You are on page 1of 14

KASUS I SKENARIO Laki-laki 40 tahun dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur, kekaburan terjadi sebulan setelah matanya

terkena bola saat ia dan teman-temannya sedang bermain tenis. Dari hasil pemeriksaan oftalmologis didapatkan Visus OD 1/60, Visus OS 6/6 tekanan intra okuler ODS: 17,5 mmHg, kornea jernih, lensa keruh. KATA SULIT Visus OD/OS: ketajaman atau kejernihan penglihatan mata kanan/ mata kiri Tekanan intraokuler ODS KATA KUNCI Pria, 40 thn Penglihatan mata kanan kabur Terkena bola tenis Sebulan lalu Pemeriksaan oftalmologis MASALAH DASAR Laki-laki 40 thn, mengeluh penglihatan mata kabur akibat terkena bola tenis sebulan lalu. PERETANYAAN & JAWABAN 1. Anatomi Anatomi lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul, epitel lensa, korteks, dan nucleus. 4, 5 1. Kapsul

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastic yang terdiri dari kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk serabut zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian perrquatorial anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsul bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring dengan berjalannya waktu.5 2. Epitel lensa Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel. Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak; mereka juga menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energy lensa.5 3. Nucleus dan korteks Nucleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic. Nukleus dan korteks terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung-ke-ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.4

Gambar 1. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral (dikutip dari kepustakaan no 7) Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.4

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

Gambar 2. Struktur lensa normal (dikutip dari kepustakaan no 4)

2. Fisiologi penglihatan

3. Anamnesis

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpul Riwayat keadaan mata sebelumnya, apakah ada riwayat operasi, glakoma, , retinal detachment, penyakit mata karena gangguan metabolik. Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan, homosistinuria, defisiensi sulfat oksidase. Keluhan mengenai penglihatan, seperti penurunan visus, pandangan ganda pada satu mata atau kedua mata, dan nyeri pada mata.
4. Pemeriksaan fisik & penunjang (interpretasi hasil pemeriksaan) a. Pemeriksaan fisik

Visus, lapangan pandang, dan pupil 2. Kerusakan ekstraokular - fraktur tulang orbita, gangguan saraf traumatik. Tekanan intraokular - glaukoma sekunder, perdarahan retrobulbar. Bilik anterior - hifema, iritis, iridodonesis, robekan sudut. Lensa - subluksasi, dislokasi, integritas kapsular (anterior dan posterior), katarak (luas dan tipe). Vitreus - ada atau tidaknya perdarahan dan perlepasan vitreus posterior. Fundus - Retinal detachment, ruptur khoroid, perdarahan pre intra dan sub retina, kondisi saraf optik
b. Pemeriksaan penunjang B-scan ini dilakukan jika kita tidak dapat melihat kutub posterior lensa A-scan Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kita melakukan ekstraksi katarak CT scan orbita Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi fraktur orbita dan apakah terdapat benda asing pada mata 5. Diagnosis & diagnosis banding a. Diagnosis Katarak traumatika (Berdasarkan gejala klinis pada kasus) Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun.Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata b. Diagnosis banding MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

Glaucoma Hifema 6. Epidemiologi

Katarak traumatic dapat terjadi sebagai sekuel trauma ocular yang akut, subakut, atau lambat. Trauma menjadi penyebab terbanyak kebutaan monocular pada orang yang berusia dibawah 45 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan pada kasus ini adalah 4:1. Cedera mata yang disebabkan oleh pekerjaan dan olahraga paling sering terjadi pada anak-anak dan pria dewasa muda.
7. Etiologi Katarak traumatic paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, abut, kontusio, sinar-x, dan bahan radioaktif. 8. Patomekanisme a. Trauma okuli non perforans Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadang munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Trauma okuli non perforans dapat disebabkan oleh mekanisme coup dan countercoup. Ketika permukaan anterior mata terkena pukulan, terdapat pemendekan anterior-posterior yang terjadi dengan cepat yang disertai oleh ekspansi equatorial. Peregangan equatorial ini dapat mengganggu kapsul lensa, sonulla, atau keduanya. Kombinasi dari coup, countercoup, dan ekspansi equatorial bertanggung jawab terhadap terjadinya katarak traumatic setelah trauma okuli non perforans.1, 3 b. Trauma okuli perforans Luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih tinggi. Jika objek yang menembus mata melewati kornea tanpa menyentuh lensa, biasanya lensa dapat bertahan, dan, biasanya tidak terjadi katarak. Sayangnya, luka tembus juga dapat menimbulkan pecahnya kapsul lensa, dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior. Jika kapsul lensa orang dewasa mengalami rupture, cenderung akan menimbulkan jaringan fibrosis, dan plak putih yang disebabkan oleh fibrosis dapat menyumbat pupil. Trauma okuli perferans yang mengenai kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal pada bagian yang mengalami trauma. Jika lubangnya cukup besar, keseluruhan lensa akan berubah menjadi opak dengan cepat, tetapi jika lukanya kecil, katarak kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.1, 3

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

9. Gejala klinik Penurunan tanjam penglihatan secara progresif & penglihatan seperati berasap. Sejak awal, katarak dapat terlihat melalui pupil yang telah berdilatasi dengan opftalmoskop, slit lamp atau shadow test. Setelah katarak bertambah matang maka retina menjadi semakin sulit dilihat sampai akhirnya reflex fundus tidak ada pupil berwarna putih. 10. Penatalaksanaan Tekhnik pembedahan a. Operasi katarak ekstra-kapsuler (ECCE) Indikasi ECCE: Hard nuclei-cataract (grade 5, lihat lampiran) dan katarak pada bayi Keuntungan ECCE: - Dapat insersi IOL PC - Jarang komplikasi vitreous di BMD (dibanding ICCE) - Angka kejadian CME dan ablasio retina lebih jarang (dibanding ICCE) - Bila terjadi ablasio retina, lebih mudah diatasi dan prognosis lebih baik - Dapat dilakukan pada penderita umur < 40 tahun Kerugian ECCE - Perlu learning curve lebih lama (dibanding ICCE) - 10 50 % terjadi katarak sekunder setelah 3 5 tahun - Tidak dapat dilakukan pada penderita dengan uveitis khronis yang aktif b. Operasi katarak intra-seluler (ICCE) Indikasi ICCE: - Dislokasi lensa atau fasilitas operasi yang tidak memungkinkan untuk operasi yang lain.. Keuntungan ICCE: - Tehnik telah dikenal lebih lama, sehingga sangat dipahami oleh ahli bedah mata - Tidak mungkin terjadi katarak sekunder - Instrumen lebih murah dan sederhana, dapat dilakukan dalam kondisi yang minimal. - Merupakan pilihan tehnik operasi untuk lensa dengan sub-luksasi Kerugian ICCE: - Tidak dapat dilakukan insersi IOL PC di bilik mata belakang - Tidak dapat dilakukan untuk penderita berumur kurang dari 35 tahun, - (sebab ligamen kapsulo-hyaloid masih intak dan alfa-khemotripsin MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

c.

d.

- tidak dapat mencapai jaringan ini). - Sering terjadi komplikasi vitreous pada segmen anterior, inkarserasi iris, glaucoma blok pupil, kerusakan endotel di superior - Angka kejadian Irvine-Gass syndrome (=CME), 50 % terjadi sementara, 2 4% terjadi CME yang menetap. - Ablasio retina lebih tinggi dibanding ECCE - Penyembuhan luka lebih lama - Rehabilitasi visus dicapai lebih lambat, sering terjadi astigmatisme against the rule Fakoemulsifikasi Indikasi fako-emulsifikasi - Insisi kecil pada katarak slightly hard moderately hard (grade 2 dan 3) Keuntungan fako-emulsifikasi: - BMD selalu terbentuk - Insisi kecil - Astigmatisme menurun - Penutupan luka mudah - Rehabilitasi tajam penglihatan cepat Kerugian fako-emulsifikasi: - Instrumen mahal - Tidak semua senter mempunyai alat fako-emulsifikasi. - Beaya pemeliharaan alat lebih tinggi. - Learning curve lebih lama Manual Small Incision Cataract Surgery (=Manual SICS) Manual SICS, insisi 5-6 mm, ekstraksi inti lensa utuh atau difragmentasi lebih dulu.

Terapi medika mentosa Diberikan antibiotik sistmik non topikal dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis 11. Komplikasi dan prognosis a. Komplikasi 1. Glaucoma Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik o Fakolitik - Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. - Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut. - Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma. o Fakotopik MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

Berdasarkan posisi lensa Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma. o Fakotoksik - Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagimata sendiri (auto toksik) - Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yangkemudian akan menjadi glaucoma 2. Uveitis Uveitis ialah peradangan (inflamasi) pada uvea. Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan khoroid. 3. Ablasio retina 4. Ablasio retina (retinal detachment). Ablasio retina umumnya disebabkan oleh robekan pada retina akibat: faktor bawaan, benturan, dan lain lain. Ablasio retina dapat menyebabkan kebutaan apabila retina tidak dilekatkan kembali dalam waktu relatif singkat. b. Prognosis Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

KASUS II SKENARIO Pria 30 thn, pekerjaan tukang ojek dengan keluhan mata kanan merah, berair, terasa berpasir. Keluhan tersebut semakin bertambah saat siang hari. Pada pemeriksaan oftalmoskop didapatkan VOD 6/10, VOS 6/6 didapati jaringan berbentuk segitiga didaerah konjungtiva bulbi dengan puncaknya sudah mencapai setengan pupil. KATA SULIT Visus OD/OS Pemeriksaan oftalmoskop KATA KUNCI Pria, 30 thn Tukang ojek Keluhan: Mata merah Barair Terasa berpasir Keluhan bertambah siang hari Adanya jaringan berbentuk segitiga pada konjungtiva bulbi MASALAH DASAR Pria, 30 thn,mengeluh mata kanan merah, berair, terasa berpasir semakin bertambah saat siang hari. PERETANYAAN & JAWABAN 1. Anamnesis Identitas (nama, alamat, pekerjaan) Keluhan utama Sakit kepala: menentukan adanya lesi anterior/posterior Bulu mata: infeksi? Mata berair/ gatal merah: konjungtivitis? Mata lendir/ kotoran/ pasir: gang. Kornea/ konjungtiva? Fotofobia/silau: kel. pada vitreous/ retina? Bengkak: kel. d pupil, edema palpebral, infeksi, dan konjgtiva Penurunan visus: mendadak/perlahan Keluhan penyerta: demam, alergi, batuk Riwayat penyakit Riwayat keluarga

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

2. Pemeriksaan fisik & penunjang (interpretasi hasil pemeriksaan) a. pemeriksaan fisik Pemerikaan fisik umum: keadaan umum & TNRS Pemeriksaan segmen anterior mata dengan menggunakan penlight dan slit lamp. Melihat: palpebral, konjungtiva, sclera, kornea, COA( camera occuli anterior), iris, pupil, lensa Pemeriksaan reflex pupil. Pemeriksaan visus

Posisi dan gerakan bola mata: dinilai secara binokuler ke 8 arah. Pemeriksaan segmen posterior mata menggunakan oftalmoskop (pemeriiksaan fundus, untuk melihat bagaimana jalan refraksi cahaya). Pemeriksaan TIO (tekhnik palpasi / alat tonometry) Pemeriksaan lapangan pandang. Tes Schiemer untuk mengukur volume/kuantitas air mata. b. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan topografi/fotokeratoskop (menggunakan computer canggih untuk melihat permukaan kelengkungan kornea) Tes fluoresin (untuk mewarnai kornea sehingga cedera kelihatan jelas. Hal ini disebabkan karena hanya sel epitel kornea yang rusak yang dapat menyerap zat fluoresin Pemeriksaan radiologi, CT-scan, dan USG B-scan (menegetahui posisi benda asing. Elektroretinografi Kertas lakmus Pemeriksaan laboratorium : leukosit, kutur, kemungkinan infeksi. Interpetasi hasil pemeriksaan MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

VOD 6/10 = 6 berarti jarak antara penderita dengan objek (pada Snellen Chart) dan angka 10 berarti jarak yang seharusnya objek masih bisa tercaba/terlihat. Artinya pasien hanya bisa melihat sebuah objek dalam jarak 6 meter yang bisa pada orang normal lihat dalam jarak 10 meter. VOS 6/6 berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter

3. Diagnosis & diagnosis banding a. Diagnosis Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Berdasarkan kasus didapatkan pasien mengeluh mata kanan merah, berair, dan terasa berpasir. Keluhan tersebut semakin bertambah saat siang hari. Diagnosis diperkuat dengan didapatinya jaringan berbentuk segitiga didaerah konjungtiva bulbi dengan puncaknya sudah mencapai setengan pupil pada pemeriksaan fisik. Yang sudah mempengaruhi ketajaman visual. Yang semakin menegaskan bahwa pasien mengalami Pterygium. Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. b. Diagnosis banding 1. Pingekula Penebalan terdapat pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna kekuningan. 2. Pseudopterygium Merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Yang mana konjungtiva bulbi memiliki jaringan seperti pterigium tetapi memiliki apeks yang tidak beraturan. 4. Epidemiologi Terjadi peningkatan prevalensi pada daerah yang terkena paparan uv lebih tinggi di bawah garis lintang. Insiden tinggi pada umur antara 20-49 tahun. Pterigium rekuren sering terjasi pada umur muda dibandingkan umur tua. Laki-laki 4 kali > beresiko daripada perempuan. 5. Etiologi Etiologinya tidak diketahui dengan jelas. Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara panas. 6. Patomekanisme MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF- dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia. Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet. 7. Manifestasi klinik Pada awal proses penyakit , pterygium biasanya asimptomatis. Keluhan : mata kering, iritatif, merah, rasa mengganjal seperti benda asing dan gangguan penglihatan. Dapat progresif: lesi bertambah besar dan kasat mata sehingga secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan lebih lanjut: lesi menyebabkan gejala visual. Pemeriksaan fisik: didapatkan massa jaringan kekuningan pada lapisan luar mata, berkembang menuju kornea. Sclera dan selaput lender mata dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan. 8. Penatalaksanaan Pengobatan pterigium tergantung dari keadaan ptergiumnya sendiri, dimana pada keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan, namun bila terjadi proses inflamasi dapat diberikan steroid topikal untuk menekan proses peradangan, dan pada keadaan lanjut misalnya terjadi gangguan penglihatan (refraktif), pterigium telah menutupi media penglihatan (menutupi MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

sekitar 4mm permukaan kornea) maupun untuk alasan kosmetik maka diperlukan tindakan pembedahan berupa ekstirpasi pterigium. 1. Penderita diberikan penyulhan untuk mengurangi iritasi maupun paparan terhadap ultraviolet berlebihan, dengan kacamata pelindung 2. Pada pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokuler tinggi atau mengalami kelainan pada kornea. 3. Pada pterigium derajat 3-4, merupakan indikasi eksisi pterigium atau tindakan pembedahan. Indikasi dengan kondisi ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm, pertumbuhan progresif ke tengah kornea atau aksis visual, gejala iritasi parah dan kosmetik. - Teknik bedah. Tantangan utama untuk pengobatan bedah pterigium berhasil adalah kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak secara universal diterima karena tingkat kekambuhan variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterygium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk avulse kepala dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan meliputi epitelisasi lebih cepat, jaringan parut minimal dan permukaan kornea halus yang dihasilkan. Beberapa teknik bedah : 1. Teknik Bare Sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka. Tingkat kekambuhan tinggi 24 89 persen. 2. Teknik congjunctival Autograft : suatu free graft dari kongjutiva superior, dieksisi sesuai bear luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit. 3. Teknik amnion membrane tranplalntaion : mengurangi frekuensi rekuren pterigium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penilitian baru mengungkapkan menekan TGF-B pada konjungitva dan fibroblast pterigium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan. 9. Edukasi Menjelaskan kepasa pasien mengenai penyakitnya, rencana pengobatan, serta komplikasi yang dapat terjadi. Menjelaskan perlunya control. Menyarankan menghindari debu, daerah kering dan berangin, dan paparan sinar matahari Mentarankan memakai kaca mata hitam atau topi lebar saat beraktivitas di luar rumah saat siang hari

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

10. Komplikasi dan prognosis a. Komplikasi Pra-operatif 1. Astigmat Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat with the rule dan iireguler astigmat. 2. Kemerahan 3. Iritasi 4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea 5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan menyebabkan diplopia. Intra-operatif: Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam penglihatan. Pasca-operatif: Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut: 1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina. 2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis sklera dan kornea 3. Pterygium rekuren. b. Prognosis Dubois ad bonam. Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterygium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. KESIMPULAN Pria, 30 tahun didiagnosa pterygium dengan pronosa baik

MODUL: Gangguan Penglihatan |R.9

You might also like