Professional Documents
Culture Documents
Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
104. Osteoartritis
Daftar Isi :
Oktober 1995 3. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Osteoartritis dan Artritis Reumatoid – Perbedaan Patogenesis,
Gambaran Klinis dan Terapi – Harry Isbagio
8. Masalah dan Penanganan Osteoartritis Sendi Lutut – Harry
Isbagio, Bambang Setyohadi
13. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid pada Penyakit
Rematik – Zulfasri Albar
17. Obat-obat Anti Inflamasi Non Steroid–Pudji Lastari, Max Joseph
Herman
24. Masalah Nyeri Kejang Otot pada Penderita Penyakit Reumatik –
Harry Isbagio
32. Rehabilitasi Medik pada Osteoartritis – Angela BM Tulaar
35. Osteoartritis dan Segi Neurologi – RT Rumawas
37. Cerebral Palsy Ditinjau dan Aspek Neurologi – I Made Oka
Adnyana
41. Masalah Diagnosis Nyeri Kepala – Budi Riyanto W.
Karya Sriwidodo WS
45. Pengobatan Limfoma Non Hodgkin Derajat Keganasan Menengah
di Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD DFr. Soetomo, Sura-
Karya Sriwidodo WS baya – Soebandiri
48. Diagnosis dan Penatalaksanaan Keratitis Herpes Simpleks –
Suhardjo
52. Perkembangan Teknik Hibridoma – Agus Sjahrurachman
57. Penentuan Potensi Vaksin Pertusis Menggunakan Beberapa Grup
Mencit – Siti Sundari Yuwono, Edhie Sulaksono
59. Informasi Obat : Pronetic®
61. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Salah satu penyakit yang akan makin penting di saat-saat mendatang
ialah penyakit sendi, antara lain karena makin panjangnya harapan hidup
masyarakat.
Penyakit sendi sebenarnya merupakan kelompok yang terdiri dari
berbagai jenis dengan pen yebab yang bermacam-macam, dan infeksi
sampai degenerasi; oleh karena itu penanganannya pun memerlukan
variasi.
Di samping itu, selain medikamentosa menggunakan obat-obat anti
inflamasi, penyakit ini juga harus ditangani secara menyeluruh dari segi
neurologi dan rehabilitasinya.
Beberapa aspek pen yakit sendi, termasuk obat-obat yang dapat di-
gunakan, merupakan pokok bahasan Cermin Dunia Kedokteran edisi ini
yang kami harapkan dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam.
Selamat membaca,
Redaksi
Manners carry the world for the moment, cliaracterfor all the time
Adanya peningkatan jumlah Obat Antiinflamasi Nonsteroid diketahui meningkat ambangnya dalam cairan sinovial penderita
(OAINS) mencerminkan tingginya prevalensi penyakit rematik, artritis.
meskipun ketersediaannya di berbagai negara berbeda-beda. Artritis rematoid merupakan artropati yang paling umum
Pada umumnya golongan salisilat yang banyak digunakan untuk dan inflamasi rematik kronis, terjadi sampai dua kali lebih
penatalaksanaan rematologis; di Amerika Serikat dikenal lebih banyak pada wanita dibanding pada pria dengan tanda utama
kurang 14 OAINS, di Swedia hanya 7 OAINS, di Italia 17 inflamasi sinovium yang berefek destruktif pada kartilago dan
OAINS dan di Indonesia 22 OAINS. Meskipun demikian variasi tulang. Manifestasi klinis yang penting adalah kaku dan kramp
ketersediaan OAINS ini lebih mencerminkan perbedaan peng- pagi hari, nyeri waktu bergerak, lunak atau bengkak pada sendi
aturan daripada perbedaan dalam praktek rematologis. (biasanya simetris), nodul subkutan, mudah lelah dan
Sebagai suatu kelompok OAINS memiliki kerja antiinfla- perubahan gambaran foto Rontgen yang khas. Dalam hal ini
masi, analgetik, antipiretik dan platelet inhibitor dengan aspirin sasaran terapi adalah mengurangi nyeri dan inflamasi,
sebagai prototipnya. memelihara mobilitas sendi serta mencegah deformitas.
OAINS dapat mengatasi keluhan gejala dan salisilat merupa-
ARTRITIS kan OAINS yang lebih disukai untuk terapi awal karena murah
Artritis merupakan gangguan yang kompleks dan variabel, dan efektif cepat, akan tetapi dosis diberikan sebagai antiinfla-
mungkin hanya benlangsung beberapa hari atau puluhan tahun, masi harus lebih besar daripada dosis yang dibutuhkan sebagai
mempengaruhi satu atau banyak sendi, berat dan menyusahkan analgetik. Dosis yang cukup tanpaefek samping harus
atau hanya merupakan gangguan kecil. Patogenesis sebagian digunakan secara teratur selama ada synovitis dan diperlukan
besar artnitis tidakjelas, tetapi inflamasi merupakan faktor yang individuali- sasi dosis karena perbedaan bobot badan serta
umum dan belum ada obat yang dapat mengatasi inflamasi serta variasi farma- kokinetika salisilat antar individu. Apabila
menghentikan berkembangnya erosi serta proses kerusakan ja- penggunaan jangka panjang tidak dapat ditolerir karena iritasi
ringan sendi tanpa efek samping yang kadang berbahaya. Proses lambung, bentuk sediaan lain dan salisilat seperti tablet salut
inflainasi sendiri melibatkan sejumlah penstiwa yang dapat di- enterik dan suposi- toria atau produk cair dapat dicoba.
sebabkan oleh berbagai rangsang yang masing-masing menim- Alternatif lain yaitu OAINS yang lebih baru seperti di-
bulkan pola respons yang khas dan biasanya disertai tanda-tanda flunisal, fenoprofen, ibuprofen, naproksen, piroksikam, sulindak,
klinis berupa enitema, edema, hiperalgesia dan nyeri. Respons tolmetin dan asain meklofenamat dapat digunakan untuk yang
inflamasi terjadi dalam tiga tahap, yaitu fase akut dengan tanda tidak bisa mentolerir atau tidak memberikan respons terhadap
vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler, fase salisilat. Obat dari dosis yang berbeda harus dicoba selama
subakut dengan tanda infiltrasi leukosit dan sel fagosit serta fase perioda yang sesuai (2–4 minggu) untuk menentukan rejimen
proliferatif kronis berupa proses degenerasi jaringan dan fibro- optimal tiap individu sebelum diganti dengan obat lain.
sis. Pada artritis rematoid remaja penatalaksanaan paling efektif
Faktor-faktor imunologis diduga terlibat dalam mediasi bila dimulai sejak dini; terapi obat hanya merupakan satu bagian
proses inflamasi di samping prostaglandin-prostaglandin yang dari manajemen total yang mencakup program suportiforang tua
KESIMPULAN KEPUSTAKAAN
Inflamasi merupakan dasar dan artritis rematoid dan artropati
1. Brooks.PM, Day RO. Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs - differences
lainnya dan tidak ada obat yang dapat menghentikan inflamasi and similarities. N EngI J Med. 1991; 324(24): 1716–23.
berlanjut ke erosi dan kerusakan jaringan sendi tanpa menimbul- 2. American Medical Association. AMA Drug Evaluations, 5th ed. Philadel-
kan efek samping yang tidak diharapkan. Dalam hal ini OAINS phia: WB Saunders Co 1983, p. 107–136.
hanyalah mengatasi gejala (tidak baik untuk jangka panjang) 3. IIMS vol. 22, no. I, Singapore, 1993.
4. Gilman AG et al. The Pharmacological Basis of Therapeutics 8th ed., vol 1.
serta hanya merupakan bagian dari program manajemen gangguan Singapore: Pergamon Press Inc., 1991. p.638–670.
rematik yang mencakup edukasi dan latihan, terapi okupasional 5. Avery GS. DrugTreatment. 2nded. Sydney and New York; Adis Press, 1980.
dan fisioterapi serta pembedahan bila diperlukan. p. 850–861.
Respons penderita terhadap OAINS dalam mengatasi gejala 6. ISFI. 150 Indonesia, vol. 21. Jakarta, 1993.
Sindrom nyeri miofascial(6,7,8) 1) Nyeri kejang otot refleks/sekunder akibat inflamasi sendi
Pada sindrom m ditemukan hanya beberapa tender point, Inflamasi merupakan perubahan dinamik sebagai reaksi
tidak adanya nyeri generalisata dan jarang ditemukan keluhan jaringan tubuh terhadap ancaman dan berbagai stimulus. Proses
kelelahan (fatigue). Oleh karena itu sindrom ini lebih sering inflamasi ini karakteristik dengan fenomena kaskade seluler dan
disebut sebagai fibromialgia regional atau terlokalisasi. humoral. Dikenal duajenis mekanisme pertahanan tubuh, yaitu
Seperti disebut di atas, maka titik nyeri pada sindrom ini innate (non-specific) dan adaptive (specific). Setiap jenis terdiri
lebih tepat disebut sebagai trigger point. Perabaan pada trigger dart faktor sel dan faktor yang larut (soluble factor). Inflamasi
point akan menyebabkan nyeri yang dirujuk ke daerah di se- secara normal merupakan proses yang self-limiting. Bila faktor
kitarnya. Kekakuan yang dikeluhkan bersifat regional. Sebagai- penyebab inflamasi telah dibasmi, maka proses inflamasi akan
mana halnya dengan sindrom fibromialgia generalisata, maka reda. Bila respon innate gagal untuk membasmi faktor pencetus,
berbagai faktor pemberat, seperti udara dingin, suara keras maka respon adaptif akan aktif sehingga faktor stimulus dapat
serta faktor emosional, dapat ditemukan; demikian pula adanya dilenyapkan dan kaskade inflamasi akan berakhir. Inflamasi
ber- bagai faktor yang memperingan. kronik terjadi bila faktor yang mencetuskan terjadinya kaskade
Lokasi yang sering dikeluhkan ialah tengkuk (torticolis akut inflamasi tidak dapat dimusnahkan, atau mekanisme untuk
atau sindrom kaku tengkuk), pinggang atas dan pinggang bawah. menghentikan proses ini tidak bekerja (Gambar 3).
Sindrom ini ditemukan sama banyaknya baik pada pria maupun
wanita.
Pengobatan dilakukan dengan menghindari factor pemberat
dan latihan peregangan otot. Penyuntikan trigger point dengan
larutan prokain hidroklorid 1% akan menghilangkan rasa nyeri
rujukan untuk beberapa waktu. Prognosis lebih baik dari sindrom
fibromialgia karena dapat diharapkan penyembuhan sempurna
walaupun sering terjadi kekambuhan (Tabel 2).
Sindrom Sindrom
Gambaran
Fibromialgia Nyeri Miofascial
Ratio seks Predominan wanita Pria dan wanita sama
Nyeri Menyeluruh Regional
Lelah Sangat nyata Biasanya tidak ada Gambar 3. Inflamasi akut dan inflamasi kronik
Kaku Generalisata Regional
Palpasi Tender point tersebar lugs Trigger point regional
Pengobatan Pasien ikut serta Menghindari faktor pemberat
Antidepresan tnsiklik Latihan peregangan Pada kaskade inflamasi akibat kerusakan membran sel akan
Prognosis Penyakit mundur-maju Diharapkan resolusi sempurna dilepaskan fosfolipid yang kemüdian secara enzimatik akan
dengan beberapa disabilitas walaupun sering kambuh dihidrolisis menjadi asam arakhidonat, yang kemudian akan
fungsional
dikonversi dalam dua jalur, yaitu siklooksigenase dan lipooksi-
Sumber genase, menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan
Schumacher HR. Primer on the Rheumatic Disease. Ninth Edition. Arthritis leukotrien (Gambar 4). Prostaglandin ada bermacam-macam,
Foundation. Atlanta GA. 1988 halaman 228.
yaitu PGA, PGB, PGI dan PGE(9).
a b
Gambar 6. a. Distnbusi normal berat badan pada keadaa fisiologik:
b. Pada hiperlordosis kifosis terdapat perubahan yang me-
nyebabkan peregangan pada sekelompok otot dan ligament
Gambar 5. Mekanisme fisiologik nyeri pada system muskuloskeletal secara terus menerus.
paling bermanfaat dan kombinasi dengan analgetik dan relaksan penyakit reumatik di samping keluhan lain seperti bengkak
otot dapat membantu mengurangi nyeri dan spasme otot. sendi, nyeri gerak, kaku sendi, gangguan fungsi dan deformitas.
Bila deformitas sangat nyata, baik pada artritis reumatoid Kejang otot merupakan pula salah satu masalah penderita reuma-
maupun pada osteoartritis, maka penggunaan obat-obatan tidak tik yang sering dilupakan karena dokter menduga nyeri yang
banyak manfaatnya untuk menghilangkan nyeri. Pada keadaan dikeluhkan penderita hanya disebabkan oleh radang sendi.
ini yang paling bermanfaat adalah tindakan operatif. Kejang otot pada penderita penyakit reumatik secara garis
Pada gangguan spinal yang disertai sindrom radikuler, maka besar dapat dibagi dalam dua kelompok menurut ada/tidaknya
kombinasi penggunaan OAINS dengan relaksan otot sangat faktor pencetus atau penyebab. Kelompok pertaina ialah pen-
membantu untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Calcitonin derita dengan kejang otot yang disertai nyeri tanpa ditemukan
merupakan obat yang paling bermanfaat pada osteoporosis, baik adanya faktor penyebab atau pencetus yang menyebabkan ter-
untuk mengatasi osteoporosis maupun untuk mengatasi nyeri jadinya kejang otot. ini termasuk dalam kelompok yang disebut
yang diakibatkannya. Perlu disadari bahwa obat-obatan tersebut sebagai nyeri kejang otot primer. Contoh yang khas dari kelom-
di atas sangat diperlukan pendenta untuk menghilangkan nyeri. pok ini ialah sindrom fibromialgia. Kelompok kedua ialah ke-
Dengan demikian program latihan fisik untuk memperluas gerak lompok di mana kejang otot yang terjadi sebagai akibat inflamasi
sendi dapat segera dimulai. atau gangguan mekanik (deformitas, postur abnormal dan pene-
Pengobatan non farmakologik yang sebenarnya merupakan kanan saraf). Kelompok ini disebut sebagai nyeri kejang otot
program terapi fisik dan rehabilitasi adalah cara pengobatan lain sekunder.
untuk mengatasi masalah nyeri dan kejang otot, di samping untuk Sebagaimana diketahui, inflamasi akan menyebabkan ter-
memperluas lingkup gerak sendi(11). jadinya kejang otot dan selanjutnya akan menambah keluhan
Jenis terapi fisik yang sering digunakan ialah: nyeri. Siklus inflamasi-nyeri-kejang otot-nyeri ini sering mem-
1) Pemanasan : dangkal & dalam perberat keluhan penderita. Di lain pihak, terjadinya nyeri mekanik
2) Pendinginan akibat perubahan postur, deformitas, penekanan saraf sering pula
3) Transcutaneous electrical nerve stimulation menyebabkan kejang otot dan selanjutnya akan menambah
4) Pijat keluhan nyeri. Sikius gangguan postur/deformitas/penekanan
5) Latihan fisik saraf - nyeri mekanik - kejang otot - nyeri ini akan menambah
6) Manipulasi gangguan fungsi dari bagian yang terserang dan selanjutnya
7) Akupunktur dapat menyebabkan gangguan fungsi penderita secara kese-
Dalam makalah ini tidak dibahas mekanisme kerja terapi luruhan.
fisik di atas. Yang perlu diketahui adalah, bahwa terapi fisik Keadaan tersebut di atas memerlukan pengobatan farmako-
sangat membantu penderita mengatasi rasa nyeri. Dengan de- logik dengan berbagai macam obat anti-inflamasi non-steroid,
mikian penggunaan obat dapat dibatasi, sehingga efek samping obat analgetik, obat relaksan otot, obat psikotropik dan peng-
obat yang tidak diharapkan dapat dikurangi. obatan non-farmakologik, yang sebenarnya merupakan program
terapi fisik/rehabilitasi, seperti penggunaan pemanasan, pendi-
KESIMPULAN nginan, TENS, pijat, latihan fisik dan sebagainya agar tercapai
Nyeri merupakan salab satu masalah utama bagi penderita pengobatan yang lengkap.
KEPUSTAKAAN
1. Darmawan J. Rheumatic Conditions in the Northern Part of Central Java. 6. Schumacher HR. Primer on the Rheumatic Disease. Ninth ed. Atlanta GA:
An Epidemiological Survey. Proefschrift. Rotterdam: Erasmus Universitet Arthritis Foundation, 1988; hal. 227–229.
1988. 7. Wolfe FW. Fibromyalgia: the clinical syndrome. Rheum Dis Clin N Am
2. Sub Bagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokter- 15(1): 1–18.
an Universitas lndonesialRS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Data pen- 8. Campbell SM. Regional myofascial pain syndromes. Rheum Dis Clin N
derita di Poliklinik. Unpublished. Am 15(1): 31–44.
3. Zimmerman M. Physiological mechanism of pain in the musculoskeletal 9. Maini N. Inflammation and Arthritis. New York: Pfizer International Inc.
system. Dalam: Muscle Spasm and Pain. Emre M, Mathibs M. (eds). New 2–5.
Jersey: The Parthenon Pubi Group, 1987; hal. 7–17. 10. Felder M. Medical treatment of muscle spasm and pain. Dalam: Muscle
4. Emre M. Painful Muscle Spasms. Clinical Research. Basle: Sandoz. Spasm and Pain. Emre M, Mathies M. (eds). New Jersey: The Parthenon
5. Mathias II. Problems of terminology. Dalam: Muscle Spasm and Pain. Piibl;Group, 1987; hal. 89–96.
Emre M, Mathies M. (eds). New Jersey: The Parthenon Publ Group, 1987; 11. Forner Valero JV. Physical therapy of muscle spasm and pain. Dalarn:
hal. 1-3. Muscle Spasm and Pain. Emre M, Mathies M. (eds). New Jersey: The
Parthenon PubI Group, 1987; hal. 125–132..
Osteoarthnitis (Sin.: osteoarthrosis, hyperytrophic arthritis, Faktor predisposisi adalah tiap kondisi yang menyebabkan
degenerative joint disease) adalah gangguan sendi berupa : kerusakan pada permukaan sendi yang mengganggu artikulasi :
• Penipisan dan kerusakan pada tulang rawan sendi yang trauma, fraktura, inflamasi, obesitas, kristal deposit (asam urat),
progresif, perdarahan (hemofihia), dan lain-lain.
• Sekunder:skierosis dan pembentukan osteofit dengan akibat
hilangnya fungsi persendian. KELUHAN DAN GEJALA
Sebutan arthritis atau arthrosis tergantung pada segi Umumnya terdapat pada manula. Gejala utama adalah rasa
pandangan. Yang menganggap inflamasi adalah sekunder nyeri terutama waktu istirahat sesudah sendi bersangkutan
menyebutnya osteo- arthrosis, yang menganggap inflamasi yang banyak digunakan.
primer menyebutnya osteoarthritis. Kaku sendi pada pagi hari dan sesudah istirahat. Dalam ke-
Osteoarthritis primerjika penyebabnya tidak diketahui atau adaan akut terdapat pembengkakan tulang, nyeri tekan, rasa
dianggap herediter dan osteoarthnitis sekunder jika penyebabnya panas lokal, krepitasi dan pembatasan gerakan.
diketahui. Gangguan fungsi, karena gangguan gerakan pada sendi
yang terserang.
KLASIFIKASI Deformitas, juga karena kerusakan sendi, tulang rawan,
A. Primer : 1. Perifer (umum) tulang osteofit dan benjolan-benjolan Heberden (DIP-joint) dan
2. Spinal Bouchard (PIP-joint) pes varus dan hallux valgus.
B. Sekunder : 1. Kongenital
2. Metabolik DISTRIBUSI
3. Trauma Osteoarthritis adalahpenyakit khronis-progresifyang sering
4. Inflamasi terdapat, terutama pada manula. Secara radiologis pada 80% dari
5. Endokrin populasi terdapat tanda-tanda osteoarthritis yang dengan me-
6. Degenerasi ningkatnya umur frekuensinya meningkat dengan tajam. Umum-
Menurut lokasi OA dibagi juga dalam: nya pada wanita dan pria terdapat sama banyaknya hanya pada
1. OA perifer umur di bawah 45 tahun lebih banyak pada pria dan di atas 45
2. OA spinal. tahun lebih banyak pada wanita.
Prevalensi tidak terpengaruh oleh iklim, lokasi geografis
PATOLOGI DAN PENYEBAB maupun faktor etnis.
Pada permulaan terjadi fibrilasi, penipisan dan robekan
lapisan tulang rawan. Kemudian sekunder terjadi perubahan Distribusi anatomis(1)
tulang di bawahnya berupa osteofit, kista dan sklerosis yang A. Osteoarthritis umum (OAU):
menyebabkan hilangnya lapisan tulang rawan, disorganisasi – Bilateral 80%
permukaan tulang sendi, fibrosis pada kapsula, ankilosis dan – Monoartikuler ± 10%
hilangnya fungsi persendian. – Sendi lutut ± 75%
Disampaikan pada temu ilmiah dalam rangka HUT ke VII Klinik Tumbuh
Kembang, Lab IKA/FK Unud RSUP. Denpasar. tanggal 17 April 1993.
Soebandiri.
Seksi Hematologi dan Onkologi Medik, Bagian/UPF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ Rumah Sakit Dr Sutomo,
Surabaya
ABSTRAK
Telah diteliti hasil-hasil pengobatan Limfoma Non Hodgkin (LNH) golongan derajat
keganasan menengah (Intermediate Grade) yang dirawat di bagianllJPF Penyakit Dalam
FK UnairfRS Dr Sutomo Surabaya selama kurun waktu 1986 s/d 1994 (9 tahun) dengan
tujuan untuk mengetahui pengobatan yang paling sesuai bagi golongan ini. Pengobatan
kemoterapi yang diteliti adalah Cyclophosphamide saja (C), kombinasi Cyclophosphamide,
Onc Prednison (COP) dan kombinasi Cyclophosphamide, Hydroxydaunorubicine,
Oncovin, Prednison (CHOP).
Ada 56 kasus LNH golongan Intermediate Grade, yaitu: DLPD 39 kasus, DM 15
kasus, DH 2 kasus (Kiasifikasi Rappaport), terdiri atas 37 laki-laki dan 19 wanita; rasio=
1,9; sebaran umur 12– 81 tahun; rerata 48,9 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Terapi C saja kesannya kurang adekuat,
namun kasus terlalu sedikit. 2) Angka Remisi terapi CHOP secara bermakna lebih baik
dibandingkan dengan terapi COP (p <0,01) baik untuk golongan Intermediate Grade
secara keseluruhan, maupun untuk subgolongan DLPD. 3) Ada kecenderungan subjenis
DH sangat responsif terhadap CHOP, namun kasusnya terlalu sedikit.
Kesimpulannya LNH golongan intermediate Grade memerlukan terapi kombinasi
CHOP untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Tabel 5. Perbandingan pengobatan COP dan CHOP pada LNH derajat RINGKASAN DAN KESIMPULAN
keganasan menengah (Intermediate Grade)
Telah diteliti hasil terapi 56 penderita Limfoma Non Hodgkin
Jenis Basil Terapi Terapi Analisis derajat keganasan menengah di bagian/UPF Penyakit Dalam FK
PA tempi COP CHOP statistik Unair/RS Dr Sutomo Surabaya yang dirawat, selama 9 tahun
DLPD CR 29% 32% t.b (1986 s/d 1994).
RR 47% 91% p<0,01 Limfoma Non Hodgkin golongan derajat keganasan menen-
DM CR 14% 50% t.b gah ternyata hasil pengobatanlangka remisinya Lebih baik bila
RR 71% 88% t.b diberi terapi CHOP dibanding dengan kalau diterapi COP (p <
DH CR 0% 100% t.b 0,0 1).
PR
Semua CR 25% 41% t.b
RR 53% 91% p<0,01
Keterangan : tb = tidak bermakna
KEPUSTAKAAN
b) Terapi CHOP lebih baik hasilnya daripada COP untuk
semua subjenis DLPD, DM dan DH. 1. de Vita VT. dkk (eds.). Lymphocytic Lymphoma. In: Cancer. Principles and
Namun kesemuanya secara statistik belum bermakna, mungkin Practice in Oncology. 4th ed. Philadelphia: J13 Lippincott Co, 1993; p. 1859.
karena sampel terlalu sedikit, jadi perlu penelitian dengan kasus 2. AchrnadHassandkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD DrSutoino. Lab/
UPFPenyakit Dalam FK Unair/RS Dr Sutomo Surabaya, 1994; hal 71.
yang lebih banyak. 3. Monfardini S. dkk (ed). UICC Manual of Adult and Paediatric Medical
4) Selain hasil terapi terhadáp tumornya, masih perlu diteliti Oncology. Evaluation of cancer treatment. Berlin Heidelberg, New York,
pula kemampuan hidup (survival) penderita, namun data survival London: Springer Verlag, 1987; p. 22.
sukar didapat karena di Indonesia pada umumnya dan di Sura- 4. Soebandiri. Terapi medik kanker yang rasional. Soebandiri dklc (eds)
Pendidikan KedokteranBerkelanjutan IX llmu Penyakit Dalam. Surabaya 23
bayá pada khususnya kepatuhan penderita untuk berobat dan Juli 1994; hal 33.
kontrol-teratur sangat buruk dan di rumah sakit tidak ada follow- 5. Ipsen J. (ed). Bancroft’s Introduction to Biostatistics. Significance of differ-
up service yang baik. ences in proportions. 2nded. New York, London: Harper & Row, 1986; p. 77.
PENDAHULUAN
Dalam kurun waktu puluhan tahun sejak Metchnikoff dan gen yang dapat dibiakkan terus menerus (immortal), melalui :
Erhlich mengemukakan teori imunologi sehingga mendapatkan 1) Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma
hadiah Nobel 1908, banyak kemajuan yang telah dicapai baik Pada kondisi biakanjaringan biasa, sel limpa yang
pada imunologi seluler maupun humoral(1).. membuat antibodi akan cepat mati sedangkan sel mieloma
Sampai tahun 1975 walaupun imunologi khususnya imuno- dapat dibiakkan terus menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel
kimia telah cukup maju, antibodi yang digunakan untuk meng- hibnd yang membuat antibodi seperti sel timpa dan dapat
ikat atau mengenali suatu antigen masih dibuat dengan cara yang dibiakkan terus menerus seperti sel mieloma(9,10,11).
konvensional yaitu mengimunisasi hewan percobaan, meng- 2) Eliminasi sel induk yang tidak fusi
ambil darahnya dan mengisolasi antibodi dan serum sehingga Frekuensi terjadinya hibrid sel timpa-sel mieloma biasanya
menghasilkan antibodi polikional. Dalani antibodi poliktonal rendah, karena itu penting untuk mematikan sel yang tidak fusi
jumlah antibodi yang spesifik sangat sedikit, sangat heterogen yang jumlahnya lebih banyak agar sel hibrid mempunyai ke-
karena dapat mengikat bermacam-macam epitop dan antigen sempatan untuk tumbuh, dengan cara menggunakan:
yang diimunisasikan. Juga pembuatannya, dan awal pemurnian (i) Sel mieloma mutan yang mempunyai kelainan (defect)
antigen sampai menghilangkan antibodi yang tidak diinginkan sintesis nukleotida yaitu sel mieloma yang tidak mempunyai
sangat memakan waktu dan su1it(2). enzim timidin kinase (TK) atau hypoxanthine phosphoribosyt
Kohier dan Milstein (1975) memperkenatkan cara baru transferase (HGPRT) sehingga dalam sintesis nukleotida tidak
membuat antibodi dengan mengimunisasi hewan percobaan, ke- dapat menggunakan salvage pathway dan
mudian sel limfositnya dihibridisasikan dengan biakan sel ter- (ii) Media selektif yang dikembangkan oleh Littlefield, me-
tentu sehingga hibrid dapat dibiakkan terus menerus (immortal) ngandung hypoxanthine, aminopterin dan thymidine (HAT).
dan membuat antibodi monoklonal(2,3). Antibodi monokional Aminopteninmenghambatjalan biasa biosintesis purin dan piri-
yang dibuat oleh sd hibrid mempunyai sifat tebih baik dan midin sehingga memaksa sel menggunakan salvage pathway.
antibodi polikionat karena hanya mengikat 1 epitop serta dapat Sel yang tidak fusi karena tidak mempunyai enzim timidin kinase
dibuat dalam jumlah tak terbatas(2). Terobosan teknik hibnidoma atau hypoxanthine phosphonibosyttransferase akan mati, se-
yang menghasilkan antibodi monoktonal terhadap antigen, mem- dangkan sel hibrid karena mendapatkan enzim tersebut dan sel
buka era baru cara identifikasi dan niemurnikan suatu motekul mamalia yang difusikan dapat menggunakan salvage pathway
pada berbagai disiptin ilmu, juga membuka cakrawata dalam sehingga tetap hidup dan berkembang(10,12).
prosedur diagnostik dan pengobatan dan pencegahan atternatif 3) Isotasi Mon yang diinginkan
pada keganasan dan berbagai penyakit lain(4,5,6,7,8). Sel hibrid dikembang biakkan sedemikian sehingga tiap sel
hibrid akan membentuk kotoni sendiri. Tiap koloni kemudian
PRINSIP PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL dipelihara terpisah satu sama lain. Hibridoma yang terbentuk di-
Tujuannya ialah menciptakan sel pembuat antibody homo- pilih dengan cara mendeteks antibodi yang disekresikan dalam
ABSTRAK
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi hams memiliki potensi yang me-
menuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh WHO. Untuk mengetahui hal tersebut
harus dilakukan uji kualitas vaksin. Sedangkan pengujian vaksin sangat dipengaruhi
oleh mutu mencit yang dipergunakan.
Tujuan penelitian ini adalah memilih grup mencit yang dapat dipergunakan untuk
pengujian vaksin pertusis dengan kepekaan yang tinggi dan memenuhi syarat-syarat yang
telah ditetapkan. Grup mencit yang dipakai ialah grup CBR, BD, YG, dan SBY, masing-
masing 730 ekor mencit. Pengujian potensi vaksin dengan cara challenge. Pemeriksaan
dilakukan pada masing-masing grup sampai kelahiran ke 5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mencit yang memenuhi syarat adalah grup
CBR dengan potensi rata-rata 10,8 (9,4–12,2) dan grup SBY dengan potensi rata-rata 9,9
(6,8-13,0). Dengan demikian grup mencit tersebut dapat dipergunakan untuk pemeriksaan
vaksin pertusis.
PENDAHULUAN Vaksin
Penyakit pertusis merupakan penyakit yang dapat dicegah Vaksin pertusis yang digunakan dan PN Biofarma dengan
dengan imunisasi DPT. Banyak faktor yang dapat mempenga- no batch 81238 yang sama.
ruhi program tersebut; di antaranya pelaksanaan operasional,
rantai dingin dan vaksin yang digunakan. Vaksin yang digunakan Hewan percobaan
hams memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, di antaranya Terdiri dari beberapa grup mencit yaitu CBR; BD; SBY dan
yang penting adalah potensi vaksin. Potensi yang memenuhi YG, yang berasal dari beberapa laboratorium, masing-masing
syarat dapat memberikan perlindungan yang diharapkan. Peng- dikembangkan di Puslit Penyakit Menular dengan perlakuan
ujian potensi vaksin sangat tergantung dari keadaan, mutu hewan pemeliharaan yang sama.
yang digunakan. Grup mencit SBY di tempat asal dibiakkan dalarn jumlah
Penelitian ini merupakan pengujian potensi vaksin pertussis yang besar, digunakan untuk pemeriksaan vaksin hewan dan
yang digunakan untuk program imunisasi pada beberapa grup pemeriksaan laboratorium. Grup YG dipelihara dalam jumlah
mencit dengan cara pemeriksaan potensi secara challenge. kecil untuk pemeriksaan laboratorium. Grup BD dipelihara da-
Maksud penelitian ini untuk membandingkan grup mencit lam jumlah yang besar untuk pemeriksaan vaksin sedangkan
yang dipelihara di beberapa laboratorium dengan mencit staridar grup CBR dipelihara dalam jumlah yang besar untuk pemeriksaan
yang digunakan untuk pemeriksaan vaksin pertusis. vaksin.
Untuk penentuan LD50 dipakai 50 ekor mencit dan untuk
BAHAN DAN CARA KERJA penentuan potensi diperlukan 96 ekor mencit. Setiap grup me-
Pronetic®
Composition have the initial daily dose, subsequently, this dose can be adjusted
Each tablet contains : according tp the clinical response.
Cisapride……………………………………...5 mg and 10 mg. 2) In the elderly, steady state plasma levels are generally higher
due to a slightly prolongation of the half-life. However, thera-
Pharmacology peutic doses are similar to those used in other patients.
Pronetic® tablet, a substituted piperidinyl benzamide, is an 3) Benefit should be weighed against the potential hazards
orally administered prokinetic agent which facilitiates or restores before giving it during pregnancy, especially during the first
motility of the gastrointestinal tract. trimester.
Its mechanism of action is thought to increase the release of 4) Although the excretion in breast milk is minimal, it is not
acetylcholine in the myenteric plexus of the gut. Pronetic® advised to breastfeed while taking this drug.
appears to be devoid of dopaminergic blocking activity, and it 5) This drug may accelerate the rate of absorption of other
does not influence the plasma concentration of prolactin or cause drugs which cause central depression such as barbiturate and
extrapyramidal symptoms. alcohol, therefore be cautious when used concurently.
PEMBERITAHUAN
Pratomo
Pemalang
15. E 10. S 5. B
14. A 9. B 4. B
13. C 8. B 3. B
12. A 7. B 2. S
11. D 6. S 1. S JAWABAN RPPIK :