You are on page 1of 20

BAB II LANDASAN TEORI A. A. Tinjauan Pustaka 1. Masturbasi a.

Pengertian Istilah masturbasi berasal dari kata latin manasturbo yang berarti rabaan atau gesekan dengan tangan. Masturbasi secara umum didefinisikan sebagai rangsangan disengaja yang dilakukan pada organ genital untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual (Info Kespro, 2007). Namun pada kenyataannya, banyak cara untuk mendapatkan kepuasaan diri (self-gratification) tanpa mempergunakan tangan, sehingga istilah masturbasi menjadi kurang mengena. Oleh karena itu, istilah autoerotism adalah istilah yang lebih mengena untuk menggambarkan fenomena ini (Bawa, 1976) Ada beberapa istilah masturbasi yang dikenal di masyarakat, antara lain onani atau rancap, yang berarti melakukan suatu rangsangan organ seks sendiri dengan cara menggesek-gesekkan tangan atau benda lain ke organ genital kita hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme. Di masyarakat istilah onani lebih dikenal. Sebutan ini, menurut ulasan yang ditulis oleh Pangkahila (2004), berasal dari nama seorang laki-laki, Onan, seperti dikisahkan dalam Kitab Perjanjian Lama. Onan disuruh ayahnya, Yehuda, mengawini isteri almarhum kakaknya agar kakaknya mempunyai keturunan. Onan keberatan, 6

karena anak yang akan lahir dianggap keturunan kakaknya. Maka Onan menumpahkan spermanya di luar tubuh janda itu setiap berhubungan seksual (coitus interruptus). Dengan cara yang kini disebut sanggama terputus itu, janda kakaknya tidak hamil. Onani atau masturbasi dalam pengertian sekarang bukanlah seperti yang dilakukan Onan. Masturbasi berarti mencari kepuasan seksual dengan rangsangan oleh diri sendiri, dan dapat pula berarti menerima dan memberikan rangsangan seksual pada kelamin untuk saling mencapai kepuasan seksual tanpa perlu melakukan hubungan seksual secara langsung. b. Penggolongan Masturbasi Berdasarkan cara melakukannya, masturbasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : 1) Masturbasi sendiri (auto masturbation); stimulasi genital dengan menggunakan tangan, jari atau menggesek-gesekkannya pada suatu objek. 2) Masturbasi bersama (mutual masturbation); stimulasi genital yang dilakukan secara berkelompok yang biasanya didasari oleh rasa bersatu, sering bertemu dan kadang-kadang meluaskan kegiatan mereka pada pencurian (stealing) dan pengrusakan (vandalism) 3) Masturbasi psikis; pencapaian orgasme melalu fantasi dan rangsangan audio-visual (Kartono, 1989)

Sedangkan ahli psikologi lainnya, Caprio (1973), menggolongkan kegiatan masturbasi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu : 1). Masturbasi yang normal, meliputi pembebasan psikologik ketegangan seksual pada masa anak-anak muda yang normal; dilakukan tidak berlebihan; masturbasi yang dilakukan oleh seseorang yang belum kawin; masturbasi yang dilakukan antar pasangan-pasangan suami-istri sebagai selingan dari intercourse yang konvensional. 2). Masturbasi yang neurotik, meliputi masturbasi yang dilakukan terlalu banyak dan bersifat kompulsif; masturbasi antara pasangan-pasangan yang lebih menyukai cara ini daripada intercourse, masturbasi dengan gejala-gejala kecemasan, rasa salah/dosa yang amat sangat, masturbasi yang berhubungan dengan penyimpangan seksual dan yang dapat diancam dipersalahkan oleh hukum.

c. Fase Perkembangan Masturbasi Freud (1957) mengatakan ada 3 fase dari masturbasi, yaitu (1) pada bayi; (2) pada fase perkembangan yang paling tinggi dari perkembangan seksual infantile yaitu pada kisaran umur 4 tahun, dan (3) pada fase pubertas. Menurut Freud, naluri seksual sudah terdapat pada permulaan kehidupan dan berkembang secara progressif sampai umur 4 tahun. Setelah ini berhenti maka tidak ada lagi perkembangan berikutnya (masa laten) sampai tiba saatnya masa

pubertas pada kisaran umur 11 tahun. Teori psikoanalisis memandang bahwa terdapat hambatan-hambatan psikologis pada proses pematangan psikoseksual yang normal, sehingga dapat timbul regresi ke fase perkembangan sebelumnya atau fiksasi dapat timbul pada salah satu fase-fase di atas dan perkembangan psikoseksual berhenti. Kebanyakan penyimpangan seksual berakar pada regresi dan fiksasi pada tingkat perkembangan seksual yang infantil ini (Kaplan, 2005)

d. Epidemiologi Insiden dan frekuensi masturbasi sangat bervariasi. Faktor-faktor biologik seperti umur dan faktor-faktor sosial seperti pekerjaan, pendidikan, status orang tua dan anak, dasar rural-urban, faktor agama sangat mempengaruhi epidemiologi masturbasi. Pada sebuah penelitian terungkap bahwa 95 persen pria dan 89 persen wanita dilaporkan pernah melakukan masturbasi. Ini adalah perilaku seksual pertama yang dilakukan oleh sebagian besar pria dan wanita, meskipun lebih banyak wanita daripada pria yang telah melakukan senggama bahkan sebelum mereka pernah melakukan masturbasi (Kartono,1989) Penelitian Kinsey di Amerika Serikat menunjukkan, bahwa hampir semua pria dan tiga-perempat dari semua wanita melakukan masturbasi pada suatu waktu dalam hidup mereka. Penyelidikan Orebio mendapatkan bahwa 83% dari anak laki-laki dan 38% dari anak wanita melakukan masturbasi.

10

Penyelidikan lainnya menunjukkan angka yang berbeda-beda pada setiap level umur responden, misalnya pada masa anak-anak, adolescent, umur pertengahan dan kategori lainnya (Maramis, 1995) Penelitian Sarwono pada remaja SMA di Jakarta yang berumur 16-18 tahun menunjukan bahwa remaja pria lebih banyak tahu tentang masturbasi, yaitu 96% dan lebih banyak melakukan masturbasi 92%. Pada remaja putri pengetahuan tentang masturbasi 56% dan yang pernah melakukan masturbasi 21% dan yang tidak pernah 79%.

e. Etiologi Bawa (1976) memberikan pemaparan bahwa etiologi masturbasi pada setiap kelompok umur sangat bervariasi. Perkembangan psikoseksual dan lingkungan tempat hidup sangat mempengaruhi terjadinya praktek masturbasi. 1) Masturbasi pada anak-anak Pada bayi dan anak kecil, sexual self-stimulation adalah fenomena yang sangat umum, suatu hal yang tidak dapat dielakkan seperti halnya perasaan ingin tahu dan belajar mengeksplorasi bagian-bagian badannya. Perkembangan seksual pada anak telah mulai sebelum lahir dan tingkah laku seksual segera mulai setelah lahir.Spitz (1919) mendapatkan bahwa permainan genital sangat umum dan normal pada 15 bulan pertama kehidupan dari lingkungan rumah yang normal. Pada masa bayi, masturbasi dapat berupa gesekan-gesekan paha

11

(thigh friction) atau gesekan serupa yang dapat mengenai genitalianya dan jelas menunjukkan suatu kesenangan yang disusul dengan ketenangan, kecapaian dan sering terus tertidur. Setelah masa bayi, masturbasi lebih jelas berhubungan dengan perkembangan kegiatan seksual. Banyak anak-anak mempunyai perhatian besar pada persoalan seksual, lalu berkurang, dan kemudian perhatiannya kemudian timbul kembali dan mereka akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang mempunyai arti penting dalam

menentukan sikap dan tingkah lakunya di kemudian hari. Pada anak-anak yang lebih besar, pengalaman masturbasi mungkin ditemukan secara kebetulan karena kegiatan-kegiatan yang dapat menyentuh genitalianya, seperti naik kuda goyang, memanjat pepohonan, meluncur dari tangga rumah dan sebagainya. Oliven (1955) mengatakan bahwa masturbasi adalah gejala umum dari banyak kesukaran anak, berkisar dari gangguan bimbingan yang ringan sampai gangguan emosi yang berat dan menahun. Masturbasi seringkali terjadi jika terdapat deprivasi kasih sayang orang tua, dan dilakukan pada saat anak-anak dalam ketegangan dan kecemasan.

2) Masturbasi pada remaja Pada masa remaja hormon sex meningkat dan berkembanglah sifat-sifat seksual sekunder. Pada masa ini keinginan seksual menjadi

12

diperkuat dan masturbasi (mungkin) bertambah. Usia remaja sesungguhnya sudah memiliki kesanggupan coitus dan orgasme, tetapi biasanya dihambat oleh larangan-larangan sosial, sehingga sering terjadi konflik akibat pembentukan identitas seksual dan control terhadap larangan-larangan seksualnya. Meningkatnya

ketegangan seksual secara fisiologik menuntut pembebasan (demand release) dan masturbasi adalah cara normal untuk mengurangi ketegangan seksual ini. Pada usia remaja, kegiatan masturbasi selalu disertai dengan adanya fantasi seksual. Fantasi biasanya normal bersifat heteroseksual dan bentuknya ditentukan oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya. Hal-hal yang bersifat pornografi dapat merangsang seorang remaja ke arah perbuatan seksual. Aktivitas remaja yang selalu terpapar dengan berbagi produk kebudayaan yang tanpa filter seperti tayangantayangan porno, film dan buku-buku bertema seks ikut memberi kontribusi berkembangnya kebiasaan masturbasi pada remaja. Pada beberapa kasus, kebiasaan masturbasi pada remaja diawali oleh rasa penasaran dan keingin-tahuan yang kuat bagaimana melakukan masturbasi, mungkin karena mendapatkan cerita dari rekan sebayanya atau mendapati temannya melakukan masturbasi. Tanpa ada kesempatan untuk melampiaskan hasrat seksualnya (sexual outlet), seperti pada masa remaja, memungkinkan seseorang

13

untuk melakukan masturbasi. Pada beberapa orang tertentu, rangsangan seksual ini sangat berarti dan dapat menjadikan seseorang menjadi habitual masturbator. Masturbasi pada usia remaja mesti mendapat perhatian yang bijaksana dari orang tua. Jika respon orang tua terlalu negative terhadap proses ini, maka kemungkinan kegiatan masturbasi justru akan semakin menjadi-jadi pada remaja dan dapat bersifat psikotik/neurotik. 3) Masturbasi pada orang dewasa/tua Pada individu yang lebih tua, masturbasi masih dianggap normal jika sexual outlet yang lain tidak terdapat atau terkendala akibat banyak faktor teknis. Pada beberapa psikosa dan psikoneurosa, sering terjadi masturbasi yang abnormal. Ini adalah gejala dari penyakit tersebut dan bukan penyebabnya. Masturbasi meningkat pada wanita berusia 50-70 tahun terutama setelah menopause, karena beberapa alasan, seperti wanita yang tidak kawin dan meneruskan pola ini sejak muda dan akibat suami sakit/impotensia/meninggal dunia atau bercerai. Masturbasi bisa terjadi pada laki-laki yang sudah tua. Ini mungkin akibat kemampuan seksualnya yang mulai menurun menyebabkan kurangnya reaksi terhadap istri dan karena sudah tua, dia menjadi tidak menarik lagi dan tidak ada wanita yang mau berhubungan seks dengannya.

14

Kadang-kadang juga masturbasi dilakukan dengan tujuan tertentu seperti untuk mendapatkan efek analgesik pada penyakit-penyakit tertentu, atau akibat penyakit tertentu, misalnya pada penderita epilepsy lobus temporalis akibat berhentinya aktivitas neuroal pada bagian limbus dari lobus temporalis paska serangan.

f. Dampak Masturbasi Menurut PKBI (1999) dampak- dampak masturbasi yaitu : 1) Infeksi. 2) Energi fisik dan psikis terkuras sehingga orang menjadi mudah lelah. 3) Pikiran terus menerus ke arah fantasi seksual. 4) Perasaan bersalah dan berdosa. 5) Bisa mengakibatkan lecet jika dilakukan dengan frekuensi tinggi. 6) Kemungkinan mengalami ejakulasi dini pada saat berhubungan intim. 7) Kurang bisa memuaskan pasangan jika sudah menikah karena terbiasa memuaskan diri sendiri. 8) Menimbulkan kepuasan diri. 9) Ketagihan. Menurut Fisher (1994) dampak masturbasi bisa ditinjau dari dua aspek yakni fisik dan mental atau psikologis. Dampak Fisik

15

1) Dilihat dari segi fisik, masturbasi biasanya menyebabkan kelelahan pada individu karena masturbasi pada umumnya dilakukan tergesa-gesa untuk mencapai ejakulasi. 2) Penggunaan alat bantu secara berlebihan dan tidak tepat dapat menimbulkan luka atau infeksi pada alat kelamin. 3) Masturbasi secara tidak tepat dan tidak terkontrol dapat merusak selaput dara (keperawanan) pada wanita, dan pada pria dapat merusak atau memutuskan jaringan darah di phallus yang dapat mempengaruhi kekuatan ereksi yang semakin melemah. 4) Ejakulasi dini. Apabila seseorang pria melakukan masturbasi dengan tujuan agar cepat klimaks, kemungkinan pria tersebut akan mengalami ejakulasi (mengeluarkan maninya) terlalu dini setelah menikah, oleh karena kebiasaan cepat mencapai puncak/klimaks.

Dampak Mental atau Psikologis Lebih banyak dampak mental daripada dampak fisik yang terjadi akibat masturbasi. Dampak mental yang dirasakan individu (Fisher, 1994) yaitu : 1) Masturbasi dapat menimbulkan perasaan bersalah dan malu. Banyak individu merasa malu menyebutkan masalah masturbasi, masturbasi biasa dilakukan sendirian di tempat yang tersembunyi dari orang lain karena rasa malu. Berdosa bagi individu yang melakukan, akibatnya individu dihantui perasaan bersalah, kotor atau berdosa dalam memandang dirinya.

16

Beberapa agama melarang perbuatan tersebut karena dapat mempengaruhi mental dan akhlaknya di kemudian hari. 2) Self-control yang rendah. Masturbasi biasanya dilakukan karena adanya rangsangan-rangsangan dari luar (stimuli) bukan bersifat instinktif. Artinya, semakin baik kontrol terhadap diri dan perilakunya maka individu yang mempunyai self-control yang baik akan menjauhi perbuatan tersebut. Individu mampu melakukan represi terhadap stimuli tersebut tanpa harus melakukan masturbasi ketika dorongan-dorongan seksualnya semakin tinggi. Remaja diharapkan dapat menguasai atau mengatur pikiran dan menjaga lingkungannya sehingga tidak menggerakkan dorongan seksual yang pada akhirnya dapat mendorong remaja untuk melakukan masturbasi. 3) Biasanya pelaku masturbasi, terutama pada pria akan mengalami krisis kepercayaan diri (self-confidence). Masturbasi biasanya dilakukan secara terpaksa. Pria akan berusaha memacu orgasmenya untuk mencapai kepuasan saat masturbasi, akibatnya akan muncul perasaan takut gagal saat berhubungan seksual yang diakibatkan ejakulasi dini, perasaan takut tidak dapat memuaskan istrinya kelak. 4) Beberapa orang mengatakan bahwa masturbasi mempunyai sensasi yang lebih dibandingkan berhubungan seks, sensasi yang lebih ini dapat mengakibatkan masturbasi kompulsif. Masturbasi kompulsif sebagaimana perilaku kejiwaan yang lain adalah pertanda adanya masalah kejiwaan dan perlu mendapatkan penanganan dari ahli. Fase akhir jika masturbasi

17

kompulsif tidak diselesaikan dengan tepat adalah munculnya fenomena sexual addicted, sebuah ketagihan akan kegiatan-kegiatan seksual. Misalnya, penggunaan alat bantu seks (sex toys) dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya terhadap seks. Alat seks adalah mesin yang berbeda dengan manusia, alat-alat tersebut dapat menimbulkan adiktif karena sensasi yang diberikan berbeda dengan kemampuan pada manusia. 5) Masturbasi yang terlalu sering dapat menjadi suatu obsesi dalam diri individu. Rangsangan seksual yang secara terus menerus dan membutuhkan pelampiasan dengan masturbasi, akibatnya menjadi kebiasaan yang buruk. Biasanya remaja akan mengalami penurunan konsentrasi secara drastis. 6) Khayalan-khayalan yang tidak sehat. Biasanya masturbasi disertai dengan khayalan. Khayalan-khayalan tersebut dapat menjadi sesuatu yang mengikat seseorang secara mental untuk melakukan masturbasi, keadaan seperti ini jelas tidak sehat dan dapat menarik seseorang kepada dunia yang dikhayalkan saja. 7) Isolasi. Masturbasi sebagai pelarian ke dunia yang penuh dengan khayalan dan dapat menarik seseorang dari pergaulan biasa. Orang seperti ini semakin lama akan semakin terisolir, merasa kesepian dan sendirian.

18

g. Masturbasi Kompulsif Melalui wawancara yang dilakukan peneliti kepada Pangkahila (2012), masturbasi sebaiknya tidak dilakukan > 2 kali seminggu. Apabila masturbasi dilakukan lebih dari dua kali seminggu maka dikhawatirkan dapat menjadi masturbasi yang kompulsif. Menurut Zilmahram (2009), Masturbasi dapat disebut sebagai gangguan obsesif- kompulsif apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Masturbasi telah menjadi suatu aktivitas yang mengganggu, menyita waktu dan terjadi berulang-ulang dalam kegiatan sehari-hari. 2. Masturbasi telah mengarah pada adanya pikiran, perasaan, ide, imajinasi atau impuls yang menyerang kesadaran seseorang. Menjadi suatu gangguan yang bersifat absurd dan irasional dan menimbulkan kecemasan serta rasa bersalah yang mendalam. 3. Masturbasi dilakukan sebagai kegiatan yang bersifat ritualistik atau tindakan mental yang berulang. Kegiatan ini dikenal sebagai kompulsi. 4. Masturbasi telah menjadi kegiatan rutin, adanya sikap ketergantungan dan ketidakmampuan membangun relasi yang normal dengan lawan jenis. Jika sebagian atau keempat kriteria diatas terpenuhi maka dapat dikatakan masturbasi telah menjadi gangguan obsesif -kompulsif dan memerlukan penanganan yang lebih lanjut.

19

2. Prestasi Belajar Prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazim ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru atau dosen (Purwanto,2007). Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau Perguruan Tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. (Azwar). Indeks Prestasi Mahasiswa adalah tingkat keberhasilan mahasiswa dalam suatu kurun waktu tertentu sebelum menyelesaikan seluruh program pembelajaran yang merupakan rata-rata tertimbang (Buku Pedoman Program Studi Pendidikan Dokter, 2012)

a. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi. Faktor faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut (Anni, 2004) 1) Faktor jasmaniah, terdiri dari : a) Faktor kesehatan, seperti panca indera dan kondisi fisik secara umum. b) Faktor kelelahan,

20

c) Faktor Psikologis, Intelegensi, perhatian, motivasi 2) Faktor eksternal, terdiri dari : a) Faktor keluarga, seperti relasi dengan orangtua, keadaan ekonomi. b) Faktor sekolah, seperti metode pengajaran, kurikulum, sarana dan prasarana. b. Penilaian Prestasi Belajar Perguruan Tinggi dalam melakukan penilaian terhadap prestasi belajar mahasiswa biasa dilakukan setiap semester sekali. Hasil penilaian atau evaluasi didokumentasikan dalam bentuk daftar nilai akhir semester berupa Indek prestasi. Tingkat keberhasilan belajar mahasiswa dalam suatu program semester atau dalam seluruh program studi dinilai dengan indeks Prestasi semester. Adapun penentuan indeks prestasi mahasiswa kumulatif dapat dihitung sebagai berikut : Tabel 1.Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Indeks Prestasi 2,00-3,00 3,00-3,5 3,51-4,00 Memuaskan Sangat Memuaskan Dengan pujian jika masa studi yang terpakai 9 semster Sangat memuaskan jika masa studi yang terpakai > 9 semester Keterangan

21

3. Hubungan Masturbasi dengan Indeks Prestasi Belajar Pada remaja, masturbasi dilakukan untuk mengurangi ketegangan seksual yang timbul karena dorongan seksual akibat meningkatnya hormon seks, dan perkembangan ciri seks sekunder namun terhambat oleh batasan sosial untuk melakukan hubungan seksual. Pada umumnya masturbasi dilakukan untuk mendapatkan orgasme lebih dini. Namun masturbasi pada remaja juga ditambah dengan fantasi hubungan seksual. Fantasi ini adalah tambahan penting dalam perkembangan identitas seksual, dimana remaja belajar melakukan peran seks dewasa dalam keamanan relatif imajinasi (Kaplan, 2010). Masturbasi pada dasarnya tidak memiliki dampak. Masturbasi menjadi psikopatologis ketika menjadi kompulsi di luar kendali yang diinginkan. Perilaku kompulsif adalah perilaku yang disadari, standar, dan berulang. Kaitannya dengan obsesif-kompulsif, perilaku kompulsif dilakukan dalam upaya mengurangi kecemasan terhadap obsesi yang muncul. Pada masturbasi kompulsif, obsesi tidak selalu terkait dengan hal yang bersifat seksual (seperti obsesi melakukan hubungan seksual), melainkan sebuah pertanda adanya gangguan emosional (Kaplan, 2010). Belum ada penelitian yang mengkategorikan secara jelas kapan masturbasi dikatakan sebagai perilaku yang kompulsif. Namun berdasarkan pertemuan ilmiah seksologi Tahunan, masturbasi sebaiknya tidak dilakukan lebih dari dua kali dalam

22

seminggu (Pangkahila, 2012) Dampak masturbasi lain timbul karena anggapan masyarakat tentang masturbasi sebagai perilaku yang tabu dan berdosa. Sehingga menimbulkan dampak psikis bagi pelakunya, terutama remaja. Dampak psikis yang paling besar adalah kecemasan karena konflik batin untuk membendung ketegangan seksual. (Kaplan, 2010). Sehingga dapat dikatakan masturbasi dalam frekuensi sering dengan jangka waktu lama merupakan pertanda gangguan emosional yang mengarah pada masturbasi kompulsif yang disertai dengan gangguan kecemasan. Kecemasan pada jangka panjang dapat menganggu mengurangi proses daya pembelajaran ingat, dan dengan menurunkan konsentrasi, untuk

mengganggu

kemampuan

menghubungkan satu hal dengan hal yang lain. Aspek penting lainnya akibat kecemasan adalah terjadinya selektivitas perhatian. Orang yang cemas cenderung memperhatikan hal tertentu dan mengabaikan hal yang lain (Kaplan, 2010). Apabila ditinjau dari sudut pandang biologis, kecemasan dipengaruhi oleh tiga neurotransmitter, yakni norepinefrin, serotonin, dan GABA. Serotonin diduga merupakan neurotransmitter utama yang berperan dalam timbulnya kecemasan (Kaplan, 2010). Badan sel sebagian neuron serotonergik terletak di raphe nuclei di batang otak pars rostralis dan menyalurkan impuls ke korteks serebri dan sistem limbik. Proyeksi tempattempat tersebut, berkaitan pula dengan komponen yang mempengaruhi

23

proses belajar manusia. Seperti pada korteks serebri, memiliki peranan dalam fungsi intelektual, memecahkan masalah yang kompleks, dan ingatan (Guyton,2007). Kemudian sistem limbik memiliki fungsi dalam pengaturan perasaan dan emosi, terutama reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual. Sistem limbik juga diyakini berperan dalam ingatan, karena lesi pada hipokampus dapat mengakibatkan hilangnya ingatan baru (Sylvia, 2005). Dengan demikian, maka pelaku masturbasi secara perlahan akan mengalami gangguan fungsi intelektual, memecahkan masalah, dan ingatan. Ditambah dengan gangguan mengatur perasaan, dan emosi sehingga menurunkan kemampuan untuk berprestasi dalam belajar. Pada mahasiswa, untuk mengamati penurunan prestasi belajar tersebut, digunakan Indeks prestasi belajar mahasiswa yang diperoleh setiap semester.

24

II. Kerangka Pemikiran Sosial ekonomi Masturbasi > 2 dalam seminggu Pendidikan

Masturbasi Kompulsif

Kecemasan

Gangguan proses berpikir, mengingat dan emosi

Kehadiran Akademik Motivasi belajar

Prestasi belajar menurun

Keterangan: Variabel Luar Terkendali Lingkup Penelitian

25

III. Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: Ada hubungan antara frekuensi masturbasi dengan indeks prestasi belajar pada mahasiswa kedokteran Universitas Sebelas Maret.

You might also like