You are on page 1of 2

Kost Saya sering digunakan untuk tempat bermajelis para ikhwan, entah dalam rangka melakukan kegiatan kost,

rapat, ataupun sekedar mengobrol. Tawa terkadang selalu menyelimuti setiap obrolanobrolan renyah itu, meski tanpa cemilan, detik berganti menit, menit telah berlalu menjadi hitungan jam, berbagai obrolan ngalor-ngidul tanpa henti bersautan, tak ayal ghibah pun diselipkan dengan halusnya Hingga pada suatu hari Saya bertanya pada diri-sendiri. Sudah berapa lama Saya tinggal disini?, kenapa hapalan tidak kunjung mencapai target, kenapa sikapa Saya tetap tidak ada bendanya dengan saudara yang belum mengaji, kenapa skill bahasa arab juga tak kunjung membaik. Subhanallah, akankah Saya menjadi salah satu mahasiswa yang merugi, sebagaimana yang dikatakan senior Saya di pagi hari selepas membaca kitab. Banyak ikhwan yang menyesal setelah ia meninggalkan Jogja, disini berbagai sarana menuntut ilmu syarI sangat memadai, jadi minimal antum tahu ilmu nahwu Bagaimana bisa Saya tertawa terbahak-bahak, ngobrol ngalor-ngidul tidak jelas mengetahui kenyataan tersebut? Duh sepertinya Saya harus me-maintenence aktivitas konkow-konkow tersebut Tidaklah suatu kaum duduk-duduk di majelis yang tidak ada dzikir kecuali ia bangkit bagai bangkai keledai dan ia akan merasa merugi di hari akhir (Imam Ahmad). Ada potongan hadits yang sangat panjang dari Muadz bin Jabal Radhiyallahu 'Anhu, beliau bertanya kepada Nabi Shallahu 'Alaihi wa Sallam Apakah kita ini akan dimintai pertanggungjawaban atas kalimat yang kita ucapkan? Beliau bersabda ibumu telah kehilangan dirimu wahai Muadz, tidaklah ada seorang manusia yang ditelungkupkan wajahnya kedalam neraka, kecuali disebabkan oleh hasil lisannya. (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi) Selain itu, Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda Barangsiapa yang menjamin untukku dua hal maka Aku jamin baginya surga, barang siapa yang menjaga antara dua mulutnya (lidah) dan menjaga antara dibawah perutnya (kemaluan) maka Allah jamin baginya Surga" Terkadang diantara ikhwan yang ngaji pun tidak bisa terlepas dari masalah perlisanan ini. Mungkin seorang ikhwan jago dalam urusan menjaga diri dari perzinaan, tapi untuk sekedar menjaga satu ucapan yang tidak bermanfaat justru sulit. Saya optimis sebenarnya seorang ikhwan bisa menjaga lisan dengan baik, hanya saja keterbawaan suasana membuatnya lengah. Solusi terbaik adalah DIAM "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendalah ia berkata baik atau diam. Kawanlihatlah, Allah mengaitkan keimanan seorang hamba dengan pandainya ia menjaga lisan. Ucapan Rasulullah Shallahualaihi wassalam tersebut menunjukkan bahwa tidak sama antara diam dan berbicara dalam urusan pahala. Jika seorang hamba berbicara maka hendaklah ia berbicara yang baik, tetapi apabila ia tidak bisa maka hendaknya ia diam

Ya, memang lisan adalah sumber penyumbang dosa terbesar anak Adam, tahukah kawan, bahwasanya banyak kesyirikan berasal dari lisan?nih contohnya si Firaun menyebut dengan lisannya bahwa ia adalah Rabb manusia, kemudian ada Iblis yang telah begitu sombongnya mengatakan Saya lebih tinggi, Engkau ciptakan Aku dari api sedangkan dia dari tanah sebagai bentuk penolakan perintah Allah untuk tunduk pada Nabi Adam. Nah, ini ada hadits terakhir semoga kawan-kawan bisa me-maintenece ulang kebiasaan konkowkonkownya. Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang didalamnya terdapat keridhaan pada Allah dan ia tak tak ambil piker tentangnya (ikhlas) maka Allah angkat derajatnya. Adapun, jika seseorang berbicara dengan satu kalimat di dalam kemurkaan Allah yang ia tak ambil pusing tentangnya maka ia akan Allah jerembahkan ke neraka jahanam (Imam Bukhari) Lalu, bagaimana malaikat menulis ucapan manusia? Pasti ada yang bingung kan? Ulama berselisih pendapat dalam perkara ini kawan, sebagian mengatakan bahwa setiap malaikat menulis semua yang keluar dari lisan, bahkan sampai ucapan yang mubah, misalnya perkataan saya lapar, saya pergi, ayo ngampusI. Nah di peghujung minggu yaitu hari hari kamis, malaikat memilahmilahnya, jika ucapan tersebut merupakan kebaikan maka dimasukkan ke buku catatan baik, begitu sebaliknya Pendapat lain menyebutkan bahwa setiap yang tidak ditulis oleh malaikat kebaikan maka akan ditulis oleh malaikat keburtukan Abu Aufa Pogung Kidul-Lepas tengah malam Footnote: Diinspirasi dari kajian Ustadz Armen Halim Naro rahimahullah berjudul Menjaga Lisan

You might also like