis kecil in organik menyebabkan vasodilatasi ringan. Dosis besar
menimbulkan efek pada sistem sirkulasi. Perlukaan dapat terjadi pada semua anyaman
kapiler, tapi yang sering terjadi di daerah splanchnicus. Sebagai hasilnya adalah
transudasi dari plasma dan penurunan darah yang tajam, selanjutnya terjadi kerusakan
arteri dan myocard serta tekanan darah turun sampai terjadi syok.
Gambaran EKG yang abnormal tetap terjadi sampai satu bulan sesudah penyembuhan
dari intoksikasi akuta. Senyawa arsen organ trivalent terutama mengenai kapiler,
tekanan pembuluh darah (resistant vessels), dan tentang jantung, pengaruhnya sama
dengan arsen in organik.
Pada dosis terapeutik obat, efek pada sirkulasi bervariasi dengan jarang terjadi reaksi
seperti syok angioneurotik yang segera mengikuti pemberian tryparsamide. Hal ini
terjadi mengikuti pemberian senyawa arsenic sejenis dengan sifat simpatomimetik
yang secara efektif meninggikan tekanan darah selama suatu krisis; dimana hal
tersebut tidak terjadi selama syok oleh karena senyawa arsen in organik. Krisis ini
terjadi disebabkan oleh karena flocylasi plasma protein.
Arteriosclerosis perifer (clackfoot disease0 dapat disebabkan oleh pemasukan
senyawa arsen in organic secara kronis (Heydoen, 1970).
Tractus gastrointestinal
Dosis kecil senyawa arsen in organik terutama yang trivalent menyebabkan
splanchnic hyperemia. Transudasi plasma pada kapiler sebagai akibat pada dosis
besar membentuk vesikula di bawah mukosa gastrointestinal. Vesikula tadi akhirnya
pecah, fragmen epitel terlepas, lalu plasma tercurah ke dalam lumen, yang kemudian
akan membeku.
Jaringan yang rusak dan aksi cathartic dari meningkatnya cairan dalam lumen
menyebabkan naiknya peristaltik dan keluarnya tinja yang karateristiknya seperti air
beras. Protiforens epitel yang normal ditekan, yang menyebabkan kerusakan lebih
lanjut. Segera sesudah itu feses menjadi berdarah, muntah seringkali terjadi, dan
muntahan mungkin mengandung darah. Stomatitis mungkin juga terjadi, serangan
gastrointestinal mungkin terjadi dengan sedikit demi sedikit sehingga kemungkinan
cara cuman arsenic mungkin diabaikan.
Sindrom nausea, vomiting, diare, sakit kepala dan malaise merupakan tipe reaksi yang
sering terjadi sebagai akibat pemberian injeksi senyawa arsen organik. Reaksi ini
tidak segera terjadi, tetapi terjadi dalam waktu 4-12 jam sesudah injeksi dan
14

berlangsung selama beberapa jam sampai hitungan hari. Hal ini disebabkan oleh
intoksikasi oleh bagian senyawa arsenic yang aktif dari obat tersebut.
Insidensi tertinggi terjadi setelah pemberian senyawa arsen trivalent dan paling rendah
setelah pemberian senyawa arsen pentavalen; misalnya tryparsamide. Over dosis yang
sangat besar dari senyawa arsen organik efeknya sama dengan pemberian senyawa
arsen in organik.
Tractus urinarius
Aksi dari senyawa arsen pada kapiler ginjal, tubuler dan glomeruli dapat
menyebabkan kerusakan ren yang hebat. Efek pertama pada glomeruli, pembuluh
darah mengalami dilatasi sehingga memungkinkan hilangnya protein dan kemudian
terjadi pembengkakan untuk mengisi glomerulair. Variasi tingkatan dari nekrosis
tubuler dan degenerasi terjadi, urin berkurang dan berisi protein, eritrosis dan carts.
Sejumlah carts, albuminuria ringan dan darah pada urin sedikit meninggi, sering
terjadi setelah pemberian senyawa arsen organik dengan dosis terapeutik namun
efek ini hanya bersifat sementara.
Kerusakan ginjal akut yang jarang terjadi akibat arsen organik adalah idiosyncrasi.
Kulit
Pemberian senyawa arsen in organik dengan dosis rendah dan secara kronis akan
menyebabkan vasodilatasi kulit dan milk and corce complexion. Penggunaan
senyawa arsenic yang berkepanjangan juga menyebabkan hiperkeratosis dan
hiperpigmentasi, yag akhirnya aksi ini menuju ke arah atrofi dan degenerasi serta
mungkin juga ke arah kanker. Erupsi pada kulit umumnya terjadi setelah pengobatan
dengan senyawa arsen in organik.
Senyawa arsen trivalent yang sistemik mengganggu dengan respon peradangan pada
kulit dan dapat menyebabkan terjadinya pyoderma. Hal tersebut juga mengganggu
penyembuhan luka pada kulit dan jaringan lain.
Insidensi dermatitis pada penggunaan senyawa arsen organik pentavalen adalah
rendah dan reaksinya biasanya ringan. Luka bisa lokal atau menyeluruh dalam
distribusinya.
Sistem syaraf pusat (SSP)
Pada penggunaan secara kronis atau terpapar dengan senyawa arsen in organik
(namun jarang pada senyawa arsen organik) dapat menyebabkan neuritis periferal.
Pada kasus yang berat, sumsum tulang belakang bisa terkena juga. Pada pemberian
senyawa arsen in organik dengan dosis toksis secara akuta, hampir 5 % akan
menunjukkan depresi sentral tanpa gejala-gejala gastrointestinal.
Dari arsen yang masih digunakan oleh manusia, tryparsamide tapi bukan carborsone
atau glico biarzol menyebabkan insidensi yang tinggi dalah hal efek pada SSP, bila
digunakan dengan dosis terapeutik. Efek ini biasanya visual.
15

Ensefalopati dapat ditimbulkan pada penggunaan:


Senyawa arsen organik trivalent misalnya: melarsoprol (paling umum sebagai
rekasi toksik).
Senyawa arsen organik pentavalen, glico biorsal pada dosis klinis (tapi jarang).
Overdosis carbarsone.

Gejalanya termasuk sakit kepala yang berat, konvulsi dan koma. Gejala-gejala
sebelumnya terlihat pada cairan serebro spinal jumlah sel dan protein bertambah.
Kerusakan pada otak terutama yang berasal dari vasculair dan terjadi pada massa
putih dan abu-abu, gejalanya berupa perdarahan nekrosis dengan focus yang multipel
dan simetris.
Perlu ditambahkan pada pemberian dimecaprol ialah pengobatan sedatif, anti
konvulsan dan tindakan untuk mengurangi oedem otak, yang mana antara lain dapat
dengan memberi mannitol hipertonik atau larutan ureum.
Darah
Senyawa arsen in organik mengganggu sum-sum tulang dan mengubah komposisi selsel darah. Vaskularisasi pada sumsum tulang bertambah. Pada dosis sedang
menyebabkan pengurangan eritrosit dan pada dosis besar menyebabkan perubahan
morfologis sel-sel darah dengan tampak adanya megalocytes dan microscytes.
Senyawa arsen in organik juga menekan produksi leukosit. Beberapa efek kronis pada
adarah dapat disebabkan oleh karena terganggunya absorbsi asam folat.
Arsenite juga mengganggu syntore parpyrine (Van Togeran et all, 1965). Gangguan
pada darah dan sumsum tulang yang ditimbulkan oleh senyawa arsen in organic
merupakan masalah yang benar-benar serius, tapi untungnya jarang terjadi. Sejumlah
kasus agranulasitosis disebabkan oleh glico biornd yang mana telah dilaporkan pernah
terjadi.
Hati
Senyawa arsen in organik dan sejumlah yang organik, terutama toksis terhadap lever
dan menimbulkan infiltrasi lemak, nekrosis sentralis dan chirossis triparsamide yang
dapat merusak kapur pada dosis terapeutik. Kerusakan bisa sedang atau berat;
menyebabkan acute yellow athrophy bahkan kematian.
Kerusakan pada umumnya mengenai parenkim hepar, tetapi pada beberapa kasus
memberikan gambaran klinis yang menyerupai aclusi saluran empedu secara umum
yang disebabkan oleh pericholangitis dan thrombus empron pada cabang saluran
empedu yang paling halus.
Metabolisme
Aksi toksis yang mula-mula dari senyawa arsen organik menimbulkan oedema
tersembunyi disebabkan oleh kerusakan kapiler. Pada kerusakan arsen eliminasi
nitrogen bertambah oleh karena degenerasi jaringan yang terjadi pada banyak organ.

16

Percobaan untuk mendemonstrasikan aksi tonik dari senyawa arsen pada hewan
percobaan menunjukkan bahwa elemen ini tidak berguna pada pertumbuhan dan
perkembangan.

17

TIU 3
Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Keracunan Logam Berat,
Gejala Akut, Gejala Kronis, Pemeriksaan Laboratorium, Analisis
Toksikologi, dan Kelainan Morfologi Organ
Keracunan akut:
1. Gejala biasanya timbul - 1 jam sesudah masuknya obat, tapi mungkin
terlambat sampai beberapa jam, terutama bila arsen masuk bersama makanan.
2. Rasa manis metalik, bau bawang putih pada nafas dan feses.
3. Penyempitan pada tenggorokan dan kesukaran menelan. Rasa seperti terbakar
dan sakit kolik pada aerophagus ventriculus dan usus.
4. Muntah dan diare dan ekskretanya air beras seperti pada kolera dan kemudian
feses berdarah.
5. Dehidrasi dengan rasa haus yang sangat dan kram otot.
6. Sianosis, pols lemah, dan anggota badan menjadi dingin.
7. Vertigo, sakit kepala bagian depan.
Pada beberapa kasus (tipe serebral) vertigo stupor, delirium dan mania dapat
terjadi tanpa gejala gastro intestinal yang menonjol.
8. Syncope, koma, kadang-kadang konvulsi, paralisis umum dan kematian.
9. Bila fase akut bisa sembuh, maka neuritis perifer yang termasuk syaraf
sensoris dan motoris tidak jarang terserang.
10. Berbagai erupsi pada kulit, lebih sering terjadi pada keracunan kronis.
11. Pada saat penyembuhan, kelemahan dan diare akan tetap ada sampai beberapa
minggu dan kadang-kadang sindrom sukar dibedakan dengan keracunan
kronis.
Keracunan kronis
Terdapat manifestasi sebagai berikut, mulai dari anoreksia, gangguan pencernaan
yang ringan, sedikit demam, pucat, lemah, peradangan catarrhal pada hidung,
tenggorokan, konjungtiva dan laring seperti pada infeksi coryza; stomatitis dan
salivasi juga sering terjadi.
Gangguan kulit dapat berupa eritrema, eczema, pigmentasi (arsenic melanosis),
keratosis (terutama pada telapak tangan dan kaki), bersisik dan desquamasi, kuku
rapuh, rambut dan kuku rontok dan oedema subkutan yang lokal.
Gejala kerusakan ginjal timbul, pembesaran hepar dengan ikterus dan kadang-kadang
dengan pruritus dan dapat menjadi sirosis dan asites.
Komplikasi jantung (fibrilasi ventrikular dan kardiak akut) pernah dilaporkan walau
jarang. Kadang-kadang ada reaksi kehilangan protein pada diskrasia darah
enteropathy yang hebat, akibat dari deposit semua elemen seluler dari sum-sum
tulang. Kejadian ini mungkin berhubungan dengan metabolisme folic acid. Pada
keracunan yang lanjut, maka gejala syaraf menonjol yaitu encephalopaties dan
neuritis perifer lebih umum terjadi. Mula-mula yang terkena syaraf sensorius hingga
timbul parestesia, hipertesia dan sakit, namun kemudian muncul paralisa, atrofi otot,
18

biasanya pada kaki. Kemungkinan akan menonjol distribusi kehilangan perasaan yang
disebut Glove and Stocking.
Dalam hal simptomatologi ini, lebih khas pada keracunan arsen in organik, yaitu ada
empat tipe dan gejala keracunan yang terjadi:
1. Bentuk paralisis akut
Akibat pemberian arsen in organik dalam jumlah besar dan cepat masuk ke
dalam sirkulasi.
Manifestasi dari bentuk ini ialah kolaps sirkulatori dengan tekanan darah
rendah, nadi yang cepat dan lemah, pernafasan sukar dan dangkal, sesak nafas,
semicommatore atau stupor dan kadang-kadang konvulsi. Pasien tidak
menunjukkan gejala gastrointestinal (kalaupun ada berupa muntah-berak,
nyeri perut).
Gejalanya timbul mendadak. Penderita dapat meninggal sebelum 24 jam.
Gejala di atas disebabkan oleh penekanan syaraf pusat oleh senyawa arsen
dosis tinggi terutama pada medulla oblongata.
2. Tipe gastro intestinal
Tipe ini lebih umum terjadi dan gejala-gejala yang khas ditimbulkan oleh
karena perlukaan / lesi pada ventrikulus, usus, dan organ-organ yang
parenkimateous. Segera setelah masuknya senyawa arsen, terjadi muntah yang
berlangsung selama 1 atau 2 jam kemudian diikuti dengan diare.
Perbedaan gejala-gejala klinik yang menonjol, bervariasi pada tiap-tiap kasus.
Pada beberapa kasus diare berat adalah gejala yang paling menonjol,
sedangkan pada pasien lain adalah mual, muntah, rasa panas dan terbakar,
sakit dan kram pada abdomen yang menjadi keluhan utama. Pada pasien yang
lain lagi dapat menderita gatal / serak pada tenggorokan, sensasi haus yang
sangat, mulut terasa kering. Kombinasi dari gejala-gejala tersebut bisa terjadi.
Muntah bisa terjadi terus-menerus dan muntahannya nampak seperti air beras
dan terkadang berisi lendir darah dan cairan empedu. Diare mungkin hebat dan
feses mungkin berdarah atau seperti air beras sama dengan feses pada cholera
asiatica. Pada kasus yang lebih jelas terdapat muka yang livid, sianosis,
merasa gelisah, kulit dingin lembab, kram pada lengan, betis, delirium,
albuminuri, urin yang berkurang dan dehidrasi oleh karena muntah yang terusmenerus dan diare.
Hal ini bermakna pada kasus muntah dapat terjadi setelah makan arsen bebas,
dan ini menimbulkan keragu-raguan berhubung dengan adanya arsen sesudah
diabsorbsi yang telah dikeluarkan kembali ke dalam lambung. Kematian
terjadi dalam beberapa jam atau hitungan hari. Bila pasien dapat bertahan
terhadap serangan maka akan terjadi pemulihan.

19

Penanganan pada keracunan akut adalah dengan mengeluarkan lambung


dengan tube dan mencuci dengan air hangat dan susu. Emetic mustart 1 bagian
dan garam 6 bagian, pada air dengan jumlah banyak lebih berarti.
Antidotum spesifik - 1 ons tincture dari ferri chloride dengan air dan
ditambahkan magnesium Castor oil dapat diberikan untuk membersihkan usus.
Kantor farmasi dan kimia di Asosiasi Kesehatan Amerika (American Medical
Ascociation) menganjurkan pemberian BAL (British Anti Lewisite 2,3
dimercaptopropanol) secepatnya. Ini akan mengambil arsen dari jaringan dan
menyebabkannya cepat diekskresi. BAL diberikan intramuskuler pada 10 %
larut minyak tiap 4 jam dengan dosis 5 mg/kg BB sampai gejala keracunan
hilang.
Hasil Otopsi
Lesi yang berupa nekrosa mempunyai tingkatan yang sangat bervariasi. Pada
kematian yang terjadi dalam beberapa jam karena kolapsnya sirkulasi,
membran mukosa lambung dan usus dapat tidak memperlihatkan perubahan
yang bermakna. Lambung dapat kosong atau berisi lendir, atau sejumlah
cairan kemerahan. Kadang-kadang pada lipatan membran mukosa lambung
terdapat kristal oktahedral dari As trioxide atau bercak Paris Green, atau
deposit kekuningan dari As sulfide yang terbentuk oleh kombinasi kimiawi
antara arsen dengan hydrogen sulfat dalam lambung.
Pada kasus lain, mukosa lambung merah kongesti dan edema, sementara itu
tampak garis gelap karena korosi pada lipatan, berbentuk karet atau bentuk
pemanggang besi pada tempat korosi oleh racun. Lambung dapat berisi lendir
warna gelap yang bercampur darah. Pada tahap awal usus tidak menunjukkan
perubahan yang berarti, meskipun arsen diperkirakan sudah sampai jaringan.
Selanjutnya pada tahapan menyerang tubuh lebih lanjut, lesi meluas. Dinding
lambung dan usus dapat bengkak dan kelihatan edema dan kongesti pada
lapisan sub-mukosa, dan biasanya berwarna merah kecoklatan dengan
perdarahan bagian dalam sub-mukosa dengan berbagai ukuran di sana-sini.
Pada suatu kasus, terdapat pseudomembran warna abu-abu kekuningan pada
jejunum bagian atas. Pada beberapa bagian usus dapat berwarna kuning akibat
penimbunan arsenic sulfide. Usus dapat berisi sejumlah besar cairan mirip
cucian beras, atau dapat kosong dan berisi lender darah. Perluasan lesi sangat
bervariasi., kadang lamban, dan sebagian usus mengalami inflamasi, bahkan
kadang seluruh gastrointestinal terlibat.
Mulut, faring dan esophagus kadang memperlihatkan proses yang sama, hanya
intensitasnya lebih rendah. Pada kulit kadang terbentuk bulla pada bagian
yang terkena racun, edema pada muka dan sekitar mata pernah dilaporkan
bahkan sampai terjadi perdarahan atau purulen.
Inflamasi lambung dan usus sebagian besar akibat ekskresi As melalui
membran mukosa dan efek lambung secara langsung mengenai pembuluh
darah sub-mukosa, dan yang lebih jarang korosif langsung pada dinding usus.

20

Pada beberapa kasus, pemberian arsen in organik pada ulkus kulit atau pada
kulit yang utuh, akan diikuti dengan gejala gastrointestinal, meskipun
pemberian tidak melalui mulut.
Pemeriksaan mikroskopik pada lesi yang meliputi mulut dan usus pada
keracunan arsen, memperlihatkan perdarahan pembuluh darah kecil submukosa yang berisi sel darah merah dan sel leukosit plimorfonuklear, disertai
bengkak dan membesarnya endothelium, jaringan ekstravaskuler (pada submukosa) edema dan juga mengandung sel darah merah dan leukosit
polimorfonuklear.
Pada korban yang mampu bertahan hidup selama beberapa hari, terjadi
perubahan pada parenkim dan degenerasi lemak pada jantung, hepar, dan
ginjal dengan warna suram, abu-abu kemerahan, abu-abu kekuningan. Obat
akan ditimbun dalam hepar, parenkim sel akan menjadi bengkak dan ikterik,
dan jaringan tubuh akan memperlihatkan berbagai tingkatan dari ikterik
hepatogenous.
Sesudah racun menjadi subakut atau kronik, akan terjadi komplikasi atrofi
kuning akut. Perdarahan atau purpura dengan ukuran yang berbeda-beda dapat
terjadi pada jaringan subserosa atau pada jaringan longgar seperti
mesenterium, jaringan retroperitoneal, epikardium, preaortae, dan lain-lain.
Jaringan subendokardial, khususnya pada permukaan septum ventrikel kiri
dapat terlihat bercak kecil menyala seperti perdarahan atau perdarahan yang
luas. Lesi ini dapat berubah menjadi perlemakan atau terjadi perubahan
degenerasi lain pada endothelium kapiler dan dengan mikroskopik dapat
terlihat infiltrasi polimorfonuklear yang jelas pada daerah perdarahan. Pada
suatu kasus keracunan arsen akut, pemeriksaan kelenjar adrenal pada bagian
korteks mengalami nekrosis disertai dengan infiltrasi leukosit.
Jika arsen diberikan dalam bentuk padat dan kematian terjadi pada stadium
awal, sebagian besar arsen diketemukan dalam lambung. Jika perjalanan
penyakitnya lebih panjang, jumlah arsen dalam lambung berkurang. Seseudah
diserap, racun disebar ke organ-organ dan terbanyak ditimbun di hepar, lien,
ren, dan jaringan lain dalam beberapa minggu, secara bertahap dikeluarkan
lewat urin dan feses. Hepar biasanya mengandung lebih banyak ketimbang
organ lainnya, akan tetapi jumlahnya sangat bervariasi sehingga sukar untuk
menentukan jumlah minimal dalam jaringan yang menyebabkan kematian.
Adanya sejumlah besar arsen dalam organ akan memungkinkan lambatnya
pembusukan mayat. Bukti yang nyata perihal jumlah arsen dalam organ akan
tergantung pada jenis kasusnya. Meskipun demikian, riwayat penyakit dan
penemuan pada otopsi sangat mengarahkan keracunan karena obat ini,
memperhitungkan jumlah tiap menitnya harus hati-hati, banyak jumlah arsen
yang ada dalam tubuh merupakan akibat pengobatan. Jika analisa kimia hanya
terbatas pada luar tubuh atau hanya ada arsen dalam lambung, usus, tetapi
organ lain seperti hati, ginjal, dan otak tidak, maka kesimpulan sebab kematian
tidak bisa dibuat.

21

Pada penanganan lain jika terasa sejumlah arsen ditemukan pada jaringanjaringan dan organ lain dalam tubuh, khususnya pada hubungannya dengan
bentuk tanda klinis dan lesi patologis, hasilnya akan signifikan adanya aksi
absorbsi dan toksis antemortem.
Pada kasus akut organ, yang paling baik untuk pemeriksaan adalah lambung
dan isinya, hati, ginjal, dan otak. Pada beberapa kasus ini, isi usus dan urin
dapat berharga.
Pada otopsi bongkar jenazah, tanah di sekitarnya, cairan di sekitar peti dan
sebagian dari peti seharusnya diambil untuk di tes adanya arsen untuk
membatasi kontaminasi yang mungkin terjadi.
3. Tipe subakut
Tipe ini terjadi pada pemberian senyawa arsen dalam dosis kecil, berulangulang, dan dalam interval tertentu. Atau pada pemberian dosis tunggal yang
besar yang tidak menyebabkan kematian dalam waktu cepat namun tinggal di
dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan selama waktu ekskresinya yang
lambat.
Korban tetap hidup selama beberapa minggu atau sampai beberapa bulan.
Beberapa dapat berkembang menjadi keracunan hepar yang degeneratif, yang
melanjut menjadi acute / subacute yellow atrophy dan diikuti oleh icterus
toxic yang berat.
Perdarahan multipel dapat terjadi pada lapisan subserosa atau pada jaringan
longgar di daerah areola. Tractus intro intestinal mungkin mengalami radang
kronis dengan diare yang terus-menerus, kram dan dehidrasi.
Ginjal dapat menunjukkan inflamasi, nefrosis dengan albuminuria dan urin
berdarah. Erupsi pada kulit, daerah yang eczematous dan keratosis timbul di
beberapa tempat.
Pasien kehilangan berat badan, menjadi kurus dan lemah, sakit yang serius,
dan akhirnya meninggal.
4. Tipe kronis
Dapat terjadi akibat perkembangan pada sejumlah kasus, sesudah gejala akut
menghilang dan ini dapat menunjukkan sejumlah manifestasi yang berbedabeda.
Pada suatu tipe neuritis kronis dapat timbul dengan degenerasi serabut syaraf
yang dimulai dari daerah perifer berlanjut ke arah pusat. Lesi ini ditandai
dengan paralise otot tangan dan kaki, anastesia gangguan pertumbuhan seperti
atrofi otot, rambut dan kuku rontok. Pada beberapa kasus gastritis kronis dapat
diamati dengan anoreksia, nausea dan diare. Kelemahan yang progresif,
coryza, keratosis pada telapak tangan dan kaki, kelopak mata yang
22

oedematous, mata yang menonjol, kehilangan berat badan, anemia, pucat,


penurunan daya tahan tubuh secara umum dan sakit-sakitan dapat terjadi.
Sindrom ini dapat ditimbulkan intoksikasi dari senyawa volatil yang
dihasilkan oleh jamur pada wall papers yang mengandung senyawa arsen atau
dengan paparan terhadap asap industri, atau dengan menelan secara terusmenerus dalam jumlah kecil di dalam makanan, atau absorbsi oleh kulit secara
terus-menerus dari cat / pewarnaan baju.
Bentuk keracunan akut dapat tidak didahului gejala akut. Tipe kronis dari
keracunan ini tidak didahului oleh gejala akut dan nampak kronis.
Di India, Sirian dan Austria biasa diberikan sebagai obat-obatan, - 2 gram
arsenic trioxide tiap minggu. Dan ada beberapa kasus dengan pemberian dosis
besar tidak menimbulkan efek toksis. Hal ini dapat diterangkan dengan teori
peningkatan eliminasi atau penurunan absorbsi. Sedang laporan lain
melaporkan terjadinya efek toksis pada pemberian arsen.
Pemeriksaan toksikologi pada kasus subakut atau kronik dapat diperlihatkan
hanya sedikit jumlah arsen yang di dapat dalam tubuh. Meskipun jarang,
pemeriksaan toksikologi postmortem didapatkan hasil negatif. Misalnya pada
keracunan kronis dengan komplikasi jaundice berat dan beberapa lesi
perdarahan dengan pemeriksaan toksikologi ketika masih hidup pada urin
dapat ditemukan adanya arsen, tapi pada saat otopsi tak bisa dideteksi pada
organ-organ yang rusak. Pada kasus yang berlanjut, keracunan logam dapat
ditimbun pada tulang, kulit, dan rambut yang terjadi lambat, dan sebagian dari
rambut, kulit dan tulang tadi dapat dipergunakan untuk pemeriksaaan kimiawi
sebaik organ yang dimaksud.
Arsine (Hidrogen Arsine, arsiniuretted hydrogen AsH3), merupakan gas tak
berwarna, yang berbau sangat busuk. Contoh ekstrim keracunan tersebut jika
hidrogen bersenyawa dengan arsen trivalent pada tes Marsh. Kasus keracunan
bisa terjadi di laboratorium kimia, industri pabrik, dimana logam mencair dan
terbentuk asam dan hidrogen dalam jumlah besar. Sejumlah logam dan bahan
kimia yang mengandung As dari proses tersebut menghasilkan arseniuretted
hydrogen. Beberapa penulis menyebutkan timbulnya gas ini dalam kapal
selam yang berasal dari lapisan baterai.
Gejala keracunan dapat terjadi sangat cepat sesudah menghisap gas, atau dapat
timbul setelah beberapa jam berlalu. Korban menjadi sakit atau tak berdaya
dan mengeluh lemas, pusing, sakit kepala, sakit perut, mual, dan muntah.
Arsen dapat menyerang syaraf pusat dan mengakibatkan nekrose dan
kelumpuhan.
Akibat penting dari gas ini adalah menyebabkan hemolise darah merah,
hemoglobinuria, dan jaundice. Umumnya muncul kurang lebih 4 jam sesudah
menghisap gas. Kerusakan eritrosit dapat menginduksi anemia berat.
Kematian terjadi pada 36 % kasus karena kolaps jantung yang diperberat
edema paru atau seperti typoid disertai delirium.

23

Keracunan arsine kronis terjadi karena menghirup secara berulang-ulang.


Gejalanya terutama multipel neuritis. Penanganan awal dengan memindahkan
korban dari daerah beracun dan pemberian O2. Transfusi dapat diberikan
untuk menangani anemianya. Istirahat merupakan pengobatan simptomatis.
Hasil otopsi:
Pada otopsi ditemukan semua jaringan kekuningan, perubahan degeneratif
pada hati yang meluas ke lien, dengan deposit pada parenkim, toksik pada
ginjal dan pada paru.
Pemeriksaan toksikologi dari arsine pada tubuh sama dengan campuran
arsenic trioxide yang teroksidasi dalam jaringan. Pada keracunan akut, paru
dan otak sangat baik untuk bahan analisa.

Laboratorium
Prosedur pemeriksaan toksikologi
a. Reinsch Test
Reinsch tes merupakan suatu cara untuk memancing logam-logam dari
campuran dengan mempergunakan:
- Logam Cu untuk memancing logam As dan Hg.
- Logam Fe untuk memancing logam Cu.
Cara Kerja:
- Mempersiapkan logam Cu yang akan dipakai.
Logam Cu sebelum dipakai dibersihkan terlebih dahulu dengan jalan
membakar logam Cu tersebut dengan api benzene sampai membara,
kemudian dimasukkan dalam HNO3 pekat lebih kurang 10 menit, lalu
dimasukkan ke dalam HCl 10 % lebih kurang 10 menit, kemudian
dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan dengan kertas saring,
masukkan ke dalam alkohol selama 10 menit kemudian dimasukkan ke
dalam eter untuk membebaskannya dari lemak-lemak, dan logam Cu
siap dipakai.
-

Memancing logam dari sampel

Dengan mempergunakan logam Cu yang telah kita persiapkan. Sampel


sebanyak 10 gram dikeringkan dengan waterbath, lalu dihaluskan.
Masukkan bubuk sampel tadi ke dalam tabung Erlenmeyer 125 cc,
kemudian tambahkan 5 cc HCl pekat lalu ditambah aquadest sebanyak
10 cc. Langkah selanjutnya, masukkan logam Cu (ikat dulu dengan
benang supaya nanti mengambilnya mudah, tapi benangnya jangan
ikut tercelup) lalu dipanaskan selama 1 jam. Sesudah itu logam diambil
dan dicuci dengan air mengalir, kemudian keringkan.

24

Periksa pada logam CU tersebut apakah terdapat noda-noda atau


perubahan warna yang menunjukkan adanya logam yang berhasil
dipancing, yaitu As atau Hg.
Berikut ini cara kerja yang lebih sistematis:
1. Membuat spiral kawat tembaga dengan diameter 0,88 mm (BWG 20),
dengan melingkarkan pada sebatang pensil sebanyak 14 kali, dengan
menyisakan bagian yang lurus sepanjang 10 cm, sebagai pegangan.
2. Organ dengan berat 10 gram, misalnya isi lambung, masukkan ke
dalam water bath, sampai kering, gerus sampai lumat.
3. Tepung BB dimasukkan dalam labu ehrlenmeyer 125 cc, tambahkan 5
cc HCl pekat, lalu tambahkan aquadest 10 cc.
4. Spiral Cu tadi dicuci dengan asam nitrat pekat, lalu bersihkan dengan
air yang mengalir, kemudian dengan alkohol, lalu dengan eter.
5. Masukkan kawat spiral tadi ke dalam campuran.
6. Panasi labu erlenmeyer tadi dengan waterbath selama 1 jam.
7. Spiral diangkat; bersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan
material BB yang melekat. Telitilah kalau masih ada sisa material BB
yang melekat pada spiral tersebut. Dengan warna abu-abu dari Cu 5As2,
selain arsen; maka Sb, Bi, Ag, Hg, Se, Te, dan sulfiden akan
membentuk deposit (kerak) pada spiral Cu tersebut. Spiral Cu tadi
dimasukkan dalam tabung sublimasi, dipanasi, kemudian arsennya
akan bereaksi dengan udara membentuk As2O3 dan membentuk kristal
oktahedral dan tetrahedral pada bagian yang dingin. Dapat
ditambahkan bahwa pada waktu disublimasikan, yang menguap ada 3
macam logam, yaitu: As, Sb dan Hg.
8. Sensitivitas: 250 mikrogram As dalam 50 cc cairan.
9. Reaksi ini dapat diteruskan dengan reaksi lain, seperti tersebut di
bawah ini.
b. Marsh Test
Sifat: Spesifik untuk arsen. Harus dilakukan di almari asam.
Dasar: Senyawa arsen diredusir oleh H naccent senyawa AsH 3
dipanaskan dipanaskan As + gas hidrogen.
Reaksinya:
- As2O3 + 12 Zn + 12 H2SO4 4 AsH3 + 12 ZnSO4 + 4 H2O
H3AsO4 + 4 Zn + 4 H2SO4 AsH3 + 4 ZnSO4 + H2O
- AsH3 -------------------------- As4 + 6 H2
Cara kerja:
- Alat Marsh disiapkan, lengkap dengan butir-butir Zn dan H 2SO4 yang
bebas dari As. Ujung tabung pemanas yang bebas disambung dengan pipa
karet, sedangkan ujung yang lain dimasukkan ke dalam larutan AgNO3 3 %.

25

Gunanya untuk:
1. Menghilangkan udara dalam labu Erlenmeyer agar tidak terjadi letusan.
2. Mengetahui bahwa alat Marsh itu termasuknya reagennya bebas As.
Bila ada As, akan terjadi endapan hitam pada larutan AgNO3:
6 AgNO3 + 3 H2O + AsH3 H3AsO3 + 6 HNO2 (reaksi Hofmann)
- Biarkan alat ini selama jam, kalaupun terjadi endapan pada larutan
AgNO3,harus diulangi lagi dengan alat-alat yang lebih bersih.
- Jika larutan AgNO3 tetap jernih, setelah jam, pipa karet dilepas, zat
yang akan diperiksa dimasukkan dalam alat Marsh, lewat corong pengisi
dan pada bagian pipa yang menjepit dari pipa Marsh, dibalut dengan
kasa tembaga. Dan dipanasi dengan Bunsen brander sampai memijar.
- Jika zat yang diperiksa mengandung As, akan terjadi cermin pada bagian
pipa setelah pemanasan.
Kepekaan: 1/50 mg. Bila untuk membuat hidrogen digunakan elektrolise,
dengan kepekaan 1/200 mg (4 gamma). Kepekaan yang lebih kecil lagi
tidak perlu, sebab As pada jumlah yang kecil tidak toksis.
Membedakan As dan Sb:
Sb, bila diperiksa dengan alat Marsh, juga akan membentuk cermin, yang mudah
dibedakan dengan As.
1.

Cermin As terjadi di pipa Marsh sesudah pemanasan. Cermin Sb


terjadi sesudah dan sebelum pemanasan (lihat gambar).

2.

Bila tabung Marsh diambil dan dialiri udara sambil dipanasi sedikit,
maka cermin As akan menjadi As2O3 yang menguap dan dibawa aliran udara
dan menyublim di bagian ujung sepit dari pipa Marsh, kemudian membentuk
kristal yang tetra atau oktahedrat, sedang Sb membentuk sublimasi yang
amorph dan dapat dilihat dengan mikroskop.

3.

Bila cermin tadi adalah As, maka dapat larut dalam NaClO, sedang Sb
tidak larut. Reaksinya: 2 As + NaClO + 3 H2O 1 H3AsO3 + NaCl.

4.

Bila dalam tabung Marsh dialirkan gas H2S, maka baik As maupun Sbnya akan membentuk sulfidenya. Sulfide arsen yang berwarna kuning
mudah menguap, dan akan menyublim di tabung yang dingin, sedangkan
sulfide Sb-nya pada pemanasan tidak menguap, namun tetap tinggal di
tempatnya dan berwarna kemerahan.

5.

Bila dialiri gas HCl, sulfide Asnya tetap saja, sedang sulfide Sb akan
berubah menjadi chloride yang larut dalam air.

26

c. Metoda Gutzeit
Indikator: AgNO3 kristal
Larutan AgNO3 1 %
Prinsip : Senyawa As direduksi oleh H2 (hasil reaksi Zn dengan H2SO4 4N)
menjadi AsH3 yang berbentuk gas.
Kegunaan Pb asetat untuk mengikat gas H2S yang terjadi. Sedangkan
AgNO3 berfungsi sebagai indikator, bila ada As maka akan terjadi senyawa
AsH3 yang bila bereaksi dengan AgNO3 akan berwarna kuning dalam
keadaan panas dan berwarna hitam dalam keadaan dingin.
Reaksi:
Zn + H2SO4 ------- ZnSO4 + H2
As + H2 ------- AsH3
AsH3 + 6 AgNO3 ------- AsAg3.3 AgNO3 + 3 HNO3
(berwarna kuning bila panas)

Dalam keadaan dingin akan berubah menjadi hitam karena dalam udara ada
H2O
AsAg3.3 AgNO3 + 3 H2O ------- H3AsO + 6 Ag (hitam) + 3 HNO3
d. Sanger Black Test (modifikasi Gutzeit)
Prinsip: As diubah dahulu menjadi AsH3, seperti pada percobaan Marsh.
Indikator: inilah letak perbedaan reaksi Gutzeit dengan Sanger Black,
dimana disini dipakai HgCl2 atau HgBr2.
Percobaan ini dapat dipakai untuk menentukan As secara semikuantitatif.
Percobaan ini kurang spesifik, namun cukup mudah dilakukan dan
ketidakspesifikannya mudah diatasi.
Cara kerja:
- Gunakan alat Sanger Black atau alat Gutzeit yang dimodifikasi.
- Sampel yang akan diperiksa mula-mula harus ditimbang atau diukur
volumenya (ini untuk kuantitatif).
- Untuk mengetes kemurnian reagens dan kebersihan alatnya, dilakukan
testing dahulu, jadi dilakukan percobaan tanpa sampel.
- Dalam labu Erlenmeyer, masukkan butiran Zn yang telah direndam
dalam larutan CuSO4 5% selama 5 menit. Lalu tambahkan H 2SO4 4 N
sebanyak 20 cc atau lebih.
- Pasanglah prop (gabus penutup) yang terbuat dari karet yang sudah
dipasangi cerobongnya yang berisi kertas saring / kapas yang telah
diinfiltrir dengan Pb asetat, yang gunanya untuk menangkap H2S yang
timbul yang dapat mengganggu jalannya pemeriksaan.
- Pada ujung cerobong dipasangi pipa kaca yang diisi dengan kertas saring
ukuran lebar 1 mm dan telah diinfiltrir dengan sublimate.
- Biarkan alat ini demikian selama 30 menit.
- Jika kertas sublimate tetap putih, berarti reagensia dan alatnya bebas dari
As, maka sediaan sampel tadi dapat dimasukkan.
27

Ditunggu sampai terjadi perubahan warna pada kertas sublimate dan


lamanya menunggu sampai perubahan warna tadi konstan (tidak
bertambah panjang lagi).
Bila warna yang terjadi sudah tidak bertambah panjang lagi, berarti As
dalam labu sudah habis.
Penentuan jumlah As yang ada ialah dengan cara dibandingkan dengan
panjangnya bagian yang berubah warnanya itu dengan standart yang
telah dibuat terlebih dahulu dengan berbagai macam kadar. Cara
membuat standard sama saja, hanya jumlah As-nya sudah diketahui
lebih dahulu. Inilah sebabnya disebut semikuantitatif karena hanya
membandingkan dengan standart.
Reaksi yang terjadi (pada kertas sublimate):
AsH3 + 3 HgCl2 ------- 3 HCl + As(HgCl)3 ----- kuning
2 As(HgCl)3 + AsH3 ------- 3AsH(HgCl)2 ----- oranye
AsH(HgCl)2 + AsH3 ------- 6 HCl + As2Hg3 ----- coklat
Warna-warna yang terjadi:
Kertas sublimate yang mula-mula putih bila terkena gas AsH3 akan
berubah menjadi kuning terlebih dahulu, lalu di bawahnya timbul warna
oranye, coklat, dan akhirnya hitam. Jadi bagian yang paling banyak
terkena gas AsH3 akan berwarna hitam, yang paling sedikit akan
berwarna kuning.

Bahan-bahan untuk pemeriksaan:


- Kertas sublimate; adalah kertas saring yang telah direndam dalam larutan
sublimate 5 % dalam alkohol selama 5 menit, dan dikeringkan pada
temperatur kamar, setelah itu tepinya dibuang lalu dipotong dengan ukuran
1 x 80 mm.
- Kertas / kapas Pb asetat; adalah kertas saring atau kapas yang telah
direndam dalam larutan Pb asetat 5 % selama 5 menit, lalu dikeringkan
pada temperatur kamar.
- Jika dalam sampel, As-nya terlalu banyak, kertas sublimate yang
panjangnya 8 cm tersebut seluruhnya akan berubah warna menjadi hitam,
maka percobaan ini harus diulangi lagi dengan sampel yang baru dengan
cara mengencerkan sampelnya menjadi separuhnya, misalnya dengan hanya
memasukkan separuh dari sampel yang ada.
Yang menganggu pemeriksaan: Sb dan P.
Jika sampelnya diperkirakan tercampur dengan Sb atau fosfor, maka sebelum
dilakukan percobaan modifikasi Gutzeit, terlebih dahulu dilakukan percobaan Reinch,
lalu kawat tembaga yang telah dipakai tadi diperiksa secara modifikasi Gutzeit. Yang
ikut terpancing pada kawat Cu adalah As dan Sb, sedang P-nya tidak ikut terpancing.
Dan setelah percobaan modifikasi gutzeit ini selesai, maka kertas sublimate diuji
dengan HCl, sehingga bila ada Sb-nya, warna hitam yang ditimbulkan oleh adanya Sb
tadi akan hilang oleh uap HCl.

28

Material untuk keperluan analisisl:


1. Isi lambung. Air bekas pembilas lambung (gastric lavage), ~ 100 ml/cc.
2. Urin, ~ 100 ml/cc.
3. Rambut, dibagi menjadi 3: ujung, tengah, pangkal; yang dipisahkan dalam 3
botol dan masing-masing diberi label
4. Kuku
5. Tulang
6. Kulit
7. Hepar, liver functietest untuk mengetahui kerusakan hepar.
8. Darah, untuk keperluan pemeriksaan albumin, pemeriksaan hematuri, dan
analisis kadar arsen, juga Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis (differential
count), terutama perubahan eosinofil.
Jumlah sampel adalah sebanyak mungkin yang dapat diambil, sebab lebih baik bersisa
dan dapat dikembalikan daripada kurang. Pemeriksaan toksikologi untuk arsen harus
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif; pemeriksaan kualitatif saja tidak berarti
sebab dapat pula ditemukan arsen dalam jaringan pada orang yang suka minum
tonikum yang mengandung As (misalnya Arseen triferol) dan orang tersebut malah
sehat.
Hasil pemeriksaan:
1. Pada keracunan akut
- Air seni
: terdapat darah dan protein.
- Darah
: terutama pada kasus-kasus yang fatal; konsentrasi arsen 0,1
1,5 mg/100 gr.
2. Pada keracunan kronis
- Rambut, kuku, air seni, dan feses: terdapat zat arsen
- Darah
: anemia dengan neutrophilic leucophenia.
Implikasi Klinik Akibat Tercemar oleh Arsenic (As).
Intoksikasi tubuh manusia terhadap arsenik (As), dapat berakibat buruk terhadap
mata, kulit, darah , dan liver. Efek Arsenic terhadap mata adalah gangguan
penglihatan dan kontraksi mata pada bagian perifer sehingga mengganggu daya
pandang (visual fields) mata. Pada kulit menyebabkan berwarna gelap
(hiperpigmentasi), penebalan kulit (hiperkeratosis), timbul seperti bubul (clavus),
infeksi kulit (dermatitis) dan mempunyai efek pencetus kanker (carcinogenic). Pada
darah, menyebabkan kegagalan fungsi sungsum tulang dan terjadinya pancytopenia
(yaitu menurunnya jumlah sel darah perifer).
Pada liver, mempunyai efek yang signifikan pada paparan yang cukup lama (paparan
kronis), berupa meningkatnya aktifitas enzim pada liver (enzim SGOT, SGPT,
gamma GT), ichterus (penyakit kuning), liver cirrhosis (jaringan hati berubah menjadi
jaringan ikat dan ascites (tertimbunnya cairan dalam ruang perut). Pada ginjal, Arsen
(As) akan menyebabkan kerusakan ginjal berupa renal damage (terjadi ichemia and
kerusakan jaringan).
Pada saluran pernafasan, akan menyebabkan timbulnya laryngitis (infeksi laryng),
bronchitis (infeksi bronchus) dan dapat pula menyebabkan kanker paru. Pada
pembuluh darah, logam berat Arsen dapat menganggu fungsi pembuluh darah,
29

sehingga dapat mengakibatkan penyakit arteriosclerosis (rusaknya pembuluh darah),


portal hypertention (hipertensi oleh karena faktor pembuluh darah potal), oedema
paru dan penyakit pembuluh darah perifer (varises, penyakit bu rger).
Pada sistem reproduksi, efek arsen terhadap fungsi reproduksi biasanya fatal dan
dapat pula berupa cacat bayi waktu dilahirkan, lazim disebut effek malformasi. Pada
sistem immunologi, terjadi penurunan daya tahan tubuh / penurunan kekebalan, akibat
nya peka terhadap bahan karsinogen (pencetus kanker) dan infeksi virus. Pada sistem
sel, efek terhadap sel mengakibatkan rusaknya mitochondria dalam inti sel
menyebabkan turunnya energi sel dan sel dapat mati. Pada Gastrointestinal (saluran
pencernaan) , Arsen akan menyebabkan perasaan mual dan muntah, serta nyeri perut,
mual (nausea) dan muntah (vomiting).

30

TIU 4
Memahami dan Menjelaskan Penatalaksaan dan Pencegahan
Keracuanan Logam Berat

Penatalaksanaan
1. Bilas lambung / gastric lavage dengan 2 3 liter air dan diikuti dengan
pemberian 1 gelas susu atau colodial ferric hydroxide (persediaan yang masih
baru) atau berikan 1% larutan sodium thiosulfat atau larutan B.A.L.
(dimercaprol).
2. Salino cathartic (obat pencahar) dengan 15-30 gram sodium sulfat dilarutkan
dalam air.
3. Pemberian BAL (dimercaprol) dalam bentuk larutan 10 % dosis menurut
kebutuhan yang diperlukan, intermuskuler sedini mungkin. Pada keracunan
berat dapat diberikan dosis tunggal 5 mg/kg berat badan dengan interval 4 jam
selama 24 jam. Sesudah itu dosis dapat diturunkan dan intervalnya
diperpanjang. Karena pengobatan dengan dimercoprol relatif tidak berbahaya
(meski begitu tetap harus diperhatikan gejala-gejala keracunan oleh B.A.L.),
maka pengobatan jangka pendek (6 dosis: 2,5 mg/kg BB dengan interval 4
jam) dapat diberikan pada penderita yang dicurigai keracunan arsen.
4. Untuk menghilangkan dehidrasi, berikan cairan intravenous (suntikan / infuse)
untuk menjaga keseimbangan cairan-cairan elektrolit dalam darah.
5. Hcl morfin mungkin diperlukan untuk mengontrol rasa sakit pada perut.
6. Pada keadaan syok yang serius, selain memberikan cairan elektrolit, transfuse
darah dan pemberian oksigen diperlukan.
Pertolongan / pengobatan dengan pembilasan lambung, salin cathartic
(pencahar) hanya dilakukan terhadap keracunan akut yang pada umumnya keracunan
melalui saluran pencernaan.
Pada keracunan kronik, baik oleh karena senyawa arsen yang organik maupun
yang in organik, pemberian dimercoprol pada umumnya efektif. Perbaikan gejala
kronis terjadi 1-3 hari dan masa pemulihan antara 1-3 minggu tergantung dari organ
atau sistem yang mengalami kerusakan.
Bagaimanapun juga bila kerusakan darah sudah bersifat ireversibel seperti
anemia aplastik, ensefalopati yang lanjut dan kebanyakan kasus dengan ikterus, maka
penyingkiran arsen dari sistem ini adalah sedikit dapat membantu. Keracunan kronis
harus diobati dengan dimercoprol jangka panjang. Eksaserbasi yang timbul sesudah
terapi kenalan diperlukan pengobatan ulangan. Glukokortikoid diperlukan bila timbul
dermatitis ataupun konjungtivitis.
Pencegahan
1. Menghilangkan sumber bahaya yaitu dengan mensubstitusi dengan bahanbahan lain yang tidak beracun bila memungkinkan.
2. Mengasingkan sumber bahaya, yaitu dengan melokalisasi pekerjaan-pekerjaan
yang menggunakan bahan arsen.

31

3. Hindarkan pengisapan debu yang mengandung senyawaan arsen, uap AsH 3,


atau dengan mengurangi kadarnya, misalnya dengan menekan jumlah debu
arsen di udara sehingga menjadi 0,2 mg permeter kutub udara atau di atasnya.
4. Hindarkan dari makanan yang terkontaminasi oleh debu-debu senyawaan
arsenic.
5. Hindarkan kontak dengan bahan-bahan As dengan jalan mengusahakan alat
bantu perlindungan personal, misalnya masker, sarung tangan dan sebagainya.
6. menjaga kebersihan pribadi, mandi setelah jam kerja di tempat yang
berhubungan dengan bahan-bahan As, mencuci tangan sebelum makan.
7.
Pencegahan selanjutnya ditujukan kepada keadaan lingkungan kerja
(persyaratan keselematan dan kesehatan kerja yang diwajibkan) misalnya dengan
jalan memberi pendidikan / penyuluhan kesehatan dengan tujuan agar karyawan /
ti mengerti akan bahaya keracunan arsen dan tahu cara pencegahannya serta sadar
untuk menjalankannya.

32

TIU 5
Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Forensik Dalam
Kasus Keracunan : Tujuan Pemeriksaan dan Kriteria
Diagnosis Keracunan Menurut Forensic
Tujuan Pemerikasaan
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua kelompok,
yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian akibat
keracunan morfin, sianida, karbon monoksida, keracunan insektisida, dan lain
sebagainya, dan kelompok yang kedua dimana sebenarnya yang terbanyak
kasusnya, akan tetapi belum banyak disadari adalah untuk mengetahui mengapa
suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian, tujuan yang kedua
bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi.
Bila pada tujuan pertama dari pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat
ditemukan reaksi atau obat dalam dosis yang mematikan, maka tidaklah demikian
pada yang kedua, dimana disini yang perlu dibuktikan atau dicari korelasinya adalah
sampai sejauh mana reaksi obat tersebut berperan dalam memungkinkan terjadinya
berbagai peristiwa tadi.
Dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab
kematian yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah
maupun jenis reaksi pun semakin bertambah, apalagi dengan makin banyaknya
macam-macam zat pembasmi hama. Selain karena faktor murni kecelakaan, racun
yang semakin banyak jumlah dan jenisnya ini dapat disalahgunakan untuk tindakantindakan kriminal. Walaupun tindakan meracuni seseorang itu dapat dikenakan
hukuman, tapi baik di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun di dalam
Hukum Acara Pidana (RIB) tidak dijelaskan batasan dari keracunan tersebut,
sehingga banyak dipakai batasan-batasan racun menurut beberapa ahli, untuk tindakan
kriminal ini, adanya racun harus dibuktikan demi tegaknya hukum.
Arsenic, As, banyak digunakan sebagai bahan campuran obat pembasmi tikus
(rodentisida). Arsen juga banyak digunakan dalam masyarakat sebagai hasil industri,
misalnya sebagai bahan pengawet, bahan cat, insektisida, herbisida, campuran dalam
pupuk, maupun mencemari lingkungan masyarakat karena dampak dari industri.
Arsen juga digunakan dalam bidang pengobatan. Dalam hal ini digunakan arsen jenis
tertentu dan dalam dosis tertentu pula, seperti neosalveran untuk pengobatan penyakit
sifilis, frambusia (sampar / patek), sebagai salah satu campuran dalam tonikum, dan
obat-obat lainnya seperti solarson, optarson, arsentriferrol, liquor arsenicallis, dan
lain-lain. Senyawaan arsen lainnya ialah Arsine, AsH3 (arsenicum lekas uap), Arsen
Trioxide (As2O3), Arsen putih, As2S2, As2S3.

33

Karena sifat beracunnya, mudahnya didapat serta mudahnya digunakan oleh


masyarakat, maka wajarlah jika ada yang menyalahgunakannya untuk hal-hal yang
bertentangan dengan hukum, misalnya pada kasus pembunuhan, yang bisa dilakukan
secara langsung maupun perlahan-lahan dengan gejala yang tidak jelas.
Dalam menghadapi kasus yang demikian, maka peranan kedokteran kehakiman
sangatlah penting dalam menentukan apakah korban benar-benar meninggal karena
arsen, atau sebab lain. Selain dengan pemeriksaan otopsi, dokter juga bekerja sama
dengan bagian toksikologi dalam menentukan adanya arsen dan jumlahnya yang ada
pada korban. Pada orang-orang sehat, juga bisa ditemukan arsen, misalnya pada orang
yang minum tonikum yang mengandung arsen. Oleh karena itu dalam menentukan
sebab kematian karena arsen, selain ditemukannya arsen dalam jaringan atau organ,
juga harus dapat ditentukan kuantitas dari arsen yang ada dalam jaringan atau organ
tersebut. Dan yang tak kalah pentingnya, walaupun mungkin tidak begitu banyak
terjadi, keracunan arsen dapat berupa kontaminasi lingkungan dari zat-zat atau benda
hasilan atau yang mengandung arsen.
Kriteria diagnosis kasus keracunan
1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun
(secara injeksi, inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau mukosa).
Pada umumnya anamnesa tidak dapat dijadikan pegangan sepenuhnya sebagai
kriteria diagnostik, misalnya pada kasus bunuh diri keluarga korban
tentunya tidak akan memberikan keterangan yang benar, bahkan malah
cenderung untuk menyembunyikannya, karena kejadian tersebut merupakan
aib bagi pihak keluarga korban.
2. Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan zat yang
diduga.
Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang bersifat
darurat dan pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus tanpa disertai
dengan data-data klinis tentang kemungkinan kematian karena kematian
sehingga harus dipikirkan terutama pada kasus yang mati mendadak, non
traumatik yang sebelumnya dalam keadaan sehat.
3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa makanan /
obat / zat yang masuk ke dalam tubuh korban.
Kita selamanya tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang digunakan
korban itu adalah racun (walaupun ada etiketnya) sebelum dapat dibuktikan
secara analisa kimia, kemungkinan-kemungkinan seperti tertukar atau
disembunyikannya barang bukti, atau si korban menelan semua racun
kriteria ini tentunya tidak dapat dipakai.
4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara makroskopik
atau mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang diakibatkan oleh racun
yang bersangkutan.
Bedah mayat (otopsi) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus keracunan,
selain untuk menentukan jenis-jenis racun penyebab kematian, juga penting
untuk menyingkirkan kemungkinan lain sebagai penyebab kematian. Otopsi
menjadi lebih penting pada kasus yang telah mendapat perawatan sebelumnya,
dimana pada kasus-kasus seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau
metabolitnya, tetapi yang dapat ditemukan adalah kelainan-kelainan pada
organ yang bersangkutan.
34

5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di


dalam tubuh / jaringan / cairan tubuh korban secara sistemik.
Pemeriksaan toksikologi (analisa kimia) mutlak harus dilakukan. Tanpa
pemeriksaan tersebut, visum et repertum yang dibuat dapat dikatakan tidak
memiliki arti dalam hal penentuan sebab kematian. Sehubungan dengan
pemeriksaan toksikologis ini, kita tidak boleh terpaku pada dosis letal sesuatu
zat, mengingat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja racun. Penentuan
ada tidaknya racun harus dibuktikan secara sistematik, diagnosa kematian
karena racun tidak dapat ditegakkan misalnya hanya berdasar pada
ditemukannya racun dalam lambung korban.
Dari kelima kriteria diagnostik dalam menentukan sebab kematian pada kasus-kasus
keracunan seperti tersebut di atas, maka kriteria keempat dan kelima merupakan
kriteria yang terpenting dan tidak boleh dilupakan.
Analitikal Toksikologi
Analitikal toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi untuk:
1. Analisa tentang adanya racun.
2. Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya.
3. Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.
4. Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun
organophospat.
5. Analisa tentang adanya obat-obatan misalnya: transquilizer, barbiturate,
narkotika, ganja, dan lain sebagainya.
Analitikal toksikologi meliputi isolasi, deteksi, dan penentuan jumlah zat yang bukan
merupakan komponen normal dalam material biologis yang didapatkan dalam otopsi.
Guna toksikologi adalah menolong menentukan sebab kematian.
Kadang-kadang material didapatkan dari pasien yang masih hidup, misalnya darah,
rambut, potongan kuku atau jaringan hasil biopsi. Hasil toksikologi disini membantu
dalam menentukan kasus-kasus yang diduga keracunan.
Pada pengiriman material untuk analitikal toksikologi, diharapkan dokter
mengirimkan material sebanyak mungkin, dengan demikian akan memudahkan
pemeriksaan dan hasilnya akan lebih sempurna.
Jaringan tubuh masing-masing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racun-racun
tertentu, misalnya:
Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun
organis, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap.
Hepar dan ginjal adalah material yang paling baik untuk menentukan
keracunan logam berat yang akut.
Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat organik non
volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin.
Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk
pemeriksaan keracunan logam yang bersifat kronis.
35

Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau organ
parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka belum cukup
untuk menentukan keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun yang efeknya
sistemik dalam lambung hanyalah merupakan penuntun bagi seorang analis
toksikologi untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah racun yang dijumpai
dalam lambung tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka penentuan dalam
lambung sudah cukup untuk dapat dibuat diagnosa.

36

TIU 6
Memahami dan Menjelaskan Tindak Pidana Pembunuhan Dalam
Agama Islam
Dalam Islam membunuh memiliki beberapa jenis pembunuhan terhadap sesama
manusia. Yang pertama adalah apabila pembunuhan dilakukan secara tidak sengaja.
Hal ini terdapat di dalam surat An-Nisa :92 yang artinya Dan barang siapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah(tidak sengaja), (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. Sampai pada firman Allah
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa
dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat pada Allah.
Yang kedua adalah pembunuhan terhadap sesama mukmim secara sengaja. Hal ini
terdapat di dalam surat An-Nisa :93 yang artinya Dan barang siapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahanam, kekal ia di
dalamnya, dn Allah murka kepadanya, dan mengutukinya, serta menyediakan azab
yang besar baginya. Kedua surat di atas menjadi pedoman bagi seorang muslim
untuk tidak melakukan suatu pembunuhan terhadap sesama manusia terlebih terhadap
sesama muslim.
Dalam kasus pembunuhan yang telah dipaparkan di atas maka dapat ditarik suatu
benang merah bahwa membunuh dalam Islam jelas-jelas dilarang dan memiliki sanksi
yang sangat berat dari Allah terutama apabila dilakukan terhadap sesama umat
muslim terlebih secara sengaja.
Korban pembunuhan dalam kasus ini telah terbunuh karena hal korban sengaja
dibunuh oleh pacarnya sendiri yang tidak terima hubungannya dengan korban di putus
sepihak oleh korban.
Dalam surat An-Nisa :92 :93 telah jelas diatur bahwa pembunuhan adalah hal yang
dilarang. Karena selain tidak berperikemanusiaan pembunuhan juga melanggar hakhak asasi manusia terutama hak untuk hidup. Seorang mukmin sebaiknya saling
menyayangi sesama mahluk ciptaan Allah. Sehingga pembunuhan tentunya sangat
dilarang oleh agama Islam. Apalagi dalam kasus ini terjadi kesengajaan dari pelaku
untuk menghilangkan nyawa korban secara sengaja. Sudah jelas pula pelaku
pembunuhan ini telah melanggar surat An-Nisa :93 yang berarti pelaku akan
mendapat hukuman yang sangat berat dari Allah, baik semasa pelaku hidup maupun
setelah pelaku meninggal dunia.
Tapi terdapat pengecualian bagi pelaku pembunuhan yang sengaja dilakukan untuk
mendapat keringanan. Sebenarnya pelaku wajib di-qisas atau wajib di bunuh pula,
kecuali apabila dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan membayar diyat
(denda) atau dimafkan sama sekali. Tapi mengingat untuk memaafkan seseorang yang
37

telah membunuh seorang anggota keluarga secara sengaja sangat sulit, maka dalam
kenyataannya keringanan ini susah didapat oleh pelaku pembunuhan. Tidak terkecuali
pelaku dalam kasus ini.

Dari analisis kasus diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu
1. Pembunuhan terhadap sesama mukmin apalagi secara sengaja dilarang keras
dan memiliki sanksi dunia dan akherat yang sangat berat. (An-Nissa :93)
2. Keringanan hukuman dapat didapat oleh pelaku pembunuhan seorang mukmin
apabila pelaku mendapatkan maaf dari ahli waris korban dengan membayar
diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.

38

DAFTAR PUSTAKA
Adiwisastra, A. Keracunan, Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya.
Andarwendah, Sumardi, 1982, Keracunan Arsen, Program Pendidikan Pasca
Sarjana Hyperkes, FK-UGM.
Bagian Farmakologi FKUI, 1980, Farmakologi dan Terapi, PT Intermasa, Jakarta
Elkins, Hervey B. Ph.D., The Chemistry of Industrial Toxicology, 1960, John
Wiley B. Sous Inc., New York, Chapenan & Hall, Lanbon, USA.
Gonzales, Vance, Helper, 1979, Legal Medicine Pathology and Toxicology,
second edition.
Gonzales, Thomas A. et all, 1954, Legal Medicine Pathology and Toxicology,
Appleton, Century Crafts Inc., New York.
Goodman & Gilman, 1975, The Pharmacological Basis of Therapeutics, second
edition, Mac Millan Publice King Co. inc USA.
Hadikusumo, Nawawi, dr. , 1997, DSPF, Ilmu Kedokteran Forensik, IKF III, FK
UGM UMY.
Hunter, Donald, 1978, The Disease of Occupational, edisi VI, Hodder and
Stoughton, London, Sydney, Auckland, Toronto.
Idries, A.M., et all, 1985, Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Gunung Agung,
Jakarta.
Lexicon Publication, 1977, Encyclopedia International, Lexicon Publication Inc.
Nawawi, R. HSC Gen83, Peranan Pemeriksaan Kimia / Toksikologi dalam
Pengadaan Visum et Repertum.
Kamdari, Siti HSC Gen83, Analytical Toxicology.
Robert & Gasselin. M.D. Ph.D, et all, 1979, Clinical Toxicology of Commercial
Products Acute Poisoning, The Williams & Wilkins Co., Baltimore.
Simpson, Keith, 1979, Forensic Medicine, eight edition, The English Language
Book Society and Edward Arnold (Publishers) LTD.
Sutrisno, Bram, dr, Hand Out Toxicology Industry, 1982, Yogyakarta.
Tedeschy, Cokert, Tedeschi. Forensic Medicine, A Study in Trauma and
Enviromental hazards, Volume II.
Thienes, Clinton H. M.D. Ph.D, Thomas Y. Haley Ph.D, 1972, Clinical Toxicology,
Heurg kimpton Publishers London, Great Britain.
39

World Health Organization, 1979, The International Pharmacopoeis, third edition,


Geneva.
Yudono,

dr,

Hand

Out

Toxicology

Industry,

1982,

Yogyakarta.

Anderson,K dan Scoot,R. (1982). Fundamental of Industrial


Toxicology. Michigan: Ann Arbor Science Publisher.
Bernard S, Enayati A, Binstock T, Roger H, Redwood L, McGinnis W
(2000). Autism: A Unique of Mercury Poisoning. ARC
Research Cranford, NJ 07016.
Casarett & Doulls. (2001). Toxicology the Basic Science of Poissons.
New York: McGraww-Hill Medical Publishing Division.
Eddie, W.S. (2005). Limbah B3 dan Kesehatan. http:
//www.dinkesjatim.go.id/images/datainfo/200504121503 LIMBAH%20B-3.pdf. 18 Desember 2005.
Gayer, RA. (1986). Toxic Effects of Metal. In C.D.Klaasen,
M.O.Amdur, and J.Doul. (Eds). Toxicology the Basic Science
of Poisons.3rd ed. New York: Mac Millan Publishing Co.
Mukono, H.J. (2000). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan . Surabaya:
Airlangga University Press.
Mukono, H.J. (2002). Epidemiologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press.
Mukono J., Koeswadji H., Sugijanto, Laksminiwati E. (1991). Laporan
Penelitian: Status Kesehatan dan Kadar Pb (timah hitam)
Darah pada Karyawan SPBU di Jawa Timur. Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga.
Ringo,HS. and Damon, LE. (1990). Occupational Hematology. In
J.LaDou (eds). Occupational Medicine. San Fransisco:
Riantice Hall International,Inc.
Mansyur. Toksikologi Keamanan Unsur Dan Bidang-Bidang Toksikologi.
htpp://www.freewweb.com. di akses Oktober 2008
William G . Eckert. Introduction to Forensic Sciencis Second Adition. New york,
Elsevier: 1992.
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Jakarta : 1997

40

You might also like