You are on page 1of 17

BAB I KASUS 1.1 Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat MRS : An.

DA : 6 tahun : Laki-laki : Sukapura, Jakarta Utara : 28/01/2014

1.2 Anamnesa Keluhan utama : Telinga kiri keluar cairan sejak tadi pagi

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang diantar ibunya dengan keluhan telinga kiri keluar cairan berwarna bening sejak tadi pagi, cairan keluar mendadak, cairan tidak berbau dan cairan yang keluar tidak terlalu banyak. Sebelumnya, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami batuk berdahak, pilek dirasakan berwarna jernih kental, disertai dengan nyeri telinga kiri, nyeri dirasakan hilang timbul, dan nyeri bertambah sakit saat tidur. Keluhan juga disertai dengan demam tinggi mencapai 38,0o C saat diukur sendiri di rumah. Keluhan gangguan pendengaran tidak ada, dan nyeri menelan/ sakit tenggorokan tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluar cairan sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Menurut pasien tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang serupa dengan pasien.

Riwayat Pengobatan : Sebelumnya sudah berobat ke klinik batuk pilek hilang, demam sempat turun namun naik kembali dan nyeri telinga kiri tidak berkurang.

Riwayat Alergi: Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal oleh pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik KU Kesadaran Tanda vital: Tekanan Darah Frekuensi Nadi Suhu Frekuensi Nafas BB : Tidak diukur : 100 x/m : 36,3o C : 22 x/m : 37 kg : Tampak sakit sedang : Compos mentis,

Status Generalis Kepala - Bentuk Mata Konjungtiva tidak anemis, ikterik -/-. : normocephal

Thoraks Paru Inspeksi : Pergerakan dada simetris dextra-sinistra

Palpasi Perkusi Auskultasi

: fokal fremitus dextra-sinistra sama : sonor diseluruh lapang paru : VBS dextra-sinistra, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : iktus kordis tidak terlihat : iktus kordis teraba di ICS V sinistra, kuat angkat : batas jantung dalam batas normal : bunyi jantung III, murni, regular, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen Splen Splenomegali (-) Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : datar : supel, asites (-) : timpani : bising usus (+) normal

Hepar Hepatomegali (-)

Ekstremitas Atas Bawah : hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 s, sianosis -/: hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 s, sianosis -/-

Status Lokalis THT Telinga Kelainan Dextra Auris Sinstra

Bagian

Preaurikula

Kelainan kongenital Radang Tumor Trauma Nyeri tekan

Aurikula

Kelainan kongenital Radang Tumor Trauma Nyeri tarik Edema Hiperemis Nyeri tekan Radang Tumor Sikatriks Kelainan kongenital Kulit Sekret Serumen Edema Jaringan granulasi Massa Cholesteatoma Warna Intak Reflek cahaya

Tenang + coklat lunak Hiperemis +, bulging

Tenang + putih kental Hiperemis (-) sedikit robek, tampak sekret keluar berdenyut/ pulsasi -

Retroaurikula

Canalis Acustikus Externa

Membrana Timpani

Hidung Pemeriksaan Keadaan Luar Warna, bentuk dan ukuran Mukosa Sekret Concha inferior Rhinoskopi anterior Septum Polip/tumor Pasase udara +

Dextra Dalam batas normal Tenang Eutrofi

Sinistra Dalam batas normal Tenang Eutrofi

Deviasi tidak ada +

- Pangkal hidung Nyeri tekan :


- Pipi

- Dahi -

Tenggorok Bagian Kelainan Mukosa mulut Lidah Mulut Palatum molle Gigi geligi Uvula Halitosis Mukosa Tonsil Besar Kripta Detritus Mukosa Faring Granula Post nasal drip Keterangan Tenang bersih, basah, Simetris, massa (-), bercak keputihan (-) Caries (-) Ukuran dan bentuk normal, letak ditengah Hiperemis T2/T2 Melebar +/+ -/Hiperemis (-) -

1.4 Resume Anak laki-laki, 6 tahun datang dengan keluhan telinga kiri keluar cairan berwarna bening sejak tadi pagi, cairan keluar mendadak, cairan tidak berbau dan cairan yang keluar tidak terlalu banyak. Sebelumnya, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami batuk berdahak, pilek dirasakan berwarna jernih kental, disertai dengan nyeri telinga kiri, nyeri dirasakan hilang timbul, dan nyeri bertambah sakit saat tidur. Keluhan juga disertai dengan demam tinggi mencapai 38,0o C saat diukur sendiri di rumah.

Pada pemeriksaam fisik didapatkan pada auris dextra tedapat serumen berwarna coklat lunak, membran tipani hiperemis, intak, dan bulging. Pada auris sinistra terdapat sekret berwarna putih kental, membran timpani hiperemis, sedikit robek, tampak sekret keluar berdenyut/ pulsasi. Tonsil yang hiperemis, ukuran tonsil T2/T2, kripta melebar, detritus (-).

1.5 Diagnosis Serumen dengan Otitis Media Akut stadium hiperemis telinga dextra Otitis Media Akut stadium perforasi telinga sinistra Tonsilitis akut

1.6 Penatalaksanaan Antibiotik amoksiklav syrup 3dd1 Obat cuci telinga (H2O2 3%) Rhinovet tab Ambroxol 15 mg Dexametasone 0,2 gr 3dd1

1.7 Prognosis Quo ad vitam Quo ad fungsionam Quo ad sanactionam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid1. Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah:

Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar.

Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.

2.2 Etiologi Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.4,5 Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal.1 - Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

- Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. - Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

2.3 Patofisiologi Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.1 Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus).2 Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.1 Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

2.4 Manifestasi Klinis Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah : 1. Stadium oklusi tuba Eustachius Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi. 2. Stadium hiperemis (presupurasi) Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat. 3. Stadium supurasi Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur. 4. Stadium perforasi Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. 5. Stadium resolusi Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
9

(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi. Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.

2.5 Diagnosa Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.6 1. Penyakitnya muncul mendadak (akut) 2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: a. menggembungnya gendang telinga b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. cairan yang keluar dari telinga

10

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: a. kemerahan pada gendang telinga b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel.4,6,7 Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.6 Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas).4 Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).6 Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.4 Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga).6 Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.8 OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.4

11

Gejala dan tanda

OMA

Otitis efusi

media

dengan

Nyeri telinga, demam, rewel Efusi telinga tengah Gendang telinga suram

+ + +

+ +/+ +

Gendang yang menggembung +/Gerakan gendang berkurang Berkurangnya pendengaran + +

- Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki bukti yang cukup.4

2.6 Pencegahan Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.4,6. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.4

2.7 Komplikasi Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak.3 Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.4 Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yang tidak diobati. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.3 Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa. Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.4

12

Rujukan Beberapa keadaan yang memerlukan rujukan pada ahli THT adalah; 1. Anak dengan episode OMA yang sering (lebih dari 4 episode dalam 6 bulan.)4 Sumber lain menyatakan lebih dari 3 kali dalam 6 bulan atau lebih dari 4 kali dalam satu tahun7. 2. Anak dengan efusi selama 3 bulan atau lebih, keluarnya cairan dari telinga, atau berlubangnya gendang telinga4,7 . 3. Anak dengan kemungkinan komplikasi serius seperti kelumpuhan saraf wajah atau mastoiditis (mastoiditis: peradangan bagian tulang tengkorak, kurang lebih terletak pada tonjolan tulang di belakang telinga)7 . 4. Anak dengan kelainan kraniofasial (kraniofasial: kepala dan wajah), sindrom Down, sumbing, atau dengan keterlambatan bicara7. 5. OMA dengan gejala sedang-berat yang tidak memberi respon terhadap 2 antibiotik7

2.8 Penatalaksanaan Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Stadium Supurasi Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur4. Penanganan Antibiotik OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya4. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi
13

komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.4,9 Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.4,6 Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat atau demam 39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin.4,6,7 Menganjurkan pemberian pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari1. Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.6 Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya: 1. Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillinclavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.4 2. Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime. 3. Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin.4,6
14

4. Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim.5,6 Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan amoxicillin.4,6 Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.6 Analgesia/pereda nyeri Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri

(analgesia).4,6 Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna. Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak memberikan manfaat bagi anak.4 - Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.7 - Miringotomi (miringotomi: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.4 Cairan yang keluar harus dikultur. Miringotomi Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Tindakan bedah kecil ini harus dilakukan a vue (lihat langsung), pasien harus tenang dan dikuasai. Lokasi insisi di kuadran posterior inferior. Operator harus memakai lampu kepala dengan sinar yang cukup terang, corng telinga yang sesuai,_serta_pisau_parasentesis_yang_kecil_dan_steril. Dianjurkan untuk melakukannya dengan narkosis umum dan memakai mikroskop. Bila pasien mendapat terapi yang adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila jelas_tampak_adanya_nanah_di_telinga_tengah. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma nervus fasialis, dan trauma_pada_bulbus_jugular.
15

Indikasi Miringotomi Persisten pain dan recurrent otalgia Efusi telinga tengah dengan hiperemia dan bulging dan anak tampak sakit berat Severe earache Bila hasil pengobatan antibiotik kurang memuaskan Anak tiba-tiba menderita OMA selagi mendapat terapi AB untuk penyakit lain Bila OMA terjadi pada anak yang immunologically compromised OMA pada neonatus

Parasentesis Parasentesis adalah pungsi pada membran timpani dengan semprit dan jarum khusus untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik. Komplikasinya kurang lebih sama dengan miringotomi.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FKUI ; 2007. p. 102-103 2. Sutedjo A.Y. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books ; 2007. 3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2005. 4. Otitis_Media_(Ear_Infection).Available_from http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp 5. Chronic Otitis Media (Middle Ear Infection) and Hearing Loss. Available from http://www.entnet.org/KidsENT/hearing_loss.cfm 6. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May_2004,pp._1451-1465._available_from http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics ;113/5/1451 7. Diagnosis and treatment of otitis media in children. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Diagnosis and treatment of otitis media in children. Bloomington (MN): Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI); 2004 May. Available from http://www.guideline.gov/summary/summary.aspx?doc_id=5450 8. Glasziou PP, Del Mar CB, Sanders SL, Hayem M. Antibiotics for acute otitis media in children (Cochrane Review) The Cochrane Library, Issue 2, 2005. Available from http://www.cochrane.org/cochrane/revabstr/AB000219.htm 9. Little P, et al. Predictors of poor outcome and benefits from antibiotics in children with acute otitis media: pragmatic randomised trial. BMJ 2002;325:22 Available from http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/325/7354/22?ijkey=742c411e86bbfb31b1 a51105ff9bfc95d8a31433 10. Wellbery C. Standard-Dose Amoxicillin for Acute Otitis Media. Available from http://www.aafp.org/afp/20050501/tips/18.html 11. Adams, George L. M.D et all. BOIES Fundamentals of otolaryngology. Edisi VI. EGC, Jakarta : 1997.

17

You might also like