You are on page 1of 30

Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation

Fitri Puji Lestari Pembimbing : dr. A. Adipurnama., Sp.A

ABSTRAK
Sebagian besar jaundice benign

Severe hiperbilirubine mia

Encephalo pathy

manifestasi akut minggu awal kelahiran

kernicterus

Manifestasi kronik permanen

Fokus dari pedoman ini : mengurangi insidensi severe hiperbilirubinemia & bilirubin ensefalopati meminimalkan resiko seperti kecemasan ibu, penurunan menyusui pengeluaran biaya yang tidak perlu/ pengobatan berlebihan Dengan kerangka kerja pencegahan & penanganan ikterus pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan 35 minggu/lebih

Peranan Dokter
Mempromosikan progam breasfeeding 1 Melakukan penilaian sistematis risiko severe hiperbilirubinemia

follow up berdasarkan penilaian risiko


3 sesuai indikasi, mengobati bayi baru lahir dgn fototerapi atau exchange transfusion, mencegah berkembangnya severe hiperbilirubinemia & bilirubin ensefalopati (kernikterus)

BACKGROUND
October

1994, Provisional Committee for Quality Improvement and Subcommittee on Hyperbilirubinemia of the American Academy of Pediatrics (AAP) menetapkan sebuah parameter praktis untuk menangani hiperbilirubinemia pada bayi sehat baru lahir. Pedoman ini menampilkan sebuah konsensus yang dikeluarkan oleh AAP dengan :
Meninjau ulang dan memperbaharui pedoman yang sudah

ada Secara teliti meinjau ulang bukti, termasuk meninjau ulang literatur komprehensif dari New England Medical Center Evidence- Based Practice

RECOMMENDATIONS
The Steering Committee on Quality Improvement and Management membagi kualitas bukti pada 4 level

1 Well design acak case control / studi diagnosti k pada populasi yang relevan

2 Acak
case control atau studi diagnosti k bukti yang konsisten dari studi observasi onal

3 Studi observas ional (case control & cohort design)

4 Pendapa t ahli Laporan kasus

FOCUS OF GUIDELINE
Dokter harus: 1. Mempromosikan dan mendukung keberhasilan menyusui 2. Menetapkan protokol keperawatan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hiperbilirubinemia 3. Mengukur TSB atau TcB level pada bayi kuning di 24 jam pertama . 4. Menyadari bahwa penilaian secara visual terhadap derajat jaundice dapat menyebabkan kesalahan , terutama pada bayi berpigmen gelap . 5. Menafsirkan semua kadar bilirubin sesuai dengan usia bayi dalam jam . 6. Mengakui bahwa bayi pada usia kehamilan kurang dari 38 minggu , terutama mereka yang mendapat ASI , berada pada risiko lebih tinggi terkena hyperbilirubinemia dan memerlukan pengawasan dan pemantauan lebih dekat . 7. Lakukan penilaian yang sistematis pada semua bayi sebelum dinilai bebas dari risiko hiperbilirubinemia . 8 . Memberi informasi tertulis dan lisan tentang ikterus baru lahir pada orang tua . 9 . Memberikan tindak lanjut yang tepat 10 . Mengobati bayi yang baru lahir , jika terdapat indikasi , dengan fototerapi

Primary Prevention
Recommendation Dokter harus menyarankan ibu untuk menyusui bayi mereka setidaknya 8 sampai 12 kali per hari selama beberapa hari pertama (evidence quality : benefits exceed harms). The AAP merekomendasikan suplementasi rutin dengan air atau air dextrose pada bayi yang mendapat asupan ASI adekuat (evidence quality : harms exceed benefits).

Secondary Prevention
RECOMMENDATION Dokter harus melakukan penilaian sistematik selama periode neonatal untuk mengidentifikasi berkembangnya severe hyperbilirubinemia pada bayi Blood Typing Recommendation Pemeriksaan golongan darah ABO dan Rh pada setiap wanita hamil (evidence quality : benefits exceed harms). Jika seorang ibu tidak memiliki prenatal blood grouping atau Rhnegatif, sengat dianjurkan tes Coombs , pemeriksaan golongan darah, dan Rh (D) pada darah bayi (evidence quality : benefits exceed harms). Jika darah ibu adalah golongan O, Rh (+) skrining golongan darah bayi dan direct antibody test (darah tali pusat) atau pengawasan yang tepat, penilaian risiko hiperbilirubinemia, dan follow

Clinical Assessment
Recommendation Dokter harus memastikan bahwa semua bayi dimonitor secara rutin menilai perkembangan ikterus. Ikterus harus dinilai bersamaan dengan pengukuran tanda vital pada bayi , tidak kurang dari setiap 8 sampai 12 jam (evidence quality : benefits versus harms exceptional)
Protokol penilaian ikterus harus mencakup keadaan dimana

staf perawat dapat memperoleh TcB level atau TSB level (evidence quality : benefits versus harms exceptional)

Laboratory evaluation
Recommendation Pengukuran TcB dan / atau TSB harus dilakukan pada setiap bayi ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir (evidence quality : benefits exceed harms)
Semua

kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan usia bayi dalam jam (fig 2) (evidence quality : benefits exceed harms)

Figure 2

Cause of Jaundice
Recommendation Penyebab ikterus harus dicari pada setiap bayi yang menerima fototerapi / bayi dg kadar TSB meningkat pesat (evidence quality : benefits versus harms exceptional) Bayi yang memiliki peningkatan bilirubin direk atau bilirubin indirek harus melewati pemeriksaan urin dan kultur urin (evidence quality : benefits exceed harms). Pengukuran kadar bilirubin total dan direk atau indirek pada bayi ikterus usia 3 minggu atau lebih harus dilakukan untuk mengidentifikasi kolestasis (Tabel 1) (evidence quality : benefit versus harms exceptional). Pemeriksaan tiroid dan skrining galaktosemia pada juga harus diperiksa pada keadaan tersebut. (evidence quality : benefits versus harms exceptional). Jika terdapat peningkatan kadar bilirubin direk/terkonjugasi, maka dianjurkan untuk mengevaluasi kemungkinan adanya penyebab kolestasis(evidence quality : benefits exceed harms). Pengukuran kadar G6PD dianjurkan untuk bayi ikterus yang menerima fototerapi dan kemungkinan terdapat riwayat keluarga/etnis/secara geografis berhubungan dengan defisiensi G6PD atau untuk bayi yang tidak berespon dengan pemberian fototerapi (fig 3).

Figure 3

Risk Assessment Before Discharge


Recommendation Sebelum dipulangkan, setiap bayi baru lahir harus dinilai untuk risiko severe hiperbilirubinemia, dan semua perawat harus menetapkan protokol untuk menilai risiko tersebut, khususnya pada bayi yang dipulangkan sebelum usia 72 jam (evidence quality : benefits exceed harms). AAP merekomendasikan TSB atau TcB dan / atau penilaian faktor risiko klinis (evidence quality : benefits exceed harms).

Follow up
Recommendation Semua bayi harus diperiksa oleh tenaga kesehatan yang berkualitas profesional dalam beberapa hari pertama setelah dipulangkan untuk menilai kondisi kesehatan bayi dan ada atau tidak adanya ikterus. Waktu dan lokasi dari penilaian ini akan ditentukan oleh lama tinggal di kamar bayi, ada atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia (Table 2 dan fig 2), dan risiko masalah neonatal lainnya (evidence quality : benefits exceed harms). bayi baru lahir yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungan follow-up, kunjungan pertama antara 24 -72 jam dan yang kedua antara 72 120 jam. Penilaian klinis harus digunakan dalam menentukan tindak lanjut. Sebelumnya atau lebih sering tindak lanjut harus disediakan bagi mereka yang memiliki faktor risiko untuk hiperbilirubinemia (Tabel 2), sedangkan mereka habis dengan faktor risiko sedikit atau tidak ada dapat dilihat setelah interval yang lebih panjang (evidence quality : benefits exceed harms). Jika dengan follow up tidak dapat dipastikan adanya risiko tinggi hiperbilirubinemia, sebaiknya menunda pemulangan hingga dapat dipastikan tidak terdapat risiko atau periode risiko tinggi telah berlalu (72-96 jam) (evidence quality : benefits versus harms exceptional) tindak lanjut harus mencakup berat badan bayi dan perubahan persen dari berat lahir, kecukupan asupan, pola berkemih dan feses bayi, dan ada tidaknya ikterus Jika ada keraguan tentang derajat ikterus, maka kadar TSB atau TcB harus diukur (evidence quality : benefits exceed harms).

Treatment
Recommendation Rekomendasi untuk pengobatan diberikan sesuai dgn Tabel 3 dan Gambar 3 dan 4. Jika TSB tidak jatuh atau terus naik, meskipun fototerapi intensif, diduga terdapat kelainan hemolisis. (evidence quality : benefits exceed harms) Jika TSB berada pada level dimana transfusi tukar dianjurkan (Gambar 4) atau jika mencapai 25 mg / dL atau lebih, itu adalah keadaan darurat medis dan bayi harus segera dan langsung dirawat di rumah sakit untuk mendapat fototerapi intensif (evidence quality : benefits exceed harms)

Figure 4

Cont
Exchange transfusion harus dilakukan hanya oleh personil

terlatih di unit perawatan intensif neonatal dengan monitoring penuh (evidence quality : benefits versus harms exceptional). Pada isoimmune hemolytic disease, pemberian IV gamma globulin (0,5-1 g / kg lebih dari 2 jam) dianjurkan jika TSB meningkat meski telah dilakukan fototerapi intensif. Jika perlu, dosis ini dapat diulang dalam 12 jam (evidence quality : benefits exceed harms) mengukur tingkat albumin serum dan mempertimbangkan tingkat albumin < 3.0 g / dL sebagai salah satu faktor untuk menurunkan ambang batas dalam penggunaan fototerapi (evidence quality D: benefits versus harms exceptional).

Cont
Exchange transfusion segera dianjurkan pada setiap bayi

ikterus dengan manifestasi ensefalopati bilirubin akut stadium menengah hingga lanjut (hypertonia, arching, retrocollis, opisthotonos, fever, highpitched cry) meskipun kadar TSB rendah (evidence quality : benefits versus harm exceptional) Pada bayi yang mendapat asupan ASI dan membutuhkan fototerapi (Gambar 3), AAP merekomendasikan bahwa, jika mungkin, menyusui harus dilanjutkan (evidence quality : benefits exceed harms)

IMPLEMENTATION STRATEGIES
Prinsip yang diterapkan untuk mencegah severe hiperbilirubinemia dan kernikterus
Pembentukan protokol untuk mengevaluasi ikterus,

termasuk pengujian kadar TcB dan TSB, tanpa memerlukan perintah dokter. Daftar faktor risiko, usia saat dipulangkan , dan hasil uji laboratorium yang memberikan panduan untuk tindak lanjut yang tepat. materi pendidikan eksplisit untuk orang tua mengenai identifikasi bayi baru lahir dengan penyakit kuning.

Future Research
Dibutuhkannya

data epidemiologi yang tepat untuk mendokumentasikan insidensi hiperbilirubinemia, kernikterus serta komplikasi lainnya pada populasi bayi yang baru lahir, juga insidensi bayi dengan kadar TSB melebihi 25 atau 30 mg / dL. Organisasi seperti Centers for Disease Control and Prevention harus menerapkan strategi untuk mengumpulkan data yang tepat . Informasi ini akan membantu untuk mengidentifikasi besarnya masalah, jumlah bayi yang perlu diperiksa dan diobati untuk mencegah terjadinya kernikterus. Dengan tidak adanya data ini, maka rekomendasi untuk intervensi tidak dapat dipertimbangkan dengan pasti

CONCLUSION
Kernikterus dapat dicegah jika petugas kesehatan mengikuti rekomendasi yang tercantum dalam pedoman ini. Rekomendasi menekankan pentingnya penilaian sistematis untuk risiko severe hiperbilirubinemia, follow up yang tepat, dan intervensi yang cepat, bila diperlukan.

REFERENCE

American Academy of Pediatrics, Provisional Committee for Quality Improvement and Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Practice parameter: management of hyperbilirubinemia in the healthy term newborn. Pediatrics. 1994;94:558562 2. Ip S, Glicken S, Kulig J, Obrien R, Sege R, Lau J. Management of Neonatal Hyperbilirubinemia. Rockville, MD: US Department of Health and Human Services, Agency for Healthcare Research and Quality; 2003. AHRQ Publication 03-E011 3. Ip S, Chung M, Kulig J. et al. An evidence-based review of important issues concerning neonatal hyperbilirubinemia. Pediatrics. 2004;113(6). Available at: www.pediatrics.org/cgi/content/full/113/6/e644 4.

American Academy of Pediatrics, Steering Committee on Quality Im- provement and Management. A taxonomy of recommendations. Pedi- atrics. 2004; In press 5.
Johnson LH, Bhutani VK, Brown AK. System-based approach to man- agement of neonatal jaundice and prevention of kernicterus. J Pediatr. 2002;140:396403. Maisels MJ, Newman TB. Kernicterus in otherwise healthy, breast-fed term newborns. Pediatrics. 1995;96:730733 7. MacDonald M. Hidden risks: early discharge and bilirubin toxicity due to glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency. Pediatrics. 1995;96: 734 738 8. Penn AA, Enzman DR, Hahn JS, Stevenson DK. Kernicterus in a full term infant. Pediatrics. 1994;93:10031006 9. Washington EC, Ector W, Abboud M, Ohning B, Holden K. Hemolytic jaundice due to G6PD deficiency causing kernicterus in a female new- born. South Med J. 1995;88:776779 10. Ebbesen F. Recurrence of kernicterus in term and near-term infants in Denmark. Acta Paediatr. 2000;89:12131217 11. Institue of Medicine. Crossing the Quality Chasm: A New Health System for the 21st Century. Washington, DC: National Academy Press; 2001 12. American Academy of Pediatrics, American College of Obstetricians and Gynecologists. Guidelines for Perinatal Care. 5th ed. Elk Grove Vil- lage, IL: American Academy of Pediatrics; 2002:220224 13. Bertini G, Dani C, Trochin M, Rubaltelli F. Is breastfeeding really favoring early neonatal jaundice? Pediatrics. 2001;107(3). Available at: www.pediatrics.org/cgi/content/full/107/3/e41 14. Maisels MJ, Gifford K. Normal serum bilirubin levels in the newborn and the effect of breast-feeding. Pediatrics. 1986;78:837843 15. Yamauchi Y, Yamanouchi I. Breast-feeding frequency during the first 24 hours after birth in full-term neonates. Pediatrics. 1990;86:171175 16. De Carvalho M, Klaus MH, Merkatz RB. Frequency of breastfeeding and serum bilirubin concentration. Am J Dis Child. 1982;136:737738 17. Varimo P, Simila S, Wendt L, Kolvisto M. Frequency of breast feeding and hyperbilirubinemia [letter]. Clin Pediatr (Phila). 1986;25:112 18. De Carvalho M, Holl M, Harvey D. Effects of water supplementation on physiological jaundice in breast-fed babies. Arch Dis Child. 1981;56: 568 569 19. Nicoll A, Ginsburg R, Tripp JH. Supplementary feeding and jaundice in newborns. Acta Paediatr Scand. 1982;71:759761 20.

You might also like