You are on page 1of 65

Cermin 1995

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

104. Osteoartritis
Daftar Isi :
Oktober 1995 3. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Osteoartritis dan Artritis Reumatoid – Perbedaan Patogenesis,
Gambaran Klinis dan Terapi – Harry Isbagio
8. Masalah dan Penanganan Osteoartritis Sendi Lutut – Harry
Isbagio, Bambang Setyohadi
13. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid pada Penyakit
Rematik – Zulfasri Albar
17. Obat-obat Anti Inflamasi Non Steroid–Pudji Lastari, Max Joseph
Herman
24. Masalah Nyeri Kejang Otot pada Penderita Penyakit Reumatik –
Harry Isbagio
32. Rehabilitasi Medik pada Osteoartritis – Angela BM Tulaar
35. Osteoartritis dan Segi Neurologi – RT Rumawas
37. Cerebral Palsy Ditinjau dan Aspek Neurologi – I Made Oka
Adnyana
41. Masalah Diagnosis Nyeri Kepala – Budi Riyanto W.
Karya Sriwidodo WS
45. Pengobatan Limfoma Non Hodgkin Derajat Keganasan Menengah
di Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD DFr. Soetomo, Sura-
Karya Sriwidodo WS baya – Soebandiri
48. Diagnosis dan Penatalaksanaan Keratitis Herpes Simpleks –
Suhardjo
52. Perkembangan Teknik Hibridoma – Agus Sjahrurachman
57. Penentuan Potensi Vaksin Pertusis Menggunakan Beberapa Grup
Mencit – Siti Sundari Yuwono, Edhie Sulaksono
59. Informasi Obat : Pronetic®
61. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Salah satu penyakit yang akan makin penting di saat-saat mendatang
ialah penyakit sendi, antara lain karena makin panjangnya harapan hidup
masyarakat.
Penyakit sendi sebenarnya merupakan kelompok yang terdiri dari
berbagai jenis dengan pen yebab yang bermacam-macam, dan infeksi
sampai degenerasi; oleh karena itu penanganannya pun memerlukan
variasi.
Di samping itu, selain medikamentosa menggunakan obat-obat anti
inflamasi, penyakit ini juga harus ditangani secara menyeluruh dari segi
neurologi dan rehabilitasinya.
Beberapa aspek pen yakit sendi, termasuk obat-obat yang dapat di-
gunakan, merupakan pokok bahasan Cermin Dunia Kedokteran edisi ini
yang kami harapkan dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam.
Selamat membaca,

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


Cermin
Dunia Kedokteran
1995

International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. R.P. Sidabutar – Prof. DR. B. Chandra
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
PELAKSANA Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Sriwidodo WS Bagian Ilmu Penyakit Dalam Surabaya.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
TATA USAHA Jakarta. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sigit Hardiantoro Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo. Semarang.
ALAMAT REDAKSI Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
– DR. Arini Setiawati
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bagian Farmakologi
Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. Jakarta,
Telp. 4208171 – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
SKM, MScD, PhD. Laboratorium Ortodonti
NOMOR IJIN Fakultas Kedokteran Gigi
Bagian Periodontologi
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta
Tanggal 3 Juli 1976 Universitas Indonesia, Jakarta
PENERBIT
DEWAN REDAKSI
Grup PT Kalbe Farma
– Dr. B. Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PENCETAK Zahir MSc.
PT Temprint – DR. Ranti Atmodjo - Dr. P.J. Gunadi Budipranoto

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta, Telp. 4208171/4216223
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) penga- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
rang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis. Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 3
English Summary
TREATMENT OF INTERMEDIATE priamide, Hydroxydaunorubi- CHOP combination chemothe-
GRADE NON HODGKIN LYM cine, Oncovin, Prednison (CHOP). rapy for optimal results.
PHOMAS AT THE DEPARTMENT OF There were 56 cases of NHL-
INTERNAL MEDICINE AIRLANGGA intermediate-grade group, 39 Cermin Dun/a Kedokt, 1995; 104. 45-7
Sb
UNIVERSITY SCHOOL OF MEDI- cases of DLPD, 15 cases of DM
CINE/DR SUTOMO HOSPITAL IN and 2 cases of DH subtypes
SURABAYA (Rappaport classfication) consist ADVANCES IN HYBRIDOMA
ing of 37 males and 19 female; TECHNIQUE
Soebandiri the m/f ratio was 1,9; ages range
Hematology and Medical Oncology from 12-81 years, mean age 48,9 Agus Sjahrurachman
Section Dept. of MedicineAirlangga Univ. Dept. of Microbiology Faculty of Medi-
years. cine University of Indonesia. Jakarta
Sch. of Medicine/DrSutomo Hospital Sura-
baya
This investigation revealed: 1)
therapy result of C-only was in- Monoclonal antibody pro-
Investigation had been made adequate, but the sample was duced by myeloma-spleen cell
on the therapy results of the Inter- too small. 2) The Remission Rate hybrid has been one among other
mediate-Grade Non Hodgkin of CHOP therapy was significan- important tools in many biologi-
Lymphomas admitted at the tly better compared to COP the cal research as well as in their
Dept. Of mt. Medicine Dr Sutomo rapy (p 0,01) for the interme- practical use. Technological
Hospital/Airlangga University iate group as a whole as well as advancement related to hybri-
School of Medicine in Surabaya for the DLPD subgroup. 3) There doma construction and growth
during 1986-1994(9 years period). were also tendencies that espe- is therefore one among other
Chemotherapy consisted of cially for the DH subgroup, it was interesting subject to be further
Cyclophosphamide only (C), very responsive to CHOP therapy, explored. In this communication,
combination of Cyclophospha but again the sample was too recent findings related to above
mide. Oncovin, Prednison (COP) small. mentioned will be reviewed.
and combination of Cyclophos- In conclusion: the NHL of the
intermediate grade group needs Germin Dunia Kedokt. 1995,’ 104.’ 52-6
As

The danger of dangers is illusion


(Emerson)

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


Artikel
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Osteoartritis dan Artritis Reurnatoid -


Perbedaan Patogenesis, Gambaran Klinis
dan Terapi
Harry Isbagio

Subbagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN Pada RA perubahan patologik yang menonjol ialah infla-masi


Osteoartritis (OA) dan artritis reumatoid (RA) merupakan sinovia (sinovitis). Penyebab sinovitis ini belum diketahui
jenis penyakit reumatik yang sering dijumpai dalam praktek. dengan pasti, tetapi faktor imunologik sangat berperan. Akibat
Seperti diketahui hingga kini dikenal lebih dari 100 jenis pe- sinovitis akan terjadi keadaan:
nyakit reumatik, tetapi hanya beberapa di antaranya yang sering 1) Dilepaskannya berbagai macam komponen destruktif akibat
dijumpai, termasuk kedua penyakit yang tersebut di atas. proses inflamasi ke dalam rongga sendi yang dapat mengakibatkan
Dahulu dua jenis penyakit yang berbeda ini sering diang- kerusakan rawan sendi.
gap sebagai satu penyakit, dan sering terjadi salah diagnosis 2) Terjadi hiperplasi jaringan granulasi akibat sinovitis, Se-
sehingga merugikan si penderita. Di samping itu kedua penyakit hingga menebal dan membentuk pannus. Pannus ini sangat
ini dapat ditemukan bersama-sama/sekaligus pada seorang pa- destruktif, akan menyebabkan pula kerusakan rawan sendi.
sien, sehingga makin membingungkan dokter pemeriksa. Akibat kedua keadaan tadi maka gejala inflamasi sendi
Pada makalah ini akan dijelaskan secara praktis bagaimana akan mendominasi perjalanan penyakit, penyakit sangat progre-
membedakan kedua jenis penyakit ini dari segi patogenesis, sif dan dalam waktu singkat sudah terjadi deformitas sendi.
gambaran klinik dan penatalaksanaan. Dengan mengenal patogenesis kedua penyakit tersebut
sebenarnya secara kasar dengan segera dapat dibedakan, tetapi
PERBEDAAN DALAM PATOGENESIS pada beberapa keadaan, terutama pada stadium awal, terdapat
Patogenesis keduanya jelas berbeda. OA yang dikenal kendala untuk membedakannya; dengan demikian diperlukan
sebagai penyakit sendi degeneratif mempunyai kelainan primer pengamatan klinik, laboratorik dan radiologik yang lebih cermat.
pada rawan sendi (cartilage),, sedangkan RA mempunyai
kelainan primer pada sinovia. PERBEDAAN GAMBARAN KLINIK
Secara mudah dapat dijelaskan bahwa pada OA, proses 1) Umur, jenis kelamin, onset penyakit
degeneratif pada awalnya menyebabkan perubahan biokimia- OA biasanya dimulai pada usia sekitar 50 tahun, walaupun
wi pada rawan sendi yang akhirnya menyebabkan integritas kadang-kadang dapat ditemukan pada usia yang lebih muda,
rawan sendi terganggu, sehingga akan terjadi penipisan rawan sedangkan onset penyakit RA umumnya lebih muda yaitu
sendi sampai akhirnya rawan sendi habis. Perubahan dan awal sekitar 30-50 tahun, walaupun tidak jarang baru dijumpai pada
sampai akhir berlangsung sangat lambat, dibutuhkan waktu usia lebih tua. Kedua penyakit lebih sering ditemukan pada
bertahun-tahun untuk tercapainya stadium akhir yang ditandai wanita, tetapi pada RA wanita lebih dominan dengan perban-
dengan deformitas sendi. Gejala inflamasi sendi tidak mendo- dingan wanita : pria = 3: 1.
minasi perjalanan penyakit, inflamasi baru tampak bila terjadi Onset kedua penyakit terjadi secara bertahap, makin lama
pelepasan serpihan rawan sendi ke dalam rongga sendi. makin berat, RA biasanya berjalan lebih progresif sedangkan OA

Dibacakan pada Simposium Penanggulangan Penyakit Reumatik, IDI Jakarta


Selatan, Aula RS Fatmawati, 31 Juli 1993..
Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 5
berlangsung lebih lambat. pada stadium awal agak sukar membedakannya, secara gam-
pang dapat dikatakan RA menyerang lebih banyak sendi, simetris
2) Keluhan penderita dan tanda inflamasi sendi lebih menonjol.
Sebagaimana halnya dengan penyakit reumatik pada umum- Deformitas sendi pada RA lebih cepat terjadi, sedangkan
nya, maka keluhan penderita pada kedua penyakit tersebut me- pada OA lebih lambat. Beberapa deformitas khas untuk RA,
liputi nyeri sendi, kaku sendi, bengkak sendi dan gangguan misalnya pada jari tangan didapatkan swan-neck-finger, jari
fungsi. Pada OA nyeri biasanya dangkal (dull-pain), penderita boutonniere dan deviasi ke arah ulnar (ulnar deviation) dan atrofi
mengeluh linu dan pegal; sedangkan pada RA nyeri terasa lebih otot interossei. Sedangkan pada OA dapat ditemukan pemben-
tajam dan berat (sharp-pain).Penderita RA biasanya lebih cepat tukan osteofit pada medial sendi DIP yang disebut nodus Heber-
pergi ke dokter karena nyerinya yang lebih hebat, sedangkan den dan pada sendi PIP disebut nodus Bouchard, dan kadang-
penderita OA biasanya terlebih dahulu berusaha mengobati kadang membenkan gambaran deformitas snake-like.
sendiri misalnya dengan jamu, diurut atau makan obat bebas.
Pada OA nyeri paling berat pada malam hari, pada pagi hari 4. Manifestasi ekstraartikuler
masih nyeri tetapi lebih ringan dan membaik pada siang hari. Keadaan ini merupakan gangguan perubahan yang tenjadi di
Pada RA nyeri paling dirasakan pada pagi hari disertai kaku luar sendi yang sering dijumpai pada penyakit sendi. Pada OA
sendi, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada tidak pernah ditemukan adanya manifestasi ekstraantikuler, se-
malam hari. baliknya pada RA maka keadaan ini sering dijumpai. Manifestasi
Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, lebih terasa pada esktraantikuler pada RA tersebut antara lain nodul reumatoid di
pagi hari dan berkurang setelah digerak-gerakkan, kaku pagi hari kulit (nodus subkutan), nodul di jantung dan paru, vaskulitis,
(morning stiffness) pada RA terasa lebih berat dan umumnya episkienitis, miositis, limfadenopati, sindrom Felty dan sindrom
berlangsung dalam waktu yang lama (lebih dari 1 jam), sedangkan Sjogren.
pada OA berlangsung ringan dan singkat, umumnya kurang dari
30 menit. PERBEDAAN GAMBARAN LABORATORIK
Bengkak sendi dapat terjadi pada kedua penyakit, tetapi OA umumnya bukan merupakan penyakit inflamasi sis-
pada RA biasanya lebih menonjol akibat pembengkakan jaringan temik , sehingga gambaran laboratoniknya dalam batas normal.
lunak (soft tissue swelling) dan sinovitis, sedangkan pada OA Laju endap darah tidak pennah eningkat, cairan sendinya
terjadi bila ada inflamasi (akibat pelepasan serpihan rawan sendi menunjukkan gambaran yang normal.
ke rongga sendi) atau akibat efusi sendi. Gangguan fungsi terjadi RA menupakan penyakit inflamasi sistemik, sehingga di-
akibat inflamasi atau akibat deformitas sendi yang dapat terjadi dapatkan peninggian LED, anemia ringan. Fakton reumatoid
pada kedua penyakit. positif dan cairan sendi menunjukkan gambaran inflamasi.
Keluhan sistemik seperti demam, malas, kelelahan, kele-
mahan otot dan penurunan berat badan hanya dijumpai pada PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGI
penderita RA. Pemeriksaan radiologik dapat membantu membedakan
kedua penyakit ini, tetapi sulit karena pada stadium awal belum
3) Pemeriksaan jasmani dan sendi yang terserang ditemukan perubahan.
Pemeriksaan jasmani pada OA mendapatkan tanda radang Penubahan radiologik pada OA lebih menunjukkan adanya
yang tidak nyata (kecuali bila ada inflamasi), tulang sekitar sendi perubahan degenenatif yang meliputi pembentukan osteofit pada
tampak membesar (bony enlargement), nyeri gerak, krepitus tepi sendi, sklerosis tulang subkondral, pembentukan kista dan
(bunyi gemeretak bila sendi digerakkan) dan pada stadium lanjut penyempitan celah sendi.
dapat ditemukan deformitas atau subluksasi. Pada RA stadium awal ditemukan adanya pembengkakan
Pada RA umumnya didapatkan tanda inflamasi yang nyata, jaringan lunak dan osteoporosis subkondnal (juxta-artikuler).
nyeri tekan, pembengkakan jaringan lunak (soft-tissue swelling), Pada stadium lebih lanjut ditemukan gambaran permukaan sendi
sendi terabapanas, terbatasnyagerak sendi, sendi yang terserang yang tidak nata akibat enosi sendi, penyempitan celah sendi,
bilateral simetris, atrofi otot sekitar sendi dan pada stadium lanjut subluksasi dan akhirnya ankilosis sendi.
tenjadi deformitas yang khas dari subluksasi. Pembengkakan
sendi PIP membenikan gambaran fusiform atau spindle shape. PERBEDAAN TERAPI
Dengan melihat sendi yang terserang maka dapat dibedakan Sebenannya pninsip penatalaksanaan semua penyakit sendi
pada OA ialah sendi Distal Interfalang (DIP), Proksimal Inter- hampir sama yaitu meliputi:
falang (PIP), Metakarpofalangeal I (MCP I); pada kaki yaitu 1) Pnoteksi sendi
Metatarsofalangeal I (MTP I) dan lutut, pinggul, vertebra lumbal 2) Diet
dan servikal. Sedan pada RA, maka sendi DIP tidak pernah 3) Medikamentosa
terserang, yang terserang ialah sendi PIP, MCP, pergelangan 4) Rehabilitasi
tangan, siku, bahu, kaki (MTP dan sendi subtalar), pergelangan 5) Pembedahan
kaki, lutut, pinggul dan vertebra servikal (hanya Cl dan C2). 6) Psikoterapi
Karena beberapa sendi merupakan predileksi yang sama, maka Dengan demikian penatalaksanaan RA prinsipnya sama

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


annya sebaiknya dibatasi, hanya bersifat simptomatik saja.
pula, hanya. ada kekhususan tertentu. Penggunaan kortikosteroid hanya pada kasus berat, yang
Penggunaan medikamentosa pada penyakit reumatik dapat tidak responsif dengan OAINS dan yang mempunyai kontrain-
dibagi dalam: dikasi mutlak dengan OAINS. Pada kasus berat yang ditandai
1. Obat analgetik dengan demam tinggi, anemia, berat badan menurun dengan
2. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) cepat, neuropati, vaskulitis, perikarditis, pleuritis, skieritis dan
3. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD) sindrom Felty biasanya diberikan dosis tinggi, yang segera
4. Kortikosteroid sistemik dan suntikan intra-artikuler. diturunkan bertahap bila gejala berkurang. Pada penderita yang
Prinsip penggunaan analgetik dan OAINS pada OA dan RA tidak responsif dengan OAINS, maka dosis yang diberikan
adalah sama. Obat ini berguna untuk menekan nyeri dan in- biasanya dosis rendah : metilprednisolon 5-7,5 mg/hari.
flamasi, tetapi tidak dapat menghentikan perjalanan penyakit OA Suntikan kortikosteroid intraartikuler dapat dipertimbangkan
dan RA,jadi lebih bersifat simptomatik. Walaupun demikian obat pada penderita RA dan OA yang pada 1-2 sendinya masih tetap
ini masih diperlukan karena dapat mengurangi keluhan penderita meradang, pemberian tidak boleh terlalu sering dan hati-hati
sehinggfa tetap dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Penderita pada sendi penopang berat badan.
RA umumnya lebih sering dan lebih banyak menggunakan obat
in karena keluhan inflamasi sendinya lebih menonjol, dengan KESIMPULAN
demikian efek samping juga lebih sering dijumpai. Osteoartritis dan Artsitis Reumatoid merupakan dua penyakit
Hingga saat ini DMARD baru ditemukan untuk penderita yang berbeda, walaupun keduanya memberikan gejala yang
RA. Untuk OA belum ditemukan obat yang dapat menekan hampir sama. Kedua penyakit ini mempunyai perjalanan penya-
perjalanan penyakitnya. DMARD dapat menekan perjalanan kit, penatalaksanaan dan prognosis yang sangat berbeda, Se-
penyakit RA sampai tahap remisi, penderita selama beberapa hingga pengenalan penyakit ini dengan baik akan menghindari
waktu dapat bebas dari keluhan inflamasi sendi tanpa pengobatan yang kurang tepat, baik berlebihan (overtreatment)
menggunaKan obat analgetik atau OAINS, DMARD membu- atau kurang (undertreatment).
tuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 6 bulan, agar dapat
KEPUSTAKAAN
mencapai efek yang diharapkan, oleh karena itu pada tahap awal
kombinasi DMARD dengan OAINS sangat dianjurkan. DMARD 1. Schumacher HR. Primer on the Rheumatic Disease. Ninth Ed. Arthritis
yang sering digunakan untuk RA ialah Hidroksiklorokuin, Ga- Foundation. Atlanta GA. 1988.
ram emas, D-pennicilamin, salazopirin dan obat imunosupresif. 2. Harry lsbagio. Penyakit Reutnatik 1, Yayasan Penerbit lDl, Jakarta, 1992.
3. MoskowitzRD. Clinical and Laboratory Findings in Osteoarthritis. In McCarty
Diet al (eds).Arthritis andAllied Condition. A Textbook of Rheumatology.
Kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk penderita Twelfth ed Philadelphia., London: Lea & Fcbiger.
OA, karena lebih banyak efek samping dan efek terapi yang 4. Harris ED. The Clinical features of Rheumatoid Arthritis. In Kelley WN (ed):
diharapkan. Pada RA,, kortikosteroid sistemik ternyata tidak Textbook Rheumatology. Third ed. Philadelphia: W.B. Saunders 1989.
dapat menghentikan progresifitas penyakit, sehingga pengguna- p. 943-74.

Manners carry the world for the moment, cliaracterfor all the time

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 7


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Masalah dan Penanganan Osteoartritis


Sendi Lutut
Harry Isbagio, Bambang Setiyohadi
Subbagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN an erat dengan terjadinya osteoartrosis sendi lutut, yaitu umur,


Di antara lebih dari 100 jenis penyakit sendi yang dikenal jenis kelamin, obesitas, ras dan trauma.
maka osteoartrosis merupakan kelainan sendi yang paling sering Umur merupakan faktor risiko yang penting. Rata-rata laki-
ditemukan. Osteoartrosis disebut primer, bila tak diketahui pe- laid mendapatkan osteoartrosis sendi lututpada umur 59,7 tahun
nyebabnya; dan disebut sekunder bila diketahui penyebabnya, dengan puncaknya pada usia 55–64 tahun, sedangkan wanita
misalnya akibat artritis rematoid, infeksi, gout, pseudogout dan 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65–74 tahun. Selain itu
sebagainya. Penyakit ini bersifat progresif lambat, umumnya juga didapatkan bahwa penderita osteoartrosis yang berumur
terjadi pada usia lanjut, walaupun usia bukan satu-satunya faktor lebih tua ternyata sudah menderita osteoartrosis lebih lama
nsiko. Osteoartrosis menyerang terutama sendi tangan atau dibandingkan yang berusia lebih muda(3).
sendi penyokong berat badan termasuk sendi lutut(1). Di RS Cipto Penderitaosteoartrosis sendi lututmeningkatpada usia lebih
Mangunkusumo, kekerapannya mencapai 56,7%(2). Insidensnya dari 65 tahun, baik secara klinik, maupun radiologik. Gambaran
pada usia kurang dari 20 tahun hanya sekitar 10% dan meningkat radiologik yang berat (grade III dan IV menurut kriteria Kell-
menjadi lebih dari 80% pada usia di atas 55 tahun. green-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur,
Sendi lutut merupakan sendi penopang berat badan yang yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur
sering terkena osteoartrosis(3). Osteoartrosis sendi lutut ditandai 70–79 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun; wanita
oleh nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat, kaku sendi yang mempunyai gambanan radiologik osteoartnosis berat adalah
terutama setelah istirahat latna atau bangun tidur, krepitasi dan 10,6% pada umur kurang dani 70 tahun, 17,6% pada umur 70-79
dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi. Bila tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada
pasien hanya bersifatpasif, tidak mau melakukan latihan-latihan, laki-laki 12,8% pada umur kurang dani 70 tahun, 18,2% pada
dapat terjadi atrofi otot yang akan memperburuk stabilitas dan umur 70–79 tahun dan 17,9% pada umur lebih dani 80 tahun(7).
fungsi sendi. Akibat lain ialah genu varum atau genu valgus dan Prevalensi radiologik osteoantrosis akan meningkat sesuai de-
subluksasi, terutama bila telah terjadi kekenduran ligamen(4,5,6). ngan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan
Umumnya penderita OA lutut datang berobat karena rasa gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambanan radio-
nyeri lutut yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Gangguan ter- logik osteoartrosis sendi lutut yang berat mencapai 20%(8).
sebut bertingkat-tingkat, dan mulai keluhan yang paling ringan Pada penelitian lain didapatkan bahwa dengan makin me-
yang tidak mengganggu aktifitas sehari-hari, sampai yang paling ningkatnya umur, maka beratnya osteoartrosis secara radiologik
berat sehingga pasien tidak bisa berjalan. akan meningkat secara eksponensial (dikutip dan 5).
Hubungan antana osteoantrosis dengan umur sampai saat
FAKTOR PREDISPOSISI ini belum jelas. Penelitian biokimiawi menunjukkan adanya
Ada beberapa faktor predisposisi yang diketahui berhubung- perbe- daan kelainan rawan sendi yang disebabkan oleh proses
menua
Dibacakan pada Simposium Gangguan Muskuloskeletal, Wisma Metropolitan,
Jakarta, 16 April 1994.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


dengan yang disebabkan oleh osteoartrosis. Selain perubahan osteoantrosis sendi lutut. Penelitian HANES I mendapatkan
pada rantai proteoglikan dan kandungan air pada rawan sendi, bahwa pekerja yang banyak membebani sendi lutut akan mem-
ternyata perubahan pada pembuluh darah sendi akan mengurangi punyai risiko terserang osteoantrosis lebih besar dibandingkan
aliran darah ke sendi yang bersangkutan sehIngga akan mem- pekerja yang tidak banyak membebani lutut(11).
pengaruhi proses perbaikan sendi bila terjadi kerusakan(4,5). Faktor lain adalah merokok. Makin berat perokok, maka
Jenis kelamin mempengaruhi timbulnya osteoartrosis. Pada makin rendah frekuensi osteoartrosis pada kelompok tersebut(14).
usia di bawah 45 tahun, frekuensi osteoartrosis pada kedua jenis Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian HANES I dan
kelamin sama, sedangkan di atas 50 tahun lebih sering terjadi Framingham(11,12). Hubungan antana merokok dan rendahnya
pada wanita(7,9). Dari 500 pasien dengan osteoartrosis pada anggota prevalensi osteoartrosis sendi lutut, belum dapat dijelaskan se-
badan, ternyata 41,9% adalah penderita osteoartrosis sendi lutut cara pasti.
dan jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki (1,3: 1)(3). Beberapa faktor metabolik seperti diabetes melitus, hiper-
Wanita dan orang kulit hitam akan mendapatkan osteoarthri- tensi, hiperurisemi dan Calcium pyrophosphare deposition
tis sendi lutut lebih berat dibandingkan laki-laki yang menderita disease dikatakan juga berperan sebagai faktor predisposisi
osteoartrosis sendi lutut yang berderajat sedang adalah 7%, se- timbulnya osteoantrosis(4,5).
dangkan wanita 15,5% dan pada orang kulit hitam, laki-laki
15,6% sedangkan wanita 28,6%(10). Rasa nyeri juga lebih banyak GAMBARAN KLINIK DAN RADIOLOGIK
didapatkan pada wanita dibandingkan laid-laid. Pada orang kulit Gejala klinik yang paling menonjol adalah nyeri. Ada tiga
putih 45,9% wanita merasakan nyeri, sedangkan pada laki-laki tempat yang dapat menjadi sumber nyeri, yaitu sinovium, jaring-
hanya 32,5% dan pada orang kulit hitam, wanita yang merasakan an lunak sendi dan tulang.
nyeri 51,9% sedangkan laki-laki hanya 38,9%(10). Pada penelitian Nyeri sinovium dapat terjadi akibat reaksi radang yang
HANES I didapatkan penderita osteoartrosis sendi lutut pada timbul akibat adanya debris dan kristal dalam cairan sendi. Selain
wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki (7,6% dibandingkan itu juga dapat terjadi akibat kontak dengan rawan sendi pada
4,3%). Frekuensi OA lutut pada wanita kulit hitam lebih tinggi waktu sendi bergerak.
dibandingkan dengan pada wanita kulit putih, sedangkan pada Kerusakan pada jaringan lunak sendi dapat menimbulkan
laki-laki, frekuensi pada kulit hitam sama dengan pada kulit nyeri, misalnya robekan ligamen dan kapsul sendi, peradangan
putih(11). pada bursa atau kerusakan meniskus.
Faktor lain yang berperan pada timbulnya osteoantrosis Nyeri yang berasal dari tulang biasanya akibat rangsangan
sendi lutut adalah obesitas. Pada penelitian Framingham di- pada periosteum karena periosteum kaya akan serabut-serabut
dapatkan hubungan yang kuat antara obesitas dan osteoartrosis penerima nyeri(15). Selain itu rasa nyeri s dipengaruhi oleh
sendi lutut, terutama pada wanita(12). Pada penelitian Cushnagan keadaanpsikologikpasien, sehinggadianjurkan untuk melakukan
ternyata sebagian besar pasien osteoartrosis mempunyai berat evaluasi psikologik dalam penatalaksanaan penderita osteoartro-
rata-rata di atas normal(3). Pada penelitian HANES I, ternyata sis(16).
didapatkan pula hubungan yang erat antara berat badan dengan Nyeri pada osteoantrosis sendi lutut, biasanya mempunyai
osteoartrosis sendi lutut(11). Penelitian Silberger menunjukkan irama diurnal; nyeri akan menghebat pada waktu bangun tidur
bahwa faktor kegemukan bukan hanya berperan dari segi bio- dan sore hari. Selain itu, nyeri juga dapat timbul bila banyak
mekanik tapi juga dari segi metabolik (dikutip dari 4,5). Tikus berjalan, naik dan turun tangga atau bergerak tiba-tiba. Nyeri
yang diberi makan makanan yang mengandung asani lemak yang belum lanjut biasanya akan hilang dengan istirahat, tetapi
jenuh, akan lebih banyak yang menderita osteoartrosis diban- pada keadaan lanjut, nyeri akan menetap walaupun penderita
dingkan tikus yang diberi makan makanan yang banyak mengan- sudah istirahat(13).
dung asam lemak tak jenuh. Kaku sendi merupakan gejala yang sering ditemukan, tetapi
Maquet berusaha menjelaskan secara biomekanika beban biasanya tidak lebih dari 30 menit. Kaku sendi biasanya muncul
yang diterima lutut pada obesitas. Pada keadaan normal, gaya pada pagi hari atau setelah dalam keadaan inaktif. Selain itu
berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi krepitusjuga sering ditemukan. Krepitus dapat ditemukan tanpa
oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan disertai rasa nyeri, tapi biasanya berhubungan dengan nyeri yang
jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Pada keadaan obesitas, tumpul.
resultan gaya tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban Kadang-kadang ditemukan pembengkakan sendi akibat
yang diterima sendi lutut tidak seimbang. Pada keadaan yang efusi cairan sendi.
berat dapat timbul perubahan bentuk sendi menjadi varus yang Pada keadaan lanjut, dapat ditemukan deformitas sendi
akan makin menggeser resultan gaya tersebut ke medial (dikutip lutut, misalnya genu v ‘rum maupun genu valgus. Bila sudah di-
dari 13). temukan instabilitas ligamentum, hal ini menunjukkan keru-
Faktor ras diduga mempengaruhi timbulnya osteoartro- sakan yang progresif dan prognosis yang buruk(13,17).
sis(10,11). Osteoartrosis lutut lebih sering ditemukan pada orang Gambaran radiologik osteoantrosis pertama kali diperkenal-
Asia, sedangkan osteoartrosis panggul lebih sering pada orang kan oleh Kellgren dan Lawrence pada tahun 1957 dan akhirnya
Kaukasia. diambil oleh WHO pada tahun 1961. Berdasarkan kriteria terse-
Pekerjaan dan olah raga juga merupakan faktor predisposisi but, maka gambaran radiologik osteoantrosis dapat berupa pem-

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 9


bentukan osteofit pada tepi sendi, periarticular ossicles terutama Tabel 1. Indeks Berat-ringannya Osteoartrosis Sendi Lutut
pada sendi interfalang distal dan proksimal, penyempitan celah Skor
sendi akibat penipisan rawan sendi, psedokista subkondral de- 1. Nyeri
ngan dinding yang skierotik, dan perubahan bentuk ujung tulang. A. Nyeri selama tidur malam
– tidak ada
Dari lima kriteria tersebut, dibuat kiasifikasi radiologik osteo- – hanya bila bergerak atau pada posisi
0
artrosis atas 5 gradasi, yaitu tidak ada osteoartrosis (0 kritreria), 1
tertentu
2
meragukan (1 kriteria), minimal (2 kriteria), sedang (3 kriteria), – tanpa bergerak
berat (4–5 kriteria)(18,19). Ada hubungan yang positif antara B. Kaku sendi.pada pagi hari atau setelah bangkit
dart
gambaran klinik osteoartrosis sendi lutut dengan gambaran ra- berbaring
0
diologiknya(20). Tetapi penelitian lain mendapatkan bahwa pada – ≤ 1 menit
1
0 atau 1
evaluasi setelah I tahun pengobatan walaupun secara klinik ter- – 1–15 menit
dapat perbaikan, secara radiologik didapatkan perburukan. Juga – ≥ 15 menit
D. Selama berjalan
didapatkan bahwa obesitas ternyata berhubungan dengan per- – tidak ada 0
burukan gambaran radiologik(21). – setelah berjalan beberapa langkah 1
Altman dkk. menganjurkan foto anteroposterior sendi lutut – segera setelah berjalan dan makin sakit 2
dalam keadaan berdiri agar dapat dinilai adanya penyempitan E. Ketika berdiri dari posisi duduk tanpa bantuan lengan 0 atau 1
IL Jarak maksimum yang dapat ditempuh dengan berjalan
celah sendi, osteofit dan sklerosis pada bagian medial dan lateral (dengan nyeri)
sendi lutut(22). – tidak terbatas 0
– > 1 km, tapi terbatas 1
KRITERIA DIAGNOSIS DAN INDEKS OSTEOARTRO- – s/d 1 km (kira–kira 15 menit) 2
– 500–900 m (kira–kira 8–15 menit) 3
SIS SENDI LUTUT – 300–500 m 4
Bila pada seorang penderita hanya ditemukan nyeri lutut, – 100–300 m 5
maka untuk diagnosis osteoartrosis sendi lutut hams ditambah 3 – < loom 6
kriteria dan 6 kriteria berikut, yaitu umur lebih dari 50 tahun, – dengan 1 tongkat/penyangga 1
– dengan 2 tongkat/penyangga 2
kaku sendi kurang dari 30 menit, nyeri tekan pada tulang, pem- III. Aktifitas sehari–hari
besanan tulang dan padaperabaan sendi lutut tidak panas. Kriteria – Apakah anda dapat menaiki tangga yang tegak 0 atau 2
ini memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 69%(23). – Apakah anda dapat menuruni tangga yang tegak 0 atau 2
Bila selain nyeri lutut juga didapatkan gambaran osteofit – Apakah anda dapat jongkok ? 0 atau 2
– Apakah anda dapat berjalan di jalan yang tidak rata 0 atau 2
pada foto sendi lutut, maka untuk diagnosis osteoartrosis sendi
lutut dibutuhkan 1 kriteria tambahan dan 3 kriteria berikut, yaitu
umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit dan 1) Jangan berjalan atau jogging sebagai pilihan olah raga.
krepitus. Kriteria ini mempunyai sensitifitas 91% dan spesifisitas Berenang dan bersepeda merupakan alternatifpilihan yang baik.
86%(23). 2) Hindari naik-turun tangga.
Selain itu dikembangkan pula kriteria untuk menilai berat 3) Duduk lebih baik danipada berdiri.
ringannya osteoartrosis sendi lutut dengan menggunakan in- 4) Duduk di kursi yang lebih tinggi lebih baik daripada duduk
dex(24) (Tabel 1). Dengan sistem ini, maka bila indexnya ≥ 14, di sofa yang rendah.
maka derajat osteoartrosisnya ekstrim berat; 11–13, sangat berat; 5) Hindari berlutut dan jongkok.
8–10, berat; 5–7, sedang dan 1–4, ringan. 6) Sebelum bangkit dan duduk, geserlah dudukan ke tepi kursi
dengan posisi kaki di bawah badan, kemudian gunakan tangan
PENATALAKSANAAN untuk mengangkat badan dan kursi.
Osteoartrosis sendi lutut merupakan kelainan sendi yang Diet memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
mempunyai dampak terhadap kehidupan sehari-hari penderita- penderita osteoantrosis sendi lutut, terutama untuk menurunkan
nya. Osteoartrosis lutut akan mengurangi penampilan dan kelebihan berat badan penderita. Walaupun sampai saat ini
mengganggu aktifitas sehari-hari seperti berbelanja, kegiatan belum pernahditeliti penganuh penurunan berat badan terhadap
rumah tangga dan kegiatan sosial lainnya(25). Penatalaksanaan nyeri lutut dan progresifitas osteoartrosis sendi lutut, tetapi di-
penderita osteoartrosis sang at penting agan penderita dapat kem- hanapkan beban terhadap sendi lutut akan berkurang.
bali melakukan aktifitas sehari-hari seperti sediakala. Evaluasi psikologik sangat penting untuk diperhatikan, ka-
Tujuan penatalaksanaan osteoantrosis sendi lutut adalah rena beratnya nyeri dan gangguan fungsional berhubungan erat
untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, menstabilkan sendi dengan keadaan psikologik penderita(16).
lutut dan mengurangi beban pada sendi lutut. Penatalaksanaan Terapi fisik memegang peranan yang sangat penting; latihan
sebaiknya dilakukan pada stadium dini, terutama sebelum de- otot yang teratur akan memperbaiki gangguan fungsional, mengu-
formitas sendi dan instabilitas sendi terjadi. rangi ketergantungan terhadap orang lain dan mengurangi nyeri.
Untuk mengurangi beban pada sendi lutut, maka dalam Perbaikan tersebut mencapai 10–25% pada rehabilitasi selama
melakukan aktifitas sehari-hari disarankan untuk memperhati- 2–4 bulan dan dapat bertahan sampai 8 bulan setelah rehabili-
kan hal-hal berikut(26) : tasi(27). Terapi fisik dapat berupa pemanasan atau pendinginan

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


pada sendi yang sakit maupun latihan otot-otot sekitar sendi. lambat yang mengenai rawan sendi. Kelainan ini akan meng-
Pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya ganggu aktifitas sehari-hari penderitanya, terutama bila mengenai
diaterini, ultrasound, sinar inframerah dan lain sebagainya. Pe- sendi lutut.
manasan selama 15–20 menit cukup efektif untuk mengurangi 2) Banyak faktor yang merupakan predisposisi osteoartrosis
nyeri dan kekakuan sendi(26). sendi lutut, seperti umur, jenis kelamin, ras, obesitas, merokok
Latihan-latihan otot yang dapat dilakukan untuk penderita dan beberapa penyakit metabolik.
osteoartrosis sendi hitut antara lain adalah quadriceps setting 3) Untuk diagnosis osteoartrosis sendi lutut, dapat digunakan
exercise, straight leg raises, progressive resistive exercise kriteria Altman walaupun sebenarnya kriteria ini dikembangkan
(PRE) dan hamstring exercise. Pada quadriceps setting untuk penelitian.
exercise, pen- derita dalam posisi berbaring di tempat tidur 4) Pada penatalaksanaan osteoartrosis sendi lutut, penurunan
dengan lutut lurus, kemudian penderita disuruh menekan beban terhadap sendi lutut hams diperhatikan, baik dengan
lututnya ke bawah. Per- tahankan selama 5 detik, kemudian mengatur aktifitas sehari-hari maupun dengan mengatur diet dan
istirahat selama 5 detik dan diulangi sampai 10–15 kali. latihan-latihan otot.
Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali perhari, kemudian dapat Obat umumnya hanya bersifat simtomatik. Pada keadaan
ditingkatkan sampai 10 kali sehari. Pada straight leg raises, yang lanjut, tindakan bedah dapat dipertimbangkan.
penderita dalam posisi berbaring telen- tang. Bila tungkai
kanan yang akan dilatih, maka tungkai kiri dipertahankan lurus, KEPUSTAKAAN
kemudian tungkai kanan diangkat lurus setinggi-tingginya,
1. Massardo L, Watt I, Cushnaghan J, Dieppe P. Osteoarthritis of the knee: an
kemudian turunkan perlahan-lahan sampai kira-kira 6 inchi dari eight year prospective study. Ann Rheum Dis 1989; 48: 893–7.
alas dan pertahankan selama 5 detik, lalu istirahat 5 detik. 2. Harry Isbagio, AZ Effendi. Osteoartritis. Dalam: Suparman (ed). Ilmu
Ulangi sampai 5–10 kali dan latihan dilakukan 2–3 kali sehari. Penyakit Dalam. Jilid 1.2nd ed. Balai Penerbit FKUI, Jakarta! 985; 680-8.
Pada progressive resistive exercise (PRE), pen- denta dalam 3. Cushnaghan J, Dieppe P. Study of 500 patients with limb joint osteoarthri-
tis. I. Analysis by age, sex and distribution of symptomatic joint sites. Ann.
posisi duduk dengan lutut dalam keadaan fleksi dan tungkai Rheum. Dis. 1991; 50: 8–13.
bawah diberi beban. Kemudian lutut diekstensikan per-lahan- 4. Moskowitz RW. Clinical and laboratory findings in osteoartritis. Dalam:
lahan sampai tercapai ekstensi maksimal dan pertahankan Mc Carty D (ed). Arthritis and Allied Condition. Textbook of Rheumato-
selama 5 detik, kemudian istirahat. Latihan diulangi sampai 10 logy. 10th ed. Philadelphia: Lea & Febinger, 1985: 1408–32.
5. Mankin H.J. Clinical features of osteoarthritis. Dalam: Kelly ED, Ruddy S,
kali dan dilakukan 3 kali perhari. Pada hamstring exercise, pen- Sledge CS (eds). Textbook of Rheumatology. Vol III. 3rded. Philadelphia:
derita dalam posisi berdini kemudian lutut difleksikan 20 kali WB Saunders, 1989: 1480–500.
atau sampai penderita lelah(17). 6. Minor MA, Hewet(JE, Webel RR dkk. Efficacy of physical conditioning
Obat-obatan untuk osteoartrosis, umumnya hanya bersifat exercise in patients with Rheumatoid Arthritis and Osteoarthritis. Arthr.
Rheum. 1989; 32(11): 1396–405.
simtomatik untuk mengurangi nyeri. Pada tahap awal dapat di- 7. Felson DT, Naimark A, Anderson J et al. The prevalence of knee osteo-
coba analgetik sederhana, seperti asetaminofen atau salisilat. arthritis in the elderly. The Framingham Osteoarthritis study. Arthr Rheum
Bila tidak ada perbaikan, dapat diberikan obat anti inflamasi non 1987; 30(8): 914–8.
steroid Obat anti inflamasi non steroid bersifat menghambat 8. Van Saase JLCM, Van Romunde LKJ, Cats A et a!. Epidemiology of
osteoarthritis: Zoetermeer survey. Comparison of radiological osteoarthri-
sintesis prostaglandin sehingga tidak boleh diberikan pada pende- tis in a Dutch population with that in 10 other populations. Ann. Rheum.
rita ulkus peptikum yang aktif atau dengan riwayat perdarahan. Dis. 1989; 48: 27 1–80.
Pemberian pada orang tuajuga hams hati-hati karena hambatan 9. Felson DI. Epidemiology of hip and knee osteoarthritis. Epidemiol. Rev.
terhadap sintesis prostaglandin akan menurunkan aliran darah 1988, 10: 1–18.
10. Forman MD, Malamet R, Kaplan D. A survey of osteoarthritis of the knee
ke ginjal. in the elderly. J. Rheumatol 1983; 10: 282–7.
Pemberian steroid secara sistemik tidak dianjurkan karena 11. Anderson JJ, Felson DT. Factors associated with osteoarthritis of the knee
efek sampingnya jauh lebih besar daripada efek terapinya. in the First National Health and Nutrition Examination Survey (HANES I).
Pemberian injeksi steroid intra-artikuler dapat dipertimbangkan Incidence for an association with overweight, race and physical demands of
work. Am. J. Epidemiol. 1988; 128: 179–89.
pada keadaan nyeri hebat atau efusi cairan sendi berulang. Efek 12. Waldron HA. Prevalence and distribution of osteoarthritis in a population
penurunan nyeri setelah injeksi steroid akan menyebabkan pen- from Georgian and early Victorian London. Ann. Rheum. Dis. 1991; 50:
derita merasa nyaman sehingga penderita tertentu akan tidak 301–7.
memperhatikan pantangan dalam melakukan aktifitas sehari- 12. Felson DT, Anderson JJ, Naimark A et al. Obesity and Osteoarthritis. The
Framingham study. Ann Intern Med 1988; 109: 18–24.
hari, sehingga osteoartrosis akan makin berat. Selain itu steroid 13. Solomon L, Helfet AJ. Osteoarthritis. Dalam: Helfet AJ (ed). Disorders of
juga dapat menyebabkan kerusakan rawan sendi secara lang- the Knee. 2nd ad. Philadelphia: JB Lippincott Co, 1982: 183–98.
sung. 14. Felson DT, Anderson JJ, Naimark et al. Does smoking protect against
Pada keadaan lanjut dengan nyeri persisten,gangguan fungsi osteoarthnitis 7. Arthr. Rheum. 1989; 32(2): 166–72.
15.. Hutton CW. Treatment, pain and epidemiology of osteoarthritis. Current
yang berat dan deformitas sendi lutut,maka tindakan bedah dapat Opinion in Rheumatology 1990; 2: 765–9.
dipertimbangkan. Pembedahan dapat hanya berupa osteotomi 16. Summers MN, Haley WE, Reveille JD et al. Radiographic assessment and
atau sampai tindakan artroplasti maupun artrodesis(13,17,26). psychologic variables as predictors of pain and functional impairment in
osteoarthnitis of the knee or hip. Arthr. Rheum. 1988; 31(2): 204–9.
17. Cailliet R. Knee pain and disability. Philadelphia: F.A Davis Co, 1989 :
KESIMPULAN 1–30.
1) Osteoartrosis merupakan kelainan yang bersifat progresif

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 11


18. Menkes Cl. Radiographic criteria for classification of osteoarthritis. J. 23. Altman RD. Criteria for classification of clinical osteoarthritis. J. Rheu-
R.heumatol. 1991; 18 (supl 27): 13–5. atol. 1991; 18 (supi 27): 10–2.
19. Brandt KD, Fife RS, Braunstein EM et al. Radiographic grading of the 24. Lequesne MG, Samson M. Indices of severity in osteoarthritis for weight
severity of knee osteoarthritis: Relation of Kellgren and Lawrence grade to bearing joints. J. Rheumatol. 1991; 18 (supl 27): 16–8.
a grade based on joint space narrowing and correlation with arthroscopic 25. Yelin E, Lubeck D, Holman Het al. The impact of Rheumatoid Arthritis and
evidence of articular cartilage degeneration. Arthr. Rheum. 1991; 34(11): Osteoarthritis: The activities of patients with Rheumatoid Arthritis and
1381–6. Osteoarthritis compared to control. J. Rheumatol. 1987; 14: 710–7.
20. ClaessensAAMC, Schouten JSAG, van den Ouweland FAetal. Do clinical 26. Brandt KD. Management of Osteoartlu-itis. Dalam: Kelly ED, Ruddy S,
findings associate with radiographic osteoarthritis of the knee. Ann. Sledge CD (eds). Textbook of Rheumatology. Vol 111.3rd ed. Philadelphia:
Rheum. Dis. 1990; 49: 771–4. WE Saunders 1989: 1501–12.
21. Dougados, Gueguen A, Nguyen Metal. Longitudinal radiologic evaluation 27. Fischer N, Pendergast DR. Gresham GE et al. Muscle rehabilitation: Its
of osteoarthritis of the knee. J. Rheumatoi.1992; 19: 378–84. effect on muscular and functional performance of patients with knee
22. Altman RD. Fries JF, Bloch DA at al. Radiographic assessment of pro- osteoarthritis. Arch. Phys. Med. Rehabil. 1991; 72: 367–74.
gression in osteoarthritis. Arthr. Rheum. 1987; 30(11): 1214–25.

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non


Steroid pada Penyakit Rematik
Dr. H. Zuljasri Albar

Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI , Jakarta

PENDAHULUAN minimal, beberapa prinsip harus dilaksanakan dalam pemakaian-


Substansi yang menghambat proses peradangan dan memi- nya.
liki efek analgesik serta antipiretik dikiasifikasikan sebagai obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Obat ini tidak mengandung MEKANISME KERJA
struktur steroid dan efeknyatidak bergantung kepada pelepasan NSAID dapat bekerja di berbagai tempat pada jalur proses
kortisol(1). peradangan (inflammatory pathway); terutama melalui hambat-
Pada tahun-tahun belakangan ini NSAID mendapat banyak an siklooksigenase dan dengan demikian menghambat sintesis
kritik dari berbagai pihak. Pada dasarnya, ini terjadi karena efek prostaglandin. Hambatan sintesis prostaglandin inerupakan
samping yang cukup menonjol dari beberapa macam obat yang salah satu faktor yang berperan dalam mengurangi reaksi
selanjutnya ditarik dari peredaran. Meskipun demikian, NSAID peradangan. Berkurangnya proses peradangan pada osteoartritis
tetap merupakan obat utama untuk mengatasi rasa nyeri pada membantu mempertahankan proteoglikan, dan dengan
penyakit-penyakit reumatik. Dalam tahun 1984, di Amerika demikianjuga mem- pertahankan sintesis tulang rawan
lebih dari 30 juta jiwa nienelan sebutir aspirin atau NSAID setiap (Matsubara, 1991). Beberapa NSAID (misalnya indometasin
hari. Nilai penjualan obat-obat ini melebihi 1 milyar dolar dan salisilat) menghambat sinte- sis proteoglikan, sehingga
Amerika. Baru-baru ini penjualan di beberapa negara mungkin usaha tubuh untuk memperbaiki sendi yang rusak pada
meningkat karena dimulainya penjualan bebas, misalnya ibupro- osteoartritis menjadi kurang efektif (Pelletier, 1990).
fen di Inggnis. Pengaruh NSAID terhadap fungsi limfosit dan neutrofil
Pertanyaan mengenai berapa banyak NSAID yang sebenar- tidak bergantung kepada pengaruhnya terhadap biosintesis
nya dipenlukan masih belum terjawab. Terdapat perbedaan besar prostaglandin. Meskipun demikian, mekanisme yang pasti be-
dalam penulisan resep NSAID untuk artritis reumatoid pada be- lum diketahui. Efek NSAID terhadap jalur peradangan bersifat
berapa negara, dan perbedaan ini tampaknya lebih dipengaruhi individual dan mungkin dapat menjelaskan perbedaan respon
oleh strategi pemasaran daripada oleh respon pasien yang ber- terhadap obat-obat ini. Respon individu terhadap obat yang ber-
beda terhadap NSAID pada berbagai negara. beda tetapi berasal dari golongan yang sama dapat berlainan.
Di Australia dan Inggris, sampai 20% penderita yang di- Dengan perkataan lain, kegagalan satu macam obat tidak berarti
rawat di rumah sakit (terutama penderita di atas usia 65 tahun) penggunaan semua obat dalam golongan itu akan gagal pula.
sedang menggunakan NSAID. Meskipun obat ini sangat Ada sebuah postulat yang mengemukakan bahwa kom-
berguna untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, pleksitas proses peradangan yang mendasari penyakit reumatik
merekajuga meng- akibatkan efek samping yang serius. NSAID tertentu direfleksikan dalam perbedaan respon penderita ter-
adalah komponen utama pengobatan kebanyakan keluhan- hadap obat dan insidens efek samping. Sebagai contoh, proses
keluhan rematik, dan dalam rangka mencapai hasil yang peradangan pada lesi jaringan lunak dan artritis gout akut ber-
maksimal dengan risiko yang

Disampaikan pada ceramah ilmiah bulanan Rumah Sakit Fatmawati, 31 juli


1993.
Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 13
beda dengan proses imunologis dan seluler yang kompleks Tabel 1. Waktu Paruh Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid
yang merupakan dasar dan peradangan kronis pada artritis Half–life plasma rata–rata (jam)
Obat
reumatoid. Jadi lesi jaringan lunak dan artritis gout akut
merupakan contoh dari proses peradangan yang sederhana, A. Half–life (waktu paruh) pendek :
– Aspirin 0.25
responsif terhadap ke- banyakan NSAID dengan hanya sedikit – Diklofenak 1.1
perbedaan dalam respon penderita dan insidens efek samping – Etodolak 3
rendah. Proses peradangan yang kompleks pada artritis – Fenoprofen 2.5
reumatoid diikuti oleh respon pen- derita yang sangat bervariasi – Asam flufenamat 1.4
– Flurbiprofen 3.8
terhadap NSAID dan insidens efek samping tinggi. – Ibuprofen 2.1
– Indometasin 4.6
NSAID therapy; patient preference and side-effects in the rheumatic diseases – Ketoprofen 1.8
– Asam tiaprofenat 3
– Tolmetin 1
B. Waktu paruh panjang :
15
– Azapropazon
13
– Diflunisal
11
– Fenbufen
26
– Nabumeton
14
– Naproksen
58
– Oksaprozin
68
– Fenilbutazon
57
– Piroksikam
2 – 15
– Salisilat
14
– Sulindak
60
– Tenoksikam

NSAID dengan waktu-paruh panjang memerlukan waktu


Akhir-akhir ini telah dikemukakan bahwa beberapa NSAID yang lebih lama untuk mencapai tahap steady state dalam
dapat mempengaruhi fungsi chondrosit dan ini mungkin sangat plasma dan cairan sinovium, dan mereka dapat tinggal dalam
penting pada penyakit seperti osteoartritis. tubuh lebih lama setelah pemberian dihentikan.
Telah lama diduga bahwa NSAID mungkin dapat meng- Baru-baru ini telah diproduksi preparat slow-release bebe-
hambat perkembangan osteoatritis, terutama sendi yang rapa NSAID dengan waktu-paruh pendek dalam usaha mengu-
memikul beban (weight-bearing joints). Padapercobaan in rangi frekuensi pemberian.
vitro, beberapa NSAID ternyata dapat meningkatkan sintesis Klirens beberapa NSAID dipengaruhi oleh ginjal dan usia.
glikosaminoglikan pada sel tulang rawan normal. Meskipun ini Hal ini penting, karena kebanyakan penderita yang
merupakan hasil penelitian yang pentin, kita harus hati-hati menggunakan obat ini adalah orang tua dan mempunyai latan
dalam menerapkan- nya pada manusia. belakang penyakit ginjal. Klirens diflunisal, ketopofen,
fenoprofen, naproksen dan indometasin pada penderita
FARMAKOKINETIK insufisiensi ginjal inenurun. Klirens naproksen, ketoprofen,
Jika diasumsikan bahwa terdapat responder dan non- azapropazon dan salisilat pada orang tua menurun. Data ini
responder terhadap NSAID, mungkin akan dapat dilihat hu- memperkuat pendapat bahwa kita harus ber- hati-hati jika
bungan yang bermakna antara dose-response dengan plasma memberikan NSAID kepada penderita-penderita seperti ini.
concentration- response pada responder. Beberapa NSAID memiliki khasiat tertentu yang lebih me-
Hubungan respon dengan konsentrasi lebih besar kemung- nonjol, misalnya asam megenamat mempunyai efek antiinfla-
kinannya untuk dilihat jika obat yang aktif diukur dekat pada masi yang lemah, tetapi efek analgesiknya kuat; indometasin
tempatnya bekerja (misalnya lebihjelas di cairan sinovium dari- mempunyai efek antiinflamasi yangkuat. NSAID lain merupa-
pada di plasma). Tetapi telah ditunjukkan bahwa pada cairan kan analgesik yang kuat pada dosis rendah, sedangkan pada dosis
sinovium, konsentrasi prostaglandin tetap rendah lama setelah tinggi merupakan obat antiinflamasi yang kuat (misalnya asam
kadar NSAID plasma menghilang. asetil salisilat, ibuprofen).
NSAID dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu golong-
an dengan half-life pendek dan golongan dengan half-life INTERAKSI NSAID
panjang (Tabel 1). Karena NSAID dipakai oleh penderita yang sering men-
Penting untuk diingat bahwa penelitian tentang kinetika. derita penyakit lain dan sedang mendapat pengobatan lain,
cairan sinovium telah menunjukkan bahwa konsentrasi obat di kemungkinan terjadinya interaksi obat cukup tinggi. Ada dua
sini lebih lama dan lebih stabil dibandingkan dengan konsentrasi macam interaksi obat :
dalam plasma. Dari segi praktis, ini berarti bahwa banyak NSAID 1) Interaksi fanmakokinetik :
dengan waktu-paruh pendek cukup efektif dalam mengurangi Terdapat perubahan konsentrasi obat dalam plasma.
nyeri dan kekakuan dengan dosis dua kali sehari.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


2) Interaksi farmakodinamik : Tabel 2. Efek Samping Utama Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Penambahan efek farmakologis obat yang dipengaruhi ter- 1. Lambung/saluran pencernaan :
jadi tanpa perubahan konsentrasi obat dalam plasma. – Indigesti, ulserasi, perdarahan, ulserasi usus halus dan usus besar,
stomatitis
• Kombinasi antikoagulansia oral dengan fenilbutazon, oksi- 2. Hati :
fenbutazon atau azaproparon harus dihindarkan; antikoagulansia – Kerusakan hepatoseluler
oral dapat digunakan bersama-sama dengan NSAID lain jika – Sindroma Reye
benar-benar diperlukan, tetapi harus dibawah pengawasan ketat. 3. Ginjal
– Gagal ginjal mendadak
• Harus dilakukan monitoring yang ketat jika obat hipo- – Hipertensi
glikemik oral, antiepilepsi dan lithium dipakai bersama-sama – Retensi cairan
dengan NSAID. – Hiperkalemia
• Semua NSAID mempengaruhi klirens metotreksat. Inter- – Nefritis interstitiatis
4. Kulit
aksi ini penting jika metotreksat dosis tinggi diperlukan pada – Entema multiforme atau variannya
kemoterapi kanker; tetapi mungkin tidak begitu penting pada – Erupsi bulosa
dosis rendah, misalnya pada pengobatan artritis reumatoid. – Fotosensitifitas
– Erupsi obat
• Terdapat interaksi yang penting antara obat antihipertensi, - Urtikaria
diuretik dan semua NSAID (kecuali sulindac). Interaksi ini me- 5. Susunan sarafpusat
ngurangi efek hipotesi dan diuretik dan tampaknya timbul atas – Sakit kepala
dasar perbedaan individu. Harus dilakukan monitoring kardio- – Dizziness
– Confusion
vaskuler yang ketatjika obat-obat ini digunakan bersama-sama. – Mual
6. Darah:
EFEK SAMPING – Anemia aplastik
Daftar efek samping yang timbul pada pemakaian NSAID – Aplasia eritrosit
– Trombositopeni
dan tahun ketahun semakin bertambah (Tabel 2). – Neutropeni
Efek samping yang umum seperti toksisitas terhadap lam- – Anemia hemolitik
bung dan ginjal sudah cukup dikenal. Sebagian efek samping 7. Paru-paru
NSAID dapat diterangkan dengan adanya hambatan sintesis – Bronkospasme
– Oedema paru
prostaglandin. Misalnya pemakaian NSAID tertentu dapat me- 8. Sistemik
micu serangan asma karena hambatan terhadap prostaglandin – Reaksi anafilaktik
yang berfungsi menurunkan tonus otot bronkus(1). 9. Sistim kardiovaskuler:
Pentingnya efek samping terhadap NSAID terutama – Palpitasi
– Tekanan darah tinggi
karena sebagian (15–20% dari penderita usia lanjut) penderita 10. Lain-lain
memakai obat ini untuk jangka panjang. Di Inggnis dan – Tinitus
Australia, sekitar 20% kasus perdarahan dan perforasi ulkus – Goiter
langsung disebabkan oleh pemakaian NSAID. Pentingnya
penilaian risiko pemakaian NSAID baru benar-benardisadari
dalam beberapa tahun terakhir
ini.
atau ulkus peptikum, pertanyaan pertama yang harus dijawab
Ulserasi lambung ialah apakah mereka benar-benar memerlukan NSAID. Jika
Studi epidemiologi yang dilakukan dengan berhati-hati NSAID memang diperlukan, ada beberapa pilihan yang harus
telah menunjukkan bahwa risiko relatif terjadinya ulkus pepti- dipertimbangkan:
kum akibat pemakaian NSAID adalah antara 2 dan 4. 1) Hentikan pemberian NSAID dan hilangkan keluhan
Meskipun ini merupakan risiko relatif yang rendah, seringnya dengan analgetika dan prednisolon dosis rendah, setidak-
obat ini di- pakai menyebabkan ia merupakan penyebab tidaknya sampai tukak menyembuh.
langsung dan 20 - 30% komplikasi ulkus peptikum. 2) Lanjutkan NSAID dengan antagonis H2 - dalarn dosis
Dari segi komplikasi terhadap lambung, komplikasi ini penuh - sampai tukak menyembuh secara endoskopis. Setelah itu
timbul akibat perbedaan respon individu terhadap NSAID. Jadi pengobatanjangka panjang dapat dilanjutkan dengan antagonis
kenyataan bahwa seorang penderita mengalami ulserasi setelah H2 dosis rendah atau sukralfat. Data mengenai pemakaian jangka
penggunaan NSAID tertentu, tidak selalu berarti ulserasi akan panjang obat-obat ini terhadap ulkus peptikum yang berkaitan
kambuhjika ia menelan NSAID lain. Kita harus berhati-hati dan dengan NSAID belum ada.
indikasi pemakaian NSAID harus benar-benar tepat. Juga pen- 3) Graham DY (1990) berpendapat bahwa pemakaian analog
ting untuk diingat bahwa banyak penderita artritis reumatoid prostaglandin (misoprostol) sebagai ko-terapi dapat mencegah
mungkin mempunyai ulkus peptikum yang asimtomatik. Ke- atau menurunkan insidens ulkus peptikum.
adaan ini harus dipikirkan pada penderita yang menunjukkan Meskipun obat-obat ini sangat mengesankan, pengguna-
gejala-gejala anemia defisiensi besi. annya pada penderita dengan risiko tinggi seperti orang ua atau
Jika penderita mengalami gangguan pencernaan yang berat penderita dengan riwayat ulkus peptikum sebaiknya dibatasi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 15


Ulserasi dan perforasi usus besar diri dengan beberapajenis obat ini dan menentukan NSAID
Keadaan ini juga dapat terjadi pada pemakaian NSAID. yang paling sesuai untuk pendenita tertentu.
Peninggian kadar enzim hati yang bersifat sementara dapat di- 2) Jika mungkin, NSAID diberikan 2 kali sehari dengan dosis
temukan pada kebanyakan NSAID, terutama salisilat. Biasanya yang fleksibel untuk mencakup periode nyeri yang utama.
tidak menimbulkan masalah yang serius. Reaksi hati sedikit 3) Mula-muladiberikan NSAID yangtelah merekakenal dengan
lebih sering pada pemakaian sulindak dan diklofenak. baik, dan tidak harus menggunakan obat yang paling baru.
4) Hanya 1 NSAID yang diberikan pada tiap pemberian. Jika
Ginjal
penderita tidak memberikan respon terhadap dosis yang adekuat
Termasuk gagal ginjal akut, hipertensi, retensi cairan, hi
dalam 2–3 minggu, NSAID diganti dengan yang lain.
perkalemia dan nefritis interstitialis. Faktor penyedia efek sam-
5) Penting untuk memastikan apakah NSAID benar-benar di-
ping terhadap ginjal pada pengobatan dengan NSAID termasuk:
perlukan untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
- Gangguan fungsi ginjal yang sudah ada sebelumnya.
6) Harus selalu dipikirkan cara lain untuk mengurangi rasa
- Kekurangan cairan.
nyeri seperti analgetika murni (misalnya parasetamol) atau
- Decompensatio cordis.
tindakan fisioterapi (misalnya panas, dingin, latihan dan hidro-
- Diabetes mellitus.
terapi).
- Gangguan hepatoseluler.
Semua NSAID mempunyai kesanggupan untuk menimbul-
PENILALAN EFEKTIFITAS NSAID
kan efek samping terhadap ginjal. Dari segi metabolismenya,
1) Tingkatan rasa nyeri
sulindak agak kurang pengaruhnya terhadap ginjal.
Dengan visual analogue scale atau four point grading.
Reaksi kulit 2) Lamanya kaku pagi hari.
Kebanyakan reaksi kulit terhadap NSAID relatif ringan, 3) Diameter sendi interfalang proksimal.
meskipun pernah juga dilaporkan reaksi fatal seperti eritema 4) Kekuatan menggenggam.
multiformis. Reaksi kulit terutama timbul pada pemakaian obat 5) Indeks artikuler:
dengan waktu paruh panjang. Juga telah dilaporkan timbulnya Jumlah sendi yang meradang.
kasus-kasus vaskulitis kulit, reaksi anafilaktoid dengan angio- 6) Walking distance.
oedema, urtikaria dan hipotensi. 7) Preferensi penderita.
Susunan saraf pusat
Tinitus biasanya timbul selama terapi dengan salisilat.
Sakit kepala yang berat berkaitan dengan indometasin. Banyak KEPUSTAKAAN
pen- derita yang melaporkan mengantuk atau gejala susunan
saraf pusat lain yang ringan selama memakai NSAID. 1. Muller W, Schilling F, Schmidt KL. Rheumatic therapy in medical practice.
Basel, Switzerland: F. Hoffmann-La Roche Ltd.
Hematologi 2. De Vries BJ, van den Berg WB, van de Putte LBA. Variations in the
Anemia aplastik, trombositopenia, neutropenia dan anemia susceptibility of articular cartilage to antirheumatic drugs. In de Vries, BJ
Murine patellar cartilage and its susceptibility to non steroidal anti-
hemolitik telah dilaporkan pada pemakaian kebanyakan inflammatory drugs. Nijmegen: Druk. 1987; 9–49.
NSAID. 3. Lipsky FE. Rheumatoid arthritis. In Harrison’s Principles of Intemal Me-
dicine. 11th ed., Braunwald Ct al (ed), New York, McGraw-Hill, 1987, Ch.
Paru-paru 263. p. 1423.
Penderita yang sensitif dapat mengalami spasme bronkhus 4. Mowat AG. Non-steroidal anti-inflammatory drugs. Med Internat. 1985;
yang dipresipitasi oleh NSAID. 2–20% penderita asma dewasa 2(8): 937.
hipersensitif terhadap aspirin. Kita harus berhati-hati memberi- 5. Brooks PM. Non-Steroidal anti-inflammatory drugs. Med Internat. 1990;
3(9): 3105.
kan NSAID kepada penderita asma atau penderita yang pernah 6. Salmon JE, Kimberly RP. Formulary (Appendix G). In Manual of Rheuma-
mengalami reaksi bronkhus yang drug-induced. tology and Outpatient Orthopedic Disorders. 1st ed. (Asian ed.). Beary et al
(ed,), Boston, Little-Brown and Co., 1981; p.
PETUNJUK PEMBERIAN NSAID 7. Schumacher Jr HR (ed.). Formulas of drugs used in the treatment of rheuma-
tic diseases (Appendices). In Primer on the Rheumatic Diseases. 9th ed..
1) Tidak ada NSAID yang ideal. Penting untuk membiasakan AtkantaGA: Arthritis Foundation, 1988; p.321.

Manners easily and rapidly mature into morals


(Horace Mann)

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Obat-obat Anti Inflamasi Non Steroid


Pudji Lastari, Max Joseph Herman
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Adanya peningkatan jumlah Obat Antiinflamasi Nonsteroid diketahui meningkat ambangnya dalam cairan sinovial penderita
(OAINS) mencerminkan tingginya prevalensi penyakit rematik, artritis.
meskipun ketersediaannya di berbagai negara berbeda-beda. Artritis rematoid merupakan artropati yang paling umum
Pada umumnya golongan salisilat yang banyak digunakan untuk dan inflamasi rematik kronis, terjadi sampai dua kali lebih
penatalaksanaan rematologis; di Amerika Serikat dikenal lebih banyak pada wanita dibanding pada pria dengan tanda utama
kurang 14 OAINS, di Swedia hanya 7 OAINS, di Italia 17 inflamasi sinovium yang berefek destruktif pada kartilago dan
OAINS dan di Indonesia 22 OAINS. Meskipun demikian variasi tulang. Manifestasi klinis yang penting adalah kaku dan kramp
ketersediaan OAINS ini lebih mencerminkan perbedaan peng- pagi hari, nyeri waktu bergerak, lunak atau bengkak pada sendi
aturan daripada perbedaan dalam praktek rematologis. (biasanya simetris), nodul subkutan, mudah lelah dan
Sebagai suatu kelompok OAINS memiliki kerja antiinfla- perubahan gambaran foto Rontgen yang khas. Dalam hal ini
masi, analgetik, antipiretik dan platelet inhibitor dengan aspirin sasaran terapi adalah mengurangi nyeri dan inflamasi,
sebagai prototipnya. memelihara mobilitas sendi serta mencegah deformitas.
OAINS dapat mengatasi keluhan gejala dan salisilat merupa-
ARTRITIS kan OAINS yang lebih disukai untuk terapi awal karena murah
Artritis merupakan gangguan yang kompleks dan variabel, dan efektif cepat, akan tetapi dosis diberikan sebagai antiinfla-
mungkin hanya benlangsung beberapa hari atau puluhan tahun, masi harus lebih besar daripada dosis yang dibutuhkan sebagai
mempengaruhi satu atau banyak sendi, berat dan menyusahkan analgetik. Dosis yang cukup tanpaefek samping harus
atau hanya merupakan gangguan kecil. Patogenesis sebagian digunakan secara teratur selama ada synovitis dan diperlukan
besar artnitis tidakjelas, tetapi inflamasi merupakan faktor yang individuali- sasi dosis karena perbedaan bobot badan serta
umum dan belum ada obat yang dapat mengatasi inflamasi serta variasi farma- kokinetika salisilat antar individu. Apabila
menghentikan berkembangnya erosi serta proses kerusakan ja- penggunaan jangka panjang tidak dapat ditolerir karena iritasi
ringan sendi tanpa efek samping yang kadang berbahaya. Proses lambung, bentuk sediaan lain dan salisilat seperti tablet salut
inflainasi sendiri melibatkan sejumlah penstiwa yang dapat di- enterik dan suposi- toria atau produk cair dapat dicoba.
sebabkan oleh berbagai rangsang yang masing-masing menim- Alternatif lain yaitu OAINS yang lebih baru seperti di-
bulkan pola respons yang khas dan biasanya disertai tanda-tanda flunisal, fenoprofen, ibuprofen, naproksen, piroksikam, sulindak,
klinis berupa enitema, edema, hiperalgesia dan nyeri. Respons tolmetin dan asain meklofenamat dapat digunakan untuk yang
inflamasi terjadi dalam tiga tahap, yaitu fase akut dengan tanda tidak bisa mentolerir atau tidak memberikan respons terhadap
vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler, fase salisilat. Obat dari dosis yang berbeda harus dicoba selama
subakut dengan tanda infiltrasi leukosit dan sel fagosit serta fase perioda yang sesuai (2–4 minggu) untuk menentukan rejimen
proliferatif kronis berupa proses degenerasi jaringan dan fibro- optimal tiap individu sebelum diganti dengan obat lain.
sis. Pada artritis rematoid remaja penatalaksanaan paling efektif
Faktor-faktor imunologis diduga terlibat dalam mediasi bila dimulai sejak dini; terapi obat hanya merupakan satu bagian
proses inflamasi di samping prostaglandin-prostaglandin yang dari manajemen total yang mencakup program suportiforang tua

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 17


Tabel 1. Obat yang Digunakan pada Penyakit Rematik Asam propionat: ibuprofen*, naproksen*, fenoprofen, pirprofen*, indopro-
fen, asam tiaprofenat*, oksaprozin, ketoprofen*, fenbufen*, flurbiprofen*,
1. Analgetik tanpa kerja antiinflamasi karprofen*, surprofen
– non-narkotik : parasetamol. Dekstropropoksifen Asam fenamat: asam flufenamat*, asam mefenamat*, asam meklofenamat*,
– narkotik : morfin. heroin. petidin (jarang digunakan). asam niflumat*, asam tolfenamat, asam etofenamat
2. Antiinflamasi dengan sifat antipiretik-analgetika: aspirin dosis penuh, Asam enolat: oksifenbutazon*, fenilbutazon*, piroksikam*, sudoksikam,
fenilbutazon, indometasin, derivat propionat. karboksilat, asetat, fena- tenoksikam*, isoksikam, apazon, propifenazon*
mat dan enolat. Non asam: nabumeton, prokuazon, bufeksamat
3. Antiinflamasi tanpa kerja analgetik sentral kortikosteroid, tetra- * beredar di Indonesia
kosaktrin, kortikotropin.
4. Psikotropik
– antidepresan trisiklik amitriptilin, irnipramin
– antiansietas : diazepam.
5. Obat yang memperbaiki kondisi umum : besi, asam folat, vitamin.
6. Obat lainnya garam emas, antimalaria, D-penisilainin dan imuno-
supresiva.

di rumah dan perawatan lanjutan teratur oleh dokter. Untuk


permulaan aspirin lebih disukai dan diberikan sekurang-kurang-
nya 6 bulan setelah tanda-tanda artikular dan gejala mereda,
selanjutnya obat dapat dihentikan secara bertahap atau dimulai
kembali bila gejala kambuh.
Dalam hal sendi yang terlibat, ankylosing spondylitis ber-
beda dan artritis rematoid, biasanya timbul dalam dekade ke
dua atau ke tiga kehidupan dengan gej ala utama nyeri
punggung dan kaku dini hari yang mungkin berlanjut menjadi
kronis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah memelihara Gambar 1. Ionisaai asam Iemah dalam lingkungan asam
mobilitas spinal dan kekuatan otot, terapi obat membantu
Keterangan:
dalam hal mengurangi nyeri dan kaku. Proporsi bentuk untuk HA lebih tinggi dalani lingkungan a.cam (kiri) danipada
lingkungan yang lebih netral seperti dalam set (kanan). Bentuk utuh HA harus
SIFAT FISIK-KIMIA OAINS setimbang melalui membran sel (kiri dan kanan), kadar total obut intraselular
OAINS tersedia dalam beberapa kelas kimia (Tabel 2); sifat (HA + A-) lebih tinggi danipada di luar sel.
fisiko-kimianya menentukan distribusinya dalam tubuh sehingga
perbedaan-perbedaan dalam hal ini mungkin menimbulkan Va- Mekanisme kerja utama OAINS adalah menghambat aktivi-
riasi kinerja terapetik. Pada umumnya OAINS yang lebih mudah tas enzim siklooksigenase dalam sintesis prostaglandin, urutan
larut dalam lemak menembus susunan saraf pusat lebih efektif potensi OAINS sebagai inhibitor sintesis prostaglandin in vitro
dan memberikan efek sentral lebih besar seperti perubahan cenderung mencerminkan potensi antiinflamasinya in vivo. Model
ringan kognisi, mood dan persepsi. inhibisi siklooksigenase kompleks dan bervariasi antar OAINS.
Sebagian besar OAINS bersifat asam lemah dengan pKa Di samping itu sejumlah OAINS tertentu juga dapat meng-
3–5, proporsi yang tidak terionisasi pada pH tertentu penting hambatenzim lipoksigenase yang jugapenting peranannyadalam
karena mempengaruhi distribusi obat dalam jaringan (Gambar respons inflamasi, mengganggu berbagai proses yang berhu-
1). OAINS yang bersifat asam cenderung terdapat dalam cairan bungan dengan membran sel termasuk aktivitas oksidase NADPH
sinovial sendi yang meradang yang mungkin memberikan efek dalam neutrofil dan fosfolipase C dalam makrofag.
menguntungkan selama episoda artritis. Semua OAINS adalah analgetik, antipiretik dan antiinfla-
masi, tetapi ada perbedaan penting dalam aktivitasnya (misalnya
MEKANISME KERJA OAINS aset-aminofen merupakan analgetik-antipiretik, tetapi hanya anti-
Pada tahun 1971 terbukti bahwa dosis rendah aspirin dan inflamasi lemah) yang mungkin disebabkan oleh perbedaan
indometasin menghambatproduksi enzimatikprostaglandin yang kepekaan enzim-enzim dalam jaringan sasaran. Sebagai anal-
berperan dalam patogenesis inflamasi dan demam. Karena efek getik biasanya hanya efektif untuk nyeri dengan intensitas ren-
ini bergantung pada obat yang mencapai enzim siklooksigenase dah sampai sedang, tetapi obat-obat ini tidak memberikan efek
maka distribusi dan farmakokinetik obat menentukan aktivi- yang tidak diharapkan dan opinoid pada saraf pusat termasuk
tasnya. depresi pernapasan dan timbulnya ketergantungan fisik. Sebagai
antipiretik OAINS menurunkan suhu tubuh pada status febril dan
Tabel 2. Penggolongan kimia OAINS secara klinis biasanya digunakan pada gangguan otot rangka
Asam karboksilat seperti artritis rematoid, osteoartritis dan ankylosing spondylitis
– terasetilasi aspirin* untuk mengatasi gejala nyeri dan inflamasi.
– tidak terasetilasi : kolinsalisilat, diflunisal*, magnesium salisilat, sali-
silamid* FARMAKOKINETIK OAINS
Asam asetat diklofenak*, indometasin*, tolmetin, sulindak, etodolak,
zomepirak Meskipun ada perbedaan sifat farmakokinetik antar OAINS,

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


secara umum OAINS diabsorbsi hampir sempurna, memiliki respons individu dan preferensi untuk OAINS yang disebabkan
clearance hati dan metabolisme first-pass rendah, ikatan dengan oleh perbedaan dalam sifat kimia, mekanisme kerja dari farma-
albumin tinggi dan volume distribusi kecil. Pada OAINS tertentu kokinetik serta farmakodinamik obat.
terdapat hubungan linier kerja antiinflamasi dengan dosis atau Tabel 3. Waktu paruh plasma rata-rata berbagai OAINS
kadar plasma obat, akan tetapi hubungan ini tidak dapat mene-
rangkan semua variasi respons terhadap obat. Hal ini menunjuk- GAINS Waktu paruh (jam)
kan bahwa variasi respons bersifat farmakokinetik. Waktu paruh pendek
Berdasarkan waktu paruh plasmanya OAINS dapat dike- Aspirin 0,25 ± 0,03
lompokkan menjadi waktu paruh pendek (kurang dari 6 jam) Diklofenak 1,1 ± 0,2
Etodolak 3,0 ± 0,3
dan panjang (lebih dari 10 jam). Karena kadar plasma setimbang Fenoprofen 2,5 ± 0,5
baru dicapai setelah jangka waktu 3–5 kali waktu paruh, Asam flufenamat 1,4
OAINS dengan waktu paruh panjang tidak mencapai kadar Flurbiprofen 3,8 ± 1,2
konstan dalam plasma dan tidak memberikan efek klinis Ibuprofen 2,1 ± 0,3
Indometasin 4,6 ± 0,7
maksimal se- cepat OAINS dengan waktu paruh pendek Kefoprofen 1,8 ± 0,4
apabila tidak diberi dosis loading. Sebenarnya kadar obat Pirprofen 3,8
dalam cairan sinovial penting karena dekat dengan tempat kerja Asam tiaprofenat 3,0 ± 0,2
obat; kecepatan transfer keluar-masuk kompartemen sinovial Tolmetin 1,0 ± 0,3
Waktu parch panjang
yang relative lambat menyebabkan perbedaan kadar obat dalam Apazon 15 ± 4
plasma dan cairan sinovial pada OAINS dengan waktu paruh Diflunisal 13 ± 2
pendek. Kadar obat total rata-rata dalam cairan sinovial selama Fenbufen 11,0
suatu interval pem- benan dosis lebih kurang 60% kadar Nabumeton 26 ± 5
Naproksen 14 ± 2
plasma rata-rata pada saat yang sama, tidak bergantung pada Oksaprozin 58 ± 10
waktu paruh eliminasi serta bervariasi kecil antar individu. Fenilbutazon 68 ± 25
Kadar OAINS dalam cairan sinovial lebih rendah daripada Piroksikam 57 ± 22
dalam plasma karena kadar albu- min cairan sinovial lebih Salisilat 2 – 15*
Sulindak 14 ± 8
rendah dibanding dengan dalam plasma; padahal sebagian besar Tenoksikam 60 ± 11
OAINS terikat kuat pada albumin (lebih dani95%).
Keterangan:
Meskipun hanya sebagian kecil dan kebanyakan OAINS * eliminasi bergantung pada dosis
dikeluarkan dalam bentuk utuh dalam urine, clearance ketoprofen,
fenoprofen, naproksen dan karprofen berkurang pada gagal Penggunaan dini obat yang memodifikasi penyakit pada
ginjal atau pemakaian probenesid karena metabolitnya ditahan artritis rematoid mungkin mengunangi kebutuhan akan OAINS,
dan dihidrolisis kembali menjadi senyawa induknya. Siklus ini sedangkan osteoantritis yang umum didenita oleh rnanula dan
merupakan salah satu alasan mengapa pemakaian OAINS pada merupakan indikasi utama OAINS memiliki komponen infla-
gangguan ginjal harus dengan hati-hati sekali. masi yang mengunggulkan OAINS daripada analgetik sederhana
dalam mengatasi nyeri dan meningkatkan kualitas hidup. Peng-
PEMAKAIAN KLINIS obatan jangka panjang tidak dianjurkan karena edukasi, program
Pilihan obat sebagai antipiretik atau analgetik jarang me- terapi fisik dan penggunaan selingan analgetik sederhana sangat
nimbulkan masalah, tidak seperti halnya dalam bidang remato- efektif pada sebagian besar pendenita untuk jangka panjang di
logi di mana pengambilan keputusan kadang menjadi sulit. samping adanya kemungkinan efek obat yang merugikan.
Pemilthan OAINS khususnya untuk anak-anak sangat bersifat
empiris dengan uji coba seminggu lebih (bila efek terapi dicapai EFEK SAMPING DAN INTERAKSI OAINS
dan tidak timbul toksisitas, pengobatan dapat dilanjutkan). Dari Reaksi obat disebabkan oleh OAINS yang tidak diharapkan
sudut praktis penting dipertimbangkan apakah suatu OAINS yang paling sering adalah gangguan gastrointestinal terutama
diindikasikan untuk masalah muskuloskeletal tertentu dan ke- dispepsia tukak lambung; efek pada ginjal jatuh pada urutan
mudian dipilih obat yang cocok dengan memperhatikan diagno- kedua meskipun sering kurang disadani. Reaksi kulitjuga relatif
sis serta pengalaman dokter dan penderita. Dosis dapat diting- sering, sedangkan efek yang langka adalah diskrasia darah,
katkan sampai maksimal selama 1–2 minggu kalau diperlukan; sindrom hepatik, pneumonitis dan gangguan neunologis. Efek
bila mengecewakan, alternatif OAINS lain dapat dicoba. langka tertentu diketahui hanya tenjadi pada bebenapa OAINS
Pemakaian dan dosis OAINS harus disesuaikan dengan gejala seperti meningitis aseptik pada ibuprofen, sul indak dan tolmetin;
dan dengan memberi keterangan pada penderita cara yang jelas sebaliknya adajuga efek langka yang diketahui disebabkan oleh
untuk mengatur terapinya sendiri. sebagian besar OAINS seperti anemia aplastik.
Meskipun perbedaan klinis yang penting jarang terungkap Karena prostaglandin mempunyai peranan utama dalam pe-
pada perbandingan antar OAINS yang mungkin disebabkan oleh meliharaan fisiologi normal gastrointestinal, obat yang meng-
disain pengukuran maupun metoda analisis yang kurang me- hambat sintesis prostaglandin mengganggu fungsi normal sa-
madai; oleh Huskisson et al terbukti ada variasi nyata dalam luran gastrointestinal. Semua OAINS menyebabkan dyspepsia

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 19


tetapi tidak menunjukkan efek patologis tertentu terhadap lam- Tabel 5. Interaksi OAINS dengan Obat Lain
bung. Efek gastrointestinal OAJNS mencakup erosi lambung,
Obat Lain OAINS Efek Interaksi
pembentukan tukak lambung dan perforasi, perdarahan saluran
Interaksi Farmakokinetik
gastrointestinal atas dan inflamasi sertaperubahan permeabilitas Antikoagulan Fenilbutazon lnhibisi metabolisms warfarin
usus halus bagian bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oral Oksifenbutazon S, Peningkatan efek antikoa
risiko tukak lambung atau komplikasi luas gastrointestinal ba- Apazon gulan
gian atas termasuk kematian terutamapada manula dan penderita Litium Semua OAINS lnhibisi ekskresi Li melalui
(kecuali mungkin ginjal, Peningkatan kadar Li
dengan sejarah tukak lambung. Meskipun tukak lambung karena aspirin, sulindak) plasma dan risiko toksisitas
OAINS sulit dicegah, setidak-tidaknya omeprasol dan analog Hipoglikemik Fenilbutazon lnhibisi metabolisms sulfonilu
prostaglandin yaitu misoprostol dapat mengurangi terjadinya oral Oksifenbutazon rea, Peningkatan waktu paruh
tukak. Apazon dan risiko hipoglikemia
Fenitoin Fenilbutazon lnhibisi metabolisms fenitoin,
Prostaglandin juga berpartisipasi dalam autoregulasi aliran Oksifenbutazon Peningkatan kadar plasma dan
darah ginjal dan filtrasi glomerulus serta mempengaruhi transpor risiko toksisitas
tubular ion-ion dan air, sehingga OAINS dapat menimbulkan OAINS lain Pengusiran fenitoin dan protein
gangguan sementara filtrasi glomerulus, gagal ginjal akut dan plasma
Metotreksat Semua OAINS Peningkatan kadar plasma dan
kronis, edema, nefritis interstitial, nekrosis papil, gagal ginjal (dosis besar) risiko toksisitas
dan hiperkalemi. Penurunan filtrasi glomerulus terutama terjadi Na-valproat Aspirin lnhibisi metabolisms valproat,
pada penderita dengan status hipovolemik akibat deplesi garam Peningkatan kadar plasma
atau hipoalbuminemi serta pada riwayat gagal ginjal sebelum- Digoksin Semua OAINS Penurunan potensiat fungsi gin
jai, Peningkatan kadarplasmadan
nya akibat usia, atherosklerosis, hipertensi ginjal atau gangguan risiko toksisitas (tidak ads in
ginjal intrinsik lainnya. Prostagland in mernpunyai peranan dalam teraksi bila fungsi gin al normal)
modulasi tekanan darah dan antihipertensi serta diuretik tertentu Aminoglikosida Sernua OAINS Penurunan fungsi ginjal pada
dapat merangsang pelepasan prostaglandin seperti halnya diure- yang rentan, Peningkatan kadar
plasma aminoglikosida
tik tiazid, sehingga interaksi OAINS dengan antagonis beta- Antasida Indometasin Kecepatan dan jumlah absorbsi
adrenergik, diuretik maupun inhibitorenzim pengubah angioten- OA1NS lain Indometasin berkurang oleh an
sin pada penatalaksanaan hipertensi dan gagal jantung kerap kali tasida mengandung AI dan ber
terjadi. tambah oleh Na-bikarbonat
(besar efek variabel)
Tabel 4. Faktor Risiko dan Kontraindikasi Relatif OAINS Probenesid Semua OAINS Penurunan metabolisms dan
ekskresi OAINS serta meta
Kondisi Kontraindikasi/meningkatkan toksisitas bolitnya
- Tukak lambung Semua OAINS, tingkat toleransi hervariasi Barbiturat Fenilbutazon, Peningkatan clearance OAINS
- Hiperurikemia Dosis rendah salisilat meningkatkan serum urat mungkin lainnya
- Gagal jantung Fenilbutazon dan oksifenbutazon (trtensi cairan) Kafein Aspirin Peningkatan kecepatan absorbsi
kongestif aspirin
hipertensi Kolestiramin Naproksen, Penurunan kecepatan absorbsi
- Manula Memperberat gaga) ianlung (fenilbutazon dan mungkin lainnya OAINS
oksifenbutazon) Metoklopramid Aspirin dan Peningkatan kecepatan, jumlah
- Penyakit hati Risiko toksisitas obat tertentu meningkat oleh lainnya absorbsi pada migren
fenilbutazon dan oksifenbutazon Farmakodinamika
- Gangguan ginjal Peningkatan risiko toksisitas diklofenak Antihipertensi
- Asma Aspirin - Penyakit beta Indometasin Penurunan efek hipotensif
- Diskrasia darah Peningkatan toksisitas hematologis oleh fenil -diuretika OAINS lain Penurunan efek natriuretik dan
butazon dan oksifenbutazon - inhibitor (mungkin kecuali diuretik, memperberat gagal
- Diare Meningkat oleh asam fenantat dan tlufena vat angiotensin sulindak) jantung kongestif
- Antikoagulan salisilat, fenilbutazon dan oksifenbutazon Antikoagulan Semua OAINS Kerusakan mukosa saluran
pencernaan dan lnhibisi agregasi
Manula besar kemungkinannya mengalami disfungsi organ trombosit, Peningkatan risiko
perdarahan
majemuk dan OAINS merupakan obat yang paling banyak di- Hipoglikemik salisilat Potensiasi efek hipoglikemik
gunakan oleh kelompok ini, sehingga besar sekali (dosis besar)
kemungkinan adanya interaksi OAINS dengan obat lainnya.
Interaksi dapat terjadi terhadap OAINS tertentu, misalnya
antara fenilbutazon dengan antikoagulan oral, akan tetapi pada
pada artropati. Aspirin merupakan obat pilihan pada artritis
umurnnya interaksi dapat terjadi terhadap semua OAINS
rematoid dan osteoartritis; untuk efek antiinflamasinya harus
(Tabel 5).
digunakan dalam dosis maksimal yang bisa ditolerir pada artritis
rematoid (dosis lebih kecil sudah cukup pada osteoartritis).
BEBERAPA OAINS YANG BEREDAR
Apabilatimbul gangguan gastrointestinal, dapatdigunakan bentuk
Turunan karboksilat sediaan salut enterik atau supositoria maupun turunan karboksi-
Kelornpok ini teah larna digunakan secara efektif untuk lat yang lain.
mengatasi nyeri dan kaku serta memperbaiki kinerja tugas rutin Farmakokinetik kelompok ini kompleks, waktu paruh me-

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


ningkat dengan dosis sehingga kenaikan dosis dapat menimbul- lebih besar daripada indometasin atau naproksen adalah diklofenak
kan kenaikan ambang plasma darah yang tidak sebanding. Va- yang per oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Kadar plasma
riasi metabolisme antar individu juga besar. puncak dicapai dalam 2–3 jam makanan mengurangi kecepatan
Efek samping paling sering terhadap saluran pencernaan absorbsi obat tetapi tidak mempengaruhi jumlahnya), waktu
(mual, muntah, dispepsia) yang dapat dikurangi bila digunakan paruh 1–2 jam dan dikeluarkan dalam urine bentuk konyugat
bersamaan dengan makanan; tinnitus serta tuli yang merupakan (65%) sertaempedu (35%). Dosis oral dewasa biasanya 75–150
tanda awal keracunan pada orang dewasa dapat digunakan untuk mg yang dibagi dalam 3–6 dosis.
menentukan dosis harian maksimal yang bisa diterima. Pada
anak-anak perlu monitor ambang plasma karena sulit menilai Turunan propionat
efektivitas obatnya. Aspirin juga dapat menurunkan fungsi Kelompok ini dapat digunakan sebagai alternatif aspirin
ginjal dan efek urikosurik dan probenesid serta sulfinpirazon, pada artritis rematoid dan osteoartritis. Pada rematoid artritis 2,4
Dari kelompok ini diflunisal memiliki waktu paruh panjang g fenoprofen setara dengan 3,9 g aspirin dan lebih baik daripada
yang memungkinkan dosis dua kali sehari dengan aktivitas 400 mg sulindak, sedangkan pada osteoartritis 1,2–1,8 g feno-
pada artritis rematoid dan osteoartritis sebanding dengan aspirin profen setara dengan 2–3 g aspirin dan 300 mg fenilbutazon.
dengan toleransi lebih baik. Absorbsi oral fenoprofen cepat, ambang plasma puncak dicapai
dalam 90 menit dengan waktu paruh 160 menit yang tidak ber-
Turunan asetat gantung pada dosis ataupun pemakalan bersama dengan anta-
Dari kelompok ini indometasin merupakan salah satu OAINS sida. Ikatan dengan protein plasma tinggi dan dapat mengusir
tua (1963) yang efektif pada artritis sedang sampai berat dan obat lain yang terikat sehingga menimbulkan interaksi obat,
lebih sering digunakan pada osteoartritis dan ankylosing spondy- ekskresi terutama melalui urine dalam bentuk konyugat. Efek
litis. Pemakaian harus dimulai dengan dosis rendah yang di- samping paling umum adalah gangguan gastrointestinal, dosis
naikkan secara bertahap sampai ambang toleransi, biasanya 50– awal oral untuk dewasa 4 dd 300–600 mg untuk artritis rematoid
100mg malam hari di samping aspirin atau OAINS lain pada dan osteoartritis yang selanjutnya disesuaikan dengan kebutuh-
siang hari. Kadar dalam cairan sinovial sama dengan kadar an.
plasma dalam 5 jam. Ibuprofen yang efektif untuk penatalaksanaan gejala artritis
Analog indometasin tersubstitusi yaitu sulindak diabsorbsi rematoid dan osteoartritis, pada dosis optimal setara dengan
baik dan cepat dan sediaan oral (sulfoksida tak aktif), dalam aspirin, fenilbutazon, indometasin dan tolmetin. Absorbsinya
tubuh direduksi reversibel menjadi sulfida yang aktif serta per oral cepat, ambang puncak plasma dicapai dalam 1-2 jam dan
dioksidasi ireversibel menjadi sulfon tak aktif yang dikeluarkan waktu paruh 2jam serta dikeluarkan melalui urine dalam bentuk
terutama dalam urine. Waktu paruh plasma metabolit aktif 16 utuh dan metabolit praktis seluruhnya dalam 24 jam. Toleransi
jam dengan efek samping umum nyeri abdomen, dispepsia, mual lebih baik daripada aspirin, indometasin dan fenilbutazon de-
dan diare yang lebihjarang daripada aspirin dan kira-kira sama ngan efek samping paling umum gangguan saluran pencernaan.
dengan ibuprofen. Dosis awal dewasa per oral untuk artritis dan Dosis oral dewasa 1,2–2,4 g dalam dosis terbagi dan dosis
ankylosing spondylitis 2 dd 150 mg bersama makanan dan optimal ditentukan per individu.
selanjutnya disesuaikan dengan respons yang diperoleh. Turunan propionat lain adalah naproksen yang pada dosis
Tolmetin mampu mengatasi gejala artritis rematoid dan 500 mg setara dengan 3,6–4 g aspirin dan OAINS lain atau
tetap efektif untukjangka panjang (2 tahun); sebanding dengan bahklan lebih baik daripada ibuprofen, fenoprofen dan indome-
aspirin, indometasin, ibuprofen dan fenilbutazon. Absorbsi tasin. Absorbsi oral cepat dan tidak dipengaruhi oleh makanan,
tolmetin per oral cepat serta tidak berkurang pada pemakaian ambang puncak plasma dicapai dalam 2–4 jam dengan waktu
bersama dengan antasida; ambang puncak plasma dicapai dalam paruh 1–3 jam, ikatan protein plasma tinggi dan sebagian besar
30-60 menit dengan waktu paruh lebih kurang 1 jam dan dikeluar- (95%) dikeluarkan dalam bentuk konyugat melalui urine dan
kan terutama dalam bentuk konjugat dalam urine. Efek sarnping feses. Reaksi samping yang umum adalah gangguan gastrointes-
terutama gangguan gastrointestinal dan ada kepekaan silang tinal dan seperti aspirin juga menghambat agregasi platelet serta
dengan OAINS lain meskipun tidak mempengaruhi aktivitas memperpanjang waktu perdarahan. Dosis oral dewasa untuk
antikoagulan. Dosis oral dewasa mula-mula 3 dd 400 mg dan artritis rematoid dan osteoatritis 500–700 mg dalam dua dosis
kemudian disesuaikan dengan kebutuhan, biasanya 0,6–1,8 g dan dapat ditambah atau dikurangi bergantung pada respons.
sudah optimal dan setara dengan 4–4,5 g aspirin atau 100-150
mg indometasin. Turunan fenamat
Zomepirak yang secara kimia berhubungan dengan tolmetin Kelompok obat yang mencakup asam-asam metenamat,
sama efektifnya dengan aspirin, toleransi biasanya baik. Meskipun meklofenamat, flufenamat, niflumat, tolfenamat dan etofenamat
reaksi gastrointestinal paling sering terjadi, pada pemakaian rneskipun aktivitas biologisnya telah diketahui sejak tahun 1950-
jangka panjang khususnya lebih jarang daripada aspirin. Dosis an, secara klinis tidak begitu disukai karena efek samping
oral dewasa 300–400 mg sehari dalam dosis terbagi dan dise- khususnya diare yang kadang-kadang berat dan tidak lebih
suaikan dengan kebutuhan. unggul dan OAINS lainnya. Hanya asam mefenarnat sebagai
Turunan asetat lain dengan potensi sebagai antiinflamasi analgetik dan meklofenamat yang lebih kuat efek antiinflamasi-

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 21


nya yang praktis banyak digunakan. oksifenbutazon yang merupakan metabolit utama dan fenilbuta-
Seperti halnya aspirin asam mekiofenamat menghambat zon. Ikatan dengan protein plasma tinggi dan dikeluarkan ter-
sintesis prostaglandin dan efektif untuk pengobatan simptomatik utama dalam urine dengan waktu paruh eliminasi lebih kurang 84
artritis. Meskipun 300 mg asam mekiofenamat setara dengan 3,6 jam untuk fenilbutazon dan 72 jam untuk onsifenbutazon. Efek
g aspirin pada artritis rematoid dan 200–300 mg setara dengan samping yang umum adalah ruam, retensi air dan edema serta
100–150mg indometasin pada osteoartritis, obat ini bukan me- gangguan gastrointestinal mulai dari iritasi sampai ulserasi Se-
rupakan obat pilihan karena insiden efek samping yang tinggi. hingga pada manula dosis harus dikurangi dan pemakaian hanya
Absorbsi oral cepat dan ambang puncak plasma dicapai dalam dalam 1 minggu. Dosis oral dewasa mula-mula 300–600 mg
0,5–1 jam sebanding dengan dosis, makanan mempengaruhi dalam 3–4 dosis dengan uji coba 1 minggu, dosis pemeliharaan
kecepatan absorbsi tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang harus lebih kecil dari 400 mg sehari (biasanya 100–200 mg).
diabsorbsi. Dua pertiga dosis dikeluarkan melalui urine dan Apazon yang mempunyai spektrum aktivitas sama dengan
sisanya melalui feses dalam bentuk konjugatnya. Dosis dise- fenilbutazon tetapi tidak begitu toksis juga merupakan urikosurik
suaikan per individu, mula-mula harus rendah dan ditingkatkan poten dan khususnya bermanfaat untuk penatalaksanaan gout
bila perlu; dosis oral dewasa untuk artritis rematoid dan osteoar- akut. Absorbsi oral cepat dan sempurna, ambang puncak plasma
tritis 200–400 mg dalam 3–4 dosis yang sama, kemudian di- dicapai dalam 4 jam dengan waktu paruh lebih kurang 20 jam dan
sesuaikan dengan respons dan dihentikan bila timbul efek ikatan dengan protein plasma tinggi. Penetrasi ke dalam cairan
samping. sinovial lambat dan sebagian besar dikeluarkan melalui urine
dalam bentuk utuh. Dosis oral dewasa 1,2 g dan dapat dikurangi
Turunan enolat
sampai 0,9 g untuk dosis pemeliharaan dan pada manula.
Fenilbutazon dan oksifenbutazon memiliki sifat farmako-
Dan kelompok ini piroksikam berbeda secara kimia dan
logis sama dalam hal aktivitas maupun toksisitasnya dan sering
OAINS lain dan pada dosis lazim sebanding dengan aspirin,
lebih efektif pada ankylosing spondylitis dan gout akut daripada
indometasin dan naproksen untuk penatalaksanaan jangka pan-
bentuk artropati lainnya. Manfaatnya dibatasi oleh reaksi tidak
jang artritis rematoid dan osteoartritis. Toleransi lebih baik dari-
diharapkan yang serius sehingga umumnya hanya digunakan
pada aspirin atau ondometasin; keunggulan utama piroksikam
untuk perioda singkat. Absorbsi oral baik, ambang puncak plasma
adalah waktu paruhnya panjang yang memungkinkan pemakai-
dicapai dalam 2,5 jam untuk fenilbutazon dan 6 jam untuk

Tabel 6. Sifat-sifat OAINS yang Digunakan pada Gangguan Rematik

Anal- Anti- Ket/Efek


Obat DL* Eliminasif
getik inflamasi samping utama
Aspirin ++ ++++ >3g Met. hall bergantung Iritasi lambung, perdarah
(0,6-i g/3 dosis, eks. ginjal an
jam) bergan. pH
Diflunisal ++ + 250-375 mg Met. hati, eks. Gangguan epigastrik,
per 12 jam ginjal utuh pada gaga) ginjal dosis <
Indome- ++ ++++ 25-.150 mg Met. hati, entero- Gangguan gastrointestinal,
tasin 1-3 dosis hepatik, eks. ginjal anemia
Sulindak ++ +++ 200-400 mg Met. hall, entero- Gangguan gastrointestinal,
2 dosis hepatik, feces sakit kepala
Diklofenak ++ +++ 75-150 mg Met. hall Gangguan gastrointestinal,
3-6 dosis sakit kepala
Tolmetin ++ +++ 1,2-1,8 g Met. hall, eks. Gangguan gastrointestinal,
3-4 dosis ginjal sakit kepala
Ibuprofen ++ ++ 1,2-1,6 g Met. hati Gangguan gastrointestinal,
3-4 dosis sakit kepala, ruam
Ketoprofen ++ +++ 0,1-0,2 g Met. hall Idem ibuprofen
Fenoprofen ++ +++ 1,2-2,4 g Met. hall Idem ibuprofen
Naproksen ++ +++ 375-750 mg Met. hall, eks. Idem ibuprofen
1-2 dosis ginjal
Mefenamat ++ + 0,75-1,5 g Met. hati, eks. Gangguan gastrointestinal,
3 dosis ginjal sakit kepala, anemia
Fenilbuta- ++ ++++ 200-400 mg Met. hall, eks. Gangguan gastrointestinal,
zon 2-3 dosis ginjal retensi cairan, reaksi kulit
Oksifen- ++ ++++ Idem fenil- Idem fenilbutazon Idem fenilbutazon
butazon butazon
Keterangan
Met. = Metabolisms
eks. = ekskresi
* oral, kecuali dinyatakan lain
$
gangguam fungsi ginjal mungkin membutuhkan penyesuaian dosis

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


an dosis tunggal harian. Absorbsi oral cepat dan tidak dipenga- penyakit maupun terjadinya reaksi yang tidak diharapkan ber-
ruhi oleh antasida; ambang puncak plasma dicapai dalam 3-5 vaniasi. Lagi pula OAINS yang berlainan memiliki sedikit per-
jam dengan kadar dalam cairan sinovial lebih kurang 40% kadar bedaan dalam sifat-sifat fisikokimia, farmakokinetik dan me-
dalam plasma dan waktu paruh rata-rata 50 jam. Dikeluarkan kanisme kerja di samping sifat-sifat yang sama dalam mengham-
terutama melalui urine dalam bentuk konyugatnya dan efek sam- bat sintesis prostaglandin. Meskipun demikian belum terbukti
ping gastrointestinal paling umum mual dan nyeri epigastrik. ada perbedaan nyata dalam efeknya pada penderita; efek sam-
Dosis oral dewasa 20 mg tunggal atau terbagi untuk ping serta interaksi obat-obat ini biasanya tidak unik untuk salah
penatalaksanaan osteoartritis dan artritis rematoid. satu obat. Pengetahuan lebih dalam tentang efek samping serius
dan penggunaan yang rasional OAINS untuk berbagai indikasi
masih diperlukan.

KESIMPULAN KEPUSTAKAAN
Inflamasi merupakan dasar dan artritis rematoid dan artropati
1. Brooks.PM, Day RO. Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs - differences
lainnya dan tidak ada obat yang dapat menghentikan inflamasi and similarities. N EngI J Med. 1991; 324(24): 1716–23.
berlanjut ke erosi dan kerusakan jaringan sendi tanpa menimbul- 2. American Medical Association. AMA Drug Evaluations, 5th ed. Philadel-
kan efek samping yang tidak diharapkan. Dalam hal ini OAINS phia: WB Saunders Co 1983, p. 107–136.
hanyalah mengatasi gejala (tidak baik untuk jangka panjang) 3. IIMS vol. 22, no. I, Singapore, 1993.
4. Gilman AG et al. The Pharmacological Basis of Therapeutics 8th ed., vol 1.
serta hanya merupakan bagian dari program manajemen gangguan Singapore: Pergamon Press Inc., 1991. p.638–670.
rematik yang mencakup edukasi dan latihan, terapi okupasional 5. Avery GS. DrugTreatment. 2nded. Sydney and New York; Adis Press, 1980.
dan fisioterapi serta pembedahan bila diperlukan. p. 850–861.
Respons penderita terhadap OAINS dalam mengatasi gejala 6. ISFI. 150 Indonesia, vol. 21. Jakarta, 1993.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 23


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Masalah Nyeri Kejang Otot


pada Penderita Penyakit Reumatik
Dr. Harry Isbagio
Sub Bagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN NYERI PADA PENYAKIT REUMATIK


Nyeri merupakan salah satu masalah utama bagi penderita Nyeri merupakan keluhan utama pada gangguan muskulo-
penyakit reumatik di samping keluhan lain, seperti bengkak skeletal dengan etiologi yang bermacam-macam. Untuk mengenal
sendi, nyeri gerak, kaku sendi, gangguan fungsi dari deformitas. lebih lanjut berbagai jenis nyeri, maka Zimmerman
Tetapi sebagian besar penderita dengan keluhan reumatik ter- (1987)mem- bagi dalam 5 jenis yaitu(3) :
nyata tidak menunjukkan tanda artritis yang nyata. 1) Nociceptor pain
Nyeri dapat berasal dari struktur di sekitar sendi, seperti Ujung sanaf sensorik tertentu dirangsang oleh proses pato-
berasal dari tulang, bursa, tendon, ligamen, saraf dan otot. Dari fisiologik, misalnya inflamasi sendi.
data epidemiologi dan data penderita rawat-jalan rumah sakit 2) Neuropathic pain
terlihat bahwa penderita dengan diagnosis artritis yang nyata Serabut saraf aferen secara langsung bereaksi terhadap rang-
seperti artritis reumatoid, artritis gout, spondiloartropati sero- sangan setelah mengalami kerusakan akibat kompresi atau
negatif dan artritis lainnya hanyalah sebagian kecil dari seluruh gangguan biokimiawi, misalnya pada hernia nukleous pulposus
penderita dengan keluhan reumatik. Data dari seluruh dunia atau polineuropati diabetik.
maupun penelitian epidemiologik dan data penderita rawat jalan 3) Deafferentation pain
di berbagai rumah sakit di Indonesia menyokong hal tersebut. Neuron pada sistem saraf pusat menjadi sangat mudah te-
Penelitian epidemiologik di Bandungan, Jawa Tengah, pada rangsang setelah kehilangan asupan, misalnya pada avulsi radiks
4693 responden didapatkan artritis reumatoid hanya 0,3%, artri- atau transeksi saraf.
tis gout 1,7% pada pria, artritis lainnya tidak ditemukan, Se- 4) Reactive pain
baliknya osteoartritis lutut ditemukan pada 14%, osteoartnitis Eksitasi nociceptor akibat disfungsi motor atau simpatetik
lumbal dan servikal pada 5 dan 4%, sedangkan fibrositis bahu eferen atau mekanisme refleks, misalnya pada hipertonus mus-
13,9% pada pria dan 14,9% pada wanita dan epikondilitis 5% kuler, algodistrofi simpatetik.
pada pria dan 6,1% pada wanita(1). Data penderita rawat-jalan di 5) Psychosomatic pain
Poliklinik Sub Bagian Reumatologi Bagian Penyakit Dalam Problem psikik atau psikososial meningkatkan eksistensi
FKUIJRSCM, Jakarta, menunjukkan bahwa penderita dengan nyeri atau diekspresikan sebagai nyeri.
artritis nyata, jumlahnya tidak banyak, sebagian besar justru Nyeri pada penyakit reumatik dapat terjadi akibat:
penderita osteoartritis dan reumatik ekstraartiku1er(2). 1) Rangsangan pada nociceptors di dalam komponen perang-
Melihat data di atas, maka kemungkinan nyeri yang disebab- kat biomekanik, misalnya perangsangan nociceptors pada otot,
kan kejang otot akan banyak dijumpai. Hal ini sering dilupakan sendi, tendon dan ligamen. Nyeri jenis ini berhubungan dengan
karena dokter sering menduga nyeri yang dikeluhkan pendenita konsep nyeri sistem sensorik, sebagai mekanisme pertahanan
hanya disebabkan oleh inflamasi sendi. tubuh terhadap situasi yang membahayakan atau terjadinya ke-

Dibacakan pada Simposium Penanggulangan Terpadu Nyeri Tegang Otot, Hotel


Borobudur, Jakarta 1993.

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


rusakan. Oleh karena adanya nyeri ini, maka bagian yang ter- Tabel 1. Nyeri Kejang Otot pada Penderita Penyakit Reumatik.
1) Gangguan yang disertai nyeri kejang otot primer atau idiopatik
serang akan diistirahatkan/imobilisasi, untuk mencegah terjadi-
1.1. Fibromialgia primer atau generalisata
nya kerusakan lebih lanjut. 2.2. Fibromialgia regional atau sindrom nyeri miofascial
2) Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks). (1.3. Tension headache)
3) Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk meng- (14. Stiff-man syndrome atau neuromiotonia)
atur kontraksi otot tidak sempurna. 2) Gangguan yang disertai nyeri kejang otot refleks atau sekunder
4) Mekanisme psikosomatik. 2.1. Penyakit sendi degeneratif
2.2. Penyakit infeksi
KEJANG OTOT DARI SEGI REUMATOLOGI 2.3. Penyakit sendi inflamasi
2.4. Postur abnormal
Terminologi dan kejang otot (spasme otot/tegang otot) (2.5. Trauma)
masih merupakan dilema dan tergantung dari mana kita me- (2.6. Gangguan metabolik dan endokrin)
ninjaunya. (2.7. Keganasan)
Definisi yang sering digunakan ialah kontraksi dan satu (2.8. Vertebra abnormal kongenital atau didapat)
(2.9. Gangguan visceral)
atau lebih kelompok otot yang tidak terkendali dan tidak di- (2.10. Lain-lain)
inginkan dalam jangka waktu yang cukup lama, yang dihubung
kan dengan aktivitas berlebih unit motor atau perubahan dari
rangsangan serabut otot(4). Keterangan:
Dalam tanda kurung adalah kelompok gangguan yang buk.an termasuk penyakit
Ditinjau dari sudut reumatologi, maka kejang otot bukan
reumatik, tetapi penderita sering datang dengan keluhan yang menyerupai pen-
berarti suatu spastisitas, melainkan lebih menjurus kepada ke- derita reumatik.
lainan otot yang lebih terlokalisir berupa rasa tegang dan disertai
rasa nyeri(5). domiopati dan miogelosis akhir-akhir ini menjadi perhatian para
Kejang otot lebih sering terjadi setempat (terlokalisir), baik peneliti. Terminologi fibromialgia menunj ukkan suatu sindrom
pada otot perifer maupun pada otot paravertebra; disebabkan nyeri muskuloskeletal yang termasuk dalam kelompok besar
oleh beban berlebih (overload), kerja berlebih (overwork) atau reumatik nonantikuler. Fibroniialgia terutama menyerang wanita
beban salah (misload). Kejang otot yang menyeluruh (generali- (80-90%) pada masa subur. Onset dimulai pada saat remaja.
sata) jarang sekali dijumpai. Biasanya otot yang kejang dan Prevalensi pada populasi umum berkisar antara 5%.
insersi tendonnya terasa nyeri. Nyeri kejang otot dapat ter- jadi Pendenita fibromialgia mempunyai 3 gejala utama, yaitu:
akut maupun kronik. Nyeri kejang otot kronik terjadi bila 1) Nyeri muskuloskeletal
faktor penyebabnya berlangsung terus atau timbul berulang 2) Kaku (stiffness)
dalam jangka waktu yang lama. 3) Cepat lelah (fatigue)
Menurut etiologinya, kejang otot pada penderita penyakit Nyeri muskuloskeletal pada trias fibromialgia dapat terlihat
reumatik dapat dibagi dalam dua kelompok besan menurut ada dalam berbagai bentuk. Gejala yang paling sering dijumpai
atau tidaknya faktor pencetus atau faktor penyebab. Kelompok adalah nyeri di daerah aksial. Sebagian penderita mengeluh nyeri
pertama adalah penderita kejang otot yang disertai nyeri tanpa otot dan rasa Iemah, walaupun secara obyektif kelemahan otot
ditemukan adanya faktor penyebab/faktor pencetus kejang otot; tersebut tidak ditemukan. Kekakuan (stiffness) merupakan pula
ini tennasuk dalam kelompok gangguan yang disertai nyeri gejala umum yang sering dijumpai, seperti penderita reumatik
kejang otot primer atau idiopatik. Kelompok kedua adalah lainnya.Rasa kaku dirasakan terutama pada pagi hari dan membaik
kelompok kejang otot yang terjadi akibat inflamasi, pe- setelah bergerak, walaupun pada beberapa pasien berlangsung
nekanan saraf atau serabut saraf atau gangguan mekanik/per- terus sepanjang hari. Rasa lesu/lemah merupakan gejala yang
ubahan postur pada sendi;ini termasuk dalam kelompok gangguan kadang-kadang paling menonjol dan keluhan ini yang menye-
yang disertai nyeri kejang otot refleks atau sekunder (Tabel 1). babkan terjadinya gangguan fungsi.Gangguan tidur juga merupa-
kan keluhan yang sering ditemukan. Gangguan tidur ini akan
GANGGUAN YANG DISERTAI NYERI KEJANG OTOT menyebabkan penderita merasa tidak segar pada waktu bangun
PRIMER ATAU IDIOPATIK tidur, pasien justru merasa sangat lelah. Beratnya gangguan
Pada keadaan ini tidak ditemukan kelainan patologik nyata tidur berhubungan erat dengan beratnya gejala kelelahan se-
yang menjadi penyebab induksi spasme otot. Dapat dikatakan panjang hari dan kaku pagi.
bahwa kejang otot bukan sebagai akibat kelainan tertentu, tetapi Dalam riwayat penyakit dapat ditemukan keluhan yang ber-
justru kejang otot mengakibatkan terjadinya rasa nyeri. tambah berat bila kena air dingin, suara keras, kerja berat, stres
Pada makalah ini hanya akan dibahas dua keadaan yang ter- mental dan kecemasan. Sebaliknya, keluhan berkurang dengan
masuk kelompok ini, yaitu Sindrom Fibromialgia dan Sindrom udara hangat, mandi air panas, liburan dan aktivitas ringan.
Nyeri Miofascial. Riwayat pengobatan menunjukkan penderita mengalami
kegagalan dengan aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid.
Sindrom fibrositis-fibromialgia(6,7,8) Biasanya penderita akan memberikan daftar panjang obat yang
Sindrom Fibromialgia sering dikenal dengan berbagai nama, pernah diminumnya.
antara lain fibrositis, fibromiositis, soft tissue rheumatism. Ten- Riwayat penyakit yang lebih Iengkap biasanya menunjuk-
kan adanya berbagai kondisi yang erat hubungannya dengan fak-

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 25


tor stres, misalnya irritable-bowel-syndrome, irritable bladder, babkan nyeri yang dirujuk ke daerah sekitarnya, sedangkan nyeri
tension headache, migren dan dismenorhoe. Suatu yang khas pada tender point hanya menyebabkan nyeri lokal. Penyuntikan
pada pemeriksaan fisik penderita fibromialgia ialah tidak di- trigger point dengan larutan prokain hidroklorid 1% akan meng-
temukannya gejala obyektif yang setara dengan keluhannya. hasilkan hilangnya rasa nyeri rujukan tersebut.
Satu-satunya penemuan abnormal ialah adanya beberapa titik Pemeriksaan laboratorium biasanya memberikan hasil
nyeri (tender point). Pasien biasanya sadar akan kemungkinan yang normal. Pemeriksaan psikologik menunjukkan keluhan ini
adanya titik-titik ini dan merasa gembira bila dokter dapat me- mem- buruk bila ada stres. Ada yang beranggapan fibromialgia
nemukannya. Bila dokter tidak mengenal lokasi titik tersebut, sebe-narnya merupakan depresi terselubung atau gangguan
biasanya hasil pemeriksaannya normal dan pasien merasa kecewa. anxietas yang somatisasi menonjol dan hipokondria. Penderita
Tender point dapat dirasakan dengan perabaan halus menggunakan fibromial- gia yang jelas menunjukkan depresi, anxietas dan
ibu jari tangan. Titik nyeri ini lebih sensitif daripada titik kontrol. hipokondria umumnya sukar untuk disembuhkan. Hipotesis
Penelitian dengan menggunakan dolorimeter menunjukkan menyatakan adanyä lingkaran setan di antara kejang otot,
bahwa pada lokasi tender point penderita fibromialgia didapat- gangguan tidur, psikologik abnormal (Gambar 2).
kan ambang nyeri yang lebih rendah dibandingkan dengan orang
normal (Gambar 1).

8 PAIRED TENDER POINTS (•)


1. Insertion of nuchal muscles into occiput
2. Upper trapezius (mid portion)
3. Pectoralis muscle just lateral to second costochondral junction
4. 2 cm below lateral epicondyle
5. Upper gluteal az
6. 3 cm posterior to greater trochanter
7. Medial knee in area of bursa
8. Gastrocnemius-achilles tendon junction
Gambar 2. Siklus kejang otot - gangguan psikologik - gangguan tidur dan
4 CONTROL POINTS (o) nyeri pada sindrom fibromialgia
1. Middle of forehead
2. Volar aspect of mid fore arm
3. Thumb nail Gejala utama fibromialgia yang berupa nyeri, kaku dan ke-
4. Muscles of anterior thigh lelahan tidak memberikan hasil bermakna dengan pengobatan
simtomatik. Aspirin dan OAINS memberikan hasil di bawah
Gambar 1. “Tender point” dan “control point” pada sindrom fibromialgia optimal, demikian pulakortikosteroid sistemik. Pemanasan,
pijat, akupunktur, TENS (Transcutaneous Nerve Stimulation),
Tender point tidak hanya terbatas pada penderita fibromial- pere- gangan otot dan penyuntikan tender point dengan
gia, tetapi dapat ditemukan pada keadaan regional pain syn- anestetik lokal hanya memberikan hasil sementara dan tidak
drome, suatu keadaan yang mirip fibromialgia tetapi tanpa di- efektif untuk peng- obatanjangka panjang. Bila pasien tidak
sertai dengan kaku generalisata dan kelelahan. Keadaan tersebut terlibat aktif dalam pro- ses pemulihan, maka prognosisnya
disebut myofascial pain syndrome. Untuk membedakan kedua buruk. Yang lebih penting ialah keterlibatan langsung pasien
titik tersebut, maka titik pada sindrom nyeri miofascial biasanya daripada pemberian resep oleh seorang dokter.
disebut sebagai trigger point. Istilah trigger point bukanlah se- Pasien perlu:
kedar nama saja, karena palpasi pada trigger point akan menye- 1) Menyadari bahwa fibromialgia ialah gangguan disfungsi

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


dan bukan penyakit fisik yang akan mengakibatkan cacat; GANGGUAN YANG DISERTAI NYERI KEJANG OTOT
2) Memperbaiki kesegaran fisik; REFLEKS ATAU SEKUNDER
3) Mengurangi stres; Dari segi reumatologi, kelompok gangguan ini dapat dibagi
4) Menyesuaikan kebiasaan tidur; dalam dua bagian besar, yaitu nyeri kejang otot yang terjadi
5) Tetap dalam aktivitas semula. akibat inflamasi sendi dan nyeri kejang otot yang terjadi akibat
Dokter dapat membantu pasien dengan menyusun program perubahan mekanik (karena ada perubahan postur, deformitas
rehabilitasi, sedangkan untuk memperbaiki gangguan tidur dapat dan penekanan pada saraf). Pembagian ini menurut penulis
diberikan medikamentosa amitriptilin (10-25 mg) atau sikioben- relatif lebih sederhana karena tidak perlu dilihat jenis penya-
zaprin (10-20 mg) menjelang tidur. kitnya. Hal m dikarenakan apa pun jenis penyakitnya, akibat
Sebagaimana halnya dengan berbagai gangguan yang be- yang terjadi pada otot hampir sama. Memang kadang-kadang
lum mempunyai pengobatan. spesifik, maka keberhasilan peng- tidak dapat dibedakan apakah nyeri kejang otot yang terjadi
obatan fibromialgia tergantung dari hubungan antara dokter akibat inflamasi atau akibat perubahan mekanik, karena kedua
dengan pasien, yang kita kenal sebagai seni pengobatan’ (art of keadaan tersebut mungkin saja dapat ditemukan secara bersa-
medicine). maan.

Sindrom nyeri miofascial(6,7,8) 1) Nyeri kejang otot refleks/sekunder akibat inflamasi sendi
Pada sindrom m ditemukan hanya beberapa tender point, Inflamasi merupakan perubahan dinamik sebagai reaksi
tidak adanya nyeri generalisata dan jarang ditemukan keluhan jaringan tubuh terhadap ancaman dan berbagai stimulus. Proses
kelelahan (fatigue). Oleh karena itu sindrom ini lebih sering inflamasi ini karakteristik dengan fenomena kaskade seluler dan
disebut sebagai fibromialgia regional atau terlokalisasi. humoral. Dikenal duajenis mekanisme pertahanan tubuh, yaitu
Seperti disebut di atas, maka titik nyeri pada sindrom ini innate (non-specific) dan adaptive (specific). Setiap jenis terdiri
lebih tepat disebut sebagai trigger point. Perabaan pada trigger dart faktor sel dan faktor yang larut (soluble factor). Inflamasi
point akan menyebabkan nyeri yang dirujuk ke daerah di se- secara normal merupakan proses yang self-limiting. Bila faktor
kitarnya. Kekakuan yang dikeluhkan bersifat regional. Sebagai- penyebab inflamasi telah dibasmi, maka proses inflamasi akan
mana halnya dengan sindrom fibromialgia generalisata, maka reda. Bila respon innate gagal untuk membasmi faktor pencetus,
berbagai faktor pemberat, seperti udara dingin, suara keras maka respon adaptif akan aktif sehingga faktor stimulus dapat
serta faktor emosional, dapat ditemukan; demikian pula adanya dilenyapkan dan kaskade inflamasi akan berakhir. Inflamasi
ber- bagai faktor yang memperingan. kronik terjadi bila faktor yang mencetuskan terjadinya kaskade
Lokasi yang sering dikeluhkan ialah tengkuk (torticolis akut inflamasi tidak dapat dimusnahkan, atau mekanisme untuk
atau sindrom kaku tengkuk), pinggang atas dan pinggang bawah. menghentikan proses ini tidak bekerja (Gambar 3).
Sindrom ini ditemukan sama banyaknya baik pada pria maupun
wanita.
Pengobatan dilakukan dengan menghindari factor pemberat
dan latihan peregangan otot. Penyuntikan trigger point dengan
larutan prokain hidroklorid 1% akan menghilangkan rasa nyeri
rujukan untuk beberapa waktu. Prognosis lebih baik dari sindrom
fibromialgia karena dapat diharapkan penyembuhan sempurna
walaupun sering terjadi kekambuhan (Tabel 2).

Tabel 2. Perbedaan antara Sindrom Fibromialgia dengan Sindrom Nyeri


Miofascial

Sindrom Sindrom
Gambaran
Fibromialgia Nyeri Miofascial
Ratio seks Predominan wanita Pria dan wanita sama
Nyeri Menyeluruh Regional
Lelah Sangat nyata Biasanya tidak ada Gambar 3. Inflamasi akut dan inflamasi kronik
Kaku Generalisata Regional
Palpasi Tender point tersebar lugs Trigger point regional
Pengobatan Pasien ikut serta Menghindari faktor pemberat
Antidepresan tnsiklik Latihan peregangan Pada kaskade inflamasi akibat kerusakan membran sel akan
Prognosis Penyakit mundur-maju Diharapkan resolusi sempurna dilepaskan fosfolipid yang kemüdian secara enzimatik akan
dengan beberapa disabilitas walaupun sering kambuh dihidrolisis menjadi asam arakhidonat, yang kemudian akan
fungsional
dikonversi dalam dua jalur, yaitu siklooksigenase dan lipooksi-
Sumber genase, menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan
Schumacher HR. Primer on the Rheumatic Disease. Ninth Edition. Arthritis leukotrien (Gambar 4). Prostaglandin ada bermacam-macam,
Foundation. Atlanta GA. 1988 halaman 228.
yaitu PGA, PGB, PGI dan PGE(9).

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 27


Akibat nyeri tersebut maka salah satu mekanisme refleks
yang terjadi ialah kejang otot lokal dan selanjutnya akan me-
nambah rasa nyeri yang terjadi.

2) Nyeri kejang otot refleks/sekunder akibat perubahan


mekanik
Kelompok ini dapat dibagi dalam dua kelompok bila di-
hubungkan dengan nyeri yang terjadi pada penyakit reumatik,
yaitu nyeri kejang otot sebagai refleks terhadap gangguan postur
dan nyeri kejang otot sebagai refleks terhadap penekanan saraf.
Kelompok gangguan ini memang lebih sering terjadi pada otot
paravertebral (di sekitar tulang belakang) dan sering menyebab-
kan gangguan yang secara mudah dikenal sebagai nyeri pinggang
dan nyeri tengkuk.
a) Nyeri kejang otot sebagai refleks terhadap gangguan postur
Gangguan postur dapat terjadi karena kelainan pada verte-
bra sendiri maupun akibat deformitas pada ekstremitas bawah.
Gambar 4. Kaskade Inflamasi dan pembentukan prostagladin
Deformitas pada ekstremitas bawah, seperti deformitas pada
sendi panggul (coxae) dan lutut (genu) akan mengakibatkan per-
Nociceptor banyak ditemukan pada akhir dan ujung bebas
ubahan postur.
saraf aferen A delta dan C-fibers. Tidak semua ujung serabut
Postur abnormal akan mengakibatkan perubahan axis pe-
saraf aferen tersebut berfungsi sebagai nociceptor, karena ada
nopang berat (weight-bearing axis) pada vertebra. Pentingnya
serabut yang bereaksi terhadap rangsangan mekanik dan rangsan-
postur abnormal sebagai penyebab nyeri muskuloskeletal sering
gan panas. Nociceptor sangat peka terhadap rangsangan kimia,
dilupakan.
yang disebut sebagai algesic chemical substances, yang berasal
Sebagian besar perubahan postur memang disebabkan ka-
dari endogen, misalnya dari proses inflamasi, trauma atau iskemi.
rena kebiasaan, tetapi sebagian lagi dapat diakibatkan penyakit
Algesic chemical substances tersebut antara lain ialah bradikinin,
atau deformitas pada ekstremitas bawah. Postur abnormal dapat
ion kalsium, serotonin dan prostaglandin. Faktor kimia tersebut
dikoreksi, baik secara pasif maupun aktif, tetapi pada beberapa
seniuanya bersifat vasoaktif yang dapat mengakibatkan vasokon-
kasus tidak dapat dikoreksi. Akibat postur abnormal terjadi ke-
triksi atau vasodilatasi yang akhirnya meningkatkan permeabili-
lemahan atau pemendekan satu kelompok otot dan beberapa
tas kapiler. Efek pada mikrosirkulasi lokal tersebut adalah bagian
ligamen; sebaliknya akan mengendorkan kelompok otot/ligamen
dari proses inflamasi, yang akan meningkatkan rasa nyeri.
lainnya. Bila terjadi deviasi, maka sebagian otot, ligamen dan
Prostaglandin E yang dihasilkan oleh proses inflamasi akan
diskus mengalami beban berlebih (Gambar 6). Postur abnormal
mengadakan interaksi dengan bradikinin untuk mencetuskan
yang sering dijumpai antara lain skoliosis, punggung rata (flat-
rasa nyeri (Gambar 5)(3).
back), hiperkif dorsal dan hiperlordosis lumbal (Gambar 7).

a b
Gambar 6. a. Distnbusi normal berat badan pada keadaa fisiologik:
b. Pada hiperlordosis kifosis terdapat perubahan yang me-
nyebabkan peregangan pada sekelompok otot dan ligament
Gambar 5. Mekanisme fisiologik nyeri pada system muskuloskeletal secara terus menerus.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


PENGOBATAN
Untuk menuju pengobatan yang tepat, maka terlebih dahulu
perlu dicari penyebab nyeri kejang otot tersebut, apakah ter-
masuk nyeri kejang otot primer atau sekunder.
Pengobatan nyeri kejang otot primer perlu membedakan
apakah akibat sindrom fibromialgia atau sindrom miofascial.
Demikian pula pada nyeri kejang otot sekunder, perlu dicari
terlebih dahulu penyebab utamanya, kemudian bila mungkin
pengobatan ditujukan pada penyebab utama tersebut.
Untuk mengatasi nyeri kejang otot, perlu dilakukan kom-
binasi antara pengobatan farmakologik dengan pengobatan non
farmakologik agar tercapai pengobatan yang sempurna. Peng-
obatan farmakologik meliputi pengobatan sistemik dan peng-
obatan secara lokal (Tabel 3).
Tabel 3. Pengobatan Farmakologik pada Nyeri Kejang Otot

Pengobatan Sistemik Pengobatan Lokal


Gambar 4. Postur abnormal
Obat analgesik anti-inflamasi
• Anestetik lokal
• Analgesik antipiretik
b) Nyeri kejang otot sebagai refleks terhadap penekanan saraf • Steroid
• Obat antiinflamasi non-steroid
Gangguan keadaan ini di bidang reumatologi merupakan • Obat antiinflamasi non-steroid topikal
• Analgesik narkotik
keadaan sekunder akibat penyakit sendi degeneratif pada ver- Relaksan otot
tebra. Seperti diketahui, penyakit sendi degeneratif atau osteo- • Pada tingkat otot
artritis terutama menyerang sendi penopang antara lain vertebra • Pada tingkat neuromuskuler
servikal, lumbal, panggul, lutut dan pergelangan kaki. Terse- • Pada tingkat spinal
• Pada tingkat supraspinal
rangnya vertebra servikal dan lumbal akan menyebabkan terjadi
berbagai sindrom (terminologi menurut Wagenhauser), yang Obat psikotropik
• Antidepresan
dalam makalah ini tidak dibicarakan secara luas, yaitu sindrom • Neuroleptik
vertebral,sindrom radikuler dan sindrom pseudoradikuler. Ketiga • Minor Tranquilizer'
sindrom tersebut umumnya diakibatkan penekanan atau iritasi Lain-lain
radiks saraf spinal yang disebabkan penyempitan dan foramen • Calcitonin
• Penyekat beta
intervertebral oleh osteofit, yang mengakibatkan nyeri dan kejang
otot (Gambar 8). Sumber: Emre M. Painful Muscle Spasms. Clinical Research, Sandoz, Basle,
halaman 37.

Makalah ini tidak membahas secara terinci tentang cara


kerja obat tersebut di atas, tetapi hanya terbatas pada penggunaan
obat tersebut pada berbagai keadaan yang disertai dengan kejang
otot. Pada Tabel 4 dapat dilihat manfaat berbagai obat tersebut
terhadap nyeri dan kejang otot pada berbagai sindrom klinik(10).
Seperti telah disebut di atas, maka pada sindrom fibromial-
gia, penggunaan obat analgetik dan anti inflamasi non-steroid
maupun relaksan otot tidak banyak manfaatnya untuk jangka
panjang; penggunaan antidepresan trisiklik banyak membantu.
Sebaliknyapada sindrom miofascial, penyuntikan anestetik lokal
pada trigger point akan sangat membantupenderita. Pada keadaan
ini OAINS dan analgetik ringan dapat membantu untuk jangka
waktu tertentu.
Pada artritis reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, yang
paling bermanfaat adalah obat anti inflamasi non-steroid yang
akan mematahkan rantai inflamasi dan sekaligus menghilangkan
nyeri dan kejang otot yang terjadi, obat-obatan lainnya tidak
bermanfaat.
Pada osteoartritis aktif yang disertai inflamasi sendi yang
nyata yang paling bermanfaat adalah OAINS, sedangkan pada
Gambar 8. Sindrom pseudoradikuler keadaan kronik yang disertai nyeri mekanik, maka OAINS

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 29


Tabel 4. Manfaat Berbagai Obat pada Berbagai Sindrom Klinik terhadap Nyeri dan
Kejang Otot

Analgetik Analgetik Obat Relaksan


Penyakit OAINS Calcitonin
ringan narkotik Psikotropik otot
Fibromialgia
* Lokal + ++ (+) + (+) (+)
* Generalisata + + – + + –
Artritis reumatoid ++ + – – – ?
Osteoartritis
* A cljf ++ (+) (+) – – ?
* Kronik ++ ++ (+) + –
Penyakit spinal
* Sindrom vertebra + ++ + + ++ –
* Sindrom radikuler + + + + ++ –
* Osteoporosis + ++ + + ++ ++
* Inflamasi
++ – – – + –

Keterangan : ++ = sangat bermanfaat; + = bermanfaat; (+) = diragukan manfaatnya; (?) =


manfaat masih dipertanyakan; – = tidak bermanfaat
Sumber : Modifikasi dari Felder M. Medical Treatment of Muscle Spasm and Pain. Dalam :
Muscle Spasm and Pain. Emre M. and Mathies M. ed. The Parthenon Publishing
Group. New Jersey, 1987, halaman 95.

paling bermanfaat dan kombinasi dengan analgetik dan relaksan penyakit reumatik di samping keluhan lain seperti bengkak
otot dapat membantu mengurangi nyeri dan spasme otot. sendi, nyeri gerak, kaku sendi, gangguan fungsi dan deformitas.
Bila deformitas sangat nyata, baik pada artritis reumatoid Kejang otot merupakan pula salah satu masalah penderita reuma-
maupun pada osteoartritis, maka penggunaan obat-obatan tidak tik yang sering dilupakan karena dokter menduga nyeri yang
banyak manfaatnya untuk menghilangkan nyeri. Pada keadaan dikeluhkan penderita hanya disebabkan oleh radang sendi.
ini yang paling bermanfaat adalah tindakan operatif. Kejang otot pada penderita penyakit reumatik secara garis
Pada gangguan spinal yang disertai sindrom radikuler, maka besar dapat dibagi dalam dua kelompok menurut ada/tidaknya
kombinasi penggunaan OAINS dengan relaksan otot sangat faktor pencetus atau penyebab. Kelompok pertaina ialah pen-
membantu untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Calcitonin derita dengan kejang otot yang disertai nyeri tanpa ditemukan
merupakan obat yang paling bermanfaat pada osteoporosis, baik adanya faktor penyebab atau pencetus yang menyebabkan ter-
untuk mengatasi osteoporosis maupun untuk mengatasi nyeri jadinya kejang otot. ini termasuk dalam kelompok yang disebut
yang diakibatkannya. Perlu disadari bahwa obat-obatan tersebut sebagai nyeri kejang otot primer. Contoh yang khas dari kelom-
di atas sangat diperlukan pendenta untuk menghilangkan nyeri. pok ini ialah sindrom fibromialgia. Kelompok kedua ialah ke-
Dengan demikian program latihan fisik untuk memperluas gerak lompok di mana kejang otot yang terjadi sebagai akibat inflamasi
sendi dapat segera dimulai. atau gangguan mekanik (deformitas, postur abnormal dan pene-
Pengobatan non farmakologik yang sebenarnya merupakan kanan saraf). Kelompok ini disebut sebagai nyeri kejang otot
program terapi fisik dan rehabilitasi adalah cara pengobatan lain sekunder.
untuk mengatasi masalah nyeri dan kejang otot, di samping untuk Sebagaimana diketahui, inflamasi akan menyebabkan ter-
memperluas lingkup gerak sendi(11). jadinya kejang otot dan selanjutnya akan menambah keluhan
Jenis terapi fisik yang sering digunakan ialah: nyeri. Siklus inflamasi-nyeri-kejang otot-nyeri ini sering mem-
1) Pemanasan : dangkal & dalam perberat keluhan penderita. Di lain pihak, terjadinya nyeri mekanik
2) Pendinginan akibat perubahan postur, deformitas, penekanan saraf sering pula
3) Transcutaneous electrical nerve stimulation menyebabkan kejang otot dan selanjutnya akan menambah
4) Pijat keluhan nyeri. Sikius gangguan postur/deformitas/penekanan
5) Latihan fisik saraf - nyeri mekanik - kejang otot - nyeri ini akan menambah
6) Manipulasi gangguan fungsi dari bagian yang terserang dan selanjutnya
7) Akupunktur dapat menyebabkan gangguan fungsi penderita secara kese-
Dalam makalah ini tidak dibahas mekanisme kerja terapi luruhan.
fisik di atas. Yang perlu diketahui adalah, bahwa terapi fisik Keadaan tersebut di atas memerlukan pengobatan farmako-
sangat membantu penderita mengatasi rasa nyeri. Dengan de- logik dengan berbagai macam obat anti-inflamasi non-steroid,
mikian penggunaan obat dapat dibatasi, sehingga efek samping obat analgetik, obat relaksan otot, obat psikotropik dan peng-
obat yang tidak diharapkan dapat dikurangi. obatan non-farmakologik, yang sebenarnya merupakan program
terapi fisik/rehabilitasi, seperti penggunaan pemanasan, pendi-
KESIMPULAN nginan, TENS, pijat, latihan fisik dan sebagainya agar tercapai
Nyeri merupakan salab satu masalah utama bagi penderita pengobatan yang lengkap.
KEPUSTAKAAN

1. Darmawan J. Rheumatic Conditions in the Northern Part of Central Java. 6. Schumacher HR. Primer on the Rheumatic Disease. Ninth ed. Atlanta GA:
An Epidemiological Survey. Proefschrift. Rotterdam: Erasmus Universitet Arthritis Foundation, 1988; hal. 227–229.
1988. 7. Wolfe FW. Fibromyalgia: the clinical syndrome. Rheum Dis Clin N Am
2. Sub Bagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokter- 15(1): 1–18.
an Universitas lndonesialRS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Data pen- 8. Campbell SM. Regional myofascial pain syndromes. Rheum Dis Clin N
derita di Poliklinik. Unpublished. Am 15(1): 31–44.
3. Zimmerman M. Physiological mechanism of pain in the musculoskeletal 9. Maini N. Inflammation and Arthritis. New York: Pfizer International Inc.
system. Dalam: Muscle Spasm and Pain. Emre M, Mathibs M. (eds). New 2–5.
Jersey: The Parthenon Pubi Group, 1987; hal. 7–17. 10. Felder M. Medical treatment of muscle spasm and pain. Dalam: Muscle
4. Emre M. Painful Muscle Spasms. Clinical Research. Basle: Sandoz. Spasm and Pain. Emre M, Mathies M. (eds). New Jersey: The Parthenon
5. Mathias II. Problems of terminology. Dalam: Muscle Spasm and Pain. Piibl;Group, 1987; hal. 89–96.
Emre M, Mathies M. (eds). New Jersey: The Parthenon Publ Group, 1987; 11. Forner Valero JV. Physical therapy of muscle spasm and pain. Dalarn:
hal. 1-3. Muscle Spasm and Pain. Emre M, Mathies M. (eds). New Jersey: The
Parthenon PubI Group, 1987; hal. 125–132..

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 31


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Rehabilitasi Medik pada Osteoartritis


Angela B.M. Tulaar
Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN dan abrasi.


Rematik adalah salah satu penyakit yang dapat membuat b) perubahan pada sintesis proteoglikan atau degradasinya.
orang tidak berdaya, tidak dapat melakukan aktivitas kehidupan c) defek (kerusakan) pada fungsi cairan sinovial dan kondrosit.
sehari-hari dan kadang-kadang terpaksa bergantung kepada orang Beberapa faktor lain yang mungkin mempengaruhi progre
lain. sifitas OA seperti:
Osteoartritis termasuk penyakit reatik yang sering dijumpai 1. Lokasi lesi
dan kathng-kadang juga cukup mengganggu aktivitas kita. 2. Jumlah beban pada tulang rawan
Rehabilitasi medik merupakan bagian dari penatalaksanaan 3. Resiliensi tulang
osteoartritis dengan tujuan menghindari atau mengurangi gang- 4. Kelainan sendi yang sudah ada (pre-existing)
guan dan cacat menjadi seminimal mungkin dan mengembalikan 5. Umur
kemampuan fungsi semaksimal mungkin sehingga dapat me- 6. Berat badan
ningkatkan kualitas hidup dan kemandirian seseorang. 7. Olahraga yang menghasilkan mikrofraktur berulang.
Di dalam makalah ini akan dibahas intervensi rehabilitasi 8. Keturunan
medik pada penatalaksanaan menyeluruh osteoartnitis. Pada OA Primer, beberapa sendi yang terserang menurut
urutan menurun adalah sendi lutut, sendi MTP I (Metatarso
DEMOGRAFI, ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Phalangeal) sendi DIP (Distal Inter Phalangeal), sendi CMC
Osteoantritis adalah bentuk antritis atau ‘rematik” yang pa- (Carpo Metacarpal), panggul, leher dan lumbal (punggung).
ling sering dijumpai, dikénal dengan singkatan OA. Kejadiannya Siku dan bahu jarang kecuali pada OA sekunder akibat cedera
meningkat dengan usia, terlihat pada pemeriksaan radiologis fraktur atau yang berhubungan dengan pekerjaan.
tangan dimana 7% pria dan 2% wanita berumur 18–24 tahun
menunjukkan gejala OA sedangkan pada usia 75–79 tahun rata- MASALAH DAN INTER VENSI REHABILITASI
rata semua mempunyai tanda-tanda OA. Di bawah 45 tahun pria Gangguan utama fungsi terjadi akibat keterlibatan sendi pe-
lebih sering terserang danipada wanita tetapi di atas 45 tahun numpu berat seperti lutut yang menyebabkan nyeri dan meng-
wanita lebih sering mendapat OA dan cenderung lebih berat hambat gerak. Berikutnya adalah keterlibatan punggung.
daripada pria. Artritis sendi CMC (Canpo MetaCarpal) yang bermakna dapat
Penyakit ini asimetris, tidak meradang (non inflammatory) menyulit- kan pekerjaan yang menggunakan tangan (manual).
dan tidak ada komponen sistemik. Osteoartritis adalah suatu Peradangan osteoartritis erosif dengan nyeri, bengkak dan
kelainan berupa proliferasi tulang pada batas sendi dan tulang kemerahan pada sendi PIP dan DIP (Proksimal dan Distal
subkondral akibat deteriorasi tulang rawan sendi. Interfalangeal) menye- rupai RA mengganggu ADL (Activities
Penyebab degenerasi tulang rawan tidak diketahui tetapi of Daily Living) yaitu aktivitas hidup sehari-hari.
mungkin termasuk: Karena OA pada dasarnya adalah proses degeneratif maka
a) kerusakan framework kolagen karena fatigue (kelelahan) nyeri biasanya lokal disebabkan oleh penyimpangan biomekanik

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


dari sendi yang terlibat, serta stres dan tegangan pada struktur • Efusi sendi (cairan sendi berlebihan)
periartikuler, yaitu tendon, otot dan saraf, sehingga menyebab- • Kondisi otot sekitar
kan nyeri radiasi ke tempat lain. Nyeri khususnya dapat di- • Tingkat ketahanan umum penderita
sebabkan karena elevasi periosteal oleh spur, mikrofraktur • Kondisi sistem kardiorespirasi Latihan terdiri dari:
trabekuler dan distensi kapsuler dengan akumulasi cairan dan Latihan terdiri dari :
penyakit yang berkaitan dengan deposisi (penimbunan) kristal. 1. Latihan Pasif
Intervensi rehabilitasi mencakup: 2. Latihan Aktif
1) Pengurangan rasa nyeri. 3. Latihan Penguatan
2) Pemeliharaan serta pemulihan rentang sendi (ROM) dan 4. Latihan Ketahanan (Endurance)
kekuatan otot. 5. Latihan Peregangan (Stretching)
3) Pengurangan beban sendi. 6. Latihan Rekreasi
4) Pencegahan atau pengurangan kontraktur. Fisher mendapat perbaikan kekuatan otot, ketahanan dan
5) Pemeliharaan susunan/kesegarisan sendi. kecepatan pada penderita OA lutut yang diberi program latihan
Istirahat merupakan tindakan awal dalam mengatasi nyeri selama 4 bulan, 3 kali seminggu. Peningkatan fungsi otot ber-
terutama pada radang yang akut. Istirahat bersifat: hubungan dengan berkurangnya ketergantungan, kesulitan dan
• Istirahat sistemik/total (tempat tidur) nyeri(8).
• Istirahat lokal dengan bantuan bidai
• Istirahat selingan (waktu tertentu selama pagi dan siang hari) MODALITAS TERAPI
Kerugian: Sebagai penunjang maka terapi lain diberikan berupa:
• Istirahat lokal; telah dibuktikan adanya peningkatan keka- • Terapi panas
kuan jaringan ikat dan sendi serta penurunan integritas tulang • Terapi dingin
rawan; perubahan terjadi setelah 1–2 bulan. • Terapi listrik
• Istirahat sistemik; dapat menyebabkan dekondisi, osteopo- • Terapi air
rosis, hiperkalsemia/hiperkalsiuria, atrofi dan kelemahan otot, • Terapi laser
intoleransi ortostatik, ataksia, penurunan volume jantung dan isi Pemakaian terapi panas untuk mengurangi nyeri pada artri-
sekuncup (stroke volume) serta peningkatandenyut nadi. tis telah lama dikenal. Panas akan mengurangi nyeri; mengurangi
Beberapa peneliti menemukan penurunan lean body mass spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensi-
setelah istirahat selama 2–3 minggu akibat atrofi otot(3). bilitas tendon.
Keuntungan: Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat
• Istirahat lokal; telah didemonstrasikan berkurangnya pe- aktivitas kolagenase di dalam sinovium. Dinginjuga mengurangi
radangan apabila sendi yang meradang diistirahatkan dalam spasme otot(8).
bidai selama 1 minggu atau lebih(4). Terapi listrik TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
• Istirahat sistemik; beberapa penelitian telah melaporkan Stimulation) digunakan untuk mengurangi nyeri melalul kerja-
perbaikan menyeluruh pada penderita rheumatoid artritis yang nya menaikkan ambang rangsang nyeri.
dirawat di rumah sakit selama 1–10 minggu adalah rasional. Air sebagai terapi digunakan terutama dalam memberikan
Perawatan di rumah sakit untuk penderita dengan sendi yang latihan. Daya apung air akan membuat nngan bagian atau ekstre-
sangat meradang diperlukan apabila rawat jalan dan perawatan mitas yang direndam sehingga sendi lebih muda digerakkan.
rumah tidak cukup. Sendi yang parah membaik setelah 1–2 Selain itu, suhu air yang hangat membantu mengurangi rasa
minggu perawatan rumah sakit(5). nyeri.
Latihan atau exercise diketahui: Terapi laser pada dekade terakhir ini mulai populer diguna-
• Meningkatkan dan mempertahankan rentang sendi (ROM = kan pada artritis untuk mengurangi nyeri.
Range of Motion); Ortosis atau alat bantu atau Bidai diberikan untuk :
• Mengajar kembali (re-edukasi) dan menguatkar. otot; • Mengurangi beban sendi
• Meningkatkan ketahanan statik dan dinamik; • Menstabilkan sendi
• Memungkinkan sendi berfungsi secara biomekanik lebih • Mengurangi gerakan sendi
baik; • Memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal
• Meningkatkan fungsi menyeluruh dan rasa-nyaman pen- • Mencegah deformitas
derita. Peralatan penunjang dan adaptif adalah beberapa peralatan
Penderita artritis yang dipertahankan diam terus akan kehi- dasar yang telah dimodifikasi agar dapat digunakan oleh pen-
langan 30% massa otot dalam seminggu dan hingga 5% kekuatan derita dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Peralatan ini
otot perhari(6,7). berfungsi membantu penderita melakukan aktivitas hidup se-
Program latihan harus memperhatikan beberapa hal se- hari-hari dengan menyesuaikan dan mengkompensasi keter-
perti : batasan gerak sendi dan nyeri serta meningkatkan kemandirian-
• Derajat radang sendi nya. Peralatan tersebut harus mudah dibeli, murah, mudah di-
• Penyimpangan mekanik gunakan dan memperbaiki fungsi penderita, misalnya untuk ber-

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 33


jalan dan berpindah tempat (transfer), makan, minum, berpakai- juga reaksi teman, anggota keluarga dan masyarakat.
an, dan kebersihan diri. Bantuan psikologis bagi penderita dan keluarga sering di-
Edukasi merupakan hal yang penting bagi penderita ter- perlukan dan dapat diberikan dalam bentuk terapi kelompok.
utama tentang perjalanan penyakit dan kemungkinan dampaknya Penyesuaian seksual adalah salah satu masalah yang sering
terhadap gaya hidup, pekerjaan serta aktivitas santai penderita. harus dihadapi penderita rematik osteoartritis yang mengalami
Untuk proteksi atau pemeliharaan sendi (Joint Protection) gangguan keterbatasan sendi daerah panggul, lutut, bahu, tangan
dikenal 12 prinsip sebagai berikut: dan punggung, di samping rasa nyeri. Masalah ini memerlukan
1) Memakai sendi yang terkuat atau terbesar untuk melakukan penanganän tersendiri misalnya edukasi atau penyuluhan ten-
tugas. tang sikap atau posisi yang tepat yang disarankan untuk gangguan
2) Membagi beban pada beberapa sendi. sendi tertentu.
3) Gunakan setiap sendi pada posisi yang paling stabil dan
fungsional. PENUTUP
4) Gunakan mekanisme tubuh yang baik. Telah dibahas tentang intervensi rehabilitasi medik pada
5) Kurangi tenaga yang diperlukan untuk melakukan pekerja- penderita osteoartritis. Walaupun penyakit ini progresif dengan
an. usia dan tidak dapat dihambat atau disèmbuhkan, namun de-
6) Hindari terlalu lama mempertahankan posisi sendi yang mikian upaya rehabilitasi medik di samping obat-obatan dan
sama. tindakan bedah dapat membantu penderita tetap hidup aktif
7) Usahakan gerakan sendi penuh dan lengkap dalam aktivitas dengan osteoartritisnya serta sedapat mungkin mempertahankan
sehari-hari. kualitas hidup yang baik.
8) Hindari posisi dan aktivitas sendi.
9) Organisasikan pekerjaan.
10) Seimbangkan pekerjaan dan istirahat. KEPUSTAKAAN
11) Gunakan penyimpanan yang efisien.
1. Hicks JE, Gerber LH.. Rehabilitation of the Patient with Arthritis and
12) Hilangkan tugas yang tidak penting. Connective Tissue Disease. In: Delisa JA (ed) Rehabilitation Medicine
Hemat energi merupakan hal yang penting untuk memaksi- Principles and Practice. Philadelphia: JR Lippincott, 1988; pp 765–794.
malkan fungsi terutamapâda reumatik yang sistemik dan disertai 2. Meachim 0, Brooke 0. Pathology of OA in Osteoarthritis : Diagnosis and
fatigue atau kelelahan. Mekanisme hemat energi termasuk : Management, pp 29–39. Moscowitz Ret al (eds) : Philadelphia, Saunders,
1984.
• Maksimalisasi fungsi biomekanik sendi untuk mengefek- 3. Greenleaf JE, Bernauer EM, Juhos iT, et al. Effects of exercise on fluid
tifkan ambulasi dan fungsi tangan yang efisien energi, misalnya exchange and body composition in man during 14 day bed rest. J Appl.
dengan penggunaan ortosis dan alat bantu yang tepat. Physiol 1977; 43: 126–32.
4. Nicholas JJ, Ziegler G. Cylinder Splints : Their use in the treatment of
• Penggunaan peralatan adaptif dan pakaian yang tepat. arthritis of the knee. Arch Phys Med Rehabil 1977; 58: 264–67.
• Rancangan lingkungan yang tepat. 5. Lee P, Kennedy AC, Anderson J, Buchanan WW. Benefits of hospitalize-
• Periode istirahat di siang hari. tion in rheumatoid arthritis. QJ Med (New Series) 1977; 43: 205–214.
6. Kohke F. The effects of limitation of activity upon the human body.
• Mempertahankan gerak sendi dan kekuatan. JAMA 1966; 196: 825–830.
• Mempertahankan sikap yang tepat. 7. Muller EA. Influence of training and activity on muscle strength, Arch Phys
Intervensi psikososial diperlukan pada penderita yang me- Med 1970; 51: 449–62.
nunjukkan gejala reaksi menyangkal, represi dan depresi serta 8. Fisher NM, Pendergast DR, Greshani GE, Calkins E. Muscle Rehabilita-
tion: Its effects on muscular and functional performance of patients with
marah. Hal ini terjadi apabila penyakitnya terutama rasa nyeri knee osteoarthritis. Arch Phys Med Rehabilitation, 1991; 72(6): 367–74.
sangat mengganggu sehingga selain mengatasi rasa nyeri ia 9. MigliettaO. Action of cold on spasticity. lmJ Phys Med 1973; 52: 198-202.
harus menyesuaikan dengan keterbatasan fungsi ataupun de- 10. Long K, Fries JF. The Arthritis Helpbook, Addison-Wesley PubI. Co.
formitas baik karena penyakit maupun akibat sampingan obat; Reading, Massachusetts, 1980.

Many acquaintances, but few friends


(Johnson)

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Osteoartritis dari Segi Neurologi


R.T. Rumawas
Bagian NeurologiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Pusat Kajian Otak Indonesia, Jakarta

Osteoarthnitis (Sin.: osteoarthrosis, hyperytrophic arthritis, Faktor predisposisi adalah tiap kondisi yang menyebabkan
degenerative joint disease) adalah gangguan sendi berupa : kerusakan pada permukaan sendi yang mengganggu artikulasi :
• Penipisan dan kerusakan pada tulang rawan sendi yang trauma, fraktura, inflamasi, obesitas, kristal deposit (asam urat),
progresif, perdarahan (hemofihia), dan lain-lain.
• Sekunder:skierosis dan pembentukan osteofit dengan akibat
hilangnya fungsi persendian. KELUHAN DAN GEJALA
Sebutan arthritis atau arthrosis tergantung pada segi Umumnya terdapat pada manula. Gejala utama adalah rasa
pandangan. Yang menganggap inflamasi adalah sekunder nyeri terutama waktu istirahat sesudah sendi bersangkutan
menyebutnya osteo- arthrosis, yang menganggap inflamasi yang banyak digunakan.
primer menyebutnya osteoarthritis. Kaku sendi pada pagi hari dan sesudah istirahat. Dalam ke-
Osteoarthritis primerjika penyebabnya tidak diketahui atau adaan akut terdapat pembengkakan tulang, nyeri tekan, rasa
dianggap herediter dan osteoarthnitis sekunder jika penyebabnya panas lokal, krepitasi dan pembatasan gerakan.
diketahui. Gangguan fungsi, karena gangguan gerakan pada sendi
yang terserang.
KLASIFIKASI Deformitas, juga karena kerusakan sendi, tulang rawan,
A. Primer : 1. Perifer (umum) tulang osteofit dan benjolan-benjolan Heberden (DIP-joint) dan
2. Spinal Bouchard (PIP-joint) pes varus dan hallux valgus.
B. Sekunder : 1. Kongenital
2. Metabolik DISTRIBUSI
3. Trauma Osteoarthritis adalahpenyakit khronis-progresifyang sering
4. Inflamasi terdapat, terutama pada manula. Secara radiologis pada 80% dari
5. Endokrin populasi terdapat tanda-tanda osteoarthritis yang dengan me-
6. Degenerasi ningkatnya umur frekuensinya meningkat dengan tajam. Umum-
Menurut lokasi OA dibagi juga dalam: nya pada wanita dan pria terdapat sama banyaknya hanya pada
1. OA perifer umur di bawah 45 tahun lebih banyak pada pria dan di atas 45
2. OA spinal. tahun lebih banyak pada wanita.
Prevalensi tidak terpengaruh oleh iklim, lokasi geografis
PATOLOGI DAN PENYEBAB maupun faktor etnis.
Pada permulaan terjadi fibrilasi, penipisan dan robekan
lapisan tulang rawan. Kemudian sekunder terjadi perubahan Distribusi anatomis(1)
tulang di bawahnya berupa osteofit, kista dan sklerosis yang A. Osteoarthritis umum (OAU):
menyebabkan hilangnya lapisan tulang rawan, disorganisasi – Bilateral 80%
permukaan tulang sendi, fibrosis pada kapsula, ankilosis dan – Monoartikuler ± 10%
hilangnya fungsi persendian. – Sendi lutut ± 75%

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 35


– Tangan dan jari–jari± 60% lalu sesuai dengan keluhan dan gejala klinis.
– Kaki ± 40%
– Panggul ±25% Terapi
– Bahu ± 15% Proteksi terhadap trauma batang leher, membatasi gerakan
B. Osteoarthritis Spinal (OAS): fleksi dan rotasi, kalau perlu dengan cervical collar. Traksi,
– Lumbal 30% diatermi dan ultrasound dapat bermanfaat.
– Cervical 20% Terhadap rasa nyeri diberi analgetik, NSAID dan anti-
depresan.
OSTEOARTHRITIS SPINAL
Jarang ditemukan di bawah umur 30 tahun, sesudah 45 ta- Spinal stenosis
hun ditemukan lebih sering dan pada manula ditemukan pada Penyempitan kanalis vertebralis selain disebabkan oleh ke-
kurang lebih 80% secara otopsi. Terdapat predileksi terhadap lainan kongenital dapat disebabkan hipertrofi sendi facet. Karena
bagian-bagian kolumna vertebralis yang lebih mobil seperti di osteoarthritis di daerah servikal, thorakal maupun lumbal.
daerah servikal bawah (C4-C7) dan di daerah lumbosakral. Gejala utama adalah nyeri radix, paraesthesia dan kelemah-
Mobilitas lebih besar di bagian-bagian ini menyebabkan daerah an pada waktu berdiri lama atau berjalan (neurogenic claudica-
ini lebih rentan terhadap strain dan trauma. tion) yang berkurang kalau duduk, membongkok atau tiduran.
Arthritis progresif dan degeneratif pada sendi facet (zygo- Gejala neurologis terutama timbul pada waktu jalan dan test
apophyseal) berakibat pembentukan penebalan pinggir verte- Lasegue berbeda pada HNP, di sini negatif. Lambat laun dapat
brae dan pembentukan osteofit yang menonjol ke dalam fora- menyebabkan gejala-gejala myelopati berupa rasa nyeri, para
mina intervetebrales hingga lubang ini menjadi sempit. Destruksi esthesia, gejala-gejala motoris dan otonom. Foto Rontgen, myelo-
progresif diskus intervertebrales, menipisnya tulang rawan ver- CT atau MRI dapat memastikan diagnosis.
tebrae, sklerosis dan rusaknya lapisan tulang di bawah lapis tu- Terapi operatif, laminektomi dan dekompresi dapat menghi-
lang rawan menyebabkan ruangan intervertebral menjadi lebih langkan keluhan dan gejala-gejala.
sempit dan turut menyebabkan menyempitnya foramina inter-
vertebrales. Selain konstriksi foramina intervertebrales, osteofit NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN)
dapat juga menyebabkan konstriksi kanalis spinalis. Spinal ste- Suatu keluhan yang sering ditemukan dapat disebabkan
nosis dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan mielo- selain trauma (Strain), infeksi tulang dan alat-alat dalam dapat
pati. disebabkan juga oleh penyakit degeneratif pada tulang seperti
Tekanan pada pembuluh darah (arteria dan vena) menye- osteoarthritis, spondyloarthritis dan hernia nuleus pulposus. Se-
babkan kongesti, iritasi dan kerusakan serabut-serabut radices lain pemeriksaan klinis neurologis, foto Rontgen, myelo-CT
dan Nn. spinales. Di daerah leher dikenal sebagai cervical dan MRI dapat membantu menetapkan diagnosis.
syndrome dan di daerah lumbal dapat menjadi salah satu sebab
dari lumbago (low back pain). Terapi
Umumnya dimulai secara konservatif dengan istirahat di
CERVICAL SYNDROME tempat, analgetika, NSAID, relaksan otot dan antidepresan. Jika
Nyeri di tengkuk dapat timbul mendadak akibat trauma atau tidak berhasil baru dipikirkan intervensi operatif sesudah penye-
terjadi perlahan-lahan. Rasa nyeri sering menjalar ke bahu atau bab dan lokasinya ditetapkan.
lengan atas. Jika terasa di bagian dalam sukar dilokalisasi. Te-
kanan pada radices menyebabkan rasa tebal dan paresthesia. KEPUSTAKAAN
Gerakan leherjadi terbatas dan sering disertai krepitasi dan rasa
1. Moll JMH. Rheumatology in Clinical Practice.
nyeri. Gangguan akibat tekanan mendadak pada a. vertebralis 2. Bullough PG. Boachie-Adjei 0. Atlas of Spinal Diseases.
dapat menimbulkan, nyeri kepala, vertigo, tinnitus atau drop 3. Shipley. A Colour Atlas of Rheumatology.
attacks. 4. Cotta. Orthopaedics.
Foto Rontgen dengan proyeksi AP, lateral dan oblique dapat 5. Lindsay KW, Bone I, Callendar R. Neurology and Neurosurgery Illus-
trated.
memperlihatkan spondylosis, osteofit dan penyempitan foramen 6. Beary III JFet a! (Eds). Manual of Rheumatology and Outpatient Orthopedic
intervertebralis. Akan tetapi gambaran rontgenologis tidak se- Disorders.

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek


Neurologi
I Made Oka Adnyana
Laboratorium/UPF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

PENDAHULUAN ANGKA KEJADIAN


Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi
terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti
mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral palsy akan
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada ja- menurun(5). Narnun di negara-negara berkembang, kemajuan
ringan otak yang belum selesai pertumbuhannya(1,2) Walaupun tektiologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi
lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkem- risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan
bangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi gangguan perkembangan.
serebral. Adanya variasi angka kejadian di berbagai negara karena
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah pasien cerebal palsy datang ke berbagai klinik seperti klinik
William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah saraf, anak, klinik bedah tulang, klinik rehabilitasi medik dan se-
cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia bagainya. Di samping itu juga karena para klinikus tidak kon-
neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali mem- sisten menggunakan definisi dan terminologi cerebral palsy.
perkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit
menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitian-
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui nya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak
untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, 2,5 per 1000 kelahiran hidup(6), sedangkan di Skandinavia se-
namun adanya gangguan perkembangan mental dapat meng- banyak 1,2 - 1,5 per 1000 kelahiran hidup(7). Gilroy memperoleh
halangi tercapainya tujuan pengobatan. 5 dan 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi- dengan cerebral palsy(8); 50% kasus termasuk ringan sedangkan
disiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang
disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong
psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus; 25%
Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30% kasus
tua dan masyarakat(3,4). menunjukkan IQ di bawah 70; 35% disertai kejang, sedangkan

Disampaikan pada temu ilmiah dalam rangka HUT ke VII Klinik Tumbuh
Kembang, Lab IKA/FK Unud RSUP. Denpasar. tanggal 17 April 1993.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 37


50% menunjukkan adanya gangguan bicara. Laki-laki lebih lum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun
banyak daripada wanita (1,4:1,0). Insiden relatif cerebral palsy (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang ter-
yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik adalah sebagai lambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan
berikut: spastik 65%, atetosis 25%, dan rigid, tremor, ataktik serba canggung.
I0%(9). 4) Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
ETIOLOGI 5) Gangguan perkembangan mental
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga Retarçlasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak
periode(6,8,10) yaitu: dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis
1) Pranatal : spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi
a) Malformasi kongenital. mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang
b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan ke- cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
lainanjanin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomega- Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri
lovirus, atau infeksi virus lainnya). tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota
c) Radiasi. gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikem-
d) Tok gravidarum. bangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, per-
e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, kembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal). 6) Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya:
2) Natal : hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan
a) Anoksialhipoksia. bicara, gangguari sçnsibilitas.
b) Perdarahan intra kranial. 7) Problem emosional terutama pada saat remaja.
c) Trauma lahir.
d) Prematuritas. KLASIFIKASI
3) Postnatal : Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada
a) Trauma kapitis. kesempatan ini akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran
b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, trom- klinis dan derajat kemampuan fungsionil(2,3,4,5).
boplebitis, ensefalomielitis. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy
c) Kern icterus. adalah sebagai berikut:
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan peri- 1) Tipe spastis atau piramidal.
natal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan a) Hipertoni (fenomena pisau lipat).
berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor b) Hiperrefleksi yang djsertai klonus.
genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin me- c) Kecenderungan timbul kontraktur.
rupakan faktor penyebab cerebral palsy. d) Refleks patologis.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebab- a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
kan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidup- b) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota
an(11,13). Sedang1 faktor pasca natal mulai dari bulan pertama gerak bawah lebih berat.
kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota
tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun gerak atas sedikit lebih berat.
(Perlstein, Hod, 1964) (dikutip dari 12). d) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua
GAMBARAN KLINIK anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadri-
Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan plegi.
luasnyajari.ngan otak yang mengalami kerusakan(6,7,10). 2) Tipe ekstrapiramidal
1) Paralisis Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter,
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, mono- seperti atetosis, distonia, ataksia.
plegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi
atau campuran. mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiper-
2) Gerakan involunter refleksi ringan, jarang sampai timbul klonus.
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan Pada tipe ini kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai
tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetnis dan disantni.
3) Ataksia 3) Tipe campuran
Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebe- Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas,

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea. Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional. seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus,
1) Ringan: sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy
Penderita masih bisa melakukan pekerjaanlaktifitas sehari- tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi.
hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali mem- Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen,
butuhkan bantuan khusus. sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul
2) Sedang: hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan ber- yang berhubungan dengan ventrikel.
macam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau
dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang
Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi
mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis,
bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik. yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi(4,5,13,14).
3) Berat:
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik DIAGNOSIS
dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap ten-
Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat Se- tang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memper-
dikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam hatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan
rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik
untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksa-
maupun lingkungannya. an berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada
bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan
PATOGENESIS motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya fase hipotoni.
neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3- Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah
4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan
ke 5–6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa meng- EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala mo-
akibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis torik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering di-
totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. sertam kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada kepala dilakukan untuk mencoba mencani etiologi.
masa gestasi bulan ke 2–4. Gangguan pada fase ini bisa meng- Pemeniksaan psikologi untuk menentukan tingkat ke-
akibatkan mikrosefali, makrosefali. mampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada sekolah biasa atau sekolah luar biasa(3,4,15).
masa gestasi bulan 3–5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu
secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan PENATALAKSANAAN
subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; se- Tidak ada terapi spesifik terhadap cerebral palsy. Terapi
dangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone bersifat simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi
germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau
masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti poli- mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis
mikrogiri, agenesis korpus kalosum. terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan ke-
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 berhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan cerebral
sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat
akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. ringan, sedang dan berat.
Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien
tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah
dan pembentukan selubung mialin. deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan se-
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat hingga pendenta sedikit mungkin memerlukan pertolongan
dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri.
terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks Obat-obatan yang diberikan tergantung pada gejala-gejala
motorik traktus piramidalis daerah paraventnkuler ganglia yang muncul. Misalnya untuk kejang bisa diberikan anti kejang.
basalis, batang otak dan serebelum. Untuk spastisitas bisa diberikan baclofen dan diazepam. Bila
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan gejala berupa nigiditas bisa diberikan levodopa.
intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering ber- Mungkin diperlukan terapi bedah ortopedi maupun bedah
kombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis. saraf untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 39


Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga KEPUSTAKAAN
penanganan psikolog atau psikiater untuk mengatasi perubahan 1. Hadinoto, S. Wirawan. Aspek neurologik cerebral palsy. Buletin PNPNCH
tingkah laku pada anak yang lebih besar. Yang tidak boleh di- 1977; 3: 36.
lupakan adalah masalah pendidikan yang harus sesuai dengan 2. Nuartha AABN. Cerebral Palsy. 25 tahun Neurologi FK. UNUD (kumpul-
tingkat kecerdasan penderita. an makalah). 1987.
3. Capute AJ, Accardo PJ. Cerebral palsy. The spectrum ofmotordysfunction.
Occupational therapy ditujukan untuk meningkatkan in: Capute AJ, Accardo PJ, (eds). Developmental Disabilities in Infancy
kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki ke- and Childhood. Baltimore: Paul H. Brookes PubI Co. 1991; 335–47.
mampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengena- 4. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea &
kan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya. Febiger 1990; 306–7.
5. Suwirno T, Lily DS. Cerebral palsy. Neurona 1991; 9: 12–7.
Speech therapy diberikan pada anak dengan gangguan 6. Huttenlocher PR. Cerebral palsy. In: Nelson Textbook of Pediatrics.
wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli(4,15). Tokyo: Igaku Shoin ltd. 1983.
7. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. A sign and symptom approach.
PROGNOSIS Philadelphia: WB Saunders Co. 1988; 246–78.
8. Gilroy J, Meyer iS. Medical Neurology. New York: Macmillan PubI Co.
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. 1979; 114–21.
Di Inggris dan Skandinavia 20 – 25% pasien dengan cerebral 9. Chusid JG. Corellative Neuroanatomy and Functional Neurology. 18th. ed.
palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30–35% New York: Lange Medical Publ 1982; 304.
dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental me- 10. McKinlay 1. Cerebral Palsy ofChildhood. International Medicine 1983; 11:
1465–69.
merlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat 11. FreemaniM, Nelson KB. Intrapartum asphyxiaand Cerebral palsy. Pediatr.
fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila di- 1988; 82: 240–48.
sertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan 12. Lipkin PH. Epidemiology of the Developmental Disabilities. In: Capute
penglihatan dan pendengaran. AJ, Accardo PJ. Developmental Disabilities in Infancy and Childhood.
Baltimore: Paul H Brookes PubI Co. 1991; 48–52.
Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper 13. Torfs CP, Van den Berg Bi, Oechsli FW, Cummins S. Prenatal and perinatal
dkk seperti dikutip oleh Suwirno T(5) menyebutkan ada tendensi factor in the etiology of cerebral palsy. I. Pediatr. 1990; 115: 615–19.
perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertam- 14. Volpe JJ. Neurology of the Newborn. Second ed. Philadelphia: WB
bahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabili- Saunders Co. 1987; 32–62.
15. Gamstrop I. Cerebral palsy. Paediatric Neurology. Second ed. London:
tasi yang baik(4,5). Butterworths. 1985; 274–93.

There is no true action without will


(Rousseau)

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Masalah Diagnosis Nyeri Kepala


Dr. Budi Riyanto W.
Dokter Spesialis Saraf, Bogor

PENDAHULUAN dengan penyakit sistemik, atau gangguan di sekitar wajah,


Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering di- telinga, mata, gigi dan sinus paranasal. Nyeri kepala akibat
jumpai dalam praktek sehari-hari, meskipun sebenarnya – ter- radang, aneurisma, tumor atau abses otak jarang ditemukan,
utama dari jenis menahun – jarang sekali disebabkan oleh meskipun harus tetap merupakan perhatian karena penatalak-
gangguan organik. sanaan yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan
bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena ANAMNESIS
keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya didiagnosis sebagai
Mula timbul
migren. Sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta(1986)
Nyeri kepala yang dimulai sejak masa kanak-kanak, masa
didapatkan 273 (17,4%) pasien baru dengan nyeri kepala di
remaja atau dewasa muda biasanya migren; jenis ini umumnya
antara 1298 pasien baru yang berkunjung selama Januari sd.
berhenti pada saat menopause, meskipun pada beberapa kasus
Mei 1986.
justru mulai dirasakan pada masa tersebut.
Di Amerika Serikat, dalam satu tahun lebih dari 70% pen-
Nyeri kepala tipe tegang dapat mulai diderita setiap saat; Se
duduknya (pernah) mengalami nyeri kepala, lebih dari 5% men-
dangkan nyeri kepala yang baru mulai dirasakan pada usia yang
cari/mengusahakan pengobatan, tetapi hanya ± 1% yang datang
lebih lanjut harus diselidiki kemungkinan penyebab organiknya
ke dokter/rumah sakit khusus untuk keluhan nyeri kepalanya.
seperti arteritis temporalis, gangguan peredaran darah otak atau
tumor.
KLASIFIKASI
Hati-hati terhadap nyeri kepala yang progresif memberat
Mengingat nyeri kepala merupakan gejala yang dapat dise-
karena mungkin didasari kelainan organik; makin lama nyeri
babkan oleh berbagai kelainan baik struktural maupun fungsional,
kepala diderita tanpaberubah sifat, makin besar kemungkinan-
maka diperlukan klasifikasi dan kriteria diagnosis dan masing-
nya disebabkan oleh faktor-faktor yang jinak (benign).
masingjenis nyeri kepala agar didapatkan kesamaan pengertian.
Usaha klasifikasi tersebut membutuhkan waktu bertahun-tahun, Lokasi
melibatkan para pakar dari seluruh dunia, dan pada tahun 1988 Nyeri kepala migren dapat dirasakan di manapun, paling
dihasilkan klasifikasi nyeri kepala oleh International Headache sering di daerah temporal (pelipis), bisa unilateral, bilateral atau
Society (IHS) (Tabel 1). berganti-ganti. Nyeri kepala unilateral di sekitar orbita dapat
disebabkan oleh nyeri kepala klaster.
DIAGNOSIS Nyeri kepala akibat gangguan gigi-geligi, sinus atau mata
Mengingat diagnosis nyeri kepala sebagian besar didasar- biasanya dirasakan di daerah frontal, dapat menjalar ke oksipital
kan atas keluhan, maka anamnesis memegang peranan penting. dan Jeher, sedangkan nyeri bitemporal dapat disebabkan oleh
Dalam praktek sehari-hari, jenis yang paling sering dijumpai tumor sella/parasella. Nyeri kepala akibat tumor, bergantung
ialah nyeri kepala tipe tegang (tension-type headache) dan letaknya, bila supratentorial umumnya dirasakan di frontal atau
migren (migraine); baru kemudian nyeri kepala yang dikaitkan vertex, sedangkan bila letaknya infratentorial/fossa posterior

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 41


biasanya dirasakan di oksipital. Bila tumor itu melibatkan dura
Tabel 1. New International Headache Society classification of headache atau tulang, maka nyerinya dirasakan setempat.
1. Migraine 7.6 Intracranial neoplasm Hematoma subdural dapat menyebabkan nyeri kepala yang
1.1 Migraine without aura 7.7 Headache associated with
1.2 Migraine with aura other intracranial disorder sedang, dirasakan di sekitar lesi, umumnya di daerah fronto-
1.3 Opthalmoplegic migraine 8. Headache associated with sub- parietal; bersifat khronis, intermiten, dimulai sejak trauma ter-
1.4 Retinal migraine stances or their withdrawal jadi.
1.5 Chil periodic syndromes that may 8.1 Headache induced by acute Meskipun nyeri kepala tipe tegang terutama dirasakan di
be precursors to or associated with sub stance use or exposure
migraine 8.2 Headache induced by chronic daerah oksipital, leher dan sekitar bahu, kadang-kadang juga
1.6 Complications of migraine substance use or exposure bisa dirasakan di frontal, bisa unilateral maupun bilateral. Nyeri
1.7 Migrainous disorder not fulfill- 8.3 Headache from substance with daerah leher dan/atau bahu harus dibedakan dengan yang di-
ing above criteria drawal (acute use) sebabkan oleh gangguan diafragma atau iskemi miokard.
2. Tension-type headache 8.4 Headache from substance with
2.1 Episodic tensic.r -type headache drawal (chronic use)
2.2 Chronic tension-type headache 8.5 Headache associated with sub Frekuensi
2.3 Headache of the tension-type not stances but with uncertain me Pola serangan nyeri dapat merupakan petunjuk diagnosis,
fulfilling above criteria chanism terutama tipe klaster yang khas, berupa serangan-serangan singkat
3. Cluster headache and chronic 9. Headache associated with non-
paroxysmal hemicrania cephalic infection antara 30–90 menit, berulang 2–6 kali sehari selama beberapa
3.1 Cluster headache 9.1 Viral infection hari, kemudian dapat remisi selama beberapa minggu sampai
3.2 Chronic paroxysmal hemicrania 9.2 Bacterial infection beberapa tahun.
3.3 Cluster headache-like disorder not 9.3 Headache related to other in Migren juga dapat bersifat sporadik, sedangkan nyeri ke-
fulfilling above criteria fection
4. Miscellaneous headaches un- 10. Headache associated with pala tipe tegang umumnya bersifat menetap, berangsur-angsur
associated with structural lesion metabolic disorder memberat atau berfluktuasi selama berhari-hari.
4.1 Idiopathic stabbing headache 10.1 Hypoxia
4.2 External compression headache 10.2 Hypercapnia Sifat
4.3 Cold stimulus headache 10.3 Mixed hypoxia and hypercapnia
4.4 Benign cough headache 10.4 Hypoglycemia Nyeri berdenyut dapat disebabkan oleh demam, migren,
4.5 Benign exertional headache 10.5 Dialysis hipertensi atau tumor hemangioma. Nyeri kepala akibat tumor
4.6 Headache associated with sexual 10.6 Headache related to other meta atau meningitis biasanya menetap dan nyeri, kadang-kadang
activity bolic abnormality juga terasa berdenyut. Nyeri kepala tipe tegang dirasakan me-
11. Headache or facial pain asso-
5. Headache associated with head ciated with disorder of cra- nekan, persisten dan kadang-kadang dirasakan seperti diikat.
trauma nium, neck, eyes, ears, nose, Nyeri paling hebat disebabkan oleh pecahnya aneurisma,
5.1 Acute post-traumatic headache
5.2 Chronic post-traumatic headache
sinuses, teeth, mouth, or other meningitis, demam, migren atau yang berhubungan dengan
facial or cranial structures hipentensi maligna; nyeri hebat dan mendadak (thunderclap),
6. Headache associated with vas- 11.1 Cranial bone apalagi bila disusul dengan rasa lemah dan penurunan kesadaran
cular disorders 11.2 Neck
6. 1 Acute ischemic cerebrovascular 11.3 Eyes harus dicurigai disebabkan oleh aneunisma intrakranial yang
disorder 11.4 Ears pecah; di lain pihak, perdarahan yang tenlokalisasi di parenkim
6.2 Intracranial hematoma 11.5 Nose and sinuses otak tidak akan menyebabkan nyeri kepala, kecuali bila bocor ke
6.3 Subarachnoid hemorrhage 11.6 Teeth, jaws, and related struc
tures ruang ventrikel atau subanakhnoid.
6.4 Unruptured vascular malforma-
tion 11.7 Temporomandibular joint Nyeri kepala akibat tumor atau abses biasanya bersifat Se-
6.5 Arteritis disease dang, demikian juga dengan nyeri yang disebabkan oleh proses
6.6 Carotid or vertebral artery pain 12. Cranial neuralgias, nerve di daerah sinus, gigi geligi atau mata.
6.7 Venous thrombosis trunk pain, and deafferenta-
tion pain Nyeri kepala migren jarang berlangsung lebih dari 14 jam,
6.8 Arterial hypertension
6.9 Headache associated with other 12.1 Persistent (in Contrast to tic-like) yang khas ialah adanya periode bebas keluhan di antara serangan;
vascular disorder pain of cranial nerve origin sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat berlangsung berhari-
12.2 Trigeminal neuralgia hari, bahkan bertahun-tahun.
7. Headache associated with non- 12.3 Glossopharyngeal neuralgia
vascular intracranial disorder 12.4 Nervus intermedius neuralgia Nyeri yang terutama dirasakan di pagi hari, selain yang
7.1 Highcerebrospinalfluidpressure 12.5 Superior laryngeal neuralgia disebabkan oleh tumor, juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi,
7.2 Low cerebrospinal fluid pressure 12.6 Occipital neuralgia atau migren biasa.
7.3 Intracranial infection 12.7 Central causes of head and
7.4 Intracranial sarcoidosis and other
Mignen timbul di saat ketegangan emosional, cuaca panas,
facial pain other than tic
noninfectious inflamma tory douloureux kesibukan yang meningkat; sedangkan nyeri kepala yang ber-
diseases 12.8 Facial pain not fulfilling hubungan dengan sinus muncul saat infeksi saluran napas, di
7.5 Headache related to intrathecal criteria in groups 1 or 12 saat pergantian musim atau berkaitan dengan alergi.
injections 13. Headache not classifiable
Gejala penyerta
Source : Headache Classification Committee of the International Headache Gejala prodromal berupa perubahan suasana hati atau nafsu
Society (1988)
makan dapat dirasakan 1 – 2 hari sebelum serangan migren;
selain itu juga migren kadang-kadang didahului semacam aura
berupa skotoma dan/atau parestesi

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


Pembengkakan mukosa hidung dan/atau injeksi konjung- KEADAAN DARURAT PASIEN NYERI KEPALA
tiva, selain disebabkan oleh alergi juga dapat ditemukan pada Nyeri kepala dapat menandakan keadaan darurat pada bebe-
serangan migren; tetapi bila unilateral, umumnya berkaitan rapa kasus, yang tersering ialah yang berkaitan dengan penyakit
dengan nyeri kepala klaster. sistemik; biasanya bersifat akut disertai gejala penyakit yang
Keluhan gastrointestinal berupa anoreksia, mual, muntah mendasarinya.
biasanya dikaitkan dengan migren; meskipun demikian Se- Keluhan yang sebaiknya diperhatikan lebih lanjut ialah yang
benarnya dapat ditemukan pada setiap jenis nyeri kepala; makin bersifat
berat nyeri kepala, makin sering gejala-gejala tersebut dirasakan. * Nyeri kepala yang pertama atau terberat dirasakan selama
Muntah tanpa didahului mual dapat merupakan gejala tumor ini, apalagi bila bersifat akut dan disertai gangguan neurologik.
intrakranial, terutama yang terletak di fossa posterior; pada * Nyeri kepala subakut yang memberat secara progresif dalam
migren dapat ditemukan gejala mual dan/atau munt saja tanpa beberapa hari/minggu.
nyeri kepala yang berarti; selain itu pernah dijumpai keluhan- * Nyeri kepala yang disertai demam, mual dan muntah yang
keluhan lain seperti diare, konstipasi dan rasa kembung. tidak berkaitan dengan penyakit sistemik.
Poliuri merupakan gejala yang berkaitan dengan migren, * Nyeri kepala disertai gangguan neurologik fokal, papil-
sedangkan pada tipe tegang, yang meningkat adalah frekuensinya. edema, gangguan/perubahan kesadaran dan/atau kaku kuduk.
Gejala-gejala psikik seperti insomnia, rasa Ielah, anoreksi,
malaise dan gangguan libido merupakan gejala-gejala depresi PEMERIKSAAN FISIK
yang umum menyertai penyakit-penyakit kronis; perlu diwas- Meliputi pemeriksaan umum berupa pencatatan fungsi vital
padai adanya gangguan kebiasaan atau pola pikir yang dapat – tekanan darah, frekuensi nadi, pernapasan, suhu tubuh untuk
berkaitan dengan tumor intrakranial, seperti apati, keadaan ge- menyingkirkan penyakit-penyakit sistemik; funduskopi penting
lisah atau euforia. untuk mendeteksi adanya papiledema dan/atau tanda-tanda hi-
Pasien yang sedang menderita migren biasanya lebih suka pertensi. Palpasi daerah kepala dan leher dilakukan untuk men-
tidak diganggu, sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat di- deteksi kelainan lokal.
ringankan dengan massage. Rasa nyeri di daerah kepala, sinus dan/atau gigi geligi bisa
Keluhan-keluhan neurologik yang mungkin ditemukan menyertai serangan migren dan beberapa saat sesudahnya; otot-
berupa rasa lemah, parestesi, afasi, diplopi, gangguan visus, ototjuga bisa terasa nyeri, baik pada migren maupun pada nyeri
vertigo; adanya gejala-gejala tersebut, selain dapat merupakan kepala tipe tegang; kadang-kadang nyeri ditimbulkan saat menyisir
bagian dari serangan migren, juga dapat menandakan adanya rambut. Rasa nyeri ini perlu dibedakan dengan yang disebabkan
lesi organik. Vertigo juga kadang-kadang dirasakan, dapat oleh miositis.
menyertai nyeri kepala pasca trauma atau tipe tegang. Pada tumor atau hematoma subdural, kadang-kadang nyeri
dapat dibangkitkan o!eh perkusi di daerah yang terkena. Nyeri
fokal dapat dijumpai di daerah bekas luka kepala.
Faktor pencetus Penekanan daerah arteri seperti di daerah temporal, supra-
Migren dapat dicetuskan oleh banyak ha!, seperti alkohol, orbital atau oksipital dapat mengurangi nyeri kepala migren
obat-obatan, cahaya terang, rasa lelah, kurang tidur, stres, hipo- atau yang berkaitan dengan hipertensi. Nyeri kepala tipe tegang
glikemi; selain itu juga sering berkaitan dengan menstruasi dan dapat dikurangi dengan massage dan/atau kompres hangat di
dalam banyak kasus sembuh selama hamil. daerah otot-otot kepala/leher, sebaliknya memberat bila otot/
Nyeri kepala yang dicetuskan oleh exercise atau orgasme daerah tersebut dimanipulasi terlalu keras.
dapat disebabkan oleh pecahnya aneurisma. Pemeriksaan neurologik, selain funduskopi, meliputi pe-
Penderita migren lebih suka duduk tegak, berbeda dengan meriksaan tanda rangsang meningeal (Kernig, Brudzinsky, kaku
nyeri kepala akibat tumor yang penderitanya lebih suka ber- kuduk), fungsi saraf otak (pupil, gerak bola mata, sensibilitas
baring dan menghindari perubahan posisi, terutama bangkit dari wajah), kekuatan motorik dan refleks, fungsi sensorik/sensibi-
tidur. litas dan fungsi mental terutama perubahan tingkah laku dan
Mengejan atau batuk dapat mencetuskan semuajenis nyeri kebiasaan.
kepala, kecuali tipe tegang. Ptosis dapat menyertai serangan migren (oftalmoplegik),
Pasien nyeri kepala kiaster tidak dapat tenang selama se- tetapi harus diwaspadai kemungkinan disebabkan oleh tumor,
rangan, bahkan dapat kelihatan panik; tanda ini khas karena tidak aneurisma, terutama bila disertai midriasis dan refleks cahaya
ditemui pada nyeri kepala jenis lain. Guncangan kepala (head melambat.
jolt) memperberat nyeri kepala, terutama akibat tumor; kadang- Nyeri kepala tipe kiaster kadang-kadang dapat menyebabkan
kadang dijumpai juga pada nyeri kepala di saat demam, pasca sindrom Homer (miosis, ptosis, enoftalmus), sedangkan foto-
trauma atau meningitis; nyeri kepala tipe tegang tidak banyak fobia dapat disertai injeksi sklera/konjungtiva pada meningitis,
dipengaruhi. kelainan sinus/mata, tumor, migren atau nyeri kepala tipe tegang.
Gangguan tidur yang menyertai nyeri kepala biasanya di- Papiledema merupakan tanda adanya massa intrakranial
sebabkan oleh anxietas atau depresi. Riwayat keluarga umumnya (tumor, hematom), kadang-kadang ditemukan pada ensefalopati
dijumpai di kalangan pasien migren. nipertensif.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 43


PEMERIKSAAN TAMBAHAN RINGKASAN
Bila anamnesis/riwayat penyakitnya sesuai dengan salah Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai
satu jenis nyeri kepala, dan pemeriksaan fisik dan neurologik dalam praktek sehari-hari; sekalipun demikian, jarang yang
tidak menemukan kelainan, umumnya tidak diperlukan peme- disebabkan oleh kelainan struktural otak.
riksaan tambahan. Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan Diagnosis umumnya ditegakkan terutama berdasarkan
radiologik (foto Röntgen kepala, CT scan), pemeriksaan elektro- anainnesis; pemeriksaan fisik dan neurologik dilakukan untuk
fisiologik (EEG, EMG, potensial cetusan) atau pemeriksaan mendeteksi adanya kelainan yang (mungkin) mendasari keluhan
laboratorium lain dilakukan hanya bila terdapat kecurigaan ada- tersebut.
nya penyakitlgangguan struktural otak atau penyakit sistemik Keluhan nyeri kepala yang perlu diwaspadai ialah yang
yang mendasarinya. berubah sifatnya dan keluhan sebelumnya, yang progresif, di-
Dalam kaitan ini, perlu selalu diingat bahwa seseorang sertai dengan gejala (neurologik) lain dan yang disertai gejala-
yang telah diketahui menderita (salah satu jenis) nyeri kepala gejala sistemik.
selama bertahun-tahun, suatu saat dapat terkena gangguan lain KEPUSTAKAAN
yang salah satu gejalanyajuga berupa nyeri kepala; oleh karena 1. Kumpulan Naskah Simposium Nyeri Kepala, Surabaya, 23 November 1985.
itu harus diwaspadai, terutama pada orang-orang yang meng- 2. Dalessio Di, Silberstein SD (eds.). Wolff’s Headache and Other Head Pain.
6th ad. Oxford University Press, 1993.
alami perubahan sifat nyeri kepalanya danlatau yang disertai 3. Wreksoatmodjo BR. Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Menahun/Ber-
gangguan neurologik. Wang di Poliklinik SarafFKUI/RSCM. Skripsi Pasca Sarjana, 1987.

The great indestructible mirace is man's faith in miracle


(Jean Paul)

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


HASIL PENELITIAN

Pengobatan Limfoma Non


Hodgkin Derajat Keganasan Menengah
di Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Soebandiri.
Seksi Hematologi dan Onkologi Medik, Bagian/UPF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ Rumah Sakit Dr Sutomo,
Surabaya

ABSTRAK
Telah diteliti hasil-hasil pengobatan Limfoma Non Hodgkin (LNH) golongan derajat
keganasan menengah (Intermediate Grade) yang dirawat di bagianllJPF Penyakit Dalam
FK UnairfRS Dr Sutomo Surabaya selama kurun waktu 1986 s/d 1994 (9 tahun) dengan
tujuan untuk mengetahui pengobatan yang paling sesuai bagi golongan ini. Pengobatan
kemoterapi yang diteliti adalah Cyclophosphamide saja (C), kombinasi Cyclophosphamide,
Onc Prednison (COP) dan kombinasi Cyclophosphamide, Hydroxydaunorubicine,
Oncovin, Prednison (CHOP).
Ada 56 kasus LNH golongan Intermediate Grade, yaitu: DLPD 39 kasus, DM 15
kasus, DH 2 kasus (Kiasifikasi Rappaport), terdiri atas 37 laki-laki dan 19 wanita; rasio=
1,9; sebaran umur 12– 81 tahun; rerata 48,9 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Terapi C saja kesannya kurang adekuat,
namun kasus terlalu sedikit. 2) Angka Remisi terapi CHOP secara bermakna lebih baik
dibandingkan dengan terapi COP (p <0,01) baik untuk golongan Intermediate Grade
secara keseluruhan, maupun untuk subgolongan DLPD. 3) Ada kecenderungan subjenis
DH sangat responsif terhadap CHOP, namun kasusnya terlalu sedikit.
Kesimpulannya LNH golongan intermediate Grade memerlukan terapi kombinasi
CHOP untuk mendapatkan hasil yang optimal.

PENDAHULUAN dipakai biasanya C (=Cyclophosphamide) saja, kombinasi COP


Limfoma Non Hodgkin (LNH) digolongkan menurut ber- (=Cyclophosphamide, Oncovin, Prednison) atau kombinasi
macam-macam klasifikasi, antara lain menurut Rappaport dan CHOP (=Cyclophosphamide, Hydroxydaunorubicin, Oncovin,
International Working Formulation (IWF). Di bagian/UPF Pe- Prednison); protokol yang dipakal tergantung pada kemampuan
nyakit Dalam FK Unair/RS Dr. Sutomo Surabaya, basil patologi penderita menyediakan obat-obatnya.
(PA) biasanya dinyatakan dalam kiasifikasi Rappaport. Yang Penelitian ini bertujuan menganalisis hasil pengobatan
tergolong derajat keganasan menengah (intermediate grade) khemoterapi pada LNH golongan intermediate grade ini.
menurut IWF adalah jenis-jenis DScI, FL, DM, dan DL atau
ekivalensinya menurut Rappaport adalahjenis-jenis DLPD, NH, BAHAN DAN CARA KERJA
DM, dan DH(1,2). Bahan diambil dari catatan medik penderita LNH yang
Pengobatan yang diberikan berupa khemoterapi dan ka- dirawat di Bagian/UPF Penyakit Dalam FK Unair/RS Dr Sutomo
dang-kadang dikombinasi dengan radiasi. Khemoterapi yang Surabaya dalam tahun 1986 s/d 1994 (9 tahun). Diagnosis PA di-

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 45


nyatakan dalam kLasifikasi Rappaport yang diterjemahkan ke rate. NC-rate, PD-rate. Jumlah CR-rate + PR-rate disebut
dalam kiasifikasi IWF. Yang dimasukkan sebagai bahan pene- Remission Rate (RR)/Angka Remisi (AR). Jadi RR = CR +
litian adalah LNH (IWF) yang jenisnya menurut tabel 1(1,2). PR(2,3,4). Rasio/rate yang didapat dibandingkan dan kemaknaan-
nya diuji secara statistik dengan X2 (Chi square) dengan koreksi
Tabel 1. Limfoma Non Hodgkin derajat keganasan menengah (inter- Yates.
mediate)

No. Menurut IWF Menurut Rappaport HASIL


Selama kurun waktu 9 tahun didapatkan 91 catatan medik
1 Diffuse Small-cleaved Diffuse Lymphocytic Poorly
penderita LNH denganjenis PA yang jelas, 4 penderita temyata
cell (DScl) Diferentiated (DLPD)
2 Follicular Large (FL) Nodular Histiocytic (NH) juga mendapat radiasijadi tidak diikutkan. Dari 87 catatan medik
Ekivalen dengan jenis PA yang jelas, 56 kasus termasuk golongan derajat
3 Diffuse Mixed small Diffuse Mixed lymphocytic
and large (DM) and histiocytic (DM) keganasan menengah (Intermediate Grade) (Tabel 2).
4 Diffuse Large cell (DL) Diffuse Histiocytic (DH)
Tabel 2. Jenis Patologi LNH derajat keganasan menengah
JenisPA ditentukan oleh bagian/ahli patologi; stadium di- DLPD 39 kasus
nyatakan menurut sistem Ann Arbor seperti Iazimnya. DM 15.kasus
Dosis dan car pemberian obat(2,3) : DH 2 kasus
NH 0 kasus
C : Cyclophospharnide tablet 50 mg, 200 mg/m2 dd po.
selama 5 hari atau 1000 mg/m2 iv hari ke 1; diulang Jumlah 56 kasus
selang 3-4 minggu.
COP : – C = Cyclophosphamide 1000 mg/m2 iv hari ke I Keterangan : terdiri atas: 37 laki-laki, 19 wanita (rasio 1,9); umur antara:
atau tablet 50 mg, 200 mg/m2 po. selama 5 hari 12-81 tahun, rerata: 48,9 tahun.
– O = Oncovin (=Vincristine) 1,4 mg/m2 iv. hari ke I
– P = Prednison 60 mg/m2 hari ke 1–5, po. Dua penderita DLPD mendapat 2 protokol terapi (tabel 3).
diulang selang 3-4 rninggu Tabel 3. 2 penderita DLPD yang mendapat 2 protokol terapi karena
CHOP : – C 800 mg/m2 iv. hari ke 1 faktor pembiayaan
– H = Hydroxydaunorubicin (=Doxorubicin = Adria- No. Nama Protokol Hash
mycine) 50 mg/m2 iv. hari ke I 1 Tn. BS COP –> CHOP PD –> CR
– O = Oncovin (=Vincristine) 1.4 mg/rn iv. hari ke 1 2 Ny. TU CHOP –> COP PR –> PD
– P = Prednison 60 mg/m2 hari ke 1–5, po.
diulang selang 3-4 rninggu Hasil terapi dapat dilihat pada tabel 4.
Sesuai dengan azas ilrnu Onkologi-Medik, terapi selalu di- Analisis hasil penelitian menunjukkan:
benikan dengan dosis Maximum Tolerated Dose (MTD) dengan 1) Pengobatan dengan C-saja kasusnya terlalu sedikit (2 kasus).
pernantauan efek dan efek samping (ES) yang ketat. Dosis Analisis statistik tidak akan bermakna. Sepintas lalu kelihatan-
MTD berarti dosis harus Maksimurn (M) agar efeknya rnaksimum, nya terapi C kurang adekuat. Tidak ada CR dan hanya ada 1 PR.
narnun efek sampingnya harus “Tolerable (T)”. Efek samping Namun rnasih perlu penelitian dengan sampel yang lebih banyak.
tolerable yaitu maksimum grade III (kriteria UICC)(2,3,4). 2) Analisis perbandingan pengobatan COP dan CHOP dapat
Efek terapi terhadap tumornya dinyatakan dalam istilah dilihat pada (Tabel 5).
yang lazim yaitu:
1) Complete Remission (CR)/Rernisi Lengkap (RL) bila tu- PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
mornya hilang sama sekali. 1) Hanya ada 2 penderita yang rnendapat terapi C saja, tak ada
2) Partial Remission (PR)/Remisi parsial (RP) bila tumornya CR, hanya ada satu PR; jadi kesannya terapi C saja kurang
mengecil lebih dari 50% ukuran semula. adekuat, namun murah. Secara statistik belum berrnakna, jadi
3) No Change (NC)/Tanpa Perubahan (TP) atau Stationary masih perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah kasus lebih
Disease (St. D)/Penyakit Tetap (PT) bila tumornya tetap atau banyak.
rnengecil <50% sernula atau rnernbesar sedikit < 25% semula. 2) Remission rate (RR)/Angka Remisi (AR) dengan terapi
4) Progressive Disease (PD)/Penyakit Progresif (PP) bila CHOP lebih baik secara benmakna dibanding dengan terapi COP,
tumornya rnembesar ≥ 25% selama terapi. baik untuk keseluruhan golongan intermediate grade maupun
Pemantauan hasil terapi dilakukan sekurang-kurangnya 1 untuk jenis DLPD (p < 0,0 1). Jadi LNH golongan DLPD atau
bulan setelah dimulainya terapi. Terapi kurang dari 1 bulan di- golongan derajat keganasan menengah pada umumnya rnemenlu-
sebut Inadequate Trial (IT) dan tidak diikutkan dalarn peneliti- kan terapi CHOP supaya mendapatkan hasil yang lebih baik di-
an; dernikian pula kalau mendapat terapi lain seperti radiasi. bandingkan dengan terapi COP; namun CHOP lebih mahal
CR-rate (angka RL) yaitu rasio/proporsi penderita yang daripada COP
mendapat CR dibanding dengan sernua penderita yang diobati 3) Pada penelitian ini ada kecenderungan :
dengan cara yang sarna, dinyatakan dalam %; demikian pula PR- a) Jenis DH sangat nesponsif terhadap CHOP (CR = 100%).

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


Tabel 4. Hasil terapi LNH derajat keganasan menengah
Terapi & C COP CHOP
hasil
PR CR PR
Jenis PA N PR NC PD RR N CR PR NC PD RR N NC PD RR
% % %
DLPD n 2 0 1 0 1 1 17 5 3 3 6 8 22 7 13 2 0 20
% 50 50 29 18 47 32 59 91
DM n 0 0 0 0 0 0 7 1 4 1 1 5 8 4 3 1 0 7
% 14 57 71 50 38 88
DH n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 2
% 100 100
Semua n 2 0 1 0 1 1 24 6 7 4 7 13 32 13 16 3 0 29
% 50 50 25 28 53 4 50 91

Tabel 5. Perbandingan pengobatan COP dan CHOP pada LNH derajat RINGKASAN DAN KESIMPULAN
keganasan menengah (Intermediate Grade)
Telah diteliti hasil terapi 56 penderita Limfoma Non Hodgkin
Jenis Basil Terapi Terapi Analisis derajat keganasan menengah di bagian/UPF Penyakit Dalam FK
PA tempi COP CHOP statistik Unair/RS Dr Sutomo Surabaya yang dirawat, selama 9 tahun
DLPD CR 29% 32% t.b (1986 s/d 1994).
RR 47% 91% p<0,01 Limfoma Non Hodgkin golongan derajat keganasan menen-
DM CR 14% 50% t.b gah ternyata hasil pengobatanlangka remisinya Lebih baik bila
RR 71% 88% t.b diberi terapi CHOP dibanding dengan kalau diterapi COP (p <
DH CR 0% 100% t.b 0,0 1).
PR
Semua CR 25% 41% t.b
RR 53% 91% p<0,01
Keterangan : tb = tidak bermakna
KEPUSTAKAAN
b) Terapi CHOP lebih baik hasilnya daripada COP untuk
semua subjenis DLPD, DM dan DH. 1. de Vita VT. dkk (eds.). Lymphocytic Lymphoma. In: Cancer. Principles and
Namun kesemuanya secara statistik belum bermakna, mungkin Practice in Oncology. 4th ed. Philadelphia: J13 Lippincott Co, 1993; p. 1859.
karena sampel terlalu sedikit, jadi perlu penelitian dengan kasus 2. AchrnadHassandkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD DrSutoino. Lab/
UPFPenyakit Dalam FK Unair/RS Dr Sutomo Surabaya, 1994; hal 71.
yang lebih banyak. 3. Monfardini S. dkk (ed). UICC Manual of Adult and Paediatric Medical
4) Selain hasil terapi terhadáp tumornya, masih perlu diteliti Oncology. Evaluation of cancer treatment. Berlin Heidelberg, New York,
pula kemampuan hidup (survival) penderita, namun data survival London: Springer Verlag, 1987; p. 22.
sukar didapat karena di Indonesia pada umumnya dan di Sura- 4. Soebandiri. Terapi medik kanker yang rasional. Soebandiri dklc (eds)
Pendidikan KedokteranBerkelanjutan IX llmu Penyakit Dalam. Surabaya 23
bayá pada khususnya kepatuhan penderita untuk berobat dan Juli 1994; hal 33.
kontrol-teratur sangat buruk dan di rumah sakit tidak ada follow- 5. Ipsen J. (ed). Bancroft’s Introduction to Biostatistics. Significance of differ-
up service yang baik. ences in proportions. 2nded. New York, London: Harper & Row, 1986; p. 77.

The faithful servant is a humble friend

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 47


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Diagnosis dan Penatalaksanaan


Keratitis Herpes Slmpleks
Suhardjo
Laboratorium Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

PENDAHULUAN ditemukannya idoksunidina pada tahun 1962, kemudian diikuti


Kelainan mata yang diakibatkan oleh infeksi virus herpes dengan penemuan vidarabina; namun ternyata kedua obat terse-
simpleks meliputi bleparitis, konjungtivitis, keratitis, uveitis, but bersifat toksik terhadap set kornea normal. Penemuan obat-
dan glaukoma sekunder. Keratitis herpes simpleks merupakan obat anti viral terus berkembang dengan ditemukannya asikiovir,
radang kornea yang disebabkan oleh infeksi virus Herpes gansikiovir, dan penggunaan interferon tetes mata.
simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Di negara-negara barat 90% dari Beberapa permasalahan yang mungkin dijumpai dalam
populasi orang dewasa dilaporkan memiliki antibodi terhadap penanganan keratitis herpes simplek antara lain: kekambuhan
herpes simpleks(1). Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang yang berulang, resistensi antiviral, tingkat keparahan penyakit
menimbulkan kelainan pada mata(2). Sebagian besar bersifat sub- pada saat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai, dan
klinis dan tidak terdiagnosis. kemungkinan semakin meningkatnyajumlah kasus. Tulisan ini
Frekuensi keratitis herpes simpleks di AmerikaSerikat Se- bertujuan untuk memberikan informasi tentang pembuatan
besar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata(3). Di Negara- diagnosis maupun penatalaksanaan keratitis herpes simpleks
negara berkembang insidensi keratitis herpes simpleks berkisar serta pengalaman praktis dalam penggunaan antiviral. Diharap-
antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun (Cit. 4). Di Tanzania kan informasi ini akan menambah wawasan para klinisi dalam
35-60% ulkus kornea disebabkan oleh keratitis herpes sim- menangani keratitis herpes simpleks.
pleks(5).
Keratitis herpes simpleks dapat merupakan infeksi primer GEJALA KLINIS
dan’bentuk kambuhan. Kelainan akibat infeksi primer biasanya Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat
bersifat epitelial dan ringan. Gejala-gejala klinis keratitis herpes primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh adanya de-
simpleks kambuhan tergantung berat ringannya daerah yang mam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis foliku-
terkena. Dibedakan atas bentuk lesi epitelial, ulserasi trophik, tans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira
stromal, iridosiklitis, dan trabekulitis(6). Namun demikian secara 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih
umum gejalanya meliputi: mata merah, nrocos, penglihatan dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopik.
kabu}, adanya infiltrat maupun defek kornea dan yang sangat Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya
spesifik adanya insensibilitas kornea. antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes
Diagnosis keratitis herpes simpleks kadang-kadang sulit simpleks didominir oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun
dibedakan dengan kelainan kornea yang lain. Dalam hat ini ke atas.
pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk membedakan Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: nrocos,
dengan keratitis lain, misalnya keratitis bakteri, jamur, dan fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur. Berat
trauma kimia. Pemeriksaan laboratorium yang sangat mendukung ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya
konfirmasi diagnosis adalah pemeriksaan cuplikan debridement lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea.
kornea dengan immunofluorescent assay maupun DNA probes. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga
Pengobatan keratitis herpes simpleks makin marak semenjak disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus,

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa juga sering menimbulkan lesi dendriform, tetapi biasanya bila-
kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik teral dan terjadi pada anak-anak. Lesi semacam ini pernah pula
pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya foto- dilaporkan sebagai akibat infeksi Acanthamoeba, trauma kimia,
fobia. dan akibat toksisitas thiornerosal.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus meta-
pasca infeksi primer(7). Dengan mekanisnie yang tidak jelas, herpetik, dalam hat ini terjadi perobekan membrana basalis.
virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion Ulkus metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas sampai
otonom(8). Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion n. stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran
trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan beberapa mm dan bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat
virus(9). Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwajaringan kornea dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan
sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes sim- membrana Descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan
pleks(4). Beberapa kondisi yang berperan terjadinya infeksi akibat adanya hipestesia. Reflek lakrimasi berkurang, sehingga
kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian atas, produksi tear film menjadi relatiftidak cukup. Ulkus metaherpetik
stres emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, haid, dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.
renjatan anafilaksis, dan kondisi imunosupresi. Kremer, dkk. Untuk penyem- buhannya memerlukan waktu sekurang-
(1991) melaporkan pada 1,16% pasien pasca cangkok ginjal kurangnya 6 minggu(15). .
yang disertai penggunaan imunosupresan dalam kurun waktu 4
minggu ternyata timbul keratitis herpes simp1eks(10). Jumlah Skema : Alur Perjalanan Penyakit Keratitis Herpes Simpleks
kasus keratitis herpes mungkin semakin meningkat sehubungan
dengan bertambahnya kasus penderita AIDS di masa mendatang.
Walaupun diobati, kira-kira 25% pasien akan kambuh pada
tahun pertama, dan meningkat menjadi 33% pada tahun kedua(11).
Peneliti lain bahkan melaporkan angka yang lebih besar yaitu
46–57% keratitis herpes simpleks kambuh dalam kurun waktu 4
bulan setelah infeksi primer(1). Penelitian di Yogyakarta men-
dapatkan angkakekambuhan hanya 11,5% dalam kurun waktu 6
bulan pengamatan setelah penyembuhan(12). Perbedaan angka-
angka tersebut dimungkinkan oleh perbedaan cara pengobatan.
Terjadinya kekambuhan lebih sering terjadi pada pasien dengan
HLA-B5(13). Hasil penelitian di Tanzania melaporkan adanya
peningkatan jumlah kasus keratitis herpes simpleks, yang Se-
bagian besar diderita oleh kelompok umur balita(5). Di Tanzania Terdapat dua bentuk keratitis stroma, yaitu keratitis disci-
kejadian keratitis herpes simpleks dihubungkan dengan terjadi- form dan keratitis interstitial. Keratitis disciform dihipotesiskan
nya wabah malaria. sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat, sedang keratitis
Keratitis herpes simpleks kambuhan atau lazim disebut interstitialis terjadi akibat reaksi hipersensitivitas imun kom-
keratitis herpes simpleks dibedakan atas bentuk superfisial, p1ek(6). Karakteristik keratitis disciform berupa edema stroma
profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau kerato uveitis. berbentuk lonjong atau gambaran meiingkar seperti cakram
Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geo- dengan ukuran diameter 5–7 mm, biasanya disertai infiltrat
grafik. Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari ringan. Edema dapat terbatas pada bagian depan stroma, tetapi
keratitis pungtata yang diakibatkan okh perbanyakan virus dan dapat juga meluas ke seluruh tebal stroma. Keratic precipitates
menyebar sambil menimbulkañ kematian set serta membentuk biasanya dijumpai menempel di endotel kornea belakang
defek dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat daerah edema. Keluhan penderita antara lain: penglihatan kabur,
berkembang menjadi keratitis geografika, hat ini terjadi akibat nrocos, rasa tidak enak, dan fotofobia terjadi bila disertai ada-
bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya nya iritis. Pada kasus yang ringan, tanpa disertai nekrosis dan
menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi neovaskularisasi penyembuhan dapat terjadi dalam beberapa
seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi ulkus. bulan tanpa meninggalkan sikatriks. Pada kasus yang berat,
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan penyembuhan memerlukan waktu sampai 1 tahun atau lebih,
dengan keratitis herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu bahkan sering terjadi penyullt berupa penipisan kornea maupun
ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus perforasi. Keratitis disciform dapat pula terjadi akibat infeksi
plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil(14). Tooma dkk. herpes zoster, varisela, campak, keratitis karena bahan kimia,
melaporkan 29 kasus keratitis bentuk dendrit, setelah dilakukan dan trauma tumpul yang mengenai kornea. Pada keratitis disci-
konfirmasi ternyata yang benar-benar keratitis herpes simpleks form dapat diisolir virus herpes simpleks dan cairan akuos(16).
hanya 17, 7 kasus merupakan herpes zoster, 2 kasus lainnya Keratitis instertitialis memiliki bentuk bervariasi, lesi dapat
berhubungan dengan penggunaan lensa kontak, dan sisanya tunggal maupun beberapa tempat. Gambaran klinisnya bahkan
merupakan defek epitelial akibat trauma (cit. 14). Tirosinemia dapat mirip keratitis bakteri maupun jamur. Infiltrat tampak

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 49


mengelilingi daerah stroma yang edema, dan dijumpai adanya 5 kelompok peneliti menyimpulkan bahwa tindakan debride-
neovaskularisasi. Kadang-kadang dijumpai adanya infiltrat ment mempercepat penyembuhan (cit. 14). Apabila tidak ada
marginal atau lebih dikenal sebagai Wessely ring, diduga sebagai perbaikan dalam 21 hari, perlu diganti dengan antiviral yang
infiltrat polimorfonuklear disertai reaksi antigen antibodi virus lain(6).
herpes simpleks(17). Pada keratitis meta herpetik terjadi kerusakan membrana
Beberapapenyulit keratitis stroma antara lain: kornea luluh, basalis, untuk itu perlu dicegah kerusakan lebih lanjut dengan
descemetocele, penipisan kornea, superinfeksi, dan perforasi. verban dan lensa kontak lunak. Pengobatan yang diberikan
Terjadinya kornea luluh disebabkan oleh mekanisme aktif enzim meliputi pemberian antiviral, air mata buatan, sikioplegik, dan
kolagenase, nekrosis, replikasi virus, dan efek steroid. Enzim ko- asetil sistein 10–20% tetes mata tiap 2 jam bila ada tanda-tanda
lagenase dilepaskan oleh sd epitel rusak, sel polimorfonuklear, penipisan dan Iuluhnya stroma. Selain itu, perlu ditambahkan
dan fibroblas selama reaksi radang. lem cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila
tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bah-
KLASIFIKASI DIAGNOSIS kan bila perlu dilakukan keratoplasti(6). Flap konjungtiva hanya
Hogan dkk. (1964) membuat kiasifikasi diagnosis keratitis dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah erjadi
herpes simpleks sebagai berikut: descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan
1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dengan keratoplastik lamelar(18).
dan stroma, geografika. Pengobatan pada keratitis disciform meliputi pemberian
2. Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan steroid topikal, antiviral salep, bila terjadi iritis perlu diberikan
penyembuhan, stroma dan ulserasi. steroid oral 20-30mg selama 7-10 hari. Antibiotik topikal perlu
3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal diberikan, jika steroid topikal diberikan secara masif. Bila ter-
ini keratouveitisdibedakan atas bentukulserasi dan non ulserasi. jadi ulserasi, steroid topikal agar dikurangi pembeniannya dan
Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena ben- bila perlu distop. Apabila terjadi penyulit misalnya luluh kornea,
tuk keratitis pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik descemetocele, atau perforasi, kemudian dikelola seperti penge-
tidak dimasukkan. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat lolaan ulkus metaherpetik yang mengalami penyulit.
ternyata dijumpai glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh
radang jaringan trabekulum. Untuk membuat diagnosis, seka- PEMILIHAN ANTIVIRAL
rang ini dianut kiasifikasi yang dibuat oleh Pavan-Langston Antiviral yang efektifdan aman adalahjika mampu meng-
(1983) sebagai berikut(6) : hentikan replikasi virus, tanpa merusak sel-sel sehat. Obat-obat
1. Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendri- lama sepenti idoksuridina dan vidarabina memiliki toksisitas
tika, dendrogeografika, geografika. semacam dan khasiat sepadan guna menghentikan replikasi
2. Ulserasi trophik atau meta herpetika. virus. Efek samping pembenian idoksuridina antara lain: kerati-
3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis tis pungtata, dermatitis kontakta, konjungtivitis folikularis, dan
interstitialis. oklusi pungtum lakrimalis(19). Efektivitas kedua obat tersebut
4. Uveitis anterior dan trabekulitis. untuk pengobatan kenatitis dendritik sebesar 80%, sedang
Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sem- trifluridina mempunyal efektivitas 97% dengan waktu penyem-
puma, mengingat sangatjarang ditemukan kasus uveitis anterior buhan 2 minggu. Tingkat kepatuhan pasien pengguna trifluri-
maupun trabekulitis yang berdiri sendini tanpa melibatkan ada- dma lebih baik dibanding kedua obat antivinal tendahulu, karena
nya keratitis. lebih mudah larut dalam air(20). Pada 3-5% kasus ternyata dalam
1 minggu tidak ada penbaikan dengan tnifluridin, dalam hal ini
PENATALAKSANAAN dipenlukan debridement. Resistensi terhadap triflunid sangat
Hal-hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan jarang, dan bila dijumpai ternyata tidak dijumpai resistensi
klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa silang tenhadap idoksunidina maupun vidarahina.
mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Pengobatan Hasil penelitian tentang daya guna asikiovir dengan
keratitis epitelial meliputi pemberian antiviral topikal mata idoksuridina pertama kali dilaponkan oleh Collum dkk. (1980),
ditutup, dan pemberian antibiotik topikal untuk mencegah in- didapatkan hasil benupa lama penyembuhan keratitis dendritik
feksi sekunder. Sebagian besar para pakar menganjurkan me- rata-rata 4,4 hari dan secara bermakna lebih pendek dibandingkan
lakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea kelompok idoksuridina. Untuk kasus-kasus keratitis geognafik
selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga memerlukan waktu penyembuhan rata-rata 5,6 hari(19).
untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral lebih Kenatitis stnoma memiliki hasil kurang baik bila diobati
mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi dengan idoksuridina maupun asiklovin. Penggunaan kombinasi
subepithelial “ghost” opacity yang sering mengikuti keratitis antara asikiovin dengan steroid topikal dapat meningkatkan
dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi waktu penyembuhan. Steroid topikal dapat membantu menekan
kandungan virus epitelial, konsekuensinya reaksi radang akan neaksi nadang, dan meaghambat vaskuIarisasi(21) Pornier dkk.
cepat berkurang. Di antara 8 kelompok penelitian yang dilakukan (1982) membuktikan bahwa asikiovin topikal menghasilkan
antara tahun 1976–1987 tentang peranan debridement ternyata daya penetrasi terbaik dibandingkan vidarabina maupun triflu-

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


ridina(16). Pada pasien-pasien keratitis stroma yang niendapat Ophthalmology Vol.4 External Eye Disease. Philadelphia: Harper & Row
PubI. 1986. pp. 19. 1–5.
pengobatan kombinasi asiklovir salep mata dan betametason 2. Verdier DD, KrachmeriH. Clinical manifestations ofherpes simplex virus
0,01% ternyata sembuh komplit memerlukan waktu rata-rata infectionoftheeye, in FC Blodi (ed): Herpes Simplex Infections of the Eye,
19,4 hari(22). vol. 1, chap 1, 1984. pp. 9–17.
Porter dkk. (1990) membandingkan pengobatan asiklovir 3. Nahmias AJ, Josey WE. Herpes simplex viruses I and 2, in A Evans (ed):
Viral Infection in Humans Epidemiology and Control. New York: Plenum
secara topikal dan oral pada kasus-kasus keratitis disciform. PubI. Co., 1977.
Masing-masing kelompok menggunakan tambahan prednisolon 4. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence
0,05% tetes mata 5 kali sehari. Hasil penelitian rnenunjukkan for herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991;
hilangnya lakrimasi dan perbaikan visus lebih cepat pada ke- 75: 195–200.
5. Foster A, Yorston D. Comeal ulceration in Tanzanian children: relationship
lompok pemberian oral, sedang waktu penyembuhan tidak ber- between malaria and herpes simplex keratitis, Trans R Soc Trop Med Hyg.
beda dan memerlukan waktu rata-rata 25,6 hari. Selain itu tidak 1992; 86: 456–7.
dijumpai perbedaan angka kekambuhan pada pengamatan sam- 6. Pavan-Laiigston D. Herpetic diseases in G. Smolin and RA Thoft (eds.):
pai 3 tahun pasca penyembuhan(23). The Cornea, Scientific Foundations and Clinical Practice, 1st ed. Boston:
Brown & Co. 1983. pp. 182–6.
Mengenai resistensi klinik antiviral, pernah dilaporkan 7. Stevens i, Cook M. Latent herpes simplex virus in sensory ganglia,
untuk idoksuridina sebesar 37%, dan vidarabina sebesar 11 %(24). Perspect Virol 1971;8: 17–20.
Berdasarkan hash uji laboratonik sensitivitas, beberapa antiviral 8. Barringer JR. Herpes simplex virus infection of nervous tissue in animal
terhadap virus herpes simpleks mengalami penurunan, tetapi and man, Pro Med Virol 1975; 20: 1–5.
9. Tullo AB, Eastly DL, Hill Ti, Blyth WA. Ocular herpes simplex and the
untuk asiklovir maupun gansiklovir tidak sampai 10%; sedang establishment of latent infection, Trans Ophthalmol Soc UK 1982: 102:
untuk foscarnet, vidarabina, dan icloksuridina didapatkan pe- 15–8.
nurunan sensitivitas jauh lebih banyak(25). 10. Krcmer I, Wagner A, Shmeal D, Yussim A, Shapira Z. Herpes simplex
Gansiklovir dan karbosiklik oksetanosin G merupakan keratitis in renal transplant patient, BrJ Ophthalmol 1991; 75: 94–6.
11. Shuster ii, Kaufman HE, Nesbur HB. Statistical analysis of the rate of
calon obat antiviral yang potensial, karena terbukti lebih baik recurrence of herpes virus ocular epithelial disease, Am I Ophthalmol.
dibandingkan asiklovir pada percobaan binatang(26). Interferon 1981: 91: 328–31.
tetes mata sebagai terapi tunggal pada keratitis dendritik kurang 12. Suhardjo, Agni AN. Penggunaan asiklovir salep mata 3% untuk pen-
bermanfaat, tetapi akan lebih efektif bila dikombinasi dengan gobatan keratitis herpetika, Medika 1992; 11: 25–8.
13. Grayson M. Diseases of the Cornea, 2nd ed. London: CV Mosby Co. 1983.
antiviral selain vidarabina(20). Mekanisme dasar interferon se- 14. Epstein RI, Wilhelmus KR. Dendritic keratitis, will wiping it off wipe it
bagai terapi adalah membuat sel-sel sehat menjadi resisten ter- out, in TA Deutsch (ed): Ophthalmic Clinical Debates, Year Book Med.
hadap virus, dan memblok penyebaran virus(27). Pada keratitis Publ., Chicago 1989. pp. 85–90.
stroma pembenian kombinasi steroid dan interferon memberikan 15. Kenyon KR, Fogle JA, Stone DL, Stark WL. Regeneration of corneal
epithelial basement membrane following thermal cauterization. Invest
hasil yang baik pada percobaan binatang(26). Kombinasi antiviral Ophthalmol Vis Sci, 1977; 16: 292–5.
dan interferon diharapkan dapat mengatasi resistensi virus her- 16. Porrier RH, Kingham JJ, deMiranda P. Annel M. Intra ocular antiviral
pes simpleks di masa mendatang. penetration, Arch Ophthalmol. 1982; 100: 1964–7.
17. Meyers-Elliot RH, Pettit TH. Maxwel A. Viral antigens in the immune ring
of herpes simplex stromal keratitis, Arch Ophthalmol. 1980; 98: 987–90.
18. Foster CS, Duncan J. Penetrating keratoplasty for herpes simplex keratitis.
AmJ Ophthalmol. 1981; 92: 336–9.
KESIMPULAN 19. Collum LMT, Benedict-Smith A, Hilary lB. Randomized double.blind trial
Diagnosis keratitis herpes simpleks bentuk epitelial relatif acyclovirand idoxuridine in dendritic corneal ulceration, Br J Ophihalniol.
1980; 64: 766–9.
mudah, tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun 20. Kaufman HE. Herpes simplex in ophthalmology, in F.C. BloW (ed):
biasanya kasus yang dijumpai sudah dalam bentuk kambuhan, Herpes Simplex Infections of the Eye, vol. l,chap. 12. New York: Churchill
sehingga sering sudah terjadi super infeksi dan secara klinis Livingstone Inc., 1984. pp. 153–60.
tidak spesifik. Hal ini memberi konsekuensi yang sulit dalam 21. Cohen EJ, Laibson PR. Corneal transplantation in herpes simplex keratitis,
in FC Blodi (ed): Herpes Simplex Infections of the Eye, vol. I, chap. 11.
penanganannya. Oleh karena itu, peningkatan kewaspadaan New York: Churchill Livingstone Inc., 1984. pp. 147–52.
dalam diagnosis awal perlu ditingkatkan. 22. Collum LMT, Logan P. Rovenschott T. Acyclovir in herpetic disciform
Adanya kecenderungan resistensi laboratorik beberapa anti- keratitis, Br I Ophthalmol. 1983; 67: 115–8.
viral tidak bisa dipungkiri, tetapi asikiovir maupun gansikiovir 23. Poiler SM, Patterson A, Kho P. A comparison of local and systemic
acyclovir in the management of herpetic disciform keralitis. Br J Ophthal-
masih cukup memadai. Masalah yang lebih penting adalah rnol. 1990; 74: 283–5.
bagaimana mencegah kegagalan dalam penyembuhan keratitis 24. McGill JL. Olgivie M. Viral drug resistence in herpes simplex ulceration.
herpes simpleks, terutama pada kasus-kasus yang sudah ter- in P Trevor Roper (ed): VIth Congress of the European Society for
lambat. Ophthalmology, London, 1980. pp. 81–4.
25. Charles SJ. Gray ii. Ocular herpes simplex virus infections: reducesen-
sitivity to acyclovir in primary disease, BrJ Ophthalmol. 1990; 74: 286–8.
26. Shiota H. Treatment of herpetic eye diseases. Abstr. XIlIth Congress of AI
Kyoto. 1991.
KEPUSTAKAAN 27. Sundinacher R. The role of interferon in prophylazis and treatment of
dendritic keintitis. In: FC Blodi (ed): Herpes Simplex Infections of the Eye,
1. Day DM, iones BR. Herpes simplex keratitis, in T.D:Duane (ccl.): Clinical vol. I, chap. 10. New York: Churchill Livingstone Inc.. 1984. pp. 129–46.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 51


TEKNIK BARU

Perkembangan Teknik Hibridoma


Agus Sjahrurachman
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN
Dalam kurun waktu puluhan tahun sejak Metchnikoff dan gen yang dapat dibiakkan terus menerus (immortal), melalui :
Erhlich mengemukakan teori imunologi sehingga mendapatkan 1) Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma
hadiah Nobel 1908, banyak kemajuan yang telah dicapai baik Pada kondisi biakanjaringan biasa, sel limpa yang
pada imunologi seluler maupun humoral(1).. membuat antibodi akan cepat mati sedangkan sel mieloma
Sampai tahun 1975 walaupun imunologi khususnya imuno- dapat dibiakkan terus menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel
kimia telah cukup maju, antibodi yang digunakan untuk meng- hibnd yang membuat antibodi seperti sel timpa dan dapat
ikat atau mengenali suatu antigen masih dibuat dengan cara yang dibiakkan terus menerus seperti sel mieloma(9,10,11).
konvensional yaitu mengimunisasi hewan percobaan, meng- 2) Eliminasi sel induk yang tidak fusi
ambil darahnya dan mengisolasi antibodi dan serum sehingga Frekuensi terjadinya hibrid sel timpa-sel mieloma biasanya
menghasilkan antibodi polikional. Dalani antibodi poliktonal rendah, karena itu penting untuk mematikan sel yang tidak fusi
jumlah antibodi yang spesifik sangat sedikit, sangat heterogen yang jumlahnya lebih banyak agar sel hibrid mempunyai ke-
karena dapat mengikat bermacam-macam epitop dan antigen sempatan untuk tumbuh, dengan cara menggunakan:
yang diimunisasikan. Juga pembuatannya, dan awal pemurnian (i) Sel mieloma mutan yang mempunyai kelainan (defect)
antigen sampai menghilangkan antibodi yang tidak diinginkan sintesis nukleotida yaitu sel mieloma yang tidak mempunyai
sangat memakan waktu dan su1it(2). enzim timidin kinase (TK) atau hypoxanthine phosphoribosyt
Kohier dan Milstein (1975) memperkenatkan cara baru transferase (HGPRT) sehingga dalam sintesis nukleotida tidak
membuat antibodi dengan mengimunisasi hewan percobaan, ke- dapat menggunakan salvage pathway dan
mudian sel limfositnya dihibridisasikan dengan biakan sel ter- (ii) Media selektif yang dikembangkan oleh Littlefield, me-
tentu sehingga hibrid dapat dibiakkan terus menerus (immortal) ngandung hypoxanthine, aminopterin dan thymidine (HAT).
dan membuat antibodi monoklonal(2,3). Antibodi monokional Aminopteninmenghambatjalan biasa biosintesis purin dan piri-
yang dibuat oleh sd hibrid mempunyai sifat tebih baik dan midin sehingga memaksa sel menggunakan salvage pathway.
antibodi polikionat karena hanya mengikat 1 epitop serta dapat Sel yang tidak fusi karena tidak mempunyai enzim timidin kinase
dibuat dalam jumlah tak terbatas(2). Terobosan teknik hibnidoma atau hypoxanthine phosphonibosyttransferase akan mati, se-
yang menghasilkan antibodi monoktonal terhadap antigen, mem- dangkan sel hibrid karena mendapatkan enzim tersebut dan sel
buka era baru cara identifikasi dan niemurnikan suatu motekul mamalia yang difusikan dapat menggunakan salvage pathway
pada berbagai disiptin ilmu, juga membuka cakrawata dalam sehingga tetap hidup dan berkembang(10,12).
prosedur diagnostik dan pengobatan dan pencegahan atternatif 3) Isotasi Mon yang diinginkan
pada keganasan dan berbagai penyakit lain(4,5,6,7,8). Sel hibrid dikembang biakkan sedemikian sehingga tiap sel
hibrid akan membentuk kotoni sendiri. Tiap koloni kemudian
PRINSIP PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL dipelihara terpisah satu sama lain. Hibridoma yang terbentuk di-
Tujuannya ialah menciptakan sel pembuat antibody homo- pilih dengan cara mendeteks antibodi yang disekresikan dalam

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


medium. Kadarantibodi biasanyacukuptinggi(± 10–100 u/ml), hasilnya lebih baik dan cara konvensional(14). Selain memberi-
sehingga banyak uji serologi yang dapat digunakan tergantung kan hasil klon spesifik yang lebih banyak, imunisasi intraiimpa
jumlah antigen spesifik yang tersedia, tetapi yang paling sering ini memberi keuntungan yang lain : (1) Pemakaian antigen yang
digunakan adalah radioimmunoassay (RIA) dan enzyme linked sangat hemat, misalnya untuk imunisasi dengan 1gM manusia
immunosorbent assay (EL1SA)(12). hanya diperiukan 20 ug, sedangkan untuk antigen berupa sel
4) Produksi antibodi monokional spesifik hanya diperlukan 200.000 sel, sehingga dapat dibuat hibridoma
Setelah klon hibridoma yang diinginkan dapat diisoiasi, dan antigen yang terbatas jumiahnya. Karena hampir semua
maka produksi antibodi monokional dapat dilakukan dengan binatang percobaan membeni tanggap kebal yang baik, tidak di-
cara : periukan binatang dalam jumlah yang besar(14). (2) Fusi dapat
(i) in vitro, membiakkan pada medium biakan jaringan dan dilakukan dalam waktu 3 hari seteiah imunisasi(14).
antibodi dapat dipanen dan supernatan. Kadar pada umumnya (iii) Imunisasi in vitro
10–100 ug/ml supernatan, Tidak ditemukannya antibodi monokional spesifik sering
(ii) in vivo, mentranspiantasikan intraperitoneal pada binatang, karena kegagalan stimulasi limfosit B pada imunisasi in vivo. ini
antibodi dipanen dan cairan asites. Kadar pada umumnya 1-25 mungkin disebabkan toleransi atau adanya antigen hierarchy
mg/ml cairan asites(10,12). response (reaksi tanggap kebai hanya terhadap beberapa kom-
ponen antigen). Sering terjadi seteiah imunisasi dengan antigen
PERKEMBANGAN TEKNIK HIBRIDOMA yang Iemah, wataupun titer antibodinya tinggi ternyata gagal
Sejak diperkenaikan, teknik hibridoma telah banyak mendapatkan hibridoma spesifik karena rendahnya jumtah sel
mengalami perkembangan untuk mendapatkan klon secara efisien B spesifik dalam limpa, maka untuk mengatasinya dilakukan
dan hibridoma yang hidup secara maksima(13). Sejalan dengan imunisasi in vitro(15). Pada prinsipnya sel timpa belum imun
tujuan maka pengembangan timbul pada cara-cara: ditambah antigen dan TCM (thymocyte culture-conditioned
1) Imunisasi medium) yaitu medium biakan sel thymus setelah inkubasi 48
Hibridoma merupakan hasii fusi 2 sei yaitu sd mieioma dan jam. Antigen dapat benupa antigen tertarut sebanyak 30–1000 ug
sel B penghasii antibodi. Karena itu supaya memperbanyak sel B atau sel yang difiksasi aikohol atau yang diradiasi 4500 rad
spesifik terhadap antigen yang diinginkan penting supaya popu- dengan Cesium radioaktif. Setelah diinkubasikan 37°C selama 5
lasi sel B pesifik jumlahnya lebih banyak sehingga hasil fusi hari akan banyak dijumpai sel blast yang besar dan pada keadaan
mencapai maksimal. Banyaknya sel B spesifik dipengaruhi anti- ini sel siap untuk dilakukan fusi(15).
gen baik caranya stimuiasi maupun sifat dan antigen sendiri, Se- Sebagai contoh kebenhasiian imunisasi in vitro : melalui
hingga untuk memperbanyak sel B spesifik, dilakukan berbagai imunisasi in vitro dengan 107 sel acute myeloid leukemia (AML)
cara imunisasi, yaitu: yang difiksasi alkohol, 31 dan 96 sumur biakan menghasilkan
(i) Konvensional hibridoma spesifik dan antibodi dan 6 dari klon ternyata sangat
Cara ini sebenarnya sama dengan cara imunisasi untuk spesifik karena tidak beneaksi dengan sel darah penifer maupun
membuat antibodi poiikional. Antigen berupa protein atau poli- sel sumsum tuiang. Hasil ini berbeda bila dibandingkan melalui
sakanida dalam volume yang sama diemulsikan dengan complete imunisasi in vivo, antibodi yang dihasiikan sebagian besar bereaksi
Freuncfs adjuvant, bila antigen seluier dibuat tanpa ajuvan. dengan major histocompatibility antigen atau major rnyeloid
Antigen disuntikkan subkutan pada beberapa tempat atau intra- differentiation antigen yang merupakan bagian terbanyak dari
peritoneai, setelah 2–3 minggu disusul suntikan antigen tanpa permukaan sel(15).
ajuvan secara intravena sekali atau beberapa kaii. Mencit dengan Perkembangan selanjutnya merupakan penyederhanaan kon-
tanggap kebal terbaik dipilih, 1–2 hari setelah suntikan terakhir disi imunisasi in vitro yaitu menggunakan medium yang biasa
mencit dibunuh dan diambil sel limpanya(11,12). Cara ini dianggap untuk biakan jaringan yaltu RPMI (Roswell Park Memorial
cukup baik dan secara umum banyak dipakai, walaupun di- Institute) atau DMEM (Dulbeco ‘s Mod Eagle’s Medium) dan
pengaruhi sifat antigen berupa imunogen kuat atau lemah serta ajuvan peptida yang mudah didapat, N-acetytmuramyl-L-alanyi-
tanggap kebal binatang yang berbeda-beda. Bila informasi anti- D-isoglutamine. Cara ini terbukti telah meningkatkan jumlah
gen yang iengkap tidak bisa didapatkan cara imunisasi ini ter- hibridoma pembuat antibodi sertajumlah hibridoma yang dapat
bukti memberi hasil cukup baik(11).. bertahan hidup. Pada pninsipnya cara ini sama dengan di atas,
(ii) Imunisasi sekali suntik intralimpa (Single-shot intrasplenic yaitu sel limpa beium imun ditambah antigen dan 20 ug N-
immunization) acetylmuramyi-L-alanyi-D-iso- glutamine, diinkubasikan 37°C
Pada imunisasi konvensional, antigen dipengaruhi ber- dengan 5% CO2 95% udara setama 4 hari(16). Berhasilnya imu-
macam-macam faktor. Bila disuntikkan ke dalam darah sebagian nisasi in vitro ini telah membuka petuang dilakukannya stimulasi
besar akan dibuang secaraaiami, sedangkan melalui kulit akan in vitro sel B manusia, karena imunisasi in vivo tidak dapat di-
tersaring kelenjar limfe regional, makrofag dan sel retikuler. jaiankan karena dibatasi etika, yang seianjutnya diikuti fusi
Hanya sebagian kecii antigen yang terlibat daiam proses tanggap dengan sel mieloma manusia atau transformasi dengan virus
kebal. Pada hibridoma yang diperlukan adalah sel limpa, karena Epstein-Barr sehingga dapat dibuat antibodi monoktonat ma-
itu untuk mencegah eiimin antigen oleh bagian lain dari tubuh nusia(16).
dilakukan suntikan imunisasi langsung pada limpa dan ternyata 2) Pilihan sel mieloma

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 53


Yang rnenjadi pertimbangan dalam memilih sel mieloma, medium sering dinaikkan. Dipilih FCS karena kandungan
adalah: imunogtobulinnya rendah sehingga tidak mempengaruhi assay
a) Spesies serta sangat mendukung tumbuh dan kembang biak sel(11).
Sd mieloma yang berasal dari spesies yang sama dengan Usaha pengembangan dilakukan untuk mendapatkan me-
binatang yang diimunisasi akan mengurangi segregasi kromo- dium tanpa serum karena memberi keuntungan:
som pasca fusi. Contoh yang ekstrim ialah hibridoma sel mieloma • memungkinkan penetitian yang tak memperbotehkan adanya
mencit dengan sel limpa manusia,kromosom sel manusia dengan protein serum atau bahan-bahan dan serum misatnya hormon,
cepat mengalami segregasi sehingga hasil hibrid menjadi tidak antibodi.
stabi1(11,17). Dalam perkembangannya, pemilihan sel mieloma • ekonomis, terutama untuk menumbuhkan sel dalam skala
yang berbeda spesies dapat dilakukan terutama untuk tujuan ter- besar.
tentu. Hibrid sel mencit dengan tikus telah dibuat dan berhasil • mempermudah pemurnian antibodi monokional, bahkan
baik, tetapi perbedaan spesies yang terlalu jauh dikatakan tidak pada beberapa keadaan, antibodi monokional dapat langsung
produktif(18). digunakan tanpa pemurnian(21). Salah satu dari medium tanpa
Walaupun pembuatan antibodi monokional mencitdan tikus serum adalah Serum-free KSLM medium yang menggunakan
sudah berhasil baik, gunanya secara klinis sangat terbatas karena medium dasar RPMI 1640 + DMEM + Hams F-12 medium
tetap merupakan protein asing untuk manusia. Karena itu dikem- dengan perbandingan 2: 1: 1, ditambah insulin, 2-amino etanol,
bangkan hibrid manusia dengan mengembangkan sel mieloma 2-merkaptoetanot, natrium selenit, LDL manusia, asam oleat
manusia yang sensitif terhadap hypoxanthinc-aminopterin- dalam kompleks dengan albumin serum sapi (BSA)(22). Serum-
thymidine. Tim dari Stanford University telah berhasil membuat free KSLM medium terbukti sama baiknya untuk menumbuhkan
galur sel mieloma tersebut yaitu U-266 AR1 dengan nomor sel mieloma NS- 1 dan sel hibnidoma (Tabet 2), dibandingkan
registrasi SKO-007. Sayangnya galur ini masih membuat sendiri medium dengan 10% FCS. Harus menjadi perhatian bahwa tidak
IgE(19). semuajenis sel mieloma atau hibridoma cocok dengan medium
b) Sintesis imunoglobulin tanpa serum(21).
Sel hibridoma mengekspresikan rantai imunoglobulin se-
cara codominant, sehingga imunoglobulin dan sel mieloma akan Tabel 2. Hasil fusi mieloma dan sel limpa dalam medium KSLM dan
diekspresikan bersama imunoglobulin dan sel limpa dengan Medium dasar + FCS 10%(22)
kombinasi secara acak(19). Sebagai contoh, bila sel mieloma Sumur (+) Ab terhadap A431
Induk mieloma Kondisi (%)
membentuk rantai berat dan rantai ringan imunoglobulin, seperti Koloni/sumur % sumur (+)
juga halnya dengan sel limpa, maka imunoglobulin dan sel hibrid
NS-I KSLM 54 1–2 25
merupakan kombinasi acak dari ke-4 rantai dan antibodi spesifik NS-I KSLM + FCS 10% 51 1–2 33
hanya terdapat 1/16 dari seluruh imunoglobutin yang terben- NS-I-503 KSLM 85 5–10 60
tuk(20). Karena itu pengembangan diarahkan untuk membuat sel NS-1-503 MD+FCS 10%n 75 5–10 57
mieloma yang tidak membuat rantai imunoglobulin tetapi tetap Keterangan :
dapat fusi dengan baik. Gatur sel mieloma mencit SP2/O-Ag14 KSLM = medium tanpa serum
yang merupakan hasil reclone SP2/HI-Ag adalah sel mieloma MD = medium dasar
pertama yang tidak membentuk rantai imunogtobutin(20). Ber- N 1-503 = varian dan sel NS-1 yang telah diadaptasikan pada medium
tanpa lipid.
bagai jenis mieloma dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Galur sel mieloma
4) Fusi sel
Galur Spesies asal Produksi Ig
Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga
P3-x63-Ag8 Mencit IgG I menghasitkan sel besar dengan dua atau lebih inti yang berasal
P3-NSI/I-A4-I Mencit Kappa dari kedua induk sel yang berbedajenis, disebut heterokaryon,
P3-x63-Ag8.653 Mencit – pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk 1 inti yang me-
SP2/O-Ag 14 Mencit –
FO Mencit – ngandung knomosom kedua induk disebut sebagai sel hybrid(17).
Fl0-RCY3-Agl Tikus Kappa Frekuensi fusi dipengaruhi bermacam–macam faktor:
– jenis medium.
Sumber 18. – perbandingan jumtah sel timpa dengan sel mieloma.
– jenis sel mieloma yang digunakan.
3) Medium biakan – bahan yang mendorong timbulnya fusi (fusogen), misainya
Medium biakan umumnya DMEM atau RPMI 1640 dengan polyethylene glycol(23).
tambahan fetal calfserum (FCS) dan aditif lainnya. Yang menjadi Secara garis besar fusogen dibagi menjadi 2 kategori:
masalah adalah FCS harganya mahal, sutit didapat dan kuali- – Virus berselubung. Yang sering digunakan adalah virus
tasnya sangat bervariasi tergantung sumbernya bahkan juga Sendai(17,24).
bervariasi untuk tiap batch. Penambahan FCS sangat penting, – Reagensia tipofitik atau tipolitik, misal lysole cithin dan
bahkan pada waktu fusi, seleksi dan cloning kadar FCS dalam polyethylene g1ycol(17).

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


Pada awal penelitiannya Kohier dan Milstein menggunakan KESIMPULAN
virus Sendai yang inaktif sebagai fusogen(3), tetapi karena sulit Hibridoma merupakan fusi sel limfosit B dengan sel mieloma,
menyiapkannya, efisiensinya sangat bervariasi dan hanya men- yang dapat dibiakkan terus menerus. Karena hibridoma sel
dorong fusi pada beberapa jenis sel saja, maka fusogen diganti limfosit B tetap mempertahankan ekspresi gen imunoglobulin
dengan polyethylene glycol yang lebih mudah didapat dan dapat maka dimanfaatkan untuk membuat antibodi monoklonal.
mendorong fusi pada sel dengan jenis yang lebih luas(17). Pengem- Frekuensi timbulnya hibrid setelah fusi sangat rendah, karena itu
bangan fusi sel banyak diarahkan untuk menaikkan efisiensi fusi pengembangannya banyak diarahkan untuk menaikkan frekuensi
yang dianggap masih rendah, antara lain dengan cara: fusi dan mendapatkan klon hidup secara maksimal.
• mengembangkan fusogen Cara imunisasi konvensional memberi hasil cukup baik,
Polyethyleneglycol (PEG) secara luas sudah digunakan se- tetapi cara imunisasi sekali suntik intratimpa dan in vitro mem-
bagai fusogen, biasanya dengan berat molekul 1000–6000, kon- beri hasil lebih baik, lebih hemat antigen serta waktunya lebih
sentrasi 50%. Penambahan PEG dengan DMSO (dimethylsul- singkat, bahkan imunisasi in vitro membuka peluang dilakukan-
phoxide) ternyata dapat menaikkan efisiensi fusi(17). nya imunisasi limfosit B manusia, dimana imunisasi in vivo tidak
• mengembangkan teknik fusi lain,yaitu menggunakan medan dapat dilakukan karena dibatasi etika.
listrik pada limfoblas(25). Pilihan sel mieloma makin beragam, baik spesies (mencit,
5) Penumbuhan hibndoma tikus, manusia) maupun sifatnya, makin ideal untuk membuat
Berdasarkan pengamatan Fazekas de St Groth dan Schei- antibodi monokional dengan dikembangkannya galur sel mieloma
degger, penumbuhan hibrid pasca fusi yang dilakukan dengan yang tidak membentuk rantai imunogtobulin. Medium dasar
feeder cell (sel limpa tidak imun) memberi hasil yang lebih ditambah FCS (fetal calf serum) secara umum cukup baik, tetapi
konstan dibanding tanpa feeder cell(18). Sebagai feeder system FCS merupakan hambatan karena harganya mahal, sulit di-
dapat digunakan sel limpa tidak imun, thymocyte, makrofag dapatkan serta hasilnya bervariasi. Karana itu dikembangkan
peritoneum, fibroblas manusia yang telah diradiasi(18), lipopoli- medium tanpa serum sehingga penelitian yang perlu keadaan
sakarida (LPS), supernatan makrofag, supernatan biakan endotel tanpa serum dapat dilakukan dan biaya pemeliharaan sd dalam
manusia dan serum darah tali pusat manusia(13). Dalam feeder skala besar akan lebih murah.
system terdapat faktor pendorong penumbuhan sel, sebagai con- Untuk mendorong timbulnya fusi sel banyak digunakan
toh: polyethyleneglycol (PEG) yang mudah didapat dan cukup efek-
• mitogen lipopolisakarida (LPS), efeknya diperkuat dengan tif. Pengembangan dilakukan untuk memperbaiki frekuensi fusi
penambahan dextran sufat. dengan menambahkan DMSO bersama PEG dan penggunaan
• supernatan makrofag mengandung monokin (interleukin-1) medan listnik. Penambahan bermacam-macam feeder system,
menimbulkan aktivasi limfosit. terbukti dapat mendorong penumbuhan hibridoma.
• supernatan biakan endotel pembuluh darah manusia dapat
mendorong proliferasi dan diferensiasi hibridoma sel B, faktor
KEPUSTAKAAN
mitogennya sampai sekarang betum diketahui. Demikian juga
dengan serum tali pusat manusia yang sampai saat ini belum 1. Abba.s AK, Lichtman AH, Parker IS. (eds). Cellular and Molecular Immu-
diketahui faktor yang mendorong tumbuhnya hibridoma(13). nology. New York: WB. Saunders Co. 1991.
Penambahan feeder system terbukti menaikkan frekuensi sel 2. Mason DY. Cordell JL, Pulford KAF. Production of Monoclonal Anti-
bodies for lmmunocytochemical Use. Dalam Techniques in Immuno-
limpa pembentuk klon dan frekuensi terbentuknya klon yang chemistry. ed. W.R. Bullock, Vol. 2. London: Academic Press 1983: hal.
membuat antibodi setelah fusi (Tabel 3)(13). 175.-I 80.
3. KohlerG. Milstein C. Continuous cultures of fused cells secreting antibody
Tibet 3. Efek berbagai Feeder system pada hibridoma of predifined specifity. Nature 1975; 256: 495–97.
4. Di VT. Morrison SL. Chimeric antibodies. Biotechniques. 1986: 4(3):
217–20.
Jumlah Sumur dengan klon Klon Ab (+) 5. Cotton RGH. Milstein C. Fusion of Two Immunoglobulin-producing
% jumlah
sumur % jumlah Myeloma cells. Nature 1973: 244: 42–3.
biakan Frekuensi Frekuensi
Stimulator biakan biakan 6. WinterG. Harris WI. Humanized antibodies. Immunology Today 1993: 14:
membentuk sel set
(jumlah membentuk 243–46.
klon limps limps
fusi) klon 7. Waldman H, Colbold S. The use of monoclonal antibodies to achieve
CS 384 (4) 65 1.05 12 1.3 immunological tolerance. Immunology Today 1993: 14: 247–5 I.
LPS + D x S 384 (4) 99 4.61 33 4.0 8. Vitetta ES. Thorpe PE, UhrJW. Immunotoxins: Magic bullets or misguided
missiles. Immunology Today 1993: 14: 252–59.
p. Makrofag 384 (4) 98 3.91 42 5.4
9. Harlow E. Lane ED. (eds). Antibodies A Laboratory Manual. New York:
S 288 (3) 99 4.61 34 4.2
Cold Spring Harbor PubI. 1988; hal 139–281.
CA 384 (4) 99 4.61 33 4.0
10. Cuello AC. Milstein C. Galfre G. Preparation and Application of Mono-
Keterangan : clonal Antibodies for Immunohistochemistry and Immunocytochemistry.
Dalam Methods in the Neurosciences. IBRO handbook series. 1983: Vol.
FCS = fetal ca/f serum
2. hal. 215–223.
LPS + D x S = lipopolisakaridu + dextran cu/fat
11. Galfie G Milstein C. Preparation of Monoclonal Antibodies : Strategies
HECS = supernatan biakan endotel, manusia
and Procedures. Paper presented at WHO training course. Singapore. 1981.
HUCA = serum darah tali pusat manusia
12. Kearney IF. Hybridomas and Monoclonal Antibodies. Dalam Fundamental
Immunology. ed. W.E. Paul. New York: Raven Press. 4th ed. 1986: hal

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 55


751–754. 1980; 44: 5429–31.
13. Westerwoudt Ri. Factors Affecting Production of Monoclonal Antibodies. 20. Shulman M, Wilde CD, Kohler. A better cell line for making hybridomas
Dalam Methods in Enzymology, ed. J.J. Lanone, H.V. Vunakis, Vol. 121. secreting specific antibodies. Nature. 1978; 276: 269–70.
Orlando: Academic Press. 1986; hal. 3–18. 21. Kovar J, Franek F. Serum-Free Medium for Hybridoma and Parental
14. Spitz M. “Single-Shot” Intrasplenic Immunization for the Production of Myeloma Cell Cultivation. Dalam Methods in Enzymology,ed. J.J. Lanone,
Monoclonal Antibodies. Dalam Methods in Enzyrnology, ed. J.i. Lanonø, H.V. Vunakis, Vol. 121. Orlando: Academic Press. 1986; hal. 277–92.
H.V. Vunakis, Vol. 121. Orlando: Academic Press. 1986; hal. 33–41. 22. Kawamoto T, Sato JD, McClure DB, SatoGH. Serum-Free Medium for the
15. Reading CL. In Vitro Immunization for the Production of Antigen-Specific Growth of NS-1 Mouse Myeloma Cells and the Isolation of NS- I Hybrid-
Lymphocyte Hybridomas. Dalam Methods in Enzymology,ed. J.J. Lanone, omas. Dalam Methods in Enzymology, ed. J.J. Lanone, H.V. Vunakis, Vol.
H.V. Vunakis, Vol. 121. Orlando: Academic Press. 1986; hal. 19–27. 121. Orlando: Academic Press. 1986; hal. 266–277.
16. Boss BD. An Improved In Vitro Immunization Procedure for the Pro- 23. Mourik PV, Zeijiemaker WP. Improved Hybridoma Technology: Spleen
duction of Monoclonal Antibodies. Dalam Methods in Enzymology, ed. Cell Separation and Soluble Growth Factors. Dalam Methods in Enzymo-
J.J. Lanone, H.V. Vunakis, Vol. 121. Orlando: Academic Press. 1986; hal. logy, ed. J.J. Lanone, H.V. Vunakis, Vol. 121. Orlando: Academic Press.
27–33. 1986; hal. 174–175.
17. Kennett RH. Cell fusion. Dalam Methods in Enzymology. ed. W.B. Jakoby. 24. Joklik WK, Willett HP, Amos DB. Zinsser Microbiology. New York:
Vol. LVIII. Orlando: Academic Press. 1979; hal. 345–59. Appleton-Century-Croft 18th. ed. 1984; hal. 895–896.
18. Hurrel JGR. Monoclonal Hybridoma Antibodies : Techniques and Appli- 25. Lane RD, Crissman RS, Ginn S. High Efficiency Fusion Procedure for
cations. Boca Raton: CRC Press Inc. 1985; 4–29. Producing Monoclonal Antibodies against Weak Immunogen. Dalam
19. Olsson L, Kaplan HS. Human-human hybridomas producing monoctonal Methods in Enzymology, ed. i.J. Lanone, H.V. Vunakis, Vol. 121.
antibodies of predefined antigenic specificity. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. Orlando: Academic Press. 1986; hal. 183–184.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


TEKNIK BARU

Penentuan Potensi Vaksin Pertusis


Menggunakan Beberapa Grup Mencit
Siti Sundari Yuwono, Edhie Sulaksono
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi hams memiliki potensi yang me-
menuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh WHO. Untuk mengetahui hal tersebut
harus dilakukan uji kualitas vaksin. Sedangkan pengujian vaksin sangat dipengaruhi
oleh mutu mencit yang dipergunakan.
Tujuan penelitian ini adalah memilih grup mencit yang dapat dipergunakan untuk
pengujian vaksin pertusis dengan kepekaan yang tinggi dan memenuhi syarat-syarat yang
telah ditetapkan. Grup mencit yang dipakai ialah grup CBR, BD, YG, dan SBY, masing-
masing 730 ekor mencit. Pengujian potensi vaksin dengan cara challenge. Pemeriksaan
dilakukan pada masing-masing grup sampai kelahiran ke 5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mencit yang memenuhi syarat adalah grup
CBR dengan potensi rata-rata 10,8 (9,4–12,2) dan grup SBY dengan potensi rata-rata 9,9
(6,8-13,0). Dengan demikian grup mencit tersebut dapat dipergunakan untuk pemeriksaan
vaksin pertusis.

PENDAHULUAN Vaksin
Penyakit pertusis merupakan penyakit yang dapat dicegah Vaksin pertusis yang digunakan dan PN Biofarma dengan
dengan imunisasi DPT. Banyak faktor yang dapat mempenga- no batch 81238 yang sama.
ruhi program tersebut; di antaranya pelaksanaan operasional,
rantai dingin dan vaksin yang digunakan. Vaksin yang digunakan Hewan percobaan
hams memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, di antaranya Terdiri dari beberapa grup mencit yaitu CBR; BD; SBY dan
yang penting adalah potensi vaksin. Potensi yang memenuhi YG, yang berasal dari beberapa laboratorium, masing-masing
syarat dapat memberikan perlindungan yang diharapkan. Peng- dikembangkan di Puslit Penyakit Menular dengan perlakuan
ujian potensi vaksin sangat tergantung dari keadaan, mutu hewan pemeliharaan yang sama.
yang digunakan. Grup mencit SBY di tempat asal dibiakkan dalarn jumlah
Penelitian ini merupakan pengujian potensi vaksin pertussis yang besar, digunakan untuk pemeriksaan vaksin hewan dan
yang digunakan untuk program imunisasi pada beberapa grup pemeriksaan laboratorium. Grup YG dipelihara dalam jumlah
mencit dengan cara pemeriksaan potensi secara challenge. kecil untuk pemeriksaan laboratorium. Grup BD dipelihara da-
Maksud penelitian ini untuk membandingkan grup mencit lam jumlah yang besar untuk pemeriksaan vaksin sedangkan
yang dipelihara di beberapa laboratorium dengan mencit staridar grup CBR dipelihara dalam jumlah yang besar untuk pemeriksaan
yang digunakan untuk pemeriksaan vaksin pertusis. vaksin.
Untuk penentuan LD50 dipakai 50 ekor mencit dan untuk
BAHAN DAN CARA KERJA penentuan potensi diperlukan 96 ekor mencit. Setiap grup me-

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 57


merlukan 730 ekor, dihitung sampai kelahiran ke 5. Tabel 1. Angka LD terhadap pertusis dan mencit CBR, BD, YG, SBY
sampai kelahiran kelima
Persiapan kultur bakteri CBR BD YG SBY
Satu ampul bakteri Bordetella pertussis kering dilarutkan Kelahiran
dalam 0,1 ml casamino acid 1%, kemudian ditanam pada media LD50 Dosis LD50 Dosis LD50 Dosis LD50 Dosis
Bordet-Gengou, diinkubasi 4 hari dengan temperatur 35–37°C. I 766 67 399 125 204 245 685 7522
Kemudian dilakukan pasase 2 kali selama 2 hari pada tempera- II 1070 48 187 267 344 130 466 107
III 635 78 285 175 161 360 1234 40
tur yang sama. IV 690 72 194 257 195 255 754 68
Ambil koloni dan kultur persediaan, kemudian ditanam V 478 104 80 625 98 618 640 77
pada media BU, diinkubasi selama 1 8–22jam. Kemudian dibuat
suspensi sejumlah 10 bilion/ml (1 ml larutan dimasukkan ke Tabel 2. Potensi Vaksin Pertusis pada Beberapa Grup Mencit
dalam media agar tersebut, ditambah 4 ml casamino acid). Potensi (IU/ml)
Dibuat 5 macam pengenceran, yaitu; 2 x 105, 2 x 104, 2 x 103, Kelahiran
4 x 102, 8 x 10. CBR BD YG SBY
I 8,8– 9,6 1,9–16,9 1,3– 8,4 6,9–15,8
Cara pemeriksaan LD5 II 11,6–15,4 1,4–15,4 1,1– 6,2 6,3– 8,0
Lima puluh ekor mencit masing-masing dibagi dalam lima III 9,4–11,9 8,5–12,7 6,6–14,8 7,0– 9,6
kelompok, masing-masing 10 ekor mencit, kemudian disuntik IV 9,7–13,2 2,6–14,0 3,1–13,6 8,2–15,3
V 8,9–12,0 2,3–19,6 4,4– 9,3 5,6–16,5
secara intraserebral dengan pengenceran 50000, 10000, 2000,
400 dan 80 kuman dengan dosis 0,03 ml. Pengamatan dilakukan
terhadap hewan yang mati selama 14 hari. Selanjutnya dilakukan Dari hasil tersebut di atas maka grup CBR dan SBY sampai
penghitungan untuk mengetahui dosis yang dapat menyebabkan kelahiran ke lima tidak mengalami perbedaan dan memenuhi
kematian mencit sebanyak 50%; angka ini digunakan untuk syarat. Sedangkan grup BD harga antaranya sangatjauh dan grup
challenge pada pemeriksaan potensi. YG, masih memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat di-
pergunakan dalam pemeriksaan vaksin.
Cara pemeriksaan potensi Penindukan untuk pembiakan berikutnya, diambil dari ke-
Sembilan puluh enam ekor mencit dengan berat 14-16 gram hamilan ke tiga sehingga diperoleh keturunan yang baik.
dari masing-masing grup, separuh berjenis jantan dan separuh
betina. Pemilihan mencit dilakukan secara random, dibagi dalam KESIMPULAN
enam kelompok, masing-masing 16 ekor. Tiga kelompok per- Berdasarkan basil penelitian, grup mencit CBR dan SBY
tama diimunisasi secara intraperitoneal dengan standard na- dengan pemeliharaan sampal kelahiran ke lima, masih dapat di-
sional pertussis dengan pengenceran berkelipatan lima yaitu gunakan untuk pemeriksaan potensi vaksin pertusis. Sedangkan
berturut-turut berisi 1,0; 0,2 dan 0,04 IU/ml dengan dosis 0,5 ml; dua grup lain masib memerlukan pemelihanaan yang lebih lama
tiga kelompok berikutnya diimunisasi dengan vaksin yang akan sebelum dapat dipergunakan untuk pemeriksaan potensi vaksin
diperiksa dengan pengericeran 1; 1/4; 1/16 dengan dosis 0,5 ml pertusis.
secara intraperitoneal. Setelah empat belas hari diimunisasi, Untuk menjamin hasil percobaan yang baik, disarankan
mencit di challenge dengan 0,03 ml Bordetella pertussis secara menggunakan mencit dan anak kelahiran ke dua dan ke tiga.
intraserebral dengan dosis 50.000 kuman. Pengamatan dilakukan
selama empat belas hari untuk melihat mencit dengan gejala UCAPAN TERIMA KASIH
pertussis ataupun hewan yang mati. Kematian mencit pada hari Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Puslit PenyakitMenular,
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan yang telah membantu terselengga
pertama tidak diperhitungkan. Penghitungan potensi secara ranya penelitian ini.
Wilson-Wochester dilakukan dengan membandingkan hasil Ucapan terima kasih juga kepada teman sejawat, sehingga penelitian ini ter-
vaksin yang diperiksa terhadap standard. Vaksin pertusis me- laksana.
menuhi syarat bila potensi serendah-rendahnya 8 IU/ml.
KEPUSTAKAAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan hasil pemeriksaan LD50 dan lima 1. Bellanti. Immunology. Asian ed. Philadelphia. London. 1971; 41–44.
2. Kurokawa H, Takahashi K, Ishida K. Statistical analysis in biological assay,
kelahiran berturut-turut terhadap kuman pertusis pada beberapa 2nd ed. Tokyo: Kindai shippan, 1978.
grup mencit. Kepekaan terhadap pertusis pada grup mencit CBR, 3. Manclark CR. Microagiutination procedure for Bordetella pertussis anti-
BD, YG dan SBY berbeda nyata. bodies, 1980.
Pada Tabel 1 tenlihat tidak ada penbedaan pada mencit CBR 4. Mulyati Priyanto. Penetapan standarnasional vaksin DPT. Penetapan standar
vaksin pertussis. Bul Penelit Kes, 1982; X(2): 8.
sampai kelahiran ke lima; pada SBY juga tidak ada perubahan 5. Murata R, Perkins FT. Pittman M, Scheibel, Sladky K. International Colla-
dan memenuhi persyaratan. Pada YG dan BD angka LD50 me- borative Studies on the Pertussis Vaccine potency assay. Bull WHO, 1971;
nunjukkan angka kuman yang rendah. 44: 673–87.
Hasil pemeriksaan potensi vaksin pertusis pada ke lima 6. WHO. Manual for the production and control of vaccines. Pertussis vaccine.
BLGIUNDP/77.3Rev.1. 1977.
grup m dapat dilihat pada Tabel 2. Vaksin yang sama diperiksa 7. WHO. Expert Committee on Biological Standardization. Requirement for
pada grup mencit : CBR, BD, YG dan SBY. pertussis vaccine. WHO Techn. Rep. Ser, 1964; 274: 25–40.

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


Informasi Obat

Pronetic®
Composition have the initial daily dose, subsequently, this dose can be adjusted
Each tablet contains : according tp the clinical response.
Cisapride……………………………………...5 mg and 10 mg. 2) In the elderly, steady state plasma levels are generally higher
due to a slightly prolongation of the half-life. However, thera-
Pharmacology peutic doses are similar to those used in other patients.
Pronetic® tablet, a substituted piperidinyl benzamide, is an 3) Benefit should be weighed against the potential hazards
orally administered prokinetic agent which facilitiates or restores before giving it during pregnancy, especially during the first
motility of the gastrointestinal tract. trimester.
Its mechanism of action is thought to increase the release of 4) Although the excretion in breast milk is minimal, it is not
acetylcholine in the myenteric plexus of the gut. Pronetic® advised to breastfeed while taking this drug.
appears to be devoid of dopaminergic blocking activity, and it 5) This drug may accelerate the rate of absorption of other
does not influence the plasma concentration of prolactin or cause drugs which cause central depression such as barbiturate and
extrapyramidal symptoms. alcohol, therefore be cautious when used concurently.

Pronetic®: Adverse reactions


• Increases the resting tone of the lower oesophageal sphincter The most commonly reported adverse reactions with
and increases the amplitude of lower oesphageal contraction. Pronetic® are gastrointestinal disturbances including abdominal
• Accelerates gastric emptying and reduces the mouth-to- cramps, borborygmi, and diarrhoea. Headache, dizziness, con-
coecum transit time. vulsions, and tachycardia have also been reported.
• In contrast to other prokinetic agents, Cisapride enhances
the propulsive motor activity of the stomach, small intestine and Drug interacfions
colon. Pronetic® tablet could reduce the absorption of drugs from
the stomach, whereas absorption from the small intestine (e.g.:
Indications benzodiazepines, anticoagulants, paracetamol, or H2-antago-
• Treatment of symptoms (eg, heart burn, regurgitation) as nists) may be increased.
well as the mucosal lesions associated with gastroesophageal In patients receiving anticoagulants the coagulation times
reflux. may somewhat increase. It is advisable to check the coagulation
• Symptomatic relief (such as nausea, early satiety, anorexia, time one week after the start or discontinuation of cisapride
bloating and epigastric pain) due to impaired gastric motility treatment to adapt the anticoagulant dose if necessary.
which caused by impaired as well as delayed gastric emptying Sedative effects of benzodiazepines and alcohol may be
associated with diabetes, systemic sclerosis and autonomic accelerated. Effects of this drug on gastrointestinal motility,
neuropathy. mostly can be partly, antagonized by anticholinergic drugs.
In case of a drug that need individual titration, it is
Contraindications advisable to check the plasma levels before giving this drug.
Pronetic® tablet should not be used when stimulation of
muscular contractions might adversely affect gastrointestinal Dosage and administration
conditions as in gastrointestinal haemorrhage, mechanical Adults and children 12 years and over:
obstruction, perforation, or immediately after surgery. • Gastro-oesophageal reflux:
5–10mg cisapride 3 to 4 times daily, 15 to 20 minutes
Warnings and precautions before meals.
1) Caution should be observed in patients in whom an Depending upon the symptoms being treated and the clinical
increase in gastrointestinal motility could be harmful. response : a 12 weeks course of treatment is recommended to
In patients with hepatic or renal impairment, it is advisable to obtain maximum benefits.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 59


• Impaired gastric motility : Presentation
5-10 mg cisapride 3 or 4 times daily, l5 to 20minutes before Tablets 5mg : Boxes of 3 strips x 10 tablets. Reg. No.
meal. 10 mg : Boxes of 3 strips x 10 tablets. Reg. No.
An initial course of 6 weeks is recommended, but longer
period of treatment may be required. Store in a cool dry place
• Use for children :
Clinical experience with cisapride in children younger than On medical prescription only.
12 years is limited. Hence the drug can only be recommended for Harus dengan resep dokter.
use in children aged 12 years and older.
PT. KALBE FARMA
JAKARTA - INDONESIA

PEMBERITAHUAN

Majalah Cermin Dunia Kedokteran telah pindah alamat sbb. :


Cermin Dunia Kedokteran
Gedung Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih,
Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. Telp. 4208171 / 4216223
Harap surat-surat dan pengiriman naskah, menggunakan alamat baru
tersebut.
Redaksi

The desire accomplished is sweet to the soul

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


Pengalaman Praktek

KOK PASIENNYA GEDE BANGET


Pada suatu malam hari datang kepada saya seorang bapak, sebut saja Pak Marto
minta tolong kepada saya untuk mengobati pasien di rumahnya. Tanpa banyak komentar
saya lalu menyiapkan peralatan komplit menuju ke lokasi.
Sesampainya di rumah Pak Manto ketika saya ingin masuk, tiba-tiba beliau berkata:
“Pak dokter lewat sisi rumah saja, wong yang diobati ada di belakang Pak”.
Setelah lewati sisi rumah sampailah pada suatu tempat yang dituju.
“Lho Ia mana pak pasiennya 7” tanya saya.
‘Ya ini pak yang sakit sudah satu hari ngorok terus” kata Pak Manto sambil menunjuk
seekor kerbau jantan yang kelihatan teler.
Heran, tertegun, kecewa, geli, termangu-mangujadi satu perasaan saat itu. Mungkin
saja anggapan si bapak tersebut saya ini dokter komplit, yang bisa menyembuhkan semua
mahluk Tuhan. Karena sudah jauh-jauh datang serta tidak mengecewakan sang bapak,
dengan pandangan yang mantap kusiapkan segala peralatan. Jarum punksi saya pasang-
kan ke sempnt 10 ml lalu diisi dengan I flakon prokain penisilin, saya suntikkan ke kerbau
tadi. Kemudian 10 butir (@ 1 g) ampisilin saya masukkan ke mulut kerbau yang kemudian
diberi minum oleh siempunya kerbau. Semua tindakan tadi saya lakukan secara ngawur
karena belum pernah mendapat pedoman pengobatan hewan. Untuk mencegah timbulnya
hal-hal yang tidak diinginkan, saya bilang pada Pak Manto:
“Pak, kalau sampai besok sore kerbau ini tetap ngorok dan nggak mau makan, maka pagi
harinya bawa saja ke pelelangan ya?” “Siap Pak dokter” jawab Pak Marto.
Dua hari setelah kejadian tersebut datang utusan Pak Marto dua rantang penuh opor/
rendang kerbau. Ragu-ragu saya menerima pemberiannya,jangan-jangan rendang kerbau
kemarin. Khawatir kalau terjadi apa-apa maka saya putuskan daging rendang tadi saya
berikan pada tetangga di sebelah rumah saya dengan pesan supaya rendang tadi dimasak
lagi. Seperti menerima durian runtuh, begitu suasana di rumah tetangga tadi karena
menurut ceritanya, mereka itu baru dapat menikmati daging hanya pada waktu ada hari
raya Qur’ban.
Satu minggu kemudian Pak Marto datang ke tempat praktek untuk berobat. “Maaf ya
pak dokter, saya dulu hanya dapat memberikan sedikit lauk buat pak dokter karena rasa
senang sehubungan kerbau saya sembuh”.
“Jadi rendang yang bapak berikan itu bukan dari kerbau bapak yang dulu ?“ kata saya
terheran-heran.
“Bukan Pak daging untuk bapak dulu saya belikan di pasan Comal kok”,jawab Pak Marto
mantap.
“Oooo begitu,” sahut saya lirih.

Pratomo
Pemalang

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 61


ABSTRAK
ANTIHIPERTENSI LARIS FAMSIKLOVIR Dari seluruh 738 orang di 30 panti
Procardia® - nifedipin dan Pfizer - Famsikiovir (Famvir®) selain dapat asuhan, 499 (67,6%) diikutkan dalam
masih tetap merupakan obat antagonis digunakan untuk herpes zoster, saat ini studi ini; semuanya diwawancarai Se-
kalsium oral yang paling laku di AS, juga diindikasikan untuk herpes geni- cara terperinci, dipeniksa matanya, ter-
dengan pangsa pasar 24,7%; di tempat taiis; dosis yang dianjurkan iaiah 3 dd masuk tajam penglihatannya. Mereka
ke dua ialah Cardizem® (diltiazem) 250 mg. per hari selama 5 hari, sedang- yang tidak (bisa) diikutkan dalam studi
dengan pangsa pasar sebesar 20,8%, kan untuk kasus rekuren dosisnya 2 dd ini cenderung iebih tua, berkulit putih
kemudian berturut-turut Norvask® 125 mg. per hari selama 5 hari. dan berniiai Mini Mental State lebih
(amlodipin) sebesar 10,8%, Calan® Cam pengguna seperti ini lebih Se- rendah.
(verapamil) sebesar 7%, verapamil derhana daripada askiovir (Zovirax®) Ternyata prevaiensi kebutaan bila-
genenik - 4,3% dan Verelan® (vera- yang hams diminum 5 kali sehari. teral (tajam penglihatan ≤ 20/200) Se-
pamil) - 3,8%. Sisanya - 28,6% thrdiri Scrip 1995; 2021: 20 besar 17,0%, sedangkan gangguan virus
Brw
dan berbagai produk lain. (antara > 20/200 - < 20/40). Sebesar
Scrip 1995; 2032: 22 18,8%. Frekuensi kebutaan meningkat
Brw NEUROPATI DIABETIK dari 15,2% di kalangan usia < 60 tahun
Neuropati diabetik merupakan kom- menjadi 28,6% di kalangan usia ≥90
ANTIEPILEPSI BARU plikasi yang sering ditemukan pada pen- tahun; prevaiensi di kalangan kulit hitam
Obat antiepilepsi baru - tiagabine derita diabetes melitus dengan berbagai 50% iebih tinggi daripada di kalangan
(Gabitrol®) - menunjukkan efektivitas- manifestasi klinis; beratnya penyakit dan kulit putih. Bila dibandingkan dengan
nya pada pasien epilepsi parsial seder- luasnya abnormalitas sebanding dengan populasi di luar panti, tingkat kebutaan
hana dan epilepsi parsial kompleks; derajat dan lama hiperglikemi. Hiper- di panti 13,1 kali lebih tinggi untuk ka-
percobaannya sebagai terapi tambahan glikemi akut menurunkan fungsi sera- langan kulit hitam dan 15,6 kali lebih
(add-on) selama 4 minggu menghasil- but saraf, hipenglikemi kronis berkaitan tinggi untuk kalangan kulit putih.
kan penurunan frekuensi serangan lebih dengan berkurangnya serabut saraf, de- Penyebab utama gangguan peng-
dari 50% pada 27-30% kasus epilepsi generasi Wailer dan terhambatnya re- lihatan ini ialah katarak, disusui keke-
parsial kompleks dan pada 27-45% generasi serabut saraf. Mekanismenya ruhan kornea, degenenasi makula dan
kasus epilepsi parsial sederhana. belum dapat dipastikan, mungkin ber- glaukoma. Sebanyak 20% kebutaan dan
Drug News 1995; 4(17): 7 kaitan dengan terbentuknya metabolit 37% gangguan visus dapat dikoreksi.
Brw sepenti sorbitol. N. Engl. J. Med. 1995; 332.’ 1205–09
Usaha pencegahan antara lain de- Hk
ANTIDIABETIK ORAL BARU
ngan pengobatan hiperglikemi secara
Acarbose - suatu antidiabetik oral
intensif, inhibisi aidose reduktase dan OBAT ANTIIMPOTENSI
baru dan Bayer - bekerja menghambat
pengobatan simtomatik: amitniptilin Zonagen sedang meneliti efektivitas
penyerapan karbohidrat dan saluran
atau antidepresan lain, kapsaisin, feni- fentolamin mesilat sebagai anti impo-
cerna meialui aksinya yang mengham-
tom atau karbamazepin untuk neuropati; tensi oral; obat ini mula-mula dikem-
bat aktivitas enzim aifaglukosidase;
eritromisin, metoklopramid atau cisaprid bangkan sebagai anti hipentensi.
obat ini mula-mula disetujui pengguna-
untuk gangguan motilitas gaster. Studi pendahujuan menunjukkan
annya hanya untuk diabetes tipe I, tetapi N. Engi. J. Med. 1995; 332: 1210–1 7 bahwa obat ini ditoleransi dengan baik
tahun ini telah disetujui juga untuk dia-
dan efektif pada 30–50% pasien.
betes tipe II. Hk
Drug News 1995; 4(7): 7
Obat ini efektif menurunkan kadar Brw
gula darah dan juga kadar glycosilated
Hb; sedangkan efek sampingnya berupa GANGGUAN VIRUS DI KALANG TERAPI KANKER PAYUDARA
peninggian kadar SOOT darah terutama AN MANULA Antara tahun 1979 dan 1987, Na-
pada dosis 300 mg. tiga kali sehari. Parausia lanjut (≥ 30 tahun) yang tional Cancer Institute di AS mengada-
Scrip 1995; 2032: 20 tinggal di panti di daerah Baltimore, AS kan pencobaan yang membandingkan
Brw diperiksa fungsi penglihatannya. efektivitas terapi kanken payudara sta-

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995


ABSTRAK
dium I dan II, antara lumpektomi + miokard akut yang tidak dapat diterapi OBAT ALZHEIMER
diseksi aksila dan radiasi dengan mas- dengan trombolisis, ternyata pemberian Galanthamine-suatu alkaloid berasal
tektomi + diseksi aksila. Mg iv. dengan dosis 6 g. pada 3 jam dari kuncup bunga dafodil dan snow-
Dari 247 pasien, 237 pasien diikuti pertama, 10 g. pada 21 jam berikutnya drops agaknya bermanfaat untuk meng-
selama rata-rata (median) 10 tahun; ter- dan diikuti dengan 6 g. pada 24 jam obati penyakit Alzheimer; zat ini juga
nyata overall survival kelompok mas- berikutnya, telah menurunkan mortali- bersifat penyekat asetilkolinesterase
tektomi sebesar 75% dan di kelompok tas di rumah sakit dengan bermakna. seperti takrin.
lumpektomi + radiasi sebesar 77% (p = Pengobatan dimulai dalam 7 jam setelah Uji klinis pendahuluan di Inggnis
0,89). serangan infark. menunjukkan bahwa zat ini memper-
Disease free interval setelah 10 tahun Kematian dijumpai pada 17 pasien di lambat proses penurunan fungsi otak
adalah 69% di kelompok mastektomi dan kelompok plasebo dan pada 4 pasien di pada 30% pasien Alzheimer, selain itu
72% di kelompok lumpektomi + kelompok Mg.; 11 pasien di kelompok lebih cepat diserap dan kurang hepato-
radiasi (p = 0,93). plasebo dan hanya I pasien di kelompok toksik.
Rekurensi regional setelah 10 tahun Mg. meninggal akibat syok kardiogenik. Saat ini obat tersebut sedang dicoba-
sebesar 10% di kelompok mastektomi Dari kelompok di atas 70 tahun (n = kan pada 600 pasien Alzheimer di Eropa.
dan 5% di kelompok lumpektomi + 77), mortalitasnya 23% di kelompok Inpharma 1995; 976: 11
Brw
radiasi (p = 0,17). plasebo dan 9% di kelompok Mg.
Tidak ada perbedaan yang bermakna Para peneliti menduga bahwa hasil
dalam hal hasil pengobatan antara dua tidak memuaskan pada ISIS-4 disebab- IMUNISASI POLIO DAN SUPLE
metode tersebut setelah 10 tahun. kan karena Mg diberikan setelah re- MENTASI VITAMIN A
N. Engi. J. Med. 1995; 332: 907–11 perfusi – saat yang terlambat untuk Pemberian suplemen vitamin A
pencegahan Ca-overload di miosit, serta 100.000 IU bersamaan pada saat vaksi-
Hk
para pasien umumnya telah mengguna- nasi campak sangat praktis karena tidak
PEMILIHAN PENYEKAT ACE kan obat-obat trombolitik atau anti- memerlukan upaya tambahan; tetapi
Saat ini terdapat 13 macam obat platelet sehingga angka kematian tidak vitamin A sebenarnyajuga mempenga-
penyekat ACE yang dipasarkan untuk dapat lebih rendah lagi. ruhi sistim imun dan dikenal sebagai
antihipertensi; semuanya efektif, juga Oleh karena itu para peneliti di sini vitamin ‘antiinfeksi’. Oleh karena itu
terhadap pengurangan hipertrofi ven- tetap menganjurkan agar Mg tetap diper- pengaruhnya terhadap serokonversi
trikel kiri. Selain itu juga dapat meng- timbangkan karena murah dan dapat terhadap campak diteliti pada 336 bayi
atasi resistensi insulin. diberikan segera, bahkan sebelum pasien berusia 6 bulan berasal dari 19 desa di
Perbandingan antara masing-masing sampai di rumah sakit. wilayah Bogor, Indonesia.
obat tersebut tidak menunjukkan per- inpharnza 1995; 976: 5 Sejumlah 336 bayi berusia 6 bulan
bedaan efektivitas, baik di kalangan divaksinasi menggunakan 0,5 ml. Mo-
Brw
orang tua maupun dalam hal kualitas EFEK SAMPING ASPIRIN bilivac®; bersamaan dengan itu diberi
hidup. Obat yang diekskresi baik melalui Penggunaan aspirin dosis rendah kapsul 100.000 IU vitamin A atau pla-
hepar maupun ginjal mempunyai ke- sekalipun berisiko perdarahan saluran sebo per oral. Secara keseluruhan 82%
unggulan karena tidak memerlukan cerna. Menurut studi case-control yang bayi mengalami serokonversi (odds
penyesuaian dosis pada pasien-pasien dilakukan di Inggnis, risiko perdarahan ratio 0,40;95%CI:0,19-0,88) terutama
dengan gangguan fungsi ginjal. ulkus peptikum adalah sebesar 2,3 bila di kalangan penempuan (odds ratio
Drugs 1995; 49(4): 516–35 menggunakan 75 mg. aspirin perhari; 0,34; 95%CI: 0,15-0,76).
3,2 bila dosisnya 150 mg./hari dan 3,9 Imunisasi campak menggunakan
Brw
MAGNESIUM UNTUK INFARK bila dosisnya 300 mg./hari. vaksin tipe Schwanz (Mobilivac®) ini
MIOKARD Meskipun demikian, para peneliti menghasilkan nilai serokonversi yang
Hasil ISIS-4 yang menyatakan bahwa berpendapat bahwa manfaatnya dalam tinggi, tetapi pembenian vitamin A
magnesium (Mg) tidak bermanfaat un- mencegah penyakitjantung masih lebih dapat mempengaruhi hasil tersebut.
Lancer 1995: 345: 1330–32
tuk pengobatan infark iokard akut ma- besar daripada risiko di alas.
sih diragukan oleh beberapa kalangan. Scrp 1995: 4014: 3 hk
Pada studi atas 194 pasien infark Brw

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
A. Jawaban benar (B) atau salah (S): b) Ibuprofen
1. Nyeri osteoartritis (OA) bersifat lebih tajam daripada nyeri c) Indometasin
artritis reumatoid (RA). d) Ketoprofen
2. Nyeri pada OA terutama dirasakan pagi hari. e) Sulindak
3. Kaku sendi pagi hari terutama dirasakan pada RA. 13. 13. Efek samping OAINS yang tersering:
4. Kaku sendi malam hari terutama dirasakan pada OA. a) Leukopeni
5. Bengkak sendi lebih menonjol pada RA. b) Gangguan fungssi ginjal
6. OA sering disertai gejala sistemik. c) Gastritis
7. Deformitas sendi lebih cepat terjadi pada RA. d) Hepatotoksik
8. Manifestasi ekstraartikuler sering menyertai RA. e) Asma
9. Mula timbul RA rata-rata pada usia yang lebih muda dari- 14. Istirahat baring pada osteoartritis mempunyai efek merugi
14. pada OA. kan berupa:
10. Pannus merupakan salah saw tanda khas OA. a) Atrofi otot
b) Neuropati
B. Pilih satujawaban yang paling tepat c) Payahjantung
11 OAINS dengan waktu paruh terpanjang: d) Semuabenar
a) Aspirin e) Semua salah
b) Ibuprofen 15. Yang bukan penyebab cerebral palsy :
c) Indometasin a) Trauma lahir
d) Fenilbutazon b) Meningitis
e) Piroksikam c) Ikterus
12. OAINS dengan waktu paruh terpendek: d) Stroke
a) Aspirin e) Multiparitas

15. E 10. S 5. B
14. A 9. B 4. B
13. C 8. B 3. B
12. A 7. B 2. S
11. D 6. S 1. S JAWABAN RPPIK :

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995

You might also like