You are on page 1of 10

AKALASIA ESOFAGUS

Roi Holan Ambarita, S.Ked (0718011080)

ANATOMI ESOFAGUS
Esofagus merupakan tabung muskular, kurang lebih 25 cm panjangnya dengan rata-rata diameter 2 cm, yang memanjang dari faring sampai lambung. Mengikuti kecembungan dari kolumna vertebra sebagaimana esofagus turun melalui leher dan mediastinum. Melewati hiatus esofagus eliptikal dalam otot krus kanan diafragma, hanya ke sebelah kiri dari bidang median pada tingkat vertebra thorakalis T10. Terminasi pada esophagogastric junction, dimana benda-benda yang tercerna memasuki orificium kardia dari lambung terletak pada sebelah kiri dari garis tengah pada tingkat kartilago kosta kiri yang ke-7 dan vertebra thorakalis T11.

Bagian abdomen dari esofagus memiliki: Suplai arteri dari arteri gastrica sinistra, cabang dari trunkus celiaca, dan arteri frenikus inferior sinistra. Drainase vena secara primer pada sistem vena portal melalui vena gastrica sinistra, sementra bagian thoracic proximal dari esofagus mendrainase utamanya kepada sistem vena sistemik melalui vena esofagus yang melewati vena azygos. Drainase limfatik ke dalam nodul limfatikus gastrica sinistra, yang mana berbalik mendrainase utamanya ke nodus limfatikus celiacus. Inervasi dari trunkus vagal (menjadi anterior dan nervus gastricus posterior), trunkus simpatikus thoracica via nervus splanchnicus mayor (abdominopelvis), dan plexus periarterial disekitar arteri gastrica sinistra dan arteri frenikus inferior sinistra (Moore et al, 2007).

FISIOLOGI ESOFAGUS
Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut. Dua tipe gerakan peristaltik: peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10 detik. Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan, gelombang ini terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung.

Definisi
Akalasia adalah gangguan motilitas berupa hilangnya peristalsis esofagus dan gagalnya sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga makanan tertahan di esofagus. Akibatnya, terjadi hambatan masuknya makanan ke dalam lambung sehingga esofagus berdilatasi membentuk megaesofagus (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Etiologi
Dasar penyebab akalasia adalah tidak efektifnya peristalsis esofagus bagian distal serta gagalnya relaksasi sfingter bawah. Penelitian menunjukkan adanya kelainan persarafan parasimpatis berupa hilangnya sel ganglion di dalam plexus Auerbach, yang disebut juga pleksus mienterikus, yang diduga terjadi akibat proses autoimun atau infeksi kronis (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Patogenesis
Patogenesis dari akalasia diduga terjadi degenerasi neurogenik, yang mana idiopatik atau karena infeksi. Pada pasien dengan penyakit ini, perubahan degeneratif telah ditunjukkan oleh nervus vagus dan pada ganglia dalam pleksus mienterikus dari esofagus itu sendiri. Degenerasi ini mengakibatkan hipertensi dari LES (lower esophageal sphincter), sebuah kegagalan sfingter untuk merelaksasikan penelanan, peningkatan dari tekanan esofagus intraluminal, dilatasi esofagus, dan kehilangan berikutnya dari peristalsis yang progresif pada corpus esofagus. Dilatasi esofagus mengakibatkan kombinasi dari sfingter yang tidak berelaksasi, yang mana menyebabkan perubahan anatomis, seperti sebagai sebuah esofagus yang terdilatasi dengan bentukan lonjong/lancip, penyempitan seperti birds beak pada akhir distal. Sebagai progres dari penyakit, esofagus menjadi terdilatasi dan berkelok-kelok secara masif (Brunicardi et al, 2010).

Gambaran Klinis
Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri atau tidak enak di belakang sternum dan berat badan menurun. heartburn, tersedak setelah makan (postprandial choking), dan batuk nokturnal adalah umum terlihat. Pneumonia, abscess paru, dan bronchiectasis sering merupakan hasil dari long standing achalasia.

Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang berarti. Dengan anamnesis sebetulnya sudah dapat diduga adanya akalasia, walaupun demikian tetap harus dipikirkan diagnosis banding penyakit keganasan, stenosis, atau benda asing esofagus (Sjamsuhidajat dkk, 2007). Diagnosis dari achalasia biasanya dibuat dari esofagogram dan studi motilitas. Esofagogram akan menunjukkan esofagus yang berdilatasi dengan penyempitan distal yang disebut sebagai gambaran paruh burung klasik (classic birds beak) dari esofagus yang terisi barium (Townsend et al, 2012). Endoskopi konvensional, manometri, dan foto kontras esofagus dapat membedakan akalasia dari pseudoakalasia. Manometri merupakan uji baku emas (gold standard) untuk diagnosis dan akan membantu mengeliminasi gangguan motilitas esofagus yang potensial lainnya.

Penatalaksanaan
Ada pilihan pengobatan bedah dan non bedah untuk pasien dengan akalasia; semua diarahkan pada penurunan obstruksi yang disebabkan oleh LES. Pada tahap awal dari penyakit, pengobatan medis dengan nitrogliserin sublingual, nitrat, atau calcium channel blockers (CCB) dapat menawarkan berjam-jam pengurangan tekanan dada sebelum atau setelah makan. Bougie dilation sampai 54 Fr dapat menawarkan beberapa bulan sebagai pereda tetapi memerlukan dilatasi berulang untuk dapat bertahan. Injeksi botulinum toxin (Botox) secara langsung ke dalam LES mengeblok pelepasan asetilkolin, mencegah kontraksi otot halus, dan secara efektif merelaksasikan LES. Bedah esofagotomi terdiri atas memotong otot esofagus pada arah sumbu esofagus sepanjang sfingter bawah, di luar mukosa. Tindakan ini dapat dikerjakan secara terbuka (torakotomi atau laparotomi), torakoskopik, atau laparoskopik.

You might also like