You are on page 1of 26

RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK No. Dokumen STANDAR PELAYANAN MEDIS -------------------------Tanggal Terbit .

Definisi Inflamasi pada Ditetapkan, . ---------------------------------Revisi Halaman

Direktur hidung dan sinus

paranasal yang dikarakterisitik oleh 2 atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/obstruksi/kongesti

atau nasal discharge (anterior/posterior

nasal drip), nyeri atau tekanan pada


wajah, penurunan atau menghilangnya daya penciuman.

Kriteria Diagnosis

Keluhan yang khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pagi. Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis

dapat dibagi menjadi 2 yaitu : a. Gejala subyektif

Demam Lesu Hidung tersumbat Sekresi lendir hidung yang kntal dan terkadang bau

Sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari

b. Gejala objektif Kemungkinan pembengkakan pada

daerah bawah orbita dan lama kelamaan akan bertambah lebar hingga ke pipi.

Rhinosinusitis akut dan kronik memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang

terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena : Sinusitits maksilaris, menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata, sakit gigi & sakit kepala. Sinusitis frontalis, menyebabkan

sakit kepala di dahi.

Sinusitis

etmoidalis,

menyebabkan

nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi. Sinusitis sfenoidalis, menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.

Pada pemeriksaan rhinosinusitis akut , hal-hal yang mungkin kita temui pada pasien seperti purulent nasal secretion,

purulent posterior pharyngeal secretion, mucosal erythema, periorbital erythema, tenderness overlying sinuses, air-fluid levels on transillium of the sinuses dan facial erythema.
pada kronik Sedangkan yang

ditemukan rhinosinusitis

pemeriksaan beberapa hal

seperti pain or tenderness on palpation

over

frontal

or

maxillary

sinuses,

oropharyngeal erythema dan purulent

secretions, dental caries dan ophthalmic manifestation (conjunctival congestion


dan lacrimation, proptosis).

Diagnosis Banding

Rhinosinusitis akut : Asma, bronchitis, influenza, dan rhinitis alergi Rhinosinusitis Gastroesophageal (GERD), rhinitis kronik Reflux alergi, : Desease

rhinocerebral

mucormycosis dan sinusitis akut.

Pemeriksaan Penunjang

Rhinosinusitis akut : Pemeriksaan Laboratorium : dilakukan pemeriksaan darah lengkap, ESR, CRP, sitology nasal dan dapat pula kultur pada produksi sekret. Pemeriksaan mendapatkan dicurigai Imaging gambaran : sinus untuk yang Dapat

mengalami

infeksi.

dilakukan plain radiology, CT Scan, MRI dan USG.

Rhinosinusitis kronik : Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap & : ESR

secara umum kurang membantu. Pada kasus yang berat, kultur darah & kultur darah fungal sangat diperlukan. Tes alergi diperlukan untuk mencari

penyebab penyakit yang mendasari. Pemeriksaan Imaging : Plain

radiography, CT Scan, dan MRI. Standar Tenaga Dokter Umum, Dokter Spesialis THT

Perawatan RS tindakan operatif.

Dirawat

apabila

direncanakan

Terapi

Antihistamin Juga sering digunakan untuk mengatasi gejala.

Steroid (topical maupun sistemik)


o Topikal & sistemik bermanfaat pada keadaan inflamasi.

Manfaat topikal : absorpsi sistemik yang minimal.

Steroid cadangan samping panjang.

sistemik

hanya

sebagai efek jangka

dikarenakan dari

resiko

penggunaan

Efek

samping

:resiko

insufisiensi

adrenal pada penghentian mendadak, ulkus peptikum, gangguan tidur, dll.

Antibiotik o Umumnya diberikan kepada bakteri penyebab rhinosinusitis akut atau kronik ( S.pneumoniae, H.Influenza,

M.cattarhalis,

Staphylococcus

&

anaaerob species).
o o Pada kasus akut 10 14 hari. Contoh obat : Amoxicillin, Amoxicillinclavulanate, Azithromicin, Clindamycin atau Metronidazole.

Imunoterapi
Dapat digunakan sebagai jika faktor rhinitis utama alergi dalam

dianggap

patofisiologi pasien rhinosinusitis kronis.

Bedah
o o Yang paling sering dilakukan yaitu FESS. Berdasarkan penelitian, keberhasilan

FESS dapat dilihat dari gejala-gejala yang membaik setelah operasi. Indikasi absolut operasi : Poliposis hidung bilateral yang luas dan besar dengan komplikasi obstruktif Komplikasi rinosinusitis dewasa Subperiosteal atau abses orbital

Potts puffy tumor


Abses otak Meningitis Rinosinusitis mukokel kronik atau dewasa dengan

pembentukan

mucopyocele
Invasif atau rhinosinusitis kronik alergi jamur pada orang dewasa Diagnosis tumor pada nasal dan sinus paranasal

CSF rhinorrhea

Informed Consent bedah.

Perlu,

sebelum

dilakukan

tindakan

Konsultasi

Bila perlu spesialis alergi imunologi

Lama Perawatan bedah.

Perlu,

sebelum

dilakukan

tindakan

Masa Pemulihan

Maksimum 10 hari

Output

Sulit untuk sembuh total

PA

Bila perlu apabila terdapat kecurigaan terhadap keganasan.

Otopsi

Tidak dilakukan

REFERENSI

1. Campbell GD. Pathophysiology of Rhinosinusitis.In:

(adult Chronic Sinusitis and its Complication).


8

Pulmonary critical care update (PCCU), 2004 : 16, lesson 20,7 2. Hickner JM, Bartlett JG, Besser RE, Gonzales R, Hoftman JR, Sande MA. Principles of appropriate

antibiotics use acute rhinosinusitis in adult. Ann


Intern Med, 2001:134 (6), 498-505 3. Puruckher M.Byrd Rm Roy T, Krishmaswamy G. The

diagnosis

and

management
Departement

of
Medicine

Chronic
East

Rhinosinusitis.

Tennesse State Univ.Johnson City. 2 July 2004 4. Fokkens Wystke J, Valerie J.Lund, Joachim Mullol. A

summary for Otorhinolaryngologists. EPOS 2012:


European Position paper on rhinosinusitis and nasal polyps, 2012 5. Mulyarjo,

Diagnosis

and

management.

Recent

advances in the management of EK disorders. Dutch


Foundation Post Graduate Medical Course.

Dr.Soetomo Teaching Hospital Scool of Medicine Airlangga University Surabaya, 2001, 1-11 6. Osguthorpe JD. Adult Rhinosinusitis: Diagnosis and

management. American Family Physician, 2001, Jan,


1-8. 7. Stamberger H. FESS. Endoscopic diagnosis and

surgery of the paransal sinuses and anterior skull base. Tin Messerklingertechnique and advanced
applications the Graz School. Karl-Franzens

University Graz, Austria, 1996: 20. 8. Campbell GD. Pathophysiology of Rhinosinusitis. In:

(Adult Chronic and its Complication). Pulmonary


critical care update (PCCU), 2004 : 16, lesson 20,7 9. Prof.Dr. Soepardi Efiaty Arssyad, Sp.THT (L),

Prof.Dr.Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (K). Biku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke 6. FKUI. 2007, 145-148
10. Layland Michael K, Tammy L Kin. Otolaryngology

Survival Guide. The Washington Manual Survival


Guide Series. 2003, 45-55. 11. Krause HF. Allergy and chronic rhinosinusitis.

Otholaryngol Head & Neck Surgery, 128 (1), 14-6 12. Hamilos DL. Chronic sinusitis. Current review of

allergy and clinical immunology. 2000: 106, 21327.

10

11

POLIP HIDUNG No. Dokumen STANDAR PELAYANAN MEDIS -------------------------Tanggal Terbit . Definisi Ditetapkan, . ---------------------------------Revisi Halaman

Direktur

Massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.

Kriteria Diagnosis

Gejala utama yang ditimbulkan adalah rasa sumbatan berat pada hidung dapat yang semakin

sehingga

menyebabkan

hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat sinus paranasal maka komplikasi yang akan terjadi adalah sinusitis dengan

keluhan nyeri kepala dan rinorea. Apabila penyebabnya alergi maka gejala utama adalah bersin dan iritasi pada hidung.

12

Dapat juga menyebbabkan gejala pada saluran napas bawah berupa batuk kronk dan mengi terutama penderita polip

dengan asma. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip

(konka polipoid). Pembagian polip hidung menurut Mackay dan Lund, yaitu : o Stadium 1 : polip masih terbatas di

meatus medius. o Stadium 2 meatus : polip sudah keluar dari tampak di rongga

medius,

hidung tapi belum memenuhi rongga hidung. o Stadium 3 : polip yang massif.

Diagnosis Banding

Polipoid mukosa
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri-cirinya sbb : o o Tidak bertangkai Sukar digerakkan

13

o o o

Nyeri bila ditekan dengan pinset Mudah berdarah Dapat mengecil pada pemakaian

vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pemeriksaan Penunjang

Naso-endoskopi : dapat melihat hingga mana stadium dari polip hidung Radiologi : foto sinus paranasal dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus namun kurang bermanfaat. CT-SCAN

sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan hidung dan sinus paranasal apakah ada peradangan, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada KOM.

Standar Tenaga

Dokter Umum, Dokter Spesialis THT

Perawatan RS

Dirawat

guna

menjelang

tindakan

polipektomi apabila kasus polipnya tidak membaik.

14

Terapi

Tujuan

utama

pengobatannya

adalah

menghilangkan mencegah komplikasi

keluhan-keluhan, dan mencegah

rekurensi polip. Polip edematosa dapat diberikan

pengobatan kortikosteroid : 1. oral, misalnya prednisone 50

mg/hari atau dexamethasone selama 10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan-lahan (tapering off). 2. Suntikan Triamsinolon intrapolip, asetonid misalnya atau

prednisone 0.5 cc, tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya hidung. 3. Obat semprot hidung yang

mengandung

kortikosteroid,

merupakan obat untuk rhinitis alergi, sering sebagai digunakan larutan bersama atau

pengobatan

kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.

15

Untuk

polip

dengan

ukuran

besar

dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Pada kasus polip yang berulang-ulang perlu dilakukan operasi etmoidektomi oleh karena umumnya berasal dari sinus etmoid. Apabila tersedia fasilitas endoskopi, yang terbaik adalah dilakukannya

tindakan BSEF (Bedah Sinus ENdoskopi


Fungsional).

Informed Consent

Perlu, sebelum dilakukan polipektomi atau FESS Sedangkan dan untuk terapi terapi spesifik

medikamentosa

dilakukan namun tidak tertulis.

Konsultasi

Tidak ada

Lama Perawatan

Untuk

pasien

yang

melakukan

polipektomi dapat dirawat 2-3 hari pasca operasi.

16

Masa Pemulihan

Pasien

dengan

tindakan

bedah

istirahat dulu rumah 5-7 hari sebelum aktovitas kembali. Sedangkan pasien rawat jalan bila perlu 1-2 hari.

Output

Umumnya dapat sembuh, walaupun suatu saat dapat kambuh lagi.

PA

Khusus untuk kasus tindakan bedah dan bersifat selektif.

Otopsi

Tidak dilakukan

17

REFERENSI

1. Prof.Dr.

Soepardi

Efiaty

Arssyad,

Sp.THT

(L),

Prof.Dr.Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (K). Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke 6. FKUI. 2007, 123-125
2. Darusman, Raisa Kianti. Polip Hidung. Available at www.giecities.ws, 2002. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL (PERHATIKL). Polip Hidung dan Sinus Paranasal (Dewasa)

Penatalaksanaan. Guideline Penyakit THT-KL di


Indonesia. 2007, Hal.58

18

4. Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri.

Polip Hidung. Kapita Selekta Kedokteran ed.III jilih


1. 2001. Jakarta, Media Aesculapius FKUI. Hal: 113114

DEVIASI SEPTUM 19

No. Dokumen STANDAR PELAYANAN MEDIS -------------------------.

Revisi

Halaman

---------------------------------Tanggal Terbit . Definisi Ditetapkan,

Direktur

Salah satu kelainan septum yang sering ditemukan. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan pemnyempitan Dengan fungsi pada satu dapat dan sisi hidung.

demikian hidung

mengganggu menyebabkan

komplikasi.

Kriteria Diagnosis

Keluhan yang paling sering pada deviasi septum adalah sumbatan hidunng yang dapat unilateral maupun bilateral. Keluhan lainnya adalah rasa nyeri di kepala dan disekitar mata serta penciuman dapat terganggu.

20

Deviasi septum dapat menyumbat ostium nasi, sehingga merupakan factor

predisposisi terjadinya sinusitis. Pada pemeriksaan rinoskopi didapatkan anterior hasil adalah

berdasarkan

dapat terlihat penonjolan septum kearah deviasi jika terdapat deviasi berat tetapi dapat juga ringan dengan hasil

pemeriksaan normal.

Diagnosis Banding

Beberapa

keadaan

yang

menyebabkan

obstruksi saluran pernapasan yang bersifat kronik : a. Pembesaran mukosa hidung b. Rinitis alergi kronik c. Polip hidung d. Sinusitis kronik e. Atresia koana f. Deformitas hidung yang terkait dengan trauma

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi : pemeriksaan xray kepala posisi antero-posterior untuk 21

melihat apakah tampak septum nasi yang bengok. Sesangkan bila terdapat

komplikasi sinus paranasal maka dapat dilakukan xray sinus paranasal. Pemeriksaan Nasoendoskopi : dilakukan bila memungkinkan untuk menilai deviasi septum bagian posterior tau untuk melihat robekan mukosa.

Standar Tenaga

Dokter Umum, Dokter Spesialis THT

Perawatan RS

Dirawat

guna

menjelang

dilakukannya

reseksi submosa ataupun septoplasti.

Terapi

Bila gejala tidak ada keluhan atau sangat ringan keluhannya, tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien dengan adanya keluhan : a. Reseksi submukosa (Submucous

Septum Resection SMR)

22

Pada operai ini mukosa perikondrium dan mukoperiostium kedua sisi

dilepaskan dari tulang rawan & tulang septum.

b. Septoplasti atau Reposisi Septum Tulang rawan yang bengkok di reposisi.

Informed Consent

Perlu, Reseksi

sebelum

dilakukan

tindakan ataupun

submukosa

septoplasti.

Konsultasi

Tidak ada

Lama Perawatan

Untuk pasien yang melakukan reseksi submukosa ataupun septoplasti dapat menjalami perawatan selama 3-5 hari.

Masa Pemulihan

Pasien

dengan

tindakan

bedah

istirahat dulu rumah 5-7 hari sebelum aktovitas kembali.

23

Output

Umumnya

dapat

sembuh,

Pasien

dengan tindakan bedah : istirahat du rumah kembali. 5-7 hari sebelum aktovitas

PA

Bila perlu

Otopsi

Tidak dilakukan

REFERENSI 1. Prof.Dr. Soepardi Efiaty Arssyad, Sp.THT (L),

Prof.Dr.Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (K). Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &

24

Leher. Edisi ke 6. FKUI. 2007, 118-122


2. Nizar Nuty W, Endang Mangunkusumo. Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke 6. FKUI. 2007, 126
3. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung

pada Deviasi Septum Nasi. Bagian Telinga Hidung


Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) FK

Universitas Andalas: Padang. 2011, 1-7 4. Jin HR, Lee Jy, Jung WJ. New Description Method and

Classification

System

for

Septal

Deviation.

Department of Otorhinolaryngology, Seoul National University, College of Medicine, Boramae Hospital: Seoul. Journal Rhinology, 2007; 14: 27-31 5. Baumann I, Baumann H. A New Classification of

Septal Deviations. Department of Otolaryngology,


Head and Neck Surgery, University of Heidelberg: Germany. Journal of Rhinology, 2007; 45: 220-223 6. Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The practice of Marshfield Clinic, American Academy of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2005 7. Bull PD. The Nasal Septum. In Lecture Notes on Diseases of the Ear, Nose and Throat. Ninth edition. USA : Blackwell Science Ltd. 2002 : p.81-85

25

26

You might also like