You are on page 1of 12

POTENSI EKONOMI PEMBANGUNAN TPA DENGAN KONSEP WISATA DAN PENDIDIKAN

LATAR BELAKANG

Pengendalian timbulan sampah domestik sudah menjadi momok akibat dampak dari pembangunan dan pertumbuhan penduduk disemua wilayah di Indonesia. Sosialisasi pengurangan timbulan sampah dengan program 3R belum dirasakan cukup efektif karena faktor budaya masyarakat yang sangat sulit diubah dengan instan. Kondisi TPA dan penolakan masyarakat akan pembangunan TPA (tempat Pembuangan Akhir) sampah sudah semakin banyak terjadi. Disamping itu pembangunan TPA juga sering menimbulkan masalah lingkungan, baik bau, lindi, maupun longsor akibat kurang baiknya perencanaan TPA. Menurut Damanhuri dalam Workshop Nasional Biokonversi Limbah, 2006. Penanganan sampah khususnya di kota-kota besar di Indonesia merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pengelola kota. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar, telah mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah disertai permasalahannya. Diprakirakan rata-rata hanya sekitar 40% - 50% yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan, seperti Dinas Kebersihan. Kemampuan pengelola kota menangani sampahnya dalam 10 tahun terakhir cenderung menurun, antara lain karena era otonomi dan kemampuan pembiayaan yang rendah. Berdasarkan Laporan Kementerian Lingkungan Hidup (2004), pada tahun 2001 diperkirakan pengelola sampah kota hanya mampu melayani sekitar 32% penduduk kota, dari 384 kota di Indonesia. Hanya sekitar 40% dari sampah yang dihasilkan oleh daerah urban yang dapat diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPS). Sisanya ditangani oleh penghasil sampah dengan berbagai cara, seperti dibakar (35%), ditimbun dalam tanah (7,5%), dikomposkan (1,61%), dan beragam upaya, termasuk daur-ulang, atau dibuang di mana saja seperti di tanah kosong, drainase atau badan air lainnya. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah pada pasal 3 disebutkan bahwa Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Jika kita bercermin kepada negara maju dalam pengeloaan sampahnya, bukan berarti tidak mungkin jika pengelolaan tersebut diaplikasikan di Indonesia. Akan tetapi keberadaan TPA sudah terlanjur mendapat kesan negatif oleh masyarakat karena buruknya pengelolaan sampah di TPA selama ini. Sehingga merupakan hal yang wajar jika selalu terjadi penolakan rencana pembangunan TPA oleh masyarakat sekitar. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak melihat potensi keberadaan TPA melainkan hanya akan menimbulkan masalah lingkungan dan terutama masalah kesehatan. Keberadaan TPA tidak seharusnya hanya untuk mengatasi problema timbulan sampah perkotaan yang semakin besar seiring pertumbuhan penduduk. Akan tetapi harus dapat mendidik masyarakat agar lebih arif terhadap sampah

dengan memfasilitasi masyarakat dengan sarana pendidikan di TPA. Disamping itu TPA yang direncanakan sebagai kawasan wisata baik selama beroperasi maupun setelah ditutup bukanlah suatu rencana yang nantinya akan sia-sia, karena penduduk perkotaan memiliki kebutuhan yang tinggi akan rekreasi, dan pembangunan TPA sebagai kawasan wisata dapat memberikan alternatif baru kepada mayarakat sehingga akan mengenai dua sasaran sekaligus, yaitu sebagai tempat rekreasi dan pendidikan. Keberadaan TPA yang dibuka untuk umum akan memberikan kontrol kepada pengelola TPA agar pengelolaan sampah di TPA menjadi lebih baik.

IDENTIFIKASI MASALAH Mungkin peribahasa Sekali lancung keujian, seumur hidup orang tak percaya dapat digunakan atas kegagalan pemerintah selama ini dalam pengendalian masalah persampahan dinegeri ini. Hal ini terbukti dengan penutupan paksa beberapa TPA di beberapa daerah di Indonesia. Sehingga disaat pemerintah sudah akan ingin serius menangani permasalahan sampah, timbul suatu mosi tidak percaya akan rencana tersebut. Masyarakat menjadi beringas dan sangat keras untuk menolak kawasan tempat tinggalnya berdekatan dengan TPA. Hal tersebut bukan tanpa alasan, TPA selama ini lebih banyak mendatangkan masalah daripada keuntungan. Mulai dari masalah bau, pencemaran air tanah dan estetika.

Keberadaan sampah dilingkungan akan memberikan dampak yang tidak baik. Dampak-dampak yang ditimbulkan sampah dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok (Rizky, 2008), antara lain:

A.

Dampak Terhadap Kesehatan.

Lokasi dan pengolahan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan peyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

a.

Penyakit jamur yang dapat menyebar (misalnya jamur kulit).

b. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan sepat didaerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. d. Sampah beracun, telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminansi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

B.

Dampak Terhadap Lingkungan.

a. Lindi (leachate) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. b. c. air. Selain mencemari air permukaan, lindi juga berpotensi mencemari air dalam tanah. Sampah yang dibuang ke saluran drainase atau sungai akan menyumbat atau menghambat aliran

d. Sampah yang kering menjadi relatif lebih mudah terbakar. Hal ini dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

C.

Dampak Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi.

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat. Bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana. b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

c. Pengelolaan dampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktifitas). d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase dan lain-lain. e. Infrastruktur lain dapat juga dipengarui oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yangdiperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampugan sampah kurang atau

tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampah dijalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH


Tanpa kita sadari begitu banyak keuntungan yang dapat kita peroleh dari sampah. Disamping sampah itu sendiri, keberadaan TPA pun sebenarnya akan dapat mampu menggerakkan roda ekonomi. Jika saja TPA itu dapat disulap menjadi kawasan wisata ataupun perkebunan rakyat tanpa menghilangkan fungsi aslinya, maka bukan tidak mungkin jika kegiatan tersebut akan menjadi penggerak ekonomi utama jika dibandingkan pendapatan dari kegiatan 3R yang umum dilakukan untuk mereduksi timbulan sampah.

Sudah saatnya pemerintah merencakan suatu pilot project tentang pengelolaan sampah yang baik di TPA. Dalam hal ini saya menawarkan suatu solusi yang sebenarnya cukup umum, dimana teknologi yang digunakan adalah sama, yaitu sanitary landfill. Akan tetapi dalam rencana pembangunan sanitary landfill ini direncanakan akan memanfaatkan luas lahan yang cukup kecil yang direncakan akan beroperasi selama 5 tahun saja. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan gambaran kepada masyarakat terutama yang tinggal disekitar TPA bahwa kondisi TPA setelah penutupan akan ramah lingkungan dan mampu memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat sekitar. Sejauh ini pemerintah telah mampu merencanakan program-program sejenis, akan tetapi kondisi masyarakat yang sudah terlanjut pesimis dengan kegiatan pemerintah dalam pengololaan sampah selalu menjadi faktor penghambat dalam mengaplikasikan program pengelolaan sampah tersebut.

TPA yang direncanakan dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendidikan dan wisata. Merupakan hal yang cukup baru di Indonesia, dimana dalam pengoperasian TPA juga akan dimanfaatkan bagi wisata pendidikan. Proses pengelolaan sampah di TPA akan direncanakan secara kluster, sehingga wisatawan akan dapat melihat kerumitan dalam pengelolaan sampah dan diharapkan kepada para wisatawan terutama anak-anak akan mengerti akan program 3R yang sudah banyak diterapkan oleh negara-negara maju. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah siswa sekolah dari TK hingga pelajar SMU. Selama ini siswa maupun masyarakat yang dijadikan sasaran penyuluhan oleh mahasiswa ataupun LSM hanya disajikan gambar-gambar yang dibahasakan oleh para penyuluh. Dengan adanya TPA ini maka masyarakat akan dibawa serta melihat bagaimana kondisi sampah kota mereka yang telah dikumpulkan di TPA.

KEGIATAN SETELAH TPA DITUTUP


Pembangunan TPA ini semenjak beroperasi hingga nantinya ditutup karena kapasitasnya sudah tidak mampu lagi menampung beban timbulan sampah akan tetap mampu memberikan nilai ekonomi dan budaya kepada masyarakat. Selama masa operasi yang dibuka untuk wisata akan mampu menumbuhkan ekonomi masyarakat sekitar, sehingga masyarakat sekitar akan menggantungkan ekonominya pada keberadaan TPA tersebut dan diharapkan protes warga akan gangguan yang umumnya terjadi pada TPA akan dapat terhindari dan mungkin saja akan mendapatkan dukungan dari masyarakat karena mampu memberikan penghasilan baru kepada masyarakat. Sedangkan jika nanti TPA itu harus ditutup maka TPA tersebut direncanakan akan menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tentu saja juga akan menjadi tujuan wisata pendidikan bagi masyarakat. Disamping itu solusi lainnya jika TPA sudah ditutup adalah dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan rakyat, akan tetapi tentu saja perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu sejauh mana efektifnya lahan bekas TPA tersebut sebagai areal perkebunan. Adapun keuntungan lain dari keberhasilan kegiatan ini yang tentu saja akan dirasakan jika TPA tersebut sudah ditutup dan menjadi ruang terbuka hijau, adalah dukungan masyarakat kepada pemerintah di kab/kota lainnya di Indonesia terhadap keberadaan TPA yang berwawasan lingkungan. Pemerintah tidak perlu menghabiskan dana yang sangat besar untuk sosialisasi tentang program 3R seperti yang terjadi saat ini. Akan tetapi cukup dengan hanya membuktikan kepada masyarakat bentuk perubahan yang akan dilakukan pemerintah terhadap pengelolaan sampah. Dalam hal tujuan jangka panjang, kunjungan yang dilakukan oleh para pelajar perlahan akan mampu merubah budaya masyarakat terhadap sampah dan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh sampah baik terhadap kesehatan, estetika, banjir dan dampak lingkungan lainnya. Bertahap akan tercipta masyarakat yang tertib dan lingkungan yang bersih

Setelah TPA ditutup selain dijadikan sebagai kawasan wisata ataupun perkebunan, disalah satu sudut TPA dapat juga disediakan suatu tempat pembakaran sampah yang ramah lingkungan menggunakan Incenerator dengan memanfaatkan gas methan yang dihasilkan oleh reaksi anaerob dari sampah TPA. Pembakaran direncanakan untuk dapat menggerakkan boiler yang nantinya akan terhubung dengan generator, sehingga akan dapat menghasilkan listrik yang nantinya dapat digunakan sebagai sumber energi bagi operasional Kawasan Wisata maupun untuk warga sekitar.

Pemanfaatan gas methan tersebut juga dapat mensukseskan program Clean Developmen Mechanism (CDM) yang salah satunya untuk mengurangi pemasanasan global yang diakibatkan oleh emisi gas methan ke atmosfer. Umumnya TPA yang sudah ditutup menghasilkan gas methan yang cukup banyak. Selama ini gas tersebut dibiarkan terbuang ke atmosfer dan pada TPA yang perencanaannya tidak baik yang tidak dilengkapi dengan saluran gas methan dapat mengakibatkan gas tersebut terdesak didalam tumpukkan sampah sehingga menyebabkan bencana longsor seperti yang telah terjadi di TPA Leuwi Gajah beberapa tahun silam. Hal yang menarik pada perencanaan TPA untuk Wisata dan Pendidikan ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya adalah disaat TPA tidak beroperasi lagi, sebagian kecil lahan TPA akan digunakan sebagai pusat insenerasi.

Salah satu dasar dalam perencanaan pengelolaan sampah perkotaan adalah dengan melakukan analisis laboratorium guna mengetahui sumber sampah masyarakat baiknya diolah untuk dijadikan kompos atau dengan insenerasi. Analisis laboratorium ini memberikan perbandingan hasil kadar organik ataupun volatile sampah. Sampah yang berkadar organik tinggi cenderung dimanfaatkan sebagai kompos, sedangkan sampah yang berkadar volatile tinggi lebih cenderung dikelola dengan insenerasi. Sampah yang telah diketahui memiliki nilai volatile tinggi yang diolah menggunakan insenerasi tentu saja memerlukan sumber energi untuk pembakaran, salah satunya dengan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil dari minyak bumi ketersediaannya dialam sangat terbatas dan termasuk kedalam sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, dan disamping itu harga yang tersedia dipasaran juga sangat tinggi, sehingga tidak begitu disarankan mengolah sampah menggunakan proses incenerasi ini. Akan tetapi jika kita dapat memanfaatkan gas methan yang dihasilkan oleh TPA yang telah ditutup sebagai sumber energi, maka kita tidak akan memerlukan sumber energi dari minyak bumi sehingga biaya operasional akan semakin dapat ditekan. Setelah TPA untuk wisata dan pendidikan ini ditutup, tentu saja akan ada TPA lain yang dibuka untuk mengelola timbulan sampah perkotaan. Perlu direncanakan suatu sistem transpor sampah yang sangat baik. Seperti membagi truk sampah yang mengangkut sampah yang memiliki volatile tinggi ke TPA wisata dan pendidikan untuk selanjutnya dilakukan proses insenerasi. Sedangkan TPA yang baru dibuka dapat menampung sampah sisa yang tidak dapat terbakar.

PELUANG INVESTASI

Banyaknya masyarakat yang menggantungkan kehidupannya dari sampah merupakan suatu bukti bahwa sampah memiliki potensi secara ekonomi. Akan tetapi selama ini pemerintah sudah terlalu tega membiarkan masyarakatnya mengais sampah di TPA sebagai mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendapatan mereka dari sampah tidak sebanding dengan penurunan kualitas kesehatannya. Pada Pasal 4 dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dalam penjelasan Pasal 3 dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan asas "tanggung jawab" adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang dimaksud dengan asas "berkelanjutan" adalah bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan datang. Yang dimaksud dengan asas "manfaat" adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Yang dimaksud dengan asas "keadilan" adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah. Yang dimaksud dengan asas "kesadaran" adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya. Yang dimaksud dengan asas "kebersamaan" adalah bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Yang dimaksud dengan asas "keselamatan" adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia. Yang dimaksud dengan asas "keamanan" adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif. Yang dimaksud dengan asas "nilai ekonomi" adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.

Dari Gambar diatas dapat kita lihat bahwa pengeluaran oleh PD Kebersihan untuk pengelolaan sampah tidak memiliki sifat investasi, dimana semua pembiayaan yang bersumber dari subsidi pemerintah dan restribusi dari masyarakat terhabiskan untuk pengelolaan sampah. Jika setelah TPA ditutup maka Pemerintak akan mulai kerepotan mencari lahan baru untuk pembuangan sampah sedangkan masih ada tanggung jawab terhadap TPA yang sudah ditutup seperti UKL & UPL yang dilakukan untuk mengendalikan dampak buruk terhadap lingkungan. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah masih akan menanggung biaya pada TPA yang sudah ditutup. Jikapun akan dijual maka harga tanah yang pada umumnya lebih cenderung meningkat, di TPA hal tersebut tidak akan berlaku, bahkan dapat diperkirakan bahwa tanah bekas TPA tidak akan memiliki harga jual. Pada Pasal 25 dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, disebutkan bahwa:

Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. b. c. d. Relokasi; Pemulihan lingkungan; Biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau Kompensasi dalam bentuk lain.

Biaya-biaya seperti yang disebutkan dalam Pasal 25 tersebut akan dapat diminimalkan jika saja TPA dapat dikelola dengan baik. Keberadaan TPA tidak selalu mengeluarkan biaya, akan tetapi mampu memberikan pendapatan dari kegiatan-kegiatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga pendapatan dari kegiatan yang berlangsung di TPA akan mampu membiayai pengeluaran dari operasinal TPA tersebut.

Jika direncanakan TPA yang bertujuan sebagai objek wisata dan pendidikan, selama TPA masih berfungsi, disamping memberikan pendidikan tentang pengelolaan sampah kepada pengunjung dan direncakan juga dapat menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat tentang budaya sampah, PD Kebersihan juga akan mendapatkan sumber biaya tambahan dari biaya tiket untuk membantu biaya operasional mereka yang cukup tinggi. Jika nanti kapasitas TPA sudah tidak mampu lagi menampung timbulan sampah perkotaan sehingga TPA tersebut harus ditutup, maka bekas TPA tersebut dapat dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berwawasan lingkungan dan akan masih tetap dapat dijadikan objek wisata dan tentu saja akan terjadi kegiatan ekonomi disekitar TPA.

Pada Pasal 27 dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, disebutkan bahwa Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pasal 27 tersebut dapat diambile kesimpulan bahwa pengelolaan sampah dapat melibatkan pihak swasta. Pengelolaan sampah dengan konsep wisata dan pendidikan yang profesional oleh pihak swasta memiliki suatu misi internal dan eksternal. Misi internal yang diharapkan adalah Karyawan akan lebih bangga bekerja di TPA sehingga akan tercipta etos kerja yang baik. Sedangkan misi eksternalnya direncanakan akan mampu memberikan peluang yang baik secara ekonomi, memberikan edukasi kepada masyarakat, menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan mengurangi dampak lingkungan terhadap keberadaan sampah.

KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari perencanaan TPA dengan konsep wisata pendidikan adalah, biaya operasional PD Kebersihan yang berasal dari subsidi pemerintah dan restribusi dari masyarakat lebih bersifat investasi. Karena setelah TPA ditutup akan mampu memberikan penghasilan tambahan dari kegiatan wisata. Dan yang paling penting adalah semakin besarnya dukungan masyarakat terutama yang bertempat tinggal disekitar TPA disaat pemerintah akan membuka lahan untuk TPA ditempat lain untuk kedepannya, karena hasil kerja nyata dari pemerintah dan dengan TPA ramah lingkungan, pemberitaan media dan LSM akan cenderung lebih positif terhadap pembangunan TPA.

DAFTAR PUSTAKA Damanhuri, Enri. 2006. Teknologi dan Pengelolaan Sampah Kota di Indonesia. Workshop Nasional Biokonversi Limbah. FTSL:ITB. Rizaldi, Rizky. 2008. Pengelolaan Sampah Secara Terpadu di Perumahan Dayu Permai. Tugas Akhir. FTSL:UII. Yogjakarta. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

You might also like