You are on page 1of 21

SINDROMA GUILLAIN BARRE (GBS)

Pendahuluan
Nama lain: Postinfectious polyneuritis atau acute demyelinating polyneuropathy. GBS adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia dimana kekebalan menyerang susunan saraf tepi dengan karakteristik berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, dan susunan saraf pusat.

Penyebaran penyakit
Insiden pertahun yaitu 1,8 per 100.000 populasi dengan rasio pria : wanita = 2,3 : 1,2. Terjadi peningkatan pada usia tua. Meningkat seiring waktu. Menyebar hampir di seluruh negara.

Penyebab
Banyak teori yang masih diperdebatkan. Diantaranya: Infeksi. 50% penderita mengalami infeksi 10-14 hari sebelum timbulnya gejala, biasanya adalah infeksi saluran pernapasan atas, atau gangguan gastrointestinal yang umumnya oleh virus. Bisa juga pada pasien dengan infeksi measles, mumps, rubella, varicella, CMV, dll.

....
Tindakan bedah 5-10 % kasus terjadi setelah tindakan pembedahan, juga setelah anestesi spinal atau epidural. Penyakit keganasan Dikaitkan dengan penyakit limfona hodgskin dan limfoma non-hodgskin. Vaksinasi 3% penderita 8 minggu sebelumnya mengalami vaksinasi. Yaitu vaksinasi influenza, bisa juga setelah vaksin rabies, dan polio virus.

Patologi
Makroskopis pada saraf tak tampak kelainan, namum secara mikroskopik tampak adanya infiltrasi sel mononuclear di perivenula dan ditemukan adanya demielinisasi segmental di susunan saraf tepi. Makrofag berperan penting dalam terjadinya destruksi myelin. Makrofag menyebabkan lamella myelin terpisah dan mencerna membran yang terpisah. Destruksi berlangsung progresif ke arah lokasi sentral nukleus sel schwann. Lesi inflamasi yang hebat menyebabkan terjadinya demielinisasi sampai mengakibatkan terputusnya akson dan degenerasi wallerian.

Proses terjadinya GBS

....
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme penimbul jejas: 1. Didapatnya antibodi atau adanya respon kekebalan selular terhadap agen infeksi pada saraf tepi. 2. Adanya auto antibody atau kekbalan selular terhadap susunan saraf tepi. 3. Didapatnya penimbunan kompleks antigenantibodi pada pembuluh saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.

Gejala klinis
Periode laten dari mulai infeksi sampai timbul gejala sekitar 1-28 hari dengan rata-rata 9 hari. Pada mulanya pasien mengeluhkan paresthesia pada ekstremitas bawah, tetapi 1/3 kasus juga menggambarkan kelemahan otot sebagai gejala awal. Kelemahan otot kemudian diikuti oleh paralisis flaksid pada otot perifer ekstremitas. Kelumpuhan yang terjadi simetris, dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar naik ke badan, dan ekstremitas atas.

....
Juga dapat melibatkan saraf kranial, yang terbanyak saraf VII, biasanya bilateral. Juga bisa menyerang saraf 1, 2, 3, 4, dan 6. Mungkin ditemukan papiledema. Gangguan otonom, terlihat pada 25% kasus, biasanya terjadi retensio urin, takikardi, dan tekanan darah yang tak beraturan. Gejala sensorik tidak seberat gejala motorik, biasanya terdiri dari paresthesia pada kedua tungkai yang kemudian menyebar ke ekstremitas atas.

....
Juga dijumpai adanya rasa nyeri tekan otot dan sensitivitas saraf terhadap tekanan. Pada keadaan yang berat, bisa terjadi kegagalan pernapasan sebagai komplikasi yang utama, yang memerlukan tracheostomi dan bantuan pernapasan.

....
Pada perjalanan pernyakitnya terdapat 3 periode: 1. Periode progresif dimana gangguan motorik berlangsung progresif baik distribusi maupun derajat kelumpuhan. Berlangsung kurang lebih 9 hari. 2. Periode stabil selama 2-4 minggu 3. Periode penyembuhan bisa berlangsung 3-4 minggu bahkan lebih. Penyembuhan sempurna terjadi bila tidak ada kerusakan yang berat dan terjadi pada usia muda.

Diagnosis
Menurut ad hoc committee of the national institute of neurogical and communicative disorder and stroke (NINCDS): 1. Kelemahan progresif motorik ekstremitas atas dan bawah. Kelemahan mungkin didahului oleh timbulnya kelemahan refleks tendon dalam 2. Tak ada atau kurangnya refleks tendon dalam.

....
Ciri yang mendukung ke arah diagnosa: 1. Kelemahan progresif motorik yang berlangsung cepat, dengan keadaan stabil dicapai dalam 4 minggu 2. Distribusi kelemahan relatif simetris 3. Gejala sensoris tidak begitu hebat 4. Dapat mengenai saraf kranial, seperti terjadi kelumpuhan otot wajah bilateral, kelumpuhan otot ekstraokuler, dan bulbar palsy. 5. Perbaikan biasanya terjadi 2-4 minggu setelah penghentian progresif

6. Disfungsi otonom 7. Tidak adanya demam saat timbulnya gejala neurologi 8. Pada LCS terdapat peningkatan protein dengan atau tanpa pleositosis (albuminocytologic dissociation), terlihat setelah 1 minggu timbul gejala 9. Dijumpai 10 atau sedikit leukosit mononuclear per mm3 LCS 10.Abnormal gelombang F, perlambatan atau hambatan konduksi motor-nerve.

....
Keadaan yang mergukan diagnosa: 1. Kelemahan yang tak simetris dan menetap 2. Disfungsi VU dan usus yang menetap 3. Didahului timbulnya disfungsi VU dan usus 4. Pada LCS ditemukan leukosit mononuclear lebih dari 50 per mm3 5. Adanya leukosit PMN pada LCS 6. Adanya gejala neurologi yang nyata

Differential diagnosis
Polineuropati defisiensi vitamin Miastenia gravis Paralisis periodic hipokalemia Transverse myelitis Antibiotic induced paralysis Polymyositis Vasculitis neuropathy Polymyelitis Rabies

Pemeriksaan penunjang
1. Jumlah sel darah putih dan kecepatan sedimentasi dalam batas normal, kadang meningkat akibat efek penyakit terdahulu 2. Ditemukan peningkatan jumlah protein dalam LCS setelah 10 hari timbul gejala neurologist, tetapi hitung jenis sel normal atau meningkat sedikit, tetapi kurang dari 50/mm3. Sel yang dominant yaitu mononuclear (limfosit) 3. Pemeriksaan EMG menunjukan penurunan kecepatan hantar saraf dan gelombang F yang abnormal.

Pengobatan
Pengobatan dengan steroid Kortikosteroid mungkin mempercepat waktu untuk mulainya perbaikan tetapi tak mengurangi beratnya pernyakit. Dosis tinggi steroid bisa dilakukan pada pasien yang tak bisa melakukan pergantian plasma, misalnya pada pasien dengan kelainan kardiovaskular berat. Pengobatan dengan imunosupresan Bekerja dengan mensupresi sel limfosit yang merusak.

....
Plasma paresis Digunakan pada fase akut. Prinsipnya yaitu pertukaran plasma dan pemisahan komponen plasma yang mengandung antibodi-antigen, kompleks imune secara kontinu dengan teknik limfositoferesis. Biasanya berhasil memperbaiki gejala klinis dengan cepat Imunoglobulin Dapat mempercepat penyembuhan. IV gamma globulin diberikan dengan dosis 0,4 g/kgBB/hari secara lima hari terus menerus.

Prognosis
80% pasien SGB membaik meskipun memakan waktu berbulan-bulan. Faktor yang memperburuk prognosa adalah gangguan otonom,. Gangguan otot pernapasan, adanya kelemahan pada EMG, dan usia pasien yang tua. Pada EMG jika didapatkan konduksi saraf yang abnormal tetapi tidak ada potensial fibrilasi selama perjalanan penyakit, maka perbaikan akan berlangsung cepat. Mortalitas mencapai 3-5 %, akibat pneumonia, ARDS akibat aspirasi, sepsis, infark miokard, dan emboli pulmonal.

You might also like