You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gaya hidup manusia dewasa ini semakin mengarah kepada gaya hidup yang pragmatis. Semuanya memenuhi kebutuhan hidup secara instan dan praktis, dan mengabaikan segala hal yang ada di balik pragmatisme dalam hidup tersebut. Hal ini tentu akan membawa berbagai konsekuensi, dan konsekuensi yang paling rentan adalah masalah kesehatan. Pola hidup yang instan seperti makan makanan junk food, merokok dan minum kopi yang berlebihan untuk mengusir rasa kantuk akibat lelah kerja, tidak pernah melakukan olah raga karena harus mengejar karier serta gaya hidup yang selalu identik dengan narkoba, rokok dan alkohol maka segala penyakit akan datang menyerang. Bermula dari kelebihan kolesterol, kelelahan karena kurang istirahat, tingkat stres yang tinggi dan hipertensi maka timbullah berbagai penyakit seperti jantung dan stroke. Menurut Batticaca (2008) stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak pada kelompok usia dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini salah satunya dipicu oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi berbagai faktor resiko yang dapat menimbulakan stroke. Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak dan atau terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup atau menyumbat arteri otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan dengan gejala lemas, lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian.

Menurut ctella93 (2008), di Indonesia stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit stroke sebagai makalah ilmiah, agar penulis lebih memahami bagaimana proses keperawatan yang dilakukan pada klien dengan penyakit stroke.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum


Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif yang meliputi aspek biopsikososiospritual pada klien dengan stroke non hemoragik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui konsep teori penyakit stroke non hemoragik. b) Untuk mengetahui etiologi penyakit stroke non hemoragik. c) Untuk mengetahui penyakit stroke non hemoragik. d) Untuk mengetahui manifestasi stroke non hemoragik. e) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik stroke non hemoragik. f) Untuk mengetahui penatalaksanaan stroke non hemoragik. g) Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan bagi pasien stroke non hemoragik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996). Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya aliran darah keotak atau retaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensoris dan motoris tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran. (Arif Mutaqqin, 2008). Menurut Ramadhan (2009), stroke termasuk penyakit cerebrovaskular (pembuluh darah otak) dan ditandai oleh kematian jaringan otak (infark cerebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam otak. Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Batticaca, 2008). Stroke (cedera serebrovaskuler [cerebrovasculer accident, CVA]) didefinisikan sebagai gangguan neurologis fokal yang tejadi mendadak akibat proses patofisiologi dalam pembuluh darah. (Valentina L. Brashers,2008) Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. ( Smeltzer C. Suzanne, 2002 ). Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hlm. 17). Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130). Dengan demikian stroke non hemoragik didefinisikan adanya tandatanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen. Gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah yang timbul secara mendadak dengan gejala atau tanda-tanda klinik sesuai daerah yang terkena menurut fungsi syaraf tersebut.

1. Anatomi Peredaran Darah Otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, kedua arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998). Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik

dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya

memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995). Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)

2. Bagian-bagian Otak Otak merupakan organ yang paling mengaggumkan dari seluruh organ, kita mengetahui bahwa seluruh angan-angan dan keinginan dan nafsu perencanaaan dan memeori merupakan hasil dari aktivitas otak. Otak bersisi 10 miliar neuron yang nenjadi komplek secara kesatuan fungsional. Otak lebih komplek dari pada batang otak manusia kira kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa, otak menerima 15% dari curah jantung, memerlukan sekitar 20% dari curah jantung, memerlukan 205 pemakaian oksigen tubuh, dan sekita 400 kilo kalori energi setiap hari.

Menurut mutaqin (2008) pada dasarnya otak mempunyai beberapa bagian, yaitu: a. Serebrum Serebrum merupakan merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol di sini terletak pusat pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensori dan motorik, juga mengatur proses penalaran, memori dan intelgensi. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer sebelah kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan konsep fungsional ini di sebut pengendalian kontralateral. b. Kortek serebri Kortek serebri atau mantel abu-abu (gray metter) dari serebrum mempunyai banyak lipatan yang di sebut giri ( tunggal girus). Susunan seperti ini memunkinkan permukaan otak menjadi luas ( di perkirakan seluas 2200 cm2) yang terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit. Kortek serebri adalah bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan. Korteks serebri menentukan prilaku yang bertujuan dan beralasan. c. Lobus frontal Lobus frontal mencakup bagian dari korteks serebrum bagian depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar lateralis bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Area broca terletak di lobus frontalis dan mengontraol aktivitas bicara. Area asosiasi di lobus frontalis menerima informasi dari seluruh bagian otak dan menggabungkan informasi-informasi tersebut menjadi pikiran rencana dan prilaku. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk prilaku bertujuan, menentukan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang di hasilkan oleh system limbic dan refleks vegetatife dari batang otak.

d. Lobus parietalis Merupakan lobus sensori yang berfungsi menginterprestasikan sensasi rangsangan yang datang atau mengatur individu mampu mengetahui posisi letak dan bagian tubuh. Untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus parietalis menyampaikan informasi ke banyak daerah lain di otak, termasuk area asosiasi motorik dan visual di sebelahnya. e. Lobus oksipitalis Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebrum, lobus ini pusat asosiasi visual utama. Lobus ini menerima informasi dari retina mata. Menginterprestasikan pengelihatan membedakan warna dan sekaligus kordinasi gerakan dan keseimbangan. f. Lobus temporalis Memiliki fungsi menginterprestasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran, interprestasi bahasa dan penyimpanan memori. g. Serebelum Ada dua fungsi utama serebelum, yaitu : 1. Mengatur otot otot postural tubuh 2. Melakukan program akan gerakan gerakan pada keadaan sadar maupun bawah sadar. Serebelum mengkordinasi penyesuaian secara tepat dan otomatis dengan menjaga keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta menguabh tonus otot dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh price,1995 dalam buku arif mutaqqin 2008. h. Batang otak Bagian-bagian batang otak dari atas sampai bawah yaitu pons dan medulla oblongata. Di seluluh batang otak terdapat jeras-jeras yang berjalan naik turun. batang otak merupakan pusat relasi dan refleks dari SSP.

i.

Medulla oblongata Medulla oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung vasikonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,

pengeluaran air liur, dan muntah. Semua jeras asendens dan desendens medulla spinalis terlihat di sini. Pada permukaan anterior terdapat pembesaran yang di sebut pyramid yang terutama mengandung serabut motorik volunteer.di bagian posterior medulla oblongata terdapat pula dua pembesaran yang di sebut fesikuli dari jeras asendens kolumna dorsalis, yaitu fesikuli grasilis dan fesikulus kutaenus, jeras -jeras ini mrngantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensai getar dan diskriminasi dua titik.

B. Klasifikasi
Stroke merupakan manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,

berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular. Berdasarkan etiologinya, stroke dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994). 2. Perdarahan Intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak.

3.

Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry, aneurisma yang berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabangcabangnya. Dapat menimbulkan nyeri kepala hebat, sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsang selaput otak lainnya, dapat pula terjadi penurunan kesadaran.

4. Sub Dural Hemoragic (SDH) Biasanya terjadi robeknya jembatan vena sehingga periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. 5. Epidural Hemoragic (EDH) Adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meninges lain. Pasien harus diatasi dalam beberapa jam untuk mempertahankan hidup. 6. Stroke Non Hemoragik Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, umumnya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur pada dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia, kesadaran umumnya baik.

C. Etiologi
Penyebab-penyebabnya stroke non hemoragik antara lain: 1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak ) Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih distal disebut embolus. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi sehingga menyebabakan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan trombusi otak : a. Ateroksklerosis b. Hiporkoagulasi pada polisitemia c. Arteritis (radang pada arteri) d. Emboli

2.

Embolisme cerebral ( bekuan darah atau materi lain ) Emboli merupakan 5-15 % dari penyebeb stroke. Dari penelitian epidemologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskemik otak, apakah yang permanen ataukah transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau emobolitik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari erteri ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra kranial dan 20% oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase bekteri, benda asing.

3.

Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak) Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilar. (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Gangguan pada sistem karotis menyebabkan : a. Gangguan penglihatan b. Gangguan bicara, disfasia atau afasia c. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral d. Ganguan sensorik

10

Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan : a. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital b. c. d. e. f. g. Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak Gangguan motorik Ganggguan koordinasi Drop attack Gangguan sensorik Gangguan kesadaran

Faktor Resiko Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel sel otak akan mengalami kematian. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel sel otak. Penyakit Jantung Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan / sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel sel / jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.

11

Hiperkolesterolemi Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.

Infeksi Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis,

Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Merokok Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.

Kelainan pembuluh darah otak Pembuluh darah otak yang tidak normal pada suatu saat akan pecah dan menimbulkan perdarahan.

Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral) Kontrasepasi oral ( khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi ).

Penyalahgunaan obat ( kokain) Konsumsi alkohol Faktor lainnya; lanjut usia, penyakit paru -paru menahun, penyakit darah, asam urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.

12

D. Manifestasi Klinis
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh., eye deviation, hemipareses yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna. Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan

sensoris, gangguan menelan, deviasi lidah. Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti ; gangguan sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi.

E. Patofisiologi dan Pathway


Hipertensi perubahan kronik menyebabkan dinding pembuluh arteriola mengalami berupa patologik pada pembuluh darah tersebut

hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol arteriotalamus dari dan cabang-cabang cabang-cabang lentikulostriata, paramedian arteria cabang tembus

vertebro-basilar

mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan darah yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsifungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan

13

herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.

F. Komplikasi Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smeltzer, dkk, 2001, halaman 2137) Hipoksia cerebral Otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan Penurunan darah cerebral Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral Luasnya area cidera Embolisme serebral dapat tejadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah serebral. Distrimia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal

14

G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya 2. 3.

4. 5. 6.

infark. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. Pungsi Lumbal o Menunjukan adanya tekanan normal. o Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).

H. Penatalaksanaan Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk

menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik. 1. Penatalaksanaan Umum a. Airway and breathing Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.(11,12,13,14)

15

b. Circulation Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.(11,12,13,14) c. Pengontrolan gula darah Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin. d. Posisi kepala pasien Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.(11,12,13,14) e. Pengontrolan tekanan darah Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi

16

anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik. Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani. Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target

pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen. Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian Preparat trombolitik antihipertensi agar yang tidak dapat

terjadi komplikasi perdarahan.

diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam. Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir.

17

Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan. 1) TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit. 2) TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam. 3) Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.

f. Pengontrolan demam Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor. g. Pengontrolan edema serebri Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.

h. Pengontrolan kejang Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.

2. Penatalaksanaan Khusus

18

a. Terapi Trombolitik Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996. Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa. Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan menggunakan

19

streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.

b. Antikoagulan Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut. 1) Warfarin Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal. 2) Heparin Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila

20

pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine

sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).

c. Hemoreologi Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran

darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfillinediberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit) 1. Aspirin Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara

menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang

21

merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi

lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan : nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,

hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye. Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk samping

menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic

acid, hasil

kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin. Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.

2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel) Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.

22

Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.

e. Terapi Neuroprotektif Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi

neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.

f. Pembedahan Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan. 1) Karotis Endarterektomi

23

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah karotis

vertebrobasiler

atau

oklusi

lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis persen. Gambar Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan plak dari lapisan arteri (dikutip dari kepustakaan 2) Angioplasti dan Sten Intraluminal Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. endarterektomi berkisar 1-5

I.

Asuhan Keperawatan

BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN A. Kasus

24

B. Askep

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

25

You might also like