You are on page 1of 40

KONDISI UMUM PERAIRAN UNTUK KEHIDUPAN GONGGONG (Strombus canarium) DI DESA MADUNG KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

USULAN PRAKTIK LAPANG

OLEH JENNY CHRISTLE LINANDA MANALU

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2012

KONDISI UMUM PERAIRAN UNTUK KEHIDUPAN GONGGONG (Strombus canarium) DI DESA MADUNG KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

USULAN PRAKTIK LAPANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melakukan Praktik Lapang guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Oleh JENNY CHRISTLE LINANDA MANALU NIM. 100254242013

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNG PINANG 2012

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

Kondisi Umum Perairan Untuk Kehidupan Gonggong (Strombus Canarium) di Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Jenny Christle Linanda Manalu 100254242013 Manajemen Sumberdaya Perairan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Nama NIM Program Studi Fakultas Perguruan Tinggi

: : : : :

Tanjungpinang, Juli 2012

Mengetahui Ka. Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui Dosen Pembimbing

Diana Azizah, S.Pi, M.Si NIPY. 751070112

Lily Viruly, S.TP, M.Si NIPY. 751070070

Mengesahkan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Pembantu Dekan I Bidang Akademis

T. Said RazaI, S.Pi, M.Si NIPY. 751070079

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan Praktik Lapang dengan judul Kondisi Umum Perairan Untuk Kehidupan Gonggong (Strombus Canarium) di Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta keluarganya. Usulan Praktik Lapang ini disusun sebagai salah satu syarat dan pedoman dalam melaksanakan praktik lapang di Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Diana Azizah S.Pi, M.Si selaku ketua program studi, Ibu Lily Viruly S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing, Bapak T. Said RazaI S.Pi, M.Pi selaku pembantu dekan I bidang akademis, serta kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penyelesaian usulan praktik lapang ini. Bagaimanapun juga dalam penyusunan usulan praktik lapang ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sebagai pengajaran untuk perbaikan dan informasi yang dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian laporan hasil praktik lapang kedepannya. Semoga usulan praktik lapang ini bermanfaat bagi kita semua.

Tanjungpinang, Juli 2012

Jenny Christle Linanda Manalu

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Tujuan ............................................................................................. 1.3 Manfaat ........................................................................................... i ii iv v vi 1 1 2 3 4 4 6 6 6 6 7 8 8 10 10 11 12 12 13 13 13 14 14 16 16 16 16 16 16 17

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1 Siput Gonggong (Strombus canarium)............................................. 2.2 Parameter Kualitas Air .................................................................... 2.3.1 Parameter Fisika .................................................................... 2.3.1.1 Suhu ........................................................................ 2.2.1.2 Kecerahan ................................................................ 2.3.1.3 Kekeruhan ................................................................ 2.3.1.4 Salinitas .................................................................... 2.3.1.5 Substrat .................................................................... 2.3.2 Parameter Kimia .................................................................... 2.3.2.1 Oksigen Terlarut (DO) .............................................. 2.3.2.2 Derajat Keasaman (pH) ............................................ III. METODE PRAKTIK .......................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 3.3 Metode Praktik ................................................................................ 3.3.1 Jenis Data .............................................................................. 3.3.2 Metode Pengumpulan Data .................................................... 3.3.3 Penentuan Stasiun .................................................................. 3.4 Metode Pengamatan Gonggong (Strombus canarium) .................... 3.5 Metode Pengukuran Kualitas Perairan ............................................ 3.5.1 Parameter Fisika .................................................................... 3.5.1.1 Suhu ........................................................................ 3.5.1.2 Kecerahan ................................................................ 3.5.1.3 Kekeruhan ............................................................... 3.5.1.4 Salinitas ....................................................................

iii

3.5.1.5 Substrat .................................................................... 3.5.2 Parameter Kimia ..................................................................... 3.5.2.1 Oksigen Terlarut (DO) .............................................. 3.5.2.2 Derajat Keasaman (pH) ............................................. 3.6 Analisis Data .................................................................................. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN ................................................ RENCANA ANGGARAN BIAYA ............................................................. ORGANISASI PENELITIAN .................................................................... OUTLINE SEMENTARA .......................................................................... LAMPIRAN ................................................................................................

17 18 18 19 19 20 23 24 25 26 28

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik lapang .......................

Halaman 13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 2 3 Siput Gonggong (Strombus canarium) ............................................... Peta stasiun pengambilan sampel ...................................................... Sketsa stasiun pengambilan sampel ...................................................

Halaman 5 12 15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Halaman

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut ...................................................

29

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau membentang luas sekitar 251.810,71

kilometer persegi dan memiliki sekitar 2.408 pulau. Sebagian besar atau sekitar 95% wilayahnya terdiri dari lautan, sementara daratannya hanya 5%, yang tersebar luas mulai dari selat Malaka hingga ke Laut Cina Selatan berbatasan dengan Vietnam (Kamalia, 2011). Laut merupakan aset karena memiliki sumberdaya hayati dan non hayati yang melimpah. Dengan laut yang begitu luas, Kepulauan Riau memiliki potensi hasil kelautan dan perikanan yang besar sebagai modal pembangunan daerah. Potensi yang dimiliki harus dimanfaatkan secara optimal agar pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan dapat berkelanjutan. Tanjungpinang merupakan ibukota dari provinsi Kepulauan Riau yang berada di Pulau Bintan. Gonggong (Strombus canarium) merupakan salah satu jenis siput atau gastropoda laut yang sangat terkenal sebagai hidangan laut di wilayah Kepulauan Riau dan sekitarnya (Bond, Johanes, dan Ita, 2012). Siput gonggong merupakan hewan laut endemic di Pulau Bintan. Siput ini telah dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh masyarakat dan telah menjadi icon serta dikenal sebagai makanan khas di Pulau Bintan Kepulauan Riau. Siput gonggong (Strombus canarium) di Pulau Bintan salah satunya banyak dijumpai di Desa Madung Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau. Masyarakat daerah Desa Madung pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Banyak aktivitas masyarakat yang dilakukan, berhubungan dengan laut.

Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Desa Madung setiap tahunnya, berarti bertambah pula jumlah limbah yang berdampak ke laut yang berasal dari aktivitas penduduk setempat. Seperti limbah rumah tangga, limbah minyak-minyak kapal nelayan, serta limbah aktivitas pertambangan bauksit yang terdapat di Desa Madung, baik yang masih dalam kondisi pengerukan, maupun lokasi bekas pengerukan yang sudah tidak terdapat aktivitas pengerukan lagi. Hal-hal tersebut merupakan beberapa faktor yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran perairan laut yang dapat berakibat berkurang dan hilangnya sumberdaya di perairan Desa Madung, terutama siput gonggong (Strombus canarium) sebagai salah satu sumberdaya yang benilai ekonomis tinggi. Penelitian tentang gonggong (Strombus canarium) masih belum banyak dilakukan, sedangkan kegiatan penangkapannya telah cukup intensif karena jumlah permintaannya juga semakin banyak. Praktik lapang ini dilakukan untuk mendeskripsikan informasi mengenai gonggong (Strombus canarium) tersebut, sebagai dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut mengingat gonggong (Strombus canarium) merupakan icon dan makanan khas Pulau Bintan Kepulauan Riau, dan dilakukan di Desa Madung Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau sebagai salah satu daerah penghasil gonggong (Strombus canarium).

1.2

Tujuan Adapun tujuan dari praktik lapang ini adalah untuk mengetahui kondisi

umum perairan untuk kehidupan gonggong (Strombus canarium) di Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

1.3

Manfaat Hasil praktik lapang ini diharapkan dapat : 1. Menjadi informasi kepada Dinas Kelautan dan Perikanan serta masyarakat sekitar agar dapat dijadikan rujukan dalam pemeliharaan perairan untuk kehidupan gonggong (Stombus canarium) di Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. 2. Menjadi acuan untuk penelitian-penelitian lanjutan mengenai gonggong (Strombus canarium).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Siput Gonggong (Strombus canarium) Gonggong termasuk sejenis siput laut ( Strombus canarium L.1758),

merupakan salah satu hewan lunak (Mollusca), banyak hidup di pantai Pulau Bintan dan sekitarnya, seperti Pulau Dompak, Pulau Lobam, Pulau Mantang, Senggarang, dan Tanjung Uban (Amini, 1984, dalam Viruly, 2011). Gonggong merupakan Mollusca yang termasuk kelas Gastropoda dengan spesies Strombus sp. Klasifikasi gonggong menurut Zaidi et al. (2009) dalam Viruly (2011) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Mollusca : Gastropoda : Mesogastropoda : Strombiadae : Strombus : Strombus canarium Linn.1758

Suwigno, (1979) dalam Suhardi (2012) menyatakan siput gonggong merupakan hewan herbivor yang makanannya terdiri dari makro alga (25%), lamun (20%), fitoplankton (15%), zooplankton ( 5% ), dan detritus (20%). Siput gonggong merupakan jenis moluska gastropoda yang mendiami areal pasang surut dengan kedalaman 3-4 meter, substrat pasir berlumpur dan ditumbuhi lamun (BPP-PSPL Universitas Riau, 2010). Menurut Amini (1984) dalam Viruly (2011) gonggong hidup tersebar di sepanjang pantai dengan dasar perairan pasir lumpur atau pasir campur lumpur yang banyak ditumbuhi tanaman laut seperti rumput

setu, samo-samo (Enhalus accoroides), Thalassia spp. dan lain-lain. Siput gonggong dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Siput Gonggong (Strombus canarium). (Sumber: Tan, 2004)

Warna cangkang adalah putih atau putih kekuning-kuningan, dari warna cangkang Siput Gonggong dapat digunakan untuk menentukan ciri-ciri morfologi lingkungan hidupnya. Cangkang Siput Gonggong yang berwarna putih umumnya hidup di dasar perairan berpasir sedangkan cangkang warna kekuningan, hidup di dasar perairan berlumpur atau lumpur bercampur pasir (Suwigno, 1979, dalam Suhardi, 2012). Kondisi perairan dimana banyak ditemukan gonggong, salinitasnya berkisar antara 26-32%, pH antara 7,18,0, oksigen terlarut 4,56,5 ppt, kecerahan air 0,53,0 m dan suhu antara 26-30 C (Amini, 1984, dalam Viruly, 2011).

2.2

Parameter Kualitas Air

2.2.1 Parameter Fisika 2.2.1.1 Suhu Suhu sangat penting dalam perairan, karena suhu merupakan controlling factor yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan metabo lisme organisme perairan (Brett dalam Usman et al., 1995, dalam Lisdawati, 2011). Selain itu suhu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut, dimana semakin tinggi suhu suatu perairan maka semakin cepat pula perairan tersebut mengalami kejenuhan akan oksigen (Asmawi, 1983, dalam Lisdawati, 2011). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude) ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2003). Kisaran suhu yang dianggap layak bagi kehidupan organisme akuatik adalah 25-32 C (Wardoyo, 1975, dalam Sianipar, 2011). Tetapi setiap organisme memilki taraf suhu terendah, batas suhu tertinggi, bata-batas terhentinya tumbuh, dan suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi (Irianto, 2006, dalam Kamalia, 2011). Sastry (1963) dalam Harahap (1987) dalam Aidia (2011) menyatakan suhu dapat membatasi sebaran hewan hewan benthos secara geografik.
Suhu yang baik bagi pertumbuhan hewan hewan benthos adalah berkisar antara 250C 310C. Khusus gonggong dapat hidup secara optimal pada suhu antara 26-30 C

(Amini, 1984, dalam Viruly, 2011).

2.2.1.2 Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual. Nilai kecerahan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca,

waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan penelitian (Effendi, 2003). Kecerahan suatu perairan menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna. Kecerahan yang mendukung apabila secchi disc mencapai 20-40 cm dari permukaan (Chakroff dalam Syukur, 202, dalam Sianipar, 2011). Henderson-sellers dan Morkhand (1987) dalam Kamalia (2011)

menyatakan bahwa kecerahan keping secchi <3 m merupakan tipe perairan yang subur (eutropik), antara 3-6 m kesuburan sedang (mesotropik) dan >6 m digolongkan pada tipe perairan kurang subur (oligotropik). Khusus gonggong dapat hidup secara optimal pada kecerahan air 0,53,0 m (Amini, 1984, dalam Viruly, 2011).

2.2.1.3 Kekeruhan Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terlarut dan tersuspensi, maupun bahan-bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA, 1976, dalam Davis dan Cornwell, 1991, dalam Effendi, 2003). Kekeruhan menyebabkan sinar yang datang ke air akan lebih banyak dihamburkan dan diserap dibandingkan dengan yang ditransmisikan (Ghufran dan Tancung, 2001, dalam Firdaus, 2012). Kekeruhan yang tinggi dapat

mengakibatkan terhambatnya penetrasi cahaya ke dalam air (Effendi, 2003).

2.2.1.4 Salinitas Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat membatasi kehidupan organisme dan dapat mengontrol pertumbuhan, reproduksi, dan distribusi organisme (Odum dalam Marshally, 2010, dalam Chevalda, 2012). Salinitas didefinisikan sebagai jumlah bahan padat yang terkandung dalam tiap kilogram air laut, dinyatakan dalam gram per-kilogram atau perseribu (Sutika dalam Armita, 2011). Nontji (1993) dalam Lisdawati (2011) menyatakan bahwa salinitas perairan selalu berubah yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai. Salinitas merupakan faktor penting yang menunjang kelangsungan hidup organisme perairan, konsumsi pakan, laju pertumbuhan, metabolisme, dan distribusi ikan (Kinne, 1964, dalam Asmawi, 1983, dalam Kamalia, 2011). Nilai salinitas perairan laut biasaanya antara 30 40 (Effendi, 2003). Khusus gonggong dapat hidup secara optimal pada salinitasnya berkisar antara 26-32% (Amini, 1984, dalam Viruly, 2011).

2.2.1.5 Substrat Nybakken (1988) dalam Syamsurisal (2011) menjelaskan bahwa substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrobenthos. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat. Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi Substrat dasar berpengaruh terhadap jenis hewan dasar yang hidup pada daerah tersebut. Kehidupan biota sesuai dengan habitatnya, dimana pada substrat

yang keras dihuni oleh hewan yang mampu melekat dan pada substrat yang lunak dihuni oleh organisme yang mampu membuat lubang (Odum, 1979, dalam Kangkan, 2006). Substrat dasar suatu lokasi bervariasi dari bebatuan sampai lumpur dapat berpengaruh terhadap instalasi budidaya, pertukaran air,

penumpukan hasil metabolisme dan kotoran (Rejeki, 2001, dalam Kangkan, 2006). Menurut Dahuri (2003) dalam Kangkan (2006) mengatakan bahwa substrat juga berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup perlindungan dari arus air dan tempat pengolahan serta pemasukan nutrien. Jenis dan ukuran substrat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik dan distribusi benthos. Semakin halus tekstur tersebut semakin tinggi kemampuan untuk menjebak bahan organik (Nybakken, 1992, dalam Kangkan, 2006). Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang (Ardi, 2002). Disamping itu juga oleh kelandaian (slope) pantai. Menurut Sumich (1992), Nybakken (1997) dan Barnes dan Hughes (1999), substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, subtrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. Sedangkan pada daerah pesisir yang mempunyai arus dan gelombang yang kuat disertai dengan pantai yang curam, maka substrat cenderung berpasir sampai berbatu. Daerah pesisir dengan pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka.

10

Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan yang potensial bagi benthos pantai ini (Ardi, 2002). Menurut Ardi (2002), substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, kebanyakan benthos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel substrat. Ardi (2002) manyatakan bahwa kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi (dikutip dari http://lariajamift.wordpress.com/page/15/).

2.2.2 Parameter Kimia 2.2.2.1 Oksigen Terlarut (DO) Semua organisme perairan memerlukan oksigen untuk bernapas. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi oksigen di laut antara lain adalah proses fotosintesis tanaman air, interaksi udara dan laut (air-sea interaction), gerakan/pencampuran massa air dan proses kimia (Birowo, 1991, dalam Sianipar, 2011). Semakin tinggi tekanan air, kelarutan oksigen semakin tinggi. Di perairan laut, kadar oksigen berkisar antara 11 mg/liter pada suhu 0 C dan 7 mg/liter pada suhu 25C (McNeely et al., 1979, dalam Effendi, 2003). Chusnia (2010) menuliskan berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO), kualitas perairan atas empat yaitu; tidak tercemar (> 6,5 mg/l), tercemar ringan (4,5 6,5 mg/l), tercemar sedang (2,0 4,4 mg/l) dan tercemar berat (< 2,0 mg/l). Kandungan

11

oksigen terlarut dalam air yang baik bagi kehidupan organisme air adalah 5 mg/l atau 1-5 mg/l organisme masih bisa hidup tetapi pertumbuhannya lambat dan pada 0,3-1 mg/l merupakan titik yang mematikan bagi organisme, sedang apabila kurang dari 4 atau 3 mg/l dalam periode yang lama maka organime berhenti bertumbuh (Boyd 1990, dalam Marianti 2012). Khusus gonggong dapat hidup secara optimal pada oksigen terlarut 4,56,5 ppt (Amini, 1984, dalam Viruly, 2011).

2.2.2.2 Derajat Keasaman (pH) pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan (Lesmana, 2004, dalam Lisdawati, 2011). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas fotosintesis, aktivitas biologis, suhu, kandungan oksigen, dan adanya kation (Pescod dalam Zulkipli, 1998, dalam Sianipar, 2011). Menurut Soeseno (1971) dalam Lisdawati (2011), pH yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi terus menerus, dapat menyebabkan berkurangnya pertumbuhan pada ikan karena pada suasana tersebut mengganggu pertukaran zat di dalam tubuhnya. Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 8,5 (Effendi, 2003). Khusus gonggong dapat hidup secara optimal pada pH antara 7,18,0 (Amini, 1984, dalam Viruly, 2011).

III. METODE

3.1

Waktu dan Tempat Praktik lapang ini akan dilaksanakan mulai dari bulan Juli 2012 sampai

September 2012, dengan rincian persiapan dan pengajuan proposal akan dilaksanakan dalam bulan Juli 2012, waktu pengumpulan dan pengukuran data akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2012, pengolahan data dan seminar hasil praktik lapang akan dilaksanakan dalam bulan September 2012. Praktik lapang akan dilaksanakan di perairan laut Desa Madung, Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Peta stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 2. Analisis data eksitu akan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Gambar 2 Peta stasiun pengambilan sampel. (Sumber: Google earth, 2007)

13

3.2

Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik lapang dijelaskan dalam

Tabel 1. Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik lapang No a Parameter 1 Suhu 2 3 4 5 Kecerahan Kekeruhan Salinitas Substrat SatuanAA Bahan C m NTU Aquades Air kran Alat -Thermometer -Tali Secchi Disk -Turbidymeter -Gelas piala Hand Refractometer -Eckman Grab -Saringan -Beaker Glass -Botol BOD -Erlemeyer -Suntik -Pipet tetes

Oksigen terlarut (DO)

mg/L

7 8 9

Derajat keasaman (pH) Penentuan titik stasiun Transek

-Aquades -NaOH KI -MnSO4 -H2SO4 -Amilum -Na2SO7 Aquades

10 11

Mencatat hasil Dokumentasi

pH Meter GPS -Kayu -Tali -Meteran ATK Kamera Digital

3.3

Metode Praktik

3.3.1 Jenis Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan berupa data pengukuran kualitas perairan Desa Madung Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau yang dikumpulkan melalui pengambilan sampel, pengamatan insitu dan pengamatan eksitu. Data sekunder yang diperlukan berupa data kependudukan, serta sarana dan prasarana yang dikumpulkan dari

14

penelusuran berbagai pustaka dan dari instansi terkait seperti Kantor Kelurahan dan Dinas Kelautan dan Perikanan.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam Praktik Lapang ini adalah metode survey yaitu pengamatan dan pengukuran langsung ke lapangan terhadap kondisi umum perairan untuk kehidupan gonggong (Strombus canarium) di perairan Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Pengamatan dan pengukuran kualitas perairan dilakukan dengan 4 (empat) kali pengulangan waktu dalam sebulan yaitu sehari dalam seminggu, dan dilakukan dengan 2 (dua) kali pengulangan pengambilan sampel dalam sehari yaitu pada saat pasang dan surut. Setiap pengambilan sampel dilakukan dengan 3 (tiga) kali pengulangan pada tiap stasiun.

3.3.3 Penentuan Stasiun Penentuan stasiun menggunakan metode Purposive Sampling. Purposive Sampling artinya pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003). Tiga stasiun ditentukan berdasarkan keterwakilan lokasi perairan untuk kehidupan gonggong (Strombus canarium) di perairan Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Tiga lokasi yang ditetapkan untuk pengambilan sampel antara lain : o Stasiun I terletak di sekitar lokasi yang terdapat pemukiman penduduk dan terdapat aktivitas budidaya keramba, dimana

15

masyarakat umum biasa mencari gonggong untuk konsumsi seharihari. o Stasiun II terletak dekat dengan pemukiman dan dekat dengan mangrove, dimana masyarakat umum biasa mencari gonggong untuk konsumsi sehari-hari.
o

Stasiun III terletak pada lokasi pencarian gonggong oleh nelayan gonggong dimana banyak terdapat gonggong.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Transek Line. Transek tersebut ditarik tegak lurus dari garis pantai untuk setiap stasiun. Sketsa stasiun pengambilan sampel dijelaskan pada Gambar 3.

Gambar 3 Sketsa stasiun pengambilan sampel.

Dalam tiap stasiun ditentukan tiga titik sub-stasiun. Transek ditarik dari garis pantai sepanjang 30 m. Jarak antara setiap sub-stasiun sepanjang 10 m. Jarak antar stasiun + 100 m.

16

3.4

Metode Pengamatan Gonggong (Strombus canarium) Siput gonggong dikumpulkan sepanjang garis transek pada tiap stasiun.

Kemudian dilakukan perhitungan jumlah gonggong yang didapat pada tiap stasiun. Hasil perhitungan dibandingkan dengan parameter kualitas perairan antar stasiun, guna memperoleh gambaran kondisi umum perairan untuk kehidupan gonggong yang lebih optimal.

3.5

Metode Pengukuran Kualitas Perairan

3.5.1 Parameter Fisika 3.5.1.1 Suhu (SNI 06-2412-1991) Suhu diukur dengan menggunakan thermometer dengan cara

mencelupkannya ke dalam perairan laut, kemudian dilihat dan dicatat angka yang ditunjukkan oleh alat tersebut.

3.5.1.2 Kecerahan (SNI 06-2412-1991) Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk dengan cara secchi disk tersebut dimasukkan ke dalam perairan sampai untuk pertama kalinya tidak tampak lagi (jarak hilang), kemudian ditarik secara perlahan sehingga untuk pertama kalinya secchi disk nampak (jarak tampak). Untuk menghitung kecerahan digunakan rumus sebagai berikut: Kecerahan= Jarak hilang m +Jarak tampak (m) 2

3.5.1.3 Kekeruhan (Alaert dan Santika, 1984) Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan memindahkan sampel air dari botol sampel ke gelas piala yang tersedia, kemudian bandingkan dengan standar

17

air yang tersedia. Masukkan standar air yang telah dicocokkan dengan sampel air ke dalam turbidymeter kemudian distabilkan sesuai dengan standar hingga jarum turbidymeter menunjukkan angka standarnya. Keluarkan standar air tersebut lalu masukkan sampel air, kemudian catat hasil yang ditunjukkan oleh jarum.

3.5.1.4 Salinitas (SNI 06-2412-1991) Pengukuran salinitas dilakukan pada setiap stasiun dengan menggunakan hand refractometer. Sebelum digunakan alat dikalibrasi dahulu supaya berada dalam keadaan standar. Air sampel diambil dari permukaan perairan dengan menggunakan botol sampel, kemudian air sampel ini diteteskan pada hand refractometer, maka salinitasnya akan ditunjukkan pada alat dengan satuan .

3.5.1.5 Substrat (Buchanan, 1984) Penentuan substrat dasar perairan dilakukan dengan mengikuti prosedur Buchanan (1984), tujuannya untuk mengetahui persentase kerikil, pasir dan lumpur. Sampel substrat diambil secukupnya dan dimasukkan ke dalam plastik. Prosedur penentuan substrat dasar perairan berdasarkan prosedur Buchanan (1984) sebagai berikut: Sampel substrat diambil sebanyak 25 gr dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60-70 C selama 24 jam. Selanjutnya substrat ditempatkan di dalam beaker glass yang berisi 250 ml air kran dan diaduk selama 10-15 menit dengan tangkai mekanis. Kemudian suspensi substrat disaring dengan saringan 2; 0,5; 0,25; dan 0,063 ml dengan menyemprotkan air kran kesaringan sehingga

18

partikel yang lebih halus lolos dari mata saringan dan yang besar akan tertahan. Setiap fraksi yang tertahan dikeringkan masing-masing saringan pada suhu 100 C selama 4 jam. Setelah kering ditimbang beratnya untuk mengetahui persentase berat dari masing-masing fraksi. Selanjutnya pemberian nama jenis substrat menggunakan metode aturan segitiga Shepard. Adapun perhitungan untuk penentuan jenis substrat berdasarkan metode segitiga Shepard dengan rumus: Fraksi (%) = Dimana : A = berat sampel dan cawan setelah pengeringan dengan suhu 70 C (gr) B = berat sampel dan cawan setelah pengeringan dengan suhu 100 C (gr) C = berat sampel atau sedimen awal (gr)
A-B C

x 100%

3.5.2 Parameter Kimia 3.5.2.1 Oksigen Terlarut (DO) (Alaert dan Santika, 1984) Pengukuran DO dilakukan melalui titrasi yang berpatokan pada metode Winkler. Air sampel diambil dengan menggunakan botol BOD tanpa terjadi atau tanpa terdapat gelembung udara, kemudian ditambah 1 ml larutan KI alkaline dan 1 ml larutan mangan sulfat pekat hingga terbentuk endapan. Kemudian tambahkan 1 ml asam sulfat dikocok hati-hati hingga semua endapan hilang, setelah itu larutan dipindahkan ke dalam erlemeyer bervolume 100 ml dan titrasi dengan tiosulfat hingga berbentuk kuning muda lalu masukkan 2-3 tetes indikator amilum

19

hingga warna biru tua muncul, selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan larutan tiosulfat hingga warna biru tua tersebut hilang. Jumlah titran yang dipakai dicatat dan dimasukkan ke dalam rumus perhitungan oksigen terlarut yang menggunakan rumus: DO (mg/L) = Dimana : A N 8 1000 V 4 = total ml tiosulfat yang terpakai = normalitas larutan tiosulfat yang digunakan (0,0125 N) = nomor atom dari O2 = konversi liter ke mililiter = volume air sampel yang dipindahkan ke tabung erlemeyer = nilai koreksi
(A x N x 8 x 1000) (V-4)

3.5.2.2 Derajat Keasaman (pH) (SNI 06-2412-1991) Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter, dengan cara mencelupkan elektrodanya ke dalam perairan dan alat akan secara langsung memberikan hasil pembacaan pada layar panel.

3.6

Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan pengamatan dikumpulkan

dan ditabulasikan dalam bentuk tabel serta dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran tentang keadaan atau kondisi umum perairan untuk kehidupan gonggong (Strombus canarium) di Desa Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

DAFTAR PUSTAKA

Aidia.

2011. Beberapa Parameter Kualitas Air yang Berhubungan dengan Kelangsungan Hidup Kima. Online. http://kuliahitukeren.blogspot.com/ 2011/07/beberapa-parameter-kualitas-air-yang.html, diakses tanggal 13 Juli 2012.

Alaert, G dan S. S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Anonim. 2007. Pengamatan Transek Garis 100 Meter @ Pulau Pari Bagian Selatan. Online. http://lariajamift.wordpress.com/page/15/, diakses tanggal 23 Juli 2012. Armita, Dewi. 2011. Analisis Perbandingan Kualitas Air di Daerah Budidaya Rumput Laut dengan Daerah Tidak Ada Budidaya Rumput Laut di Dusun Malelaya Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. Skripsi. Makasar: Universitas Hasanuddin. Bond, Meyky, Manja, Johannes Hutabarat, dan Ita Widowati. 2012. Pengaruh Pakan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhandan Perkembangan Gonad Gonggong(Strombus canarium). Online. http://www.scribd.com/doc/ 77722421/ABSTRAK, diakses tanggal 4 Juli 2012. BPP-PSPL Universitas Riau. 2010. Studi Distribusi dan Eksploitas Siput Gonggong di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga. Laporan Akhir. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coremap II) CRITC LIPI. Pekanbaru: Universitas Riau. Buchanan, J. B. 1984. Sediment Analysis. N. A. Holme and A. D. Mc Intyre (eds): Methods for Study of Marine Benthos. Blackell Science. Pub. Oxford and Edinberg. Chevalda, Freila, Reygan. 2012. Kondisi Umum Parameter Fisika Perairan Pulau Sekatap Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Kepri. Laporan Penelitian. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Chusnia, Wilda. 2010. Pengukuran Parameter Kualitas dengan Bentos. Online. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2074023-pengukuranparameter-kualitas-dengan-bentos/, diakses tanggal 14 Juli 2012. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Jakarta: Kanisius. Firdaus, Muhammad. 2012. Kondisi Umum Parameter Fisika Perairan Tanjung Siambang Pulau Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjuungpinang

21

Provinsi Kepulauan Riau. Laporan Penelitian. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Kamalia. 2011. Kondisi Umum Perairan dan Perikanan di Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan Provinsi Kepri. Usulan Praktik Lapang. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Kangkan, Leonidas, Alexander. 2006. Studi Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan BudidayaLaut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Lisdawati. 2011. Kondisi Umum Perairan di Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Usulan Praktik Lapang. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Marianti. 2012. Analisis Perbedaan Dosis Pupuk Organik Terhadap Kualitas Air di Balai Reset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor, Jawa Barat. Laporan Magang. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Lampiran III. Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Masyarakat. Universitas Sumatra Utara. Medan: Fakultas Kesehatan

Sianipar, Boston. 2011. Keadaan Umum Perairan Laut Kelurahan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Usulan Praktik Lapang. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Standar Nasional Indonesia No. 06-2412. 1991. Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air. Jakarta: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Suhardi, Bambang. 2012. Analisis Kandungan Logam Berat Cd Dan Pb Pada Siput Gonggong ( Strombus Canarium )di Perairan Laut Madung Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Syamsurisal. 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobenthos di Hutan Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten Barru. Skripsi. Makassar: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.

22

Tan, Ria. 2004. Gong-gong or Pearl conch (Strombus canarium). Online. http://www.flickr.com/photos/wildsingapore/497792137/in/photostream/, diakses tanggal 4 Juli 2012. Viruly, Lily. 2011. Pemanfaatan Siput Laut Gonggong (Strombus Canarium) Asal Pulau Bintan-Kepulauan Riau Menjadi Seasoning Alami. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Juli No Kegiatan 1 1 2 3 4 5 Persiapan Pengajuan Proposal PL Pelaksanaan PL Pengolahan data PL Seminar hasil PL 2 3 4 1

Agustus 2 3 4 1

September 2 3 4

RENCANA ANGGARAN BIAYA

No 1

Kegiatan Biaya Penyusunan Proposal a. Pengetikan proposal b. Kertas kuarto, map dan alat tulis c. Penjilidan dan perbanyak Rp.

Biaya

50.000,-

Rp. 100.000,Rp. 150.000,-

Biaya Pelaksanaan Penelitian a. Transportasi b. Dokumentasi c. Akomodasi selama penelitian Rp. 250.000,Rp. 50.000,-

Rp. 350.000,-

Biaya Penyusunan Laporan a. Pengetikan b. Penjilidan dan perbanyak c. Biaya ujian Total Rp. 50.000,-

Rp. 150.000,Rp. 200.000,Rp. 1.350.000,-

Terbilang : Satu Juta Tiga Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah

ORGANISASI MAGANG

1. Pelaksana Kegiatan Nama NIM Prodi Alamat Rumah No Hp : Jenny Christle Linanda Manalu : 100254242013 : Manajemen Sumberdaya Perairan : P. Penyengat : 0819 9125 0796

2. Dosen Pembimbing Nama NIPY Alamat No Hp : Lily Viruly S.TP, M.Si : 751070070 : Jl.Politeknik Senggarang : 0856 6882 4200

OUTLINE SEMENTARA

RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN III. PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang 1.5 Tujuan Praktik Lapangan 1.6 Manfaat Praktik Lapangan IV. TINJAUAN PUSTAKA 2.3 Siput Gonggong (Stombus canarium) 2.2 Parameter Kualitas Air 2.3.1 Parameter Fisika 2.3.1.1 Suhu 2.3.1.2 Kecerahan 2.3.1.3 Kekeruhan 2.3.1.4 Salinitas 2.3.1.5 Substrat 2.3.2 Parameter Kimia 2.3.2.1 Oksigen Terlarut (DO) 2.3.2.2 Derajat Keasaman (pH) III.METODE PRAKTIK 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Praktik 3.3.1 Jenis Data 3.3.2 Metode pengumpulan Data 3.3.3 Penentuan Stasiun 3.4 Metode Pengamatan Gonggong (Strombus canarium) 3.5 Pengukuran Kualitas Perairan 3.5.1 Parameter Fisika Perairan 3.5.1.1 Suhu 3.5.1.2 Kecerahan 3.5.1.3 Kekeruhan 3.5.1.4 Salinitas

27

3.5.1.5 Substrat 3.5.2 Parameter Kimia Perairan 3.5.2.1 Oksigen Terlarut (DO) 3.5.2.2 Derajat Keasaman (pH) 3.6 Analisa Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.2 Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

No. 1.

Parameter FISIKA Kecerahana m

Satuan

Baku Mutu Coral: >5 Mangrove: Lamun: >3 Alami3 <5 Coral: 20 Mangrove: 80 Lamun : 20 Nihil 1(4) Alami3(c) Coral : 28-30 (c) Mangrove : 28-32 (c) Lamun : 28-30(c) Nihil 1(5) 7 8,5(d) Alami3(e) Coral : 33-34(e) Mangrove : s/d 34(e) Lamun : 33-34(e) >5 20 0,3 0,015 0,008 0,5 0,01 0,003 0,002 0,01 1 1 0,01 0,01

2. 3. 4.

Kebauan Kekeruhana Padat tersuspensi totalb

NTU mg/l

5. 6.

Sampah Suhuc

7.

Lapisan minyak5 KIMIA pHd Salinitase

1. 2.

%o

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Oksigen terlarut (DO) BOD5 Ammonia total (NH3-N) Fosfat (PO4-P) Nitrat (NO3-N) Sianida (CN-) Sulfida (H2S) PAH (Poliaromatik hidrokarbon) Senyawa Fenol total PCB total (poliklor bifenil) Surfaktan (deterjen) Minyak & lemak Pestisidaf TBT (tributil tin)7 Logam Terlarut: Raksa(Hg) Kromium heksavalen (Cr(VI)) Arsen (As) Kadmium (Cd)

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MBAS mg/l g/l g/l

17. 18. 19. 20.

mg/l mg/l mg/l mg/l

0,001 0,005 0,012 0,001

30

21. 22. 23. 24.

Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) BIOLOGI Coliform (total) g Patogen Plankton RADIO NUKLIDA Komposisi yang tidak diketahui

mg/l mg/l mg/l mg/l

0,008 0,008 0,05 0,05 1000(g) Nihil 1 Tidak bloom6

1. 2. 3.

MPN/100 ml sel/100 ml sel/100 ml

1.

Bq/l

Catatan : 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan). 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01mm. 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan

dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri. 7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal. a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic. b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan<10% konsentrasi ratarata musiman. c. d. e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <20C dari suhu alami. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman.

31

f.

Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor.

g.

Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi ratarata musiman.

Menteri Negara Lingkungan Hidup,

ttd

Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup

Hoetomo, MPA.

You might also like