You are on page 1of 13

Proposal Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP REMAJA DI DUSUN LUBANG SARI

Oleh : Dian Sulistya Ekaputri (0802005048) Meenambigai Pk Selvarajah (0802005175) Vicknesha Pirathayini (0802005194)

Pembimbing: dr. Komang Ayu Kartika Sari, MPH. drg. Ni Luh Sri Panca Parwita Sari

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

BAB I PENDAHULUAN

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Kelompok umur yang dikategorikan remaja bervariasi pada beberapa instisusi. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 10 sampai 19 tahun. Sementara menurut Undang-Undang Perlindungan Anak no 22 tahun 2003, batasan usia remaja adalah 10-18 tahun. Pada masa itu merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Dalam masa itu banyak terjadi perubahan baik dari segi fisik, psikis dan mental yang mengarahkan pada pentingnya pengetahuan akan kesehatan reproduksi. Masa remaja dibedakan dalam yaitu (a) masa remaja awal, 10 13 tahun, (b) masa remaja tengah, 14 16 tahun dan (c) masa remaja akhir, 17 19 tahun. Pertumbuhan fisik pada remaja perempuan meliputi mulai menstruasi, payudara dan pantat membesar, indung telur membesar, kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat, vagina mengeluarkan cairan, mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina, tubuh bertambah tinggi. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi terjadi perubahan suara mejadi besar dan mantap, tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin, tumbuh kumis, mengalami mimpi basah, tumbuh jakun, pundak dan dada bertambah besar dan bidang, penis dan buah zakar membesar (Eriyani, 2006).. Perubahan psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja lakilaki, mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab, yaitu (1) Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya, (2) Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua, (3) Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri, (3) Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada kelompoknya. Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dari lingkungan barunya (Muflihati, 2010). 2

Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kematangan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan (Muflihati, 2010). Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja. Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang yang akanmengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit kelamin (sexual transmitted disease), kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki (adolescent unwanted pragnancy) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu unsafe aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional. Dari beberapa penelitian tentang perilaku reproduksi remaja yang telah dilakukan, menunjukkan tingkat permisivitas remaja di Indonesia cukup memprihatinkan (Widaninggar, 2004). Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi (Widaninggar, 2004). Sebaliknya faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi. Setiap bentuk perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang beragam (Widaninggar, 2004). Perilaku reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan (Muflihati, 2010). Berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat; begitu pula hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perilaku seks remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor (Caesarina, 2009). 3

Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya (peer group), banjar, dan desa (Caesarina, 2009). Sedang faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok tersebut (As-sanie, 2004). Kesalahan dalam menyaring informasi dan pengambilan keputusan dalam masa remaja biasanya sering membawa masalah yang berkaitan dengan aktivitas seksual seperti hubungan seks pra nikah (HSPN), kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, pernikahan usia dini, kekerasan seksual (perkosaan) dan juga penyakit HIV/AIDS yang kasusnya semakin meningkat. Permasalah ini akan membawa dampak negatif baik dari segi sosial dan kesehatan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan masalah sosial dan kesehatan untuk kedepannya. Semua permasalahan tersebut berawal dari kurangnya informasi yang benar tentang masalah kesehatan reproduksi baik dari orang tua, sekolah dan teman sepergaulan. Untuk mengurangi dan mencegah timbulnya pemasalah yang lebih banyak dan lebih kompleks berkaitan dengan aktivitas seksual sudah sepatutnya remaja dijadikan sasaran KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang masalah kesehatan reproduksi.

BAB II PERENCANAAN

2.1

Identifikasi Masalah WHO (2009) memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi

tergantung kondisi masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Perkiraan jumlah aborsi di Indonesia setiap tahunnya cukup beragam, diantara 750.000 hingga 1.000.000 atau 18 aborsi per 100 kehamilan. Sedangkan sebuah studi terbaru yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia memperkirakan angka kejadian aborsi di Indonesia per tahunnya sebesar 2 juta. Aborsi yang tidak aman saat ini di Indonesia berkontribusi terhadap 3050% Angka Kematian Ibu (AKI). Ini merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hasil studi PKBI sejak tahun 2000-2003 dari 37.000 kasus KTD, ternyata 27% di antaranya belum menikah, termasuk 12,5% masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Studi ini melibatkan 9 kota, salah satunya Denpasar. Kemudian juga studi kualitatif PKBI selama tahun 2005 lalu menyebutkan bahwa persentase KTD remaja tertinggi ada di Denpasar, Mataram dan Yogyakarta. Selain itu kejadian penyakit menular seksual di kalangan remaja juga cenderung meningkat tanpa diikuti dengan pemahaman yang baik tentang pengobatannya. SKRRI 2002-2003 mencatat bahwa 8 dari 10 penduduk berusia 15-24 tahun yang belum menikah pernah mendengar HIV AIDS namun hanya 3 dari 10 penduduk berusia 15-24 tahun yang belum menikah yang mengetahui secara spesifik satu cara untuk menghindari atau mencegah penularan infeksi ini. Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan sampai Juni 2009 jumlah pengidap HIV/AIDS atau ODHA (Orang Yang Hidup Dengan HIV/AIDS) di Indonesia adalah 3.647 orang terdiri dari pengidap HIV 2.559 dan penderita AIDS 1.088 orang. Dari jumlah tersebut, kelompok usia 15 -19 berjumlah 151 orang (4,14%); 19-24 berjumlah 930 orang (25,50%). Ini berarti bahwa jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS adalah remaja dan orang muda. Dari data tersebut, dilaporkan yang sudah meninggal karena 5

AIDS secara umum adalah 394 orang (Subdit PMS & AIDS, Ditjen PPM & PL, Depkes R.I.). Penularan virus HIV ternyata menyebar sangat cepat di kalangan remaja dan kaum muda (Achmad, 2004). Penularan HIV di Indonesia terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, yaitu sebanyak 2.112 (58%) kasus (Atun, 2004). Dari beberapa penelitian terungkap bahwa semakin lama semakin banyak remaja di bawah usia 18 tahun yang sudah melakukan hubungan seks. Cara penularan lainnya adalah melalui jarum suntik (pemakaian jarum suntik secara bergantian pada pemakai narkoba, yaitu sebesar 815 (22,3%) kasus dan melalui transfusi darah 4 (0,10%) kasus (Caesarina, 2009). FKUl-RSCM tahun 2007 melaporkan bahwa lebih dari 75% kasus infeksi HIV di kalangan remaja terjadi di kalangan pengguna narkotika. Jumlah ini merupakan kenaikan menyolok dibanding beberapa tahun yang lalu. Perilaku seksualitas sangat berpengaruh terhadap kejadian-kejadian diatas. Oleh sebab itu, langkah pertama yang harus dikerjakan adalah mengubah stigma atau mitos di masyarakat yang telah begitu kuat, bahwa seks adalah tabu sehingga memutuskan untuk tidak perlu berbicara tentang seks, untuk kemudian menjadi sebuah wacana sehat yang secara alamiah memang harus dibuka, didiskusikan, dimengerti dan dipahami. Sehingga dengan demikian sudah sewajarnya remaja mendapatkan pengetahuan yang benar tentang seksualitas menyangkut struktur dan fungsi organ reproduksi yang normal, cara praktis merawat organ reproduksi, permasalahan sosial yang terkait dengan seksualitas remaja dan tentu pada akhirnya remaja dapat menggunakan organ reproduksinya secara sehat dan bertanggung jawab

2.2

Analisis Masalah

2.2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja dan Permasalahannya Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah perilaku seks bebas (free sex) masalah kehamilan yang terjadi pada remaja usia sekolah diluar pernikahan, dan terjangkitnya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Penyebab remaja melakukan hubungan seks adalah antara lain tekanan pasangan, merasa sudah siap melakukan hubungan seks, keinginan dicintai, keingintahuan tentang seks, keinginan menjadi popular, tidak ingin 6

diejek masih perawan, pengaruh media massa (tayangan TV dan internet) yang menampakkan bahwa normal bagi remaja untuk melakukan hubungan seks, serta paksaan dari orang lain untuk melakukan hubungan seks. Pergaulan seks bebas berisiko besar mengarah pada terjadinya kehamilan tak diinginkan (KTD). KTD berdampak bukan hanya secara fisik, psikis namun juga sosial. Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponnya dengan sangat buruk dan berujung dengan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Remaja menjadi putus sekolah, kehilangan kesempatan bekerja dan berkarya dengan menjadi orang tua tunggal dan menjalani pernikahan dini yang tidak terencana. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita. Akibatnya siswa akan kesulitan beradaptasi secara psikologis, kesulitan berperan sebagai orang tua (tidak bisa mengurus kehamilan dan bayinya), akhirnya berujung pada stress dan konflik, aborsi illegal yang lebih lanjut berisiko mengakibatkan kematian ibu dan bayi. 2.2.2 Keadaan Sarana 1. Dari institusi: belum tersedia sarana konseling kesehatan remaja yang memadai sebagai pusat informasi seputar permasalahan remaja dan mencari solusi bagi permasalahan remaja. 2.2.3 Keadaan Ketenagaan 1. Kategori petugas kesehatan: dokter umum, perawat, petugas promkes. 2. Tugas dokter umum: memberikan informasi dan penanganan kesehatan reproduksi remaja dan HIV/AIDS sesuai dengan kompetensi. 3. Tugas perawat: membantu dokter umum memberikan informasi dan penanganan kesehatan reproduksi remaja dan HIV/AIDS. 4. Tugas petugas promkes: membantu dokter umum memberikan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja dan HIV/AIDS secara berkala. 2.2.4 Pemahaman dan Pengalaman Masyarakat Untuk mengetahui gambaran pemahaman remaja di dusun Lubangsari mengenai kesehatan reproduksi remaja dan HIV/AIDS dilakukan wawancara terhadap para remaja 7

di dusun lubang sari pada hari Rabu tanggal 7-8 Januari 2014 saat pulang sekolah. Berdasarkan rapid survey sekitar 60% di antaranya menyatakan tidak tahu mengenai permasalahan kesehatan reproduksi remaja dan HIV/AIDS. Hampir 100% remaja tersebut tidak tahu mengenai anatomi organ reproduksi, kehamilan, dan HIV/AIDS. Sebagian besar remaja rutin meminum obat-obatan pereda nyeri atau larutan tertentu ketika menstruasi dan beberapa ada yang mengeluh keputihan yang berulang. Akan tetapi, mereka tidak mengerti mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya ketika beranjak usia remaja dan tidak paham akan penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan akibat aktivitas seksual yang tidak sehat. Hal ini disebabkan mereka belum paham tentang kesehatan reproduksi remaja dan HIV/AIDS.

2.3

Tujuan Penyuluhan Secara garis besar, penyuluhan ini mempunyai dua tujuan yaitu:

2.3.1 Tujuan umum: Tujuan penyuluhan ini adalah untuk memberikan pengetahuan atau informasi yang benar kepada Remaja Dusun Lubang Sari RT 02, 03, 04 / RW 13.,

Kelurahan Karawang Wetan Tentang kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS pada remaja. 2.3.2 Tujuan khusus: a. Remaja Dusun Lubang Sari memiliki pemahaman yang cukup mengenai kesehatan reproduksi manusia dan HIV/AIDS. b. Remaja Dusun Lubang Sari memiliki pemahaman yang cukup mengenai pubertas yang mencakup waktu terjadinya pubertas dan perubahan-perubahan yang terjadi selama pubertas, baik pada perempuan maupun laki-laki. c. Remaja Dusun Lubang Sari memiliki pemahaman yang cukup mengenai konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan seksual pra nikah. d. Remaja Dusun Lubang Sari memiliki pemahaman yang cukup mengenai HIV/AIDS

2.4

Kelompok Sasaran Yang menjadi kelompok sasaran dalam kegiatan penyuluhan ini adalah Remaja di

Dusun Lubang Sari Kelurahan Karawang Wetan, dengan total peserta adalah 30 orang yang terdiri dari siswa-siswi kelas IX dengan pertimbangan agar penyuluhan dapat berjalan lebih efektif dan sesuai dengan kapasitas tempat yang disediakan pihak sekolah.

2.5

Strategi Penyuluhan 2.5.1 Mempersiapkan ketenagaan a. Persiapan materi penyuluhan b. Penguasaan materi penyuluhan c. Penguasaan cara-cara penyampaian materi d. Penguasaan dalam pemilihan dan penggunaan alat peraga 2.5.2 2.5.3 Pelaksanaan penyuluhan Perkenalan tim penyuluhan

2.5.4 Dilakukan pre test kepada para remaja sebelum dilakukan penyuluhan untuk mengetahui pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi remaja. 2.5.5 Setelah pre test, kemudian dilanjutkan dengan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja oleh tim penyuluh. 2.5.6 Setelah semua materi disampaikan, dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab dengan para remaja tentang materi yang telah disampaikan dan juga permasalahan seputar kesehatan reproduksi remaja. 2.5.7 Sebagai bentuk evaluasi tentang pemahaman siswa tentang materi yang telah disampaikan kemudian akan dilakukan dengan post-test.

2.6

Isi Penyuluhan Materi penyuluhan yang akan disampaikan pada kegiatan ini yaitu: 1. Anatomi dan fisiologi organ reproduksi manusia. 2. Pubertas. 3. Konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan seksual pra nikah (HSPN) 9

4. HIV AIDS

2.7

Metode, Tempat, dan Waktu Penyuluhan Mengacu pada sasaran yang ditetapkan di atas maka metode yang digunakan adalah

pendekatan berdasarkan kelompok berupa: 1. Ceramah langsung dengan alat bantu slide proyektor 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Penyebaran pamflet Kegiatan dilaksanakan di Dusun Lubang Sari Kelurahan Karawang Wetan, Rabu, 13 Januari 2014, pukul 14.00 WIB-Selesai.

2.8

Media Penyuluhan

Media penyuluhan yang digunakan adalah slide power point yang berisikan materi penyuluhan yang akan disampaikan, serta penyebaran leaflet pada akhir kegiatan agar dapat disimpan oleh peserta dan digunakan untuk menyebarkan informasi ke temanteman sekitarnya.

2.9 No . 1.

Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan Sasaran Tujuan Metode Sarana Ket

Waktu

Selasa,27 Agustus 2013

Kordinasi waktu dan tempat penyuluhan Pre-test

Ketua RT/RW Lubang Sari

Mengetahui gambaran Remaja di Lubang Sari dan tempat penyuluhan

Wawancara

1.

KKM minggu keIV

Remaja di Lubang Sari

Mengetahui pengetahuan

Menjawab

Daftar pertan 10

Kamis, 29 Agustus 2013 Pukul 13.00 WITAselesai SMP Ambaraw Pelaksanaan ati penyuluhan

remaja tentang kesehatan reproduksi sebelum penyuluhan Remaja di Lubang Sari Memberikan informasi tentang kespro remaja

pre-test

yaan pretest

Ceramah dan diskusi Tanya jawab

Slide, LCD kompu ter, brosur Daftar pertan yaan posttest

Post-test

Remaja di Lubang Sari

Mengevaluasi pemahaman remaja terhadap materi penyuluhan

Menjawab post-test

2.10 Rencana Evaluasi 2.10.1 Penilaian proses 1. Indikator penilaian a. Dukungan dari pihak Ketua RT/RW Dusun Lubang Sari dalam terlaksananya kegiatan ini. b. Ketepatan waktu dalam pelaksanaan penyuluhan. c. Jumlah peserta penyuluhan. 2. Waktu penilaian dilakukan sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan kegiatan. 3. Cara penilaian a. Tidak adanya kesulitan dalam melakukan koordinasi dengan pihak ketua RT/RW Dusun Lubang Sari. b. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. 11

c. Jumlah peserta sesuai dengan target yang direncanakan. 4. Penilai Dosen pembimbing 2.10.2 Penilaian hasil 1. Indikator penilaian a. Tujuh puluh persen peserta merespon dengan benar pertanyaan penyuluh mengenai anatomi dan fisiologi organ reproduksi manusia. b. Tujuh puluh persen peserta merespon dengan benar pertanyaan penyuluh mengenai pubertas. c. Tujuh puluh persen peserta merespon dengan benar pertanyaan penyuluh mengenai fisiologi kehamilan dan konsekuensi yang dapat terjadi dari hubungan seksual pra nikah d. Tujuh puluh persen peserta merespon dengan benar pertanyaan penyuluh mengenai HIV/AIDS. 2. Waktu penilaian Sebelum dan sesudah penyuluhan. 3. Cara penilaian Observasi timbal balik saat dilakukan diskusi (tanya jawab) dan membandingkan hasil pre-test sebelum dilakukan penyuluhan dan post-test setelah dilakukan penyuluhan. 4. Penilai Dosen Pembimbing

2.11 Kuesioner Kuesioner pre-test dan post test terlampir.

12

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, K. (2004). Pregnancy complication Kill 70,000 Teenagers a Year. The Lancet; 15; 363, 9421, p 1616. As-sanie, S., Gantt, A, & Rosenthal, MS. (2004). Pregnancy Prevention in Adolescents. American Family Physician Vol 70 (8), p 1517. Atun, dkk. (2004). IMS atau Penyakit Kelamin, dalam Kesehatan Reproduksi Remaja, Kerjasama Jaringan Khusus Kesehatan untuk Anak Jalanan Perempuan di Yogyakarta, bersama PKBI-DIY. Yogyakarta. Caesarina Ancah. (2009). Kespro Remaja. Disampaikan pada Seminar Nasional Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Remaja di PP. Nuris, Jember-Jawa Timur. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). AIDS di Tempat Kerja. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Eriyani Linda Dwi. (2006). Kesehatan Reproduksi Remaja: Menyoal Solusi. Disampaikan pada Seminar Nasional Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Remaja di PP. Nuris, Jember-Jawa Timur. Kaplan dan Sadock.(1997). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis (Edisi ke 7, Jilid 1). Jakarta. Binarupa Aksara. Magill & Wilcox (2007). Adolescent pregnancy and Associated Risks: Not Just a Result of Maternal Age. American Family Physician. Vol 75 (9), p 1310 Muflihati, A. (2010). Studi Kasus Program Penyuluhan dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Naskah Thesis S2 diakses dari http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=108893 Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. Widaninggar. 2004. Pedoman Pelatihan dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) untuk Pencegahan HIV dan AIDS. Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

13

You might also like