You are on page 1of 12

PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH

Air Lindi

Dibuat oleh Kelompok 1 : Achmad Fadly S Aprilia Prihatiwi Fiqhiyah Latri hidayah
2-DIV Kesehatan LingkungaN Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II 2013

Pengertian air lindi Pengolahan lindi merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan pengelolaan sampah secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Jika tidak ditangani dengan baik, air lindi dapat menyerap dalam tanah sekitar landfill kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar landfill. Lindi adalah limbah cair sebagai akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan limbah/sampah kemudian membilas dan melarutkan materi yang ada dalam timbunan tersebut, sehingga memiliki variasi kandungan polutan organik dan anorganik. Saat air hujan kontak dengan lahan sampah, sebagian air hilang menjadi limpasan dan mengalami evapotranspirasi. Sisa dari air tersebut masuk (infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. Lindi akan timbul ketika kemampuan maksimum sampah menyerap air (field capacity). Air lindi didefinisikan sebagai suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan air hujan pada timbunan sampah. Dalam kehidupan sehari-hari air lindi ini dapat dianalogikan seperti seduhan air teh. Air lindi membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk degradasi sampah. Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di daerah TPA dan kondisi spesifik tempat pembuangan tersebut. Air lindi pada umumnya mengandung senyawasenyawa organik (Hidrokarbon, Asam Humat, Sulfat, Tanat dan Galat) dan anorganik (Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Khlor, Sulfat, Fosfat, Fenol, Nitrogen dan senyawa logam berat) yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam air lindi bisa mencapai 1000 sampai 5000 kali lebih tinggi dari pada konsentrasi dalam air tanah (Maramis, 2008). Cairan pekat dari TPA yang berbahaya terhadap lingkungan dikenal dengan istlah leacheat atau air lindi. Cairan ini berasal dari proses perkolasi/percampuran (umumnya dari air hujan yang masuk kedalam tumpukan sampah), sehingga bahan-bahan terlarut

dari sampah akan terekstraksi atau berbaur. Cairan ini harus diolah dari suatu unit pengolahan aerobik atau anaerobik sebelum dibuang ke lingkungan. Tingginya kadar COD dan ammonia pada air lindi (bisa mencapai ribuan mg/L), sehingga pengolahan air lindi tidak boleh dilakukan sembarangan (Machdar, I, 2008). Menurut Soemirat, (1996), Leachate adalah larutan yang terjadi akibat bercampurnya air limpasan hujan (baik melalui proses infiltrasi maupun proses perkolasi) dengan sampah yang telah membusuk dan mengandung zat tersuspensi yang sangat halus serta mikroba patogen. Leachate dapat menyebabkan kontaminasi yang potensial baik bagi air permukaan maupun air tanah. Hal ini diakibatkan karena kandungan BOD yang tinggi yaitu sekitar 3.500 mg/L.

Pengolahan cairan air lindi Pengolahan air lindi dapat dilakukan dengan berbagai alternatif seperti : Resirkulasi air lindi kembali ke dalam landfill. Hal ini dapat meningkatkan laju dekomposisi kandungan organik menjagi biogas hingga sekitar 70%. Resirkulasi air lindi dapat dilakukan pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan, air lindi harus diolah untuk mengurangi volumenya. Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah secara biologis. Pengolahan ini biasa dilakukan dengan menggunakan lumpur aktif yang berfungsi mendegradasi kandungan organik yang terdapat dalam air lindi. Setelah kandungan organik dalam air lindi turun drastis, kemudian dapat dilakukan pemurnian kembali dengan menggunakan alat filtrasi. Air keluaran yang diharapkan dari pengolahan semacam ini dapat langsung dibuang ke lingkungan karena tidak berbahaya bagi lingkungan. Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah secara kimiawi Pengolahan air lindi dengan menggunakan membran. Selain untuk mengurangi kekeruhan atau turbiditas, pengolahan dengan membran dimaksudkan untuk mengurangi kadar COD, BOD serta kandungan logam pada air lindi. Umumnya

diperlukan pengolahan bertahap untuk menghasilkan limbah yang memenuhi syarat baku mutu limbah seperti bioreaktor dengan membran (membrane bioreactor) atau integrasi antara ultrafiltrasi dan karbon aktif. Metode landfill relatif mudah dilakukan dan bisa menampung sampah dalam jumlah besar. Akan tetapi, anggapan ini kurang tepat karena jika tidak dilakukan secara benar, landfill dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan. Masalah utama yang sering timbul adalah bau dan pencemaran air lindi (leachate) yang dihasilkan. Selain itu, gas metana yang dihasilkan oleh landfill dan tidak dimanfaatkan akan menyebabkan efek pemanasan global. Jika termampatkan di dalam tanah, gas metana bisa meledak. Oleh sebab itu, dalam sistem landfill yang baik diperlukan adanya unit pengolahan air lindi dan unit pengolahan biogas.

Dengan perubahan terbaru dalam sifat limbah TPA di tempat pembuangan sampah akhir karena peningkatan abu insinerasi dan residu pembakaran, ada kebutuhan untuk mengambil tindakan terhadap logam berat, kalsium, dan dioxin dalam landfill sistem pengolahan lindi. Juga tempat pembuangan ini cenderung akan dibangun di daerah pegunungan, dan garam anorganik harus disingkirkan jika ada air dari fasilitas ini adalah dibuang ke sumber air bersih, air pertanian, atau air yang sama.

Sementara itu, karena pembentukan masyarakat daur ulang sumber daya dan perubahan dalam struktur industri, limbah TPA perlu didaur ulang untuk mengurangi jumlah limbah tersebut dihasilkan. Dan sistem pengolahan lindi TPA perlu ditingkatkan untuk menghilangkan garam bahan organik, juga. anorganik dan sulit menguraikan

Lindi sangat potensial menjadi masalah, karena aliran lindi bergerak secara lateral maupun vertikal bergantung pada karakteristik dari material yang berada di sekitarnya. Air permukaan yang telah tercemar oleh lindi dapat menyebabkan matinya ikan, hilangnya nilai estetik dan perubahan keseimbangan hidup flora dan fauna di dalam air.

Pada kasus pencemaran air tanah, kontaminasi akan berjalan terus menerus dalam periode yang lama. Untuk menanggulangi dan mencegah pencemaran ini tentunya akan meghabiskan dana yang sangat besar dan khusus untuk kasus pencemaran air tanah, untuk mengembalikan kondisi air ke keadaan semula (tidak tercemar) dibutuhkan waktu puluhan atau bahkan ratusan tahun.

Kandungan Air Lindi 1. Parameter fisika a. Suhu

Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).

b.

TSS (Total Suspended Solid )

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m (Effendi, 2003). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

2. a.

Parameter Kimia pH

Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5 9,5.

b.

DO (Dissolved oxygen)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan (Wetzel, 2001).

c.

BOD5 (Biochemical Oxygen Demand )

Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5 (APHA, 1989). Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organic (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi.

d.

COD (Chemical Oxygen Demand )

COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan, menjadi CO2 dan H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air sampel (Boyd, 1982). Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organic yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah total bahan organic yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non biodegradable) (Hariyadi, 2001). Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan (Tabel 2.2 dan 2.3). Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1984). Tabel 2.2. Kategori kekuatan organik lindi Kategori kekuatan Kisaran konsentrasi (mg/l) lindi Rendah Sedang Tinggi COD < 1.000 1.000 10.000 > 10.000 BOD5 220 750 750 1.500 1.500 36.000

Sumber : Pohland dan Harper, 1985

Tabel 2.3. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air Jenis air Air buangan domestik (penduduk) BOD5/COD 0,40 0,60

Air

buangan

domestik

setelah

pengendapan primer Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis Air sungai

0,60

0,20 0,10

Sumber : Alaerts dan Santika,1984

e.

Amonia total

Amonia pada perairan dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh bakteri, kegiatan pemupukan dan ekskresi organisme yang ada di dalamnya (Boyd, 1982). Amonia (NH3) yang disebut juga nitrogen amonia dihasilkan dari pembusukan zat-zat organik oleh bakteri. Setiap amonia yang dibebaskan kesuatu lingkungan akan membentuk reaksi keseimbangan dengan ion amonium (NH4+). Amonium ini yang kemudian mengalami proses nitrifikasi membentuk nitrit dan nitrat. Amonia dalam keadaan tidak terdisosiasi akan lebih berbahaya untuk ikan daripada dalam bentuk amonium (Pescod, 1973). Nilai amonia memiliki hubungan dengan nilai pH perairan, yaitu makin tinggi pH air maka makin besar kandungan amonia dalam bentuk tidak terdisosiasi (Wardoyo, 1975). Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran ba han organic yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).

f.

Nitrat

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan dan merupakan nutrien utama bagi tumbuhan dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi

yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob. 2 NH3 + 3 O2 2 NO2- + O2 Nitrosomonas Nitrobacter 2 NO2- + 2 H+ + 2 H2O 2 NO3-

Effendi (2003) juga menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia (pencucian dan pengolahan makanan) serta tinja hewan. Kadar nitratnitrogen yang lebih dari 2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air lain menjadi pesat (blooming).

g.

Sulfat

Sulfat adalah bentuk sulfur utama dalam perairan dan tanah. Di perairan yang diperuntukkan bagi air minum sebaiknya tidak mengandung senyawa natrium sulfat (Na2SO4) dan magnesium sulfat (MgSO4) (Hariyadi et al., 1992). Di perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Reduksi (pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hydrogen sulfida pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organic menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam (Effendi, 2003). SO42- + bahan organik S2- + 2 H+ anaerob bakteri H2S S2- + H2O + CO2

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2 80 mg/liter. Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak melebihi 400 mg/liter (WHO, 1984 in Effendi, 2003).

h.

Besi

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hamper setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya, besi yang ada di dala m air dapat bersifat: (1) terlarut sebagai Fe 2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri); (2) tersuspensi sebagai butiran koloidal (diameter <1m) atau lebih besar, seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3 dan sebagainya; (3) tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (Alaerts dan Santika, 1984). Besi dalam bentuk ferro maupun ferri tergantung pada nilai pH dan kandungan oksigen terlarut (Welch, 1952). Pada pH normal dan terdapat oksigen yang cukup, kandungan besi ferro yang terlarut akan dioksidasi menjadi ferri yang mudah terhidrolisa membentuk endapan ferri hidroksida yang tidak larut dan mengendap di dasar perairan sehingga membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Kadar besi yang tinggi terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen (Wetzel, 2001). Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05 - 0,2 mg/l (Boyd, 1988 in Effendi, 2003) pada air tanah dalam dengan kadar oksigen yang rendah kadar besinya dapat mencapai 10 100 mg/l. Kadar besi > 1,0 mg/l dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore, 1991). Sedangkan bagi perairan yang diperuntukkan bagi keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak lebih dari 20 mg/liter (McNeely et al, 1979 in Effendi, 2003).

3. Parameter mikrobiologi Alaerts dan Santika (1984) menyatakan bahwa bakteri yang sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kualitas perairan adalah bakteri koliform, fecal koliform, dan fecal streptococcus. Bakteri koliform merupakan bakteri yang berasal dari tinja manusia, hewan berdarah panas, hewan berdarah dingin, dan dari tanah. Bakteri koliform mudah dideteksi, sehingga jika bakteri tersebut ditemui dalam sampel air berarti air tersebut tercemar oleh tinja dan kemungkinan besar perairan tersebut mengandung bakteri patogen. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kadar maksimum total

koliform yang diperbolehkan pada perairan umum yang diperuntukkan untuk mengairi pertanaman dan peternakan sebesar 10.000 MPN/100ml.

REFERENSI http://nanjatogawa.blogspot.com/2012/02/sistem-pengolahan-cairan-air-lindi-dan.html http://parksoojae.wordpress.com/2012/07/03/makalah-sistem-pengolahan-cairan-airlindi-dan-filtrasi/ http://karlaherlina.blogspot.com/2013/07/pencemaran-air-permukaan-atau-airtanah_2788.html

You might also like