You are on page 1of 4

Tari Saman - Tari Tradisional Aceh

Posted by Sang Penunggu Istana Daruddunia On 23:58

Di antara beraneka ragam tarian dari pelosok Indonesia, tari saman termasuk dalam kategori seni tari yang sangat menarik. Keunikan tari saman ini terletak pada kekompakan gerakannya yang sangat menakjubkan. Para penari saman dapat bergerak serentak mengikuti irama musik yang harmonis. Gerakan-gerakan teratur itu seolah digerakkan satu tubuh, terus menari dengan kompak, mengikuti dendang lagu yang dinamis. Sungguh menarik, bukan? Tak salah jika tari saman banyak memikat hati para penikmat seni tari. Bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Sekarang, mari kita ulas lebih dalam lagi mengenai tarian unik ini.

Sejarah Mengapa tarian ini dinamakan tari Saman? Tarian ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian ditambahkan iringan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah. Pada mulanya, tari saman hanya ditampilkan untuk even-even tertentu, khususnya pada saat merayakan Hari Ulang Tahun Nabi Besar Muhammad SAW atau disebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, tari saman ditampilkan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau panggung). Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan. Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan/pertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, tari Saman biasa dilakukan di rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung. Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis.

Tari Serimpi

Tari Serimpi adalah tari klasik dari Jogjakrta yang selalu dibawakan oleh 4 penar karena kata serimpi berarti 4 yang melambangkan 4 unsur dunia yaitu : api, angin, udara dan bumi (tanah). Tari serimpi diperagarakan oleh 4 orang putri ddengan nama peran Batak, Gulu, Dhada dan Buncit yang melambangkan 4 buah tiang pendopo. Tari serimpi dikaitkan dengan kata impi atau mimpi karena gerak tari yang lemah gemulai membuat penontonnya merasa dibuati ke alam mimpi.

Konon, sejarah Tari Serimpi berawal dari masa antara 1613-1646 Sultan Agung memerintah Kerajaan Mataram. Pada 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta dan berimbas terhadap tari serimpi. Di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Sedangkan di Kesultanan Surakarta digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.

Walaupun sudah tercipta sejak lama, Tari Serimpi ini baru dikenal khalayak banyak sejak 1970an karena tarian ini dianggap sakral dan hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan. Serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta dan merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton.

Pakaian Tari Serimpi mengalami perkembangan. Jika semula seperti pakaian temanten putri Kraton gaya Yogyakarta dengan dodotan dan gelung bokornya sebagai motif hiasan kepala, maka kemudian beralih ke baju tanpa lengan dengan hiasan kepala yang berjumbai bulu burung kasuari serta gelung berhiaskan bunga ceplok. Karakteristik pada penari Serimpi adalah keris yang diselipkan di depan silang ke kiri. Penggunaan keris pada tari Serimpi adalah karena dipergunakan pada adegan perang, yang merupakan motif karakteristik Tari Serimpi yang menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, antara akal manusia dan nafsu manusia.

Tari Piring

Tari Piring merupakan jenis seni tari yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Dalam bahasa setempat tarian ini dikenal dengan nama Tari Piriang. Tarian ini menggunakan piring yang diletakkan di atas salah satu telapak tangan lalu diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur tanpa terlepas. Pada akhir tarian bisanya piring-piring dibawa penari tersebut akan dilemparkan ke lantai hingga pecah dan para penari akan menari di atas pecahan piring tersebut.

Tari Piring berkembang pertama kali sejak 800 tahun yang lalu hingga zaman Sri Wijaya. Tarian ini juga berkembang ke negeri melayu lainnya seiring dengan jalur perdagangan pada masa tersebut. Meskipun terdapat beragam perbedaan di tiap-tiap daerah di Sumatera Barat, namun tarian ini memiliki kesamaan secara keseluruhan yakni konsep tentang sebuah ritual persembahan. Tari piring merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat kepada dewa-dewa setiap selesai panen. Ritual tersebut dilakukan dengan membawa sesaji makanan yang diletakkan pada piring sambil melakukan gerakan melenggang yang dinamis.Sejak masuknya agama islam ke tanah Aceh maka maka tari piring menjadi hiburan bagi masyakarat yang digelar pada acara kendurian.

Tari Piring diawali dengan rebana dan gong yang dimainkan pemusik, rangkaian tarian dimainkan secara besamaan oleh beberapa orang penari. Tari piring dimainkan oleh penari berjumlah ganjil 3 sampai 7 orang dan penari menggunakan pakaian berwarna cerah dengan nuansa merah dan kuning keemasan.

Tari Pendet
Tari Pendet diciptakan oleh seorang maestro tari dari Bali yaitu I Wayan Rindi (1967), I Wayan Rindi menjadikan tari pendet sebagai penggubah tarian sakral yang bisa di pentaskan di pura setiap upacara keagamaan. Asal usul tari pendet diciptakan adalah untuk tari pemujaan yang banyak dipentaskan di Pura, tempat ibadah umat Hindu di Bali, Indonesia. Inti Gerakan Tari pendet adalah untuk simbol penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, beberapa seniman di pulau Bali merubah Tari Pendet menjadi tarian ucapan selamat datang, tetapi Tari pendet tetap mengusung unsur sakral dan religius yang menjadi ciri tari pendet. Sejarah Perkembangan. Sebelumnya Tari Pendet telah lahir sejak tahun 1950 sebelum pada 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet tersebut dengan pola seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penarinya menjadi lima orang. Berselang setahun kemudian, I Wayan Beratha dan kawankawan menciptakan tari pendet massal dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang, untuk ditampilkan dalam upacara pembukaan Asian Games di Jakarta. 1967 koreografer bentuk modern Tari Pendet. Pada tahun 1967 I Wayan Rindi seorang koreografer menciptkan bentuk modern tari Pendet ini adalah (?-1967), merupakan penari yang dikenal luas sebagai penekun seni tari dengan kemampuan menggubah tari dan melestarikan seni tari Bali melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Semasa hidupnya ia aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari Pendet kepada keturunan keluarganya maupun di luar lingkungan keluarganya. Disamping itu tari Pendet tetap mengandung anasir sakral-religius dengan menyertakan muatan-muatan keagamaan yang kental.

Ciri-ciri Tari Pendet 1. Tata Busana Tari Pendet Perkembangan busana memberikan ciri khas bahwa tari Pendet Balih-balihan merupakan tarian hiburan atau tarian Ucapan Selamat Datang. Busana di buat semenarik mungkin agar dapat memikat daya tarik penonton. Tata busana pada tari Pendet yang saya tonton adalah sebagai berikut: Tapih berwarna hijau dengan motif crapcap Cara penggunaan tapih sama halnya seperti memakai kain biasa, hanya saja ujung tapih ditaruh dibelakang dan harus menutupi mata kaki penari. Kamen berwarna merah dengan motif mas masan dengan pemakaian kamen biasa. Cara penggunaan kamen pada tarian ini sama dengan penggunaan kamen pada umumnya. Angkin prada berwarna kuning dan memakai motif tumpeng Selendang berwarna merah tanpa motif yang dililit di badan penari

You might also like