You are on page 1of 11

TUGAS KEWARGANEGARAAN

KRISIS KEMANUSIAAN DI BANGSA


BERADAB INDONESIA

OLEH:

THEODORUS U.R. DAPAMEDE (0910713060)

DANIEL RAJ A/L ARUMUGAM (0910714002)

ERNST RANDY NURALIM (0910714070)

HAFIS WIDAKDO SUGIARTO (0910714075)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2009
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis kemanusiaan merupakan suatu peristiwa atau runtutan peristiwa


ancaman kritis terhadap kesehatan, keamanan, dan keberadaan atau eksistensi
suatu komunitas atau suatu kelompok besar dalam suatu wilayah luas. Konflik
bersenjata, epidemi, bencana kelaparan, bencana alam dan kedaruratan lainnya
dapat memicu terjadinya krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan masih
merupakan sorotan bagi dunia internasional dan masih sulit untuk diatasi.

Suatu bangsa yang dikatakan beradab, belum tentu terlepas dari masalah
krisis kemanusiaan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa besar yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini tercantum dalam dasar ideologi negara,
yakni sila ke-2 Pancasila dan alinea ke-4 UUD 1945. Namun, berbagai peristiwa
kerusuhan-yang banyak memakan korban jiwa, di tanah air seperti: di Ambon,
Poso, dan Palangkaraya, telah membuktikan bahwa krisis ini masih bisa terjadi di
negara yang beradab. Lantas, mengapa hal ini masih bisa terjadi?

Dalam karya tulis yang berjudul “Krisis Kemanusiaan di Bangsa Beradab


Indonesia” ini, penulis ingin menelaah lebih dalam mengenai penyebab krisis
kemanusiaan yang terjadi di Indonesia sebagai negara yang beradab dan solusi
atau strategi dalam mengatasi krisis kemanusiaan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam makalah adalah


sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Indonesia dapat disebut sebagai bangsa yang
beradab?
2. Apa saja faktor yang menjadi penyebab krisis kemanusiaan di
Indonesia?
3. Bagaimana cara mencegah krisis kemanusiaan di Indonesia?

1.1 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui Indonesia termasuk bangsa beradab.
2. Mengetahui penyebab krisis kemanusiaan di Indonesia.
3. Mengetahui cara mencegah krisis kemanusiaan di Indonesia.

1.1 Manfaat

Makalah ini bermanfaat sebagai sarana bagi penulis untuk


mengembangkan kemampuan dalam menulis karya tulis dan kiranya makalah ini
juga dapat bermanfaat dalam menambah wawasan pembaca mengenai bangsa
beradab dan solusi krisis kemanusiaan.
BAB II

ANALISIS

2.1. Bangsa Indonesia sebagai Bangsa yang Beradab

Sebelum kita dapat mengetahui apakah Indonesia layak atau tidak disebut
sebagai bangsa yang beradab, maka kita perlu mengetahui pengertian dari istilah
bangsa dan istilah beradab itu sendiri.

Istilah bangsa atau nasional, kebangsaan atau nasionalitas, paham


kebangsaan atau nasionalisme dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-
konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang politik, sosiologi,
dan antropologi pun sering berbeda pendapat mengenai makna istilah-istilah
tersebut. Namun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan bangsa
sebagai suatu kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa,
dan sejarahnya, serta berpermerintahan sendiri. Meskipun KBBI telah
memberikan suatu definisi mengenai istilah bangsa, namun tidak ada rumusan
ilmiah yang dapat dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa secara objektif,
tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.

Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu bangsa sebab sesuai pengertian di


atas, rakyat Indonesia yang beragam tetap memiliki suatu sejarah yang sama,
yakni pernah mengalami penjajahan oleh Belanda dan Jepang. Rasa kebangsaan
yang dimiliki oleh rakyat Indonesia sudah terlihat sejak tonggak sejarah Indonesia
yang pertama, yakni Budi Oetomo, berdiri. Semangat persatuan dan kesatuan
yang dimiliki para pemuda menunjukkan bahwa mereka mengakui persamaan-
persamaan yang mereka miliki di atas perbedaan-perbedaan mereka.

Beradab memiliki pengertian berbudaya, yakni sikap hidup, keputusan dan


tindakan yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai budaya, terutama norma sosial dan
kesulilaan/moral. Nilai ini dijunjung tinggi oleh rakyat Indonesia dan diwujudkan
dalam norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya:
norma kesopanan (contoh: memanggil seorang yang lebih tua dengan kata sapaan
yang tepat, menggunakan tangan kanan saat menerima sesuatu dari orang lain, dan
sebagainya), norma kesusilaan, dan norma-norma yang lain. Norma-norma dan
nilai-nilai inilah yang menjadi pedoman tingkah laku bagi setiap warna negara
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Kebiasaan dalam
menerapkan norma-norma dan nilai-nilai di atas menyebabkan terbentuknya
budaya kesopanan, budaya saling menghormati dan saling menghargai di
Indonesia. Maka, apabila budaya tersebut tidak dijalankan atau terjadi
pelanggaran terhadapnya, pada umumnya masyarakat akan memberi sanksi atau
mengucilkan orang yang telah melanggar budaya tersebut. Hal ini disebabkan
oleh pewarisan norma-norma, nilai-nilai dan etika yang turun-temurun dari para
leluhur Bangsa Indonesia telah mendarah daging dan wajib ditaati. Dari hal ini,
Bangsa Indonesia secara esensi dapat dikatakan sebagai bangsa yang beradab.

Setelah pengesahan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, maka Bangsa


Indonesia semakin menujukkan jati dirinya sebagai bangsa yang beradab. Dalam
sila yang kedua Pancasila dan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1994,
tercantum, “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Bangsa Indonesia menjadikan
hal tersebut sebagai ideologi bangsa dan merupakan suatu identitas dari Bangsa
Indonesia.

Sebagai ideologi, Pancasila dan UUD 1945 menjadi identitas bagi setiap
warga negara Indonesia. Identitas ini bukanlah hasil jiplakan atau pemikiran
bangsa lain, melainkan merupakan buah pemikiran dan jiwa dari Bangsa
Indonesia sendiri. Sejarah lahirnya Pancasila memberikan pesan kapada kita
bahwa Pancasila merupakan ekspresi dari keluhuran budi dan semangat
kolektifitas dari Bangsa Indonesia yang oleh para founding fathers dirumuskan
menjadi suatu tata nilai bagi kehidupan kebangsaan yang lebih untuk Indonesia
yang merdeka. Pancasila menjadi produk historis dari konsensus sosial segenap
kekuatan sosial politik yang membentuk Indonesia modern tersebut, sekaligus
dijadikan pengalaman empiris dalam menciptakan harmoni di antara perbedaan
kepentingan dari keragaman orientasi.

Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan
manusia didasarkan kepada potensi budi nurani dalam hubungannya dengan
norma-norma kebudayaan (keberadaban). Nilai ini merupakan refleksi dari
martabat serta harkat manusia yang memiliki potensi kultural. Setiap
warganegara dijamin hak dan kebebasannya yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, dengan sesamanya, serta alam lingkungannya. Nilai cinta kasih
dan nilai etis harus menghargai keberanian untuk membela kebenaran, santun dan
menghormati harkat kemanusiaan.

Jadi, dapat kita lihat bahwa secara filosofi, Bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang beradab sebab budaya-budaya kesopanan, kesusilaan, saling
menghormati dan menghargai sudah diturunkan dari para leluhur Bangsa
Indonesia dan telah mendarah daging. Bangsa Indonesia juga telah menyatakan
dengan jelas dalam ideologi Pancasila, bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang beradab.

2.2. Faktor-Faktor Penyebab Krisis Kemanusiaan di Indonesia

Suatu peristiwa atau runtutan peristiwa ancaman kritis terhadap kesehatan,


keamanan, dan keberadaan atau eksistensi suatu komunitas atau suatu kelompok
besar dalam suatu wilayah luas dikenal sebagai krisis kemanusiaan. Konflik
bersenjata, epidemi, bencana kelaparan, bencana alam dan kedaruratan lainnya
dapat memicu terjadinya krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan masih terjadi di
berbagai wilayah di dunia, seperti di Somalia dan Gaza. Apabila tidak ditangani
dengan baik, maka krisis kemanusiaan ini akan mengakibatkan hal yang fatal,
seperti pemusnahan suatu suku atau ras (genoside), pelanggaran HAM tingkat
tinggi, dan lain-lain.

Krisis kemanusiaan ternyata masih terjadi di tanah air Indonesia. Berbagai


peristiwa-peristiwa berdarah terjadi di berbagai wilayah termasuk krisis
kemanusiaan sebab tidak sedikit telah memakan korban jiwa. Pada masa orde
baru, saat pemerintah bersifat otoriter dengan sistem pemerintahan pusat,
pelanggaran HAM marak terjadi di seluruh pelosok tanah air secara tersembunyi.
Saat itu masyarakat mengenal adanya sosok “petrus” alias “penembak misterius”
yang menembak dan membunuh siapa saja, oknum mana saja yang bersifat
memberontak pada penguasa dan tidak taat pada peraturan. Sebagian besar
korban petrus adalah mereka yang disebut bromocorah, preman dan residivis.
Berbagai kaum cendikia menentang perihal petrus ini dengan alasan hukuman
tanpa pengadilan adalah ketidakadilan.

Kelangkaan perspektif etika di kalangan para penguasa politik dan


ekonomi telah memicu meluasnya penyalahgunaan kekuasaan dalam berbagai
sudut kehidupan, sehingga menghilangnya komitmen terhadap budaya tanpa
kekerasan dan penghormatan terhadap hidup. Kelangkaan perspektif moral dalam
kehidupan bernegara itu juga terwujud dalam merebaknya praktik-praktik kotor
seperti korupsi, suap, kolusi, dan nepotisme di kalangan penyelenggara negara.
Di kalangan arus bawah, praktik demoralisasi dan dehumanisasi juga tak kurang
banyaknya.

Banyak kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia juga telah


memakan korban jiwa. Kerusuhan Ambon menurut hasil investigasi diakibatkan
oleh dendam dan rekayasa pihak-pihak tertentu. Kerusuhan di Palangkaraya
merupakan akibat dari perbedaan etnis antara penduduk asli dengan para
transmigran. Kerusuhan di Poso disebabkan karena kesalahpahaman antar umat
beragama. Tercatat sejumlah 577 orang yang menjadi korban jiwa dalam
kerusuhan ini. Selain kerusuhan-kerusuhan tersebut, terdapat juga berberapa
peristiwa krisis kemanusiaan yang lain yang terjadi di tanah air.

Kita dapat melihat bahwa berbagai krisis kemanusiaan yang telah


disebutkan di atas berawal dari suatu kesalahpahaman kecil yang meledak
menjadi suatu masalah yang besar. Ada juga yang berasal dari rekayasa-rekayasa
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang sengaja mengadu domba dan
menciptakan suatu konflik sehingga situasi krisis tersebut dapat mereka
manfaatkan untuk keuntungannya. Kurangnya toleransi, sikap saling
menghormati dan menghargai antar umat beragama juga dapat menjadi suatu
faktor penyebab terjadinya krisis kemanusiaan.

2.3. Solusi Mencegah Krisis Kemanusiaan di Indonesia

Jika kita kaji lebih dalam, mengenai masalah krisis kemanusiaan di


Indonesia ini, kita dapat melihat bahwa maraknya peristiwa krisis kemanusiaan
terjadi setelah Bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya. Ketika Bangsa
Indonesia masih memperjuangkan kemerdekaannya, semangat kebangsaan,
persatuan, dan kesatuan terlihat begitu tinggi dan erat. Perlawanan yang diberikan
kepada Belanda dan Jepang merupakan bukti nyata atas semangat kebangsaan itu.
Segala perbedaan ditanggalkan dan para pahlawan bangsa bersatu untuk merebut
hak kemerdekaan dari tangan para penjajah. Namun, setelah Bangsa Indonesia
telah menjadi negara yang merdeka, terlihat bahwa nilai-nilai dan ideologi bangsa
yang telah diperjuangkan melalui pertumpahan darah mulai pudar. Paham
komunisme yang secara terang-terangan merupakan anti Pancasila hampir
meruntuhkan segala impian para leluhur bangsa dengan mempengaruhi Presiden
Soekarno. Pemberantasan Partai Komunis Indonesia oleh pemerintah orde baru
ternyata menyebabkan penguasa bersifat otoriter dan melewati batas, sehingga
terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam jumlah yang sangat besar.
Perubahan mental rakyat juga terlihat mengarah pada penurunan grafik. Sikap
saling menghormati, menghargai, toleransi semakin memudar. Masalah yang
kecil dapat menjadi masalah besar yang berdampak besar dan kemungkinan letal
atau fatal.

Pudarnya semangat kebangsaan semakin terasa sejalannya waktu. Era


globalisasi telah meracuni para pemuda sehingga rasa kebangsaan telah tidak
dimiliki lagi. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa mereka malu menjadi orang
Indonesia. Sebegitu parahkah mental para pemuda bangsa pada zaman ini?
Apakah karena sudah tidak ada penjajah lagi, sehingga kita jadiikan saudara
sebangsa sebagai lawan kita? Tentu saja tidak.

Lantas, solusi yang tepat untuk mencegah krisis kemanusiaan terjadi lagi
di tanah air ialah dengan menanamkan semangat kebangsaan pada generasi muda.
Selain mendalami materi akademik demi pengetahuan dan inteligensi, siswa-siswi
sudah harus dididik mengenai kecerdasan emosi dan spiritual sejak dini.
Pembinaan dan pemahaman terhadap ajaran agama juga harus diberikan agar
mental generasi muda tidak mudah goyah (stabil) terhadap globalisasi, terhadap
hasutan-hasutan, dan terhadap perilaku yang menyimpang dari ajaran agamanya.

Konsep EQ dipopulerkan oleh Daniel Goleman pada tahun 1995.


Bukunya yang diluncurkan ke publik telah membantu kita untuk lebih memahami
bahwa tidak hanya kemampuan individu dan analisa kuat yang membuat
kesuksesan menjadi seorang pemimpin. IQ bukan merupakan ramalan bahwa
seseorang akan sukses, IQ tinggi tidak menjamin kesuksesan. Kita membutuhkan
kemampuan individual, kompetensi dalam hal spesifik, tetapi kita juga
membutuhkan keberhasilan dalam kemampuan kita untuk berjalan beriringan
dengan yang lainnya. Sebagian pemimpin sukses memiliki kemampuan yang
tinggi dalam EQ.
Terdapat lima komponen yang membentuk EQ, yakni: kesadaran diri,
aturan sendiri, motivasi, empati, dan jiwa sosial. Orang yang memiliki kesadaran
diri mengerti suasana hatinya dan emosinya dan mengetahui bagaimana suasan
hati dan emosi akan berdampak bagi orang lain. Orang yang menunjukkan aturan
diri mereka berpikir sebelum bertindak. Orang yang mencintai pekerjaannya dan
tidak hanya bekerja untuk uang atau status memiliki tujuan yang kuat untuk
keberhasilan. Sebagai seorang individu, empati memahami emosi orang lain dan
juga belajar untuk memperlakukan mereka seperti apa yang mereka ingin
diperlakukan. Kita sebagai makhluk sosial juga harus berjiwa sosial, sebab kita
harus bisa bersosialisasi dengan siapapun tanpa adanya batas dimanapun kita
berdiri.

Pendalaman agama sangat diperlukan sebab ideologi negara Indonesia


berlandaskan kepada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jika generasi
muda sudah dipupuk dengan pemahaman ajaran agama yang dianutnya, maka
kecerdasan spiritualnya akan semakin bagus. Dengan kecerdasan spiritual yang
semakin bagus, maka sifat dan sikap saling menghormati dan menghargai

Jalan damai (bermusyawarah, dialog, dan membangun saling pengertian)


dan bukan konfrontasi, perang, atau penggunaan kekerasan—tetaplah yang
terbaik.
BAB III

PENUTUP

1.1.Kesimpulan

Secara filosofi, Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beradab sebab


budaya-budaya kesopanan, kesusilaan, saling menghormati dan menghargai sudah
diturunkan dari para leluhur Bangsa Indonesia dan telah mendarah daging.
Bangsa Indonesia juga telah menyatakan dengan jelas dalam ideologi Pancasila,
bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab.

Krisis kemanusiaan ternyata masih terjadi di tanah air Indonesia.


Meskipun Indonesia merupakan bangsa yang beradab, tidak tertutup kemungkinan
terjadinya suatu krisis kemanusiaan dengan berbagai faktor penyebab, antara lain:
kesalahpahaman, kurangnya etika, sikap saling menghormati dan menghargai;
adanya rekayasa-rekayasa dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, serta
adanya perasaan dendam dalam hati.

Solusi untuk mencegah krisis kemanusiaan agar tidak terjadi lagi ialah
dengan mendidik dan membina generasi muda dengan semangat kebangsaan,
pengembangan kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), serta
penanaman mental yang benar sejak dini. Jalan damai (bermusyawarah, dialog,
dan membangun saling pengertian) dan bukan konfrontasi, perang, atau
penggunaan kekerasan—tetaplah yang terbaik.

1.2.Saran
Sebagai mahasisiwa Negara Indonesia sudah seharusnya kita ikut
bertindak dalam ikut bertindak dalam mengatasi krisis kemanusia. Walau kita
tidak bisa berbuat banyak setidaknya kita sadar akan integritas kita sebagai satu
bangsa, sehingga kita dapat saling menghargai dan menghormati agar perdamaian
tercipta dan krisis kemanusiaan dapat dicegah.
Daftar Pustaka

• Sugono. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
• Rudi Sutikno. 2008. Pancasila sebagai Ideologi Transnasional.
http://koranpendidikan.com/artikel/1293/Pancasila-Sebagai-
Ideologi-Transnasional.html
• Ahmad. 2007. Pancasila Sebagai Ideologi Negara.
http://ahmadrocklee.blogspot.com/2007/08/pancasila-sebagai-
ideologi-negara.html
• http://www.fica.org/hr/ambon/idKerusuhanAmbonDendamDanRe
kayasa.html
• Anonym. Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Kerusuhan Etnis di
Palangkaraya. http://www.geocities.com/haiho1961/raya.html
• http://goilmu.blogspot.com/2009/08/eq-dan-iq-berbeda.html

You might also like