Professional Documents
Culture Documents
Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
Daftar Isi :
106. Malaria 2. Editorial
4. English Summary
Januari 1996
Artikel
5. Penelitian Malaria di Kecamatan Teluk Dalam, Nias, Sumatera Utara –
Rita Marleta Dewi Harijani A. Marwoto, Sustriayu Nalim, Sekartuti,
Emiliana Tjitra
10. Penelitian Pemberantasan Malaria di Kabupaten Sikka, Flores. Penelitian
Entomologi 2: Bionomik Anopheles Setelah Gempa Bumi – Sahat
Ompusunggu, Harijani A. Marwoto, Mursiatno, Rita Marleta Dewi,
Marvel Renny
15. Kepadatan Vektor dan Penderita Malaria di Desa Waiklibang, Kecamatan
Tanjung Bunga, Flores Timur Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi –
Barodji, Widiarti, Ima Nurisa, Sumardi, Tri Suwarjono, Sutopo
19. Anopheles hyrcanus group dan Potensinya Sebagai Vektor Malaria di
Kecamatan Teluk Dalam, Nias, Sumatera Utara - Damar Tri Boewono
MS, Sustriayu Nalim
26. Uji Patogenisitas Bacillus thuringiensis yang Diisolasi dan Tanah Pohon
Kelengkeng (Euphoria longan) terhadap Jentik Nyamuk Vektor di La-
boratorium – Blondine Ch.P., Umi Widyastuti, Subiantoro, Sukarno
30. Pengujian Metode Larvasida Teknar 1500 S terhadap Larva Anopheles
maculatus yang Merupakan Vektor Malaria di Daerah Aliran Sungai –
Amrul Munif, Pranoto
34. Pengaruh Pasase terhadap Gejala Klinis Mencit strain Swiss derived yang
Diinfeksi dengan Plasmodium berghei ANKA – Rabea Pangerti Jekti,
Karya Sriwidodo WS Edhie Sulaksono, Siti Sundari Yuwono, Rita Marleta Dewi Subahagio
37. Keadaan Hematologis Mencit yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei
ANKA – Rita Marleta Dewi Harijani A. Marwoto, Emiliana Tjitra,
Suwarni, Rabea Pangerti Jekti
41. Cendawan Patogen pada Larva C. quinquefasciatus yang Berasal dari
Kubangan Air Limbah Rumah Tangga untuk Menunjang Pengendalian
Hayati – Amrul Munif
45. Penentuan Vektor Filariasis bancrofti di Kecamatan Tanjung Bunga,
Flores Timur – Barodji, Sumardi, Tri Suwardjono, Rahardjo, Heru
Prijanto, Sutopo
49. Nyeri Kepala Tipe Tegang – Budi Riyanto W.
52. Pengaruh Pemberian Obat Kumur Mengandung Fluor terhadap Per-
kembangan Karies Gigi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Tanjung
Gusta, Medan – Monang Panjaitan
55. Hambatan Pembentukan Plak Gigi dengan Larutan Obat Kumur Hexeti-
dine 0,1% (secara klinis) – Prijantojo
60. English Summary
61. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Malaria kembali menjadi pokok bahasan dalam terbitan Cermin
Dunia Kedokteran di awal tahun 1996 ini, penelitian-penelitian se-
bagian besar dilaksanakan di daerah Indonesia Timur, selain juga di
Nias – daerah-daerah yang relatif masih jauh dan keramaian. Sekali-
pun demikian, tidak berarti bahwa para Sejawat di kota-kota besar
tidak perlu mengikuti perkembangannya.
Edisi ini juga memuat dua artikel mengenai kesehatan gigi; mu-
ah-mudahan menambah wawasan Sejawat bukan dokter gigi dalam al
peningkatan kesehatan gigi dan mulut.
Selamat Tahun Baru 1996.
Redaksi
(Bersambung ke halaman, 60
ABSTRAK
Dalam rangka uji coba Bacillus thuringiensis israelensis sebagai sarana pemberan-
tasan penyakit malaria di Pulau Nias, telah dilakukan pemeriksaan klinis, parasitologis,
entomologis dan resistensi malaria terhadap obat di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten
Nias. Pemeriksaan parasitologis dan klinis dilakukan pada semua kelompok umur ter-
utama murid sekolah dasar.
Secara keseluruhan ditemukan adanya daerah hipoendemis dan mesoendemis. Kasus
malaria terutama ditemukan di desa-desa dengan persawahan.
Hasil penelitian entomologis dan resistensi terhadap obat-obat malaria akan di-
laporkan secara terpisah.
Desa Teluk Dalam juga merupakan daerah pantai; desa ini Mei 1994 dapat dilihat dalam Tabel 4 dengan nilai PR = 0%
merupakan ibukota kecamatan dan pelabuhan sehingga lalu dan SR = 0%.
lintas masyarakatlebih tinggi. Tempatperindukan utama di desa Desa Bawomataluo, merupakan desa tradisional dan daerah
ini adalah sawah dan saluran irigasi yang airnya sangat tergan- wisata yang sedang dikembangkan. Terletak di dataran tinggi pe-
tung pada hujan, di samping itu juga ditemukan lagun. Dan dua dalaman dengan tanaman utama karet dan cengkeh. Di sekitar
kali survai malaria didapatkan PR = 2,72% dan SR = 1,36% pada pemukiman tidak diketemukan tempat perindukan utama. Hasil
bulan Mel sedangkan pada bulan November nilai PR = 3,08% survai malaria bulan Nopember 1994 mendapatkan PR = 0%
dan SR = 14,3% (Tabel 2). dan SR = 0% (Tabel 5).
Tabel 2. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Teluk Dalam, Kecamatan
Teluk Dalam, Nias Mei dan Nopember 1994
Desa Hilinifaoso letaknya berdekatan dengan Teluk Dalam, Desa Bawonahono, letaknya berdekatan dengan Baworna-
tempat perindukan utama di desa ini adalah sawah dengan sa- taluo. Desa ini merupakan dataran tinggi dengan komoditi utama
luran irigasi. Dan survai malaria yang dilakukan tiga kali di- karet dan kelapa hibrida. Di sekitar pemukiman tidak ditemukan
dapatkan PR = 6,09% dan SR = 10,34% pada bulan Mei, PR = tempat perindukan utama. Hasil survai malaria bulan Nopember
6,93% dan SR = 10,9% pada bulan November serta PR = 17,5%. 1994 mendapatkan PR = 0% dan SR = 0% (Tabel 6).
Tabel 4. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Hilisimaetano, Tabel 6. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Bawonahono
Kecamatan Teluk Dalam Nias, Mei 1994. Kecamatan Teluk Dalam, Nias. Mei 1994
Jumlah Darah Spesies Jumlah Darah Spesies
Golongan Limpa SR Jumlah Golongan Limpa SR Jumlah
dipe- dipe- PR dipe– dipe– PR
umur besar % positif PF PV PM MIX umur besar % positif PF PV PM MIX
riksa riksa riksa riksa
0– 1 bulan 4 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0–11 bulan 3 0 0 3 0 0 0 0 0 0
12–23 4 0 0 4 0 0 0 0 0 0 12–23 bulan 3 0 0 3 0 0 0 0 0 0
2–4 tahun 9 0 0 9 0 0 0 0 0 0 2– 4 tahun 13 0 0 13 0 0 0 0 0 0
5–9 tahun 12 0 0 12 0 0 0 0 0 0 5–9 tahun 8 0 0 8 0 0 0 0 0 0
10–14tahun 17 0 0 17 I 5,88 0 1 0 0 10–14tahun 4 0 0 4 1 25 0 1 0 0
≥ 15 tahun 93 0 0 93 0 0 0 0 0 0 15 tahun 76 0 0 76 1 1,32 0 1 0 0
Jumlah 139 0 0 139 I 0,71 0 1 0 0 Jumlah 107 0 0 107 2 0 02 0 2 0 0
Tabe1 5. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Bawomataluo, Tabel 7. Hasil pemeriksaan darah penduduk desa Sorake Kecamatan Teluk
Kecamatan Teluk Dalam, Nias. November 1994 Dalam, Nias. Pebruari 1992
Jumlah Darah Spesies Jumlah Spesies
Golongan Limpa SR Jumlah Golongan Jumlah
dipe– dipe– PR dipe– PR
umur hesar % positif P1T PV PM M1X umur positif PF PV PM M1X
riksa riksa riksa
0–11 bulan 10 3 30 10 0 0 0 0 0 0 0–11 bulan 5 0 0 0 0 0 0
12–23 bulan 5 2 40 5 0 0 0 0 0 0 12–23 bulan 2 0 0 0 0 0 0
2–4 tahun 9 0 0 9 0 0 0 0 0 0 2–4 tahun 12 0 0 0 0 0 0
5–9 tahun 9 0 0 9 0 0 0 0 0 0 5–9 tahun 23 1 4,35 0 1 0 0
10–14 tahun 9 1 11,11 9 0 0 0 0 0 0 10–14 tahun 11 1 9,09 0 1 0 0
≥ 15tahun 62 1 1,61 64 1 1,56 0 1 0 0 15 tahun 61 0 0 0 0 0 0
Jumlah 104 7 6,73 106 1 0 94 0 1 0 Jumlah 114 2 1,75 0 2 0 0
Desa Sorake, merupakan daerah pantal tempat berselancar Desa Lazafahowu, merupakan dataran rendah yang berse-
(surfing) yang bersebelahan dengan desa Lagundri. Tempat belahan dengan Hilinifaoso. Keadaan ekosistem di desa ini
perindukan yang utama di desa ini berupa sawah dengan irigasi menyerupai desa Hilinifaoso namun lokasi penduduk menyebar
non teknis. Hasil pemeriksaan darah penduduk yang dilakukan di sekitar persawahan sedangkan masyarakat Hilinifaoso berke-
pada bulan Pebruari 1995 mendapatkan PR = 2,86% (Tabel 7). lompok. Hasil survai malaria bulan Pebruari 1995 mendapatkan
Pemeriksaan limpa tidak ditakukan. data PR = 3,33% dan SR = 27,12% (Tabel 8).
PEMBAHASAN
Di tiga desa utama (Lagundri, Teluk Dalam dan Hilinifaoso)
ternyata dari dua kali survai (awal Mei dan akhir Nopember
1994) terjadi peningkatan jumlah kasus malaria, tertinggi di desa
Hilinifaoso. Rendahnya kasus malaria pada survai pertama sesuai
dengan hasil penelitian SPVP; pada saat tersebut (bulan MeI)
curah hujan dan kepadat populasi nyamuk tersangka vektor
rendah, curah hujan meningkat mulai bulan Agustus/September
dan populasi tersangka vektor meningkat pada bulan September/
Oktober(4), menyebabkan kasus malaria pada bulan Oktober/
Nopember meningkat. Di Kecamatan Teluk Dalam ini ternyata
Plasmodium vivax lebih dominan dan P1. falciparum sehingga
tingginya kasus malaria pada survai ke dua mungkin akibat
relaps penderita malaria vivax.
Jumlah kasus malaria falciparum berkaitan dengan tingkat
sensitifitas parasit terhadap obat (khususnya kiorokuin). Cara
pengobatan yang tidak tepat menyebabkan sensitifitas parasit
terhadap obat malaria menurun(3). Keadaan ekonomi masyarakat
Nias umumnya kurang, pendidikan/pengetahuan rendah dan
klorokuin mudah didapat di toko obat menyebabkan masyarakat
melakukan pengobatan sendiri (jika terasa gejala panas dan sakit
kepala) dengan cara yang tidak tepat. Di samping itu efek sam-
ping berupa pusing, vertigo, mual, muntah dan sakit perut me-
nyebabkan pengobatan tidak sesuai aturan.
Secara umum dan seluruh survai yang dilakukan ternyata
pada delapan desa (Tabel 1 sld 8) kasus malaria tertinggi terjadi
pada anak usia 5 s/d 14 tahun. Hal ini sesuai pula dengan hasil
survai pendahuluan yang dilakukan oleh SPVP pada bulan Okto-
ber 1992 (komunikasi pribadi).
Mengingat mayoritas masyarakat Nias adalah pemeluk agama
Kristen/Katholik (kecuali di desa Lagundri) dengan banyak
kegiatan agama (doa bersama dan latihan koor) yang dilakukan
pada malam hari (mereka keluar rumah) kemungkinan transmisi
terjadi pada saat itu. Kegiatan tersebut terutama dilakukan oleh
anak usia remaja (10 s/d 15 tahun) sehingga mungkin hal ini yang
menyebabkan kasus malaria tertinggi pada usia tersebut. Di
samping itu masyarakat Nias mempunyai kebiasaan duduk-
duduk di luar pada malam hari (terutama di desa Hilinifaoso)
sehingga infeksi malaria mulai terjadi pada usia lebih rendah
(1–4 tahun); di samping itu anak usia mulai 7 tahun sudah mulai
membantu kegiatan orang tua di kebun/sawah.
Splenomegali adalab akibat suatu fenomena imunologi
ABSTRAK
Gempa bumi yang mengguncang pulau Flores pada akhir tahun 1992 menyebabkan
perubahan fisik lingkungan yang besar di pulau itu sehingga diduga juga bisa menyebab-
kan perubahan fauna nyamuk Anopheles serta perubahan perilakunya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui fauna dan perilaku nyamuk Anopheles setelah gempa bumi.
Survei dilakukan dua kali yang meliputi penangkapan nyamuk dewasa yang sedang
menggigit orang dan istirahat pada malam hari baik di dalam maupun luar rumah dan
pencarian larva.
Terdapat 6 spesies Anopheles yang ditemukan, yaitu: An. sundaicus, An. aconitus,
An. subpictus, An. barbirostris, An. rnaculatus dan An. vagus dengan kepadatan tertinggi
dimiliki oleh An. barbirostris. Seluruhjenis nyamuk itu lebih senang menggigit orang di
luar rumah daripada di dalam rumah. Tiga spesies vektor di daerah itu: An. sundaicus,
An. subpictus dan An. barbirostris sesudah mënggigit lebih senang istirahat di dalam
rumah daripada di luar rumah. Seluruh jenis nyamuk tersebut kebanyakan berumur
pendek. Anopheles sundaicus menggigit sepanjang malam dengan puncaknya pada
tengah malam, An. subpictus hanya menggigit pada awal-awal malam tiba dan A.
barbirostris mirip dengan aktifitas menggigit An. sundaicus namun mencapai puncaknya
segera sesudah tengah malam. Jenis perindukan nyamukAnopheles adalah: lagun, sawah,
genangan dan tepian sungai.
Desa An. sundaicus An. aconitus An. subpictus An. barbirostris An. maculatus An. vagus
Wairbleler 33 0 5 2 0 1
Watumilok 0 0 0 1 0 0
Koting A 0 0 0 0 0 2
Tilang 0 65 0 97 4 8
Korowuwu 11 10 5 8 0 6
Mbengu 0 1 0 0 0 0
Jumlah 44 76 10 108 4 17
Tabel 5. Rata-rata jumlah masing-masing jenis Anopheles yang tertangkap sewaktu meng-
gigit menurut waktu (jam) penangkapan di 6 desa di Kabupaten Sikka, Flores,
NTT, 1993–1994
ABSTRAK
Pengamatan situasi kepadatan populasi vektor dan penderita malaria di daerah pantai
sebelum dan sesudah gempa bumi di Flores telah dilakukan di desa Waiklibang, ibukota
kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gempa
bumi di Flores yang disusul dengan gelombang tsunami (12 Desember 1992) ternyata
telah berpengaruh terhadap peningkatan kepadatan populasi nyamuk Anopheles spp.
(An. sundaicus, An. subpictus, An.barbirostris dan An.flavirostris) dan penderita malaria.
Rata-rata kepadatan nyamuk yang menggigit orang di dalam rumah meningkat dari 0,19
ekor/orang/jam sebelum gempa menjadi 0,92 ekor/orang/jam dan yang menggigit di luar
rumah meningkat dari 0,22 ekor/orang/jam menjadi 1,32 ekor/orang/jam. Peningkatan
kepadatan nyamuk Anopheles tersebut didominasi oleh nyamuk yang menjadi vektor
malaria di daerah-daerah pantai terutama An. sundaicus dan yang kedua An. subpictus.
Penderita malaria sesudah gempa meningkat dari 20,77% menjadi 30, 60% dan penderita
malaria Plasrnodium falciparum meningkat dari 12,30% menjadi 20,06%.
Gambar 1. Peta Kecamatan Tanjung Bunga dan Lokasi Pangambatan HASIL DAN PEMBAHASAN
Penilaian kepadatan vektor
Hasil penilaian kepadatan vektor malaria Anophe/es spp.
(An. sundaicus, An. subpictus, An. barbirostris, dan An. flavi-
rostris) dikemukakan pada Tabel 1, Gambar 2 dan 3. Sedang
penilaian kepadatan tiap spesies dikemukakan pada Tabel 2,
dan Gambar 4
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan Anopheles
spp. yang menggigit orang di dalam rumah sebelum dan sesudah
gempa masing-masing sebesar 0,19 ekor/orang/jam dan 0,92
ekor/orang/jam, sedang menggigit orang di luar numah masing
masing 0,22 ekor/orang/jam dan 1,32 ekon/orang/jam.
Penilaian kepadatan tiap spesies Anopheles yang menggigit
orang menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan sebelum dan
sesudah gempa masing-masing 0,01 ekor/orang/jam dan 1,54
ekor/orang/jam untuk An. sundaicus, 0,10 ekor/orang/jam dan
0,55 ekor/orang/jam untuk An. subpictus, 0,27 ekor/orang/jam
dan 0,33 ekor/orang/jam untuk An. flavirostris, 0,10 ekon/orang/
jam dan 0,14 ekor/onang/jam untuk An. barbirostris (Tabel 2).
Kepadatan populasi vektor tersebut secara keseluruhan
Mata air – – – –
Aliran mata air – – + –
Rawa-rawa – – – +
Bak air tenaga – – + +
surya*
Lagun (terbuka) – – + –
Gambar 3. Kepadatan Anopheles sp. yang menggigit orang di luar
rumah sebelum dan sesudah gempa. * Sesudah gempa rusak sehingga tidak digunakan lagi.
Gambar 4. Kepadatan Anopheles spp. yang menggigit orang sebelum dan sesudah gempa bumi.
jumlah penderita malaria sesudah gempa tersebut karena pening- Tabel 4. Prevalensi penyakit malaria sebelum (Juli 1992) dan sesudah
gempa (Agustus 1993) di desa Waiklibang, Kecamatan Tanjung
katan kepadatan populasi vektor dan kurang terlindunginya
Bunga, Flores Timur, NTT.
penduduk dari gigitan nyamuk. Peningkatan kepadatan populasi
vektor disertai sebagian besar penduduk tidak terlindungi dari SPR SFR
gigitan nyamuk sangat menunjang keberhasilan penularan pe- Saat survai Sediaan darah
nyakit malaria. % n % n
Juli 1992 130 20.77 27 12.10 16
Agustus 1993 163 30.60 1 49 20.06 14
KESIMPULAN DAN SARAN SPR = Jumlah sediaan darah (%) positif malaria
Gempa bumi yang diikuti dengan gelombang pasang SFR = Jumlah sediaan darah (%) positif P. falciparum
tsunami di Flores, telah mengakibatkan peningkatan kepadatan
malaria di kecamatan Tan Jung Bunga. 1992.
vektor dan penderita malaria di desa Waiklibang, kecamatan 2. SPVP. Laporan survai malariometrik di kecamatan Tanjung Bunga. Flores
Tanjung Bunga. Timur, NIT. 1992.
Dari hasil pengamatan tersebut disarankan bahwa dalam 3. Barod Sumardi. Tn Suwarjono, Survai fauna nyamuk di heberapa desa
penanggulangan gempa bumi dan gelombang tsunami khusus di pantai Teluk I-lading. kecamatan Tanjung Bunga. Flores Tiniur. Seminar
Parasitologi Nasional. Denpasar. 1993.
daerah endemis penyakit malaria, bantuan berupa kelambu atau 4. Dit. Jen. P2M dan PLP. Entomologi. Malaria Vol. tO. Dep. Kes. RI. 1983.
kelambu beninsektisida sangat bermanfaat untuk melindungi 5. Lien JC. Atmosoejono S. Unfinit AU Gundelfinger BF. Observation of
penduduk dan serangan penyakit malaria. natural plasmodial infections in mosquitoes and a brief survey of mosquito
fauna in BeIu Regency, Indonesian Timor. J. Med. Entoniol. 1975: 12(3).
KEPUSTAKAAN 6. O”Connor. Arwati. Kunci bergambar untuk nyaniuk A henna di Indonesia.
Dit. Jen. P2M. Dep. Kes. RI. 1985.
1. Puskesmas Kecamatan Tan jung Bunga. Laporan secara klinis penderita 7. Clements AN. The Physiology of Mosquitoes. New York; The Macmillan
Co. 1963.
ABSTRAK
Suatu penelitian tentang kepadatan musiman, aktivitas menggigit dan potensi An.
hyrcanus spesies group sebagai vektor malaria, telah dilakukan di kecamatan Teluk
Dalam, pulau Nias, propinsi Sumatera Utara, selama 2 tahun dimulai bulan Mei 1992.
Penangkapan nyamuk pada malam dan pagi hari, ditemukan 4 spesies An. hyrcanus
group, yaitu An. sinensis, An. crawfordi, An. nigerrimus dan An. peditaeniatus. Aktivitas
menggigit berlangsung sepanjang malam, mencapai puncaknya pukul 20.00–21.00, ke-
mudian secara bertahap menurun hingga menjelang pagi. Angka dominasi dan vectorial
capacity An. hyrcanus group paling tinggi di antara nyamuk Anopheles spp. yang
ditemukan, masing-masing berkisar antara 4.016,25-8.492,31 dan 0,67-2,73. Kepadatan
musiman An. hyrcanus spesies group dan An. sundaicus sangat menunjang selalu tinggi-
nya kasus malaria di desa Teluk Dalam sepanjang tahun. Pembedahan 1.347 nyamuk
Anopheles spp. belum menemukan sporozoit. Test ELISA akan dikembangkan untuk
verifikasi vektor malaria di pulau Nias.
Gambar 1. Kepadatan musiman Anopheles hyrcanus spesies group menggigit manusia, di desa Lagundri, Nias
Gambar 2. Kepadatan musiman Anopheles hyrcanus spesies group menggigit manusia, di desa Teluk
Dalam, Nias
Gambar 4. Kepadatan musiman stadium pra dewasa An. hyrcanus spesies group, di desa Lagundri, Nias
Tabel 2. Vectorial capacity nyamuk Anopheles spp. tertangka menggigit manusia di daerah kecamatan Teluk Dalam, pulau Nias @
kecil 0,17, tetapi nyamuk ini pernah dilaporkan positip mengan- bedahan kelenjar ludah 1.347 ekor nyamuk Anopheles spp.
dung sporozoit di pualu Nias(3). Verifikasi spesies vektor malaria belum ditemukan sporozoit. Test ELISA akan dikembangkan
ini masih perlu diteliti lebih lanjut, mengingat dan hasil pem untuk melanjutkan verifikasi vektor malaria di Nias.
Gambar 5. Kepadatan musiman stadium pra dewasa An. hyrcanus spesies group, di desa Teluk Dalam, Nias
Gambar 6. Kepadatan An. hyrcanus spesies group pagi hari di desa Lagundri, Nias
Gambar 7. Kepadatan An. hyrcanus spesies group dan jumlah kasus malaria di desa Lagundri, Nias
Gambar 8. Kepadatan An. hyrcanus spesies group dan jumlah kasus malaria di desa Teluk Dalam, Nias
ABSTRAK
Suatu penelitian telah dilakukan di Laboratorium Pengendalian Jazad Hayati, Stasiun
Penelitian Vektor Penyakit di Salatiga untuk mengisolasi bakteri patogen lokal Bacillus
thuringiensis dan tanah pohon kelengkeng (Euphoria longan) dengan cara Chilcott &
Wigley (1988), yaitu dengan mendeteksi adanya kristal protein (parasporal body). Isolat
yang ditemukan, diuji patogenitasnya terhadap jentik nyamuk vektor.
Dari 6 sampel tanah yang berasal dari 2 habitat (lubang dan percabangan) pohon ke-
lengkeng dan 5 lokasi di Kotamadya Salatiga, berhasil diperoleh 10 isolat B. thuringien-
sis. Uj i patogenitas isolat tersebut terhadap jentik Aedes aegypti instar III, menunjukkan
4 dari 10 isolat mempunyai patogenitas > 50% yang diuji selama 24 jam perlakuan dan
5 dari 10 isolat yang diuji selama 48 jam perlakuan, mempunyai patogenitas >50%. Satu
isolat (24 jam perlakuan) dan 3 isolat (48 jam perlakuan) dan masing-masing 10 isolat,
mempunyai patogenisitas >50% terhadapjentik Culex quinquefasciatus instar III. Isolat-
isolat yang mempunyai patogenitas tinggi, akan dikembangkan lebih lanjut untuk
dijadikan agen pengendali jentik nyamuk vektor.
Tabel 2. Hasil uji patogenitas isolat Bacillus thuringiensis yang diisolasi dari tanah terhadap jentik Aedes
aegypti instar III
Kematian jentik nyamuk terhadap B. thuringiensis*
Jumlah
No. Lokasi Habitat tanah sampel/ 24 jam 48 jam
isolat I II I II
n % n % n % n %
1. Butuh Lubang pohon
kelengkeng 1/1 1 8,0 1 49,3
2. Canden Timur Cabang pohon
kelengkeng 1/2 2 14,7–25,0 2 37,3–44,0
Lubang pohon
kelengkeng 1/2 2 52,0–80,0 2 66,7–93,3
3. Karangduwet Lubang pohon
kelengkeng 1/1 1 16,0 1 49,3
Banyuputih Lubang pohon
kelengkeng 1/2 1 56,0 1 12,0 2 53,3–78,7
5. Imam Bonjol Lubang pohon
kelengkeng 1/2 1 90,7 1 10,7 1 94,7 1 18,7
Jumlah 6/10 4 52,0–90,7 6 8,0–25,0 5 53,3–94,7 5 18,7–49,3
Keterangan:
* = rata-rata dan 3 ulangan
I = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk > 50%
II = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk < 50%
(. . .) = percentase kematian jentik nyamuk
Keterangan:
* = rata-rata dan .3 ulangan
I = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk > 50%
II = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk < 50%
(…) = persentase kematian jentik nyamuk
serotype H-14, WHO/VBCI79.750.13p. 1979. 7. Chilcott CN, Wigley PJ. Technical note: an improved method for differen-
3. Soesanto Prospek Bacillus thuningiensis dalam Pengendalian Hama. tial staining of Bacillus thuringiensis crystals. Letters in Applied Microbio-
Kumpulan Makalah Seminar B. thuringiensi. Komisi Pestisida Departe- logy. 1988; 7:,67–70.
men Pertanian. 1994. hal 1–14. 8. Aly C, MullaMS,Bo-Zhao Xu, Schnetter W. Rate of ingestion by mosquito
4. Reeves EL, Garcia C Jr. Pathogenicity of bicrystalliferous Bacillus isolate larvae (Diptera, Culicidae) as a factor in the effectiveness of a bacterial
for Aedes aegypti and other aedine mosquito larvae. Proc. IV mt. Collo stomach toxin. J. Med. Entomol. 1988; 25(3): 191–96.
quium on Insect. Pathol. College Park, Maryland, USA. 1970. p 219–228. 9. Mulla MS, Darwazeh HA, Tietze NS. Efficacy of B. sphaericus 2362
5. Goldberg U, Margalit J. A bacterial spore demonstrating rapid larvicidal formulations against floodwater mosquitoes. J. Am. Mosq. Contr. Assoc.
activity against Anopheles sergentii Uranotaenia unquiculata, Cx. univit 1988; 4(2).
tatus, Ac. aegypti, and CL pipiens. Mosquito News. 1977; 37(3); 246–251. 10. BeckerN, DjakariaS, KaiserA, ZulhasrilO, Ludwig HW. Efficacyofanew
6. Lee HL, Cheong WH. Laboratory evalution of the potential efficacy of B. tablet formulation of an Asporogenous strain of Bacillus thuringensis
thuningensis for the control of mosquitoes in Malaysia. Trop. Biomed. israclensis against larvae of Aedes aegypti. Bull. Soc. Vector Ecol. 1991;
1985; 2: 133–37. 16(1): 1–7.
ABSTRAK
Plasmodium berghei adalah suatu hemoprotozoa yang menyebabkan penyakit ma-
laria pada rodensia terutama rodensia kecil. Di laboratorium pemeliharaan kelangsungan
hidup parasit ini dilakukan dua cara yaitu menyimpan darah mencit yang mengandung
parasit pada suhu –70°C atau dalam nitrogen cair, dan kedua melalui proses pasase pada
mencit.
Penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh pasase terhadap gejala
klinis pada mencit Swiss derived yang diinfeksi Plasmodium berghei.
Pasase dilakukan terhadap beberapa kelompok mencit masing-masing 6 ekor
(BPO–BP6) (betina; umur: 6–8 minggu, berat badan: 20–25 gram). BPO adalah mencit
yang disuntik darah yang mengandung sporozoit (secara intraperitoneal sebanyak 0,25
ml). Demikian selanjutnya dilakukan pasase dan BPO ke BP1, BP1 ke BP2, dan se-
terusnya. Selama 7–10 hari dilakukan pasase serta pengamatan terhadap gejala klinis.
Infeksi Plasmodium berghei ANKA pada mencit Swiss derived sampai dengan
pasase ke 6 (BP6) menyebabkan perubahan keadaan umum rata-rata dimulai pada hari ke
empat setelah inokulasi yaitu suhu tubuh subnormal, bum berdiri, berat badan turun, lesu,
lemah, selaput lendir permukaan anemis, turgor buruk, faeces mengering. Dan dengan
pasase berulang (sampai pasase ke 6), akan bertambah lagi gejala klinisnya sampai
menjelang kematiannya yaitu jalan kiposis serta paralisis kaki belakang. Sedangkan
tingkat kematian akibat pasase berulang pun bertambah besar.
Kesimpulannya adalah makin banyak dilakukan pasase, maka mungkin terjadi pe-
ningkatan virulensi Plasmodium berghei ANKA.
HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik 2. Berat Badan Mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei
Gejala klinis dan perubahan fisik yang diamati serta per- ANKA
tumbuhan parasit dalam darah dan masing-masing kelompok
pasase adalah sebagai berikut:
1) Suhu tubuh
Suhu tubuh mencit normal (sebelum diinokulasi P. berghei
ANKA) dan dipelihara pada suhu 27°C adalah 38,41°C.
Semua mencit yang diinokulasi parasit P. berghei ANKA
serta dipelihara pada suhu 27°C mengalami penurunan suhu tu-
buh secara progresif (sudah dimulai hari ke 4 setelah inokulasi),
bahkan menjelang kematian mencapai 32,2°C (Grafik 1). Pe-
nurunan suhu yang terus berlangsung ini diikuti dengan gejala
klinis bulu berdiri.
Penurunan suhu ini mungkin disebabkan:
a) Kerusakan sistem termoregulator di otak. Karena P. berghet
mampu menembus banier darah otak sehingga menyebabkan
trombus yang berakibat antara lain nekrosis jaringan.
b) Pada suhu ruang biasa, panas tubuh mencit akibat radang
Hari ke
lebih banyak terbuang daripada menaikkan suhu tubuh(2).
2) Perubahan fisik/keadaan umum
Hewan tampak lesu, lemah, kurus. Tampak pada grafik 2
berat badan turun rata-rata dimulai pada hari ke 4 setelah inoku-
lasi, dan terus menurun sampai kematiannya. Hewan tampak
Sumber : Puslit Penyakit Menular.
ABSTRAK
Dalam rangka mempelajari penggunaan binatang percobaan pada penelitian malaria,
telah dilakukan penelitian keadaan hematologis mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan keadaan darah mencit
yang menderita malaria dan mencari kelainan utama yang menyebabkan kematian
mencit.
Dipakai mencitjantan (umur 6 minggu), diinfeksi secara intraperitoneal dengan 0,1
ml darah yang mengandung 4 x 104 P. berghei. Secara acak dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu yang diperiksa pada hari ke dua (H2), hari ke lima (H5) dan hari ke sepuluh (H 10)
setelah infeksi.
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan kimia darah. Pada kelompok H5
dan H10 terjadi perubahan keadaan darah yaitu menurunnya nilai rata-rata eritrosit,
hemoglobin dan hematokrit dan 4,3 juta/µl 12,89 g/dl dan 39,3 ml% menjadi 2,7 juta/µl;
7,73 g/dl dan 23,1 ml% pada H5 sedangkan pada H10 adalah 2,5juta/µl 6,67 g/dl dan
20,17 ml%. Keadaan leukosit meningkat dan 5490/µl menjadi 8250/µl dan 7700/µl
Perubahan kimia darah terutama terjadi pada kelompok H5 yaitu menurunnya nilai
glukosa darah dan 189,8 1 mg% menjadi 29,33 mg% sedangkan nilai bilirubin, koleste-
rol, ureum, SGPT dan SGOT meningkat dan 0,49 mg/dl; 101,07 mg/dl; 45,2 1 mg/dl;
68,29 IU dan 116,71 IU menjadi 0,83 mg/dl; 120,83 mg/dI; 56,75 mg/dl; 555,75 IU dan
963,83 IU.
Kepadatan parasit tertinggi juga terjadi pada H5 yaitu 20,14% sedangkan pada H2
dan H10 adalah 5,91% dan 3,63%.
Semakin lama infeksi, semakin nyata perubahan nilai rata-rata danah rutin, sedang-
kan perubahan kimia darah dan kepadatan parasit hanya pada H5. Kelainan utama yang
menyebabkan mencit mati adalah penurunan jumlah eritrosit dan hemoglobin (anemia
berat).
ABSTRAK
Dalam rangka mencari agen pengendali nyamuk telah dilakukan penelitian terhadap
cendawan patogen lokal pada berbagai instar larva Cx. quinquefasciatus yang berasal
dari selokan air tergenang di Jakarta. Selama penelitian telah diperiksa sebanyak 5.438
ekor larva Cx. quinquefasciatus yang terdiri dari 4 instar dan stadium pupa. Dari sampel
larva ini telah berhasil dibiakkan dalam agar Sabouraud dektrosa sebanyak 42 isolat yang
terdiri dari 24 genus cendawan yang mempunyai perbedaan dalam sebaran serta
frekuensinya pada setiap instar. Cendawan yang terbanyak ditemukan pada semua instar
Cx. quinquefàsciatus adalah Blastomyces sp (0,44), Culicinomyces (0,44), Candida sp
(0,33); Geotrichum sp (0,33); Verticuluin sp (0,33); Lagenidium sp (0,44) dan Penicillium
sp (0,22) serta genus cendawan lainnya mempunyai nilai frekuensi di bawah 0,22.
Prevalensi cendawan pada berbagai instar larva dan stadium pupa Cx. quinquefasciatus
asal selokan tanah mempunyai perbedaan bermakna (p = 0,05). Tingkat infeksi tertinggi
ditemukan pada stadium pupa (27,4%); instar 1(19,9%); instar III (25,4%); instar II
(17,5%); dan paling rendah pada larva instar IV (14,8%). Hasil temuan keseluruhan
cendawan yang diperoleh ternyata dua genus diantaranya telah dikenal sebagai agen
pengendali hayati yaitu genus Culicinomyces sp dan Lagenidium sp. Keduanya termasük
dalam kelompok fungi imperfecti.
PENDAHULUAN dung bahan organik sebagai sumber bahan makanan; larva ini
Culex quinquefasciatus merupakan salah satu nyamuk vek- tidak terlepas dan infeksi organisme lainnya baik yang bersifat
tor filaria di daerah endemis perkotaan dan perkampungan di patogen maupun tidak. Parasit bersifat patogen antana lain cen-
Indonesia. Tempat perkembang biakan nyamuk ini tidak jauh dawan dapat dimanfaatkan untuk menurunkan populasi larva
dan pemukiman yaitu antara lain di selokan, genangan air pe- nyamuk tersebut; untuk pengembangannya diperlukan penge-
nampungan limbah rumah tangga. Larva-larva tersebut dapat tahuan khusus mengenai bioekologi nyamuk sebagai vektor
berkembang baik bila tempat-tempat tersebut banyak mengan- dan cendawan sebagai agen pengendali.
PENDAHULUAN
Kecamatan Tanjung Bunga di samping sebagai daerah
endemis penyakit malaria di Flores Timur, juga merupakan
daerah endemis penyakit filariasis yang disebabkan oleh cacing
W. bancrofti. Survai penyakit filariasis bulan Juli–Agustus tahun
1992 dan 1993 menunjukkan bahwa penderita filariasis di desa-
desa di kecamatan Tanjung Bunga berkisar antara 0,00–l7,60%(1).
Sedangkan informasi nyamuk yang menjadi vektor filariasis di
kecamatan Tanjung Bunga belum ada.
Sampai dengan tahun 1991 belum pemah dilakukan pem-
berantasan vektor penyakit filariasis. Tahun 1992 dimulai upaya
pemberantasan nyamuk baik yang menjadi vektor malaria mau-
pun filariasis. Untuk penilaian pemberantasan nyamuk vektor
tersebut telah dilakukan penangkapan nyamuk secara intensif
dan pemeriksaan larva cacing filaria pada nyamuk (Anopheles
dan Culex) yang dicurigai sebagai vektor.
Dalam makalah ini disajikan hasil pemeriksaan nyamuk
yang mengandung larva cacing filaria di beberapa desa di Ke-
camatan Tanjung Bunga, Flores Timur.
Tabel 1. Hasil pemeniksaan larva cacing filaria pada nyamuk yang tertangkap di beberapa desa di kecamatan Tanjung Bunga, Flores
Timur
Jumlah Positif % Jumlah Positif % Jumlah Positif % Jumlah Positif % Jumlah Positif %
An. aconitus 0 0 0 0 0 0 0 0 131 0 0 19 0 0
An. barbirostris 0 0 0 116 0 0 72 0 0 148 0 0 138 0 0
An..flavirostris 0 0 0 248 1 0,40 161 0 0 770 1 0,13 891 0 0
An. maculatus 0 0 0 31 0 0 0 0 0 39 0 0 21 0 0
An. sundaicus 806 0 0 322 3 0,93 245 0 0 43 0 0 13 0 0
An. subpictus 108 0 0 122 0 0 135 0 0 52 0 0 141 2 1,42
An. inde1initus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0 14 0 0
An. tesselatus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 2 0 0
An. vagus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0
Cx. bitaeniorhynchus 0 0 0 I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Cx..fisscocephalus 0 0 0 3 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0
Cx. tritaeniorhynchus 0 0 0 1 0 0 1 0 0 19 0 0 10 0 0
Cx. quinquefāsciatus 3 0 0 11 0 0 49 0 0 432 0 0 836 0 0
Cx. vishnui 2 0 0 8 0 0 2 0 0 35 10 0 10 0 0
KEPUSTAKAAN
Rivers flow with sweet waters; but, having joined the ocean, they
become undrinkable (Hitopadesa)
Kalender Peristiwa
ABSTRAK
KESIMPULAN
1) Tidak ada perbedaan bermakna rata-rata gigi yang
terserang white spot sebelum pérlakuan pada kelompok I,
kelompok I dan kelompok III.
2) Ada perbedaan bermakna akibat pemberian Fluor pada ke
lompok I dan kelompok II dalam meremineralisasi white spot
sebelum dan sesudah perlakuan.
3) Dari perhitungan statistik terlihat bahwa Fluocaril® lebih
bermakna dan Natrium Fluorida dalam menurunkan angka rata
Gambar 1. Penurunan skor gigi yang mengalami white spot sebelum dan rata white spot.
sesudah perlakuan pada kelompok 1, kelompok II dan kelom-
pok III setelah enam bulan. KEPUSTAKAAN
PEMBAHASAN 1. Nio BK. Preventive dentistry. Bandung: Yayasan Kesehatan Gigi, 1975;
Pemakaian fluor untuk mencegah karies gigi telah dilaku- 3–5.
2. Konig KG, Hoogendorn Fl. Prevensi dalam Kedokteran Gigi dan dasar
kan sejak lama dan ternyata hasil-hasil penelitian menunjukkan ilmiahnya. Jakarta: PT Denta, 1982; 10–67.
reduksi karies yang bermakna. Pemberian kumur-kumur dengan 3. Darling AA. The pathology and prevention of caries. Brit Dental J, 1980;
larutan fluor juga sejak larna dilakukan pada proyek-proyek 10: 287–302.
usaha kesehatan gigi masyarakat dalam mencegah terjadinya 4. Silverstone LM. Histologic and ultrastructural features of remineralization
caries enamel. J Dent Res 1969; 896–901.
karies gigi. 5. Thoma KH. Oral Pathology. Vol 1. St Louis: The CV Mosby Co., 1979;
Perhitungan statistik dilakukan untuk melihat perbedaan 263–266.
rata-rata gigi yang mengalami white spot sebelum dan sesudah 6. Arthur G, Tinanoff N. Effect of SnF on initial bacterial colonization of
diberi kumur-kumur Fluocaril® selama 6 bulan pada kelompok tooth enamel. J Dental Res. 197; 10: 56–60.
7. Sundoro EH. Efek teh terhadap remineralisasi email. Penelitian FKG UI
I; terlihat adanya perbedaan bermakna yang menunjukkan man- Jakarta 1988.
faat fluor dalam meremineralisasi karies dini. Hal ini sesuai 8. Kid GEAM. The diagnosis and management of the early caries lesion in
dengan pendapat Koulourides (1990) yang mengatakan bila da- permanent teeth. Dental Update 1984; 69–78.
lam saliva dijumpai mineral terutama fluor akan menyebabkan 9. Koulourides EH. Dynamic of biologic mineralization applied on dental
caries. In: Menaker L (ed). The biologic basis of dental caries - an oral
remineralisasi cepat pada 24 jam pertama, mereda pada hari ke textbook, London: Harper & Row Publ, 1980; 419–41.
dua dan terhenti setelah 3 minggu; karena itu remineralisasi 10. Nizel AN. Nutrition in preventive dentistry. Science aiuf practice. 2nd ed.
karies dini umumnya tidak terjadi pada seluruh lesi. Philadelphia: WB Saunders Co, 1981; 53–65.
Perhitungan statistik rata-rata gigi yang mengalami white 11. Ostrom CA. Clinical cariology. In Menaker L (ed). The biologic basis of
dental caries. An Oral Biology textbook. London: Harper & Row Pubi,
spot sebelum dan sesudah diberi kumur-kumur Natrium Fluroda 1980; 247–58.
0,2% selama 6 bulan pada kelompok II menunjukkan adanya 12. Panjaitan M. Perbedaan efektifitas antara Stannous Fluorida dalam meng-
perbedaan bermakna, yang beranti Natrium Flurida mempunyai hambat pertumbuhan mikroorganisme plak. Dept P dan K, Universitas
pengaruh dalam mineralisasi white spot enamel dan sesuai pen- Airlangga, 1981–1983.
13. Sundoro EH. Remineralisasi sebagai usaha untuk mencegah meluasnya
dapat bahwa fluor sangat berpengaruh dalam mencegah karies karies dini. Kumpulan Makalah Ilmiab Kongres Nasional PDGI ke XVII.
gjgi(l). Ujung Pandang 1989; 12–18.
ABSTRAK
Larutan 0,1% hexetidine sebagai obat kumur digunakan untuk membuktikan ham-
batan pembentukan plak gigi pada 80 siswa umur ant 10–15 tahun yang dibagi 2
kelompok terdiri dari 40 siswa untuk masing-masing kelompok. Kelompok I kumur-
kumur dengan plasebo, kelompok II kumur-kumur dengan 0,1% larutan hexetidine. Hasil
penelitian menunjukkan adanya hambatan pembentukan plak pada semua kelompok.
Hambatan pembentukan disebabkan kanena peningkatan motivasi pembersihan gigi se-
cara mekanis. Adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok plasebo dan kelompok
hexetidinepadahani ke 3 (t:21.817; p <0,05) dan hari ke 87 (t :2.728; p <0,05) disebabkan
karena hexetidine merupakan antibakteri.
Kalender Peristiwa
10. A 5. D
9. D 4. D
8. B 3. A
7. C 2. C
6. A 1. B JAWABAN RPPIK :