You are on page 1of 28

Tugas kelompok

MAKALAH BUDAYA PERUSAHAAN

D I S U S U N Oleh Kelompok :

Mata Kuliah

: MANAJEMEN MUTU

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH


BANDA ACEH 2003

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada Kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Budaya Perusahaan Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan dosen pembimbing serta teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang Kami miliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis, teman-teman dan seluruh pembaca.

Jakarta, 23 Juni 2002

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

...................................................................................... I

................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Budaya Mutu ........................................................................... 1 B. Lebih Tentang Budaya ................................................................................. C. Budaya Mutu Berdasarkan Iso ..................................................................... D. Dasar Budaya Mutu ..................................................................................... BAB II PEMBAHASAN A. Mengiatkan Perubahan Budaya Mutu B. Perubahan Budaya .................................................... 6 1 2 2

.................................................................................... 8 .......................................................... 9

C. Landasan Kerja Manajemen Mutu D. Evolusi Manajemen Mutu E. Elemen Budaya Mutu

........................................................................ 10

............................................................................... 12 ......... 18

F. Penanggulangan Penolakan Terhadap Perubahan Budaya Mutu G. Penetapan Budaya Mutu BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

......................................................................... 23

........................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... III

BAB I LATAR BELAKANG A. Pengertian Budaya Mutu Budaya adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan integrasi internal, dan karena dalam kurun waktu tertentu telah berjalan atau berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya dibakukan bahwa setiap anggota organisasi harus menerimanya sebagai cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi oleh Shein (1985-1990). Disisi lain, menurut Krober dan Klukhon (1950) kebudayaan, definisinya adalah kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai. Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan budaya lebih terfokus pada pola pikir seseorang yaitu bagaiman cara menganalisa sesuatu hal berdasarkan keyakinannya dan bagaimana langkah yang akan diambil dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu harapan atau tujuan. Sedangkan, kebudayaan itu sendiri lebih menyangkut pada tradisi yang dianut, symbol yang dibentuk suatu kelompok tertentu dan nilai yang menjadi pedoman hidup dalam mengambil tindakan apa yang dibenarkan sesuai dengan tradisi masing masing kelompok etnis.

B.

Lebih Tentang Budaya Budaya adalah keyakinan bersama, nilai, sikap, lembaga, dan pola perilaku yang menjadi ciri anggota komunitas atau organisasi. Dalam budaya bisnis yang sehat, apa yang baik bagi perusahaan dan bagi pelanggan datang bersama-sama dan menjadi kekuatan pendorong di belakang apa yang semua orang tidak suka. Ini adalah budaya yang secara alamiah menekankan perbaikan terus menerus dalam proses, yang menghasilkan tempat kerja yang sehat, pelanggan yang puas, dan perusahaan, tumbuh menguntungkan. Sebuah kekuatan besar TQM dan pandangan sistem adalah bahwa hal itu menunjukkan kepada kita bahwa pertumbuhan, profitabilitas, kepuasan pelanggan, dan lingkungan kerja yang sehat yang tidak

saling eksklusif. Bahkan, mereka saling mendukung dan perlu untuk berhasil dalam jangka panjang. Budaya mutu pada dasarnya adalah penggabungan kualitas dalam sistem keseluruhan organisasi yang mengarah pada lingkungan internal positif dan penciptaan pelanggan senang. Sebuah pola pikir berubah di semua tingkat manajemen adalah alat dasar untuk pelaksanaan seperti suatu budaya. Sebagai proses memulai dimulai kualitas budaya dengan manajer yang memahami nilai pandang sistem dan juga percaya dalam implikasinya. Jadi dalam rangka menciptakan budaya seperti pola pikir yang berubah adalah penting. Dan itu dicapai baik melalui realisasi diri di tingkat atas atau melalui pelatihan dan lokakarya atau mengikuti organisasi.

C.

Budaya Mutu Berdasarkan Iso Budaya mutu perlu diterapkan dalam organisasi/perusahaan. Apalagi dengan adanya International Stadart Organization (ISO. Pengukuran kinerja bisnis dengan penerapan ISO 9001 dan profesi dibidang mutu.Dalam dunia bisnis, kita tidak dapat berjalan tanpa perencanaan. Target dan objective bisnis dapat dicapai jika resources kita handal. Kita harus meningkatkan kinerja bisnis dengan aplikasi Quality Management System dan proses continual improvement. Ternyata semua organisasi/perusahaan punya peluang sama untuk mendapatkan sertifikasi ISO, meskipun organisasi tersebut hanya memiliki satu orang tenaga kerja. Organisasi bisa memperoleh sertifikasi ISO jika tenaga kerjanya multi skill dan mampu meng-handle seluruh pekerjaan dalam organisasinya berdasarkan standar mutu. Tapi sertifikasi ISO bukan hanya dipajang sebagai hiasan dinding saja.

D.

Dasar Budaya Mutu Untuk mengelola dan mengoperasikan sebuah budaya mutu dengan berhasil, bagi pimpinan perlu mengarahkan, mengendalikan dan mengukur dengan cara sistematis dan transparan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Keberhasilan dapat tercapai jika penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen yang dirancang dapat untuk memperbaiki kinerja mutu dan dapat memenuhi kepuasan kebutuhan semua pihak berkepentingan (pengguna jasa mutu). Pengelolaan manajemen mutu pada organisasi mutu mencakup berbagai disiplin ilmu lainnya, tidak sekedar ilmu manajemen saja. Ada delapan dasar manajemen mutu dapat dipakai oleh pucuk pimpinan untuk memimpin organisasi yang menuju ke arah perbaikan kinerja, yaitu meliputi :

Orentasi perhatian terpusat pada kepuasan kebutuhan pengguna Keberlangsungan hidup mutu bergantung pada pengguna jasanya. Pengguna jasa

terbesar untuk mutu adalah mahasiswanya. Oleh karenannya, sudah selayaknya jika mutu hendaknya memahami kebutuhan sekarang dan mendatang mahasiswanya, tidak sekedar memenuhi kebutuhan minimal saja tetapi berusaha melampaui harapan mahasiswanya.

Kepemimpinan Pemimpin perusahaan hendaknya menyusun perencanaan strategi untuk mencapai

visi, misi, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui program-program yang telah disusun. Mereka hendaknya menciptakan dan memelihara lingkungan internal yang memungkinkan semua karyawan dapat melibatkan dirinya secara penuh dalam pencapaian tujuan organisasi.

Melibatkan semua karyawan Karyawan merupakan inti penggerak organisasi, baik karyawan administrasi maupun

karyawan edukatif. Semua karyawan tidak memandang tingkatan hendaknya menggunakan segala kemampuannya untuk dapat memberikan manfaat bagi organisasi yang menaunginya.

Menekankan Proses bukan Hasil Proses kegiatan merupakan hal penting dan utama bagi suatu proses kualitas. Hasil

yang berkualitas tidak dapat dihasilkan tanpa proses yang berkualitas. Efisiensi akan terjadi secara sendirinya jika proses yang dilakukan berkualitas. Oleh karena itu optimalisasi sumberdaya yang dimiliki dan hasil kegiatan yang ingin dicapai perlu dikelola dalam suatu bentuk serangkaian proses.

Pengelolaan Manajemen mutu Menggunakan Pendekatan Sistem Pengelolaan Manajemen mutu menggunakan pendekatan sistem. Artinya, aktivitas

yang diselenggarakan sebuah mutu merupakan serangkaian banyak proses kegiatan yang banyak melibatkan karyawan dari berbagai unit kerja, sehingga tidak dibatasi oleh fungsi kegiatan. Karena itu dalam mengelola aktivitas tersebut terintegrasi dalam sebuah sistem. Tuntutan untuk mengetahui, memahami dan mengelola proses yang terkait sebagai sistem menjadi hal penting bagi semua orang sehingga setiap orang akan memberi sumbangan pada keefektifan dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.

Peningkatan Perbaikan Berkelanjutan Keefektifan dan keefisienan dalam melaksanakan proses kegiatan tidak dapat

diperoleh secara tiba-tiba tetapi perlu terencana dan terprogram serta tidak sesaat. Metode dan cara kerja dari setiap individu dalam organisasi dituntut untuk dapat menemukan metode dan cara yang efektif dan efisien, sehingga untuk mencapainya perlu perbaikan-perbaikan terus menerus. Peningkatan perbaikan berkelanjutan terjadi jika secara periodik ada evaluasi terhadap metode dan cara kerja tersebut. Dengan demikian, perbaikan berkelanjutan organisasi secara menyeluruh hendaknya dijadikan tujuan tetap dari organisasi.

Pendekatan fakta pada pengembalian keputusan Sampai saat ini dikalangan pimpinan Organisasi masih banyak yang memutuskan

suatu kebijakan tidak didasarkan fakta, tetapi interpretasi pribadi. Hal ini mengakibatkan kebijakan yang diambil cenderung by accident atau sekedar trend sehingga hasil yang diperoleh minimalis atau kurang efektif/tidak tepat sasaran dan cenderung high cost (pemborosan) yang seharusnya tidak terjadi. Keputusan yang didasarkan pada analisa data dan informasi akan menghasilkan hasil yang efektif dan tepat sasaran.

Hubungan kemitraan yang saling menguntungkan Pada hakekatnya unit-unit kerja dalam satu organisasi merupakan mitra kerja,

sehingga hubungan antar unit kerja adalah kemitraan. Hasil kerja (keluaran) unit satu akan menjadi dasar pekerjaan (masukan) unit kerja lainnya. Jika keluaran yang dihasilkan unit sebelumnya cacat maka akan membuat unit penerimanya harus memproses kembali agar dapat dikerjakan. Hal ini berarti unit penerima tidak diuntungkan. Akibatnya secara keseluruhan terjadi pemborosan baik waktu maupun biaya. Oleh karena itu, perlu dibangun hubungan kemitraan yang saling menguntungkan agar tercapai efektivitas dan efisiensi dari proses aktivitas tersebut sehingga menciptakan nilai tambah. Hal ini juga berlaku bagi mitra di luar organisasi.

BAB II PEMBAHASAN

A. Mengiatkan Perubahan Budaya Mutu Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang semakin canggih terus menggelobal dan berdampak pada hampir semua sistem kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini. Lembaga ataupun organisasi merupakan salah satu sistem juga tidak dapat terhindar dampak dari kemajuan tersebut, dengan demikian maka disetiap lembaga maupun organisasi dituntut untuk dapat mengantisipasi berbagai perubahan-perubahan tersebut. Keberadaan TQM yang digunakan dalam penerapan di dunia bisnis menuai hasil yang sangat signifikan, sehingga TQM memiliki daya tarik tersendiri, untuk bisa diaplikasikan pada objek-objek kelembagaan atau organisasi, baik dalam bidang politik, sosial. Hal ini dalam rangka efektivitas dan hasil yang baik sebagai target yang diidam-idamkan. Secara filosofis manajemen menekankan pada kepuasan pelanggan, layaknya sebuah perusahaan yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan(customer). Yakni, institusi memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tentunya haruslah bermutu

sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan demikian organisasi maupun lembaga selalu dituntut untuk memperbaiki kualitas mutu demi tercapainya mutu yang baik dan kepuasan pelanggan. Pelanggan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pelanggan dalam (internal customer) dan pelanggan luar (external customer). Yang termasuk pelanggan adalah pengelola dan penyelenggara organisasi maupun lembaga. Adapun pelanggan luarnya adalah mayarakat, pemerintah dan dunia bisnis. Jadi, suatu organisasi dikatakan bermutu apabila kepuasan pelanggan dalam dan pelanggan luar telah terpenuhi. Oleh karena itu, untuk memposisikan organisasi seperti industri jasa, maka harus memenuhi standar mutu Total Quality Management, serta harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Secara operasional mutu dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu terpenuhinya semua spesifikasi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Menurut Edward Sallis (2008: 7) yang pertama dapat disebutquality infect (mutu sesungguhnya) dan kedua disebut quality in perception (mutu persepsi). Selanjutnya dalam operasi Total Quality Management in Education perlu diperhatikan beberapa hal pokok sebagai konsep yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas atau mutu. Adapun hal-hal yang pokok tersebut adalah: pertama, perbaikan secara terus menerus (continuous improvement). Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola hendaknya senantiasa mengadakan perbaikan-perbaikan guna tercapainya mutu yang benar-benar berkualitas sebagaimana yang diharapkan. Adapun perbaikan tersebut membutuhkan introspeksi agar setiap kesalahan yang didapat dalam perjalanannya diketahui dan kemudian terus diperbaiki. Kedua, menentukan standar mutu (quality assurance). Ini merupakan konsep

mendasar untuk menentukan apakah bermutu atau tidak tergantung pada standar mutu yang telah ditentukan oleh pihak pengelola. Penentuan standar mutu harus memenuhi seluruh aspek yang terdapat dalam organisasi, mulai dari tujuan hingga pada peraturan yang digunakan dalam suatu organisasi. Selain itu juga perlu ditentukan standar evaluasi yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mancapai kemampuan dasar pada pelanggan. Ketiga, perubahan kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan untuk membentuk dan menanamkan kesadaran kepada seluruh pengurus dan pengelola organisasi. Di sini pemimpin dituntut untuk terus memotivasi anggotanya agar tetap semangat dan senantiasa menjaga hubungan baik satu sama lain di dalam organisasi. Keempat, perubahan organisasi (up-down organization). Dalam mata rantai dan sturktur organisasi tradisional pada umumnya pemimpin atau menajer tertinggilah yang

mempunyai kekuasaan penuh dan berhak memerintahkan apa saja kepada bawahan.Akan tetapi menurut Edward Sallis (2008: 80) pada kultur organisasi Total Quality

Management (TQM) ini bisa digambarkan seperti piramida terbalik, yang paling teratas dalam struktur tersebut adalah karyawan. Dengan demikian, manajer senior tugasnya hanyalah memberikan dukungan dan wewenang kepada karyawan, bukan memerintahnya. Kelima, menjaga hubungan baik dengan pelanggan (keeping close to be

customer). Karena organisasi mengedapankan kepuasan pelanggan, maka para pengelola dituntut untuk selalu menjaga hubungan baik dengan masyarakat dan karyawan. Jika tidak ada hubungan yang baik di antara mereka maka mustahil akan terjadi kepuasan pada pelanggan. Lima faktor pokok di atas hendaknya menjadi perhatian besar bagi para praktisi organisasi yang menginginkan untuk menerapkan Total Quality Management in

Education. Sebab, jika lima hal pokok di atas tidak dilaksanakan dengan baik, maka mutu yang diinginkan oleh para pelanggan tidak akan tercapai. Selain itu, perlu disadari menjalankan roda organisasi memerlukan manajemen dan pengaturan yang baik. TQM adalah salah satu model manajemen dalam berbasis industri yang dapat dikembangkan.

B. Perubahan Budaya Kualitas yang telah disepakati dalam suatu organisasi akan menjadi budaya dalam organisasi tersebut, untuk menuju kondisi tersebut memerlukan proses pergerakan ataupun perlawanan para anggota organisasi tersebut. Proses menuju budaya kualitas sebagai berikut :

B.1 Mekanisme perubahan budaya Proses ini memerlukan tahapantahapan apakah jangka pendek maupun jangka panjang, semuanya sangat tergantung warga organisasi. Tahapan perubahan yang cepat dan lambat semuanya akan terdapat untung dan rugi bagi organisasi, yang terpenting kesiapan semua anggota organisasi sehingga mekanisme dapat berjalan dengan lancar. Warga organisasi yang bertekad dan komitmen membangun kualitas memerlukan waktu yang tidak terlalu lama, yang penting menyadari saat ini telah berada di era globalisasi yang penuh dengan persaingan. Untuk memenangkan persaingan dibutuhkan SDM yang berkualitas, karena SDM yang berkualitas yang mampu menghadapi dan memenangkan persaingan. Dengan demikian mekanisme perubahan budaya menjadi budaya kualitas suatu keharusan guna tidak tersisihkan dari persaingan dan guna memenangkan. Misalnya suatu perguruan tinggi yang

menganut budaya tradisional menuju budaya kualitas dalam proses belajar mengajar. Proses pembelajaran yang menggunakan transfaransi menuju menggunakan/berbasis teknologi informasi. Mekanisme perubahan ini biasanya akan mendapat perlawanan dari dosen-dosen yang senior/tua, karena perubahan tersebut membuat dosen senior/tua akan tersiksa. Inventarisasi pada masing-masing perguruan tinggi mengenai perubahan budaya akan berbeda-beda sangat tegantung karakteristiknya.

B.2 Penolakan Terhadap Perubahan Budaya Penjelasan di atas telah menggambarkan mekanisme perubahan budaya kemungkinan mulus dan tidak mulus perubahannya. Perubahan budaya yang mulus mungkin proses waktu dapat cepat atau lambat, sedangkan perubahan budaya yang tidak mulus akan melalui pertentangan yang lama. Kedua hal tersebut mengandung penolakan, kalau yang mulus unsur penolakan tidak terlalu lama dan yang tidak mulus unsur penolakan cukup lama dan dapat terjadi pertentangan selamanya.

B.3 Pembentukan Budaya Kualitas Penjelasan di atas menggambarkan bagaimana sulitnya mekanisme perubahan budaya dan penolakan terhadap perubahan budaya. Manusia pada umumnya tidak mau berubah karena sudah merasa enak, dan kalau sudah duduk malas untuk bangun. Diperlukan komitmen anggota organisasi terhadap perubahan budaya tradisional menjadi budaya kualitas, memerlukan proses sosialisasi yang lama, dituntut kesabaran dan sebagainya. Kesediaan warga organisasi menjadi tumpuan dalam pembentukan budaya kualitas, dan terdapat 8 langkah pembentukan budaya kualitas yaitu: 1) mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan, 2) menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan, 3) mengembangkan suatu rencana untuk melakukan perubahan, 4) memahami proses transisi emosional, 5) mengidentifikasi orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan, 6) menerapkan heart and minds approach (level emosional dari pada level intelektual), 7) menerapkan strategi courtship (kemesraan), dan 8) memberikan dukungan

C. Landasan Kerja Manajemen Mutu

Manajemen mutu adalah merupakan sebuah filsafat dan budaya organisasi yang menekankan kepada upaya menciptakan mutu yang konstan melalui setiap aspek dalam kegiatan organisasi. Manajemen mutu membutuhkan pemahaman mengenai sifat mutu dan sifat sistem mutu serta komitmen manajemen untuk bekerja dalm berbagai cara. Manajemen mutu sangat memerlukan figure pemimpin yang mampu memotivasi agar seluruh anggota dalam organisai dapat memberikan konstribusi semaksimal mungkin kepada organisasi. Hal tersebut dapat dibangkitkan melalui pemahaman dan penjiwaan secara sadar bahwa mutu suatu produk atau jasa tidak hanya menjadi tanggung jawab pimpinan, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh anggota dalam organisasi. Pengertian Mutu adalah Dugaan dan penafsiran yang sering timbul bahwa "mutu" diartikan sebagai sesuatu yang : Unggul dan bermutu tinggi Mahal harganya Kelas, tingkat atau bernilai tinggi

Dugaan dan penafsiran tersebut di atas kurang tepat untuk dijadikan dasar dalam menganalisa dan menilai mutu suatu produk atau pelayanan. Tidak jauh berbeda dengan kebiasan mendefinisikan "mutu" dengan cara membandingkan satu produk dengan produk lainnya. Misalnya jam tangan Seiko lebih baik dari jam tangan Alba. Kedua pengertian mutu tersebut pada dasarnya mengartikan tingkat keseragaman yang dapat diramalkan dan diandalkan, disesuaikan dengan kebutuhan serta dapat diterima oleh pelanggan (custumer). Secara singkat mutu dapat diartikan: kesesuaian penggunaan atau kesesuaian tujuan atau kepuasan pelanggan atau pemenuhan terhadap persyaratan. Manajemen mutu dapat dianggap memiliki tiga komponen utama: pengendalian mutu, jaminan mutu dan perbaikan mutu. Manajemen mutu berfokue tidak hanya pada mutu produk, namun juga cara untuk mencapainya. Manajemen mutu menggunakan jaminan mutu dan pengendalian terhadap proses dan produk untuk mencapai mutu secara lebih konsisten.

D. Evolusi Manajemen Mutu Manajemen mutu adalah fenomena mutakhir. Kebudayaan maju yang mendukung seni dan kerajinan membolehkan pembeli memilih barang dengan standar mutu yang lebih tinggi dibandingkan dengan barang normal. Dalam masyarakat dimana seni dan kerajinan dihargai, salah satu tugas dari sang empu adalah mengepalai bengkel, serta melatih dan mengawasi pegawai dan pemagang. Sang empu menetapkan standar, menilai pekerjaan

pegawai dan memerintahkan pengerjaan ulang ataupun perbaaikan yang diperlukan. Pekerjaan secara kerajinan memiliki keterbatasan yaitu hanya mampu menghasilkan sedikit produk, namun dipihak lain memiliki keunggulan yaitu setiap produk dapat dibuat secara berbeda sesuai dengan keinginan pemesan. Pendekatan pekerjaan kerajinan terhadap mutu merupakan masukan utama saat pembentukan awal manajemen mutu sebagai bagian dari ilmu manajemen. Revolusi industri mengganti pendekatan pekerjaan kerajinan dengan produksi masal dan pekerjaan berulang yang bertujuan untuk menghasilkan barang yang sama dalam jumlah yang besar. Penggagas awal di Amerika Serikat terhadap pendekatan ini adalah Eli Whitney, saat dia menganjurkan pembuatan komponen senapan, yang memiliki sifat mampu-tukar, sehingga dapat membentuk lini perakitan senapan. Penggagas selanjutnya adalah Frederick Winslow Taylor, seorang insinyur mekanik yang mengupayakan perbaikan efisiensi industrial. Dia sering disebut sebagai "bapak manajemen ilmiah," Dia merintis gagasan Pergerakan Efisiensi (Efficiency Movement) yang kemudian menjadi bagian dari dasar-dasar manajemen mutu, termasuk aspek standardisasi dan praktek perbaikan. Henry Ford juga merupakan tokoh penting yang menerapkan praktek manajemen mutu dalam lini perakitan mobil Ford. Di Jerman, Karl Friedrich Benz, yang sering disebut sebagai penemu kendaraan bermotor, mencoba praktek produksi secara perakitan, walaupun produksi masal sepenuhnya baru dilaksanakan oleh Volkswagen setelah perang dunia kedua. Sejak periode ini, maka selanjutnya perusahaan di Eropa dan Amerika Serikat berfokus kepada produksi dengan biaya yang lebih rendah dan efisiensi yang lebih tinggi.

Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dalam manajemen mutu, pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu: - Pelanggan internal (di dalam organisasi) - Pelanggan eksternak (di luar organisasi) Manajemen mutu adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu. Pencapaian mutu yang diinginkan memerlukan kesepakatan dan partisipasi seluruh anggota organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen mutu ada pada pimpinan puncak. Untuk melaksanakan manajemen mutu dengan baik dan menuju keberhasilan.

E. Elemen Budaya Mutu

Sebagian besar ilmuan sosial yang melakukan studi tentang organisasi setuju bahwa budaya itu berasal atau bahkan terdiri dari kepercayaan atau nilai yang mendasar. Kepercayaan dan nilai ini biasanya diciptakan dan diekspresikan oleh pemimpin dan di tularkan pada anggotanya. Kepercayaan memberikan pernyataan Jika.. maka jika melakukan sesuatu maka akan mengakibatkan sesuatu yang lain. Sedangkan nilai diartikan sebuah proses yang harus dikontrol untuk menentukan tiga hal, yaitu: 1. Performa yang luar biasa, 2. Memproduksi barang yang baik dan, 3. memberikan servis yang bermutu tinggi. Nilai yang pertama merupakan nilai yang sulit dilaksanakan secara maksimal dalam sebuah organisasi. Sedangkan nilai yang kedua merupakan nilai yang berhubungan secara langsung dengan adaptasi dan pencapaian tujuan organisasi serta berhubungan tidak langsung terhadap koordinasi dan aktivitas kerja yang efektif. Kepercayaan dan nilai merupakan hal yang paling penting ketika menghadapi tiga bidang krusial dalam organisasi fungsional, seperti: penyesuaian terhadap perubahan, pencapaian tujuan, dan

pengkoordinasian tenaga kerja. Nilai dan kepercayaan yang membangun budaya TQM meyakinkan bahwa anggota organisasi bekerjasama untuk menyelesaikan kerja mereka dengan tujuan utama: Kualitas untuk pelanggan. Apabila TQM berguna untuk membangun elemen integral dari budaya organisasi, Seperangkat nilai dan kepercayaan merupakan bagian terpenting dari budaya tersebut. Nilai dan kepercayaan mengingatkan pada kita yang benar dan yang salah (if.then). Bentuk budaya sangat komplek. Dalam membentuk budaya organisasi, kepercayaaan dan nilai saling mendukung dan melengkapi satu sama lain. Agar dapat dimengerti dengan baik, budaya TQM ini dibagi menjadi delapan elemen penting yaitu sebagai berikut: 1) Etika 2) Integritas (kejujuran) 3) Kepercayaan 4) Pelatihan (training) 5) Kerja tim (team work) 6) Kepemimpinan (leadership) 7) Penghargaan (recognition) 8) Komunikasi

TQM telah diciptakan untuk menggambarkan sebuah filsafat yang menjadikan mutu sebagai tenaga penggerak di belakang kepemimpinan, desain, perencanaan, dan inisiatif perbaikan. Untuk hal itu, TQM membutuhkan bantuan dari kedelapan elemen kunci di atas. Elemen-elemen ini selanjutnya dapat dikelompokkan lagi ke dalam empat bagian berdasarkan fungsinya dalam membentuk struktur bangunan TQM. Keempat bagian tersebut adalah: Etika, integritas dan kepercayaan (pondasi) Pelatihan, kerja tim, dan kepemimpinan (batu bata) Komunikasi (campuran semen) Penghargaan (atap)

1.

Etika, Integritas Dan Kepercayaan (pondasi) TQM dibangun di atas pondasi yang terdiri dari etika, integritas dan kepercayaan.

Ketiga hal tersebut membantu perkembangan keterbukaan, keadilan dan ketulusan, serta menghargai keterlibatan semua individu. Etika, integritas dan kepercayaan merupakan kunci untuk membuka potensi pokok dari TQM. Ketiga elemen ini bergerak bersama-sama, namun demikian, setiap elemen menyumbangkan sesuatu yang berbeda dalam konsep TQM. Etika adalah disiplin yang terkait dengan kebaikan dan keburukan dalam berbagai situasi. Ia merupakan dua sisi mata uang yang dilambangkan oleh etika organisasi dan etika individu. Etika organisasi membentuk sebuah kode etik bisnis yang menguraikan petunjuk bagi semua anggotanya dan harus melekat dalam pekerjaan sehari-hari mereka. Sedangkan etika individu mencakup kebenaran dan kesalahan perseorangan. Integritas mencakup kejujuran, moral, nilai-nilai, keadilan, dan kesetiaan terhadap kebenaran dan keikhlasan. Karakteristiknya adalah bahwa apa yang diharapkan oleh pelanggan (internal/eksternal) dan apa yang memang layak untuk mereka terima. Lawan dari integritas adalah sikap bermuka dua (munafik), dan TQM tidak akan dapat bekerja dengan baik dalam suasana tersebut. Kepercayaan adalah produk dari integritas dan prilaku yang beretika. Tanpa kepercayaan, kerangka kerja dari TQM tidak dapat dibangun. Kepercayaan membantu perkembangan partisipasi penuh dari semua anggota organisasi. Ia memperkenankan aktifitas pemberian wewenang yang mendorong kebanggaan turut memiliki perusahaan dan juga komitmen. Ia memberi peluang dilakukannya pengambilan keputusan pada semua level dalam organisasi, mengembangkan penanganan resiko oleh tiap-tiap individu untuk perbaikan berkelanjutan dan membantu dalam menjamin bahwa ukuran-ukuran yang digunakan terpusat pada perbaikan proses dan tidak digunakan untuk melawan pendapat

orang lain. Kepercayaan adalah sifat dasar untuk menjamin kepuasan pelanggan. Jadi, kepercayaan membangun lingkungan yang kooperatif (saling bekerjasama) sebagai dasar untuk TQM.

2. Pelatihan, Kerja Tim, Dan Kepemimpinan(batu bata) Dengan didasari oleh pondasi yang kuat dari etika, integritas, dan kepercayaan, selanjutnya batu bata untuk membangun dinding TQM bisa diletakkan diatasnya sampai pada dasar atap dari pengakuan atau penghargaan, dimana batu bata itu meliputi: Pelatihan (training) sangat penting artinya bagi karyawan organisasi agar bisa menjadi lebih produktif. Disamping itu para Supervisor mesti bertanggungjawab dalam menerapkan TQM di departemennya, termasuk mengajarkan filsafat dasar dari TQM kepada semua bawahannya. Training yang biasanya dibutuhkan oleh para karyawan dalam mendukung penerapan TQM antara lain; kemampuan interpersonal, kecakapan bekerjasama dalam tim, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, analisa dan perbaikan kinerja pengelolaan pekerjaan, ekonomi bisnis, dan keterampilan teknis. Pada saat penciptaan dan pembentukan TQM, para karyawan hendaknya segera dilatih agar mereka dapat menjadi karyawan yang efektif bagi perusahaan. Kerjasama tim juga merupakan sebuah elemen kunci dari TQM, yang menjadi alat bagi organisasi dalam mencapai kesuksesan. Dengan menggunakan tim kerja, organisasi akan dapat memperoleh penyelesaian yang cepat dan tepat terhadap semua masalah. Suatu tim biasanya juga memberikan perbaikan-perbaikan permanen dalam proses dan operasi-operasi. Dalam sebuah tim, orang-orang merasa lebih nyaman untuk mengajukan masalah-masalah yang terjadi dan dapat dengan segera memperoleh bantuan dari pekerja-pekerja lainnya berupa solusi-solusi yang akan digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi. Secara umum terdapat tiga jenis tim yang diadopsi oleh organisasi TQM:

a) Tim Perbaikan Mutu (Quality Improvement Teams atau QITs) Jenis ini merupakan bentuk tim sementara yang dibentuk untuk menyelesaikan suatu masalah spesifik yang sering terjadi berulang-ulang. Tim ini biasanya dibentuk untuk periode tertentu antara 3 sampai 12 bulan.

b) Tim Penyelesaian Masalah (Problem Solving Teams atau PSTs) Jenis ini juga merupakan bentuk tim sementara yang dibentuk untuk memecahkan masalah-masalah tertentu dan juga untuk mengidentifikasi dan mengatasi penyebab dari

masalah-masalah tersebut. Umumnya tim ini dibentuk untuk masa kerja 1 minggu sampai 3 bulan.

c) Tim Kerja Biasa (Natural Work Teams atau NWTs) Jenis ini terdiri dari sejumlah grup-grup kecil dari pekerja-pekerja terampil yang saling berbagi tugas dan tanggungjawab. Tim ini menggunakan konsep-konsep seperti keterlibatan semua karyawan, pengaturan mandiri dan lingkaran mutu (quality circles). Timtim ini biasanya bekerja untuk jangka waktu 1 sampai 2 jam per minggu. Kepemimpinan mungkin merupakan hal yang paling penting dalam TQM. Ia muncul pada semua tempat dalam organisasi. Kepemimpinan dalam TQM membutuhkan ManagerManager yang dapat memberikan pandangan atau visi yang dapat memberikan ilham, membuat arahan strategis yang dapat dimengerti oleh semua orang dan menanamkan nilainilai sebagai pedoman bagi bawahannya. Agar TQM bisa berhasil diterapkan dalam organisasi, para Supervisor juga harus secara sungguh-sungguh memimpin bawahannya. Seorang Supervisor harus mengerti TQM, percaya akan kegunaannya dan kemudian menunjukkan kesungguhan dan kepercayaannya itu dalam mempraktekkan TQM setiap hari. Para Supervisor harus memastikan bahwa strategi, filsafat dasar, nilai-nilai dan sasaran-sasaran mutu telah disampaikan kepada bawahannya disepanjang organisasi untuk menghasilkan fokus, kejelasan dan arah dari TQM. Kunci terpenting adalah bahwa TQM harus diperkenalkan dan dipimpin oleh manajemen puncak. Komitmen dan keterlibatan personal dari manajemen puncak dibutuhkan dalam rangka penciptaan dan penyebaran nilai-nilai dan sasaran-sasaran mutu yang jelas dan bersesuaian dengan sasaran-sasaran dari perusahaan, serta penciptaan dan penyebaran sistem yang terdefinisi dengan baik, metoda-metoda dan pengukur kinerja untuk mengukur pencapaian sasaran-sasaran tersebut.

3. Komunikasi (campuran semen) Komunikasi akan mengikat segala sesuatu secara bersama-sama. Dimulai dari pondasi sampai ke atap dari suatu bangunan TQM, semua elemen diikat oleh campuran semen pengikat berupa komunikasi. Ia bertindak sebagai sebuah mata rantai penghubung antara semua elemen TQM. Komunikasi berarti sebuah pemahaman bersama terhadap satu atau sekelompok ide-ide antara pengirim dan penerima informasi. TQM yang sukses menuntut komunikasi dengan, dan/atau diantara, semua anggota organisasi, pemasok dan juga pelanggan.

Para Supervisor harus memelihara keterbukaan dari arus komunikasi dimana seluruh karyawannya dapat mengirim dan menerima semua informasi tentang proses-proses TQM. Adalah suatu hal yang vital bahwa komunikasi harus dirangkai dengan penyampaian informasi yang benar bukan dengan informasi yang keliru. Supaya komunikasi bisa menjadi sesuatu yang dapat dipercaya maka pesan yang disampaikan harus jelas dan penerima informasi harus memiliki penafsiran yang sama dengan apa yang dimaksud pengirimnya. 4. Penghargaan (atap) Penghargaan adalah elemen terakhir dari keseluruhan sistem TQM. Ia sebaiknya diberikan untuk saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang memuaskan baik dihasilkan oleh suatu tim ataupun individu. Para karyawan akan didorong untuk berusaha keras memperoleh penghargaan untuk dirinya dan untuk timnya. Menemukan dan mengenal para kontributor dari saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang baik tersebut merupakan tugas dari seorang Supervisor. Begitu para kontributor ini dihargai, mereka akan dapat mengalami perubahan yang sangat besar dalam hal penghargaan-diri, produktivitas, mutu dan jumlah karya, yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk berusaha lebih giat dalam tugas sehari-harinya. Penghargaan datang dalam bentuk terbaiknya jika saran-saran tersebut diikuti oleh sebuah tindakan langsung untuk mencapai hasil yang baik oleh kontributor tersebut. Penting interpretasi Anda sendiri pada ide-ide ini penting. Anda dapat membaca buku atau menghadiri seminar yang menyarankan formula untuk mengikuti untuk mengubah budaya Anda, tetapi ketika Anda mencoba rumus tidak bekerja. Alasannya adalah bahwa formula tidak mengatasi masalah khusus Anda, kepribadian Anda, dan pengalaman Anda. Anda tidak dapat mengikuti rencana orang lain dan berharap akan bekerja untuk Anda. Rencana yang akan bekerja untuk Anda adalah milikmu, bukan milikku atau orang lain. Namun, Anda juga perlu menghargai bahwa nilai-nilai seperti yang dibahas di sini berada di jantung perusahaan yang adalah tempat yang bagus untuk bekerja dan perusahaanperusahaan yang terus semakin baik dalam melayani pelanggan. Jika saya telah berhasil meyakinkan Anda tentang ini, maka mengambil kepemilikan ide-ide ini dan membuat mereka sendiri. Bekerja dengan orang lain di perusahaan Anda untuk mengekspresikan mereka dengan cara yang konsisten dengan kepribadian Anda dan kebutuhan perusahaan Anda. Berikut adalah beberapa saran untuk melakukan hal ini.

F. Penanggulangan Penolakan Terhadap Perubahan Budaya Mutu setiap orang mendefinisikan perusahaan tidak hanya sebagai bangunan, aset, dan karyawan, tetapi juga pelanggan dan pemasok. Ini menyoroti bahwa kesejahteraan perusahaan secara langsung terikat dengan yang pemasok, karyawan, dan

pelanggan. Tujuannya adalah konsisten menang-menang bagi semua pihak. Dalam jenis budaya, orang-orang berbagi kepedulian untuk semua orang di perusahaan terus memperbaiki apa yang mereka lakukan untuk kesejahteraan bersama antara perusahaan dan pelanggan, dan mereka telah menyiapkan metode untuk melembagakan perbaikan proses. Memajukan pengembangan tim dan kerja sama tim ketika kolaborasi yang tepat untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam jenis organisasi, orang memeriksa tugas-tugas yang perlu dilakukan. Mereka kemudian melihat saling ketergantungan di antara orang yang terlibat dan mengatur tim di seluruh tugas-tugas. Hal ini mengingatkan kita bahwa pekerjaan akan dilakukan oleh anggota tim saling mendukung satu sama lain. Hal ini menegaskan gagasan bahwa setiap orang dalam perusahaan baik pelanggan dan pemasok kepada karyawan lainnya. Saat masalah muncul, orang-orang dalam tim beroperasi bersama-sama untuk lebih memahami proses dan mencari bersama bagaimana untuk memecahkan masalah. Manajer tidak hanya bereaksi terhadap masalah.Sebaliknya, mereka secara proaktif mencari cara untuk meningkatkan semua waktu untuk mengurangi kemungkinan masalah yang terjadi di tempat pertama. Komitmen untuk meningkatkan kerjasama tim tentu akan memperluas kepada pemasok dan pelanggan. Perusahaan mengakui ketergantungannya pada pemasoknya dan kebutuhan untuk melihat mereka sebagai mitra. Kerjasama memungkinkan pemasok untuk menghabiskan energi mereka pada memberikan barang-barang berkualitas tinggi sebagai pelanggan mereka. Yang menerjemahkan menjadi kualitas bagi pelanggan Anda.Kerjasama ini menjadi pendekatan cerdas, logis. Pendekatan logis dan tidak pantas, sebaliknya, bekerja sama dengan pemasok seolah-olah mereka musuh - masih praktek standar di banyak perusahaan. Hal yang sama berlaku dengan pelanggan, mengingatkan kita bahwa kesejahteraan perusahaan secara langsung terkait dengan kesejahteraan

pelanggan. Memperlakukan mereka sebagai anggota tim berarti bahwa membuat mereka sukses menjadi bagian dari keberhasilan. kerja sama perusahaan dapat membantu perusahaan menghasilkan kesetiaan karyawan yang kuat, yang mengurangi biaya yang terlibat dalam merekrut, mempekerjakan, dan penggantian pelatihan. Karyawan mengakui bahwa sulit untuk menemukan majikan yang

benar-benar mengerti apa artinya mengatakan "kita semua ini bersama-sama." Bila kita memiliki teman yang tetap setia kepada kita melalui saat-saat yang baik dan yang buruk, kita akan setia kepadanya atau dia juga. Hal yang sama berlaku dengan tempat kerja, loyalitas melahirkan loyalitas. Dan gagasan bahwa setiap orang memiliki peran untuk bermain dan saham dalam keberhasilan perusahaan berarti pemimpin sebagai manajer. Bila pemimpin peduli tentang mereka, mereka akan peduli tentang pemimpin dan perusahaan. Beberapa pengalaman yang karyawan telah memiliki dalam kehidupan kerja, di mana manajer adalah inspirasi dan menyenangkan untuk bekerja. Pengalaman ini mungkin satu di mana karyawan merasa lebih seperti seorang rekan untuk ini individu (dan untuk karyawan sesama) daripada seorang bawahan. Anda juga mungkin merasa bebas untuk mencoba hal baru tanpa takut akan pembalasan. Orang ini, dalam peran manajemen nya, mungkin melihat ke luar untuk karyawan dan seseorang yang karyawan merasa bisa mengandalkan manajer. Jika karyawan seperti kebanyakan dari kita, Anda mungkin merasa Anda bisa menjadi paling produktif dan puas terhadap pekerjaan dalam situasi seperti ini. Sekarang merenungkan saat-saat ketika kita sudah memiliki manajer yang mencoba untuk menegaskan otoritas nya atas kita. Mungkin ini dalam menegakkan kebijakan tampaknya tak ada artinya tanpa banyak pikir untuk nilai mereka atau tujuan untuk mendapatkan sesuatu. karyawan tidak diragukan lagi merasa frustasi dan terbatas pada kemampuannya untuk berkontribusi. Skenario terakhir ini prosedur standar operasi di banyak perusahaan. Dalam manajemen hirarkis tradisional, perusahaan menjadi tempat di mana orang merasa mereka tidak dapat mengambil keuntungan penuh dari kemampuan mereka. Namun dalam pasar yang kompetitif saat ini, ini hanya tidak masuk akal. Ini kontraproduktif untuk membawa keluar yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain. Keberadaan atasan dalam suatu perusahaan menciptakan kebutuhan bawahan. Ini tidak berarti bahwa beberapa orang tidak memiliki tanggung jawab lebih dari yang lain. Juga tidak berarti bahwa beberapa orang tidak ditugaskan untuk mengawasi proses di mana beberapa orang yang bekerja. Ini menunjukkan kepada semua orang bahwa pekerjaan semua anggota perusahaan yang penting dan menambah nilai terhadap hasil akhir. Ia mengatakan kita akan fokus pada tujuan yang kita semua di sini: Untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih baik menciptakan bahwa hubungan saling menguntungkan antara kami dan pelanggan kami. Sebagai manajer, tugasnya adalah dengan menggunakan otoritas sebagai manajer untuk mendukung kepentingan bersama dari tim secara terbuka dan dengan seksama.

Ketika sebuah budaya perusahaan menghilangkan mentalitas balik hubungan atasanbawahan, lebih banyak orang bebas mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka. Tentu saja, ini hanya bisa terjadi jika manajer dan semua orang benar-benar percaya kerjasama apa yang paling penting. Ketika semua orang merasa seperti seorang rekan dan bukan hanya roda penggerak dalam sebuah mesin dikendalikan oleh orang lain, orang akan mengalami rasa kerjasama. Ini kemudian menjadi motor penggerak sadar perilaku. Penjelasan di atas telah menggambarkan mekanisme perubahan budaya kemungkinan mulus dan tidak mulus perubahannya. Perubahan budaya yang mulus mungkin proses waktu dapat cepat atau lambat, sedangkan perubahan budaya yang tidak mulus akan melalui pertentangan yang lama. Kedua hal tersebut mengandung penolakan, kalau yang mulus unsur penolakan tidak terlalu lama dan yang tidak mulus unsur penolakan cukup lama dan dapat terjadi pertentangan selamanya. setiap orang mendefinisikan perusahaan tidak hanya sebagai bangunan, aset, dan karyawan, tetapi juga pelanggan dan pemasok. Ini menyoroti bahwa kesejahteraan perusahaan secara langsung terikat dengan yang pemasok, karyawan, dan

pelanggan. Tujuannya adalah konsisten menang-menang bagi semua pihak. Dalam jenis budaya, orang-orang berbagi kepedulian untuk semua orang di perusahaan terus memperbaiki apa yang mereka lakukan untuk kesejahteraan bersama antara perusahaan dan pelanggan, dan mereka telah menyiapkan metode untuk melembagakan perbaikan proses. Memajukan pengembangan tim dan kerja sama tim ketika kolaborasi yang tepat untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam jenis organisasi, orang memeriksa tugas-tugas yang perlu dilakukan. Mereka kemudian melihat saling ketergantungan di antara orang yang terlibat dan mengatur tim di seluruh tugas-tugas. Hal ini mengingatkan kita bahwa pekerjaan akan dilakukan oleh anggota tim saling mendukung satu sama lain. Hal ini menegaskan gagasan bahwa setiap orang dalam perusahaan baik pelanggan dan pemasok kepada karyawan lainnya. Saat masalah muncul, orang-orang dalam tim beroperasi bersama-sama untuk lebih memahami proses dan mencari bersama bagaimana untuk memecahkan masalah. Manajer tidak hanya bereaksi terhadap masalah.Sebaliknya, mereka secara proaktif mencari cara untuk meningkatkan semua waktu untuk mengurangi kemungkinan masalah yang terjadi di tempat pertama. Komitmen untuk meningkatkan kerjasama tim tentu akan memperluas kepada pemasok dan pelanggan. Perusahaan mengakui ketergantungannya pada pemasoknya dan kebutuhan untuk melihat mereka sebagai mitra. Kerjasama memungkinkan pemasok untuk menghabiskan energi mereka pada memberikan barang-barang berkualitas tinggi sebagai

pelanggan mereka. Yang menerjemahkan menjadi kualitas bagi pelanggan Anda.Kerjasama ini menjadi pendekatan cerdas, logis. Pendekatan logis dan tidak pantas, sebaliknya, bekerja sama dengan pemasok seolah-olah mereka musuh - masih praktek standar di banyak perusahaan. Hal yang sama berlaku dengan pelanggan, mengingatkan kita bahwa kesejahteraan perusahaan secara langsung terkait dengan kesejahteraan

pelanggan. Memperlakukan mereka sebagai anggota tim berarti bahwa membuat mereka sukses menjadi bagian dari keberhasilan. kerja sama perusahaan dapat membantu perusahaan menghasilkan kesetiaan karyawan yang kuat, yang mengurangi biaya yang terlibat dalam merekrut, mempekerjakan, dan penggantian pelatihan. Karyawan mengakui bahwa sulit untuk menemukan majikan yang benar-benar mengerti apa artinya mengatakan "kita semua ini bersama-sama." Bila kita memiliki teman yang tetap setia kepada kita melalui saat-saat yang baik dan yang buruk, kita akan setia kepadanya atau dia juga. Hal yang sama berlaku dengan tempat kerja, loyalitas melahirkan loyalitas. Dan gagasan bahwa setiap orang memiliki peran untuk bermain dan saham dalam keberhasilan perusahaan berarti pemimpin sebagai manajer. Bila pemimpin peduli tentang mereka, mereka akan peduli tentang pemimpin dan perusahaan. beberapa pengalaman yang karyawan telah dimiliki dalam kehidupan kerja, di mana manajer adalah inspirasi dan menyenangkan untuk bekerja. Pengalaman ini mungkin satu di mana karyawan merasa lebih seperti seorang rekan untuk ini individu (dan untuk karyawan sesama) daripada seorang bawahan. Anda juga mungkin merasa bebas untuk mencoba hal baru tanpa takut akan pembalasan. Orang ini, dalam peran manajemen nya, mungkin melihat ke luar untuk karyawan dan seseorang yang karyawan merasa bisa mengandalkan manajer. Jika karyawan seperti kebanyakan dari kita, Anda mungkin merasa Anda bisa menjadi paling produktif dan puas terhadap pekerjaan dalam situasi seperti ini. Sekarang merenungkan saat-saat ketika kita sudah memiliki manajer yang mencoba untuk menegaskan otoritas nya atas kita. Mungkin ini dalam menegakkan kebijakan tampaknya tak ada artinya tanpa banyak pikir untuk nilai mereka atau tujuan untuk mendapatkan sesuatu. karyawan tidak diragukan lagi merasa frustasi dan terbatas pada kemampuannya untuk berkontribusi. Skenario terakhir ini prosedur standar operasi di banyak perusahaan. Dalam manajemen hirarkis tradisional, perusahaan menjadi tempat di mana orang merasa mereka tidak dapat mengambil keuntungan penuh dari kemampuan mereka. Namun dalam pasar yang kompetitif saat ini, ini hanya tidak masuk akal. Ini kontraproduktif untuk

membawa keluar yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain. Keberadaan atasan dalam suatu perusahaan menciptakan kebutuhan bawahan. Ini tidak berarti bahwa beberapa orang tidak memiliki tanggung jawab lebih dari yang lain. Juga tidak berarti bahwa beberapa orang tidak ditugaskan untuk mengawasi proses di mana beberapa orang yang bekerja. Ini menunjukkan kepada semua orang bahwa pekerjaan semua anggota perusahaan yang penting dan menambah nilai terhadap hasil akhir. Ia mengatakan kita akan fokus pada tujuan yang kita semua di sini: Untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih baik menciptakan bahwa hubungan saling menguntungkan antara kami dan pelanggan kami. Sebagai manajer, tugasnya adalah dengan menggunakan otoritas sebagai manajer untuk mendukung kepentingan bersama dari tim secara terbuka dan dengan seksama. Ketika sebuah budaya perusahaan menghilangkan mentalitas balik hubungan atasanbawahan, lebih banyak orang bebas mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka. Tentu saja, ini hanya bisa terjadi jika manajer dan semua orang benar-benar percaya kerjasama apa yang paling penting. Ketika semua orang merasa seperti seorang rekan dan bukan hanya roda penggerak dalam sebuah mesin dikendalikan oleh orang lain, orang akan mengalami rasa kerjasama. Ini kemudian menjadi motor penggerak sadar perilaku.

G. Penetapan Budaya Mutu Penjelasan di atas menggambarkan bagaimana sulitnya mekanisme perubahan budaya dan penolakan terhadap perubahan budaya. Manusia pada umumnya tidak mau berubah karena sudah merasa enak, dan kalau sudah duduk malas untuk bangun. Diperlukan komitmen anggota organisasi terhadap perubahan budaya tradisional menjadi budaya kualitas, memerlukan proses sosialisasi yang lama, dituntut kesabaran dan sebagainya. Kesediaan warga organisasi menjadi tumpuan dalam pembentukan budaya kualitas, dan terdapat 8 langkah pembentukan budaya kualitas yaitu: 1) mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan, 2) menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan, 3) mengembangkan suatu rencana untuk melakukan perubahan, 4) memahami proses transisi emosional, 5) mengidentifikasi orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan, 6) menerapkan heart and minds approach (level emosional dari pada level intelektual), 7) menerapkan strategi courtship (kemesraan), dan memberikan dukungan Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang semakin canggih terus menggelobal dan berdampak pada hampir semua sistem

kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini. Lembaga ataupun organisasi merupakan salah satu sistem juga tidak dapat terhindar dampak dari kemajuan tersebut, dengan demikian maka disetiap lembaga maupun organisasi dituntut untuk dapat mengantisipasi berbagai perubahan-perubahan tersebut. Keberadaan TQM yang digunakan dalam penerapan di dunia bisnis menuai hasil yang sangat signifikan, sehingga TQM memiliki daya tarik tersendiri, untuk bisa diaplikasikan pada objek-objek kelembagaan atau organisasi, baik dalam bidang politik, sosial. Hal ini dalam rangka efektivitas dan hasil yang baik sebagai target yang diidam-idamkan. Secara filosofis manajemen menekankan pada kepuasan pelanggan, layaknya sebuah perusahaan yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan(customer). Yakni, institusi memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tentunya haruslah bermutu sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan demikian organisasi maupun lembaga selalu dituntut untuk memperbaiki kualitas mutu demi tercapainya mutu yang baik dan kepuasan pelanggan. Pelanggan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pelanggan dalam (internal customer) dan pelanggan luar (external customer). Yang termasuk pelanggan adalah pengelola dan penyelenggara organisasi maupun lembaga. Adapun pelanggan luarnya adalah mayarakat, pemerintah dan dunia bisnis. Jadi, suatu organisasi dikatakan bermutu apabila kepuasan pelanggan dalam dan pelanggan luar telah terpenuhi. Oleh karena itu, untuk memposisikan organisasi seperti industri jasa, maka harus memenuhi standar mutu Total Quality Management, serta harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Secara operasional mutu dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu terpenuhinya semua spesifikasi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Menurut Edward Sallis (2008: 7) yang pertama dapat disebutquality infect (mutu sesungguhnya) dan kedua disebut quality in perception (mutu persepsi). Selanjutnya dalam operasi Total Quality Management in Education perlu diperhatikan beberapa hal pokok sebagai konsep yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas atau mutu. Adapun halhal yang pokok tersebut adalah: menentukan standar mutu (quality assurance). Ini merupakan konsep mendasar untuk menentukan apakah bermutu atau tidak tergantung pada standar mutu yang telah ditentukan oleh pihak pengelola. Penentuan standar mutu harus memenuhi seluruh aspek yang terdapat dalam organisasi, mulai dari tujuan hingga pada peraturan yang

digunakan dalam suatu organisasi. Selain itu juga perlu ditentukan standar evaluasi yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mancapai kemampuan dasar pada pelanggan. perubahan kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan untuk membentuk dan menanamkan kesadaran kepada seluruh pengurus dan pengelola organisasi. Di sini pemimpin dituntut untuk terus memotivasi anggotanya agar tetap semangat dan senantiasa menjaga hubungan baik satu sama lain di dalam organisasi. perubahan organisasi (up-down organization). Dalam mata rantai dan sturktur organisasi tradisional pada umumnya pemimpin atau menajer tertinggilah yang mempunyai kekuasaan penuh dan berhak memerintahkan apa saja kepada bawahan.Akan tetapi menurut Edward Sallis (2008: 80) pada kultur organisasi Total Quality Management (TQM) ini bisa digambarkan seperti piramida terbalik, yang paling teratas dalam struktur tersebut adalah karyawan. Dengan demikian, manajer senior tugasnya hanyalah memberikan dukungan dan wewenang kepada karyawan, bukan memerintahnya. menjaga hubungan baik dengan pelanggan (keeping close to be customer). Karena organisasi mengedapankan kepuasan pelanggan, maka para pengelola dituntut untuk selalu menjaga hubungan baik dengan masyarakat dan karyawan. Jika tidak ada hubungan yang baik di antara mereka maka mustahil akan terjadi kepuasan pada pelanggan. Lima faktor pokok di atas hendaknya menjadi perhatian besar bagi para praktisi organisasi yang menginginkan untuk menerapkan Total Quality Management in

Education. Sebab, jika lima hal pokok di atas tidak dilaksanakan dengan baik, maka mutu yang diinginkan oleh para pelanggan tidak akan tercapai. Selain itu, perlu disadari menjalankan roda organisasi memerlukan manajemen dan pengaturan yang baik. TQM adalah salah satu model manajemen dalam berbasis industri yang dapat dikembangkan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan budaya lebih terfokus pada pola pikir seseorang yaitu bagaiman cara menganalisa sesuatu hal berdasarkan keyakinannya dan bagaimana langkah yang akan diambil dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu harapan atau tujuan. Sedangkan, kebudayaan itu sendiri lebih menyangkut pada tradisi yang dianut, symbol yang dibentuk suatu kelompok tertentu dan nilai yang menjadi pedoman hidup dalam mengambil tindakan apa yang dibenarkan sesuai dengan tradisi masing masing kelompok etnis. Budaya adalah keyakinan bersama, nilai, sikap, lembaga, dan pola perilaku yang menjadi ciri anggota komunitas atau organisasi. Dalam budaya bisnis yang sehat, apa yang baik bagi perusahaan dan bagi pelanggan datang bersama-sama dan menjadi kekuatan pendorong di belakang apa yang semua orang tidak suka. Keberhasilan dapat tercapai jika penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen yang dirancang dapat untuk memperbaiki kinerja mutu dan dapat memenuhi kepuasan kebutuhan semua pihak berkepentingan (pengguna jasa mutu). Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang semakin canggih terus menggelobal dan berdampak pada hampir semua sistem kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini. Lembaga ataupun organisasi merupakan salah satu sistem juga tidak dapat terhindar dampak dari kemajuan tersebut, dengan demikian maka disetiap lembaga maupun organisasi dituntut untuk dapat mengantisipasi berbagai perubahan-perubahan tersebut. Secara singkat mutu dapat diartikan: kesesuaian penggunaan atau kesesuaian tujuan atau kepuasan pelanggan atau pemenuhan terhadap persyaratan. Manajemen mutu dapat dianggap memiliki tiga komponen utama: pengendalian mutu, jaminan mutu dan perbaikan mutu. Manajemen mutu berfokue tidak hanya pada mutu produk, namun juga cara untuk mencapainya. Manajemen mutu menggunakan jaminan mutu dan pengendalian terhadap proses dan produk untuk mencapai mutu secara lebih konsisten. Sebagian besar ilmuan sosial yang melakukan studi tentang organisasi setuju bahwa budaya itu berasal atau bahkan terdiri dari kepercayaan atau nilai yang mendasar.

Kepercayaan dan nilai ini biasanya diciptakan dan diekspresikan oleh pemimpin dan di tularkan pada anggotanya. sulitnya mekanisme perubahan budaya dan penolakan terhadap perubahan budaya. Manusia pada umumnya tidak mau berubah karena sudah merasa enak, dan kalau sudah duduk malas untuk bangun. Diperlukan komitmen anggota organisasi terhadap perubahan budaya tradisional menjadi budaya kualitas, memerlukan proses sosialisasi yang lama, dituntut kesabaran dan sebagainya. Kesediaan warga organisasi menjadi tumpuan dalam pembentukan budaya kualitas. setiap orang mendefinisikan perusahaan tidak hanya sebagai bangunan, aset, dan karyawan, tetapi juga pelanggan dan pemasok. Ini menyoroti bahwa kesejahteraan perusahaan secara langsung terikat dengan yang pemasok, karyawan, dan

pelanggan. Tujuannya adalah konsisten menang-menang bagi semua pihak. Dalam jenis budaya, orang-orang berbagi kepedulian untuk semua orang di perusahaan terus memperbaiki apa yang mereka lakukan untuk kesejahteraan bersama antara perusahaan dan pelanggan, dan mereka telah menyiapkan metode untuk melembagakan perbaikan proses. Secara filosofis manajemen menekankan pada kepuasan pelanggan, layaknya sebuah perusahaan yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan(customer). Yakni, institusi memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tentunya haruslah bermutu sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan demikian organisasi maupun lembaga selalu dituntut untuk memperbaiki kualitas mutu demi tercapainya mutu yang baik dan kepuasan pelanggan.

DAFTAR PUSTAKA

Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kuliatas, Edisi Pertama, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,1999. Dr. Ridwan Amirudi, SKM., M.Kes, Makalah Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan, 2007 Buku Disarankan untuk Mempelajari Lebih Banyak tentang Ide ini

Peter M. Senge, The Fifth Discipline: The Art & Practice Organisasi Belajar (New York: Buku Mata Uang Doubleday, 1990). Brian L. Joiner, Manajemen Generasi Keempat: Kesadaran Bisnis Baru (New York: McGraw-Hill, 1994). Hal F. Peters McFerrin Rosenbluth dan Diane, Nasabah Comes Kedua (New York: William Morrow, 1992). James C. Collins dan Jerry I. Porras, Built to Last: Kebiasaan Sukses Perusahaan Visioner (New York: HarperCollins, 1994). Charles C. Manz dan Sims P. Henry, Jr, Bisnis Tanpa Bos (New York: John Wiley & Sons, 1993). William Lareau, Amerika Samurai (New York: Warner Books, 1991).

You might also like