You are on page 1of 5

Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)

Tata Laksana dan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan

Dwiana Ocviyanti,* Darrell Fernando**


*Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta **Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Abstrak Infeksi saluran kemih (ISK) sering ditemukan pada kehamilan. ISK dibagi menjadi ISK bagian bawah (bakteriuria asimtomatik, sistitis akut) dan ISK bagian atas (pielonefritis). Perubahan morfologis dan fisiologis pada sistem genitourinaria semasa kehamilan meningkatkan risiko ISK. Infeksi saluran kemih berhubungan dengan akhir yang buruk pada kehamilan, seperti persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, korioamnionitis, dan janin lahir mati, sehingga meningkatkan mortalitas neonatal. Oleh sebab itu, skrining untuk bakteriuria asimtomatik dianjurkan sebagai salah satu komponen pemeriksaan rutin asuhan antenatal. Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi ISK adalah kultur urin, tetapi pemeriksaan ini mahal, tidak praktis, dan membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan hasilnya. Uji nitrit dengan tes celup urin merupakan pemeriksaan yang lebih murah dan cepat dapat dilihat hasilnya, sehingga dapat digunakan sebagai pemeriksaan alternatif untuk skrining ISK pada kehamilan. Bila sarana memungkinkan, hasil uji nitrit positif sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urin. Di pelayanan kesehatan yang sarananya terbatas tidak mungkin dilakukan kultur urin, maka hasil uji nitrit positif sudah dapat dijadikan dasar diagnosis ISK pada kehamilan. Semua ISK pada kehamilan harus diterapi secara adekuat, termasuk bakteriuria asimtomatik. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan dengan aman, baik terhadap ibu maupun janin semasa kehamilan memang sangat terbatas. Amoksisilin dan seftriakson termasuk antibiotik yang aman digunakan sepanjang masa kehamilan. Nitrofurantoin hanya boleh digunakan untuk terapi ISK pada trimester pertama dan kedua, dan kotrimoksazol hanya boleh digunakan pada trimester kedua kehamilan. J Indon Med Assoc. 2012;62:482-7. Kata kunci: infeksi saluran kemih, bakteriuria asimtomatik, kehamilan

Korespondensi : Dwiana Ocviyanti, Email: dwianaocviyanti@yahoo.com

482

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 12, Desember 2012

Tata Laksana dan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan

Management and Prevention of Urinary Tract Infection in Pregnancy Dwiana Ocviyanti,* Darrell Fernando**
*Department of Obstetry and Gynecology, Faculty of Medicine Universitas Indonesia/ Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, **Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta

Abstract Urinary tract infection (UTI) is a common problem in pregnancy. The spectrum of these infections ranges from lower urinary tract disease (asymptomatic bacteriuria, acute cystitis) to upper urinary tract disease (acute pyelonephritis). Morphological and physiological changes in the genitourinary tract during pregnancy increase the risk of acquiring UTI. Adverse effects of UTI in pregnancy include preterm labor, intrauterine growth retardation, chorioamnionitis, and stillbirth, resulting in a higher neonatal mortality rate. Consequently, screening for asymptomatic bacteriuria (ASB) is a routine examination in antenatal care. The ideal test for diagnosing UTI and ASB is urine culture, but it is expensive, not practical, and the result is not immediate. Nitrite test in urine dipstick is a quick and inexpensive test and can be used for screening UTI in pregnancy. If possible, a positive nitrite test should be followed by a urine culture. In facilities where doing culture is impossible, nitrite tests could be used to diagnose UTI in pregnancy. All UTI in pregnancy, including asymptomatic bacteriuria must be treated adequately. The selection of an appropriate antimicrobial agent to treat urinary tract infection in pregnancy is limited by the safety of the drug to the mother and the fetus. Amoxicillin and ceftriaxone can be safely used to treat UTI throughout pregnancy. Nitrofurantoin can only be used for UTI treatment in the first and second trimester of pregnancy, while cotrimoxazole can only be used in the second trimester of pregnancy. J Indon Med Assoc. 2012;62:482-7. Keywords: urinary tract infection, asymptomatic bacteriuria, pregnancy

Pendahuluan Infeksi saluran kemih (ISK) sering ditemukan pada kehamilan, dengan prevalensi rerata sekitar 10%.1 Infeksi saluran kemih dibagi menjadi ISK bagian bawah (bakteriuria asimtomatik, sistitis akut), dan ISK bagian atas (pielonefritis). ISK tidak bergejala (bakteriuria asimtomatik) dan ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis) masing-masing ditemukan pada 2-13% dan 1-2% ibu hamil.2 Di Indonesia, prevalensi bakteriuria asim-tomatik pada kehamilan adalah 7,3%.3 Perubahan fisiologis pada saluran kemih sepanjang kehamilan meningkatkan risiko ISK. Pengaruh hormon progesteron dan obstruksi oleh uterus menyebabkan dilatasi sistem pelviokalises dan ureter, serta peningkatan refluks vesikoureter. Tekanan oleh kepala janin juga menghambat drainase darah dan limfe dari dasar vesika, sehingga daerah tersebut mengalami edema dan rentan terhadap trauma.4 ISK telah diketahui berhubungan dengan kesudahan kehamilan yang buruk, seperti persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, bahkan janin lahir mati (stillbirth). Komplikasi ini bukan hanya akibat ISK bergejala, tetapi bakteriuria asimtomatik juga dapat menyebabkan komplikasi tersebut.1 Bakteri patogen dari vesika dapat membentuk
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 12, Desember 2012

koloni pada saluran genitalia bagian bawah, dan menyebabkan korioamnionitis.5 Oleh sebab itu, sangat penting bagi seorang dokter dapat melakukan upaya skrining, diagnosis, serta pemberian terapi yang sesuai pada ibu hamil dengan ISK. Pada sebuah studi yang melibatkan 4290 sampel kultur urin positif dilaporkan bahwa bakteri patogen tersering pada ISK adalah Escherichia coli, diikuti dengan Klebsiella pneumoniae. Pada penelitian ini juga dilaporkan bahwa bakteri gram positif yang paling sering ditemukan pada ISK adalah stafilokokus koagulase negatif.6 Kriteria Diagnosis Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi adanya ISK adalah kultur urin. Untuk menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai ambang batas yang digunakan adalah 103 colony forming units/ml (cfu/ mL).7 Untuk ISK tak bergejala (bakteriuria asimtomatik), nilai ambang batas yang digunakan adalah 105 cfu/mL. Dalam diagnosis bakteriuria asimtomatik pada perempuan, termasuk ibu hamil, harus digunakan sampel yang berasal dari urin pancar tengah yang diambil secara bersih (midstream, clean483

Tata Laksana dan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan catch urine sample).8 Masalah yang ada di negara yang sedang berkembang umumnya adalah layanan kesehatan dengan fasilitas yang terbatas. Pada layanan tersebut, umumnya fasilitas untuk kultur urin tidak ada. Masalah lain dalam penggunaan kultur urin sebagai teknik skrining bakteriuria asimtomatik adalah biaya yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil. Diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin, yang dapat digunakan untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di dalam urin. Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap nilai diagnostik uji nitrit dengan tes celup urin dalam deteksi bakteriuria asimtomatik. Hasil penelitian tersebut sangat beragam, dengan didapatkannya sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif uji nitrit secara berturut-turut berkisar antara 15-57%, 78-99%, 50-94%, dan 23-97%.8-13 Hasil telaah sistematik terhadap beberapa penelitian menyimpulkan bahwa tes celup urin tidak cukup sensitif untuk deteksi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil.8 Studi lain menemukan bahwa kombinasi uji esterase leukosit dan uji nitrit memiliki akurasi yang lebih rendah dibandingkan kultur urin dan pemeriksaan tersebut memang sebaiknya hanya dilakukan pada pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas kultur urin.14 Idealnya, semua uji nitrit positif untuk diagnosis ISK pada kehamilan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urin pancar tengah yang diambil secara bersih.8,15 Mengingat komplikasi akibat ISK pada kehamilan, maka pada pelayanan kesehatan yang sarananya terbatas untuk dapat melakukan kultur urin, hasil uji nitrit sudah dapat dijadikan dasar diagnosis dan terapi ISK pada kehamilan. Metode Pengambilan Spesimen Urin Pancar Tengah yang Diambil Secara Bersih Untuk pemeriksaan kultur urin dan tes celup urin, sampel urin harus diambil dengan teknik pancar tengah yang diambil secara bersih untuk menghindari kontaminasi. Khusus untuk pemeriksaan uji nitrit dengan tes celup urin, sampel urin yang digunakan harus berasal dari urin pertama pada pagi hari segera sesudah pasien bangun tidur. Kalau pemeriksaan bukan pagi hari, ibu diminta untuk menahan buang air kecil minimal 2 jam sebelum urin diambil untuk diperiksa. Ini penting diingat karena diperlukan waktu yang cukup untuk berubahnya nitrat menjadi nitrit di dalam kandung kemih.8 Tahapan pengambilan sampel urin pancar tengah yang diambil secara bersih adalah sebagai berikut.16 - Cuci labia dan perineum dengan air dan sabun. - Duduk atau jongkok di toilet dengan posisi kaki mengangkang, buka labia dengan dua jari. - Gunakan kapas, kasa, atau tisu yang sudah dibasahi dengan air steril atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT, air yang sudah dimasak selama minimal 30 menit) untuk membersihkan daerah sekitar orifisium uretra dan bagian dalam labia. Kasa/kapas/tisu diusapkan satu kali saja dari arah orifisium uretra ke arah vagina. Bila diperlukan, harus digunakan kasa/kapas/tisu yang baru dengan arah pengusapan yang sama (Gambar 1a). - Keluarkan sedikit kemih tanpa ditampung, lalu tahan sesaat sebelum melanjutkan berkemih ke dalam wadah urin yang diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa menyentuh daerah genitalia (Gambar 1b & 1c). Pastikan wadah urin minimal terisi separuhnya. - Setelah wadah urin terisi, sisihkan wadah tersebut dan selesaikan berkemih.

Gambar 1. Pengambilan sampel urin pancar tengah yang diambil secara bersih. (a) Pasien membersihkan vulva dengan kapas/kasa/tisu steril/DTT dari arah orifisium uretra ke vagina. (b) Pasien membuka labia dengan dua jari sebelum mengeluarkan sedikit urin tanpa ditampung. (c) Menampung urin pada wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa menyentuh daerah genitalia.17

484

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 12, Desember 2012

Tata Laksana dan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan


Tabel 1. Tata Laksana Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan.7, 15 Antibiotik oral Amoksisilin 3 x 500 mg Sefadroksil 2 x 500 mg Sefaleksin 3 x 250 mg Fosfomisin 3 g dosis tunggal Nitrofurantoin 3 x 100 mg (tidak digunakan pada trimester tiga) Kotrimoksazol 2 x 960 mg (hanya boleh digunakan pada trimester kedua) Sefuroksim 3 x 750 mg 1.5 g Amoksisilin 3 x 1 gSeftriakson 1 x 2 g Ampisilin-sulbaktam 4 x 3 g (2 g ampisilin + 1 g sulbaktam) Gentamisin 5-7 mg/kg sebagai dosis awal. Dosis berikutnya diberikan 3-5 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi, dengan tetap memantau kadar gentamisin serum. Gentamisin digunakan pada wanita dengan alergi terhadap, atau organisme resisten terhadap penisilin dan sefalosporin. Bakteriuria asimtomatik: 3 hari Sistitis akut: 5-7 hariPielonefritis: 10-14 hari

Antibiotik intravena untuk pielonefritis

Lama terapi

Tata laksana Semua ISK pada kehamilan, baik bergejala maupun tidak, harus diterapi.15,17 Oleh sebab itu, skrining bakteriuria asimtomatik pada kehamilan dilakukan minimal satu kali pada setiap trimester.18 Pilihan terapi pada ISK kehamilan serta lama terapi dapat dilihat pada Tabel 1. Nitrofurantoin harus dihindari pada trimester ketiga karena berisiko menyebabkan anemia hemolitik pada neonatus.19 Beberapa penelitian menemukan adanya resistensi antibiotik yang cukup tinggi pada bakteri patogen yang menyebabkan ISK, antara lain extended spectrum betalactamase E.coli (ESBL) dan MRSA (methicillin resistant staphylococcus aureus). Golongan antibiotik yang sudah dilaporkan mengalami resistensi adalah golongan betalaktam, kuinolon, dan aminoglikosida.6 Antibiotik yang masih jarang dilaporkan resistens adalah golongan glikopeptida, nitrofurantoin, dan karbapenem.20 Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk memilih antibiotik berdasarkan profil bakteri patogen dan sensitivitas antibiotik setempat. Pencegahan Sekitar 15% ibu hamil akan mengalami ISK berulang sehingga dibutuhkan pengobatan ulang dan upaya pencegahan.15 Beberapa negara sudah mengeluarkan panduan untuk pencegahan ISK berulang dengan antimikroba, baik secara terus-menerus maupun pascasanggama, dan dengan terapi non-antimikroba seperti konsumsi jus cranberry.7,22 Pemberikan antibiotik profilaksis secara terus-menerus hanya dianjurkan pada wanita yang sebelum hamil memiliki riwayat ISK berulang, atau ibu hamil dengan satu episode ISK yang disertai dengan salah satu faktor risiko berikut ini: riwayat ISK sebelumnya, diabetes, sedang menggunakan obat steroid, dalam kondisi penurunan imunitas tubuh, penyakit ginjal polikistik, nefropati refluks, kelainan saluran kemih kongenital, gangguan kandung kemih neuropatik, atau adanya batu pada saluran kemih.15, 21 Antibiotik profilaksis pascasanggama diberikan pada ibu hamil dengan riwayat ISK terkait hubungan seksual. Pada kondisi ini, ibu hamil hanya minum antibiotik setelah melakukan berhubungan seksual, sehingga efek samping
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 12, Desember 2012

obat yang ditimbulkan akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan antibiotik profilaksis yang digunakan secara terusmenerus.21 Antibiotik profilaksis yang dapat digunakan secara terus menerus sepanjang kehamilan adalah sefaleksin per oral satu kali sehari 250 mg atau amoksisilin per oral satu kali sehari 250 mg.15 Antibiotik yang sama dapat digunakan sebagai profilaksis pascasanggama dengan dosis yang sama sebagai dosis tunggal. Beberapa penelitian menunjukkan manfaat jus cranberry dalam menurunkan kejadian ISK. Jus cranberry diperkirakan dapat mencegah adhesi bakteri patogen, terutama E. coli, pada sel-sel epitel saluran kemih. Jus cranberry dapat dikonsumsi dengan aman pada kehamilan, tetapi pada beberapa pasien mungkin dapat muncul efek samping gastrointestinal seperti mual dan muntah karena jus ini bersifat asam.21 Daftar Pustaka
1. Bolton M, Horvath DJ Jr., Li B, Cortado H, Newsom D, White P, et al. Intrauterine growth restriction is a direct consequence of localized maternal uropathogenic Escherichia coli cystitis. PLoS One. 2012;7(3):e33897. Dwyer PL, OReilly M. Recurrent urinary tract infection in the female. Curr Opin Obstet Gynecol. 2002;14:537-43. Ocviyanti D, Santoso BI, Junizaf. Penggunaan tes nitrit dan tes esterase leukosit untuk penapisan bakteriuria tanpa gejala pada wanita hamil. Indonesia J Obstet Gynecol. 1996;20:83-90. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams Obstetrics. 23rd ed. USA: McGraw-Hill; 2010. Giraldo PC, Araujo ED, Junior JE, do Amaral RL, Passos MR, Goncalves AK. The prevalence of urogenital infections in pregnant women experiencing preterm and full-term labor. Infect Dis Obstet Gynecol: 2012;:878241. Rizvi M, Khan F, Shukla I, Malik A, Shaheen. Rising prevalence of antimicrobial resistance in urinary tract infections during pregnancy: necessity for exploring newer treatment options. J Lab Physicians. 2011;3:98-103. Grabe M, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Wullt B, Cek M, Naber KG, et al. Guidelines on urological infections. EAU Guidelines. Arnhem. The Netherlands: European Association of Urology (EAU); 2011. Schmiemann G, Kniehl E, Gebhardt K, Matejczyk MM, Hummers-Pradier E. The diagnosis of urinary tract infection: a systematic review. Dtsch Arztebl Int. 2010;107(21):361-7.

2. 3.

4. 5.

6.

7.

8.

485

Tata Laksana dan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan


9. Lorentzon S, Hovelius B, Miorner H, Tendler M, Aberg A. The diagnosis of bacteriuria during pregnancy. Scand J Prim Health Care. 1990;8:81-3. Mignini L, Carroli G, Abalos E, Widmer M, Amigot S, Nardin JM, et al. Accuracy of diagnostic tests to detect asymptomatic bacteriuria during pregnancy. Obstet Gynecol. 2009;113(2 Pt 1):34652. Thakre SS, Dhakne SS, Thakre SB, Thakre AD, Ughade SM, Kale P. Can the Griess nitrite test and a urinary pus cell count of >5 cells per micro litre of urine in pregnant women be used for the screening or the early detection of urinary tract infections in rural India? J Clin Diagn Res. 2012;6(9):1518-22. Tincello DG, Richmond DH. Evaluation of reagent strips in detecting asymptomatic bacteriuria in early pregnancy: prospective case series. BMJ. 1998;316(7129):435-7. Van Nostrand JD, Junkins AD, Bartholdi RK. Poor predictive ability of urinalysis and microscopic examination to detect urinary tract infection. Am J Clin Pathol. 2000;113(5):709-13. Awonuga DO, Fawole AO, Dada-Adegbola HO, Olola FA, Awonuga OM. Asymptomatic bacteriuria in pregnancy: evaluation of reagent strips in comparison to microbiological culture. Afr J Med Med Sci. 2011;40(4):377-83. 15. Nelson-Piercy C. Renal disease. In: Luesley DM, Baker PN, editors. Obstetrics and Gyneacology: and evidence-based text for MRCOG. 2 ed. London: Hodder Arnold; 2010. p. 87-8. 16. National Institute of Health. Clean catch urine sample. [updated 30/08/201229 Jan]; Available from: http://www.nlm.nih.gov/ medlineplus/ency/article/007487.htm. 17. Kladensky J. Urinary tract infections in pregnancy: when to treat, how to treat, and what to treat with. Ceska Gynekol. 2012;77(2):167-71. 18. McIsaac W, Carroll JC, Biringer A, Bernstein P, Lyons E, Low DE, et al. Screening for asymptomatic bacteriuria in pregnancy. J Obstet Gynaecol Can. 2005;27(1):20-4. 19. Bruel H, Guillemant V, Saladin-Thiron C, Chabrolle JP, Lahary A, Poinsot J. Hemolytic anemia in a newborn after maternal treatment with nitrofurantoin at the end of pregnancy. Arch Pediatr. 2000 Jul;7(7):745-7. 20. Sabharwal ER. Antibiotic susceptibility patterns of uropathogens in obstetric patients. N Am J Med Sci. 2012;4(7):316-9. 21. Epp A, Larochelle A, Lovatsis D, Walter JE, Easton W, Farrell SA, et al. Recurrent urinary tract infection. J Obstet Gynaecol Can. 2010;32(11):1082-101.

10.

11.

12.

13.

14.

486

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 12, Desember 2012

You might also like