You are on page 1of 79

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SEWA KAWIN SAPI

(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo


Kec. Ngaringan Kab. Grobogan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu-Ilmu Syariah
Disusun Oleh:
LUTFI AZIS
072311009
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

Drs. H. Muhyiddin, M.Ag.


Jl. Kanguru III/15 A. Semarang.
Rustam DKAH, M.Ag.
Jl. Taman Jeruk II Bukit Jatisari Permai A. 917 Mijen, Semarang Semarang.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 ( empat ) eks.
Hal : Naskah skripsi
An. Sdr. Lutfi Azis
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
IAIN Walisongo Semarang
Di Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi
Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan)
Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 14 Mei 2012

Drs. H. Muhyiddin, M.Ag.


Jl. Kanguru III/15 A. Semarang.
Rustam DKAH, M.Ag.
Jl. Taman Jeruk II Bukit Jatisari Permai A. 917 Mijen, Semarang Semarang.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 ( empat ) eks.
Hal : Naskah skripsi
An. Sdr. Lutfi Azis
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
IAIN Walisongo Semarang
Di Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi
Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan)
Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 14 Mei 2012

Drs. H. Muhyiddin, M.Ag.


Jl. Kanguru III/15 A. Semarang.
Rustam DKAH, M.Ag.
Jl. Taman Jeruk II Bukit Jatisari Permai A. 917 Mijen, Semarang Semarang.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 ( empat ) eks.
Hal : Naskah skripsi
An. Sdr. Lutfi Azis
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
IAIN Walisongo Semarang
Di Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi
Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan)
Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 14 Mei 2012

KEMENTRIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
FAKULTAS SYARIAH SEMARANG
Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik / cukup, pada tanggal :
28 Juni 2012
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1
tahun akademik 2011/2012.
Semarang 03 Juli 2012

KEMENTRIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
FAKULTAS SYARIAH SEMARANG
Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik / cukup, pada tanggal :
28 Juni 2012
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1
tahun akademik 2011/2012.
Semarang 03 Juli 2012

KEMENTRIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
FAKULTAS SYARIAH SEMARANG
Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik / cukup, pada tanggal :
28 Juni 2012
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1
tahun akademik 2011/2012.
Semarang 03 Juli 2012

MOTTO
- ` , -
Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil

PERSEMBAHAN
J.,--.-~ot/ /- .-e--t .. .c./ ---- c-tt
~-~o--. -c.
et~ ,--,t t.e.,/..
. (,/ e ;o. . ;(,/ ,.- _ ;o. ^-. ~--t/
c--.c .-tt. ~-~o--./ 1- e e./. o./
~--.t ~.,. ~c--..t e- c.t.. e ./tt..
.. J// e e./e./ . c--.c c-tt ~-~o--./
~../ e ~-c... .-t. ./-.,.. .. e,c .-t-..
,. 1-.- ,-~o.~o. . c-tt ~-t./ /c..c./
~-~o.~o. .. .-t. ./-.,.. .. e,c .-t-...
,. (c./ 7-~-c-~- . .-~.. c-~-c-~- /-. e c-~-
c-~- ,/-c /c ...,.
,. 7-~-c-~- /-c-/ .. ^-.. 1.t. T,.-. ..t-..
;oe. ~-.. _//. C,c. tc.j. t.j--. _.-. ,. c-~-
1C7 1C,.
.. 7-~-c-~- JJ; J-./- ,, J/-,-
,. (.c .t--c. ;.. e 1.jt .-tt. ~-~-c... ..
.-tt. ~--~.. .-tt. ~-~oc. ..

DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi
materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain
atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak
berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang
dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 13 Juni 2012
Deklarator,
Lutfi Azis
NIM: 072311009

ABSTRAK
Sesuai dengan obyek studi yang diangkat, maka pembahasan dalam skripsi
ini dititik pada praktek sewa menyewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan merupakan sebuah bentuk akad dengan menyewakan
sapi pejantan untuk di kawinkan dengan sapi betina milik penyewa agar sapi
betina tersebut hamil, dalam jangka waktu paling lama satu hari penyewaan.
Penyewa menyerahkan harga sewa pada saat selesai praktek sewa kawin sapi.
Dalam pelaksanaan sewa menyewa sewa kawin sapi, nampak adanya unsur
ketidakpastian/spekulasi hasil perkawinan yang belum bisa dipastikan hasilnya.
Apabila setelah proses perkawinan ternyata sapi betina tidak berhasil hamil maka
akad sewa tidak gugur dan pembayaran tetap dilakukan karena uang sewa telah
dibayarkan saat akad. Pada dasarnya yang diakadkan dalam sewa menyewa adalah
manfaat obyek sewa, sedangkan dalam sewa menyewa kawin sapi yang diambil
adalah mani sapi pejantan yang merupakan hasil pengikut perkawinana bukan
manfaat sapi pejantan.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dalam kesempatan ini penulis
mencoba menuangkannya dalam tugas akhir yang berbentuk skripsi dengan
mengangkat permasalahan bagaimana praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang
Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap
praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan.
Tujuan penulis dengan mengangkat permasalahan yang ada adalah Untuk
mengetahui praktek dan tinjauan hukum Islam tentang praktek sewa kawin sapi di
Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan kab. Grobogan.
Adapun dalam pengambilan data penulis menggunakan sumber data
wawancara, observasi, dan dokumentasi dalam pengumpulan datanya. Sedangkan
untuk menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metode
deskriptif analisis yakni sebuah metode yang dipakai untuk menggambarkan
secara obyektif pelaksanaan sewa menyewa tanaman di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan. Adapun hasil analisis/pembahasan secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bahwa praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan berdasarkan syarat dan rukun sewa (ijarah) itu sudah terpenuhi,
akan tetapi praktek sewa menyewa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kalang
Lundo itu adalah sapi pejantan untuk dikawinkan dengan sapi betina. Berdasarkan
pendapat Imam Syafii dan Abu Hanifah yang berlandaskan pada hadiits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa mengambil upah dari menyewakan pejantan
sapi untuk dikawinkan dengan sapi betina tidak diblehkan. Namun Imam Syafii
memberikan solusi bahwa menyewa pejantan dapat dilakukan apabila sudah
menjadi adat dan pemberian upah oleh penyewa berdasarkan atas ungkapan
terimakasih bukan sebagai imbalan sewa.

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya, sehingga tersusunlah skripsi ini meskipun dalam bentuk yang relatif
sederhana. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada nabi Muhammad
SAW, para keluarga, dan pengikutnya. Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang Jawa Tengah.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lupa penulis sampaikan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. Dr. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang.
3. Bapak Moh. Arifin, S.Ag, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Muamalah, dan Bapak
Afif Noor, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Muamalah.
4. Bapak Drs. Muhyiddin, M.Ag, selaku dosen pembimbing I serta bapak Rustam
Dahar K.A.H, M.Ag, selaku dosen pembimbing II, atas segala pengarahan dan
bimbingannya.
5. Bapak Dosen atau asisten Dosen Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang
Jawa Tengah yang telah memberikan kuliah kepada penulis.
6. Kedua orang tua saya tercinta atas segala kasih sayang, pengorbanan dan
kesabarannya.

7. Saudara-saudaraku tercinta baik kakak, adik maupun keponakan-keponakanku


untuk semua pengorbanan kalian untukku.
8. Bapak Kepala Kelurahan Kalang Lundo dan semua stafnya serta masyarakat yang
telah membantu penulis untuk meneliti obyek pembahasan dalam skripsi ini.
9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu selama
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak memiliki kekurangan, untuk itu
penulis memohon kepada para pembaca untuk menginsafi dan memberikan saran-
saran yang bersifat membangun agar menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam
penulisan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan tulisan yang telah
tersusun dengan sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
umat Islam pada umumnya. Kepada Allah SWT penulis memohon semoga apa yang
menjadi harapan penulis terkabulkan. Amien.
Semarang, 13 Juni 2012
Penulis,
Lutfi Azis
NIM: 072311009

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....ii
HALAMAN PENGESAHAN.....iii
HALAMAN MOTTO.......iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
HALAMAN DEKLARASI.....vi
HALAMAN ABSTRAK.vii
HALAMAN KATA PENGANTAR..viii
HALAMAN DAFTAR ISIx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........1
B. Rumusan Masalah ................................................................6
C. Tujuan Penelitian... ..6
D. Telaah Pustaka....6
F. Metode Penelitian ....7
G. Sistematika Penulisan .10
BAB II Ketentuan UMUM SEWA MENYEWA
A. Pengertian Sewa Menyewa (Ijarah)....................................12
B. Dasar Hukum Sewa Menyewa.......16
C. Rukun Dan Syarat Sewa Menyewa....19
D. Macam-Macam Sewa/Ijarah...23
E. Hal-Hal Yang Membatalkan Sewa Menyewa24

BAB III PRAKTEK SEWA KAWIN SAPI DI DESA KALANG LUNDO


KEC. NGARINGAN KAB. GROBOGAN
A. Keadaan Umum Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab.
Grobogan.26
1. Keadaan Monografi...26
2. Susunan Pemerintahan..28
3. Keadaan Demografi..29
B. Keadaan Sosial Ekonomi..32
C. Faktor-Faktor Penyebab Praktek Sewa Kawin Sapi Di Desa
Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan..35
D. Pelaksanaan Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan..37
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SEWA KAWIN
SAPI (STUDI KASUS SEWA KAWIN SAPI DI DESA
KALANG LUNDO KEC. NGARINGAN KAB. GROBOGAN)
A. Analisis Terhadap Praktek Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang
Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan..........43
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Kawin Sapi Di Desa
Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan..51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... ..........61
B. Saran-saran .................................................................... ..........62
C. Penutup.62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri, artinya
bahwa manusia selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain. Salah
satunya yaitu dalam bidang Muamalah . Muamalah adalah tukar menukar
barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara yang telah ditentukan.
1
Dalam hal Muamalah sendiri. Islam telah memberikan ketentuan-ketentuan
atau kaidah-kaidah yang harus ditaati dan dilaksanakan. Jadi pelaksanaan
Muamalah harus sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh syariat
Islam.
Allah telah menjadikan manusia masing-masing berhajat kepada yang
lain, supaya mereka bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam
segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual beli,
sewa menyewa, bercocok tanam atau yang lain, baik dalam urusan diri sendiri
maupun untuk kemaslahatan umum.
2
Islam sebagai agama Allah yang telah disempurnakan memberi
pedoman bagi kehidupan manusia baik spiritual-materialisme, individual
sosial, jasmani rohani, muaranya hidup dalam keseimbangan dan
kesebandingan. Dalam bidang kegiatan ekonomi Islam memberikan pedoman-
pedoman atau aturan-aturan hukum yang pada umumnya dalam bentuk garis
1
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, hlm 16
2
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta: At-Tahiriyah, Cet.17, 1954, hlm. 268
2
besar. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi perkembangan
perekonomian dikemudian hari (sebab syariah Islam tidak terbatas pada ruang
dan waktu).
3
Salah satu kegiatan muamalah adalah sewa menyewa, ini mempunyai
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari sejak zaman dahulu hingga kini.
Kita tidak dapat membayangkan betapa kesulitan akan timbul dalam
kehidupan sehari-hari, seandainya sewa menyewa ini tidak dibenarkan oleh
hukum.
4
Dalam bahasa Arab sewa menyewa diistilahkan dengan Al Ijarah,
yang diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian. Yang dimaksud dalam hal ini adalah pengambilan manfaat
suatu benda, tanpa mengurangi benda tersebut, dengan perkataan lain dengan
terjadinya sewa menyewa yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang
disewakan tersebut.
5
Ijarah berasal dari kata ajru yang berarti pengganti. Dalam syariat
Islam ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi.
6
Menurut ulama Hanafiyah, sewa-menyewa adalah akad atau transaksi
terhadap manfaat dengan imbalan. Menurut ulama Syafi'iyah, sewa-menyewa
adalah transaksi terhadap manfaat yang dikehendaki secara jelas harta yang
bersifat mubah dan dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu. Menurut
3
Suhrawardi K.Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, Cet.1, 2000, hlm.1
4
Hamzah Yaqub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung : CV. Diponegoro, 1992,
hlm.320
5
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta:
Sinar Grafika, 1996, hlm. 52
6
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004, hlm. 203
3
ulama Malikiyah dan Hanabilah, sewa-menyewa adalah pemilikan manfaat
suatu harta benda yang bersifat mubah selama periode waktu tertentu dengan
suatu imbalan.
7
Kebolehan transaksi sewa-menyewa didasarkan pada firman
Allah:
, ,, , ` ,, _- ,.,' ,., .' _' ., ,,
., ., s ` `.' ,, ` ,`, , , ` ,
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al Baqarah : 233)
8
Dalam istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut Muajjir,
sedangkan orang yang menyewa disebut Mustajir, benda yang disewakan
diistilahkan majur, dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat
barang disebut ajran atau ujrah.
Sewa menyewa sebagaimana perjanjian lainnya, merupakan perjanjian
yang bersifat konsensual atau kesepakatan. Perjanjian itu mempunyai
kekuatan hukum, yaitu saat sewa menyewa berlangsung, apabila akad sudah
berlangsung, maka pihak yang menyewakan wajib menyerahkan barang
kepada penyewa. Dengan diserahkanya manfaat barang atau benda maka
penyewa wajib pula menyerahkan uang sewanya.
9
7
Ghufron A. Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002, hlm. 182
8
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung, CV. Diponegoro, 2000,
Cet. I, hlm. 29
9
Suhrawardi K.Lubis, Op.Cit., hlm. 144
4
Bentuk transaksi sewa-menyewa ini dapat menjadi solusi bagi
pemenuhan kebutuhan manusia, karena keterbatasan keuangan yang
dimilikinya manusia tetap dapat memenuhi kebutuhannya tanpa melalui
proses pembelian. Selain sebagai kegiatan Muamalah , sewa-menyewa juga
mempunyai fungsi tolong-menolong dalam pemenuhan kebutuhan manusia
yang tidak terbatas sifatnya. Namun demikian, tidak semua harta benda boleh
di akadkan sewa menyewa, kecuali yang memenuhi persyaratan berikut ini:
1. Barang yang dijadika sebagai obyek sewa dapat dimanfaatkan.
2. Obyek sewa menyewa dapat diserahkan sebagaimana penyerahan harga
(ada serahterima).
3. Obyek sewa menyewa dapat dimanfaatkan sampai kepada masa yang
disepakati.
4. Penyerahan manfaat obyek sewa harus sempurna yakni adanya jaminan
keselamatan obyek sewa sampai kepada masa yang disepakati.
10
Dalam praktek sewa menyewa yang berpindah hanyalah manfaat dari
benda. Dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali seperti penyewaan
hewan sapi. Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan. Kab Grobogan
penyewaan sapi pejantan sering dilakukan, dalam hal penyewaan ini bukan
untuk membajak sawah dengan mengguanakan tenaga sapi melainkan untuk
dikawinkan dengan sapi betina.
10
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafndo Persada, 2007, hlm. 118
5
Dalam pelaksanaan kawin sapi, pihak penyewa membawa sapi
betinanya kepada pihak yang disewa dan uang sewa dibayarkan setelah proses
perkwainan selesai dengan harga sewa yang telah disepakati di awal.
Di dalam Al-Quran tidak terdapat larangan maupun kebolehan untuk
melakukan sewa sapi untuk proses perkawinan, tetapi ada sebuah hadits yang
melarang penyewaan sapi untuk proses perkawianan.
Sabda Rasulullah Saw dari Ibn Umar
- , , _ ,- , , - , ,
) ,, ,, ,_ (
11
Artinya: Diriwayatkan dari Musaddad ibn Musarhad, mengabarkan kepada
kita Ismail ibn Khakam ibn Nafidari ibnu umar ia berkata:
Rasulullah Saw melarang penyewaan mani hewan pejantan
Berdasarkan hadits tersebut Rasulullah melarang penyewaan sapi
pejantan untuk proses perkawinan karena yang diinginkan dari penyewaan
tersebut adalah mani dari sapi pejantan itu sendiri.
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka penulis mencoba
menganalisis praktek sewa kawin sapi di desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan melalui suatu penelitian dengan judul: Analisi Hukum Islam
Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang
Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan).
11
Imam Abu Dawud, Sarah Sunan Abi Dawud, juz 9, Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiah,
hlm. 213
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah penulis kemukakan di atas, maka ada
beberapa pokok permasalahan yang akan dijadikan arah pembahasan bagi
penulis dalam melaksanakan penelitian kasus ini. Adapun pokok masalah ini
adalah:
1. Bagaimana praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktek sewa kawin sapi di
Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mngetahui praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang praktek sewa kawin sapi
di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan kab. Grobogan.
D. Telaah Pustaka
Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan dalam bentuk
skripsi yang secara spesifik dan mendetail membahas tentang analisi
hukum Islam tentang sewa kawin sapi.
Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa-
Menyewa Tanaman di desa bangsri kec. Bangsri kab. Jepara. Yang
ditulis oleh Nunung Muhayatun, Dalam skripsi ini di jelaskan tentang
7
pelaksanaan sewa menyewa tanaman dengan jangka waktu lebih dari satu
musim, nampak adanya unsur ketidakpastian atau spekulasi hasil oleh
pihak penyewa. Apabila dalam jangka waktu sewa ternyata tanaman tidak
berbuah, maka pihak penyewa akan menanggung kerugian karena uang
sewa telah dibayarkan saat akad. Pada dasarnya yang diakadkan dalam
sewa menyewa adalah manfaat obyek sewa, sedangkan dalam sewa
menyewa tanaman yang diambil adalah buahnya yang merupakan hasil
pengikut tanaman bukan manfaat tanaman.
Skripsi, skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pelaksanaan Sewa-Menyewa Sistem "Bagel" di Desa Kembang
Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati, yang di tulis oleh Ali Hamdan
Dalam skripsi ini menjelaskan tentang tinjauan hukum Islam serta
pandangan ulama setempat tentang sewa-menyewa sistem "Bagel". Dalam
analisisnya penulis memaparkan hukum diperbolehkan sewa-menyewa
sistem "Bagel" berdasarkan beberapa alasan yaitu: Besarnya maslahah
yang dirasakan daripada madharatnya, berdasarkan kebiasaan yang terjadi
dalam masyarakat dan pandangan ulama setempat yang rata-rata
membolehkan sewa-menyewa sistem "Bagel".
E. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara terarah dan
sistematika, penyusun menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
8
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian langsung di
lapangan guna mendapatkan data-data yang nyata dan benar. Dalam hal ini
penulis mengadakan penelitian lapangan di desa kalang lundo kec.
Ngaringan kab. Grobogan.
12
2. Sumber Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini,
maka sumber data yang diperlukan di bagi menjadi dua macam yaitu :
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari lokasi penelitian.
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku,
artikel, jurnal, atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas.
3. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui
beberapa instrument:
Observasi
Yaitu pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan
diteliti.
13
Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan secara

Hadi Sutrisno, Metodologi Penelitian, Jilid II, Yogyakarta: Offset, 2000, hlm. 66
13
Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 1998, hlm. 146
9
langsung terhadap praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan.
Interview
Suatu metode yang dipergunakan untuk mendapatkan
keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.
14
Dalam
melaksanakannya, penulis mengadakan interview berencana, tak
berencana (wawancara tak berstruktur) kepada pihak yang dipandang
berkompeten untuk diwawancarai adalah masyarakat setempat, pihak
penyewa maupun yang menyewakan di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan. Kab. Grobogan. Orang yang diwawancarai baik penyewa
maupun yang menyewakan tersebut berjumlah 11 orang.
Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan
sebagainya.
15
Adapun yang menjadi buku utama penulis dalam
mengumpulkan data adalah buku-buku Fiqh terutama fiqh Muamalah
seperti Fiqh Sunnah (Sayid Sabiq), Fiqh Muamalah kontekstual
(Ghufron A. Masadi), Fiqh Muamalah (Rachmat Syafei), serta
dokumen-dokumen yang penulis peroleh di lapangan.
14
Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat,Jakarta : PT.Gramedia, 1983,
hlm. 8
15
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 206
10
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian
yang menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
16
Untuk menganalisa data
kualitatif biasanya mengambil bentuk deskripsi, sehingga dalam
menganalisis data, penulis menggunakan metode Deskriptif Kualitatif.
Metode ini digunakan untuk menggambarkan persoalan-persoalan tentang
pelaksanaan sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab.
Grobogan kemudian di analisis melalui pendekatan hukum Islam.
F. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan skripsi ini sistematis dan terarah, maka penulis
membagi masing-masing pembahasan menjadi lima bab yang akan dibagi lagi
dalam sub bab-sub bab, seperti diperinci dalam uraian berikut:
Bab I : Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian, sistematika penulisan.
Bab II : Merupakan ketentuan umum sewa menyewa yang meliputi
Pengertian sewa menyewa, dasar hukum sewa menyewa, rukun
dan syarat sahnya sewa menyewa, hal-hal yang membatalkan
sewa menyewa.
16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya
Offset, 1996, hlm 3
11
Bab III : Pelaksanaan sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan. Kab. Grobogan Bab ini membahas tentang gambaran
umum Desa Kalang Lundo, praktek pelaksanaan sewa-menyewa
kawin sapi di Desa Kalang Lundo yang meliputi : Faktor-faktor
dan pelaksanaan sewa kawin sapi.
Bab IV : Merupakan analisis data dari hasil penelitian meliputi: analisis
terhadap praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan dan analisis hukum Islam terhadap
praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan.
Bab V : Merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
12
BAB II
KETENTUAN UMUM SEWA MENYEWA
A. Pengertian Sewa Menyewa (Ijarah )
Salah satu bentuk Muamalah yang dapat kita lihat dan itu merupakan
kegiatan rutin yang dilakukan masyarakat yakni sewa menyewa,dimana
masalah sewa menyewa mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-
hari sejak jaman dahulu hingga sekarang,kita tidak dapat membayangkan
apabila sewa menyewa tidak dibenarkan dan diatur oleh hukum islam maka
akan menimbulkan berbagai kesulitan-kesulitan.
Sewa-menyewa dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-ijarah, yang
artinya upah, sewa, jasa atau imbalan.
1
Al-ijarah merupakan salah satu bentuk
kegiatan Muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa
menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain. Sedangkan
menurut istilah para ulama' berbeda pendapat dalam mendefinisikan Ijarah.
Menurut Ulama Hanafiyah, ijarah ialah:
:,s ,, ,, ,-'' ,. ,
Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja
dari suatu dzat yang disewa dengan imbalan.
2
Menurut Ulama Malikiyah, ijarah ialah :
, _ . ,, ..,'
1
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 227
2
Abdurrahman Al-Jazairy, Al-Fiqh Ala Madzahib Al- Arba'ah, Juz III, Beirut : Daar Al-
Kutub Al-Ilmiah, 1996, hlm. 86
13
Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk
sebagian yang dapat dipindahkan".
3
Menurut Ulama Syafi'iyah, ijarah ialah :
, , ,. , _ , ,, -,,
Akad terhadap manfaat yag diketahui dan disengaja harta yang bersifat
mubah dan dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu.
4
Menurut Ulama Hanabilah, ijarah ialah :
, ,, , , -, , - _
Akad terhadap manfaat harta benda yang bersifat mubah dalam periode
waktu tertentu dengan suatu imbalan".

Menurut Sayyid Sabiq pengertian sewa-menyewa ialah sebagai suatu


jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
6
Sedang M.
Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan Ijarah ialah penukaran manfaat untuk
masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual
manfaat.
7
Dalam Kitab Eathul Qarib menjelaskan bahwa : Ifarah adalah 'suatu
bentuk akad atas kemanIaatan yang telah dimaklumi, disengaja, dan menerima
penyerahan, serta diperbolehkannya dengan penggantian yang jelas.
8
3
Ibid., hlm. 88
4
Ibid., hlm. 89
5
Ibid., hlm. 90
6
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Kairo: Daar al-Fath, 1990, hlm. 15
7
M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra,
Cet. 1, 1997, hlm. 428
8
Imron Abu Amar, Terjemahan Fathul Qarib Jilid I, Kudus : Menara Kudus, ,t.th., hlm.
297
14
Menurut A. Djazuli, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Islam, ijarah adalah menjual manfaat yang diketahui dengan suatu imbalan
yang diketahui.
Definisi-definisi di atas dapat dirangkum bahwa yang dimaksud
sewamenyewa ialah pengambilan manfaat suatu benda. Dalam hal ini
bendanya tidak berkurang sama sekali, yang berpindah hanyalah manfaat dari
suatu benda yang disewakan tersebut. Dapat pula berupa manfaat barang
seperti kendaraan, rumah, dan manfaat karya tulis seperti pemusik.
Menurut istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut dengan
muajir. Sedangkan orang yang menyewa disebut dengan mustajir. Benda
yang disewakan diistilahkan dengan majur dan uang sewa atau imbalan atas
pemakaian manfaat barang tersebut disebut ujrah
.9
Dari beberapa pengertian ijarah (sewa) tersebut diatas dapat
dikemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip diantara
para ulama dalam mengartikan ijarah (sewa), dari definisi tersebut dapat
diambil intisari bahwa ijarah atau sewa menyewa adalah akad atas manfaat
dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa menyewa adalah manfaat atas
suatu barang (bukan barangnya). Seseorang yang menyewa sebuah rumah
untuk dijadikan tempat tinggal selama satu tahun dengan imbalan
Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah), seorang yang menyewa berhak menempati
rumah itu untuk waktu satu tahun, tetapi orang yang menyewa tidak memiliki
rumah tersebut. Dari segi imbalannya ijarah ini mirip dengan jual beli, tetapi
9
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta:
Sinar Grafindo, Cet. II, 1996, hlm. 52.
15
keduanya berbeda karena dalam jual beli objeknya benda, sedangkan dalam
ijarah objeknya adalah manfaat dari benda. Oleh karena itu, tidak
diperbolehkan menyewa pohon untuk diambil buahnya karena buah itu benda,
bukan manfaat. Demikian pula tidak dibolehkan menyewa sapi untuk diperah
susunya karena susu bukan manfaat melainkan benda.
10
Jumhur ulama fiqh juga tidak membolehkan air mani hewan ternak
pejantan seperti, unta, sapi, kuda, dan kerbau, karena yang dimaksudkan
dalam hal itu adalah mendapatkan keturunan hewan dan mani itu sendiri
merupakan materi. Demikian juga para ulama fiqh tidak membolehkan al-
ijarah terhadap nilai tukar uang seperti dinar dan dirham, karena
menyewakan hal itu berarti menghabiskan materinya, sedangkan dalam ijarah
yang dituju hanyalah manfaat dari suatu benda. Akan tetapi Ibnu Qayyim al-
Jauziyah pakar fiqh Hambali menyatakan bahwa pendapat jumhur diatas itu
tidak didukung oleh al-Quran as-Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Menurutnya yang
menjadi prinsip dalam syariat Islam adalah bahwa suatu materi yang
berevolusi secara bertahap, hukumnya sama dengan manfaat, seperti buah
pada pepohonan, susu dan bulu pada kambing, oleh sebab itu Ibnu Qayyim
menyamakan antara manfaat dengan materi dalam waqaf. menurutnya
manfaatpun boleh diwakafkan, seperti mewakafkan manfaat rumah untuk
ditempati dalam masa tertentu dan mewakafkan hewan ternak untuk
dimanfaatkan sususnya. Dengan demikian, menurutnya tidak ada alasan yang
melarang untuk menyewakan (al-ijarah) suatu materi yang hadir secara
10
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, Jakarta: Amzah 2010,hlm. 317.
16
evolusi, sedangkan basisnya tetap utuh seperti susu kambing, bulu kambing
dan manfaat rumah, karena kambing dan rumah itu menurutnya tetap utuh.
11
Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sendiri
karena terbatasnya tenaga dan ketrampilan misalnya mendirikan bangunan
dalam keadaan dimana kita harus menyewa tenaga (buruh) yang memiliki
kesanggupan dalam pekerjaan tersebut. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
disamping Muamalah jual beli, maka Muamalah sewa-menyewa mempunyai
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu sewa menyewa
dibolehkan dengan keterangan syara yang jelas dan merupakan manifestasi
dari pada keluwesan dan keluasaan hukum Islam, dan setiap orang berhak
untuk melakukan sewa-menyewa berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diatur
dalam syariat Islam.
12
B. Dasar Hukum Sewa Menyewa
Pada dasarnya para fuqaha sepakat bahwa ijarah (sewa) merupakan
akad yang dibolehkan oleh syara kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar
Al-Asham, Ismail bin Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan
Ibnu Qisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena ijarah adalah jual beli
manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukanya akad tidak bisa diserah
terimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit
demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh
diperjual belikan, akan tetapi pendapat tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd,
11
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 230
12
Hamzah Yakub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Jakarta: CV. Diponegoro, 1984,
hlm. 320
17
bahwa manfaat walaupun pada saat akad belum ada, tetapi pada galibnya
(manfaat) akan terwujud hal inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan
syara.
Dasar Hukum sewa-menyewa terdapat dalam al-Quran:
,,, ,, , ` ,, _- ,.,' ,., .' _' .,
s ` `.' ,, ` ,`, ., ., .
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Baqarah : 233)
13
., ._' `_,-' `, ,
Artinya: Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya (QS. Ath-Thalaq: 6)
14
Landasan sunnahnya dapat dilihat pada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas bahwa Nabi
Muhamad S. a. w. Bersabda:
,= -. ,- . .- , , ,_ , - ,
Artinya : Bayarlah buruh itu sebelum keringngatnya kering
Mengenai disyari`atkannya ifarah, semua umat bersepakat, tak
seorangpun yang membantah kesepakatan (ifma) ini, sekalipun ada beberapa
orang diantara mereka yang berbeda pendapat.
15
13
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000,
Cet.I hlm. 29
14
Ibid., hlm. 446
15
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jilid V, Jakarta: Gema Insani, 2011
18
Dengan tiga dasar hukum yaitu Al-Qur'an, Hadits, dan Ijma' maka
hukum diperbolehkannya sewa menyewa sangat kuat karena ketiga dasar
hukum tersebut merupakan sumber penggalian hukum Islam yang utama. Dari
beberapa dasar di atas, kiranya dapat dipahami bahwa sewa menyewa itu
diperbolehkan dalam Islam, karena pada dasarnya manusia senantiasa
terbentur pada keterbatasan dan kekurangan.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang memiliki
beberapa rumah yang tidak ditempati, disisi lain ada orang yang tidak
memiliki tempat dengan dibolehkan ijarah maka orang yang tidak memiliki
tempat tinggal bisa menempati rumah orang lain yang tidak digunakan untuk
beberapa waktu tertentu, dengan memberikan imbalan berupa uang sewa yang
disepakati bersama tanpa harus membeli rumah.
Ulama Madzhab Hanafi berpendapat bahwa akad ijarah itu bersifat
mengikat kedua belah pihak, tetapi dapat dibatalkan secara sepihak, apabila
terdapat udzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak secara
hukum atau gila. Jumhur ulama berpendapat bahwa akad ijarah bersifat
mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak dapat dimanfaatkan. Menurut
Madzab Hanafi apabila salah seorang meninggal dunia, maka akad ijarah
menjadi batal, karena manfaat tidak dapat diwariskan kepada ahli waris,
sedangkan menurut jumhur ulama akad itu tidak menjadi batal karena manfaat
menurut mereka dapat diwariskan kepada ahli waris, manfaat juga termasuk
harta.
16
16
M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm. 230
19
C. Rukun Dan Syarat Sewa Menyewa
Dengan memperhatiakn sejumlah dalil maka fuqaha merumuskan
rukun sewa menyewa itu terjadi dan sah apabila ada ijab qabul, baik dalam
bentuk perkataan maupun dalam bentu pernyataan lainya yang menunjukan
adanya persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan sewa menyewa.
Ijarah atau sewa menyewa dalam Islam dianggap sah apabila
memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Adapun menurut jumhur ulama rukun
ijarah adalah sebagai berikut:
1. Aqid (orang yang berakad).
2. Sighat akad
3. Ujrah (upah)
4. Manfaat.
17
Adapun syarat sahnya sewa menyewa harus terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Kedua belah pihak yang melakukan akad harus baligh dan berakal. Maka
tidak sah akadnya apabila kedua belah pihak atau salah satu kedua belak
pihak belum atau tidak berakal. Maka tidak sah akadnya orang gila atau
anak kecil yang belum mumayiz. Syafiiyah dan Hambaliyah
mengemukakan syarat yang lebih ketat lagi, yaitu kedua belah pihak
haruslah mencapai usia dewasa (baligh) menurut mereka tidak sah
akadnya anak-anak, meskipun mereka telah dapat membedakan yang baik
dan yang buruk (mumayiz)
17
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah: Bandung, CV Pustaka Setia, 2001, hlm. 125
20
2. Kedua belah pihak yang melakukan akad harus menyatakan kerelaannya
untuk melakukan akad itu.
18
Apabila salah satu pihak dipaksa atau
terpaksa menyewakan barangnya, maka sewa menyewa itu tidak sah.
3. Obyek sewa menyewa harus jelas manfaatnya. Hal ini perlu untuk
menghindari pertengkaran di kemudian hari.barang yang akan disewa itu
perlu diketahui mutu dan keadaanya. Demikian juga mengenai jangka
waktunya, misalnya sebulan, setahun atau lebih. Persyaratan ini
dikemukakan oleh fuqaha berlandaskan kepada maslahat, karena tidak
sedikit terjadi pertengkaran akibat dari sesuatu yang samar. Seandainya
barang itu tidak dapat digunakan sesuai dengan yang diperjanjikan, maka
perjanjian sewa menyewa dapat dibatalkan.
19
4. Obyek sewa menyewa dapat diserahkan dan secara langsung dan tidak ada
cacatnya. Jumhur ulama sepakat bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu
yang tidak dapat diserahkan, dimanIaatkan langsung oleh penyewa.
20
Maka tidak sah menyewakan binatang yang lari (terlepas) tanah gersang
untuk pertanian, dan lain-lain yang pada pokoknya barang-barang itu tidak
dapat dipergunakan sesuai dengan bunyi persetujuan (akad) untuk
keperluan apa barang itu disewa. Meskipun tidak ada dalil naqli yang
terperinci mengenai hal ini, namun perumusan Iuqaha ini logis
berdasarkan kepada kenyataan dan maslahat bagi kedua belah pihak yang
melakukan persetujuan.
18
M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm. 231
19
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: sinar Grafika, 2000, hlm. 146
20
M. Ali Hasan, Op.Cit, hlm. 233
21
5. Obyek sewa menyewa haruslah dapat dipenuhi (dilaksanakan) baik secara
ril maupun Iormil. Karena itu segolongan Iuqaha tidak membenarkan
penyewaan barang-barang pengikut tanpa induknya, karena hal itu tidak
dapat dipenuhi. Demikian pandangan Madzhab Abu HaniIah, adapun
jumhur Iuqaha, membenarkan penyewaaan barang-barang pengikut justru
menurut mereka, barang-barang pengikut itu bermanIaat dan dapat
dipisahkan dari induknya, sebagaimana halnya dengan jual beli tetatapi
jika manIaatnya hilang maka sewa menyewa itu menjadi rusak atau batal.
6. Obyek sewa menyewa itu sesuatu yang dihalalkan oleh svara bukan yang
diharamkan dan bukan pula ibadah. Misalnya menyewa tukan pukul untuk
menganiaya seseorang ataupun menyewa orang untuk mengerjakan
shalat.
21
Sewa menyewa ini macam ini batal karena ibadah tersebut
merupakan fardlu ain yang harus dikerjakan sendiri dan tidak dapat
digantikan oleh orang lain, akan tetapi ulama Malikiyah dan SyaI`iyah
menyatakan bahwa boleh menerima gaji dalam mengajarkan al-Qur`an
karena mengajarkan al-Qura`an itu sendiri merupakan suatu pekerjaan
yang jelas.
Ulama Malikiyah berpendapat boleh hukumnya menggaji
seseoarang untuk menjadi muadzin dan imam tetap disuatu masjid, akan
tetapi Ulama SyaIi`iyah tidak membolehkan menggaji seorang imam
shalat, akan tetapi seluruh ulama Iiqih sepakat menyatakan bahwa
seseorang boleh menerima gaji untuk mengajarkan berbagai disiplin ilmu,
21
Hamzah Yaqub, Op.Cit., hlm. 322
22
baik ilmu agama, seperti Iiqh dan hadits, maupun ilmu umum seperti
bahasa, sejarah dan ilmu-ilmu eksakta karena mengajarkan seluruh ilmu
ini menurut mereka bukanlah kewajiban pribadi tetapi kewajiban kolektiI,
(fardlu kifavah). Selanjutnya terdapat pula terdapat perbedaan ulama
dalam hal mengambil upah dalam menyelengggarakan jenazah, seperti
memandikan, mengkaIani, dan menguburkanya. Ulama HanaIiyah
mengatakan tidak boleh mengambil upah dalam penyelenggaraan jenazah
karena hal itu merupakan kewajiban seoarang muslim, akan tetapi jumhur
ulama membolehkan dengan alasan bahwa penyelenggaraan jenazah
merupakan kewajiban kolektiI (fardlu kifavah) bukan kewajiban pribadi
(fardlu ain).
22
7. Pembayaran (uang) sewa itu haruslah bernilai dan jelas jumlah
pembayaran uang sewa itu hendaklah dirundingkan terlebih dahulu atau
kedua belah pihak mengembalikan kepada adat kebiasaan yang berlaku.
misalnya sewa mobil, sewa kapal dan sebagainya yang menurut kebiasaan
sudah tertentu jumlahnya.
Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar penyewa sebagai
kompensasi/pembayaran manIaat yang dinikmatinya. Setiap sesuatu yang
layak dianggap harga dalam jual beli dianggap layak pula sebagai sewa
dalam ifarah. Kebanyakan ulama mengatakan 'svarat vang berlaku untuk
harga, fuga berlaku pada sewa' selain itu sewa/upah haruslah sesuatu
yang bernlai dan diperbolehkan oleh svara dan harus diketahui
22
Harun Nasrun, Op.Cit., hlm. 233
23
jumlahnya.
23
Pemberi sewa berkewajiban untuk menyediakan asset dan
memungkinan bagi penyewa untuk menikmati manIaat asset tersebut.
Sebaliknya, penyewa bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan asset
yang disewa dan membayar upah sewa.
D. Macam-macam Ijarah /Sewa.
Dilihat dari segi objeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu ijarah yang bersifat manfaat dan ijarah yang bersifat pekerjaan.
24
1) Ijarah yang bersifat manfaat misalnya sewa menyewa rumah, toko,
kendaraan, pakaian (pengantin) dan perhiasaan.
2) Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara memperkejakan
seseorang untuk melakukan pekerjaan. Ijarah semacam ini diperbolehkan
seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu dan lain lain.
Para ulama berpendapat persewaan itu ada dua macam seperti yang
disebut diatas, sebagai analog (qiyas) dengan jual beli diantara syarat
persewaan dalam tanggungan ialah tentang sifat-sifat barang itu. Sedang
barang yang kongkret syarat persewaanya dapat dilihat dengan jelas sifat-
sifatnya seperti halnya dengan barang-barang jual beli.
Tentang penyewaan binatang pejantan sepetri unta, sapi, dan hewan
yang lain, imam malik membolehkan seseorang menyewakan binatang
pejantanya untuk kawin beberapa kali, tetapi Abu Hanifah dan Imam Syafii
melarangnya. Fuqaha yang melarang beralasan karena adanya larangan
23
Dimyaudin Djuwaini, Fiqh Muamalah, Yogyakarata: Pustaka Pelajar, 2008, hlm. 159
24
M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm. 236
24
menyewakan binatang pejantan, sedangkan fuqaha yang membolehkan
menyamakan penyewaan binatang itu dengan manfaat yang lain, alasan ini
dianggap lemah karena lebih menguatkan qiyas daripada riwayat. Termasuk
dalam hal ini adalah menyewakan anjing baik Syafii maupun Maliki sama-
sama melarang.
25
E. Hal-Hal Yang Membatalkan Sewa Menyewa
Suatu akad ijarah berakhir apabila:
1. Objek hilang atau musnah seperti rumah terbakar.
2. Habis tenggang waktu yang disepakati kedua hal ini disepakati oleh
ulama.
3. Terjadi aib pada obyek sewaan
Maksudnya bahwa jika pada barang yang menjadi obyek perjanjian sewa
menyewa terdapat kerusakan ketika sedang berada di tangan pihak
penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian pihak
penyewa sendiri, misalnya karena penggunaan barang tidak sesuai.
26
4. Terjadinya cacat baru pada barang sewaan ditangan penyewa atau
timbulnya cacat lama pada barang itu. Cacat yang dimaksud disini adalah
suatu kekurangan atau kelemahan pada barang yang menyebabkan
terhalangnya penarikan manfaat daripadanya.
27
25
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jilid III, penerjemah Abdurrahman, Semarang: Asy-
Syifa, 1990, hlm. 206
26
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Op.Cit., hlm. 57
27
Hamzah Yaqub, OP. Cit., hlm. 334
25
5. Menurut Madzab Hanafi akad berakhir apabila salah seorang meninggal
dunia karena manfaat tidak dapat diwariskan. Berbeda dengan jumhur
ulama akad tidak berakhir karena manfaat dapat diwariskan.
Pada dasarnya perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang
lazim, masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tidak berhak
membatalkan perjanjian (tidak mempunyai hak fasakh) karena termasuk
perjanjian timbal balik. Bahkan jika salah satu pihak (yang menyewakan atau
penyewa) meninggal dunia perjanjian sewa menyewa tidak akan menjadi batal
asal yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa masih ada. Sebab dalam
hal salah satu pihak meninggal dunia maka kedudukanya digantikan oleh ahli
waris, demikian juga halnya dengan penjualan objek perjanjian sewa
menyewa yang tidak menyebabkan putusnya perjanjian yang diadakan
sebelumnya.
28
28
M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm. 238
26
BAB III
Praktek Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan
A. Keadaan Umum Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan
1. Keadaan Monografi
Desa Kalang Lundo merupakan salah satu desa di Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan. Sebagai lembaga pemerintahan terkecil dalam struktur
pemerintahan, baik pemerintahan Desa maupun kelurahan yang
mempunyai fungsi strategis yakni sebagai ujung tombak dalam
membangun nasional dalam sektor pertanian, perkebunan dan peternakan.
Oleh karena itu pemerintah desa atau kelurahan diharapkan dapat lebih
memberdayakan segala potensi yang ada di wilayah masing-masing.
Desa Kalang Lundo merupakan dataran rendah dengan bentang
wilayah 11 M diatas laut, dengan suhu rata-rata 35 derajat, terbagi atas
pemukiman warga, pekarangan serta persawahan. Luas Desa Kalang
Lundo adalah 1.060.142 Ha terdiri atas 36.095 Ha tanah kas desa
(kelurahan), 0.0 Ha tanah bersertifikat, 0.00 Ha tanah yang belum
bersertifikat. Sedang batas wilayah Desa Kalang Lundo terdiri atas:
sebelah utara desa berbatasan dengan Desa Truwolu dan Desa Tanjung
Harjo. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kalag Dosari. Sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Sendang Rejo dan Desa Sarirejo. Sebelah
27
barat berbatasan dengan Desa Truwolu.
1
Desa Kalang Lundo memiliki 11
RW dan 40 RT.
2
Desa Kalang Lundo berada di sebelah utara kecamatan.
Jarak ke ibu kota kecamatan adalah 6 Km sedang jarak ke ibu kota
kabupaten terdekat adalah 38 Km. serta jarak ke ibu kota propinsi 92 KM.
3
Desa Kalang Lundo tidak memiliki hutan, laut, dan lahan
perkebunan. Oleh karena itu desa ini tidak menghasilkan buah-buahan
yang dihasilkan dari perkebunan dan tidak ada pula pembudidayaan ikan.
Desa Kalang Lundo sendiri merupakan daerah pertanian dan peternakan.
sebagian masyarakat melakukan kegitan sehari-hari dengan beternak
hewan misalnya sapi yang banyak dilakkan oleh masyarakat Desa Kalang
Lundo. Terdapat beberapa penduduk yang memiliki banyak hewan sapi
tapi ada pula yang hanya memiliki sedikit sehingga bagi masyarakat yang
memliki sedikit sapi maka akan melakukan usaha yakni mencoba
mengawinkan sapi betinanya degan sapi pejantan milik tetangganya,
kebiasaan seperti ini sudah berjalan lama dan turun menurun di
masyarakat desa Kalang Lundo, sehingga kegiatan sewa kawin sapi ini
sudah menjadi budaya yang mengakar dari dulu sampai sekarang .
4
1
Data Monografi Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan Bulan Januari-Juni
2011 hlm. 1
2
Ibid, hlm. 3
3
Ibid, hlm. 1
4
Hasil wawancara dengan Bapak Heri Kusmanto (Kadus Guyangan), 16 Mei 2012
28
2. Susunan Pemerintahan
Sebagai lembaga terkecil dalam struktur pemerintahan desa
maupun kelurahan yang mempunyai fungsi strategis yakni sebagai ujung
tombak dalam membangun nasional dalam sektor pertanian, perkebunan
dan peternakan. Oleh karena itu pemerintah desa atau kelurahan
diharapkan dapat lebih memberdayakan segala potensi yang ada diwilayah
masing-masing.
Pemerintah Desa Kalang Lundo dipimpin oleh Kepala Desa
(Kades) yaitu Bapak Ali Sobirin, beserta perangkat-perangkatnya yang
terdiri atas 3 Kepala Urusan (Kaur) yaitu Kaur Umum Bapak Warsono,
Kaur Pemerintahan Ibu Sudarti, Kaur Pembangunan Bapak Kusnanto dan
Kaur Kesra Bapak Kholil. Desa ini terbagi menjadi 11 Kepala Dusun
(Kadus) yaitu Dusun Krajan I, Bapak Atri Dwi Yono, Dusun Krajan II
Bapak Nahrowi, Dusun Crawak Bapak Supriyanto, Dusun Ledokan Bapak
A. Solikul Hadi, Dusun Guyangan Bapak Heri Kusmanto, Dusun
Baurokso Bapak A. Rubain, Dusun Gerot Bapak Heru Setiyanto, Dusun
Ingasjajar Bapak Jatmiko, Dusun Ngeracah Bapak Mat Afandi, Dusun
Kayut Bapak Sumarno, Dusun Tumpuk Bapak Mulyono. Ketua BPD,
Bapak Abdul Rois, ketua LKMD Bapak Joni Martono, ketua modin Bapak
Sodiq.
5
5
Hasil wawancara dengan Bapak Kusnanto (Kaur Pembangunan)
29
3. Keadaan Demografi
Demografi Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan
pada bulan Januari/Juni 2011 jumlah penduduk Desa Kalang Lundo
berdasarkan daftar isian potensi Desa Kalang Lundo pada bulan Januari-
Juni 2011 adalah sebanyak 7.263 orang. Terdiri dari 3.658 orang laki-laki
dan 3.605 orang perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak
2.555 KK. Dengan rincian sebagai berikut:
TABEL I
Jumlah Penduduk Desa Kalang Lundo
Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kelompok
Umur
Laki-Laki Perempuaan Jumlah
1. 0-4 Th 244 Orang 245 Orang 489 Orang
2. 5-9 Th 407 Orang 371 Orang 778 Orang
3. 10-14 Th 428 Orang 413 Orang 841 Orang
4. 20-24 Th 1.150 Orang 1.076 Orang 2.217 Orang
5. 25-29 Th 469 Orang 462 Orang 931 Orang
6. 30-39 Th 430 Orang 438 Orang 868 Orang
7. 40-49 Th 234 Orang 279 Orang 513 Orang
30
8. 50-59 Th 194 Orang 210 Orang 404 Orang
9. 60 Th ke atas 102 Orang 120 Orang 222 Orang
Jumlah 3.685 Orang 3.605 Orang 7.263 Orang
Sumber: Data Monografi Desa/Kelurahan Desa Kalang Lundo untuk bulan Januari/Juli
2011
Seluruh penduduk Desa Kalang Lundo beragama Islam dan tidak
ada masyarakat Desa Kalang Lundo yang beragama selain Islam. Dari data
diatas maka terdapat beberapa tempat ibadat dengan rincian sebagai
berikut:
TABEL II
Jumlah Tempat Ibadah di Desa Kalang Lundo
Sesuai Dengan Agama Yang Ada (Dianut)
No. Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid 13 Buah
2. Mushalla 41 Buah
3. Gereja - Buah
4. Wihara - Buah
5. Pure - Buah
Sumber: Data Monografi Desa/Kelurahan Desa Kalang Lundo Untuk Bulan Januari-Juni
2011
31
Masyarakat Desa Kalang Lundo adalah masyarakat yang suka
bergotong-royong. Terlihat dari adanya kegiatan gotong-royong atau
sambatan dalam pembangunan rumah, gotong-royong menjaga kebersihan
desa, gotong-royong membangun jembatan, jalan dan lain-lian.
Masyarakat Desa Kalang Lundo adalah masyarakat yang guyub dan tidak
individualisme. Hal ini terlihat dengan adanya organisasi sosial
kemasyarakatan seperti kelompok PKK, Dasa Wisma
6
serta organisasi
kemasyarakatan seperti kelompok yasinan ibu-ibu, yasinan bapak-bapak,
kelompok rebana, kelompok Karang Taruna. Biasanya kelompok-
kelompok ini diisi dengan kegiatan keagamaan, seperti barjanji, yasinan
dan tahlil, tetapi kelompok karang taruna biasanya mengadakan acara-
acara seperti tujuh belasan pada bulan Agustus juga kerja bakti desa.
7
Sedangkan dalam bidang pendidikan yang berfungsi untuk
mencerdaskan bangsa, maka pemerintah senantiasa memperhatikan
lembaga pendidikan, bahkan sampai di pelosok desa, sehingga masyarakat
mendapat kesempatan untuk belajar atau memperoleh pengetahuan, baik
melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Maka seperti
inilah gambaran bentuk dari program tersebut.
6
Data Monografi, Op. Cit hlm. 8
7
Hasil waancara dengan Ibu Sri Wartini (salah satu kepala pengajian ibu-ibu), 18 Mei
2012
32
TABEL III
Jumlah Sekolah Formal dan Nonformal, Guru dan Murid di Desa
Kalang Lundo
No. Tingkat Pendidikan
Jumlah
Sekolah
Jumlah
Pengajar
Jumlah Murid
1. Kelompok bermain
(PAUD)
1 4 27
2. TK 4 8 116
3. SD 5 37 761
4. SMP 2 39 495
5. SMA - - -
6. Pondok Pesantren - - -
7. Madrasah 7 134 795
8. Sekolah Luar Biasa - - -
9. Sarana Pendidikan
Non Formal
- - -
Sumber: Data Monografi Desa Kalang Lundo Bulan Januari-Juni 2011
B. Keadaan Sosial Ekonomi
Pemenuhan kebutuhan masyarakat sering kali diidentikan dengan
penghasilan yang diperoleh sebagai tolak ukur kesejahteraan warga baik
tingkat desa, wilayah, maupun tingkat pemerintahan. Disinilah penulis akan
33
sedikit menyoroti keadaan sosial ekonomi Desa Kalang Lundo. Karena
pekerjaan penduduk Desa Kalang Lundo bercocok tanam dan beternak.
Masyarakat Desa Kalang Lundo menggantungkan hidup mereka dari pertanian
juga hasil dari beternak hewan. Maka sebagian besar dari mereka bermata
pencaharian sebagai petani dan beternak hewan, dalam masalah beternak,
mereka menyukai kegiatan sewa menyewa sapi untuk dikawinkan agar hamil
sehingga masyarakat Desa Kalang Lundo yang memiliki sapi sedikit akan
tambah banyak dari hasil sewa kawin sapi dengan imbalan uang sebagai ganti
penyewaan sapi pejantan yang disewanya. Mereka lebih menyukai dan
terbiasa dengan kegiatan kawin sapi ini dari pada dengan suntik, karena
menurut kebanyakan masyarakat di Kalang Lundo daripada dengan cara lain
lebih baik dengan mengwinkan sapinya kepada tentangganya yang memiliki
sapi pejantan dengan keuntungan lebih murah dan mudah. Hal ini dilakukan
untuk menjaga agar hewan sapinya bertambah banyak.
8
Sebagai desa pertanian dan peternakan dengan banyaknya masyarakat
yang memiliki hewan ternak maka sebagian besar mata pencaharian penduduk
Desa Kalang Lundo adalah bertani atau bercock tanam dan beternak sapi.
Walaupun demikian bukan berarti tidak semua penduduk Desa Kalang Lundo
bermata pencaharian sama yaitu sebagai petani dan peternak. Tetapi sebagian
lain penduduk Desa Kalang Lundo juga berfariasi dalam pekerjaannya.
8
Hasil wawancara dengan Bapak Aminudin Aziz (pemilik sapi betina) 16 Mei 2012
34
Namun tidak seorangpun yang bekerja sebagai nelayan dikarenakan tidak
adanya laut ataupun tambak.
9
Adapun datanya adalah sebagai berikut:
TABEL III
Mata Pencaharian Masyarakat Desa Kalang Lundo Kecamatan
Ngaringan Kabupaten Grobogan
No. Mata Pencaharian Jumlah
1. PNS 35 Orang
2. TNI/POLRI 8 Orang
3. Karyawan (swasta) 275 Orang
4. Wiraswasta 121 Orang
5. Tani 2.561Orang
6. Pertukangan 74 Orang
7. Buruh Tani 222 Orang
8. Pensiun 6 Orang
9. Nelayan - Orang
10. Pemulung - Orang
11. Jasa/lainnya - orang
Jumlah 3.193 Orang
Sumber : Buku Monografi Desa Kalang Lundo, Daftar Isian Jumlah Penduduk Menurut
Mata Pencaharian Masyarakat Desa, Januari-Juni 2011
9
Hasil wawan cara dengan Ibu Khusnul (pemilik sapi betina), 16 Mei 2012
35
C. Faktor-Faktor Penyebab Praktek Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang
Lundo kec. Ngaringan Kab. Grobogan.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinnya sewa kawin
sapi di desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan. Beberapa faktor
ini penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan warga Desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan. Inilah faktor-faktor yang mempengaruhi
sewa kawin sapi sesuai dengan penuturan warga. Dibawah ini beberapa
penuturan dari penyewa:
Saling percaya, mungkin faktor inilah yang sering dipakai sebagai
awal terjadinya transaksi, faktor ini juga yang paling banyak diungkapkan
warga. Tanpa kepercayaan orang sulit untuk berinteraksi, termasuk dalam
masalah sewa menyewa. Mereka menyewa sapi pejantan kepada pemilik sapi
jantan yang mereka anggap loyal dan sudah terbiasa hewan sapinya untuk
disewakan serta dianggap layak sapi pejantanya untuk disewakan juga tidak
memiliki cacat dalam sapi pejantanya dan pemiik sapi jantan hanya meminta
biaya dari praktek penyewaan kawin sapi tersebut untuk bahan makanan sapid
an obat-obatan.
10
Lebih mudah dan murah dari praktek lain, sewa kawin sapi semacam
ini hampir dilakukan sebagian masyarakat Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan. Kab. Grobogan yang memilki hewan sapi, selain mudah dilakukan
juga lebih murah dari pada dengan praktek kawin sapi dengan suntik
disamping susah juga mahal. Praktek kawin sapi sudah lama dilakukan oleh
10
Hasil wawancara dengan Bapak Suhari penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei 2012
36
masyarakat sehingga sudah menjadi adat atau kebiasaan masyarakat Desa
Kalang Lundo. mereka juga tidak merasa takut jika praktek kawin sapi itu
gagal karena sewa kawin sapi hanya sebagai bentuk usaha atau ikhtiar. Karena
dalam sewa kawin sapi ini kedua belah pihak saling mengerti satu sama
lainya.
11
Tidak ditetapakan pembayaran sewa, dalam penyewaan sapi pejantan
pemilik sapi betina tidak ditetapkan harga pasti hanya sebagai bentuk gantu
rugi dan sudah menjadi kebiasan dalam penyewaan karena dalam praktek
sewa ini bagian dari kebiasaan maka tidak dipungut biaya atau kesepakatan
lain hanya ucapan saya sewa sapi pejantan buat saya kawinkan dengan sapi
betina saya maka ketika pemilik sapi pejantan menjawab ya saya sewakan
maka sah transaksi tersebut dan pemilik sapi betina biasanya mengucapkan
terima kasih dengan memberikan uang 25.000 atau disesuaikan dengan
kemampuan penyewa. Tapi biasanya yang sering terjadi kebanyakan
memberikan uang sebanyak 25.000. Dari situlah pemilik sapi betina akan akan
membawa sapi pejantan untuk dikawinkan. Dalam praktek tersebut baik
penyewa atau pemilik sapi betina tidak terlalu mementingkan dengan hasilnya,
yang penting mereka sudah berusaha.
12
Sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa (adat),praktek penyewaan
kawin sapi merupakan kebiasaan dimasyarakta desa Kalang Lundo sejak lama,
sudah turun temurun hingga sekarang.dalam sewa kawin sapi ini masarakat
lebih berlandaskan pada tolong-menolong disamping faktor saling
11
Hasil wawancara dengan Bapak Kasno Penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei 2012
12
Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Rohman penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei
2012
37
membutuhkan. Karena sudah menjadi kebiasan maka bagi yang memiliki sapi
pejantan tidak merasa dibebani.
13
D. Pelaksanaan Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan.
Sewa menyewa kawin sapi yang terjadi di Desa Kalang Lundo
merupakan suatu akad sewa menyewa terhadap suatu manfaat sapi pejantan
unuk diambil maninya dalam proses perkawinan antara sapi betina dengan
sapi pejantan yang telah ditentukan dan disepakati kedua belah pihak dengan
imbalan yang sudah menjadi kebiasaan. Sapi pejantan yang biasa disewakan
adalah sapi yang dianggap mempunyai bibit unggul. Sewa menyewa kawin
sapi ini biasa terjadi paling lama satu hari. Kemudian setelah proses
perkawinan selesai antara sapi betina dengan sapi pejantan maka uang sewa
dibayar kepada pemilik sapi pejantan.
Adapun proses sewa kawin sapi ini yaitu pertama orang yang
menyewa (pemilik sapi betina) menghubungi pihak yang menyewakan
(pemilik sapi pejantan) yang akan disewakan. Orang yang menyewakan
menerangkan kepada pihak penyewa tentang keadaan sapi pejantannya yang
akan disewakan. Kebiasaan yang terjadi di Desa Kalang Lundo, sewa
menyewa kawin sapi diadakan oleh masyarakat desa yang memiliki sapi.
Dengan demikian orang yang meyewa pada dasarnya telah mengetahui seluk
13
Hasil wawancara dengan Bapak Saikun penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei 2012
38
beluk obyek sewa sehingga orang yeng menyewakan tidak terlalu rumit untuk
menjelaskan obyek sewanya.
Cara pelaksanaan sewa menyewa kawin sapi tidak jauh berbeda
dengan pelaksanaan sewa menyewa pada umumnya. Ijab dan Qabul
dinyatakan secara lisan dengan menggunakan kata-kata yang terang, jelas dan
dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Meskipun ada cara yang mudah
seperti kawin suntik, tetapi masyarakat Desa Kalang Lundo lebih suka
menggunakan sapi pejantan yang disewa dari pemiliknya dengan hanya
memberikan iimbalan sebesar Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) pemilik
sapi betina bisa mendapatkan kehamilan pada sapinya.
14
Perubahan zaman ternyata tidak merubah sistim seperti itu sepertinya
praktek sewa kawin sapi ini mendapat tanggapan positif dari masyarakat dan
belum pernah ada keberatan diantara mereka. Dikarenakan penyewa sendiri
merasa diuntungkan dari sistim sewa kawin sapi tersebut. Bagi yang memiliki
sapi pejantan sebagai yang menyewakan diuntungkan dengan pembayaran dari
penyewa. Sewa kawin sapi dengan sistem ini dirasa wajar sebab semua ini
merupakan bagaian dari hasil kerja sama, tolong menolong dan saling
menguntungkan.
15
Untuk mensiasati hal-hal yang mungkin merugikan bagi penyewa
maka pemilik sapi pejantan biasanya memilih sapi yang berbibit unggul, agar
mereka yang memiliki sapi betina dalam usahanya tidak sia-sia dan sapi
14
Hasil wawancara dengan Bapak Sadali pemilik sapi pejantan, 19 Mei 2012
15
Hasil wawancara dengan Bapak Nyaman pemilik sapi pejantan, 18 Mei 2012
39
betinya segera hamil. jadi mereka akan merasa untung karena sapi betinya
langsung hamil dan tidak sia-sia dengan membayar uang sebanyak 25.000
tersebut. Sedang bagi pemilik sapi pejantan untuk biasanya meminta bayaran
setelah proses perkawinan sapi pejantan dengan sapi betina selesai tanpa ada
perjanjian berhasil hamil atau tidak sapi betinanya.
16
Sewa kawin sapi dengan sistem kesepakatan awal, bahwa sapi
pejantan yang telah disewa pada hari itu akan dibayar pada saat proses
perkawinan antara sapi betina dengan sapi pejantan selesai. Ketika
dikemudian hari sapi betina tidak berhasil hamil maka tidak ada yang
disalahkan dan uang yang sudah dibayarkan tidak bisa dikembalikan. Adapun
tatacara dari praktek sewa kawin itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Transaksi dilakukan oleh pemilik sapi betina dan pemilik sapi pejantan
atas dasar saling rela dari kedua belah pihak serta dilakukan secara sadar.
2. Setelah ada kesanggupan ataupun kesepakatan dari kedua belah pihak,
selanjutnya pemilik sapi betina membawa sapinya kerumah yang
menyewakan atau yang memiliki sapi pejantan.
3. Sapi pejantan yang telah disewa oleh penyewa akan dikawinkan tanpa ada
campur tangan lagi dari pihak pemilik sapi pejantan.
16
Hasil wawancara dengan Bapak Muhaimin Penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei
2012
40
4. Pemilik sapi pejantan akan menerima bayaran pada waktu proses
perkawinan antara sapi pejantan dengan sapi betina sudah selesai dengan
pembayaran pada umumnya yaitu sebesar 25.000.
5. Jika dalam praktek sewa kawin tersebut tidak berhasil atau sapi betina
tidak jadi hamil, maka pembayaran tidak dapat dikembalikan lagi.
17
Di bawah ini disajikan beberapa kasus praktek kawin sapi . dalam
praktek ini. penulis peroleh dari Desa Kalang Lundo, Kec. ngaringan, Kab.
Grobogan, yaitu:
1. Sewa kawin sapi antara bapak Saikun dengan Bapak Sadali
Praktek sewa kawin sapi ini terjadi pada bulan Januari 2012.
Awalnya bapak Saikun datang kerumah Bapak Sadali untuk menyewa sapi
pejantannya . Dengan akad sebagai berikut:
Ijab: pak... Saya punya sapi betina dan saya hanya punya satu,
kira-kira anda bisa bantu buat menyewakan sapi pejantannya gak?
Masalahnya saya tidak punya sapi pejantan karena saya lagi membutuhkan
sapi pejantan untuk saya kawinkan.
Qabul: Ya pak, boleh-boleh saja asal kita bisa saling percaya saja
dan masalah pembayaran seperti biasanya saja.
Ijab: Ya, gak apa-apa pak... tapi, saya belum punya uang sekarang
bagamana pak?
17
Hasil wawancara dengan Bapak Yasmono penyewa (pemilik sapi betina) 19 Mei
2012
41
Qobul: Ya pak, kalau begitu, pembayaranya kalau ibu sudah ada
uang saja.
Setelah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, bapak Saikun
mengambil sapi betinanya untuk dibawa kerumah bapak Sadali untuk
diproses (dikawinkan).
2. Sewa menyewa antara Bapak Nyaman dengan Bapak Kasno
Penyewaan kawin sapi ini terjadi pada bulan Agustus 2011, antara
Bapak Nyaman dengan Bapak Kasno. Akad yang berlangsung adalah
sebagai berikut:
Ijab: Pak, Saya lagi butuh sapi banyak tapi tidak punya sapi jantan
untuk mengawini sapi betina saya, kira-kira saya bisa menyewa sapi jantan
bapak tidak?
Qabul: Ya Pak, boleh saja, mau disewa kapan?.
Ijab: Nanti sore pak.
Qabul: Kalo begitu nanti sore tinggal bawa kesini saja sapi
betinanya Pak...
Setelah diserahkanya sapi betina milik Bapak Kasno maka dengan
demikian akad telah dilakukan dan disetujui. Setelah proses kawin terjadi,
maka Bapak Kasno memberikan uang kepada bapak Nyaman sebagai
imbalan atau sebgai ganti dari pada pnyewaan tersebut.
3. Sewa kawin sapi antara Bapak Sadali dengan Bapak Aminuddin Aziz
Transaksi ini terjadi dibulan Oktober 2011, Bapak Aminuddin
Aziz datang kerumah Bapak Kasturi dengan maksud untuk mengawinkan
42
sapi betinanya dengan milik sapi pejantan milik bapak Kasturi Dengan
akad sebagai berikut:
Ijab: Saya minta tolong, dipinjami sapi pejantanya, masalah
pembayaran dan waktunya bisa diatur.
Qabul: Boleh
Ijab: Gimana kalau pembayarannya nanti saya berikan setelah
selesai sewanya..
Qabul: Ya gak apa-apa, yang pentingkan seperti biasanya.
Setelah terjadi kesepakatan maka, Bapak Aminuddin Aziz segera
mengambil sapi betinanya untuk dibawa ke rumah bapak Sadali supaya
dikawinkan dengan sapi pejantan milik bapak Sadali.
43
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAMTENTANG SEWA KAWIN SAPI
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan)
A. Analisis Terhadap Praktek Sewa Kawin Sapi Di Desa kalang lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan.
Dalam praktek ijarah atau sewa memiliki tata cara atau sistem yang
berlaku berdasarkan hukum-hukum dan norma-norma yang telah diterapkan
baik hukum Islam maupun hukum dalam masyarakat (hukum adat). Apabila
bila aturan dan norma-norma yang telah diterapkan tidak dilakasanakan maka
dapat menimbulkan bencana dan kerusakan dalam suatu hubungan
masyarakat. Nafsu mendorong manusia untuk megambil keuntungan
sebanyak-banyaknya melalui cara apa saja.
1
Ijarah atau sewa merupakan salah satu sarana pemenuh kebutuhan
yang sering kali di lakukan antara individu satu dengan individu lainnya. Itu
pula yang terjadi di Desa Kalang Lundo. Sebagai contoh sederhana dapat
dilihat dari praktek sewa kawin sapi antara pemilik sapi betina dengan pemilik
sapi jantan. Mungkin hal tersebut dirasa lumprah, namun terlepas dari sadar
atau tidak, nyatanya sistem sewa merupakan kebutuhan sekunder yang selalu
dilakukan.
1
Hamzah Yaqub, Kode Etik Dagang Dalam Islam, Bandung: CV. Diponegoro,1992,
hlm. 14
44
Dari sekian banyak interaksi kemasyarakatan, sewa menyewa
merupakan kegiatan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga menyebabkan orang menjadi ketergantungan serta menyadari bahwa
mereka tidak bisa lepas dari kegiatan ini termasuk dalam menjalankan
kegiatan sewa menyewa sapi pejantan untuk dikawinkan dengan sapi betina.
Meskipun praktek sewa kawin sapi merupakan kegiatan wajar. Tapi, jika
prakteknya tidak sesuai atau tidak sesuai aturan pasti akan menimbulkan
berbagai permasalahan.
Praktek sewa kawin sapi semacam itulah yang terjadi di Desa
kalanglundo Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Dengan perubahan
zaman dimana cara kawin bisa dilakuan dengan cara suntik mani hewan yang
dirasa lebih simpel dan mudah dan juga tidak dipungkiri lagi usaha
memperbanyak keturunan sapi juga bisa dilakukan dengan kawin suntik yang
dikenal dengan isenminasi buatan (IB) tidak dengan cara alami. Tetapi tidak
bagi masyarakat Desa Kalang Lundo dimana dalam praktek kawin sapi
disamping sudah menjadi adat atau kebiasaan juga ada unsur tolong menolong
serta saling membutuhkan dan tidak ada resiko apapun. Mereka beranggapan
kawin sapi melalui media suntik semua itu dirasakan kurang praktis disamping
juga mahal biayanya untuk saat ini. Dari semua dampak yang ada, ternyata
memunculkan praktek sewa kawin sapi yang kemudian mendapat respon dari
sebagian masyararkat Desa Kalang Lundo Kecamatan Ngaringan Kabupaten
Grobogan.
45
Praktek sewa kawin sapi ini sudah berjalan cukup lama dan dianggap
kegiatan yang menolong sesama anggota masyarakat. Mereka menyadari
dengan adanya praktek ini mereka akan lebih mudah mendapatkan anak sapi
dari hasil perkawinan sewa itu. Meskipun mereka harus membayar 25.000
sebagai bentuk konsekwensi penyewaan. Meskipun setelah terjadinya sewa
kawin sapi tersebut ternyata sapi tidak berhasil hamil maka tidak ada yang
disalahkan tapi mereka akan mencoba lagi dikemudian hari.
Terlepas dari semua sumber permasalahan yang ada, ternyata sewa
kawin sapi ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang dianggap memberi
pengaruh dalam prakteknya. Beberapa faktor itu diantaranya:
1. Saling Percaya atau Kepercayaan.
Faktor inilah yang sering dipakai sebagai awal terjadinya transaksi,
faktor ini juga yang paling banyak diungkapkan warga. Tanpa
kepercayaan orang sulit untuk berinteraksi. kepercayaan dalam praktek
sewa ini dirasa cukup memberi rasa nyaman bagi penyewa. Meskipun dari
praktek sewa tersebut terkadang sapi mereka tidak jadi hamil padahal
mereka sudah membayar Rp. 25.000. Karena dalam praktek sewa ini
pemilik sapi pejantan medapatkan bayaran tersebut setelah akad atau
kesepakatan dalam penyewaan tersebut telah terjadi terlepas berhasil atau
tidak.
Jika dilihat dari sisi penyewa, selain penyewa harus memberikan
bayaran, mereka juga yang mendatangi pemilik sapi pejantan. Dengan
adanya uang penyewaan jelas menambah beban tersendiri, karena tidak
46
ada jaminan berhasil atau tidak. Dengan kata lain pemilik sapi pejantan
hanya menyewakan dan menerima uang saja dari kesepakatan itu.
Terlepas dari benar ataupun salah, bagi masyarakat Desa Kalang
Lundo praktek sewa kawin sapi ini sudah dianggap sesuai, dengan alasan
praktek sewa itu terjadi karena sudah adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak. Jika kita kembali pada permasalahan awal mengenai makna
sewa atau ijarah itu sendiri jelas praktek ini bisa dikatakan benar. Karena
selain yang diambil manfaatnya saja dalam hal ini sapi betina menjadi
hamil, bendanya (sapi jantan) juga tidak berkurang.
Makna tersebut juga sesuai dengan teori yang diungkapkan dalam
hukum Islam bawa sewa menurut Ulama Hanafiyah Sewa adalah
transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Ulama Syafiiah
mendifinskan transaksi terhaap sutu manfaat yang dituju, tertentu bersifat
mubah dan bleh dimafaatkan dengan imbalan tertentu. Ulama Malikiyah
dan Hambaliyah mendifinisikan sewa adalah pemilikan manfaat sesuatu
yang diolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
2
Jika kepercayaan merupakan dasar dari kesepakatan sewa kawin
sapi, maka praktek sewa yang berlangsung harus sesuai dengan
kesepakatan yang ada. Terlepas dari benar atau salah praktek sewa ini,
karena kepercayaan adalah modal utama yang dipakai, sehingga semua ini
menjadi hal yang wajar jika prakteknya harus sesuai kesepakatan yang ada.
2
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 228
47
2. Waktu Pembayaran Terjadi Pada Saat proses perkawinan selesai Dan
Lebih Murah Dari Praktek Lain
Karena sistem sewa ini merupakan persewaan dengan sistem
pengambilan manfaat yang berupa mani hewan, tetapi pembayarannya
tidak terjadi pada waktu akad Melainkan pada waktu proses perkawinan
selesai. Meskipun manfaat belum bisa didapatkan ketika terjadi transaksi
tetapi pembayaran tersebut sebagai ganti penyewaan sapi, selain sudah
biasa juga murah harganya. Dari situlah pemilik sapi betina lebih memilih
bertransaksi seperti ini dari pada dengan sistim suntik yang lebih banyak
dipakai dizaman sekarang.
Kesepakatan waktu pembayaran ini biasanya juga telah
diperhitungkan oleh penyewa. Dengan pembayaran hanya Rp. 25.000
penyewa bisa mendapatkan manfaat dari sewa kawin sapi ini, meskipun
ada penyewa yang tidak berhasil dalam praktek ini, tetapi penyewa
beranggapan sewa bisa dilakukan lagi dengan pemilik sapi pejantan yang
lain. Menurut pengakuan dari salah satu pnyewa sapi pejantan sistim sewa
ini ibarat usaha mencari keberuntungan. Untung yang didapat biasanya
akan mendapatkan kehamilan dari sewa kawin tersebut .
3
Kemudian yang menjadi pertanyaan, kenapa praktek sewa kawin
sapi ini masih sering dilakukan? Jawaban sebagian dari masyarakat Desa
Kalang Lundo adalah. Jika mereka tidak mengikuti praktek yang ada,
mereka akan kesulitan untuk mendapat mani hewan dan lebih mudah
3
Hasil wawancara dengan Ibu Aminah penyewa, 18 Mei 2012
48
prakteknya dari pada dengan cara lain. Selain itu antara penyewa dan yang
punya pejantan sudah sama-sama mengenal juga saling percaya, dan juga
bagian dari tolong menolong. Jika dalam praktek ini penyewa gagal dalam
mendapatkan kehamilan sapinya maka penyewa akan menerimanya dan
tidak mempersoalkan.
Praktek sewa kawin sapi ini tidak harus selalu ada pembayaran
sesuai dengan kebiasaan, tetapi melihat dari kemampuan pemilik sapi
betina atau penyewa. Jika penyewa tidak memiliki uang maka bisa
dibayarkan dikemudian hari. Selain harga yang terjangakau dalam praktek
ini masyarakat Desa Kalang Lundo yang sebagian banyak usaha
kehidupan sehari-hari sebagai petani dan buruh maka dalam praktek ini
mereka tidak begitu memperdulikan soal hukum karena keterbatasan
mereka dalam memahami ilmu agama Islam.
Sistem sewa merupakan suatu bentuk perikatan, perikatan lahir
dikarenakan adanya perjanjian dan kesepakatan diantara kedua belah pihak,
suatu perikatan terdapat prestasi yang harus dipenuhi. Wujud dari prestasi
adalah memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu juga syarat pelaksanaan dan penyelesaian ijarah berkaitan dengan
akad, proses, dan hasil ijarah sudah di tentukan dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah yang berbunyi dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 257:
Untuk menyelesaikan suatu proses akad ijarah , pihak-pihak yang
melakukan akad harus mempunyai kecakapan melakukan perbuatan
hukum
4
4
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009, hlm. 60
49
Jadi sebelum melakukan praktek sewa seharusnya, baik penyewa
maupun yang menyewakan terlebih dahulu memahami praktek serta syarat
yang ditentukan. Kemudian barulah penyewa menyanggupi ataupun tidak
untuk melakukan prktek sewa kawin sapi ini. Tetapi harus memahami
pula dari hukum yang sebenarnya apakah dalam praktek tersebut
dibolehkan atau tidak dan pembayaran sewa mani pejantan hukumnya
bagaimana.
Meskipun pembayaran dapat dinego, tetapi dalam hukum Islam
sendiri ada beberapa ulama yang melarangnya. mestinya pembayaran
hanya bersifat sebagai bentuk terima kasih dan yang menyewakan juga
menyewakan pejantanya secara cuma-cuma.
Kalaupun ada bembayaran dalam praktek yang diberikan penyewa
jangan dianggap sebagai suatu keharusan atau kewajiban. dalam praktek
sewa kawin sapi ini ini. Harusnya itu semua merupakan bentuk bantuan
saja karena tidak ada yang berkurang dalam objeknya. pemberian uang
dari penyewa sebagai kesadarannya atas penyewaan pejantan untuk
dikawinkan.
Dengan praktek seperti yang penulis sampaikan mengenai
pembayaran diatas. Maka bagi penulis baik si penyewa maupun yang
menyewakan belum memhami bagaimana melaksanakan sewa menyewa
secara benar. Dalam hukum Islam tidak dibenarkan penyewaan pejantan
untuk dikawinkan dnegan adanya pembayaran dari praktek tersebut. Tetap
50
kalau sifatnya sebagai pertolongan dan tanpa meminta bayaran maka
dibolehkan.
Bolehlah memberikan pembayaran dalam praktek sewa tersebut
tapi harus atas dasar kerelaan atau sebagi rasa terima kasih atas penyewaan
tersebut serta tidak memberatkan salah satu pihak. Misalnya penyewa
tidak memiliki uang maka tidak dipermasalahkan karena dalam praktek
sewa tersebut hanya membantu secara cuma-cuma. Kalau praktek sewa
kawin sapi tersebut dijalankan dengan mematok harga sebagi bentuk
sahnya praktek tersebut itu menjadi batal karena objeknya tidak bisa
didapatkan secara langsung seperti pada penyewaan yang lainya.
Alasan pembayaran juga haruslah tepat, tidak boleh dilakukan
karena salah satu merasa telah membantu praktek sewa kawin sapi tersebut
agar tidak merasa ada yang dirugikan kalau seandainya terjadi kegagaln
dalam prakteknya.
3. Praktek Sewa Kawin Sapi Sudah Menjadi Kebiasan atau Adat.
Sewa kawin sapi sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat
Desa Kalang Lundo, dimana yang memilki ternak pernah melakukan sewa
kawin sapi ini agar hewan atau sapinya bertambah banyak praktek ini
sudah berjalan turun temurun hingga sekarang.meskipun dalam praktek ini
ada yang berhasil sapinya menjadi hamil tapi ada juga yang gagal.dalam
proses yang gagal tidak akan ada yang disalahkan karena dalam
kesepaktan mereka tidak ada kewajiban apa-apa sebagai bentuk
konsekwensi. Hal ini dikarenakan mereka satu tetangga dan sudah saling
51
mengenal jadi sudah tahu sama tahu hasil dari praktek sewa kawin itu.
Praktek sewa seperti ini dijadikan kemudahan dalam memperoleh tujuan
dalam memperbanyak ternak-ternak mereka, meskipun banyak alternatif
lain sebagi cara kawin sapi tapi mereka tidak menggunakan sistim itu.
Pembayaran secara berkala ini bisa dijadikan alternatif sebagai penutup
kerugian dari salah satu sewa menyewa yang didapat.
Dibolehkannya praktek sewa ini di Desa Kalang Lundo disebabkan
pembayaran murah juga saling meringankan antar masyarakat. Dengan
catatan tidak ada unsur penipuan dan pemaksan, harga sewa relatif
setandar atau tidak mahal mengalami kenaikan yang signifikan. Karena
sebagian uang yang didapat dari praktek sewa menyewa sebelumnya dapat
dipakai sebagai pembayaran barang dagangan yang diperoleh berikutnya.
B. Analisis Hukum Islam Terhadap praktek Sewa Kawin Sapi di Desa
Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan
Ijarah merupakan sarana kemasyarakatan yang identik dengan
transaksi menyewakan suatu benda untuk diambil manfaatnya dengan imbalan
dalam hal ini benda yang disewakan tidak berkurang kadarnya atas dasar
saling merelakan.
Dalam arti umum, sewa atau ijarah ialah suatu perikatan untuk
memberikan suatu manfaat dari suatu benda, bukan memberikan kadar
barangnya hanya manfaatnya saja yang diambil. Perikatan adalah akad yang
52
mengikat kedua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satau pihak
menukarkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain.
5
Dalam Hukum Islam sewa menyewa diperbolehkan berdsarkan al-
Quran surat al-Baqarah ayat 233:
,,, ,, , ` ,, _- ,.,' ,., .' _' .,
s ` `.' ,, ` ,`, ., ., .
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Baqarah : 233).
6
Dengan kelembutan hikmahnya, Allah telah menjadikan dunia ini
sebagai tempat tinggal sekaligus ladang mata pencaharian, sebagai tempat
mencari penghidupan sekaligus tempat kembali, dalam mencari mata
pencaharian hendaklah dilakukan dengan cara yang benar.
7
Sewa menyewa juga diperbolehkan berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
,= -. ,- . .- , , ,_ , - ,
Artinya : Bayarlah buruh itu sebelum keringngatnya kering
8
Terjadinya praktek sewa menyewa tidak bisa dilepaskan dari
perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedang dalam
5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 68
6
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000,
Cet.I hlm. 29
7
Al-Imam Asy- Syaikh Ahmad Bin Azdurrahaman Bin Qudama, Minhajul Qasidin, Terj.
Kathur Suhandi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. (13), 2007, hlm. 94.
8
Muhamad bin Ismail al-Shanani, Subul al-Salam, Juz III, Beirut: Daar al-Kutb al-
Ilmiyah, 1988, hlm.6
53
perjanjiannya terdapat beberapa asas diantaranya asas konsensual yaitu hukum
perjanjian sewa menyewa sudah dilahirkan pada detik tercapainya kata
sepakat mengenai barang yang disewakan. Sifat konsensual dari sewa
menyewa tersebut ditegaskan dalam Pasal 260 KHEI yang berbunyi:
(1) peggunaan benda ijarah an harus dicantumkan dalam akad ijarah .
(2) jika penggunaan benda ijarah an tidak dinyatakan secara pasti dalam akad
maka benda ijarah an digunakan berdasarkan aturan umum dan kebiassaan.
9
Perjanjian yang dibuat berdasar pada kesepakatan awal dari kedua
belah pihak. Manfaat yang diperjanjikan dapat diketahui secara jelas,
kejelasan manfaat sewa menyewa dapat diketahui dengan cara mengadakan
pembatasan waktu pembayaran barang.
Dalam setiap perjanjian juga harus memuat unsur-unsur perjanjian di
dalamnya, unsur-unsur perjanjian tersebut diantaranya:
1. Adanya pertalian ijab dan qabul.
2. Dibenarkan oleh syara.
3. Mempunyai akibat hukum terhadap obyeknya dan konsekuensi hak dan
kewajiban yang mengikat para pihak.
10
Setiap muamalah haruslah dilakukan secara adil dan tidak ada
kezaliman, dalam praktek sewa menyewa kawin sapi ini terjadi suatu
kezaliman meski tidak mengutarakan bentuk kezaliman tersebut. Terzhalimi
karena dia tidak mendapatkan keadilan yang berupa haknya tidak terpenuhi
dari pihak lain. Zhalim artinya tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain,
9
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Op.Cit, hlm. 61
10
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 48
54
perlu diketahui bahwa menipu dalam sewa menyewa merupakan tindakan
yang tercela, begitu pula dalam profesi lainnya.
11
Unsur keridhaan antara kedua belah pihak sangatlah penting, hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat 29.
, _- ., .' . ~, , ,, ,,' ,' . , ,` ,',' ,
, . ` `. ,' , ., , , -_ , , . - ,
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
(An-Nisa :29).
12
Ayat di atas menerangkan tentang larangan memperoleh harta dengan
jalan yang batil. Dapat dikatakan bahwa kelemahan manusia tercermin antara
lain pada gairahnya yang melampaui batas untuk mendapatkan gemerlapnya
duniawi berupa wanita, harta dan tahta. Oleh sebab itu melalui ayat ini Allah
mengingatkan, wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
yakni memperoleh harta yang merupakan sarana kehidupan kamu diantara
kamu dengan jalan yang batil. Yakni tidak sesuai dengan tuntunan syari'at,
tetapi hendaklah kamu peroleh harta itu dengan jalan perniagaan yang
berdasarkan kerelaan diantara kamu, kerelaan yang tidak melanggar
ketentuan agama.
13
11
Ibid., hlm. 204
12
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000,
Cet.I hlm. 65
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an), Vol.
II, Jakarta : Lentera Hati, 2005, Cet. IV, hlm. 411
55
Perjanjian atau akad merupakan faktor yang sangat penting dalam
sebuah transaksi, dimana dipandang tidak hanya dari zhahirnya saja akan
tetapi batin akad juga perlu diperhatikan. Meskipun secara zhahir akad
tersebut sah tetapi belum tentu dari segi batin, yang dimaksud dengan batin
akad adalah keridaan ataupun kerelaan serta tidak adanya unsur keterpaksaan.
Jika zhahir akad tidak sah maka secara otomatis batin akad tidaklah sah.
14
Keridhaan dalam suatu transaksi sangat diperlukan, karena tanpa
adanya keridhaan mustahil sewa menyewa ini dapat terlaksana. Transaksi
juga baru dikatakan sah apabila didasarkan pada keridaan kedua belah pihak.
Artinya, tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa
atau dipaksa. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi
kemudian salah satu pihak merasa terbebani, sehingga kehilangan
keridhaanya, maka akad tersebut bisa batal.
Akan tetapi praktek sewa menyewa yang dilakukan oleh masyakat
desa kalang lundo itu adalah menyewakan sapi pejantan untuk dikawinkan
dengan sapi betina dan pihak penyewa mengambil upah dari transaksi
penyewaan tersebut. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan abu daud hal ini
tidak diperbolehkan. Rasulullah Saw bersabda:
, , _ ,- , , - , , -
) ,, ,, ,_ (
15
14
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 54.
15
Imam Abu Dawud, Sarah Sunan Abi Dawud, juz 9, Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiah,
hlm. 213
56
Artinya: Diriwayatkan dari Musaddad ibn Musarhad, mengabarkan kepada
kita Ismail ibn Khakam ibn Nafidari ibnu umar ia berkata:
Rasulullah Saw melarang penyewaan mani hewan pejantan
Berdasarkan hadits tersebut Rasulullah melarang penyewaan sapi
pejantan untuk proses perkawinan karena yang diinginkan dari penyewaan
tersebut adalah mani dari sapi pejantan itu sendiri.
Ada beberapa alasan sehingga hal ini dilarang:
1. Objek transaksi (yaitu, sperma pejantan) itu tidak bisa diserahkan, karena
keluarnya sperma pejantan itu sangat tergantung dengan keinginan dan
syahwat pejantan.
2. Objek transaksi (yaitu, sperma pejantan) itu memiliki kadar yang tidak
diketahui jumlahnya.
16
Larangan ini juga terdapat Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda:
. ` _` ' . -_ `.' : , '
, - ,= ` ` ,_ , , . , `-,
Artinya: Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada seorang dari Bani Kilab
bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang upah
sperma pejantan. Jawaban Nabi adalah melarang hal tersebut.
Orang tersebut lantas berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya
kami meminjamkan pejantan dengan cuma-cuma lalu kami diberi
hadiah. Nabi pun membolehkan untuk menerima hadiah. (HR.
Tirmidzi).
17
Hadits diatas menjelaskan bahwa pengambilan upah atas penyewaan
hewan pejantan tidak diperbolehkan, kecuali pemilik hewan betina memberi
16
Ibnu Hajar, Fatkhul Bari, Bairut: Daar Al-Fikr, t.th, hlm. 461
17
A. Qadir Hasan Muhammad Hamidy dan Imron A.M Umar Fanany B.A, Terjemagan
Nailul Authar, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983, hlm. 1651
57
hadiah kepada pemilik pejantan itu diperbolehkan dengan alasan jika hadiah
tersebut adalah sebagai kompensasi karena pemilik hewan betina telah
dipinjami hewan pejantan dan itu tidak tertulis. Jika pemilik hewan pejantan
diberi hadiah dan itu bukanlah uang sewa maka uang tersebut boleh
diterima.
18
Jika dilihat dari kaca mata agama maupun dari etika sewa menyewa
yang ada, sewa menyewa dengan pemberian harga jelas akan menimbulkan
keberatan yang kemudian menjadi ketidakikhlasan. Karena selain faktor
kepercayaan, nyatanya faktor keridhaan juga harus terpenuhi. Jadi semua itu
harus dipenuhi oleh pelaku yang terlibat dalam praktek sewa menyewa yang
ada.
Di dalam kitab Fathul Bari imam malik memboleh penyewaan
binatang pejantan sepetri unta, sapi, dan hewan yang lain, Imam Malik
membolehkan seseorang menyewakan binatang pejantanya untuk kawin
beberapa kali, tetapi madzhab Hanafiyah dan madzhab Syafiiyah
melarangnya. Alasan Fuqaha yang melarang karena adanya larangan
menyewakan binatang pejantan untuk dikawinkan dengan sapi betina,
sedangkan fuqaha yang membolehkan menyamakan penyewaan binatang itu
dengan manfaat yang lain, alasan ini dianggap lemah karena lebih
menguatkan qiyas daripada riwayat.
19
Menurut penulis praktek yang dilakukan di Desa Kalang Lundo itu
tidak boleh kalau menggunakan akad sewa berdasarkan hadits yang
18
Ibnu Qadamah, Al-Mughni, Juz IV, Bairut, Daar Al-Kutub Al-Ilmiah, t.th, hlm. 277
19
Ibnu Hajar, Loc.Cit
58
diriwayatkan oleh Abu Daud, Imam Tirmidzi dan pendapat dari Madzhab
Hanafiyah dan Syafiiah karena yang diinginkan dari sewa tersebut adalah
mani hewan.
Namun Imam Syafii memberikan solusi bahwa menyewa pejantan
dapat dilakukan apabila sudah menjadi adat tetapi pemberian upah oleh
penyewa atas dasar ungkapan terimakasih bukan sebagai imbalan sewa.
Dengan demikian praktek yang selama ini ada di desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan akan lebih sesuai jika menggunakan akad tabarru,
karena akad tabarru sendiri itu merupakan perjanjian yang tidak mencari
keuntungan. Tetapi dalam akad ini pihak yang meminjami boleh memungut
biaya hanya sekedar untuk mengganti biaya perawatan obyek yang akan
dijadikan akad tabarru kepada pihak yang dipinjami.
20
Seperti firman Allah
surat al-Hadid ayat 11:

Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.
21
Dalam sebuah hadits:
,, , = _. _ .' , :
) ,_ (
Artinya: Dari Ibnu Masud ra, bahwa Nabi SAW bersabda: Tidaklah
seorang muslim memberikan pinjaman kepada orang muslim
20
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004, hal 58
21
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro,
2000, hlm. 911
59
lainnya sebanyak duakali pinjaman, melainkan layaknya ia telah
menyedekahkan satu kali.
22
Setiap pelaku ekonomi Islam itu harus mementingkan agama dengan
cara berniat baik tidak rakus untuk mendapatkan kekayaan orang lain,
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pekerjaannya
dimaksudkan untuk melaksanakan salah satu fardlu kifayah, sebab jika
pekerjaan ditinggalkan, kehidupan akan menjadi timpang dan tidak berjalan.
Kualitas dan kemampuan pekerja juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, latihan, motivasi, etos kerja, mental dan kemampuan teknis
pekerja yang bersangkutan. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja
yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk
mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada
di sekitar untuk kelancaran pelaksanaan kerja, semakian tinggi pendidikan
maka semakin tinggi produktifitas.
23
Dilihat dari tingkat kependidikan masyarakat Desa Kalang Lundo,
pendidikannya tergolong rendah itu dapat dilihat dari data monografi bahwa
hanya sedikit masyarakat yang sampai ke tingkat perguruan tinggi. Kondisi
keagamaan juga tidak jauh beda, untuk itu prinsip-prinsip serta etika bekerja
secara Islami ataupun pemahaman akan menjalin kerja sama dan bekerja
sangatlah kurang.
Islam adalah agama yang mudah, Hukum dapat berubah sesuai
perubahan zamam, hukum Islam bersikap dan bersifat tegas dan jelas, namun
22
Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Barut Libanon: Dar Al-Kutubi Al-Ilmiah,t.t.
hlm.249
23
Affida M.S., Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 38
60
bukan berarti bersifat kaku, maka keelastisannya dan kefleksibelannya teruji,
karena hal tersebut tersentral pada terpeliharanya tujuan Syari'at yakni
merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan kemaslahatan dan
menghindarkan semua bentuk kerusakan baik personal maupun kelompok,
baik terhadap diri sendiri maupun bagi orang lain.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah mengadakan penelitian dan penelaahan secara seksama tentang
Analisis Hukum Islam Tentang Praktek Sewa Kawin Sapi (Studi Kasus
sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan),
maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan sewa menyewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan diawali dengan kesepakatan antara orang yang
menyewakan sapi pejantan dengan pemilik sapi betina, di mana pihak
pertama menyewakan sapi pejantannya kepada pihak kedua untuk diambil
proses perkawinannnya dalam jangka waktu tertentu. Pihak kedua
menyerahkan uang sewa kepada pihak pertama ketika terjadinya akad
meskipun hasil praktek perkawinan yang menjadi manfaat obyek sewa
belum tampak. Dalam jangka waktu sewa menyewa, pihak pertama hanya
bertanggung jawab menyewakan sapi pejantannya saja.
2. Sedangkan jika terjadi kegagalan dalam proses perkawinan, dikarenakan
alasan tertentu maka proses sewa menyewa tidak berubah maka pihak
kedua tidak berhak meminta ganti rugi atau membatalkan akad sewa. Jika
terjadi kehamilan atau proses perkawnan tersebut berhasil maka dalam hal
ini pihak pertama tidka berhak meminta hasil perkawinan tersebut.
Pelaksanaan sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab.
Grobogan tidak memenuhi beberapa syarat dalam akad sewa menyewa.
Aspek manfaat obyek sewa yang menjadi inti dari sewa menyewa yaitu
mani pejantan, sangat rentan tidak terpenuhi karena tidak dapat dipastikan
apakah manfaat tersebut akan dapat dirasakan atau tidak. Sewa menyewa
kawin sapi Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan tampaknya
mengandung unsur ketidakpastian, maisir, dan gharar yang dalam hukum
Islam dilarang keberadaannya karena dapat merugikan salah satu pihak.
Praktek sewa menyewa kawin sapi merupakan pengalihan nama akad dari
jual beli mu'awamah karena pada dasarnya yang diambil dari sewa
menyewa kawin sapi adalah hasil pengikut dan materi tersendiri dari
pejantan bukan manfaat seperti definisi sewa menyewa pada umumnya.
Tetapi penulis juga memberikan alternatif hukum lain mengenai
keabsahan praktek sewa kawin sapi yang terjadi di desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan itu boleh karena yang diambil tetap
manfaatnya bukan zat atau bendanya. Dalam sewa ini penyewa hanya
mendapatkan manfaat dari proses perkawinan sewa kawin sapi yaitu
kehamilan pada sapi betina hal ini sesuai dengan pendapat Ibnu Rusy yang
menyatakan bahwa manfaat walaupun pada saat akad belum ada, tetapi
pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud hal inilah yang menjadi
perhatian serta pertimbangan syara.
B. Saran-Saran
Mensikapi praktek sewa menyewa kawin sapi yang berdasarkan
pemaparan penulis sebelumnya dalam praktek tersebut bisa dikatakan tidak
melanggar etentuan fiqih meskipun ada beberapa ulama yang tidak setuju
dengan praktek sewa kawin sapi, tetapi penulis beralasan bahwa sewa kawin
sapi itu boleh saja, disamping adanya kerelaan kedua belah pihak juga sesuai
dengan dasar pengertian ijarah yang mendefinisikan bahwa sewa adalah
pengambilan suatu manfaat dengan sebuah imbalan tanpa mengurangi kadar
dari obyek tersebut. Dalam hal ini sapi pejantan tidak berkurang zatnya juga
masih milik hak penuh yang punya/pemilik pejantan.
C. Penutup
Sebagai kata penutup dalam penulisan skripsi ini, penulis memanjatkan
puji syukur ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan Taufiq, Hidayah
serta Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Namun
penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang penulis buat ini masih jauh
dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif evaluative sangat penulis
harapkan dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Mudah-mudahan apa yang penulis buat ini mendapat ridha dari Allah
Yang Maha Pemurah. Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-
orang yang beruntung di akhirat kelak. Akhirnya, penulis hanya dapat berdoa
dan semoga skripsi ini berguna bagi dunia pendidikan, agama, nusa dan
bangsa pada umumnya serta penulis pada khususnya. Amin ya Rabbal
Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Mas'adi, Ghufron, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Affida M.S., Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Al-Jazairy, Abdurrahman, Al-Fiqh Ala Madzahib Al- Arba'ah, Juz III, Beirut :
Daar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1996.
Amar, Imron Abu, Terjemahan Fathul Qarib Jilid I, Kudus : Menara Kudus, ,t.th.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 1998.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki
Putra, Cet. 1, 1997.
Asy-Syaikh, Ahmad Al-Imam Bin Azdurrahaman Bin Qudama, Minhajul
Qasidin, Terj. Kathur Suhandi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. XIII,
2007.
Dawud, Imam Abu, Sarah Sunan Abi Dawud, juz 9, Beirut: Daar al-Kutub al-
Ilmiah, t.th.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Cet.I, Bandung: CV.
Diponegoro, 2000.
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
Djuwaini, Dimyaudin, Fiqh Muamalah, Yogyakarata: Pustaka Pelajar, 2008.
Hajar, Ibnu, Fatkhul Bari, Bairut: Daar Al-Fikr, t.th.
Hamidy, A. Qadir Hasan Muhammad dan Imron A.M Umar Fanany B.A,
Terjemagan Nailul Authar, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983.
Harun, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat,Jakarta : PT. Gramedia,
1983.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009.
Lubis, Suhrawardi K, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: sinar Grafika, 2000.
Majah, Imam Ibnu, Sunan Ibnu Majah, Barut Libanon: Dar Al-Kutubi Al-
Ilmiah,t.t.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda
Karya Offset, 1996.
Muslich, Ahmad Wardi, Fiqih Muamalat, Jakarta: Amzah 2010.
Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,
Jakarta: Sinar Grafindo, Cet. II, 1996.
Qadamah, Ibnu, Al-Mughni, Juz IV, Bairut, Daar Al-Kutub Al-Ilmiah, t.th.
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Jakarta: At-Tahiriyah, Cet.17, 1954, hlm. 268
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Jilid III, penerjemah Abdurrahman, Semarang:
Asy-Syifa, 1990.
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Kairo: Daar al-Fath, 1990.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur'an), Vol. II, Cet. IV, Jakarta: Lentera Hati, 2005.
Soemanto, Wasty, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta : Bumi Aksara,
1999.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafndo Persada, 2007, hlm.
Syafei, Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Yaqub, Hamzah, Kode Etik Dagang Dalam Islam, Bandung: CV.
Diponegoro,1992.
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jilid V, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Referensi Lain:
Data Monografi Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan Bulan
Januari-Juni 2011.
Hasil wawancara dengan Bapak Heri Kusmanto (Kadus Guyangan), 16 Mei 2012
Hasil wawancara dengan Bapak Kusnanto (Kaur Pembangunan)
Hasil waancara dengan kepala pengajian Ibu Sri Wartini, 18 Mei 2012
Hasil wawancara dengan Bapak Aminudin Aziz (pemilik sapi betina) 16 Mei
2012
Hasil wawan cara dengan Ibu Khusnul (pemilik sapi betina), 16 Mei 2012
Hasil wawancara dengan Bapak Suhari penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei
2012
Hasil wawancara dengan Bapak Kasno Penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei
2012
Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Rohman penyewa (pemilik sapi betina), 18
Mei 2012
Hasil wawancara dengan Bapak Saikun penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei
2012
Hasil wawancara dengan Bapak Sadali pemilik sapi pejantan, 19 Mei 2012
Hasil wawancara dengan Bapak Nyaman pemilik sapi pejantan, 18 Mei 2012
Hasil wawancara dengan Bapak Muhaimin Penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei
2012
Hasil wawancara dengan Bapak Yasmono penyewa (pemilik sapi betina) 19 Mei
2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI:
Nama Lengkap : Lutfi Azis
Tempat, Tanggal Lahir : Grobogan, 01 Maret 1988
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Kalang Lundo RT 03 RW 04 Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan
No. HP : 08562678547
PENDIDIKAN FORMAL :
MI Salafiyah Kalang Lundo lulus tahun 2000
SLTP Islam Ngaringan, Grobogan lulus tahun 2003
MAN Purwodadi, Grobogan lulus tahun 2006
PENGALAMAN ORGANISASI :
Anggota HMJ Muamalah Fakultas Syariah tahun 2010
Semarang, 13 Juni 2012
Penulis,
Lutfi Azis
NIM. 072311009

You might also like