You are on page 1of 9

1

Makalah Diskusi | Januari 2011


MAKALAH
Pembaruan Agama dan Sekularisasi dalam Islam
OLEH: LUTHFI ASSYAUKANIE
The rst ideas of religion arose not from a contemplation of
the works of nature, but from a concern with regard to the events of life,
and from the incessant hopes and fears, which actuate the human mind.
David Hume, The Natural History of Religion
Setiap kali berbicara tentang agama, kita seperti terkena myopia,
penyakit mata yang tak mampu melihat benda-benda jauh. Sebagaimana
produk-produk budaya manusia lainnya, agama adalah sesuatu yang amat
baru dalam rentang sejarah alam raya yang panjang. Kita menjadi begitu
antroposentris ketika bicara tentang agama, seolah-olah sejarah bermula
dari manusia, lebih khusus lagi manusia beragama.
1
Benar bahwa agama
memainkan peran penting dalam sejarah manusia, tapi kehadirannya baru
dirasakan setelah ratusan ribu tahun manusia hidup tanpa agama.
Kita tak bisa lagi melihat nasib agama dalam perspektif pendek itu.
Wacana tentang apakah agama akan mati atau hidup tidak bisa dilihat dalam
perspektif quantum, tapi harus dilihat dalam perspektif relativitas umum.
Kita berada dalam dunia quantum, hidup bersama agama dan bukan-agama
sekaligus. Kita tidak bisa menilai sesuatu yang terus bergerak bersama kita,
berperilaku ganda, seperti cahaya.
Saya menganalogikan perbincangan tentang agama dan sekularisasi
seperti pembicaraan di dunia sub-atomik. Pertanyaan apakah kita hidup
di dunia yang sekular atau religius sama seperti pertanyaan para ilmuwan
apakah cahaya itu gelombang atau partikel. Cahaya adalah gelombang dan
partikel sekaligus. Begitu juga, kita adalah religius dan sekular pada saat yang
sama. Seperti cahaya, kita bergerak dan berperilaku ganda, kadang menjadi
sekular, kadang menjadi religius. Menjadi sekular atau religius bukanlah
pilihan, tapi merupakan bagian dari proses psiko-biologis yang deterministik.
Agama adalah salah satu inovasi manusia yang paling handal, untuk terus
bertahan hidup, di dunia yang brutal dan tak mengenal belas kasihan.
1
Bacalah Bibel atau al-Quran. Kisah penciptaan dimulai dari Adam, makhluk pertama dan
sekaligus pendiri agama. Menurut Islam, Adam bukan sekadar manusia pertama, tapi juga
seorang nabi.
2
Makalah Diskusi | Januari 2011
Evolusi Agama
Makalah ini akan menjadi sangat panjang kalau saya berbicara tentang asal-
usul dan evolusi agama. Karena itu, saya akan membatasi diri pada sejarah
agama sejauh ia relevan dengan tema utama kita, yakni sekularisasi. Saya juga
tak akan berpanjang lebar membahas perdebatan seputar teori sekularisasi.
Dua pembicara terdahulu, saudara Ioanes Rakhmat dan Trisno Sutanto sudah
menjelaskan cukup detil tentang isu ini.
2
Jika ingin mengetahui lebih jauh,
silahkan rujuk kedua makalah itu, khususnya makalah Ioanes Rakhmat yang
dengan bagus menginventarisir pandangan-pandangan pro dan kontra seputar
sekularisasi. Saya melihat perdebatan tentang teori sekularisasi sangat
melelahkan dan jalan di tempat. Kedua-dua argumen sama meyakinkan atau
sama-sama tidak meyakinkan. Tidak ada yang menang dalam perdebatan itu.
Kita semua tetap sama bingungnya seperti sebelum perdebatan tentang teori
sekularisasi itu dimulai.
Menurut saya, sekularisasi dan desekularisasi tidak bisa dilihat dalam skala
waktu seratus atau dua ratus tahun. Pergerakan budaya dan peradaban manusia
yang panjang tak bisa dilihat dalam perspektif pendek. Dunia kita tidak bisa
dipilah-pilah secara tajam dalam katagori sekular dan non-sekular, agama dan
non-agama. Sekularisasi dan desekularisasi telah ada sejak lama. Tarik menarik
antara yang rasional dan irasional sudah mulai sejak institusi-institusi agama
muncul. Kadang yang sekular berjaya, kali lain yang religius yang menang.
Saya kira ada yang kurang dalam perdebatan tentang sekularisasi yang
dilakukan para sosiolog selama setengah abad terakhir. Pada satu sisi, mereka
meramalkan (atau menginginkan) musnahnya agama-agama akibat proses
modernisasi dan rasionalisasi di dunia modern. Pada sisi lain, mereka kecewa,
karena munculnya institusi-institusi modern, berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta meluasnya birokrasi yang rasional tidak diiringi dengan
matinya agama. Alih-alih berbicara tentang kematian agama, mereka berbicara
tentang wafatnya sekularisasi.
3
Yang kurang dari cara pandang biner semacam itu adalah: agama, pada
satu sisi, didenisikan secara kaku sebagai sebuah produk irasional, yang
karenanya akan tergerus seiring berjalannya rasionalisasi di dunia modern.
Pada sisi lain, dunia modern yang rasional dianggap hanya cocok untuk orang-
orang sekular, sementara kaum beragama perlahan-lahan akan terpinggirkan.
Kenyataannya, agama tidak melulu bersifat irasional, kaum beragama tidak
melulu merasa kontradiktif ketika mereka bersentuhan dengan dunia sains dan
ilmu pengetahuan. Agama selalu dilihat sebagai faktor eksternal yang dengan
mudah begitu saja dilepaskan. Para sosiolog sepertinya mengabaikan bahwa
agama tumbuh dalam diri manusia lewat proses evolusi yang panjang. Jika
teori sekularisasi berbicara tentang manusia secara umum dan bukan tentang
individu-individu, sudah saatnya mereka mendengarkan apa kata para ilmuwan
mutakhir tentang agama.
2
Lihat makalah mereka: Ioanes Rakhmat, Sekularisasi & Desekularisasi; Trisno Sutanto,
Menyelamatkan Sekularisasi, Menyelamatkan Agama, disampaikan dalam diskusi Agama dan
Sekularisme di Ruang Publik. Salihara, 2 Desember 2010.
3
Seperti bisa dibaca dalam tulisan Rodney Stark, Secularization, R.I.P dalam Sociology of
Religion 60 (3) (1999), hh. 249-273.
3
Makalah Diskusi | Januari 2011
Dalam dua dekade terakhir, muncul beragam literatur tentang agama
yang ditulis oleh para saintis. Para astrosikawan semacam Carl Sagan, Paul
Davies, dan Stephen Hawking, berbicara tentang konsep penciptaan dan Tuhan
yang membuka kembali perdebatan lama tentang kosmologi. Sementara para
ahli biologi evolusioner dan syaraf (neuroscience) semacam Richard Dawkins,
Stephen Jay Gould, Daniel Dennett, Steven Pinker, dan Sam Harris, berbicara
tentang peran agama dalam diri manusia. Manusia sebagai bagian dari evolusi
alam raya yang panjang melewati berbagai tahap perkembangan sik dan psikis
yang berimplikasi pada kehidupannya dan kehidupan di sekelilingnya. Agama
adalah salah satu tahap dalam perkembangan manusia sebagai buah dari reaksi
pergulatannya dengan dunia di sekelilingnya.
Ada banyak teori tentang munculnya agama-agama. David Hume, seperti
yang bisa kita lihat dari kutipan di atas, meyakini bahwa agama adalah respon
manusia atas peristiwa menakutkan yang dialaminya. Ketakutan yang berlebihan
kemudian mendorong mereka mencari pegangan dengan menciptakan konsep-
konsep yang dapat membuat mereka tenang. Para ahli biologi kemudian
mengkonrmasi teori Hume dengan mengatakan bahwa agama adalah salah
satu cara manusia untuk bertahan hidup dari dunia yang brutal. Tentu saja ada
banyak cara untuk survive dalam menghadapi tantangan alam. Ketika manusia
tak mampu lagi berlindung dari serangan misteri yang bertubi-tubi, mereka
menemukan agama sebagai penjelas dan obat yang menenangkan.
Bukti-bukti biologis tentang agama sebagai fenomena alam diuraikan dengan
sangat baik oleh Daniel Dennett dalam Breaking the Spell.
4
Menurutnya, agama
merupakan fenomena baru dalam sejarah manusia yang panjang. Usia agama
modern dalam bentuknya yang kita lihat sekarang tak lebih dari 6000an tahun,
jika kita merujuk awal mula tradisi Judaisme. Agama primitif bermula sejak
35.000 ribu tahun silam, dimulai ketika manusia mulai mengadakan ritual
penguburan orang mati. Ras manusia (hominid) sendiri telah berevolusi sejak 2,4
juta tahun silam. 2 juta tahun sebagai makhluk primitif (habilis, ergaster, erectus,
mauritanicus, rhodesiensis, neanderthalensis), dan hampir setengah juta tahun
sisanya sebagai manusia modern (homo sapiens). Dalam rentang yang panjang
itu, manusia tak mengenal agama atau konsep-konsep yang kemudian kita sebut
sebagai agama.
FIGUR 1: LINIMASA SEJARAH AGAMA
Masa Peristiwa Keterangan
33000 SM Ritual penguburan
jenazah
Dimulai oleh Neanderthal
yang mulai mengalami
kepunahan. Homo Sapien
melanjutkan tradisi ini.
25000 SM Penggunaan pewangi
pada jenazah
Manusia modern (homo
sapien)
9831 SM Revolusi Neolitik Perubahan dari tradisi
berburu ke pertanian.
Menjamurnya perayaan dan
pesta.
7500 SM Pendirian rumah-rumah
ibadah di Anatolia
Turki
4
Daniel Dennett. Breaking the Spell: Religion as a Natural Phenomenon. New York: Viking, 2006.
4
Makalah Diskusi | Januari 2011
4000 SM Tradisi Judaisme
bermula
Penciptaan Adam dan Hawa
3108 SM Krishna lahir Hinduisme muncul
3100 SM Stonehenge mulai
dibangun
Monumen batu di Inggris
2635 SM Pembangunan piramida Mesir
2085 SM Ibrahim lahir Ibrahim Ishak Yakub
Yusuf sebagai pendiri tradisi
Judeo-Kristen-Islam
2000 SM Yakub lahir Nama lain Yakub adalah
Israel, darinya nama Bani
Israel muncul.
1391 SM Musa lahir Yahudi
1100 SM Zoroaster lahir Zoroasterisme muncul
1040 SM Daud lahir Yahudi
563 SM Gautama Budha lahir Buddhisme
551 SM Konfusius lahir Konfusianisme muncul
1 M Yesus/Isa lahir Palestina
570 M Muhammad lahir Islam muncul
1469 M Guru Nanak lahir Sikhisme muncul
1517 M Marthin Luther
mengumumkan 95 Tesis
Protestantisme muncul
1817 M Bahaullah lahir Agama Bahai muncul
1835 M Mirza Ghulam Ahmad
lahir
Ahmadiyah muncul
Ketika pertama kali muncul, bentuk agama primitif sangat sederhana. Sejalan
dengan cara hidup manusia yang terbatas, cara mereka mempersepsi dan
mengabstraksi persoalan juga terbatas. Ada kaitan erat antara perkembangan
agama dan bahasa. Semakin kompleks suatu bahasa, semakin kompleks agama
suatu suku/bangsa.
5
Agama-agama modern (Judeo-Kristen dan Hindu-Budha)
adalah agama-agama yang muncul dalam peradaban dengan bahasa yang sudah
kompleks. Konsep-konsep yang dilahirkannya pun jauh lebih kompleks jika
dibandingkan dengan gama-agama primitif. Kekuatan agama-agama modern
adalah daya adaptasinya dan upayanya untuk mengikuti perkembangan manusia.
Bahkan ketika peradaban suatu bangsa punah, agama bangsa itu terus hidup
dan menyebar ke luar batas geogranya.
6
Seleksi alam tak hanya berlaku pada primata dan hewan melata. Tapi juga
pada agama dan institusi-institusi sosial. Agama yang bisa bertahan adalah
agama yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Agama-agama
monoteis, khususnya Kristen dan Islam, cukup pandai dengan mengikuti petuah
Charles Darwin bahwa yang bisa bertahan hidup adalah yang paling pas, survival
of the ttest. Reformasi agama yang terjadi pada dua agama ini, adalah kata lain
5
Steven Pinker. The Language Instinct. New York: HarperPerennial, 1995.
6
Ini bisa kita lihat dengan jelas pada Islam. Meski peradaban bangsa Arab pernah jaya dan
kemudian hancur, agama Islam yang dianutnya tidak ikut punah. Sebaliknya, bahkan menyebar
luas ke negara-negara lain.
5
Makalah Diskusi | Januari 2011
dari adaptasi terus-menerus yang dilakukan masing-masing agama itu. Tanpa
reformasi, keduanya mungkin sudah mengalami kepunahan, ditelan perubahan
dunia yang kurang bersahabat. Agama-agama monoteis agaknya cukup pandai
belajar dari kegagalan agama-agama kuno yang hilang ditelan bumi akibat tak
mampu beradaptasi dengan dunia baru.
7
Yang keliru dari teori sekularisasi adalah menganggap agama-agama monoteis
tak punya mekanisme pertahanan diri menghadapi dunia modern, dunia yang
sekular. Agama-agama monoteis disamakan dengan agama-agama primitif yang
akan tergerus oleh perubahan zaman akibat tak mampu beradaptasi. Yang terjadi
justru sebaliknya, agama-agama monoteis menyediakan perangkat untuk dirinya
berubah terus-menerus. Para teolog Kristen menyebutnya reformasi (reformation)
sementara para teolog Muslim menyebutnya pembaruan (tajdid). Reformasi dan
pembaruan adalah kata lain dari adaptasi, konsep kunci yang bisa menjelaskan
bagaimana makhluk hidup bisa bertahan menghadapi perubahan zaman.
Pembaruan Agama Sebagai Adaptasi
Dengan penjelasan di atas, saya ingin menegaskan bahwa pertanyaan apakah
dunia kita sedang mengalami desekularisasi tidaklah relevan. Desekularisasi
adalah istilah yang buruk yang berusaha menjelaskan sesuatu dengan bukti-
bukti yang tak cukup. Sama seperti sekularisasi, desekularisasi adalah konsep
kabur yang lebih banyak membingungkan ketimbang menjelaskan.
8
Jika yang
dimaksud dengan sekularisasi adalah matinya agama, itu tak akan terjadi,
setidaknya dalam 500 atau 1000 tahun ke depan.
9
Jika yang dimaksud dengan
desekularisasi adalah kebangkitan agama, sejak dulu agama sudah bangkit dan
memainkan perannya yang penting dalam kehidupan manusia. Sekularisasi dan
desekularisasi adalah dua istilah yang tak menjelaskan apa-apa dalam konteks
pembicaraan agama dan perannya bagi manusia.
Saya lebih senang berbicara tentang kelenturan agama dan upayanya untuk
terus bertahan dalam menghadapi gempuran sains dan ilmu pengetahuan.
Agama suatu saat mungkin akan mati. Yang jelas tidak sekarang, tidak juga
dalam waktu dekat. Jika teori sekularisasi itu masih ingin dipakai, ia harus
diletakkan dalam perspektif makrokosmos yang besar dan bukan pada tataran
mikrokosmos di mana kita hidup sekarang. Sekarang ini, lebih baik kita berbicara
tentang upaya agama bertahan menghadapi perubahan zaman, lebih baik kita
berbicara tentang cara agama menyelamatkan diri dari serangan modernisasi
yang datang bertubi-tubi.
Jose Casanova punya penjelasan menarik mengapa agama bisa terus
bertahan dan mampu menyeruak ke ruang-ruang publik. Dengan melakukan
studi di empat negara (Spanyol, Polandia, Brazil, dan Amerika Serikat), dia
menyimpulkan bahwa salah satu kunci sukses mengapa agama akhir-akhir ini
mendominasi ruang-ruang publik bukan karena para pemeluknya melakukan
7
Ada puluhan bahkan ratusan agama pada masa peradaban kuno di Mesir dan Mesopotamia.
Sebagian besar agama-agama itu hilang tak berbekas digantikan oleh agama-agama baru
yang lebih eksibel dan mampu bertahan dari perubahan zaman.
8
Karena alasan ini, Rodney Stark menganjurkan agar kita jangan lagi menggunakan istilah
sekularisasi, karena begitu kaburnya dan tak bermaknanya. Lihat tulisan dia, Secularization
R.I.P.
9
Menurut Daniel Dennett, manusia berada pada tahap puncak dalam beragama. Dalam rentang
evolusi yang panjang, manusia masih akan terus membutuhkan agama, setidaknya dalam 500
atau 1000 tahun ke depan. Agama-agama besar baru berusia 3000an tahun, mungkin perlu
waktu yang sama untuk benar-benar punah.
6
Makalah Diskusi | Januari 2011
perlawanan, tapi justru karena mereka melakukan adaptasi dengan lingkungan
sosial-politik yang dihadapinya. Kaum beragama berusaha beradaptasi dan
memahami setiap konsep-konsep baru yang berkembang di dunia modern,
seperti demokrasi, hak asasi manusia, persamaan, dan kebebasan. Jika mereka
menemukan kontradiksi, mereka akan menafsirkan ulang doktrin-doktrin lama
yang mereka anut agar sesuai dengan semangat zaman yang mereka hadapi.
Casanova mencontohkan bagaimana umat Katolik di Amerika Serikat, meskipun
minoritas tapi memiliki peran yang cukup signikan. Alih-alih mengekslusi diri,
umat Katolik di sana berusaha berintegrasi dengan nilai-nilai Amerika yang
mereka hadapi. Dia menulis:
Orang-orang Katolik Amerika harus selalu membuktikan loyalitas mereka yang
absolut kepada agama sipil Amerika agar bisa diterima oleh negara dan tanpa
harus ditanyai tentang kesetiaan mereka terhadap Vatikan. Jangan terkejut kalau
gereja Katolik Amerika merupakan gereja yang paling Amerika, maksudnya
yang paling patriotis, dibanding seluruh denominasi yang ada dan yang paling
Vatikan di antara gereja-gereja Katolik di negeri itu.
10
Penjelasan Casanova itu bisa dipakai untuk melihat fenomena kebangkitan
agama-agama di dunia, termasuk di negara-negara berpenduduk mayoritas
Muslim. Agama mendominasi ruang-ruang publik bukan karena mereka
melakukan perlawanan terhadap dunia modern, tapi justru karena mereka
berusaha memeluk dan mengikuti perkembangan dunia modern. Tentu
saja, dalam proses adaptasi ini tidak ada yang sepenuhnya sekular dan yang
sepenuhnya agama. Karena dalam situasi seperti ini, seperti kata Casanova,
para pendeta bisa menjadi religius dan sekular sekaligus.
11

Proses adaptasi bukanlah perkara mudah. Orang-orang Barat telah
melakukannya sejak lama dan sampai hari ini mereka terus melakukannya.
Gerakan Reformasi yang dimulai Luther, Calvin, dan Zwingli, sebetulnya
adalah upaya untuk menjawab tantangan zaman. Ajaran Katolik dinilai tak lagi
mampu mengikuti perubahan yang begitu cepat. Perlawanan Vatikan terhadap
ilmuwan dan penolakan mereka terhadap temuan-temuan ilmu bukan membuat
mereka berjaya, tapi justru terpuruk. Semakin gereja melawan perubahan
zaman, semakin mereka ditinggalkan pengikutnya. Salah satu semangat dasar
Reformasi Kristen adalah mengoreksi kekeliruan-kekeliruan doktrin Vatikan
sambil terus berusaha memahami keadaan yang terus berubah. Gerakan protes
terhadap gereja Katolik ini kemudian disebut Protestan dan menjadi simbol
bagi pembaruan keagamaan di dunia Kristen.
12
Di dunia Islam, proses adaptasi terhadap dunia yang berubah telah ada sejak
abad-abad pertama sejarah Islam. Berbeda dengan Kristen, pembaruan atau
reformasi dalam Islam bukanlah sebuah gerakan sosial, tapi merupakan bagian
dari doktrin yang diimani para sarjana dan intelektual agama ini. Konsep pembaruan
(tajdid) yang kini sering diperbincangkan sebetulnya adalah konsep lama yang
pernah sangat populer pada masa-masa awal sejarah peradaban Islam. Tajdid
intinya adalah pembaruan, yakni pembaruan atas doktrin dan pemahaman agama
10
Jos Casanova. Public Religions in the Modern World. Chicago: University of Chicago Press,
1994, h. 168.
11
Ibid, h. 13.
12
Tak tahan menghadapi kritik dan protes, gereja Katolik akhirnya ikut melakukan pembaruan
dari dalam. Gerakan pembaruan yang dimotori oleh Ignatius Loyola (14911556) ini menjadi
langkah awal dunia Katolik untuk beradaptasi dengan dunia modern.
7
Makalah Diskusi | Januari 2011
yang dinilai tidak lagi sesuai dengan semangat zaman. Para ulama menyadari betul
bahwa wahyu telah terputus sejak meninggalnya Nabi, sedangkan persoalan yang
dihadapi manusia semakin kompleks. Keterbatasan halaman kitab suci bukanlah
alasan untuk menjadi mandek. Manusia punya akal yang bisa diandalkan untuk
memahami dan meneruskan peran wahyu yang terputus.
Sepanjang sejarahnya, Islam berkali-kali melakukan pembaruan, baik dalam
hal yang terkait dengan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.
Sebagian upaya pembaruan itu berdampak luas ke tengah masyarakat, sebagain
lainnya gagal. Salah satu upaya pembaruan yang berhasil adalah diterimanya
konsep-konsep yang sebelumnya dianggap bertentangan dengan Islam, seperti
konsep khilafah dan sistem demokrasi. Sebelum abad ke-20, konsep khilafah
menjadi paradigma politik satu-satunya yang bisa diterima kaum Muslim.
Melawannya berarti penyimpangan dan bisa dianggap sesat atau bahkan kar.
Khilafah diyakini sebagai doktrin politik paling fundamental dalam Islam. Namun,
pada pertengahan tahun 1920an, konsep khilafah mengalami tantangan. Dengan
semakin populernya konsep negara-bangsa, sejumlah ulama mulai memikirkan
ulang konsep khilafah. Pada mulanya, gagasan memikirkan ulang konsep khilafah
ditentang sebagian besar ulama. Namun, dengan semakin besarnya dorongan
dari realitas politik, para ulama itu menyerah. Kurang dari tiga dekade setelah
perdebatan itu terjadi, puluhan negara Muslim mendeklarasikan diri sebagai
negara merdeka yang berbasis pada prinsip-prinsip demokrasi, bukan teokrasi.
Sekularisasi dan Pembaruan Agama
Penolakan dan penutupan khilafah secara resmi oleh Mustafa Kamal Ataturk
merupakan peristiwa simbolik pertama sekularisasi yang terjadi di dunia
Islam. Setelah peristiwa ini, beban psikologi kaum Muslim lebih ringan untuk
menjalankan sekularisasi dalam aspek-aspek lain kehidupan mereka. Tentu
saja, dengan ditutupnya khilafah Usmaniyah, tidak serta merta agama menjadi
tidak penting di dunia Islam. Sebaliknya, kaum Muslim justru sedang berusaha
mempertahankan agama agar terus berkiprah dan diterima pemeluknya.
Bayangkan jika lembaga-lembaga agama terus mengecam penutupan khilafah
dan menolak konsep negara-bangsa, sudah pasti mereka akan ditinggalkan
dan tak akan punya peran. Sambil menerima penutupan khilafah mereka
menafsirkan ulang format politik dalam Islam. Perlahan-lahan mereka bisa
menerima demokrasi dan ikut serta meramaikan pestanya (pemilihan umum).
Peristiwa penolakan khilafah itu bisa disebut sebagai sekularisasi,
sementara upaya kaum Muslim untuk terus-menerus menghadirkan nilai-
nilai agama ke ruang-ruang publik sekular yang telah mereka terima sebagai
desekularisasi. Sepanjang hampir satu abad terakhir, proses sekularisasi dan
desekularisasi ini terus terjadi di dunia Islam. Sebagian negara tampak lebih
menonjol aspek sekularnya, seperti yang bisa dilihat pada Turki, Indonesia, dan
Nigeria. Sebagian lain tampak lebih menonjol aspek agamanya seperti terlihat
pada Iran, Arab Saudi, dan beberapa negara Arab lainnya. Sekularisasi dan
desekularisasi adalah proses tarik-menarik yang terus terjadi di dunia Islam
sampai hari ini.
Seperti gerakan reformasi yang terjadi di dunia Kristen, pembaruan dalam Islam
membantu memperlancar proses sekularisasi yang terjadi di negara-negara Muslim.
Sejak abad ke-19, salah satu agenda penting gerakan pembaruan Islam adalah
memahami ulang doktrin-doktrin Islam klasik agar sesuai dengan semangat zaman.
8
Makalah Diskusi | Januari 2011
Upaya pembacaan dan pemahaman ulang ini memberi ruang bagi nilia-nilai klasik
untuk terus hidup di dunia modern. Para pembaru Muslim, sejak Rifaat al-Tahtawi
di Mesir, hingga Nurcholish Madjid di Indonesia, percaya pada kaedah bahwa Islam
bisa hidup dalam semua keadaan (Islam salih li kulli zaman wa makan). Dan salah
satu cara mempertahankan kaedah ini adalah memperbaharui terus doktrin-doktrin
Islam agar tetap cocok dengan perubahan zaman.
Para pembaru Muslim adalah orang yang paling antusias menyaksikan
perkembangan sains dan teknologi modern. Mereka sangat optimis memandang
dunia modern dan meyakini bahwa modernitas mampu membawa manusia dari
dunia kebodohan dan keterbelakangan. Kemajuan hanya mungkin dilakukan
dengan mengadopsi modernisasi. Agama, sebagai salah satu komponen budaya
suatu masyarakat, harus ikut dalam langgam modernisasi yang terus berproses.
Alih-alih meninggalkan agama, para pembaru Muslim justru membawa agama
dan mendorongnya sejauh ia bisa diterima di ruang-ruang publik. Kaum modernis
adalah para pendakwah modernitas bagi masyarakat agama dan sekaligus
penebar nilai-nilai agama bagi dunia modern.
Dalam proses tawar-menawar antara tradisi dan modernitas, antara agama
dan sekularisme, sebenarnya tidak ada yang dimenangkan. Sampai saat ini, tidak
ada satupun negara Muslim yang benar-benar menerapkan sekularisme secara
total. Turki sebetulnya merupakan pengecualian, tapi melihat perkembangan
politik mutakhir di mana partai-partai berkecenderungan agama (seperti AKP)
memenangkan Pemilu, masa depan sekularisme di Turki mulai dipertanyakan.
Kendati demikian, saya tidak melihat bahwa kemenangan partai-partai berbasis
agama di Turki sebagai kekalahan sekularisasi, seperti selama ini disangka
sebagian orang. Menurut saya, di tengah semakin gencarnya tuntutan terhadap
demokrasi dan keinginan untuk mengurangi peran militer, yang terjadi di Turki
sesungguhnya adalah munculnya kekuatan-kekuatan Islam reformis, yakni Islam
yang menyeruak ke ruang-ruang publik dengan membawa nilai-nilai agama yang
termodernkan. Selama ini, sekularisasi yang terjadi di Turki adalah sekularisasi
yang koersif, yang dikawal oleh kekuatan militer. Dengan semakin besarnya
tuntunan masyarakat akan demokrasi, lambat-laun Turki akan menemukan
jalurnya sendiri menjalankan sekularisasi yang lebih alamiah.
Politik adalah salah satu agenda paling penting yang menjadi perhatian para
pembaru Muslim sejak awal abad ke-20. Pemisahan agama dan negara yang
disimbolisasikan dengan penutupan khilafah dan dukungan terhadap konsep
negara-bangsa adalah langkah awal dalam pembaruan politik Islam. Agenda
selanjutnya adalah mengkampanyekan demokrasi sebagai sistem politik terbaik
yang mungkin diadopsi oleh kaum Muslim. Pada paruh pertama abad ke-20,
demokrasi menjadi perdebatan panas di kalangan Muslim. Tapi lima dekade
kemudian, demokrasi tidak lagi menjadi persoalan. Hanya kelompok-kelompok
kecil radikal yang tak bisa menerima demokrasi.
13
Mayoritas kaum Muslim bisa
menerima demokrasi dan menganggapnya sebagai sistem terbaik dari sistem-
sistem politik yang ada lainnya.
Di negara-negara Muslim, sekularisasi dan desekularisasi hadir bersama
demokrasi. Berkat demokrasi, kebangkitan agama muncul di Turki. Berkat
demokrasi, partai-partai Islam mendapat tempat di Indonesia. Berkat
demokrasi, kelompok-kelompok Islam menyeruak ke ruang-ruang publik di
Mesir. Demokrasi membawa berkah dan sekaligus membuat gerah. Atas nama
13
Seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI).
9
Makalah Diskusi | Januari 2011
demokrasi, kelompok mayoritas mendesak dibuatnya aturan yang sesuai dengan
selera mereka. Atas nama demokrasi, suatu kelompok merasa berhak untuk
menonjolkan dan memamerkan identitasnya di ruang-ruang publik. Munculnya
simbol-simbol keagamaan, seperti jilbab dan busana Muslim, adalah bagian dari
ekspresi identitas yang diperjuangkan lewat demokrasi.
Penutup
Dari uraian di atas, saya ingin menyimpulkan beberapa hal. Pertama,
perbincangan tentang apakah agama akan berakhir atau terus hidup dalam
beberapa masa ke depan tak bisa dilihat hanya dari perspektif sosiologis.
Kekeliruan teori sekularisasi (dan juga desekularisasi) selama ini adalah
melihat agama sebagai gejala sosiologis semata yang tak terkait dengan faktor-
faktor lain yang lebih substansial dalam diri manusia, seperti kodrat biologis
dan kondisi psikologis manusia dalam rentang evolusi yang panjang. Temuan-
temuan sains terbaru tentang perilaku manusia dan evolusi kesadaran tak bisa
diabaikan dalam menilai masa depan agama. Nasib agama tak bisa dikaitkan
semata-mata dengan modernisasi dan pembangunan, tapi juga dengan respon-
respon psikologis manusia yang dinamis. Perbincangan nasib agama harus
diletakkan dalam kerangka evolusi manusia yang lebih luas dan tidak dalam
rentang dinamika yang sempit.
Kedua, dalam perspektif evolusi manusia yang panjang, berbicara tentang
kematian agama menjadi absurd, karena agama-agama monoteis baru
mengalami bulan madu dan tampaknya akan terus bertahan hingga beberapa
ratus tahun ke depan. Kita mungkin harus menunggu 500 atau 1000 tahun lagi
untuk membuktikan apakah agama-agama yang ada sekarang bakal benar-
benar lenyap. Jika agama-agama primitif bisa bertahan ribuan tahun, agama-
agama modern yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya, mungkin bakal
mampu bertahan lebih lama lagi.
Ketiga, keberlangsungan (survival) agama-agama modern bukan terletak pada
resistensinya dalam menghadapi perubahan zaman, tapi justru pada eksibilitas
dan upayanya untuk terus bradaptasi dengan lingkungannya. Agama-agama yang
melakukan perlawanan akan mati, tak tahan menghadapi perubahan zaman.
Tapi agama-agama yang melakukan reformasi atau pembaruan, akan hidup dan
bisa diterima. Apa yang para sosiolog sebut sebagai desekularisasi sebetulnya
bukanlah kebangkitan suatu agama, tapi lebih tepat sebagai upaya agama untuk
mendapatkan tempat di dunia modern yang terus berubah. Beberapa aspek
dari desekularisasi sebetulnuya tidak sepenuhnya anti-sekular, tapi justru
menundukkan agama dalam kerangka sekularitas. Ini bisa dilihat dari upaya
kaum Muslim untuk terus-menerus menjustikasi konsep-konsep baru seperti
demokrasi, persamaan, dan hak asasi (yang notabene merupakan produk dunia
sekular), agar sesuai dengan tuntutan modernitas.
Disampaikan dalam Diskusi Agama dan Sekularisme di
Ruang Publik: Pengalaman Dunia Islam di Komunitas
Salihara, Rabu 19 Januari 2011. Makalah ini tidak disunt-
ing. Makalah ini milik Kalam dan tidak untuk dimuat di
mana pun.
Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520 Indonesia
t: +62 21 7891202 f:+62 21 7818849 www.salihara.org

You might also like