You are on page 1of 65

Cermin

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

112. Fertilitas
Oktober 1996
Daftar Isi :
3. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Pemanfaatan Hormon dalam Kontrasepsi – Max Joseph
Herman
12. Kemungkinan Pemanfaatan Ekstrak Buah Pare sebagai Ba–
han Kontrasepsi Pria – Cornelis Adimunca
16. Dasar Formulasi Jamu Majun/Kuat Pria – Sriana Azis,
Titik Ratih Rahayu
19. Aktivitas Antimikroba Plasma Semen – Rochman Na’im
21. Tumor–tumor Ovarium Borderline - Chrisdiono M. Achadiat
25. Osteoporosis sebagai Problema Klimakterium – P.Gonta
29. Osteoporosis – Dwi Djuwantoro
32. Perdarahan Selama Kehamilan – Yoseph
36. Terapi Imun pada Kasus Abortus Spontan – Interaksi Feto–
Karya Sriwidodo WS maternal Dipandang dari Sudut Imunologi – Paul Zakaria
Dagomez
41. Pengaruh Umur pada Hasil Terapi Limfoma Non Hodgkin
– Soebandiri
44. Karakteristik Kesehatan di Daerah Pedesaan dan Perkotaan
– Sarjaini Jamal
49. Jenis Informasi yang Dapat Diperoleh dan Rekam Medik di
Beberapa Rumahsakit Umum Pemerintah - data retrospektif
1988/1989 dan 1992/1993 – Retno Gitawati, Nani Su-
kasediati, Ondri D.Sampurno, Puji Lastari
54. Program Pertemuan dan Penyuluhan Keluarga Klien dalam
Konteks Asuhan Keperawatan di RSJP Bogor – Rivai
57. Penentuan Faktor Kalibrasi Berkas Pesawat Terapi Cs-137
dengan Metoda Interpolasi – Susetyo Trijoko
60. Pengambilan Keputusan dan Pemilihan Sumber Pengo-
batan – Sudibyo Supardi
62. Abstrak
64. RPPIK
Cermin Dunia Kedokteran kali ini membahas fertilitas,
kontrasepsi dan beberapa masalah obstetri-ginekologic termasuk
problem osteoporosis pada masa klimakterium; pembahasan lain yang
menarik ialah kemungkinan penggunaan buah Pare sebagai alat
kontrasepsi pria. Terapi imun untuk abortus spontan juga merupakan
topik yang dapat menambah wawasan teman sejawat sekalian.
Mudahan-mudahan artikel yang kami terbitkan kali ini
bermanfaat bagi para pembaca.

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Cermin
Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi – Prof. DR. B. Chandra
PELAKSANA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Sriwidodo WS Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Surabaya.
TATA USAHA – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno
Sigit Hardiantoro SKM, MScD, PhD. – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
Bagian Periodontologi Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
ALAMAT REDAKSI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Fakultas Kedokteran Gigi
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Semarang.
Gedung Enseval
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort – DR. Arini Setiawati
Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. Laboratorium Ortodonti Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
NOMOR IJIN Universitas Trisakti, Jakarta Jakarta,
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
Tanggal 3 Juli 1976
DEWAN REDAKSI
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– Dr. B. Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PENCETAK Zahir MSc.
PT Temprint – DR. Ranti Atmodjo
PETUNJUK UNTUK PENULIS
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
bidang tersebut. pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut.
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/
Kedokteran, Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4,
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O. Box 3117 Jakarta.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) penga- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
rang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.
English Summary
OSTEOPOROSIS AS A PROBLEM IN formation combined with In- encouragement of physical acti-
CLIMACTERIC PERIOD creased osteoclastic bone re- vity throughout life, restriction of
sorption causing a marked tobacco and alcohol consump-
P. Gonta decrease in the total amount of tion, maintenance of adequate
Dept of Obstetrics and Gynecology, bone in the skeleton (osteope- calcium intake, and avoidance
Facully of Medicine Atrncjoyo Catholic nia). Increased bone resorption of oestrogen deficiency. In
University, Jakarta, Indonesia
may be a more important factor osteoporosis in the elderly, it must
than decreased osteoblaslic for- be remembered that hip and wrist
Bone density loss which causes
mation. fracture are usually precipitated
osteoporosis may occur as a
Since generalized osteoporo- by a fall. Steps should be taken
consequence of any disturbance
sis represents a disturbance not to reduce the incidence of falls
of the hypothalamic-hypophysis-
only in bone deposition but also wherever possible; this may re-
ovarial axis. In the climacterium,
in bone resorption, osteoporosis is quire review of psychotropic, anti-
this disturbance is a natural
classified based on the most hypertensive and other medica-
occurrence bringing osteoporo-
prominent factor in their etiology tions,assessment of the home and
sis as a serious problem for
and the onset of the disease, external environment and provi -
women in this period.
even though the resultant skele- sion of suitable aids, and evalua-
Osteoporotic fractures may be
tal lesion is the same.The types of tion of visual problems. General
predicted using special radio-
osteoporosis include postmeno- exercises also have a role in main-
logical techniques, such as dual
pciusal, involutional, idiopathic, taining balance in the elderly.
photon absorptiometry (DPA)
Juvenile and secondary osteo-
and dual energy x-ray (DEXA). As Cermin Dunia Kedokt,1996; 112:29-31
porosis.
osteoporosis is caused by estro- Dd
The most frequent form in
gen deficiency, it is logical to treat
Caucasians and Asians is post- DETERMINATION OF CALIBRA-
osteoporolic patients with estro-
menopausal osteoporosis, Be- TION FACTOR OF Cs-137
gens in the form of oral, transder-
cause the survival in the THERAPY BEAMS USING INTER-
mal or percutaneous implants
population throughout the POLATIVE METHOD
supplementation.
world in the increase this type is
Non estrogen treatment with
the more important one. it has Susetyo Trijoko
calcitonin or biphosphonates is
been estimated That at least National Atomic Energy Board,
still an important alternative,
one in three women over 60 will Pasar Jum’at, Jakarta, Indonesia
especially where estrogens are
develop an osteoporosis- As a recognized Secondary
contraindicated.
related fracture while one in six Standard Dosimetry Laboratory
Cermin Dunia Kedokt. 1996; 112:25-8
men over the age of 75 will (SSDL) under IAEA coordination,
Pg develop osteoporosis. National Calibration Facility of
Diagnosis of osteoporosis can BATAN, also known as SSDL-
be made by history of previous Jakarta, has been equipped
OSTEOPOROSIS fractures, clinical symptoms and with NPL dosimeter system for se-
signs,laboratory examination and condary standard therapy level
Dwi Djuwantoro radiologic examination. Bone together with Co-60 and X-ray
Sebelas Maret University, Faculty of biopsy is rarely needed to rule out therapy machines. The dosimeter
Medicine Alumnus, Surakarta, Indo- other metabolic bone diseases; system is calibrated periodically
nesia
it is sometimes used to quantitate by the Primary Standard Dosi-
Osteoporosis is a generalized
bone loss. metry Laboratory (PSDL). So far
bone diseases characterized by
Management should include the Electrotechnical Laboratory
decreased osteoblastic matrix
(Bersambung ke halaman 20)

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Artikel
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pemanfaatan Hormon
dalam Kontrasepsi
Max Joseph Herman
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN pada berbagai faktor seperti metoda, fasilitas medis dan personel
Pertambahan penduduk dunia yang sangat pesat terutama di yang tersedia, penetapan target, promosi metoda tertentu dan
negara-negara berkembang dan kemajuan dalam dunia kedokter- perubahan selera pemakai. Tiap metoda memiliki keuntungan
an serta kesehatan masyarakat yang menurunkan tingkat morta- dan kerugian, tidak ada metoda yang cocok untuk semua pemakai
litas dan meningkatkan harapan hidup menimbulkan tanggung dan metoda tertentu bahkan merupakan kontraindikasi bagi ke-
jawab dunia kedokteran atas populasi yang berlebihan. Dalam lompok tertentu. Sedangkan hormon mungkin digunakan pada
hal ini kontrasepsi sangat efektif dan memegang peranan AKDR, KO maupun implantasi atau injeksi.
penting dalam kontrol ledakan penduduk dunia. Meskipun ada
kekhawa- tiran akan penyalahgunaan seksual dan degenerasi SIKLUS MENSTRUASI
moral, peng- gunaan hormon steroid dalam kontrasepsi oral Karakteristik hormon dalam siklus menstruasi manusia ber-
(KO) dengan cepat tersebar luas dan terkenal. ubah dari satu tahap perkembangan ovarium ke tahap berikutnya
Insiden reaksi samping serius yang tidak banyak meskipun dan setelah usia mencapai 45 tahun ada kecenderungan ambang
sudah jelas dan hormon kontrasepsi harus dipertimbangkan estrogen yang lebih rendah dalam siklus. Siklus menstruasi nor-
untung ruginya terhadap akibat dan tidak terkendalinya partum- mal berlangsung rata-rata 28 hari dan terdiri atas 3 fasa dalam
buhan penduduk dunia. Lagi pula di negara-negara terbelakang hubungannya dengan efek baik terhadap ovarium maupun ter-
morbiditas dan mortalitas kehamilan serta persalinan jauh me- hadap uterus dapat dilihat di Gambar 1.
lebihi insiden efek yang tidak diharapkan dari KO sehingga di
beberapa negara KO bahkan dapat diperoleh tanpa resep dokter.
Selain risiko kesehatan, kontrasepsi juga memberikan ba-
nyak manfaat kesehatan non-kontrasepsi dan informasi ini pen-
ting untuk pengambilan keputusan. Misalnya KO bukan hanya
mencegah kehamilan tetapi juga menurunkan risiko kanker
endometrium dan ovarium serta melindungi terhadap penyakit
radang pelvik akut dan kehamilan ektopik, meskipun KO juga
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) memberikan perlindungan kontrasepsi Gambar 1. Perbandingan Fasa-fasa Siklus Menstruasi dalam Efek ter -
yang efektif tetapi meningkatkan potensi infeksi dalam kelom- hadap Ovarium dan Uterus
pok risiko tinggi tertentu, metoda kontrasepsi barrier kurang
begitu efektif tetapi melindungi dari infeksi penyakit akibat hu- Fasa-fasa sehubungan dengan efek terhadap ovarium adalah
bungan seksual (PHS) termasuk HIV. Kepentingan manfaat dan fasa folikular, ovulasi dan luteal. Fasa folikular berlangsung
risiko kontrasepsi bervariasi antar masyarakat karena variasi selama 14 hari awal dari siklus saat folikel yang mengandung
prevalensi penyakit yang terlibat. oocyte berkembang dan membesar serta akhirnya satu folikel
Antar negara serta antar waktu terjadi perubahan metoda Graafian pecah dengan melepaskan telur (ovulasi). Fasa ovulasi
yang banyak dipakai dengan pola perubahan yang bergantung berlangsung biasanya pada hari ke 13–15 dalam siklus saat

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 5


folikel yang pecah berubah bentuk menjadi corpus luteum yang METODA KONTRASEPSI
memelihara produksi estrogen dan progestin selama sisa waktu Berbagai metoda kontrasepsi dikenal dan dikembangkan
dalam siklus. Apabila tidak terjadi kehamilan, corpus luteum dalam usaha mengendalikan ledakan penduduk baik secara oral
mulai berdegenerasi dan menghentikan produksi hormon dan dengan memanfaatkan hormon dalam berbagai bentuk pil,
penurunan produksi estrogen dan progestin ini mengakibatkan AKDR, barrier, kontrasepsi jangka panjang, sterilisasi maupun
perdarahan menstruasi hingga suatu siklus baru dimulai lagi. metoda tradisional.
Fasa-fasa sehubungan dengan efek terhadap uterus adalah Kontrasepsi steroid sangat efektif, relatif aman dan mudah
fasa menstruasi, proliferasi dan sekretori. Fasa menstruasi mulai digunakan, sedangkan prospek pengembangan metoda non-
pada hari pertama dari siklus dan berlangsung 3–6 hari dengan steroid yang baru sulit sehingga penelitian dewasa ini lebih
total darah dan cairan yang keluar bervariasi tetapi biasanya tidak menekankan pada pengembangan sistem baru dalam pemberian
lebih dari 60 ml. Fasa ini diikuti oleh fasa proliferasi (hari ke kontrasepsi steroid. Rute non-oral unggul dalam hal menghindari
6–14) saat lapisan endometrium dan kelenjar serta pembuluh efek first-pass hati sehingga memungkinkan penurunan dosis
rahim tumbuh sebagai respons terhadap stimulasi oleh estrogen. hormon dan mengurangi efek samping metabolik, memberikan
Fasa terakhir sekretori (hari ke 14–28) saat garis endometnium kadar hormon serum yang tetap serta menyederhanakan kepatuh-
makin tebal dan kelenjar utenin mulai mengeluarkan sekret; fasa an pemakai. Implantasi subkutan levonorgestrel merupakan
terakhir ini terutama diatur oleh progesterone contoh yang dapat digunakan lima tahunan yang terdiri atas 6
kapsul karet-silikon yang tidak didegradasi biologis dan me-
Estrogen
ngandung total levonorgestrel 36 mg dengan pelepasan zat aktif
Estrogen atau hormon seks wanita bertanggung jawab atas
rata-rata 30 µg per hari.Tingkat kegagalan meningkat dari 0,04%
pertumbuhan dan perkembangan tuba Falopi, ovarium, uterus
pada tahun pertama menjadi 1,1% pada tahun kelima dan lebih
dan alat kelamin eksternal serta karakteristik seksual sekunder
tinggi pada wanita dengan obesitas. Sediaan ini seperti progesto-
wanita. Hormon tersebut terutama berkaitan dengan perubahan
gen lainnya berkaitan dengan insiden tinggi ketidak-teraturan
-perubahan siklus normal yang terjadi pada endometrium dan
menstruasi.
rahim selama siklus. Estradiol merupakan estrogen alam utama
Beberapa di antara steroid aktif oral yang mula-mula diguna-
yang diproduksi oleh ovarium di samping beberapa estrogen
kan untuk inhibisi ovulasi memiliki aktivitas estrogenik bawaan
yang diproduksi secara metabolik dalam hati.
dan beberapa sediaan progestin ternyata terkontaminasi oleh
Berbagai sediaan estrogen alam atau sintetik dikembangkan
estrogen. Kenyataan ini mendukung kenyataan bahwa estrogen
untuk pemakaian oral, parenteral maupun topikal. Absorpsi oleh
meningkatkan efek supresif progestin dan mendukung peng-
membran mukosa saluran kelamin dan pencernaan biasanya baik
gunaan kombinasi keduanya. Untuk meminimalkan efek sam-
dan absorpsi melalui kulit juga bisa menimbulkan efek sistemik.
ping dengan tetap menjamin fungsi kontrasepsi maka berdasar-
Estrogen digunakan untuk terapi pada beberapa kondisi wanita
kan pengalaman dosis progestrum dan estrogen harus dikurangi.
termasuk kontrol konsepsi, endometriosis,hipogonadisme, meno-
Cincin vagina yang hanya mengandung progestogen me-
pause dan perdarahan abnormal, sedangkan pada pria untuk pe-
lepaskan 20 µg levonorgestrel per hari dan digunakan untuk pe-
natalaksanaan paliatif kanker prostat yang tidak bisa dioperasi.
makaian selama 3 bulan dengan tingkat kegagalan sama dengan
Progestin progestogen lain. Kontrol siklus yang Iebih baik diberikan oleh
Merupakan hormon yang secara alami terutama diproduksi cincin vagina kombinasi yang melepaskan 15 µg etinilestradiol
oleh corpus luteum dan plasenta yang berperan dalam reproduksi dan 120 µg desogestrel sehani selama 21 hari dan tidak diguna-
dengan mempersiapkan endometrium untuk implantasi telur kan selama 7 hari dengan tingkat kegagalan sama dengan kon-
dan membantu perkembangan serta berfungsinya kelenjar trasepsi oral kombinasi (KOK).
mammary. Di samping efek progestationalnya, progestin sintetik
tertentu memiliki efek anabolik, androgenik atau estrogenik Kontrasepsi hormonal
(biasanya lemah). Progesteron merupakan progestin alam yang Hormon steroid kontrasepsi terutama tersedia dalam bentuk
paling banyak yang selain efeknya sebagai hormon juga ber- oral meskipun sediaan implantasi subkutan dan insersi vagina
fungsi sebagai prazat untuk produksi berbagai androgen, kor- juga dikembangkan. Per oral hormon kontrasepsi yang diguna-
tikosteroid dan estrogen secara endogen. kan mungkin dalam bentuk pil kombinasi, sekuensial, mini atau
paska senggama dan bersifat reversibel. Kontrasepsi oral kombi-
nasi merupakan campuran estrogen sintetik seperti etinilestra-
diol dan satu dari beberapa steroid C19dengan aktivitas progesteron
seperti noretindron. Pada umumnya mengandung dosis estrogen
dan progestogen yang tetap,digunakan selama 21 hari dan diikuti
7 hari tanpa kontrasepsi. Kômbinasi ini sangat efektif dengan
tingkat kehamilan 0,1–1,0% pada wanita pemakai tetap tahunan.
Kontrasepsi oral kombinasi (KOK) menghambat ovulasi
dan menginduksi perubahan lendir serviks dan endometnium
sehingga transport sperma dan implantasi embrio menjadi sulit.
Sediaan tiga fasa yang mengandung estrogen dan progestogen

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


dalam perbandingan yang bervariasi dikembangkan untuk me- perdarahan sangat bervariasi sehingga mempengaruhi populari-
nurunkan dosis total bulanan progestogen dan lebih menyerupai tasnya.
perubahan-perubahan hormon dan siklus menstruasi, akan tetapi Dosis besar estrogen yang digunakan sebagai kontrasepsi
dosis estrogen harus dinaikkan untuk menjamin inhibisi ovulasi pasca senggama bekerja dengan menghambat fertilisasi dan
dan tidak banyak keunggulannya dibandingkan dengan pil nidasi dengan berbagai cara. Motilitas saluran telur mungkin
monofasa. berubah seperti halnya endometrium dan penghentian dosis
Pemakaian dosis kecil progestogen (noretindron atau le- besar estrogen menginduksi perdarahan.
vonorgestrel) setiap hari memungkinkan cara kontrasepsi bebas ● Pil kombinasi
estrogen. Ovulasi hanya dihambat pada ± 50% dengan prinsip Sejak pertengahan tahun 60-an etinilestradiol merupakan
kerja berdasarkan kemampuan pengubahan lendir serviks yang estrogen dalam hampir semua KOK, tetapi dengan kadar yang
menghambat transport sperma. Kontrasepsi dengan progestogen makin lama makin kecil. Sediaan sekuensial umumnya mengan-
saja kurang efektif dibandingkan dengan kombinasi dan peng- dung< 35 µg. Sebaliknya dalam usaha untuk meminimalkan efek
gunaannya sering terbatas pada wanita dengan fertilitas yang me- samping androgenik yang menyertai, tipe progestogen sintetik
mang sudah berkurang seperti yang lebih tua atau sedang me- telah diubah. Progestogen yang terbaru yang disebut generasi
nyusui atau dalam hal KOK merupakan kontraindikasi. Per im ke-3 (desogestrel, gestoden, norgestimat) sangat poten kemam-
progestogen menghambat ovulasi lebih baik dari pada per oral puannya untuk inhibisi ovulasi dan transformasi endometrium
tetapi menimbulkan gangguan menstruasi seperti halnya pe- sehingga tidak mendukung kehamilan. Ketiganya merupakan
makaian oral. Dalam usaha untuk mengurangi efek samping, antiestrogen lemah dengan aktivitas androgenik yang lebih kecil
dosis estrogen dikurangi dan progestogen yang lebih baru serta danipada pendahulunya dan berkaitan dengan lebih sedikit per-
rute pemakaian yang lain dipelajari. Tiap risiko harus dipertim- ubahan dari metabolisme lipoprotein serta mungkin karbohidrat.
bangkan terhadap bahaya sehubungan dengan kehamilan akibat Tiga tipe formula umum dari KOK dikembangkan yaitu
persetubuhan yang tidak dijaga atau penggunaan metoda yang mono-, bi- dan tri-fasa yang semuanya hampir 100% dapat me-
kurang efektif. lindungi dari kehamilan bila dipergunakan dengan benar meski-
pun juga menyebabkan morbiditas yang berarti, khususnya
Mekanisme kerja hormon kontrasepsi pada wanita perokok.
Pemakaian estrogen dan progestin dapat mengganggu ferti- KO monofasa menggunakan estrogen dan progestin dalam
litas dengan berbagai cara dan jelas bahwa campuran keduanya perbandingan yang tetap selama 21 hari dari siklus menstruasi
mengharnbat ovulasi. Berbagai efek hormon-hormon ovarium normal. Ovulasi dihambat dengan menekan ambang estrogen
terhadap fungsi gonadotropik dan hipofisis yang menonjol dan progestin endogen.
antara lain an estrogen adalah inhibisi sekresi FSH dan dari KO bifasa melepaskan jumlah hormon yang berbeda selama
progesteron inhibisi pelepasan LH. Pengukuran FSH dan LH separuh waktu I dan ke II dari siklus menstruasi di mana ambang
dalam sirkulasi menunjukkan bahwa kombinasi estrogen- estrogen dan progestin yang lebih rendah digunakan dalam fasa
progesteron menekan kedua hormon. Jelas bahwa ovulasi dapat folikular serta ditingkatkan dalam fasa luteal. Satu kelemahan
dicegah baik dengan inhibisi stimulus ovarium maupun pen- dari formula ini adalah inhibisi ovulasi yang tidak konsisten
cegahan pertumbuhan folikel. dan ketidak-teraturan pola menstruasi.
Meskipun ovulasi tidak dicegah, kontrasepsi oral dapat be- KO trifasa merupakan bentuk KO yang terakhir dikembang-
kerja langsung pada saluran kelamin. Endometrium harus berada kan dan paling mirip dengan pola normal ambang estrogen dan
dalam status perkembangan yang tepat di bawah pengaruh estro- progesteron yang teramati selama siklus menstruasi di luar
gen dan progesteron untuk terjadinya nidasi dan hampir tidak pengaruh hormon eksogen. Pendekatan ini memungkinkan dosis
mungkin terjadi implantasi pada endometrium yang berubah rendah estrogen dan progestin selama fasa folikulan, dengan pe-
akibat pengaruh sebagian besar penekan. Demikian pula sekret ningkatan progestin baik pada fasa ovulasi maupun luteal se-
serviks yang banyak mengandung air pada saat ovulasi dianggap hingga lebih mirip dengan ambang hormon yang terjadi secara
esensial bagi sperma dan lendir kental yang dihasilkan karena alamiah (Gambar 3).
pengaruh progesteron merupakan lingkungan yang tidak men-
dukung bagi sperma.
Kekhawatiran akan efek tidak diharapkan dan estrogen
mendorong penggunaan progestin semata dalam berbagai cara.
Pemakaian terus menerus progestin dalam dosis yang cukup
menghentikan siklus selama pemberian dan menyebabkan atropi
ovarium serta endometrium. Dosis sangat kecil dapat mengubah
struktur endometrium dan konsistensi lendir serviks tanpa me-
mutus siklus atau menghambat ovulasi.
Dewasa ini kontrasepsi progestin tunggal menekan berva-
riasi FSH, LH dan ovulasi yang menjelaskan tingkat etikasinya
yang lebih rendah dan pada kombinasi. Dengan pemakaian hari- Gambar 3. Perbandingan Ambang Estrogen dan Progestin Selama Siklus
an kontinu, menstruasi terjadi tetapi panjang siklus dan durasi Normal dan Penggunaan Kontrasepsi Oral Trifasa

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 7


Pil mini endometrium dan serviks. Sedangkan implantasi subdermal
Hanya mengandung progestogen dan merupakan satu-satu- progestin efektif untuk 3–5 tahun dengan efek samping sama
nya alternatif hormon dari pemakaian KOK, diberikan 1 dd se- dengan injeksi, hanya saja implant dapat dikeluarkan bila kom-
lama 28 hari siklus menstruasi dengan proteksi kehamilan pada plikasi serius.
penggunaan yang benar ± 97%. Dapat diperkirakan efek sam- Tabel 1. Komposisi dan dosis beberapa kontrasepsi oral
pingnya lebih sedikit, tetapi berhubungan dengan insiden tinggi
gangguan menstruasi khususnya perdarahan tak teratur.Progesto- Estrogen (mg) Progestin I (mg)
Kombinasi 2
gen tidak berefek pada pembekuan darah atau agregasi trombosit
0,02 etinilestradiol 1,0 noretindronasetat
dan merupakan pilihan untuk wanita dengan hipertensi. Per- 0,03 etinilestradiol 0,3 norgestrel
injeksi, medroksiprogesteron asetat, bisa digunakan dan mem- 0,03 etinilestradiol 1,5 noretindronasetat
berikan metoda kontrasepsi yang sangat efektif serta aman. 0,03 etinilestradiol 0,15 levonorgestrel
0,035 etinilestradiol 0,4 noretindron
Pil pasca senggama
0,035 etinilestradiol 0,5 noretindron
Konsep metoda kontrasepsi sesudah hubungan intim bukan- 0,035 etinilestradiol 1,0 etinodioldiasetat
lah hal yang baru dan cukup menarik. Dosis tinggi estrogen 0,035 etinilestradiol 1,0 noretindron
tunggal (misalnya 25 mg dietilstilbestrol sehani selama 5 hari) 0,05 mestranol 1,0 noretindron
0,05 etinilestradiol 0,5 norgestrel
atau kombinasi dengan progestogen (100 µg etinilestradiol dan
0,05 etinilestradiol 1,0 etinodioldiasetat
1 mg levonorgestrel 2 kali sehani dengan selang waktu 12 jam) 0,05 etinilestradiol 1,0 noretindron
dapat mengurangi risiko kehamilan setelah hubungan intim yang 0,05 etinilestradiol 1,0 noretindronasetat
tidak dijaga dengan efek samping mual dan gangguan siklus 0,05 etinilestradiol 2,5 noretindronasetat
Sekuensial 3
menstruasi. Kenyataan bahwa obat harus digunakan dalam waktu
0,03 0,04 0,03 etinilestradiol 0,05 0,075 0,125 levonorgestrel
72 jam setelah senggama, di samping penyalahgunaannya untuk 0,035 etinilestradiol 0,5 1,0 0,5 noretindron
menggugurkan kandungan, kurang mendukung penggunaannya. 0,035 etinilestradiol 0,5 0,75 1,0 noretindron
0,035 etinilestradiol 0,5 1,0 noretindron
Alat kontrasepsl dalam rahim Pil mini 4
Mungkin mengandung hormon mungkin pula tidak, sangat – 0,35 noretindron
efektif (tingkat kegagalan 6% pada tahun I pemakaian) dan – 0,075 norgestrel
Pil pasta senggama,
kegagalan akibat ekspulsi AKDR yang tidak terdeteksi. Kon- Dietiistilbestrol
trasepsi bersifat reversibel, mencegah kehamilan ektopik dan
yang mengandung progesteron mengurangi kehilangan darah Catatan:
1. Norgestrel bersifat androgenik kuat dan yang lain sedang
menstruasi serta dismenorrhoea. Tidak ada manfaat kesehatan 2. Kombinasi digunakan 21 hari dan 7 hari kosong. potensi estradiol ± 20x
non-kontrasepsi lain dari AKDR yang diketahui dari risiko yang mestranol
mungkin adalah inflamasi pelvik, infertilitas tuba, aborsi septik 3. Sediaan bifasa, sel I digunakan 10 hari dan sel II 11 hari diikuti 7 hari tanpa
atau spontan dari perforasi rahim. pi1.
Sediaan trifasa. tiap sel digunakan 5-10 hari dalam 3 fasa berturutan dilkuti
Masalah peningkatan risiko kehamilan ektopik pada pema- 7 hari kosong
kaian AKDR jenuh hormon dapat diatasi dengan peningkatan 4. Digunakan tiap hari terus menerus. tidak begitu efektif
dosis progestogen sintetik. AKDR jenuh levonorgestrel yang 5. Dosis 25 mg 2 dd selama 5 hari dalam 72 jam setelah hubungan seks.
melepaskan 20 µg sehari dapat digunakan. Dibandingkan dengan
Kontrasepsi pria
AKDR inert atau tembaga, AKDR ini menurunkan kehilangan
Pengembangan metoda kontrasepsi hormon yang dapat di-
darah menstruasi dan banyak yang menjadi amenorrhoea setelah
percaya untuk pria lebih sulit, Regulasi spermatogenesis kurang
beberapa bulan pemakaian yang disebabkan oleh atropi endo- dimengerti dari hubungan antara aktivitas seks dengan hormon
metrium dan mungkmn destruksi reseptor estrogen dan endo-
jauh lebih langsung pada pria sehingga setiap metoda juga harus
metrium. Fungsi ovarium jarang dipengaruhi, jadi amenorrhoea
mencakup penggantian testosteron bila fungsi seks ingin diper-
tidak disertai dengan hipoestrogenisme.
tahankan. Penggunaan jumlah besar testosteron untuk inhibisi
Kontrasepsi jangka panjang sekresi FSH serta LH dan karena itu spermatogenesis bukan hal
Terutama berupa injeksi atau implantasi/susuk yang sangat yang baru. Sejak tahun 1950-an azoospermia sudah dapat dicapai
efektif dalam waktu antara 1 bulan sampai dengan 5 tahun dan dengan injeksi harian 25 mg testosteron propionat (androgen
semuanya mengandung progestin yang mungkin mengganggu sintetik yang oral aktif seperti metiltestosteron dapat merusak
siklus menstruasi. Injeksi biasanya diberikan tiap 8-12 minggu hati). Kombinasi antagonis poten GRH dan testosteron lebih se-
dari bekerja dengan menghambat ovulasi, mengentalkan lendir ring menimbulkan azoospermia tetapi kebutuhan injeksi harian
serviks serta mengubah endometrium sehingga menyulitkan antagonis ini menjadikan cara ini tidak praktis, lagi pula per-
implantasi. ubahan-perubahan pot faktor-faktor pembekuan darah,
Amenorrhoea atau episode perdarahan tidak teratur dan pembesaran prostat dan perubahan lipoprotein serum menjadi
tidak dapat diduga merupakan masalah yang paling umum pada masalah untuk pemakaian jangka panjang.
injeksi dan merupakan alasan utama untuk penghentian pema-
kaiannya. Injeksi dapat melindungi terhadap penyakit inflamasi Perkembangan terakhir
pelvik dengan mengubah lendir serviks selain terhadap kanker Perkembangan yang paling menjanjikan dalam bidang

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


kontrasepsi hormon adalah pemakaian agonis dan antagonis. retrospektif dan tanpa kontrol yang memadai. Lagi pula umum-
Agonis GRH terikat pada reseptornya dalam hipofisis anterior nya sediaan yang digunakan mengandung jumlah estrogen dan
dan setelah mula-mula menstimulir sekresi FSH serta LH, me- progestin yang lebih besar dari pada yang banyak digunakan
nimbulkan status hipogonadotropik. Ovulasi dihambat selama masa kini, sehingga banyak pandangan mengenai efek samping
pemakaian intranasal kronis agonis GRH, buserelin, yang ter- KO sekarang merupakan ekstrapolasi dan data terdahulu. Oleh
bukti bermanfaat khususnya sebagai kontrasepsi dalam masa karena itu penilaian rasio risiko-manfaat sangat penting agar
menyusui karena hanya jumlah kecil yang masuk ke dalam air diperoleh metoda kontrasepsi yang efektifdengan risiko sekecil
susu. Bila aktivitas ovarium total ditekan, efek merusak status mungkin.
hipoestrogenik berkepanjangan pada tulang dan sistem kardio-
Kanker endometrium dan ovarium
vaskular mungkin memerlukan terapi. Sebaliknya penekanan
KOK memiliki efek protektif terhadap kanker baik endo-
tidak sempurna dengan aktivitas ovarium sisa mungkin mening-
metrium maupun ovarium dan dosis lebih kecil dan estrogen dan
katkan risiko hiperplasia endometrium dan kanker akibat efek-
progestin memberikan proteksi yang sama bila mekanisme kerja-
efek estrogen yang tidak ditentang.
nya melibatkan pemeliharaan perdarahan reguler akibat peng-
Antagonis progesteron menawarkan potensi besar untuk
hentian kontrasepsi. Bila dosis kecil memungkinkan untuk pe-
pengaturan fertilitas. Progesteron esensial untuk sejumlah fungsi
makaian di atas usia 35 tahun risiko kanker endometrium lebih
reproduksi termasuk pembentukan dan pemeliharaan kehamilan.
jauh dikurangi.
Antagonis. progesteron seperti mifepriston memblokir kerja
progesteron pada endometrium sehingga menimbulkan lingkung- Kanker hati
an yang menghambat kehamilan. Dalam kombinasi dengan Di daerah tertentu ada hubungan yang erat antara infeksi
prostaglandin sangat efektif dan aman untuk mengakhiri keha- virus hepatitis B dan kanker hati dan dalam hal ini penggunaan
milan masih dini. Bila diberikan dalam fasa awal luteal dari jangka pendek KOK tidak meningkatkan risiko kanker hati, se-
siklus dapat mencegah pengembangan endometrium fasa sekresi baliknya di daerah kanker hati jarang ditemukan ada hubungan
dan mungkin efektif pada pemberian sekali sebulan. Kemampu- antara kanker hati dan pemakaian KOK.
an mifepriston untuk memblokir ovulasi bila diberikan dalam
Kanker serviks
fasa folikular siklus dan mencegah pengembangan endometrium
Hubungannya dengan hormon kontrasepsi tidak sejelas
fasa sekresi menjelaskan alasan penggunaannya sebagai kontra-
seperti halnya dengan aktivitas seksual. Dengan rnengabaikan
sepsi pasca senggama.
aktivitas seksual dan metoda kontrasepsi barrier yang memiliki
Metoda barrier efek protektif, tampaknya tidak ada hubungan kenaikan risiko
Mencakup kondom, diafragma dan sponge. kanker serviks dengan pemakaian KOK.
Sterilisasi Kanker payudara
Merupakan kontrasepsi yang aman dan sangat efektif de- Meskipun estrogen menstimulasi perturnbuhan jaringan pa-
ngan risiko sebagian besar karena teknik anestesi atau bedah yudara dan pemakaiannya dalam jangka panjang sewajarnya bila
yang tidak memadai (tubektomi untuk wanita dan vasektomi berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara seperti
untuk pria). halnya terbukti pada wanita paska rnenopause, dalarn studi tidak
terlihat adanya peningkatan risiko dan tidak ada hubungan antara
Metoda tradisional
dosis dan lama pemakaian dengan risiko tersebut, sebaliknya
Mencakup pantang berkala atau ritme, senggama terputus,
sediaan dengan kadar progestin tinggi seperti pada pil mini dapat
pencucian vagina atau puasa total yang semuanya kurang efektif
menurunkan risiko.
dibandingkan dengan metoda modern. Proses menyusui juga
dapat menunda ovulasi dan dapat dianggap bentuk kontrasepsi. Penyakit kardiovaskular dan metabolisme lemak
Pantang berkala biasanya didasarkan pada kalender, suhu basal Ada kenaikan risiko kematian 4–7 kali akibat penyakit kar-
tubuh dan/atau sifat lendir serviks. diovaskular pada wanita pemakai KO yang mengandung 50 µg
estrogen danjelas bahwa penurunan dosis estrogen menurunkan
EFEK-EFEK HORMON KONTRASEPSI risiko. Risiko ini sering dikaitkan dengan perubahan kadar lipo-
Di samping mencegah kehamilan berbagai efek baik yang protein serum dan diketahui bahwa KOK tidak mengubah kadar
tidak diharapkan maupun yang bermanfaat terhadap kesehatan kolesterol serum total tetapi meningkatkan kadar trigliserida dan
mungkin timbul akibat pemakaian kontrasepsi, misalnya metoda ada juga progestin yang lebih baru yang rneningkatkan kolesterol
barrier membantu melindungi terhadap penyakit akibat hubung- HDL serum. Risiko ini biasanya berupa thromboemboli vena,
an seksual termasuk HIV dan kanker serviks, KOK mengurangi infark miokardium dan stroke yang terutama terjadi pada wanita
kista payudara ganas, kista ovarium kambuhan, anemia keku- dengan usia lebih dari 30 tahun dan merokok atau memiliki
rangan besi tetapi sekaligus juga peningkatan risiko terutama faktor risiko kardiovaskular lain.
penyakit kardiovaskular. Perubahan metabolisme lipida akibat penggunaan KOK ru-
Dari efek yang tidak diharapkan yang paling diperhatikan mit dan hubungan perubahan ambang lipoprotein serum dengan
adalah efek samping kardiovaskular dan induksi atau promosi penyakit kardiovaskular tidak langsung. KOK meningkatkan
tumor. Kebanyakan data efek samping KO diperoleh secara produksi faktor X, II dan plasminogen, menurunkan produksi

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 9


antitrombin dan meningkatkan agregasi platelet dengan menu- KONTRASEPSI DI INDONESIA
runkan produksi prostaglandin. Perubahan-perubahan ini mung- Penggunaan kontrasepsi di Indonesia direkomendasikan
kin hanya penting pada wanita perokok karena merokok juga dengan tahapan pola dasar memakai pendekatan secara paritas
meningkatkan risiko thrombogenesis, sehi ngga disimpulkan (Tabel 2 dan 3).
bahwa KOK aman untuk wanita yang tidak menderita gangguan Tabel 2. Tahapan Pola Dasar Penggunaan Kontrasepsi dengan Pendekatan
sistem sirkulasi sebelumnya dan lebih-lebih bila tidak merokok. Paritas

Toleransi glukosa Masa menunda Masa mengatur Masa mengakhiri


Tidak seperti estrogen, progestin mengganggu toleransi kehamilan jarak kehamilan kehamilan
glukosa dan derajatnya bergantung pada baik tipe maupun dosis I Ha fib IIIa flub
progestin yang bersangkutan. Gangguan paling menonjol pada
3 - 4 tahun
turunan nandrolon dan paling kecil pada medroksiprogesteron
asetat. Progestogen generasi ke-3 bila ada hanya kecil saja efek- 2 0 3 0
nya pada metabolisme karbohidrat. Lagi pula pada umumnya Pil AKDR AKDR Kontap Kontap
wanita yang metabolisme karbohidratnya terganggu setelah pe- Sederhana Pil Suntikan Susuk KB AKDR
makaian OK akan kembali memiliki toleransi glukosa normal AKDR Suntikan Susuk KB AKDR Susuk KB
selama 6 bulan pemakaian. Meskipun demikian KOK dapat me- Sederhana Pil Suntikan Suntikan
Sederhana Pil Pit
ningkatkan kebutuhan insulin pada diabetes melitus dan nilai Sederhana
peningkatan insulin yang dibutuhkan tidak berarti bila diban-
dingkan dengan jaminan kontrasepsi pada wanita dengan keha- Tabel 3. Bagan Pendekatan Secara Paritas
milan merupakan suatu kontraindikasi.
Jumlah anak Umur

Hipertensi 20 20-24 25-29 30-34 35


KOK menyebabkan hipertensi pada ± 4–5% wanita normo- 0 1 I 1 Risiko tinggi
tensi dan meningkatkan tekanan darah pada ± 9–16% pada wa- 1 IIa IIa IIb Ilb Risiko tinggi
nita dengan hipertensi sebelumnya. Efek ini mungkin karena 2 IIb IIIa Ma IIIa IIIb
3/lebih IIIa IIIa IIIb IIIb IIIb
baik estrogen maupun progestin memiliki kemampuan untuk
mempermudah retensi ion natrium dan sekresi air akibat kenaik- PEMANTAUAN RESPONS PEMAKAI KONTRASEPSI
an aktivitas renin plasma dan pembentukan angiotensin yang me- Efek tidak diharapkan yang lebih ringan dan KO biasanya
nyertainya. Efek hormon maupun risiko ini berhubungan dengan akibat formulasi dan membutuhkan waktu ± 3 bulan agar tubuh
ras, sejarah keluarga, kegemukan, makanan, rokok dan lama pe- dapat menyesuaikan din. Sering kali pada saat ini dibutuhkan
makaian KOK. Beberapa progestogen generasi ke-3 memiliki pemantauan respons, khususnya untuk identifikasi bila efek
efek antimineralokortikoid sehingga menurunkan risiko hiper- tidak diharapkan terjadi akibat kelebihan atau kekurangan estro-
tensi. Pemantauan tekanan darah selama 3 bulan awal pemakaian gen atau progestin.
memungkinkan pendeteksian wanita yang rentan dan efek ini Bercak darah dan perdarahan pada bagian awal siklus mung-
hampir selalu bersifat reversibel. kin menunjukkan defisiensi estrogen, sedangkan mual-muntah
(khususnya pagi hari), udema mungkin pula terjadi karena efek
Efek lainnya estrogen. Efek lain seperti payudara lunak, depresi, lelah dan
Efek samping ringan yang sering seperti mual, muntah, pu- tidak ada inisiatif disebabkan oleh progestin. Sebagian besar efek
sing, dan kenaikan bobot badan merupakan manifestasi keha- tidak diharapkan karena KO dapat dikurangi atau dihilangkan
milan dini dan gejala umum pada pemakaian KO serta biasanya dengan memantau efek samping yang disebabkan oleh keku-
hanya untuk jangka pendek atau pada 1–2 siklus awal seperti hal- rangan/kelebihan hormon dan mengganti sediaan yang lebih
nya perdarahan yang tidak teratur. Pemakaian KO terus selama mendekati siklus hormon individu.
kehamilan mungkin menyebabkan deformasi dan maskulinisasi
janin dan pemakaian segera setelah persalinan mengurangi lak- KESIMPULAN
tasi dan menyebabkan ekskresi steroid dalam air susu. Insiden gangguan kardiovaskular yang meningkat selama
KO dapat mengurangi risiko penyakit radang pelvik yang masa kehamilan dan postpartum serta kenaikan mortalitas akibat
sering kali menyebabkan kemandulan dengan dua mekanisme berbagai sebab selama kehamilan mendukung pandangan bahwa
yang mungkin, yaitu perubahan lendir serviks sehingga patogen kenaikan insiden gangguan kardiovaskular akibat KO merupa-
tidak bisa naik ke saluran kelamin bagian atas atau penurunan kan risiko yang relatif kecil dan d ditenima karena kehamilan
darah menstruasi sehingga mengurangi jumlah medium yang secara efektif dapat dicegah olehnya. Komplikasi serius kehamil-
dibutuhkan untuk pertumbuhan patogen. an demikian jauh lebih sering dan pada akibat pemakaian KO se-
KO juga dapat berinteraksi dengan obat lain melalui kerja- hingga kesulitan yang timbul dan kehamilan yang tidak diharap-
nya yang bertentangan (antagonis farmakologis) seperti halnya kan masih lebih tinggi bila digunakan metoda kontrasepsi lain
dengan antihipertensi dan antikoagulan oral maupun melalui yang kurang efektif. Sehubungan dengan kanker sedikitnya
peningkatan metabolisme hati seperti halnya dengan rifampin. laporan tentang efek samping meskipun penggunaan KO sangat

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


banyak dan luas mencerminkan perioda laten yang dibutuhkan KEPUSTAKAAN
untuk transformasi selular sehingga studi prospektif tambahan
1. Baird DT, Glasier AF. Hormonal Contraception, N. Engi. J. Med. 1993;
dibutuhkan untuk menentukan apakah KO berhubungan dengan 328(21): 1543–7.
berkembangnya tumor. Lagi pula perlu dipertimbangkan penilai- 2. BKKBN. Pola Pengembangan Pelayanan Kontrasepsi dalam Pelayanan
an faktor yang dapat mengubah efek KO seperti usia saat keha- Swasta. Jakarta, 1988: 15-6.
milan I untuk kanker payudara dan jumlah partner seks untuk 3. Cutler WB et al. The Medical Management of Menopause and Premeno
pause. Pennsylvania: J.B. Lippincott Company, 1984: 164, 175.
kanker serviks. 4. Gilman Act al. The Pharmacological Basis of Therapeutics, 8th ed., vol. II.
Metoda kontrasepsi hormon dewasa ini dalam klinis telah Singapore: Pergamon Press Inc. 1991: 1402–09.
terbukti efektif dan bisa diterima, lagi pula manfaat metoda ini 5. National Research Council. Contraception and Reproduction. Washington:
dari segi kesehatan melebihi risiko dan efek sampingnya. Setelah National Academy Press, 1989: 36–52, 92–3.
6. Pagliaro AM et al. Pharmacologic Aspects of Nursing. Missouri: CV
faktor risiko diidentifikasi (merokok, hipertensi dan obesitas) Mosby Co, 1986: 1450–4.
terbukti KOK aman untuk kebanyakan wanita untuk sebagian 7. Rayburn WF et al. Every Woman’s Pharmacy-A Guide to Safe Drug Use.
besar masa reproduksinya. Meskipun demikian kebutuhan kon- Toronto: CV Mosby Co, 1983: 99–114.
trasepsi maupun risiko-manfaatnya bagi wanita berubah selama 8. World Health Organization. Contraceptive Method Mix : Guidelines for
Policy and Service Delivery, 1994.
perjalanan hidup reproduksinya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 11


ULASAN

Kemungkinan Pemanfaatan Ekstrak


Buah Pare Sebagai Bahan
Kontrasepsi Pria
Cornelis Adimunca
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN TANAMAN PARE


Program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan peme- Tanaman Pare tergolong dalam bangsa Cucurbitaceae, jenis
rintah Indonesia bertujuan menyejahterakan rakyat melalui pem- Momordica charantia L. Tanaman ini merupakan tanaman
batasan kelahiran. Dalam program itu berbagai metoda kontra- yang hidup di daerah tropis, dapat tumbuh di daratan rendah
sepsi telah diperkenalkan dan penelitian telah dikembangkan sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.
untuk mendapatkan bahan kontrasepsi yang ideal. Hingga seka- Penyebarannya meliputi Cina, India dan Asia Tenggara(4).
rang, program KB ini dinilai cukup berhasil. Namun, keberhasil- Pemanfaatan buah Pare bagi masyarakat Jepang bagian
an tersebut hanya diperuntukkan kaum wanita, karena peserta selatan sebagai obat pencahar, laksatif dan obat cacing(5). Di
akseptor KB sebagian besar wanita, sedangkan kaum pria kurang India, ekstrak buah Pare digunakan sebagai obat diabetik, obat
dari 6%(1). rhematik, obat gout, obat penyakit liver dan obat penyakit
Bila dilihat lebih dalam, sebelum fertilisasi, kehamilan sampai 1imfa(6). Di Indonesia, buah Pare selain dikenal sebagai
kelahiran, pria dan wanita mempunyai tanggungjawab dan peran sayuran, juga secara tradisional digunakan sebagai peluruh
yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kesinambungan dahak, obat penurun panas dan penambah nafsu makan. Selain
dan kelancaran program KB sangat diperlukan partisipasi aktif itu, daunnya dimanfaatkan sebagai peluruh haid, obat luka
kaum pria. Akan tetapi, sampai saat ini bahan atau alat kontra- bakar, obat penyakit kulit dan obat cacing(7).
sepsi pria masih sangat terbatas yakni, kondom dan vaksetomi. Sejak diketahui bahwa tanaman Pare berkhasiat terhadap
Terdapat petunjuk bahwa vasektomi bersifat irreversibel, se- kesehatan maka beberapa penetiti berusaha mengetahui dan
dangkan kelemahan utama dalam penggunaan kondom adalah mengisolasikan bahan yang terkandung dalam tanaman Pare.
efek psikis karena daya sensitivitas berkurang(2). Sebagai tumbuhan bangsa Cucurbitaceae, juga mengandung
Usaha menemukan alat atau bahan kontrasepsi pria telah bahan yang tergolong dalam glikosida triterpen atau kukurbita-
dilakukan oleh peneliti di beberapa negara dengan meman- sin(5). Hasil isolasi dan ekstrak biji Pare didapatkan beberapa
faatkan bahan alami (tumbuhan). Salah satu diantaranya adalah jenis momordikosida yakni, momordikosida A (C42H72O15),
buah Pare. Keuntungan memanfaatkan bahan asal tumbuhan momordikosida B (C42H80,C19), momordikosida C (C42,H72O14),
antara lain, toksisitasnya rendah, mudah diperoleh, murah dan momordikosida D (C42H70C13) dan momordikosida E
kurang menimbulkan efek samping(3). (C51H74O19)(5,8).
Didasarkan penelusuran pustaka, terdapat petunjuk bahwa, Isolasi dari ekstrak buah Pare diperoleh empat jenis momor-
ekstrak buah pare yang dicobakan pada hewan percobaan me- dikosida yang tidak pahit rasanya yaitu, momordikosida F1
nurunkan kuantitas dan kualitas spermatozoa, tidak toksik ter - (C45H68O12), momordikosida F2 (C36H58O8), momordikosida G
hadap organ hati dan bersifat reversibel. Dengan demikian tuju- (C45H68O12) dan momordikosida I (C36H58O8)(9). Bersamaan
an penulisan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai dengan itu, telah pula diperoleh jenis momordikosida utama yang
kemungkinan digunakan ekstrak buah Pare sebagai bahan kon- pahit yaitu, momordikosida K (C37H58O9), dan momordikosida
trasepsi pria. L (C36H58O9)(10). Diduga jenis momordikosida K dan L inilah

Dibacakan pada Diskusi Ilmiah Puslit P.T.M., Badan Litbangkes. Dep Kes,
Jakarta, 24 September 1992.

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


yang bersifat sitotoksik(11). Demikian juga, pada tubuli ε seminiferis tidak dijumpai sel-sel
Di samping itu dan ekstrak daun telah pula diisolasi gliko- spermatogenik.
sida kukurbitasin yaitu jenis momordisin(12). Terdapat tiga jenis Selain parameter di atas, juga dilakukan pengukuran bebe-
yakni, momordisin I (C30H48O4), momordisin II (C36H58O9) dan rapa parameter lain khususnya pada pemberian ekstrak buah
momordisin III (C48H68O16). Pare selama 60 hari. Parameter tersebut meliputi, konsentrasi
RNA total, asam sialat dan konsentrasi kolesterol di dalam
PENGARUH EKSTRAK BUAH PARE PADA SPERMA testis (Tabel 2).
TOGENESIS Tabel 2. Perubahan Biokimia di Dalam Testis Setelah Pemberian Ekstrak
Rasa pahit buah Pare disebabkan oleh kandungan kukur- Buah Pare Selama 60 Hari Secara per-oral
bitasin (momordikosida K dan L), yang dapat menghambat per-
Perlakuan
tumbuhan dan perkembangan sel(11). Kukurbitasin yang di- Parameter
golongkan dalam glikosida triterpen memiliki struktur dasar Kontrol Pemberian ekstrak 1,75 g/hari
siklopentan perhidrofenantrena yang juga, dimiliki oleh steroid. 1. RNA mg/ml jaringan 137 89*
Menurut Jackson dan Jones(13), steroid dapat berperan sebagai
penghambat spermatogenesis dan bersifat reversibel. Spermato- 2. Asam sialat mg/ml 3,5 1,7*
zoa adalah sel haploid, yang berasal dari perkembangan dan jaringan
3. Kolesterol mg/g testis 5,6 11,5*
diferensiasi sel-sel induk germinal di dalam testis. Dengan dasar
ini maka, bila ekstrak buah Pare diberikan pada mamalia jantan, Keterangan:
akan dapat menghambat spermatogenesis. Namun, belum di- *) : Berbeda sangat nyata (p > 0,01) dibandingkan kontrol.
ketahui dengan pasti apakah momordikosida tersebut bekerja
secara steroid atau secara sitotoksik. Dikatakannya bahwa, konsentrasi RNA total dan konsen-
Hasil penelitian Dixit dkk(6) menyimpulkan, bahwa efek trasi protein testis menurun sangat nyata pada anjing yang diberi
ekstrak buah Pare menekan fungsi testis anjing percobaan dalam ekstrak buah Pare. Hal ini menunjukkan bahwa, kemungkinan
memproduksi spermatozoa. Selanjutnya dijelaskan, bahwa efek sitotoksik buah Pare menghambat sintesis protein di dalam
pemberian 1,75 gram/hari/ekor selama 20 hari, didapatkan 18% cytosot sel-sel spermatogenik. Dengan demikian sel spermato-
tubulus seminiferus tidak ditemukan adanya spermatosit primer genik tidak dapat berkembang membentuk spermatozoa karena,
dan mengandung 38% spermatid abnormal. Akan tetapi, sel-sel terhambatnya sumber energi. Di samping itu tampak konsentrasi
interstitialnya tidak memperlihatkan perubahan morfologi. asam sialat lebih rendah setelah pemberian ekstrak buah Pare.
Dengan demikian terdapat kemungkinan produksi hormon Menurut Maugh dkk(14) peningkatan asam siatat dapat dijadikan
testosteron tidak menurun, dan ini perlu pembuktian lebih lanjut. indikasi adanya pertumbuhan dini sel kanker. Dibandingkan
Parameter lain (Tabel 1) terlihat bahwa diameter tubutus dengan hasil tersebut di atas, dengan jelas ditunjukkan bahwa
seminiferus mengecit pada pemberian ekstrak buah Pare selama ekstrak buah Pare tidak bersifat karsinogenik. Bahkan sebaliknya
40 hari. Hal tersebut diduga karena efek sitotoksik dan momor- dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti yang telah
dikosida, sehingga sel-sel spermatogenik yang mengisi tubulus dibuktikan oleh West dkk(11). Selanjutnya konsentrasi kolesterol
seminiferus tidak dapat mempertahankan aktifitasnya. Dengan tampak meningkat secara nyata, setelah diberi ekstrak buah Pare.
demikian timbul adanya perbedaan yang bervariasi pada stadia Keadaan ini sebagai akibat degenerasi sel epitet germinal(6). Juga
spermatid dan sel-sel spermatogenik(6). kotesterol disangkut-pautkan sebagai bahan untuk sintesis hormon
Tabel 1. Perubahan Berat Testis, Berat Epididimis, Diameter Tubulus androgen. Dengan demikian apakah peningkatan kotesterol ter-
Seminiferus dan Diameter Inti Sel Leydig setelah Pemberian sebut akibat dihambatnya enzim adrenokortikotropik yang meng-
Ekstrak Buah Pare per-oral(6) katalis perubahan kolesteril menjadi pregnenoton, hal ini belum
Berat Berat Ø Tubulus Ø Inti Sel
diketahui dengan pasti. Jika dugaan ini benar maka, ekstrak buah
Perlakuan Testis Epididimis Seminiferus Leydig Pare akan menghambat sintesis hormon androgen oleh sel-sel
(mg) (mg) (um) (um) Leydig.
Kontrol 1715 310 220 10,9 Sebaliknya Kellis dkk(15) mengatakan bahwa, flavonoid
1,75 g/hari/ekor 1264 271 239 10,3 yang disintesis oleh hampir seluruh dunia tumbuhan, dapat
selama 20 hari menghambat enzim aromatase. Dengan dihambatnya enzim ter-
1,75 g/hari/ekor 1110* 317 167* 9,5
sebut yaitu yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen
selama 40 had
1,75 g/hari/ekor 815* 318 159* 10,6 menjadi estrogen, maka jumlah androgen (testosteron) akan me-
selama 60 had ningkat. Tingginya konsentrasi testosteron akan berefek umpan
balik negatif ke hipofisis tidak melepaskan FSH dan atau LH;
Keterangan:
*) : Berbeda nyata (p > 001) dibandingkan kontrol
dengan demikian akan menghambat spermatogenesis. Apakah
um : Mikrometer ekstrak buah Pare bekerja dengan cara ini, masih perlu penelitian
Ø : Diameter lebih lanjut.
Setelah pemberian ekstrak buah Pare selama 60 hari pada Penelitian ekstrak buah Pare telah dilaporkan pula oleh War-
tubulis seminiferis tidak dijumpai adanya spermatozoa. Pada doyo(16), ternyata dapat mempengaruhi morfologi dan motilitas
75% tubuti seminiferis tidak dijumpai adanya spermatid. spermatozoa tikus percobaan. Semakin tinggi kadar ekstrak buah

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 13


Pare dan semakin lama pemberiannya, maka motilitas dan viabi- 4) Ekstrak buah Pare kemungkmnan dapat digunakan sebagai
litas spermatozoa semakin rendah, sebaliknya morfologi abnor- bahan kontrasepsi pna karena masih aman terhadap hati (dosis
mal spermatozoa semakin meningkat. Hal ini mungkin disebab- 750 mg/kgbb).
kan oleh bahan aktif golongan glikosida triterpen yang terkan-
dung dalam buah Pare(16). SARAN
Pemberian ekstrak buah Pare 500 mg/kgbb/hari selama 14 1) Perlu diketahui dosis efektif hingga menyebabkan infertil-
hari ternyata dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa yaitu, isasi total dan bersifat reversibel.
terjadinya aglutinasi antar kepala, gerak di tempat dan gerak 2) Perlu diketahui pengaruhnya terhadap organ hati, ginjal,
melingkar. Gerak melingkar dapat disebabkan karena kelainan limfa dan darah.
morfologi, penghantaran energi rotasi tidak ada atau tidak teratur 3) Perlu diketahui dengan jelas mekanisme menghambat pada
dan keadaan ekor asimetris. Selanjutnya bila diberikan selama sel spermatogenik.
49 hari, didapatkan morfologi spermatozoa menjadi abnormal. 4) Perlu diketahui pengaruhnya terhadap hormon
Abnormalitas tersebut nampak di bagian leher spermatozoa gonadotropin FSH dan LH serta hormon testosteron (libido).
menggembung (bengkak). Hal ini mungkin disebabkan mem-
bengkaknya mitokondria.
Menurut Ganote dkk(17), sel-sel ventrikel jantung tikus mito- KEPUSTAKAAN
kondrianya akan membengkak bila mendapat perlakuan anoksia
1. Republik Indonesia. Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia
selama 30 menit. Dari pernyataan ini timbul pertanyaan apakah Soeharto di Depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta 16 Agustus
membengkaknya leher spermatozoa pada penelitian di atas akibat 1991, h. 731.
suasana anoksia di lingkungan sperma, masih belum jelas dan 2. Appell RA, Evans PR. Vasectomy, Etiology of Infection Complications.
perlu penelitian lebih lanjut. Bila dugaan ini benar maka, momor- Fertility and Sterility, 1980; 33: 52.
3. Tadjuddin MK. Tujuan Kontrasepsi padaPria; Oligozoospennia, azoosper-
dikosida yang terkandung dalam buah Pare dapat menghambat mia, astenozoospeni MKI, 1984; 15: 693.
enzim-enzim yang bekerja pada sistem oksidasi biologi sel-sel 4. Williams JF, Ng NO. Vaiiation within Momordica charantia L. The Bitter
spermatogenik. Gourd (cucurbitaceae). Ann. Bogoriensis, 1971, 6: 111.
Selanjutnya, dari hasil penelitian oleh Sutyarso(18) berkesim- 5. Okabe H, Miyahara Y, Yamauchi T, Miyahara K, Kawasaki T. Studies on
the Constituents of Momordica charantia L. Isolation and Characterization
pulan bahwa, ekstrak buah Pare cenderung bersifat anti-fertilitas of Momordicoside A and B, Glycosides of a Pentahydroxy Cucurbitane
karena dapat menghambat spermatogenesis dan semakin tinggi Triterpen. Chem. Pharm. Bull. 1980; 28: 2753.
dosis ekstrak buah Pare semakin menurun jumlah anak mencit 6. DixitVP, KimnnaP, BhargavaSK. Effects of Momordica charantia L. Fruit
yang dihasilkan. Selain itu, pengaruh ekstrak buah Pare terhadap extract on the Testicular Function of Dog. J. Med. Plant Res. 1978; 34:280.
7. Pramono S, Ngatijan, Sudarsono S. Budiono, Pujoarianto A. Obat Tradi-
hambatan spermatogenesis tersebut bersifat sementara (reversi- sional Indonesia I. Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM. Yogyakarta,
bel). Namun, perlakuan dosis 250,500 dan 750 mg/kgbb, belum 1988, h. 18.
menunjukkan dosis efektif karena, belum menghasilkan infertili- 8. Miyahara Y, Okabe H, Yamauchi T. Studies on the Constituents of
tas total. Monwrdica charantia L. II. Isolation and Characterization of Minor Seed
Glycosides C, D and E. Chem. Pharm. Bull. 1981; 29: 1581.
Menggunakan dosis yang sama seperti di atas, telah dilaku- 9. Okabe H, Miyahara Y, Yamauchi T. Studies on the Constituents of
kan penelitian pengaruh ekstrak buah Pare terhadap faal hati Momordica charantia L. IV. Characterization of the New Cucurbitacin
tikus percobaan(19). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, Glycosides, Momordicosides K and L. Chem. Phartn. Bull. 1982; 30:
konsentrasi GPT serum, GOT serum dan bilirubin serum 4334.
10. Okabe H, Miyahara Y, Yamauchi T. Studies on the Constituents of
cenderung meningkat sedangkan, total protein serum cenderung Momordica charantia L. III. Characterization of New Cucurbitacin
menurun pada pemberian ekstrak dosis 0,250, 500 dan 750 mg/ Glycosides of the Immature Fruits Structures of momordicosides F F G
kgbb. Walaupun demikian, secara statistik belum menunjukkan and 1. Chem. Pharm. Bull. 1982; 30: 3977.
pengaruh yang berarti. Atau dengan kata lain pemberian ekstrak 11. West ME, SidrakGH, Street SPW. The Anti-Growth Properties of Extracts
from Momordica charantia L. West md. Med. J. 1971; 20: 25.
buah Pare 750 mg/kgbb belum mempengaruhi faal hati tikus 12. Yasuda M, Iwarnoto M, Okabe H, Yamauchi T. Structures of Momor-
percobaan dan masih dalam batas nilai normal. Dengan demikian dicines 1, II and Ill, The Bitter Principles in the Leaves and Vines of
dapat disimpulkan bahwa, penggunaan 750 mg/kgbb ekstrak Momordica charantia L Chem. Pharm. Bull. 1984; 32: 2044.
buah Pare sebagai bahan kontrasepsi pria, masih aman terhadap 13. Jackson H, Jones AR. The Effect of Steroids and Their Antagonis on
Spermatogenesis. Dalam: Advances in Steroids Biochemistly and Phar-
organ hati. macology. (eds) : Briggs MH and Christie GA. Academic Press
Inc.London, 1972, p. 167.
KESIMPULAN 14. Maugh Th.H. Cancer Tests-Look for a Passing Grade. Science, 1981; 211:
1) Ekstrak buah Pare mengandung momordikosida yang ber- 909.
15. Kellis Jr. JT, Vickery LE. Inhibition of Human Estrogen Synthetase (Aro-
sifat sitotoksik terhadap sel-sel spermatogenik hewan percoba- matase) by Flavones. Science, 1984; 225: 1032.
an. 16. Wardojo BPE. Pengaruh Fraksi Kioroform dan Air Buah Pare terhadap
2) Ekstrak buah Pare dapat menurunkan kualitas dan kuantitas Spermatozoa Epididimis Tikus. Thesis Fak. Pasca-saijana UGM, 1990, h..
spermatozoa hewan percobaan. 53–102.
3) Pengaruh ekstrak buah Pare bersifat reversibel pada testis
mencit.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


17. Ganote CE, Seabra-Gomes R, Nayler WG, Jennings RB. Irreversible Fak. Pasca-sarjana Universitas Indonesia, Bidang Ilmu Kedokteran Dasar.
Myocardial Injury in Anoxia Perfused Rat Hearts. Am. J. Pathol. 1975; 80: Jakarta, 1992, h. 123.
419. 19. Rakhmawati YD. Pengaruh Ekstrak Alkohol Buah Pare (Momordica
18. Sutyarso. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) terhadap Faal Hati Tikus Strain LMR. Skripsi Strata-I. Fak.
charantia L.) Terhadap Fertilitas Mencit Jantan Mus musculus L. Strain Biologi, Universitas Nasional, 1992, h. 30.
LMR. Thesis

Kalender Peristiwa
24-25 Oktober 1996 - SIMPOSIUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
DALAM PEMAKAIAN KOMPUTER DAN
PENGGUNAAN PROGRAM KOMPUTER MUTAKHIR
Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
JI. Salemba Raya 6, Jakarta Pusat
Sekr.: Program Studi K3 Pasca Sarjana Universitas Indonesia
Jl. Pegangsaan Timur 16, Jakarta 10320
Telp. (021) 3153550, 3926819 - Fax.: (021) 3153550

28-30 Oktober 1996 - PSYCHOTHERAPY ASIA PACIFIC 1996


Hotel Bali Inter-Continental Resort
Jimbaran, Bali, INDONESIA
Sekr.: Bagian Psikiatri FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
Jl. Salemba Raya 6, Jakarta 10430
TeIp.(62-2 1) 337559
Fax. (62-2 1) 337559/3 106986
Bagian Psikiatri RSU Wangaya
Jl. Kartini 109, Denpasar 80111
Telp./Fax.: (62-361) 228824

28 Oktober 1996 - KURSUS SINGKAT PSIKOTERAPI


MANFAAT PENDEKATAN INTERPERSONAL DOKTER-PASIEN
DALAM PRAKTEK UMUM
Hotel Bali Inter-Continental Resort
Jimbaran, Bali, INDONESIA
Sekr.: Bagian Psikiatri FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
Jl. Salemba Raya 6, Jakarta 10430
Telp. (62-21) 337559
Fax. (62-21)337559/3106986
Bagian Psikiatri RSU Wangaya
Jl. Kartini 109, Denpasar 80111
Telp./Fax.: (62-36 1) 228824

6-11 Januari 1997 - BASIC SCIENCES IN ONCOLOGY AND PEDIATRIC ONCOLOGY III
COURSE AND WORKSHOP
Jakarta, INDONESIA
Sekr.: Indonesian Society of Oncology
Bagian Patologi Anatomik FKUI/RSCM
Jl. Salemba Raya 6
Tromol Pos 3225
Jakarta 10002
INDONESIA
Tel./Fax.: (62-21) 3154175

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 15


ANALISIS

Dasar Formulasi Jamu Majun/Kuat


Pria
Sriana Azis, Titik Ratih Rahayu
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI,

ABSTRAK
Jamu majun/kuat banyak digunakan masyârakat yang percaya bahwa jamu ini dapat
digunakan sebagai androgen.
Data dikumpulkan dari 24 formulasi jamu kuat pria. Dari hasil pengamatan dapat
disimpulkan bahwa dasar formulasi jamu majun adalah menggunakan satu sampai lima
jenis simplisia utama (yang diperkirakan sebagai androgen) dan simplisia tambahan.
Simplisia utama antara lain akar panaks ginseng, akar ginseng jawa, batang pasak bumi,
rimpang jahe, cabe jawa, merica hitam/putih dan rimpang kencur. Simplisia tersebut
mempunyai efek androgenik kuat sampai lemah, jadi dasar pemilihan simplisia tersebut
di atas dapat dibenarkan. Akan tetapi perlu diteliti lebih lanjut derajat efek androgenik dari
masing-masing formulasi jamu dibandingkan dengan panaks ginseng dan uji klinisnya.

PENDAHULUAN BAHAN DAN CARA


Dewasa ini penggunaan jamu cenderung terus meningkat. Dalam analisis dasar formulasi jamu Majun/Kuat Pria telah
Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai peredaran dikumpulkan 24 formulasi jamu kuat pria (data dan Direktorat
jamu pada tahun 1981 Rp. 10,6 milyar dan pada tahun 1992 Jenderal POM) dan daerah yang meliputi:
meningkat menjadi Rp. 124,2 milyar(1). 1. DKI Jakarta empat (4) formula jamu Majun
Penggunaan jamu Indonesia sudah mulai dikenal di luar 2. Jawa Barat dua (2) formula jamu Majun
negeri, akan tetapi kendala ekspor jamu Indonesia adalah ma- 3. Jawa Tengah delapan (8) formula jamu Majun
salah penelitian. Peningkatan produksi dan penggunaan jamu 4. Jawa Timur enam (6) formula jamu Majun
tersebut harus diimbangi dengan penelitian dasar formulasi jamu, 5. Sumatera tiga (3) formula jamu Majun
kebenaran khasiat dan uji klinis formulasi jamu yang banyak di- 6. Kalimantan satu (1) formula jamu Majun
gunakan oleh masyarakat luas, meskipun masyarakat Indonesia Ke 24 formula tersebut mengandung 64 simplisia. Isi setiap
telah menggunakan secara turun temurun dan diperkirakan 80% formulasi jamu antara 4–19 simplisia.
rakyat menggunakan jamu(1). Semua simplisia yang terkandung di dalam 24 formula jamu
Jamu Majun/Kuat telah banyak digunakan oleh masyarakat. dikaji isi dan kebenaran khasiat dibandingkan dengan hasil pe-
Masyarakat luas percaya bahwa jamu ini dapat digunakan se- nelitian yang telah ada. Pembahasan meliputi dasar pembuatan
bagai aprodisiaka. Berdasarkan kandungan dalam formula jamu Jamu majun/kuat pria dan kebenaran khasiatnya.
akan diteliti dasar pembuatan formula jamu dan kebenaran Kajian ini berguna untuk menjelaskan kebenaran khasiat
khasiat berdasarkan hasil penelitian. ramuan jamu Majun/Kuat Pria dibandingkan dengan hasil pe-

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


nelitian yang telah dilakukan.
5. Retrofracti Buah jahe Minyak atsiri, Peluruh air 10
Fr.(4,5,7,8) Jawa piperina, seni, keringat,
PEMBAHASAN piperidina, antipanas
A) Formulasi Jamu Kuat Pria harsa
Dari hasil pengamatan dan formulasi jamu kuat pria dapat 6. Panax Akar Glikosid, Tonikum, 1
ginseng(6) ginseng panaquilon, aprodisiaka,
disimpulkan dasar pembuatan jamu ini adalah: panaksasid, peluruh
1) Semua jamu mengandung satu sampai lima jenis simplisia minyak atsiri kentut,
yang diperkirakan mengandung aprodisiaka misalnya akar gin- 7. Talinum Akar Alkaloida anemia 1
seng, akar kolesom, rimpang jahe, biji merica, rimpang kencur, paniculatae kolesom, glikosid, Tonikum,
Rx"" ginseng triterpenoid. aprodisiaka
akar pasak bumi dan buah cabe jawa. jawa.
2) Akar pasak bumi (Eurycomae Rh.)(2) adalah simplisia khas
Kalimantan yang digunakan sebagai aprodisiaka, ada 12 formula Berdasarkan dari Tabel 1 dapat diambil kesimpulan bahwa:
jamu yang menggunakan simplisia ini. 1) Industriawan jamu masih lebih mempercayai khasiat sim-
3) Rimpang Jahe (Zingiber Rh.)(2) berasal dari India, digunakan plisia jamu Indonesia dibandingkan dengan simplisia luar negeri
untuk rempah, minuman menghangatkan badan dan telah di- dengan kenyataan bahwa penggunaan akar ginseng hanya ada di
patenkan HMP33 yang beredar di Indonesia dengan nama Zinak. dalam satu formula jamu.
Di Indonesia terkenal STMJ adalah susu telor madu jahe sebagai 2) Urutan simplisia utama yang paling banyak digunakan di
penghangat. Ada 13 formula yang menggunakan simplisia ini. dalam formula Jamu Majun adalah buah mrica hitam/putih (14),
4) Rimpang kencur (Kaempferiae Rh.)(2) di pulau Madura di- rimpang jahe (13), akan pasal bumi (12), buah cabe jawa (10),
percaya kuat; kencur ditambah jahe dan merica dapat digunakan rimpang kencur (6), akar kolesom dan ginseng (1).
sebagai penghangat. Ada 6 formula yang mengandung rimpang 3) Urutan simplisia tambahan yang digunakan dalam 3–6 for-
kencur. mula adalah seperti dalam Tabel 2.
5) Piperis nigri dan albi(2) diyakini oleh masyarakat dapat di- Simplisia tambahan berguna sebagai pencahar, peluruh ke-
gunakan sebagai penghangat. Ada 14 formula yang mengguna- ringat, dahak, kentut dan air seni, penyegan, pencuci darah dan
kan simplisia ini. meningkatkan kesehatan lainnya.
6) Cabe Jawa (Retrofracti fructus)(2) dapat menghangatkan 4) Empat puluh tiga (43) simplisia sisanya ditulis dalam dua
badan. Ada 6 formula yang mengandung simplisia ini. formula (7 simplisia) dan satu formula (36 simplisia).
7) Panax ginseng radix(3) adalah simplisia dari Cina dan Korea
yang dipercaya sebagai akat kuat lelaki, tetapi ternyata hanya B) Khasiat Jamu Majun/Kuat Pria
ada satu jamu yang menggunakan simplisia ini. 1) Ekstrak rimpang jahe dengan dosis lazim berkhasiat anabolik
8) Akar kolesom (Talinum panicu1ata)(4) adalah ginseng jawa dan termogenik sedang, sedangkan bila dosisnya diperbesar
diperkirakan sebagai aprodisiaka, hanya 1 formula yang meng- mungkin dapat mengganggu mitokhondria(3). Urutan fungsi
gunakan simplisia ini. kekuatan termogenik dan beberapa simplisia adalah sebagai
9) Selain simplisia tersebut di atas formula jamu majun berikut: capsaicin (cabe), jahe kemudian merica.
mengandung simplisia yang berguna untuk peluruh keringat, 2) Dekok batang pasak bumi terbukti memiliki efek andro-
dahak dan air seni, pencahar dan pembersih darah, simplisia genik pada ayam jantan, kadar dekok 25% (b/v) telah menunjuk-
tersebut di atas berguna untuk meningkatkan kesehatan tubuh. kan efek androgenik yang berarti(11).
Tabel 1. Daftar Komposisi simplisia utama didalam formula jamu Majun/ 3) Rimpang kencur sebagai obat kuat syahwat tidak menye-
Kuat Pria bahkan kenaikan efek androgenik yang berarti(9).
4) Piperin dan merica hitam dapat meningkatkan vasokon-
Nama Nama
Frekuensi striksi dan penyerapan oksigen pada kaki belakang tikus, reaksi
No. Kandungan Kegunaan dalam ini yang digunakan sebagai penunjuk reaksi termogenik dari
Latin Indonesia
formula
piperin(3).
1 Zingiber Rimpang Minyak atsiri, Penghambat, 13
Rh.(3–7) Jahe jingerol, peluruh dahak, 5) Efek androgenik dan anabolik buah cabe jawa seperti ini-
resin gula kentut dan nyak atsiri yang dikandung oleh famili Piperaceae memerlukan
keringat serta penelitian lebih lanjut(6).
antimual
6) Panaks ginseng mempunyai toksisitas yang rendah dan
2 Enrycamal Akar pasak Enryko- Peluruh seni, 12
longifoliae bumi molakton, penawar racun, mempunyai daya menyembuhkan lemah syahwat pada mencit
Rx.(5–8) amorolit penurun panas jantan dalam waktu cepat dan pemulihannya sangat berarti(10).
3 Kaempferiae Rimpang Minyak atsiri, Peluruh ke- 6 7) Ekstrak akar ginseng Jawa (Kolesom) mempunyai kemam-
Rh.(4–8) kencur saponin, ringat, kentut
puan meningkatkan libido tikus putih jantan yang relatif se-
flavonoid dan dahak,
pencahar imbang dengan ekstrak akan pasak bumi dan panaks ginseng(12).
4 Piperic nigri/ Buah mrica Minyak atsiri, Peluruh seni 14
albi Fr.(3,4,5,7) hitam/putih piperina, dan kentut, KESIMPULAN
pipendina zat antimual
1) Dari 24 formulasi Jamu Majun yang diteliti, isinya berkisar
lemah, pati
4-19 simplisia.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 17


Tabel 2. Frekuensi simplisia tambahan pada Jamu Majun/Kuat Pria manas) dan simplisia tambahan.
Frekuensi
3) Kombinasi simplisia utama diperkirakan dapat meningkat-
Nama Nama kan efek androgenik atau termogenik.
No. Kandungan Kegunaan dalam
Latin Indonesia
formula 4) Simplisia utama adalah akar panaks ginseng, akar ginseng
1. Curcumae Rimpang Kurkumin, Pencahar, 11
jawa, batang pasak bumi, rimpang jahe, cabe jawa dan merica
Rh(3,4,5,7) temulawak minyak atsiri, peluruh batu hitam atau putih.
xantorizal empedu, 5) Dan hasil penelitian dinyatakan efek androgenik akarpanaks
antipanas ginseng, akar ginseng jawa dan batang pasak bumi adalah se-
2. Coriandri Buah Minyak atsiri, Peluruh dahak 7 imbang dan pemulihannya cepat serta berarti.
Fr.(3,4,5,7) ketumbar tanin, asam dan kentut,
malat, vit. C, penyegar 6) Efek androgenik rimpang jahe lebih kuat dan menica hitam,
saponin efek androgenik cabe jawa perlu diteliti kembali dan efek andro-
3. Languatis Rimpang Minyak atsiri, Penawar racun, 7 genik rimpang kencur tidak berarti.
Rh.(3,4,5,7) lengkuas damar pembersih 7) Perlu diteliti kebenaran khasiat formulasi jamu yang beredar
darah, pereda
kejang
di pasaran dan diuji klinis.
4. Myristicae Biji pala Minyak atsiri, Mengurangi 6
Ct. (2,5,7) miristisin, rasa dingin, SARAN
lemak pengelat, Dalam rangka pengembangan penggunaan dalam pelayanan
pelelap tidur kesehatan formal diperlukan:
5. Burmani Kulit Tanin, Pengelat, 6
Ct. (5,7,8) batang minyak atsiri, peluruh kentut,
1) Penelitian kembali kebenaran khasiat Jamu Majun yang
manis alkaloid, Antipanas telah banyak digunakan oleh masyarakat luas.
jangan polifenol 2) Diharapkan paradokterpuskesmas mau menggunakanJamu
6. Zyzingi Bunga dan Minyak atsiri, Mengurangi 6 Majun yang banyak beredar di daerahnya dan dipantau hasilnya.
Flos(4,5,7,8) buah tanin, lendir, rasa nyeri,
cengkeh lemah
Hal tersebut dapat membantu penelitian kebenaran khasiat
peluruh kentut,
antimual ramuan jamu secara klinis dan berakibat biaya penelitian akan
7. Curcumae Rimpang Minyak atsiri, Antidemam, 5 jauh berkurang serta pemasyarakatan penggunaan jamu makin
domesticae kunyit kurkumin, antidiare, pem meningkat.
Rh.(3,5,7,8) harsa, lemah, bersih darah,
zat pahit peluruh kentut
8. Calae Sm(3,5,7) Biji cola Saponin, Sakit kepala, 5
flavonoida, obat kuat,
alkaloida, stimulan
tanin
9. Alyxiae Kulit Alkaloida, Peluruh kentut, 4 KEPUSTAKAAN
Ct. (3,5,7,8) batang tanin, zat pa- pereda kejang
pulosari hit, kumarin 1. Rusdi Djamal. Pemanfaatan tumbuhan sebagai Obat, Penggalian dan
10. Cyperi Rimpang Minyak atsiri, Peluruh seni 4 Tantangan di Masa Datang. Universitas Andalas, 1995.
Rh. (3,5,7,8) teki alkaloida, dan kentut, 2. Departemen Kesehatan RI. Tanaman Obat Indonesia I, Dit. Jen. POM,
glikosida, pereda kejang, 1989.
flavonoida, menghentikan 3. Eldershow-TP dkk. Resimiferatoxin and piperin, Capsaicin - like stimula-
resin perdarahan tors of oxygen uptake in the perfused rat hindlimb. Life-sci, 1994.
11. Coptici Buah Alkaloida, Obat batuk 4 4. Burkill IH. A Dictionaiy of the economic products of The Malay
Fr. (4,5,7,8) mungsi saponin, dan lambung, Peninsula. London, 1985.
arab flavonoida, liver, 5. Departemen Kesehatan RI. Materia Medika Indonesia, Dit. Jen. POM,
polifenol reumatik 1989.
12. Nigellae sa- Biji jinten, Minyak atsiri/ Peluruh kentut, 3 6. Sa’roni dkk. Beberapaefek farinakologi Cabe Jawapadahewan percobaan.
tivae Sm(3,5,7,8) hitam pahit lemak, milan- pencahar, Warts Tumbuhan Obat Indonesia, 1992; 3(1).
tin, nigelin, antimuntah, 7. Departemen Kesehatan RI. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia, Badan
timokinon pengelat Litbang Kesehatan, 1991.
13. Foeniculi Lemah Minyak atsiri/ Peluruh dahak, 3 8. Departemen Kesehatan RI. Materia Medika Indonesia, Dit. Jen. POM,
Fr. adas lemak, kentut dan air 1989.
stigmastenin, seni, nafsu 9. Agusri Butan, Surya Darma. Pengaruh Air Rebusan Rimpang Kencur
umbeliferon makan naik terhadap Libido Mencit putih. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1996;
14. Orthosiphon Daun Ortosifonin, Peluruh air 3 3(2).
Fl. (3,4,5,7,8) kumis minyak atsiri, seni 10. Tian Ty Yen. Stimulation of signal performance in male rat with
Kucing saponin, rootextract Panax ginseng. Acts Physiol Hung, 1990.
garam kalium. 11. Amrizan Daiyan Karirn. Uji *k androgenik dan batang pasak bumi. FK
UGM, 1993. -
12. Suryo Kartowinoto. Pengaruh biji kapas, pasak bumi,ginseng jawa bawang
2) Dasar formulasi Jamu Majun adalah menggunakan satu putih, pegagan dan mangkalan terhadap libido tikus putih jantan. FFUGM,
sampai 5 jenis simplisia utama (yang diperkirakan sebagai pe- 1991

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


ULASAN

Aktivitas Antimikroba Plasma


Semen
Rochman Na’im
Jurusan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogoi Bogor

PENDAHULUAN nunjukkan bahwa faktor-faktor yang aktif menghambat per-


Plasma semen merupakan kombinasi sekresi semua kelenjar tumbuhan bakteri memiliki berat molekul yang rendah(3).
asesori kelamin, sebagian besar berasal dari prostat (13-33%) Spermine memiliki aktivitas antimikroba terhadap S. albus,
dan vesika seminalis (46-80%), sedangkan sisanya berasal dari S. aureus, E. coli, Lactobacillus casei, Bacillus anthracis, S.
kelenjar bulbouretralis Cowper, uretra1 Litter dan cairan ampulla flexneri, Corynebacterium hofmanii, Streptococcus hemolyticus,
serta epididimis(1). N. gonorrhoeae, N. meningitidis, dan berbagai spesies Saccha-
Plasma semen selain memiliki fungsi fisiologis (sebagai romyces, Debaryomyces dan Rhodotorula(7).
pembawa spermatozoa), juga memiliki aktivitas antimikroba. Daya hambat optimum spermin tercapai dalam suasana
Dibandingkan dengan fungsi fisiologisnya, aktivitas antimikroba alkalis. Sebaliknya akan menurun pada beberapa kondisi
dan plasma semen relatif masih belum diketahui dengan baik. temperatur rendah (6°C), adanya garam-garam inorganik, asam-
Lebih dari 80% sampel semen telah menghambat pertumbuhan asam nukleat dan lesitin(7).
bakteri Staphylococcus aureus. Daya hambat tersebut tidak Spermine juga menghambat multiplikasi bakteriofag dengan
tergantung pada konsentrasi spermatozoa yang dibawa, apa- cara mencegah perlekatannya pada sel host atau berinteraksi
kah azoospermia (ketiadaan spermatozoa dalam semen), dengan DNA-fag. Pertumbuhan sel-sel kanker pada hewan per-
oligospermia (spermatozoa dalam jumlah di bawah normal) atau cobaan mencit juga dapat dihambat oleh spermine dan amine
normospermia (jumlah spermatozoa norma1)(2). Substansi yang oksidase(8). Diduga faktor aktif yang menghambat sel kanker
diduga bertanggungjawab terhadap aktivitas antimikroba semen tersebut adalah produk oksidasi dan spermine(9). Produk oksidasi
adalah senyawa amin (spermine) dan protein (seminalplasmin). yang sama juga menghambat pertumbuhan Mycobacterium
tuberculosis, Trypanosoma equiperdum, S. aureus dan E. coli(10).
SENYAWA AMIN Keadaan ini memungkinkan produk oksidasi yang terbentuk
Sekret kelenjar prostat merupakan salah satu sumber poli- melalui proses metabolisme bakteri menjadi faktor yang ber-
amin paling banyak dan plasma semen. Sekret kelenjar prostat tanggungjawab terhadap sifat bakterisidal.
hewan anjing memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan
Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus, Escherichia coli,
Bacillus aureus, Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoeae, PROTEIN SEMEN
Micrococcus lysodeikticus, Streptococcus faecalis, Aerobacter Seminalplasmin merupakan protein semen yang dikonfir-
aerogenes, Shigellaflexneri dan Salmonella typhimurium(3-6). masikan sebagai agen antimikroba. Seminalplasmin sapi telah
Faktor aktivitas antimikroba dalam semen ada dua, yaitu diketahui menghambat sintesis RNA pada spermatozoa segera
faktor yang tahan panas dan faktor tidak tahan panas. Bila setelah kontak, tetapi pengaruhnya terhadap sintesis protein
semen dan sekret prostat manusia dipanaskan sampai 100°C tidak terlihat. Protein ini menghambat pertumbuhan berbagai
selama 30 menit, maka aktivitas antimikrobanya terhadap mikroorganisme, yaitu E. coli B, E. coli K 12, E. coli 160.37,
Micrococcus lysodeikticus akan hilang tetapi tidak terhadap Enterobacter aerogenes, Streptococcus faecalis, Cryptococcus
mikroorganisme yang lain(5). Aktivitas tersebutjuga akan hilang neoformans, Salmonella lyphimurium, Candida albicans 1, Can-
bila semen dan sekret prostat didialisis. Proses tersebut me- dida albicans clin, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 19


Saccharomyces cerevisiae SM 202, S. cerevisiae YV 1160, Pro-
teus vulgaris dan Pseudomonas aeruginosa(11,12). KEPUSTAKAAN
Proses pembunuhan E. coli oleh seminalplasmin berlang-
1. Polakoski et al. Biochemistry of Human Seminal Plasma. In: Human Se-
sung selama 3-8 jam dan laju pembunuhan mikroorganisme men and Fertility Regulation in Men (Ed): ESE Hafez. 1976.
tergantung pada konsentrasi seminalplasmin. Dalam konsentrasi 2. Rozansky R, Gurevitch J, Brezezinsky A, Eckerling B. J. Lab. Clin. Med.
yang tinggi seminalplasmin berfungsi sebagai bakteriosida dan 1949; 34: 1526-1529.
pada konsentrasi rendah sebagai bakteriostatika(13,14). 3. Gupta SN, Perkash I, Agarwal SC, Anand SS. Invest. Urol. 1967(5): 219-
222.
4. Gurevitch J, Rozansky R, Weber D, Brezezinsky A, Eckerling B. Am. J.
Tabel 1. Pengaruh Seminaiplasmin pada Pertumbuhan Berbagai Mikro
Clin. Pada. 1954(4): 360-365.
organisme
5. Taylor PW, Morgan HR. Surg. Gyn. Obstet. 1952(94): 662-668.
6. Youmans GP, Liebling J, and Lyman RY. J. Infect. Dis. 1938(63): 117-
Pengaruh Seminalplasmin pada 121.
Jenis. Mikroorganisme
Pertumbuhan 7. Tabor H, Tabor CW, Rosenthal SM. Annu. Rev. Biochme. 1961(30): 579-
604.
E. coli B Penghambatan (25-40; 100)'1 8. Bachrach U. Annu. Rev. Microbiol. 1970(24): 109-134.
E. coli K12 Penghambatan (25-40; 100) 9. Boyland B. Biochem. J. 1941(35): 1283-1288.
E. coli 160.37 Penghambatan (40; 100) 10. Hirsch JO. J. Expt. Med. 1953(97): 327-344.
Enterobacter aemgenes Penghambatan 11. Prasad KSN, Bhargava PM. md. J. Biochem. Biophys. 1982(19): 75-85.
Streptococcus.faecalis Penghambatan (100; 100) 12. Rao VN, Reddy ESP, Torriani A, Bhargava PM. FEBS Lett. 1983(152): 6-
Cryptococcus negformans Penghambatan (25; 100) 10.
Salmonella typhimurium Penghambatan (100; 100) 13. Reddy ESP, Das MR, Reddy EP, Bhargava PM. Biochem. J. 1983(209):
Candida albicans I Penghambatan (40; 99) 183- 188.
Candida albicans clin Penghambatan (100; 99) 14. Sheit KH, Reddy ESP, Bhargava PM. Nature 1979(279): 728-731.
Bacillus subtilis Penghambatan (20; 100)
Staphylococcus aureus Penghambatan (20; 100)
Sacchammyces cerevisiae SM 202 Penghambatan (240; 100)
S. cerevisiae YV 1160 Penghambatan (14; 100)
Proteus vulgaris Penghambatan (5; 100)
Pseudomonas aeruginosa Penghambatan (20; 100)

Keterangan:
*) Nilai pertama menunjukkan konsentrasi seminalplasmin (ug per ml kultur
bakteri); nilai kedua menunjukkan persentase penghambatan pertumbuh-
an bakteri pada konsentrasi seminalplasmin tersebut (nilai pertama)

English Summary
(Sambungan dari halaman 4)

(ETL), PSDL of Japan, where NPL lion factor of Cs- 137 beams was beams for several radiotherapy
dosimeter was calibrated, pro- obtained by applying a linear in- ionization chamber are pre-
vides exposure calibration factor terpolalion method corrected for sented in this paper.
(Nx) for NPL dosimeter in the attenuation originated from wall
range photon energies from 50 and build-up cap detector. Cermin Dunia Kedokt. 1996; 112:57-9
St
kV until Co-60 beams, but Equalions to be used to calculate
without Cs-137 beams. Calibra- calibration factor of Cs-137

A thing is not bad if we understand it well

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tumor-tumor Ovarium Borderline


Chrisdiono M. Achadiat
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Tegalyoso, Klaten, Jawa Tengah

Dari pelbagai penyakit yang mengenai wanita, neoplasia tumor ovarium dengan menggunakan kriteria histologik, se-
ovarium dan intra-abdominal adalah yang paling sulit didiagno- hingga WHO pada tahun 1973 mengajukan klasifikasi sebagai
sis dan diobati. Sejauh ini hanya sedikit kemajuan untuk melacak berikut(1,2) :
prekursor ataupun stadium dini lesi-lesi ini. Kajian-kajian epide- I. Neoplasma epitel
miologikpun belum mampu menetapkan kelompok risiko tinggi 1) Jenis serosum
di mana penemuan kasus secara dini dapat segera dilakukan. 2) Jenis musinosum
Dengan demikian kasus-kasus biasanya ditemukan secara "pasif" 3) Endometrioid
di rumahsakit-rumahsakit, sedangkan penemuan kasus dini di 4) Mesonefroid
masyarakat masih menemui kesulitan(1,2,3,4). 5) Tumor Brenner (transisional)
Neoplasia intra-abdominal yang hampir selalu dikaitkan 6) Kombinasi jenis epitelial
dengan keganasan ovarium, ditemukan dengan proporsi sebesar 7) Kombinasi epitelial dengan unsur lain
± 8% dan seluruh tumor ganas ginekologik, dapat dijumpai pada 8) Karsinorna tak terdiferensiasi
segala usia tetapi 60% dijumpai pada usia di atas 50 tahun dan
30% pada usia reproduksi serta lainnya pada usia muda(1,2). II. Neoplasma stroma gonad
Akhir-akhir ini diperkirakan terjadi peningkatan kasus dengan 1) Tumor sel granulosa/tekofibroma
gambaran histopatologik antara neoplasma ovarium jinak dan 2) Tumor sel Sertoli-Leydig
ganas, dikiasifikasikan sebagai neoplasma ovarium borderline, 3) Gonadoblastoma
yang penanganannya masih belum disepakati oleh para ahli. III.Tumor sel hpoid
Diperkirakan sekitar 9,2–20% dan seluruh keganasan ovarium IV. Neoplasma germinal
adalah neoplasma kelompok ini, yang angka ketahanan hidupnya 1) Disgerminoma
dapat mencapai 95% meskipun kemungkinan rekurensi dan 2) Tumor sinus endodermal
kematian dapat terjadi 10–20 tahun kemudian. Hal ini dise- 3) Karsinoma embrional
babkan karena neoplasma kelompok ini tetap memiliki kemam- 4) Khoriokarsinoma
puan metastasis ke organ-organ jauh di luar genitalia interna. 5) Teratoma
Di Indonesia tumor ganas ovarium banyak dijumpai dan
merupakan penyebab kematian ke tiga terbesar setelah tumor V. Tumor jaringan lain yang tidak khas ovarium
ganas serviks dan tumor ganas payudara, padahal five-years VI. Limfoma maligna
survival rate nya dalam 50 tahun terakhir ini tidak banyak VII. Tumor primer unclassified
mengalami kemajuan, yakni berkisar antara 20–37%(5-9). VIII.Tumor metastatik.
Sedangkan klasifikasi yang didasarkan pada embriologi dan
KLASIFIKASI TUMOR OVARIUM fisiologi tumor ovarium, memasukkan golongan lesi-lesi non-
Pelbagai kesulitan dijumpai ketika menyusun klasifikasi neoplastik serta membaginya menjadi 2 bagian besar, yakni(9) :

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 21


1) Penyakit-penyakit radang pada ovarium pemeriksaan yang amat cermat untuk menentukannya. Pe-
Perlekatan-perlekatan yang diakibatkan oleh proses infeksi meriksaan harus dilakukan setiap 1–2 sentimeter pada jaringan
sub-akut dan kronik, endometriosis dan inklusi peritoneal. contoh, untuk memastikan ada atau tidaknya invasi ke dalam
2) Kista ovarium non-neoplastik stroma. Nuranna dan kawan-kawan (1991) menjumpai 22 kasus
Kista granulosa dan teka lutein, ovarium pohkistik (Stein- (dari keseluruhan 34 kasus neoplasma ovarium borderline) ter-
Leventhal), proliferasi fokal ataupun difus (misalnya tekosis, nyata tidak dilakukan potong-beku, disebabkan antara lain tidak
granuloma kortikal, luteoma kehamilan). adanya kecurigaan borderline atau ganas sebelum dilakukan
Beberapa hal yang dikatakan dapat meningkatkan risiko pembedahan(7). Barber (1982) mengingatkan perlunya perhatian
untuk mendapatkan neoplasma ganas ovarium, antara lain(3) : khusus, bila dalam pemeriksaan dijumpai hal-hal sebagai ber-
1) wanita yang terpapar bahan tertentu (misalnya asbes) ikut(6) :
2) penggunaan talkum 1) Adanya massa tumor di daerah ovarium
3) faktor genetik (riwayat neoplasma ganas dalam keluarga) 2) Gerakan tumor terbatas
4) ovulasi yang banyak. 3) Permukaan tumor irreguler
4) Adanya tumor di daerah cul de sac
MASALAH DIAGNOSTIK TUMOR-TUMOR OVARIUM 5) Massa tumor bilateral
YANG DICURIGAI GANAS 6) Tumor daerah panggul yang membesardalam observasi
Semua penulis sepakat bahwa diagnostik tumor-tumor ga- 7) Adanya asites
nas ovarium sangat sulit, karena letaknya yang tersembunyi di 8) Adanya omental cake atau hepatomegali
dalam rongga perut dan pada tahap-tahap awal tidak memberikan 9) Tumor di daerah panggul setelah menopause.
keluhan sama sekali. Karenanya penderita biasanya datang pada Disaia (1989) mengamati perbedaan-perbedaan antara tumor
stadium lanjut; padahal pengobatan yang dimulai pada stadium jinak dan ganas ovarium, baik pada pemeriksaan panggul mau-
awal cukup memberikan harapan, sedangkan pada stadium lan- pun pada saat pembedahan; sehingga kewaspadaan terhadap ada-
jut hasil pengobatan sejauh ini masih mengecewakan(4,5,6,8). nya keganasan tersebut dapat lebih terarah lagi (Tabel 1 dan 2).
Taylor pada tahun 1929 mengajukan kategori tumor ova- Sedangkan Sudaryanto(1989) mengemukakan penggunaan suatu
rium borderline dan diterima oleh FIGO pada tahun 1961, kemu- indeks untuk melakukan diagnosis keganasan ovarium prabedah
dian dipublikasi oleh WHO tahun 1973. Secara histopatologi (Tabel 3), dengan 8 variabel yang masing-masing diberi bobot
kelompok tumor ini merupakan “perbatasan” antara jinak dan dengan skor dan nilai pisah untuk indeks ini adalah 3. Skor 3-5
ganas, sehingga dikenal pula sebagai intermediate proliferative menunjukkan kecurigaan keganasan, sedangkan skor 6 atau
neoplasma atau tumor of borderline malignancy. Meskipun lebih dapat dikatakan ganas(6).
tidak terdapat invasi ke dalam stroma, tetapi tumor memiliki Tabel 1. Penemuan pada pemeriksaan panggul (Disaia, 1989)
kemampuan metastasis ke organ lain yang jauh dan genitalia
interna. Secara epidemiologik penderita tumor kategori ini ter- Jinak Ganas
nyata berusia sekitar satu dekade lebih muda dibanding kelom- Sifat unilateral bilateral
pok karsinoma, yakni rata-rata 46,6 tahun (Kliman dan kawan- Konsistensi kistik padat
kawan, 1986)(7). Angka ketahanan hidup kelompok ini dapat Gerakan bebas terbatas
Permukaan licin tidak licin
mencapai 95–100% pada neoplasma ovarium borderline sta- Asites sedikit/tidak ada banyak
dium I, bila dibandingkan dengan 60–70% pada kelompok Benjolan di daerah cul de sac tidak ada ada
tumor invasif stadium I. Pertumbuhan lambat cepat
Karakteristik neoplasma ovarium borderline adalah pro-
Tabel 2. Penemuan pada seat pembedahan (Disaia,1989)
liferasi sel epitel yang tidak normal, namun tanpa disertai invasi
ke dalam stroma. Gambaran morfologi terdiri atas stratifikasi sel Kondisi tumor Jmak Ganas
epitel, peningkatan aktivitas mitosis, inti abnormal dan sitologi
Permukaan papiler jarang sangat sering
atipik. Ciri-ciri demikian ini ternyata sesuai dengan karakteristik jarang sangat sering
Intrakistik papiler
tumor ganas ovarium(7). Konsistensi padat jarang sangat sering
Sedangkan kriteria WHO tahun 1973 tentang tumor ova- Bilateral jarang sering
rium borderline ini adalah: Perlengketan jarang sering
Asites - jarang sering
1) Dipenuhinya kriteria-kriteria morfologi di atas jarang serng
Nekrosis
2) Tidak ada invasi ke dalam stroma. Implantasi pada peritoneum jarang sering
Hart dan Norris (1973) mengemukakan, bahwa untuk tumor Kapsel utuh sering jarang
ovarium musinosum yang termasuk kelompok borderline bila Konsistensi kistik sering jarang
terdapat 3 lapis epitel atau kurang, sedangkan 4 lapis atau lebih
digolongkan dalam karsinoma. Mengenai pemeriksaan sitologik (servikal/vaginal ataupun
Sejauh ini pemeriksaan potong-beku (frozen section) masih dengan kuldosentesis) sampai sekarang masih diperdebatkan.
dipertanyakan untuk menentukan tingkat borderline tersebut, Beberapa peneliti menjumpai hasil 40% positif, sedangkan kul-
mengingat pada sediaan parafin sekalipun harus dilakukan dosentesis dikatakan dapat memperoleh hasil 90% positif. Namun

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Tabel 3. Indeks keganasan ovarium (Sudaryanto, 1989) Tabel 4. Stadium kanker ovarium (FIGO, 1987)

No. Petunjuk diagnosis Variabel Skor Stadium Deskripsi


1 Lamanya pembesaran a. Lambat (lebih dari 16 bulan 0 Stadium I Tumor terbatas pada ovarium
perut atau tumor atau tak ada pembesaran) Stadium Ia Tumor terbatas pada satu ovarium, tidak ada asites, tidak ada
b. Cepat(16 bulan atau kurang) 1 tumor pada permukaan luar, kapsel utuh
2 Keadaan umum a. Baik 0 Stadium Ib Tumor terbatas pada dua ovarium, tidak ada asites, tidak ada
b. Kurang/tidak balk 1 tumor pada permukaan luar, kapsel utuh.
3 Tingkat kekurusan a. Normal/gemuk 0 Stadium Ic Seperti Ia atau lb, tetapi dengan tumor pada permukaan luar
b. Kurus 1 satu atau keduaovarium; atau kapsel pecah; atau dengan asites
4 Konsistensi tumor a. Kistik homogen 0 yang mengandung sel-sel ganas; atau dengan bilasan perito-
b. Solid homogen 1 neal positif.
c. Macam-macam 2 Stadium II Tumor tumbuh pada satu atau dua ovarium dengan perluasan
5 Permukaan tumor a. Rata/licin 0 ke organ pelvis lainnya.
b. Berbenjol/tak teratur 1 Stadium IIa Perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba.
6 Gerakan tumor a. Bebas 0 Stadium IIb Perluasan ke organ pelvis lainnya, termasuk ke peritoneum.
b. Tak bebas 1 Stadium IIc Sesuai dengan IIa atau Ilb, tetapi dengan tumor pada per-
7 Asites a. Tak ada 0 mukaan satu atau kedua ovarium; atau kapsel pecah; atau
b. Ada 1 dengan asites yang mengandung sel-sel ganas; atau bilasan
8 LED I jam a. Rendah (60 mm atau kurang) 0 peritoneal positif.
b. Tinggi (lebih dari 60 mm) 1 Stadium III Tumor pada satu atau dua ovarium dengan implantasi peri-
toneal di luar pelvis dan/atau kelenjar retroperitoneal atau
inguinal yang positif. Metastasis hati superfisial dinilai se-
demikian banyak peneliti lain menyatakan, bahwa pemeriksaan bagai stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, namun pe-
sitologik tidak memberikan hasil memuaskan. Barber (1984) meriksaan histologik positif untuk perluasan keganasan pada
dan Disaia (1989) menyatakan bahwa pemeriksaan sitologik usus halus atau omentum.
Stadium IIIa Tumor terbatas pads pelvis minor dan kelenjar negatif, tetapi
mungkin berguna untuk penderita usia lanjut dan stadium dikonfirmasikan secara histologik bahwa terdapat perlakuan
lanjut, karena tindakan bedah akan membahayakan penderita(6). mikroskopik pada permukaan peritoneal abdomen.
Peranan radiografi (misalnya ultrasonografi dan CT-scan) Stadium IIIb Tumor pads satu atau dua ovarium; konfirmasi histologik
dikatakan mempunyai peranan yang terbatas untuk diagnosis adanya implantasi pada permukaan peritonel abdomen de-
ngan diameter kurang dari 2 sentimeter; kelenjar getah bening
dini, namun dimungkinkan untuk membedakan antara suatu negatif.
kista dengan massa yang padat. Saks (1986) menyebutkan bahwa Stadium IIIc Implantasi abdomen diameter2 sentimeter dan/atau kelenjar
suatu massa yang terpisah dan uterus dengan gambaran tak retroperitonel atau inguinal positif.
teratur, dapat dicurigai sebagai suatu keganasan ovarium(4,6,9). Stadium IV Pertumbuhan meliputi satu atau dua ovarium dengan meta-
stasis jauh; jika terdapat efusi pleural, tes sitologik harus
Sebagai alat diagnostik, laparoskopi/parasentesis dikatakan positif. Metastasis pada parenkhim hati menugjukkan sta-
juga mempunyai peranan yang sangat terbatas, tetapi dapat dium IV.
membantu usaha menentukan stadium tumor ganas ovarium dan
dalam keperluan pemeriksaan lanjutan (fol1ow-up)(4,9).
Pemeriksaan serologik/imunologik petanda ganas seperti 3) Penilaian patologi yang memadai/adekuat.
CEA, AFP, LDH atau CA-125, sampai saat ini lebih banyak Bila fungsi reproduksi telah terpenuhi/terlampaui, dianjur-
berarti untuk keperluan pemantauan respons penderita terhadap kan untuk dilanjutkan dengan histerektomi dan mengangkat sisa
pengobatan yang diberikan, dibanding untuk sarana diagnos- ovarium pada kasus-kasus yang telah dilakukan pembedahan
tik(6). konservatif(7). Pada kasus-kasus yang termasuk kategori neo-
plasma ovarium borderline (yang umumnya terjadi pada usia
PENATALAKSANAAN muda), pertimbangan untuk melakukàn pembedahan konserva-
Pada dasarnya setiap tumor ovarium yang diameternya lebih tif menjadi lebih sering. Tazelaar dan kawan-kawan (1985)
dari 5 sentimeter merupakan indikasi untuk tindakan laparatomi, mengamati 61 kasus neoplasma ovarium borderline dan di-
karena kecenderungan untuk mengalami komplikasi. Apabila dapatkan untuk kasus stadium IA yang hanya dilakukan ooforek-
tumor ovarium tidak inemberikan gejala dan diameternya kurang tomi unilateral, ternyata 23% mengalami pertumbuhan tumor
dari 5 sentimeter, biasanya merupakan kista folikel atau kista kembali; sedangkan untuk kasus yang dilakukan histerektomi
lutein(8,9,10). totalis dan salpingo-ooforektomi bilateral, tumor timbul kembali
Tindak bedah yang dilakukan dapat bervariasi, mulai dari hanya pada 7% kasus(7,9,10).
ooforekton unilateral saja sampai pada tindakan histerektomi Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan pada saat
totalis, salpingo-ooforektomi bilateral dan omentektomi. Bebe- tindakan pembedahan, ialah melakukan staging dan keganasan
rapa pertimbangan untuk melakukan pembedahan konservatif yang dicurigai tersebut, sçsuai dengan klasifikasi FIGO tahun
pada tumor ganas ovarium adalah(7) : 1987. Disadari bahwa besarnya metastase intra-abdomen turut
1) Usia muda dan fungsi reproduksi masih diperlukan. menentukan keberhasilan pengobatan, sehingga FIGO meng-
2) Stadium IA: tidak ada asites, tidak ada perlekatan, tidak anggap perlu menentukan stadium keganasan tersebut berdasar-
pecah, unilateral, tak ada pertumbuhan papiler pada permukaan kan hasil-hasil yang diperoleh dalam pembedahan, yakni(5) :
tumor. 1) Hasil sitologi bilasan peritoneum daerah kavum Douglasi,

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 23


cekungan parakolika kiri-kanan dan diafragma.
2) Hasil biopsi peritoneum, kerokan/biopsi diafragma dan usus UCAPAN TERIMAKASIH
halus serta hasil histopatologi dan omentektomi, kelenjar getah Penulis mengucapkan terimakasih atas saran serta buku-buku referensi
untuk penulisan makalah ini, yaitu: Dr. H. Nugroho Kampono, DSOG, FICS;
bening pelvis dan para-aorta. Dr: H. Farid Azis, DSOG. FICS; Dr. H. Sjahrul Sjamsuddin, DSOG, FICS;
Dr. H. Andrijono, DSOG, FICS; Dr. Hj. Laila Nuranna, DSOG beserta seluruh
PROGNOSIS staf Subbagian Onkologi Ginekologi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/
Tumor-tumor ovarium borderline mempunyai prognosis RSCM.
yang bervariasi dan aspek diagnostik (khususnya ketika pem-
bedahan) sangatlah esensial. Bila tumor ternyata bukan suatu
keganasan, prognosisnya dapat dikatakan baik, namun bila
suatu keganasan maka prognosisnya akan sangat dit oleh sta-
KEPUSTAKAAN
diumnya. Dengan demikian prosedur diagnostik intrabedah se-
bagaimana disebutkan tadi adalah andalan utama dalam penen- 1. Harahap RE. Tumor ganas pada alat-alat genital. Dalam: Prawirohardjo S,
tuan stadium. Wiknjosastro H, Sumapradja S, Saifuddin AB, eds. lImu Kandungan Edisi
Sekitar 20% kasus yang sebelumnya tergolong stadium I-II Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 1982; 333-9.
pada laparotomi, ternyata menunjukkan gambaran abnormalitas 2. Harahap RE. Kanker Ginekologik. Jakarta: Penerbit Gramedia, 1984;
141–54.
kelenjar getah bening retropentoneal pada limfografi. Hal inilah 3. Peel KR. Benign and malignant tumors of the ovaly. In: Whitfield CR, ed.
yang dapat menerangkan tingginya angka kegagalan terapi ra- Dewhursts Textbook of Obstetrics and Gynaecology for Postgraduates.
diasi setelah pembedahan pada tumor ganas ovarium stadium Fourth Ed. London: Blackwell Scient. PubI. 1986; 733–54.
klinis I–II. Pada penderita stadium Minis I dan II yang dikirim 4. Rutledge FN. Neoplastic Ovarium Tumors. In: Mattingly RF, Thompson
JD, eds. Te Linde’s Operative gynecology. Sixth Ed. Singapore: JB
untuk terapi lanjutan, ternyata 28% (untuk stadium I) dan 43% Lippin- cott Go, 1985; 877–907.
(untuk stadium klinis II), telah menjadi stadium III(5,8,9). 5. Santoso HH. Penentuan Stadium Surgikal pada Tumor GanasOvarium.
Makalah pada Simposium Onkologi PTP VII POGI, Surakarta 1991.
Tabel 5. Five Years Survival Rate untuk Keganasan Epitel Ovarium(8) 6. Kurnen A. Ketajamandiagnostikpra-bedahtumorganas ovarium. Makalah
pada Simposium Onkologi FTP VII P0(31. Surakarta, 1991.
Stadium Jumlah kasus FYSR (%) 7. Nuranna L. Neoplasma Ovarium Borderline Masalah Diagnostik dan Te-
rapi. Makalah pada Simposium Onkologi PTP VII P0(31, Surakarta, 1991.
Ia 940 69.0 8. Nilloff JM. Ovarian Cancer. In: Friedman BA, Borten M, Chapin DS, eds.
lb 227 63.9 Gynecological Decision Making. Second Ed. Toronto Philadelphia: BC
Ic 157 50.2 Decker Inc. 1988; 192–3.
IIa 251 51.7 9. Woodruff JD. Benign, Premalignant, & Malignant Disorders of the Ovaries
IIa = IIb 672 42.4 & Oviducts. In: Pernoll ML, Benson RC, eds. Current Obstetric & Gyneco-
III 2.074 13.3 logic Diagnostic & Treatment. Sixth Ed. Norwalk, Connecticut/Los Altos,
IV 933 4.1 California: Appleton & Lange, 1987; 670–714.
10. Monaghan JM. Bonneys Gynaecological Surgery: Operations for Ma-
Jumlah 5.254 30.6 lignant Ovarian Disease. Ninth Ed. London:Bailliere-Tindall, 1986;179-84.

The great indestructible mirace is man's faith in miracle


(Jean Paul)

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Osteoporosis sebagai Problema


Klimakterium
P. Gonta
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta

ABSTRAK
Penurunan kepadatan tulang dengan akibat osteoporosis terjadi pada setiap ganggu-
an poros hipotalamus-hipofisis-ovarium yang menyebabkan defisiensi estrogen. Dalam
klimakterium, gangguan poros ini terjadi secara alamiah, sehingga osteoporosis merupa-
kan problema yang serius untuk wanita pada masa tersebut.
Penilaian kepadatan tulang dapat meramalkan fraktur osteoporosis. Untuk maksud
ini diperlukan tehnik radiologi khusus, yaitu dual photon absorptiometry (DPA) atau dual
energy x-ray (DEXA). Oleh karena osteoporosis didasari defisiensi estrogen, terapi
utama untuk osteoporosis adalah estrogen juga. Estrogen untuk maksud ini dapat di-
berikan secara oral, transdermal atau sebagai implan perkutan.
Terapi non-estrogen dengan kalsitonin dan bifosfonat dapat diberikan sebagai terapi
tambahan atau sebagai terapi alternatif bila pemberian estrogen merupakan
kontraindikasi.

PENDAHULUAN
Osteoporosis adalah suatu problem klimakterium yang pada klimakterium terjadi akibat matrix kolagen tulang berku-
serius. Di Amerika Serikat dijumpai satu kasus osteoporosis di rang sebagai bagian dari gangguan jaringan ikat secara umum
antara 2–3 wanita pasca menopause, suatu jumlah yang men- akibat definisi estrogen. Aktifitas osteokias meningkat, sehingga
capai 25 juta penderita(1). Dengan bertambahnya usia harapan resorpsi tulang juga meningkat, walaupun kadar kalsium dan
hidup sebagai dampak pembangunan kesehatan di Indonesia, hormon paratiroid dalam serum masih dalam batas normal.
osteoporosis menjadi suatu masalah kesehatan yang perlu di- Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada
perhatikan. usia sekitar 35 tahun, kemudian terjadi penurunan massa tulang
secara eksponensial. Penurunan massa tulang ini berkisar antara
DEFINISI 3 sampai 5% setiap dekade, sesuai dengan kehilangan massa otot
Menurut konsensus di Kopenhagen bulan Oktober 1990, dan dialami baik pada pria maupun wanita. Pada masa klimak-
osteoporosis didefinisikan sebagai suatu penyakit dengan terium penurunan massa tulang pada wanita lebih menyolok, dan
karakteristik massa tulang yang berkurang dengan kerusakan dapat mencapai 2–3% setahun secara eksponensial(1). Pada usia
mikroarsitektur jaringan yang menyebabkan kerapuhan tulang 70 tahun kehilangan massa tulang pada wanita dapat mencapai
dan risiko fraktur yang meningkat(2). 50%, sedangkan pada pria 90 tahun kehilangan massa tulang
Osteoporosis dibedakan dengan dekalsifikasi. Osteoporosis ini baru mencapai 25%(3).

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 25


ETIOLOGI BERKURANGNYA MASSA TULANG PENANGANAN OSTEOPOROSIS
Pendapat bahwa mobilisasi kalsium dan tulang disebabkan
Terapi hormonal dengan estrogen
gangguan absorpsi kalsium di usus telah ditinggalkan. Walaupun
Osteoporosis merupakan suatu gangguan keseimbangan
kadar kalsium dalam plasma tetap dalam batas normal, osteopo-
antara pembentukan dan resorpsi tulang(7) dan terapi hormonal
rosis ternyata tetap terjadi. Albright mengemukakan bahwa ke-
dianggap sebagai terapi utama(10), walaupun keamanan terapi ini
hilangan massa tulang pada masa pasca menopause terutama
adakalanya dipertanyakan(13). Pada osteoporosis, susunan tulang
disebabkan penurunan fungsi ovarium pada masa itu(4).
dapat kembali seperti pada masa pra menopause dengan pem-
Walaupun adanya reseptor estrogen pada tulang belum jelas,
berian estrogen dan dengan demikian menurunkan risiko
peranan estrogen dalam pencegahan osteoporosis tak dapat
fraktur(14). Pemakaian estrogen pada masa pasca menopause me-
disangkal.Pemberian suplemen kalsium saja sebanyak 1500mg/
nurut suatu analisis lebih banyak menguntungkan walaupun
hari tidak meningkatkan kepadatan tulang bila tidak disertai
perlu evaluasi individual untuk mempertimbangkan kebutuhan
pemberian estrogen(5).Pengaturan kepadatan tulang oleh estro-
dan risiko(15).
gen mungkin melalui kalsitonin, suatu hormon yang meng-
Untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis, estrogen
halangi resorpsi tulang. Pada tiroidektomi total, kalsitonin me-
dapàt diberikan dengan berbagai cara. Pemberian estrogen se-
nurun dan terjadi penurunan massa tulang. Estrogen dapat me-
cara oral memerlukan dosis terendah 0.625 mg/hari estrogen
ningkatkan kalsitonin pada wanita baik pada masa pra, maupun
terkonyugasi(16) atau 0.5 mg/hari estradiol(17). Dalam bentuk
pasca menopause. Estrogen mungkin pula berperan dalam mem-
estradiol valerat diperlukan dosis 2 mg/hari yang dapat di-
pertahankan kepadatan tulang dengan hambatan langsung ter-
tambahkan dengan 75 mcg levonorgestrel untuk pelindung
hadap osteoklas(6). atau dengan stimulasi osteoblas secara lang-
endometrium(19). Oleh karena estrogen oral melalui sirkulasi
sung(7).
porto-hepatik, maka estrogen juga dapat diberikan dalam bentuk
Defisiensi estrogen selama laktasi juga mengakibatkan pe-
plester estradiol transdermal untuk menghindari hepatic first-
nurunan kepadatan tulang. Dalam 3 bulan pertama, kepadatan
pass. Selain pemberian estrogen dalam bentuk ini, estrogen juga
tulang vertebra lumbal menurun 4%, suatu jumlah yang bahkan
dapat diberikan sebagai implan transdermal yang lebih murah,
lebih banyak dibandingkan dengan penurunan pada masa pasca
lebih kosmetis dan juga lebih cocok untuk pasien yang kurang
menopause. Kepadatan tulang ini akan pulih setelah penyapih-
disiplin dalam penggunaan obat. Untuk maksud ini ternyata 25
an(8).
mg estradiol dalam bentuk implan dapat meningkatkan secara
Pada gangguan poros hipothalamus-hipofisis-ovarium se-
nyata kepadatan mineral tulang setelah pemakaian selama satu
perti anoreksia nervosa dan athletic amenorrhoea, juga terjadi
tahun(20).
defisiensi estrogen yang menyebabkan kerapuhan tu1ang(9).
Lama pengobatan dengan preparat estrogen belum jelas,
mungkin lima tahun atau lebih. Untuk pasien yang telah meng-
alami fraktur, pengobatan sangat mungkin memerlukan waktu
GAMBARAN KLINIS
sepanjang hidup, oleh karena peningkatan kepadatan yang telah
Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis
dicapai dengan terapi estrogen ternyata dapat merosot kembali
adalah: radius distal, corpus vertebra: terutama mengenai T8-L4,
bila terapi dihentikan(21).
dan collum femoris.
Pemeriksaan kepadatan tulang dengan radiologi standard Terapi non estrogen
hanya memberi gambaran kasar dan tidak tepat. Pemeriksaan ini Beberapa terapi alternatif yang ditemukan dalam kepustaka-
baru dapat mengidentifikasi berkurangnya kepadatan bila massa an menyebutkan metabolit vitamin D, strontium, kalsitonin dan
tulang telah berkurang sepertiga atau separuh(10). Pada saat ini golongan bifosfonat sintetik.
kepadatan mineral tulang diukur dengan dual photon absorption- Kalsitrol (1,25(OH)2 D3) dan metabolit vitamin D lain
metry (DPA) atau dual energy x-ray absorptiometry (DEXA). seperti 25(OH)D3 dan 1-alpha (OH)D3 membantu absorpsi
Pemeriksaan dengan quantified computer tomography dapat me- kalsium. Manfaat untuk menambah massa tulang belum jelas
nilai sampai bagian sentral vertebra, tetapi memerlukan radiasi sehmngga masih ditunggu hasil pengujian jangka panjang(22).
agak banyak. Pemeriksaan dengan ultrasound sampai saat ini Strontium dalam dosis rendah merangsang pembentukan
hanya dapat menilai tulang-tulang perifer dengan mengukur ke- tulang dan menghambat resorpsi tulang pada tikus, tetapi pada
cepatan bunyi yang menembus tulang. Manfaat ultrasound untuk dosis tinggi justru menyebabkan gangguan yang menyerupai
pengukuran vertebra dan tulang panggul masih diragukan. riketsia. Pada saat ini pengaruh strontium terhadap osteoporosis
Dengan pengukuran massa tulang pada masa pasca meno- masih dalam penelitian(22).
pause, wanita yang akan mengalami osteoporosis dapat diiden- Kalsitonin memperpendek masa hidup osteoklas dan dengan
tifikasi dengan baik . Pengukuran kepadatan tulang panggul demikian menghambat osteoporosis. Pemberian kalsitonin
dianggap sebagai metoda paling tepat untuk meramalkan fraktur dengan suntikan subkutan secara bertahap sehingga mencapai
osteoporosis(12). Terjadinya pelepasan massa tulang dapat juga dosis 5000 IU kalsitonin dalam 2 tahun, ternyata menghambat
dinilai secara biokimiawi dengan mengukur ekskresi kalsium osteoporosis setara dengan pemakaian implant estradiol 3 mg.
dalam urine 24 jam, penurunan dalam serum kadan kalsium dan Kalsitonin juga dapat diberikan dalam bentuk semprotan hidung
kalsitonin, serta peningkatan alkali fosfatase. 50 lU/hari dan dengan dosis ini pun dapat mempertahankan ke-

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


padatan tulang trabekuler. Kalsitonin juga mempunyai efek tersebut sangat penting. Olah raga yang dipengaruhi daya tarik
analgesik yang menguntungkan dan dianggap sebagai preparat bumi (weight bearing exercises) menyokong pertumbuhan ke-
yang aman. Penelitian yang banyak memberikan harapan sedang padatan tulang yang maksimal(9).
berlangsung pada saat ini(23). Sayangnya pemakaian kalsitonin Terapi estrogen masih tetap merupakan pilihan utama untuk
terbatas karena harganya yang mahal. osteoporosis. Sebelum terapi ini dimulai sangat perlu diper-
Golongan bifosfonat menghambat aktifitas osteokias dan bangkan manfaat dan kerugian terapi bagi secara individual.
dengan demikian menghambat osteoporosis. Pengaruh golongan Obat alternatif tetap mempunyai kedudukan penting, terutama
bifosfonat yang baik ini terutama pada tulang kortikal dan tidak bila terapi hormonal merupakan kontraindikasi. Kalsitonin dan
tampak pada tulang trabekuler. Penelitian selama tiga tahun bifosfonat merupakan pilihan obat alternatif yang dapat diper-
dengan pemberian 400 mg etidronate dan penilaian radiologis tanggung jawabkan pada saat ini.
menunjukkan peningkatan kepadatan tulang sebanyak 2,3%(24).
Hasil yang baik juga didapatkan dengan 220 mg klodronat, suatu
bifosfonat generasi kedua yang diberikan secara intravena dan KEPUSTAKAAN
mampu menghambat penurunan kepadatan tulang(25).
Derivat isoflavon alamiah dalam diet meningkatkan kadar 1. Christiansen C. Hormonal prevention and treatment of osteoporosis - State
of the art 1990.1 Steroid Biochem Molec Biol 1990; 37(3): 44
kalsium pada tikus, biri-biri dan ayam; karena itu ipriflavon di- 2. Conference report: Consensus development conference: prophylaxis and
coba penggunaannya pada kasus-kasus osteoporosis. Ipriflavon treatment of osteoporosis. Am J Med 1991; 90: 107-10.
ternyata memperbaiki espons tulang terhadap terapi estrogen 3. Gordon GS. Prevention of bone toss and fractures in women. Maturitas
dengan menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. Ipriflavon 1984; 6: 224–42.
4. Albright F, Smith P, Richardson A. Postmenopausal osteoporosis,its
tidak memperlihatkan aktifitas hormonal, dan ternyata dapat clinical features. JAMA 1941; 116: 2465–74.
memperbaiki berbagai penyakit tulang lain seperti penyakit 5. Lindsay R, Tohme JF. Estrogen treatment of patients with established
Paget dan hiperparatiroidi primer. Ipnflavon sudah digunakan osteoporosis. Obstet Gynecol 1990; 76: 290-95.
di Hungaria, Italia dan Jepang dengan hasil yang baik. Dosis oral 6. Hausler MR, Donaldson CA, Algretto EA, Marion SL, Mangelsdorf DJ,
Kelly MA, Pike 1W. New actions of 1,25-dihydroxyvitamin D3: possible
optimal ipriflavon adalah 600 mg/hari(22). clues to the pathogenesis of postmenopausal osteoporosis. Dalam: Chris-
tiansenC, Arnaud CD, Nordin BEC, ParfittAM, Peck WA, Riggs BL
DISKUSI (eds.). Osteoporosis, Glostrup: Glostrup Hospital. 1984. pp. 725–36.
Penurunan kepadatan tulang terjadi pada setiap gangguan 7. Duursma SA, Raymakers IA, Boereboom FTJ, Scheven BAA. Estrogen
and bone metabolism. Obst Gynec Survey 1991; 47: 38–44.
poros hipotalamus-hipofisis-ovarium yang disertai defisiensi 8. KalkwarfHJ, Specker BL. Bone mineral loss during lactation and recovery
estrogen, karena itu sangatlah wajar bahwa estrogen merupakan after weaning. Obstet Gynecol 1995; 86: 26–32.
terapi utama untuk osteoporosis. Oleh karena pemberian estro- 9. Wolman RL. Osteoporosis and exercise. BMJ 1994; 309: 400–3.
gen saja meningkatkan risiko terhadap kanker endometrium(15,26), 10. Eden J. Hormonal therapy and osteoporosis. J Paed Obstet Gynaec 1996;
22: 29–31.
pemberian estrogen pada wanita yang belum mengalami his- 11. Lockefeer JHM. Herziening consesus osteoporose. Ned Tijdshr Geneeskg
terektomi disertai progestagen. Progestagen belum jelas man- 1992; 136(25): 1204–6.
faatnya untuk maksud ini(27). Penambahan progestagen baik 12. Johnston Jr CC, Slemenda CW. Risk assessment: Theoretical considera-
secara kombinasi maupun secara sekuensial ternyata tidak mem- tions. Am J Med. 1993; 95 (Suppl 5A): 2S–5S.
13. Grant ECG. Longterm dangers of hormonal treatment (letter). Lancet
pengaruhi manfaat estrogen untuk memperbaiki kepadatan tu- 1994; 343: 926.
lang(28). Preparat hormonal pada masa pasca menopause hampir 14. Lindsay R. Hormone replacement therapy for prevention and treatment of
tidak menunjukkan peningkatan risiko kanker payudara(15), osteoporosis. Am J Med 1993 (Suppl 5A): 37S–39S.
sesuai dengan pengalaman pemakaian preparat hormonal untuk 15. Gorsky RD, Koplan JP, Peterson HB, Thacker SB. Relative risks and
benefits of long-term estrogen replacement therapy: A decision Obstet
kontrasepsi jangka panjang(29). analysis Gynecol 1994; 83: 161–66.
Preparat non-estrogen tetap berkedudukan penting untuk 16. Lindsay R, Hart DM, Clark DM. The minimum effective dose of estrogen
terapi osteoporosis pada pasien yang mempunyai kontraindikasi for prevention of postmenopausal bone loss. Obstet Gynecol 1984;63;
estrogen, atau sebagai terapi tambahan. Preparat-preparat ini 579–84.
17. Ettinger B, Genant HK, Steiger P, Madvig P. Low dosage micronized 17
tidak menunjukkan sifat sebagai hormon dan aman(22). Efek beta-estradiol prevents bone loss in postmenopausal women. Am J Obstet
samping yang ditemukan pada penelitian pemakaian etidronat Gynecol 1992; 479–88.
selama 3 tahun adalah hipertonia (kramp) pada tungkai yang 18. Christiansen C, Lindsay R,. Estrogen, bone loss and preservation.Osteo-
dilaporkan 4% pemakai(24). porosis int 1991; 1: 7–13.
19. Holland EFN, Leather AT, Studd JWW, Garnet Ti. The effect of a new
sequential oestradiol valerate and levonorgestrel preparation on the bone
KESIMPULAN mineral density of postmenopausal women. BrJ Ob Gyn 1993; 100:
Osteoporosis merupakan gangguan yang terutama dialami 20. HollandEFN, Leather AT, Studd JWW. The effect of 25mg percutaneous
pada masa klimakterium. Gangguan ini ditandai dengan menu- estradiol implants on the bone mass of postmenopausal women. Obstet
Gynecol 1994; 83: 43–6.
runnya kepadatan massa tulang dan dilatar belakangi defisiensi 21. Christiansen C, Christensen MS, Transbol I. Bone mass in postmenopausal
estrogen. women after withdrawal of oestrogen/gestagen replacement therapy.
Kepadatan massa tulang maksimum terjadi pada usia sekitar Lancet 28 Feb 1981; 459–61.
35 tahun, karena itu pemberian suplemen kalsium sebelum usia 22. Brandi ML. New treatment strategies: ipriflavone, strontium, vitamin D

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 27


Metabolites and analogs. Am J Med 1993; 95 (suppl 5A): 69S–74S. 26. Grady D, Gebretsadik T, Kerlikowske K, Ernster V. Petiti D. Hormone
23. Reginster JY. Calcitonin for prevention and treatment of osteoporosis. Am replacement therapy and endometrial cancer risk: a meta-analysis. Obstet
J Med 1993; 95 (Suppl 5A): 44S–47S. Gynecol 1995; 85: 304–13.
24. Hams ST. Watts NB, Jackson RD. Genant HK, Wasnich RD, Ross P, 27. Brinton LA, Hoover RN and The Endometrial Cancer Collaborative
Miller PD, Licta AA. Chestnut CH. Four year study of intennitent cyclic Group. Estrogen replacement therapy and endometrial cancer risk:
etidronate treatment of postmenopausal osteoporosis: three year of blinded unresolved issue. Obstet Gynecol 1993; 81: 265–71.
therapy followed by one year open therapy. Am J Med 1993; 95: 557–67. 28. Metka M, Holzer G, Heymanek G, Huber J. Hypergonadotropic hypo-
25. Filipponi P, Pedetti M, Fedeli L, Cmi L, Palumbo R, Boldrini S. Massoni gonadic amenorrhea (World Health Organization 111) and osteoporosis.
C, Cristallini S. Cyclical clodronate is effective in preventing post- Fertil Steril 1992; 57: 37–41.
menopausal bone loss: A comparative study with trancutaneous hormone 29. Schesselman ii. Net effect of oral contraceptive use on the risk of cancer in
replacement therapy. J Bone Mineral Research 1995; 10: 697–903. women in the United States. Obstet Gynecol 1995; 85: 793–801.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Osteoporosis
Dwi Djuwantoro
Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta

PENDAHULUAN nyebab sekunder atau faktor risiko yang mempermudah timbul-


Osteoporosis, yang berarti “tulang keropos atau tulang yang nya penurunan densitas tulang. Penyebabnya tidak diketahui.
berlubang,” merupakan kelainan tulang umum yang ditandai 4) Osteoporosis juvenil: Bentuk osteoporosis yang terjadi
oleh penurunan pembentukan osteoblastik matriks disertai pada anak-anak prepubertas. Bentuk ini jarang dijumpai.
dengan peningkatan resorpsi osteokiastik tulang dan sebagai 5) Osteoporosis sekunder: Penurunan densitas tulang yang
akibatnya, penurunan jumlah total tulang dalam tulang rangka cukup berat untuk menyebabkan fraktur atraumatik akibat faktor
(osteopenia, yang berarti “terlalu sedikit tulang’)(1,2,3). Osteopo- ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, artritis reumatoid,
rosis mempermudah timbulnya fraktur traumatik kolumna ver- kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis
tebra, femur atas, radius distal, humerus proksimal, rami pubis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status
dan kosta(5) sehingga biaya sosial dan ekonomi osteoporosis hipogonade, dan lain-lain(5).
besar seka1i(2).
Meskipun penurunan deposisi tulang telah lama dianggap TANDA DAN GEJALA KLINIS
merupakan faktor utama penyebab gangguan keseimbangan 1) Nyeri/sakit punggung, dapat akut/kronis atau intermiten.
yang menimbulkan osteoporosis, namun data baru-baru ini Gejala ini mungkin berkaitan dengan fraktur mikroskopis
memperlihatkan bahwa peningkatan resorpsi tulang mungkin berulang. Juga dapat terjadi nyeri tulang di tempat lain(1,3,5).
merupakan faktor yang lebih penting(3). 2) Kifosis/skoliosis.
Percobaan pada tahun-tahun sekarang ini memberi kesan Penderita biasanya memperlihatkan kifosis dorsal dalam
bahwa terdapat beberapa bentuk penatalaksanaan yang efektif derajat abnormal.
untuk penderita osteoporosis(2). 3) Fraktur atraumatik.
Fraktur patologis merupakan komplikasi klinis yang sangat
JENIS-JENIS OSTEOPOROSIS sering dijumpai.
Terdapat beberapa jenis osteoporosis, yaitu: 4) Mungkin deformitas tulang perifer tidak dijumpai.
1) Osteoporosis postmenopause (tipe I): Bentuk yang paling 5) Sklera tidak biru/hijau/abu-abu.
sering ditemukan pada wanita kulit putih dan Asia. Bentuk 6) Penurunan tinggi badan(5).
osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resorpsi tulang
yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi estrogen di PENYEBAB
masa menopause. 1) Postmenopause (tipe I): Hiperestrogenemia.
2) Osteoporosis involutional (tipe II): Terjadi pada kedua 2) Involutional: Tidak diketahui.
jenis kelamin yang berusia di atas 75 tahun. Tipe ini diakibatkan 3) Juvenil: Tidak diketahui
oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan 4) Sekunder: Berbeda-beda (seperti yang telah disebutkan di
resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang. atas)(5).
3) Osteoporosis idiopatik: Tipe osteoporosis primer jarang
yang terjadi pada wanita premenopause dan pada laki-laki yang FAKTOR RISIKO
berusia di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan pe- 1) Diet: kalsium yang tidak memadai, fosfat/protein yang ber-

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 29


lebihan; masukan vitamin D yang tidak memadai pada orang gunakan teknik histomorfometrik kuantitatif(5).
tua.
2) Fisik: imobilisasi, dan gaya hidup duduk terus-terusan
(sedentary). PENATALAKSANAAN
3) Sosial: penggunaan alkohol, sigaret dan kafein.
Tindakan Umum
4) Medis: kelainan kronis, endokrinopati, (lihat osteoporosis
Tindakan yang dilakukan pada kasus ini seperti yang di-
sekunder).
perlukan pada keadaan dengan nyeri dan kecacatan, misalnya
5) Iatrogenik: kortikosteroid, penggantian hormon tiroid yang
kompres hangat, analgetik, dan terapi fisik(5).
berlebihan, heparin kronis, kemoterapi, loop diuretic, anti-
konvulsan, tetrasiklin, dan terapi radiasi. Aktivitas
6) Genetik/familial: massa tulang suboptimal pada maturi- 1) Aktivitas jalan-jalan tetap dipertahankan. Penderita dapat
tas(5). melakukan jalan-jalan sepanjang 1 mil dua kali sehari, dan jika
mungkin, berenang.
DIAGNOSIS 2) Penderita harus menghindari latihan fisik dan manuever
yang meningkatkan gaya kompresif dan stres mekanis pada
Diagnosis Banding
vertebra dan tempat tulang perifer.
1) Mieloma multipel.
3) Prosedur rehabilitasi untuk spasme otot punggung dan do-
2) Neoplasma lainnya.
rongan berjalan-ja1an(5).
3) Osteomalasia.
4) Osteogenesis imperfekta tarda (Tipe I). Diet
5) Hiperparatirodisme skeletal (primer dan sekunder). 1) Diet penurun berat badan jika penderita mempunyai berat
6) Mastositosis (jarang)(5). badan yang berlebihan.
2) Masukan kalsium 1.500 mg/hari dan semua sumber, jika
Pemeriksaan Laboratorium
penderita tidak menderita hiperkalsiuria atau tanpa riwayat baru
a) Semua “pemeriksaan rutin’ biasanya menunjukkan hasil
kalsium. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kehilangan
yang normal.
massa tulang pada kelompok yang diberi kalsium(2,5).
b) Alkali fosfatase dapat meningkat dalam waktu sementara
3) Hindari masukan fosfat atau protein yang berlebihan, yaitu
setelah fraktur.
hindari minuman yang mengandung asam fosfor dan masukan
c) Elektroforesis protein serum dan/atau urin normal.
daging yang berlebihan.
d) Osteocalcin serum,jika tinggi, menunjukkan tipe perganti-
4) Vitamin D 400-800 UI setiap hari(5).
an (turnover) yang tinggi.
e) Kalsium urin normal(5).
PENGOBATAN
Gambaran Patologis
Obat Piihan
1) Penurunan massa tulang rangka, tulang trabekuler jauh
1) Kalsitonin sintetik dan ikan salem (Osteocalcin®, Calci-
lebih sering dibanding denghan tulang kortikal. Juga dapat
mar®, Miacalcin®) 100 UI setiap hari atau lebih baik qod; 50 UI
ditemukan hilangnya hubungan trabekuler.
setiap hari atau 3 kali seminggu dapat efektif pada tipe
2) Jumlah osteokias dan osteoblas berbeda.
pergantian yang tinggi. Sebaiknya tidak digunakan bersamaan
3) Kelainan tulang metabolik lainnya serta peningkatan os-
dengan kalsium dan vitamin D.
teoid yang tidak menunjukkan mineralisasi tidak ditemukan(5).
2) Synthetic hu,nan calcitonin (Cibacalcin®), 0,5 mg setiap
Pemeriksaan Radiologis hari sampai tiga kali seminggu.Namun indikasi ini belum disetujui
1) Foto Rontgen: oleh FDA; dapat digunakan terdapat alergi atau resistensi ter-
a) Perubahan “dini” yang berupa pelebaran ruang interverte- hadap kalsitonin sintetik ikan salem(5).
bralis, penonjolan relatif lempeng korteks, dan garis-garis ver- 3) Terapi penggantian hormon (estrogen/progesteron).
tikal korpus vertebra. Beberapa preparat masing-masing obat tersedia, dan dosis
b) Perubahan “akhir” – fraktur lempeng kortikal, fraktur kom- tergantung pada preparat. Terapi estrogen masih efektif dalani
presi vertebra, fraktur perifer pada ujung tulang panjang, dan memperbaiki massa tulang dan menurunkan angka fraktur ver-
fraktur kosta. tebra pada wanita dengan osteoporosis. Namun, belum ada bukti
2) Bone scan menunjukkan peningkatan ambilan pada tempat yang meyakinkan bahwa estrogen bermanfaat pada wanita yang
fraktur sebelumnya, jikalau tidak negatif. berusia lebih dari 75 tahun(2,5).
3) Bone mineral density (BMD) dengan cara dual energy x-ray
absorptiometry (DXA) atau quantitative SC scan (QCT)(5). Obat alternatif
1) Binatrium etidronat.
Prosedur Diagnostik
Obat ini sedang dalam penelitian dan mendapatkan pertim-
Biopsi tulang jarang diperlukan, untuk mengesampingkan
bangan FDA.
kelainan tulang metabolik. Kadang kala digunakan untuk me-
2) Bifosfonat lainnya.
nentukan kuantitas kehilangan massa tulang, dengan meng-
Obat ini sedang diteliti, memiliki sifat inhibitor resorpsi

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


tulang, dan mungkin mempunyai efek terhadap pembentukan EDUKASI PENDERITA
tulang(5). Dalam memberikan edukasi kepada penderita, sebaiknya
3) Natrium fluorida. selalu dijelaskan bahwa penatalaksanaan hanya menurunkan
Memacu pembentukan tulang tetapi mempunyai efek yang risiko terjadinya fraktur selanjutnya. Jika penderita telah meng-
tidak diinginkan pada tulang kortikal(5). Dosis tinggi bersama alami fraktur osteoporotik, mereka mungkin akan mengalami
kalsium, vitamin D dan estrogen ternyata paling efektif, sesudah fraktur selanjutnya dan perlu diketahui bahwa fraktur vertebra
minimal 2 tahun massa tulang sudah bertambah dengan nyata(4). selanjutnya dapat terjadi sekalipun telah diberi pengobatan yang
4) Tamoxifen tampak berhasil.
Derivat klomifen tanpa kior dengan efek estrogen lemah dan Perlu dilakukan pemeriksaan ahli, penatalaksanaan fraktur
efek antiestrogen kuat(4). Obat ini mempunyai efek estrogen dengan analgetik, pemberian alat penopang bilamana sesuai,
pada tulang tanpa menunjukkan potensial stimulasi payudara. operasi, rehabilitasi aktif dan tindakan untuk mengesampingkan
Dapat memacu uterus(5). penyebab osteopenia lainnya.
5) Raloxifen Dalam edukasi osteoporosis pada orang tua, harus diingat
Mempunyai efek estrogen pada tulang tanpa memiliki po- bahwa fraktur sendi panggul dan pergelangan tangan biasanya,
tensi stimulasi payudara atau uterus. dicetuskan oleh jatuh. Langkah-langkah perlu diambil untuk
6) Progestagen mengurangi insidensi jatuh bilamana mungkin. Hal ini mungkin
Mempunyai efek tulang serupa dengan estrogen atau andro- memerlukan obat-obatan psikotropik, antihipertensi dan lain-
gen(5). Pada wanita yang mempunyai uterus yang intak, pro- nya,penilaian lingkungan di rumah dan di luar rumah, pemberian
gesteron harus diberikan untuk menginduksi perubahan sekresi(4). alat bantu yang sesuai, serta pemeriksaan penglihatan(2).
7) Androgen/anabolik
Dapat memacu pembentukan tu1ang(5). Steroid anabolik
seperti nandrolon dekanoat meningkatkan kandungan mineral, KEPUSTAKAAN
tetapi penelitian terhadap efek aksialnya masih sedikit. Meski- 1. Chehab RH. Osteoporosis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian
pun efek samping androgenik membatasi manfaatnya, kasus Bedah FKUI, Jakarta, hal. 675-78.
dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan pengobatan selama 2. Peter JL. Osteoporosis After 60. In: Medical Progress, Mar. 1994; 21(3);
enam bulan (misalnya nandrolon dekanoat 50 mg secara 41-5.
3. Salter RB. Textbool of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
intra- muskuler setiap enam minggu)(4). System, 2nd ed., Williams & Wilkins; Baltimore/London, 1993. 152-156.
8) Ipriflavone 4. Tan Kirana. Obat-obat Penting, ed 4, 1986. hal 526-29; 742-43.
Mempunyai sifat inhibitor resorpsi tulang. Obat ini sedang 5. Wallach S. Osteoporosis. In: Griffiths 5 Minute Clinical Consult. Williams
dalam penelitian. & Wilkins, Baltimore/London, 1995. 742-43

The giver makes the gift valuable

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 31


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Perdarahan Selama Kehamilan


Yoseph
Dokter Puskesmas Secang II, Magelang,

PENDAHULUAN Tabel 1. Anamnesis pada Perdarahan Trimester I(5)


Usaha-usaha menurunkan angka kematian maternal dan * Perdarahan :
angka kematian perinatal masih menjadi prioritas utama program – Kuantitas
Departemen Kesehatan RI(1); penyebab utama kematian mater- – Kualitas/sifatnya
* Nyeri :
nal masih disebabkan oleh tiga hal pokok yaitu perdarahan, – Kuantitas/kualitas
pereklamsi/ekiamsi, dan infeksi(1,2,3). Walaupun angka kematian * Hari pertama haid terakhir
maternal telah menurun dengan meningkatnya pelayanan kese- * Gejala dan tanda kehamilan
hatan obstetri namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap * Riwayat obstetri terdahulu
* Riwayat ginekologi seperti:
merupakan faktor utama dalam kematian maternal(2,4). – Servisitis
Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan – Riwayat operasi
maupun masa nifas(4). Prognosis dan penatalaksanaan kasus per- * Riwayat keluarga berencana
darahan selama kehamilan dipengaruhi oleh umur kehamilan,
banyaknya perdarahan, keadaan fetus dan sebab dan perdarah- Penyebab perdarahan pada kehamilan trimester I sering sulit
an(5). ditentukan walaupun telah dilakukan pemeriksaan lengkap. Pe-
Dalam tulisan ini hanya dibahas perdarahan selama keha- meriksaan dalam dan spekulum hendaknya dilakukan dengan
milan; setiap perdarahan selama kehamilan harus dianggap se- hati-hati terutama jika penyebabnya adalah karsinoma servik.
bagai keadaan akut dan senus serta berisiko tinggi karena dapat Walaupun insiden karsinoma servik dengan kehamilan sangat
membahayakan ibu dan janin(5,6). jarang yaitu 1 : 3000(5,9).
Dalam pemeriksaan spekulum dapat dilihat asal perdarahan;
PERDARAHAN PADA TRIMESTER I perdarahan disebabkan oleh gangguan kehamilan jika darah
Sekitar 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan berasal dari ostium uteri(10). Pada beberapa wanita hamil dapat
pada awal kehamilan dan separuhnya mengalami abortus(5). terjadi pula perdarahan dalam jumlah sedikit yang disebabkan
Abortus ialah ancaman/pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin oleh penembusan villi khorialis ke dalam desidua saat implantasi
dapat hidup di luar kandungan; sebagai batasan umur kehamilan ovum(5,11).
kurang dari 20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 Abortus dapat dikatagorikan seperti pada Tabel 2 dan
gram(3,7,8). diagnosis banding perdarahan pada awal kehamilan harus selalu
Setiap perdarahan pada awal kehamilan terlebih dahulu dipikirkan (Tabel 3)(5,7,8).
harus dipikirkan berasal dari tempat pelekatan plasenta atau per- Pemeriksaan pènunjang yang diperlukan adalah:
mukaan choriodecidua dan dianggap mengancam kelangsungan 1) USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
dan kehamilan(5,9). 2) Test Kehamilan
Anamnesis diperlukan dalam mendiagnosis perdarahan pada 3) Fibrinogen pada missed abortion(7).
trimester I (Tabel 1) Terapi sangat tergantung dari banyaknya perdarahan dan

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Tabel 2. Kategort dan Gambaran Klinis Abortus(5) laminaria. Pengeluaran hasil konsepsi pada abortus infeksi hen-
1. Abortus Iminen daknya dilindungi dengan antibiotika spektrum 1uas(5).
– Perdarahan minimal dengan nyeri/tidak Komplikasi abortus biasanya anemi oleh karena perdarahan,
– Uterus sesuai dengan umur kehamilan infeksi dan perforasi karena tindakan kuret(5,7).
– Servile belum membuka
– Test hamil : positif Perdarahan Pada Trimester II
– USG : Produk kehamilan dalam betas normal Perdarahan pada trimester II sering dihubungkan dengan
2. Abortus Insipien
– Perdarahan dengan gumpalan darah adanya komplikasi lambat dalam kehamilan, seperti partus
– Nyeri lebih kuat prematurus imminen, pertumbuhan janin yang terlambat, dan
– Servile terbuka den teraba ketuban solusio plasenta. Dapat juga perdarahan disebabkan oieh mola
– Hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri hidatidosa dan inkompetensi sevik(5).
3. Abortus Inkomplit
– Perdarahan hebat sering menyebabkan syok Pemeriksaan obstetri lengkap dan USG perlu dikerjakan
– Perdarahan disease gumpalan darah den jaringan konsepsi pada setiap perdarahan trimester II. Pada USG dapat dipantau
– Servile terbuka pertumbuhan dan keadaan bayi dalam kandungan. Pasien dengan
– Sebagian basil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri perdarahan trimester II memerlukan pemeriksaan rutin spesialis-
4. Abortus Kompiit
– Perdarahan den nyeri minimal tik, dan karditokografi dapat diindikasikan pada kehamilan
– Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan trimester III(5,7).
– Ukuran uterus dalam bates normal Penanganan perdarahan yang disebabkan partus prematurus
– Servik tertutup imminen berupa istirahat baring, pemberian tokolitik dan pe-
5. Missed Abortion
– Perdarahan minimal nanganan terhadap faktor risiko persalinan preterm(7). Sedangkan
– Sering didahului oleh tanda abortus iminen yang kemudian pada inkompetensi servik dapat dilakukan pengikatan servik(5).
menghilang spontan/setelah tempi
– Tanda den gejala laumil menghilang Perdarahan Pada Trimester III (antepartum)
– USG : Hasil konsepsi masih dalam uterus namun tak ada tanda ke- Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah
langsungan hidupnya perdarahan pervagina setelah 29 minggu kehamilan atau
6. Abortus Inteksi/septik
– Abortus yang disertai infeksi den dapat berlanjut dengan abortus
lebih(5,7,8). Insidennya ± 3% dan penyebab perdarahan antepar-
septik tum dapat dilihat pada tabel 4(5).
Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya di-
Tabel 3. Diagnosis Banding Perdarahan Trimester I(5)
bandingkan perdarahan pada umur kehamilan kurang dari 28
1. Abortus minggu karena biasanya disebabkan faktor plasenta; perdarahan
2. Mola hidatidosa dan plasenta biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2
3. Kelainan lokal pada vagina/servik :
– Varises dan nutrisi dari ibu ke janin(5,6).
– Perlukaan Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta
– Karsinoma previa dan solusio plasenta; penyebab lainnya biasanya berasal
– Erosi dari lesi lokat pada vagina/servik. Gambaran khas untuk membe-
– Polip
4. Kehamilan ektopik terganggu dakan plasenta previa dan solusio plasenta dapat dilihat pada
5. Menstruasi & hamil normal tabel 5(4,5,6,8).
Setiap pasien perdarahan antepartum hams dikelota oleh
kelangsungan hidup hasil konsepsi(5,7). spesialis. Pemeriksaan dalam merupakan kontra indikasi kecuali
Pada abortus iminen penanganannya terdiri atas istirahat dilakukan di kamar operasi dengan perlindungan infus atau
baring untuk menambah aliran darah ke uterus dan mengurangi tranfusi darah(5,7). USG sebagai pemeriksaan penunjang dapat
rangsangan mekanis. Fenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x dilakukan untuk membantu diagnosis. Bila plasenta previa dapat
2 mg dapat diberikan untuk menenangkan pasien. Pemberian disingkirkan dengan pemeriksaan USG dan pemeriksaan dengan
hormon atau tokolitik dapat dipertimbangkan bila hasil USG spekutum dapat menyingkirkan kelainan tokal pada servik/va-
menunjukkan janin masih hidup(7,12). gina maka kemuñgkinan sotusio ptasenta harus dipikirkan dan
Pengeluaran hasil konsepsi diindikasikan pada abortus in- dipersiapkan penanganannya dengan seksama(5).
sipien, abortus inkomplit, missed abortion dan abortus dengan PLASENTA PREVIA
infeksi(5,7,11). Pengosongan uterus dapat ditakukan dengan kuret Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal
vakum atau cunam abortus disusul kerokan. Pada kasus dengan yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian
perdarahan berat atau syok, resusitasi cairan hendaknya di- atau seluruh ostium uteri internum.
lakukan terlebih dahulu dengan NaCl atau RL disusul transfusi Dikenal 4 klasifikasi dari plasenta previa:
darah. Setetah syok teratasi dilakukan kuret(12). 1) Plasenta previa totalis : - Plasenta menutupi seluruh ostium
Pada missed abortion bila kadar fibrinogen rendah sebaiknya uteri internum
dikoteksi terlebih dahulu(7). Pengeluaran hasil konsepsi dapat di- 2) Plasenta previa lateralis : - Plasenta menutupi sebagian dan
induksi terlebih dahulu dengan pitosin drip atau dilatasi dengan ostium uteri intenum

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 33


3) Plasenta previa marginalis - Tepi plasenta berada tepat Tabel 4 Penyebab Perdarahan Antepartum(5)
pada tepi ostium uteri internum
1. Solusio Plasenta 30 %
4) Plasenta letak rendah : - Plasenta berada 3 - 4 cm pada tepi 2. Plasenta Previa 32 %
ostium uteri internum(4,6,8,13,14). 3. Vasa Previa 0,1%
4. Inpartu Biasa l0 %
5. Kelainan Lokal 4%
Pengelolaan
6. Tidak diketahuisebabnya 23,9%
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya
perdarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa(7). Setiap
Tabel 5. Perbedaan Solusio Placenta daq Placenta Previa(5).
ibu yang dicurigai plasenta previa hams dikirim ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebe-
lum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali Solusio Plasenta Plasenta Previa
jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam Perdarahan – Merah tua s/d – Merah segar
atau tampon vagina, karena akan memperbanyak perdarahan coklat hitam
dan menyebabkan infeksi(4,6,11,15). – Terus menerus – Berulang
Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF < 2500 g: – Disertai nyen – Tidak nyeri
Uterus – Tegang, bagian janin – Tak tegang
• Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka bia- tak teraba
sanya penanganan konservatif sampai umur kehamilan aterm. – Nyeri tekan – Tak nyeri tekan
Penanganan berupa tirah baring, hematinik, antibiotika dan to- Syok/Anemia – Lebih sering – Jarang
kolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tak ada perdarahan pasien – Tidak sesuai dengan – Sesuai dengan
jumlah darah yang jumlah darah yang
mobilisasi bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tak ada keluar keluar
perdarahan pasien boleh pulang. Pasien dianjurkan agar tidak Fetus – 40% fetus sudah mati – Biasanya fetus hidup
coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika terjadi – Tidak disertai – Disertai kelainan
perdarahan. Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang di- kelainan letak letak
Pemeriksaan – Ketuban menonjol – Teraba plasenta
diagnosis plasenta previa dengan USG namun tidak mengalami dalam walaupun tidak his atau perabaan
perdarahan(5,6,7). fornik ada bantalan
• Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan antara bagian janin
ibu dan janin maka dilakukan resusitasi cairan dan penanganan dengan jari pemeriksaan
secara aktif(7,11).
Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF ≥ 2500 g
maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri Dalam klinik, solusio plasenta dibagi menjadi 3:
kehamilan, baik secara pervagina/perabdominal. Persalinan a) Ringan
pervagina diindikasikan pada plasentaprevia marginalis, plasenta Bila perdarahan kurang dan 100 - 200 ml, uterus tidak
previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pem- tegang, terlepasnya plasenta <1/6, fibrinogen ≥ 250 mg%.
bukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perda- b) Sedang
rahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban agar Bila perdarahan ≥ 200 m1 uterus tegang, presyok, gawat
bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan janin, pelepasan plasenta 1/4 - 2,3 bagian, fibrinogen 120 - 150
plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan mg %.
pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan c) Berat
seksio sesar(4,6,7,13). Bila uterus tegang, syok, janin telah mati, plasenta lepas
Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta 2/3 sampai se1uruhnya(7).
previa totalis baik janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis Namun demikian, sifat perdarahan pada solusio ptasenta
dimana perbukaan <4 cm atau servik belum matang, plasenta sangat bervariasi. Perdarahan dapat banyak, sedikit atau ber-
previa dengan perdarahan yang banyak dan plasenta previa ulang, perdarahan dapat pula terselubung bahkan dapat juga
dengan gawat janin(6,13). Penentuan jenis plasenta previa dapat regresi.Gejala yang kadang ringan menyebabkan kesulitan dalam
dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekutum diagnosis pasti solusio otasenta pada pemeriksaan antenatal.
di kamar operasi(5). Pemeriksaan USG tidak selalu memberikan gambaran yang
Komplikasi ibu yang sering terjadi adalah perdarahan post jelas. Namun 50% pasien mempunyai tanda dan gejala yang
partum dan syok karena kurang kuatnya kontraksi segmen cukup jelas untuk didiagnosis solusio p1asenta(5).
bawah rahim, infeksi dan trauma dan uterus/servik(5,7). Kom- Pasien yang mempunyai risiko mengalami solusio plasenta
plikasi bayi yang sering terjadi adalah prematuritas dengan adalah : primitua, multi-paritas, tali pusat pendek, trauma, hi-
angka kematian ± 5%(5). pertensi, pereklamsi/eklamasi, riwayat obstetri jelek, merokok
dan riwayat perdarahan pada trimester I dan II(4,5,8,14). Hipertensi
SOLUSIO PLASENTA merupakan penyebab tersering terjadinya solusioplasenta (47%),
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya kemungkinan solusio plasenta pada kehamilan selanjutnya ada-
normal pada fundus/korpus uteri sebelum janin lahir(3,4,14,15). lah 10%(5).

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Pengelolaan Pemeriksaan spekulum berguna untuk mendeteksi adanya ke-
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirujuk lainan lokal pada saluran genital bagian bawah. Jika dalam
ke spesialis karena memerlukan monitoring yang lengkap baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang tidak dapat di-
dalam kehamilan maupun persalinan(5). tentukan diagnosisnya, dan perdarahan minimal maka pasien
Bila umur kehamilan <37 minggu/TBF < 2500 g : dapat dikelola sebagai pasien rawat jalan dengan pemeriksaan
• Solusio plasenta ringan maka pengelolaan konservatif antenatal biasa. Perdarahan akibat solusio plasenta berhubungan
meliputi tirah baring, sedatif, mengatasi anemia, monitoring erat dengan angka kematian bayi dan mempunyai risiko 3 kali
keadaan janin dengan kardiotokografi dan USG serta menunggu lebih tinggi untuk terjadinya prematuritas dan pertumbuhan janin
persalinan spontan. yang terhambat.
• Pada solusio plasenta sedang dan berat atau solusio plasenta
KEPUSTAKAAN
ringan yang memburuk, jika persalinan diperkirakan < 6 jam,
diusahakan partus pervaginadengan amniotomi dan pitosin drip. 1. Nardho Gunawan. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI dalam upaya
Seksio sesar diindikasikan bila persalinan diperkirakan > 6 menurunkan kematian maternal. Simposium Kemajuan Pelayanan Obstetri
jam(4,6,7). 1. Semarang : l3adan Penerbit UNDIP, 1993; 1-2.
2. Soejoenoes A. Morbiditas maternal dan perinatal. Pelatihan Gawat Darurat
Bila umur kehamilan ≥ 37 minggu/TBF ≥ 2500 g seksio Perinatal. Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 1991; 1-4.
sesar diindikasikan jika persalinan pervagina diperkirakan ber- 3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung.
langsung lama baik pada solusio plasenta ringan, sedang maupun Obstetri Patologi. Bandung: Elstar offset, 1982; 110-27.
berat. Pasien dengan solusio plasenta sedang/berat, tranfusi 4. Mochtar BA, Praptohardjo U. Kedaruratan dalam kebidanaan karena
perdarahan. Simposium Kemajuan Obstetri II. Semarang: Balai penerbit
darah atau resusitasi cairan hendaknya dilakukan terlebih dahulu UNDIP, 1994; 9-13.
sebelum tindakan obstetri. Ketuban dapat segera dipecah tanpa 5. Granger K, Pattison N. Vaginal Bleeding in Pregnancy. J, Obst & Gynaec
memperdulikan apakah persalinan pervagina atau perabdominal 1994; 20: 14-6.
untuk mengurangi regangan uterus(5,6,7). 6. Rambulangi J. Penatalalcsanaan Perdarahan Antepartum. Dexamedia1995;
8:21-3.
Komplikasi solusi plasenta pada ibu biasanya berhubungan 7. PB. POGl, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian 1,
dengan banyaknya darah yang hilang. gangguan pembekuan Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1991; 9-13.
darah, infeksi, gagal ginjal akut, perdarahan post partum yang 8. Mochtar R. Sinopsis Obstetri 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
disebabkan atonia uteri atau uterus couvelaire, reaksi transfusi 1990; 296-322.
9. Hayashi RH, Castillo MS. Bleeding in Pregnancy. In : Knuppel RA,
serta syok neurogenik oleh karena kesakitan(5,7,9,13). Drukker JA. High risk pregnancy. Philadelphia: WB Saunders Co. 1986;
Komplikasi pada janin berupa asfiksi, berat bayi lahir 419-39.
rendah, prematuritas dan infeksi. Disamping itu bayi yang lahir 10. Martohusodo S. Kompedium Patologi Kebidanan, Edisi Ill. Bandung:
hidup dengan riwayat solusio plasenta mempunyai risiko 7 x Daya Praza Press, 1997; 29-43.
11. Heller L. Emergencies in Gynaecology and Obstetrics. diterjemahkan oleh
lebih sering mengalami cerebral palsy yang mungkin dise- Mochaznad Martoprawiro dan Adji Dharma. Gawat Darurat Ginekologi
babkan anoksia dan komplikasi dan syok(5). dan Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988; 25-9.
12. Sibuea 0. Penanganan Kasus Perdarahan Hamil Muda. Cermin Dunia
KESIMPULAN Kedokteran 1992; 80: 64-8.
13. Klapholz H. Placenta Previa.. In: Friedman EA, Acker DB, Sachs BP,
Semua wanita dengan perdarahan pervagina selama ke- Obstetrical Decision Making,2 nd ed. Philadelphia: BC Decker mc, 1987;
hamilan seyogyanya ditangani oleh spesialis. Peranan USG 88-9.
dalam menunjang diagnosis sangat diperlukan. Pemeriksaan Hb 14. Sumapraja S. PerdarahanAntepartum. Dalam: PrawirohardjoS,Wiknjosas-
(hemoglobin) harus dilakukan untuk mengetahui beratnya anemi tro H, Sumapraja S. Saifuddin AlL Ilmu Kebidanana Edisi 11. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1986; 323-49.
dan perdarahan yang terjadi. Pemeriksaan fibrinogen perlu 15. Soeharsono. Perdarahan Antepartum. Pelatihan Gawat Darurat Perinatal.
dilakukan bagi kasus missed abortion dan solusio plasenta. Semarang: BadanPenerbit UNDIP, 1991; 5-11.

Silence is confession

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 35


ULASAN

Terapi Imun pada Kasus Abortus


Spontan
Interaksi Fetomaternal Dipandang dari Sudut
Imunologi
Paul Zakaria daGomez, MS. (imunologi)
Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta

Fetus terdiri dari antigen (Ag) asing bagi ibunya; wajar bila kehamilan trimester pertama sering menunjukkan gambaran
timbul reaksi penolakan terhadap Ag asing. Dari sudut imuno- infiltrasi limfosit ke villi dan decidua. Gambaran tersebut serupa
logi, abortus adalah reaksi tubuh ibu menolak fetus sebagai Ag dengan reaksi penolakan graft baik karena mekanisme sel efek-
asing. Yang menjadi pertanyaan ialah mengapa Ag asing ter tor spesifik maupun non-spesifik.
sebut dapat bertahan selama ± 9 bulan. Mekanisme apa yang Setiap tahap kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan
menghambat proses penolakan tersebut dan apakah proses per- fetus tergantung pada daya reaksi sel efektor ibu menolak graft
salman adalah suatu proses penolakan fetus karena mekanisme (fetus) yang dianggap asing oleh sistem imun ibu. Kelangsungan
yang menghambat proses penolakan lepas kontrol. kehamilan tergantung apakah: (1) sistem imun ibu tidak meng-
Fertilisasi adalah proses fusi membran spermatozoa dan identifikasi dan mendeteksi fetus sebagai benda asing; (2) tidak
oosit. Pada proses ini Ag membran spermatozoa masuk ke dalam terjadi akumulasi sel efektor di tempat implantasi; (3) me-
oosit menyatu membentuk membran zygote. Hasil pembuahan kanisme sel efektor ibu gagal menghancurkan fetus; (4) ter-
itu membawa dan mengekspresikan HLA suami di permukaan ciptanya suatu lingkungan yang melindungi dan aktif menekan
zygote dan bersifat sebagai Ag asing bagi ibunya. Ag permuka- sel efektor kekebalan spesifik maupun non-spesifik ibu oleh sel
an sel fetus yang lainnya merupakan Ag organ-spesifik dan Ag ibu sendiri maupun oleh sel fetus atau akibat interaksi keduanya
embrional (oncoferal).Sistem imun wanita hamil dapat mengenal dan (5) peningkatan kadar estrogen dan progesteron pada keha-
dan berespons terhadap Ag-Ag tersebut, misalnya dapat be- milan merupakan salah satu faktor penekan sel efektor ibu
respons menolak hasil kehamilan (embrio). Penelitian mem- dalam sistem imun spesifik dan non-spesifik.
buktikan bahwa sel efektor kekebalan berperan menyebabkan Pengetahuan mengenai interaksi feto-maternal terutama
abortus spontan. Misalnya sel sistem imun non-spesifik ibu berasal dari hasil pengamatan pada tikus dan binatang percoba-
seperti sel natural killer (NK), sel lymphokine-activated killer an lainnya sebabjaringan intrauterus manusiapada masa peri dan
(LAK), dan makrofag dapat mengenal jaringan embrio primitif pasca implantasi tidak boleh diintervensi (cacat?). Interaksi feto-
dan sel tumor lainnya sebagai Ag asing. maternal pada manusia tidak selalu sama dengan pada tikus,
Sebagian serum wanita dengan riwayat abortus, tidak me- tetapi pada pengamatan kinetik perkembangan fetus tikus hasil
ngandung faktor serum pem-blok reaksi limfosit istri terhadap perkawinan dengan tikus yang sama spesies tetapi genetik tidak
plasenta dan terhadap Ag leukosit suami. Wanita tersebut bila identik, ternyata fetus pasca implantasi usia empat hari sama
diimunisasi dengan limfosit suaminya akan merangsang pem- dengan embrio manusiausia 16-18 hari pasca implantasi (atau
bentukan blocking antibody yang berfungsi mencegah abortus. sama dengan usia kehainilan 4-5 minggu, karena pada manusia
In vitro, pada jaringan kehamilan buatan hasil pembuahan oosit hari pertama menstruasi terakhir terhitung sebagai masa keha-
wanita dengan riwayat abortus spontan dengan spermatozoa milan dan diasumsi siklus menstruasi adalah 4 minggu). Tikus
suaminya, menunjukkan infiltrasi sel-sel mononukleus ibu ke yang gagal bunting setelah 4 hari pasca implantasi sama dengan
embrionya. Hasil patologi anatomi jaringan abortus spontan manusia yang abortus pada trimester I.

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


UNIT FETUS-TROFOBLAS MERUPAKAN DUA GRAFT Hanya cyrotrophoblastmengekspresikan MHC dan kontak dengan
YANG TERPISAH decidua dan darah ibu, tetapi yang diekspresikan adalah MHC
Perkembangan blastocyst di tempat implantasi terdiri dari yang telah dimodifikasikan. MHC kelas II tidak ditemukan pada
bagian dalam, suatu massa sel yang merupakan bakal fetus dan kedua sel trofoblas pada semua stadium kehamilan.
bagian luar, lapisan trofoblas yang akan menjadi plasenta di Jaringan trofoblas tidak mudah dihancurkan oleh sel CTL
permukaanfeto-maternal. Jaringan fetus dan trofoblas tampak dan resisten terhadap reaksi penolakan oleh mekanisme sel
sebagai dua graft hasil pembuahan yang terpisah. Jadi Ag fetus imun efektor terhadap Ag spesifik. Keadaan yang sama juga
maupun Ag trofoblas dapat merangsang respons imun ibu. terjadi pada neoptasma trofoblas gestasionat karena semua sel
trofoblas mengandung gen suami dan tidak mampu ditotak oleh
RESPONS IMUN IBU TERHADAP Ag FETUS sistem imun wanita sekalipun mengekspresikan banyak human
Sifat jaringan fetus adalah imunogenik yang dapat dikenal leucocyre antigen (HLA) suami. Jaringan trofobtas sensitif ter-
dan ditolak oleh sistem imun ibu walaupun sedang hamil karena hadap sel efektor nonspesifik tertentu yang secara setektif ber-
terjadi kontak antara sel fetus dan sel sistem lymphomyeloid ibu. fungsi dalam sistem surveitans untuk memusnahkan sel primitif
Ada satu fenomena menarik yaitu bila fetus binatang pengerat seperti sel tumor dan sel embrional. Di antara sel efektor tersebut
ditransplantasi ke paha binatang pengerat bunting akan ditolak, terdapat sel-sel yang bisa membunuh sel trofoblas seperti makro-
tetapi bila ditransplantasi ke uterusnya tidak ditolak. fag dan LAK. Keduanya memitiki mekanisme pengenalan pri-
Kehamilan interspesies seperti antara kambing-domba dan mitif (primirive recognition mechanism) tetapi tidak mempunyai
transfer enibrio keledai ke kuda selalu gagal karena fetus di- memori terhadap Ag yang pernah terpapar. Cara makrofag mem-
infiltrasi sel mononuklear ibu (host). Makin sering dibuat ke- bunuh sasanan adalah dengan bantuan enzim dan peroxida.
hamilan interspesies makin sering terjadi abortus karena ada Makrofag juga menghasilkan sitokin tumor necrosis factor α
immunologic memory. Transfer blastocyst Mus caroli ke dalam (TNF-α), yang menyebabkan trombosis dan interleukin 2 (IL-2),
uterus Mus musculus (resipien) selalu gagal karena fetus Mus meningkatkan sitotoksik sel efektor imun non-spesifik terhadap
caroli pasca implantasi diinfiltrasi oleh sel limfosit T sitotoksik trofoblas
(sel-Tc atau CTL) resipien dan kemudian diresorbsi ke lapisan TNF-α berperan merusak trofobtas karena sel trofoblas
trofoblas fetus. Keadaan tersebut juga sering terjadi pada abortus mempunyai reseptor TNF-α dan TNF-α dapat menghancurkan
spontan yang tanpa embryonic sac. Limfosit ibu jarang meng- sel plasenta yang terdiri dari sel trofobtas.TNF- α juga menarik
infiltrasi fetus dan membentuk barrier di permukaan feto-mater- makrofag dan limfosit polymorphonucleated (PMN) ke tempat
nal sehingga efektif memblok masuknya sel-sel ibu yang lain. tersebut dan merangsang sel-sel itu membebaskan enzim peng-
hancur dan radikal peroxida toksik yang menghancurkan semua
RESPONS IMUN IBU TERHADAP Ag TROFOBLAS sel TNF-α dan IL-2, juga mengaktivasi sel LAK. Tempat TNF-
Saat implantasi blastocyst adalah proses invasi hasil pem- α dihasilkan turut berperan dalam proses abortus karena TNF-
buahan ke dalam endometrium, proses itu mirip dengan suatu α dapat metisiskan trofoblas.
invasi tumor lokal. Sel-sel trofoblas menginvasi endometrium Penolakan fetus disebabkan oleh mekanisme graft-rejection
dan membentuk massa yang menyatu, tanpa bentuk (amorphous) terhadap Ag spesifik maupun Ag non-spesifik langsung terhadap
dan berinti banyak (multinucleated) disebut syncytium. Sel-sel sel trofoblas dan menyumbat(trombosis) pembuluh darah yang
syncytiotrophoblast itu berasal dari lapisan trofoblas sebelah menyatunkan makanan ke tempat itu; suatu kehamilan akan
dalam yaitu sel cytotrophoblast. Jadi trofoblas terdiri dan dua berhasil bila bisa menghambat sistem imun Ag-spesifik dan Ag
lapisan sel berbeda yaitu sel syncytiotrophoblast yang menyatu non-spesifik. Teori lain mengemukakan tentang peranan
dengan jaringan decidua ibu dan sel cyrotrophoblast, merupakan prostagtandin (PG) dan faktor pertumbuhan (growth factors) di
lapisan dalam dan menutupi pembuluh darah fetal seperti tampak tempat implantasi.
pada villi plasenta. Karena invasi procesus trofoblas maka pem-
buluh darah ibu berbentuk lacunae. Akibatnya darah ibu lang- MEKANISME PERTAHANAN UNTUK MELINDUNGI
sung membasahi lapisan syncyriorrophoblast, tetapi darah fetal UNIT FETAL PLACENTAL
terpisah dan sel trofoblas oleh sel endothelium pembuluh darah Proses decidualisasi endometrium bertujuan mempersiap-
fetus dalam ruangan intervillous. Perkembangan selanjutnya, kan lingkungan yang memadai dalam rahim sehingga mampu
cytotrophoblast berada di luar villi dan terkait pada plasenta memberikan nutrisi optimal bagi hasil konsepsi. Juga decidua
dan langsung kontak dengan decidua. berperan penting pada proses graft rejection. Allograft dalam
Jaringan trofoblas fetus adalah unik karena dalam perkem- endometnium yang telah dipengaruhi oleh hormonal atau
bangannya juga mengandung materi genetik suami. Penelitian endometrium binatang yang bunting akan berimplantasi dan
imunotogi membuktikan bahwa sel syncytiotrophoblast tidak survivat lebih lama-dibandingkan bila ditempatkan pada jaring-
mengekspresikan MHC kelas I. Tetapi pada sel trofoblas ada Ag an nonuterus. Pada binatang yang belum disensitisasi, graft kutit
spesifik TA-1 dan TA-2. Sel cyrorrophoblast mengekspresikan bila ditranspantasi ke endometrium segera ditotak. Sebaliknya,
MHC kelas I yang telah dimodifikasikan.Pada masa awal plasen- bita graft ditranspantasi ke chorion-decidua junction tikus bun-
tasi, sel-sel ini juga menginvasi maternal spiral arterioles pada ting hasil perkawinan antara tikus yang sama spesies tapi genetik
placental bed, hingga terjadi kontak langsung dengan darah ibu. berbeda ternyata tidak ditotak. Hal yang sama juga terjadi pada

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 37


binatang pejamu (host) yang imun. Diduga decidualisasi ber- hambat graft rejecton dan menyelamatkan fetus.
fungsi melindungi allograft pada host yang nonimun dengan Sel supresor non-T menglepaskan soluble factor yang
cara mencegah rangsangan pada sistem imun ibu. Chorion- menghambat berbagai mekanisme sel efektor spesifik maupun
decidua junction juga berfungsi mencegah perpindahan sel ibu non-spesifik. Soluble factor ini menghambat perkembangan
ke fetus karena sel tersebut berfungsi sebagai sel sitotoksik CTL, aktivitas sel NK dan pembentukan sel LAK dengan cara
yang akan melisiskan graft. menghalangi aktivitas IL-2. Faktor tersebut juga menghambat
Pada kehamilan normal, sel-sel menekan imun bergerombol respons C mengaktivasi IL-3, menghambat fungsi sitotoksik
di sekitar tempat implantasi dan menyebar di antara sel decidua monosit dan makrofag dan membtok aktivitas sitotoksik TNF-α
membentuk suatu lapisan kompak. Para pakar umumnya ber- terhadap sel sasaran tertentu. Motekul larutan pensupresi imun
pendapat bahwa beberapa sel decidua tersebut berasal dari bone sangat lengket dan sering dihubungkan dengan berbagai zat
marrow, tetapi proporsi sel tersebut belum diketahui. Ada dua pembawa protein. Aktifitas faktor ini dinetralkan oleh antibodi
tipe sel supresor yang dapat diisolasi dan uterus yaitu: sel anti transforming growth factor β (TGF-β) yang aktivitasnya
supresor tipe I, yang hormone-dependent dan terdapat di endo- ialah menghambat sitokin yang membasmi berbagai sel efektor.
metrium dan sel supresor tipe II, yang trophoblast-dependent TGF- memblok mekanisme efektor sel imun spesifik maupun
dan terdapat di decidua pada masa awal kehamilan. non-spesifik yang menyerang unit fetus-trofoblas.
Di decidua juga terjadi mekanisme supresor sel efektor oleh
Sel-sel Supresor Endometrium
prostagtandin E (PGE Supresi yang dimediasi PGE terutama
Sel supresor baru yang diinduksi hormon telah berada dalam
jika terjadi disagregasi decidua dengan enzim, dengan teknik
uterus manusia maupun tikus dalam rangka mempersiapkan
tertentu bisa merusak decidua yang aktif memproduksi TGF-β
tempat terjadi implantasi. Sel tersebut berbentuk besar dan me-
tetapi membebaskan sel-sel yang menyerupai maknofag serta
nunjukkan marker Lyt-2 dan sel-T. Tetapi sel itu tidak seperti
memproduksi motekul supresor tipe PGE Progesteron me-
sel-T supresor (T8) kiasik,karena hanya ada di endometnium dan
nekan produksi PGE endometrium manusia pasca ovulasi dan
diaktivasi oleh hormon, bukan oleh Ag. Sel itu juga tidak bersifat
decidua pada awal kehamilan. Obat penghambat sintesis
Ag-spesifik dan tidak menglepaskan faktor pensupresi terlarut
prostagtandin pada manusia seperti acezylsalicylic acid dan obat
(soluble suppresor factors). Sel supresor ini bukan makrofag
anti-inflamasi non-steroid tidak menyebabkan abortus. In vitro,
karena tidak menunjukkan marker Mac-I. Aktivitas supresi sel
efek supresi sintesa prostaglandin oleh obat-obatan tersebut
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan menambah indometha-
adalah suatu antifak. Aktivitas faktor pensupresi yang dihasilkan
cm atau dengan pengobatan komplemen dan antibodi mono-
oleh sel supresi kecil tidak dapat dihilangkan dengan charcoal
klonal anti determinan permukaan makrofag.
aktif atau dinetralkan oleh antibodi anti-prostaglandin atau anti-
Sel supresor tersebut memblok sensitisasi meternal, se-
progesteron. Kenyataan ini menunjukkan bahwa faktor pen-
hingga menghambat respons pembentukan sel sitotoksik ter-
supresi itu tidak berhubungan dengan prostaglandin dan
hadap Ag non-MHC yang dihasilkan oleh sel pada awal kon-
progesteron.
sepsi. Ag tersebut berperan penting pada feto-maternal interface.
Pada binatang pengerat yang diimunisasi agar timbul respons
SEL SUPRESOR TROPHOBLAST-DEPENDENT DAN KE-
anti terhadap Ag in frekuensi keberhasilan hamilnya turun dan
SELAMATAN FETAL
ukuran fetusnya kecil karena diinfiltrasi oleh limfosit ibu me-
Beberapa wanita yang mengalami abortus, deciduanya pada
nyebabkan fetusnya diresorpsi spontan.
awal kehamilan tidak mempunyai aktivitas sel supresor. Men-
Lamanya aktivitas sel supresor besar biasanya hanya singkat
jelang abortus spontan, terjadi defisiensi mononukleus yang sito-
saja karena efek supresi tersebut menyebabkan kehamilan dapat
plasmanya bergranula pada placental bed. Defisiensi aktivitas
berlangsung terus dan sel itu kemudian diganti dengan sel supre-
sel supresor di sekitar tempat implantasi menyebabkan fetus
sor trophoblast-dependent. Jadi pergantian jenis sel supresor di
ditolak oleh ibunya, hal itu menunjukkan kegagatan trofoblas
endometrium terjadinya tahap demi tahap dan setiap tahan hanya
dan kematian fetus bukan karena sebab yang non-spesifik.
bersifat sementara (transient) dan berfungsi mempertahankan
Pada kehamilan normal terdapat aktivitas sel NK, sel
kelangsungan hidup fetus.
natural sitotoksik dan sel-sel yang menyerupai makrofag yang
Sel supresor decidual (trophoblast-dependent) secara imunologis ikut menentukan keselamatan fetus (terutama
Pada masa awal pasca implantasi tikus, sel supresor besar di bila kemampuan trofobtas ibu mengaktivasi sel supresor subnor-
endometrium diganti oleh sel supresor kecil yang sitoplasmanya mal). Keseimbangan antara aktivitas sel supresor trophoblast-
bergranula dan terdapat dalam decidua. Sel-sel baru ini tidak dependent dan tingkat intensitas aktivitas sel efektor ibu pada
mempunyai marker konvensionat sel-T dan makrofag, tetapi masa pasca implantasi sangat menentukan apakah suatu implan
mempunyai reseptor Fc untuk IgG (FcIgGR). Mekanisme aktivi- baru hasil konsepsi akan berhasil atau ditolak. Keseimbangan
tas sel supresor kecil tergantung pada signal trofoblas. Tempat ideal ini dapat dipersiapkan pada masa mendatang dengan cara
aktivitas sel itu hanya di sekitar implantasi dalam uterus karena imunisasi, terutama kepada yang berbakat abortus. Imunisasi
sel supresor kecil tidak aktif selain di dalam uterus hamil. dilakukan dengan sel allogenik yang mengandung Ag suami
Lokalisasi sel supresor trophoblast-dependent dan adanya sel karena akan merangsang respons imun spesifik membtok Ag
supresor kecil dalam ptasenta diduga sehubungan dengan saat suami pada trofobtas. Efeknya tidak membahayakan tetapi
terbentuknya chorion-decidua junction yang berfungsi meng- malah membantu proses implantasi.

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


TERAPI-IMUN UNTUK ABORTUS SPONTAN BER- Tabel 1. Data keberhasilan hamil setelah terapi-imun
ULANG
Imunisasi dengan Berhasil hamil
Tujuannya ialah mencegah abortus spontan dengan cara
ibu diimunisasi dengan Ag suami sehingga merangsang respons % Range
ibu. Perlindungan terhadap abortus dimediasi oleh soluble factor Limfosit suanri 77 63-85
Limfosit donor 80 72-83
Ag-spesifik yang meningkatkan aktivitas supresor di tempat
Plasebo atau tidak diimunisasi 31 25-37
implantasi. Kuda yang diimunisasi dengan limfosit keledai
ternyata efektif karena dapat menerima fetus keledai yang di-
transfer. Penelitian pada beberapa wanita dengan riwayat abortus [TLC] Ag) adalah penting. Beberapa Ag trofoblas merupakan
spontan berulang yang tidak diketahui penyebabnya dan serum- bagian dari Ag limfosit; banyaknya tergantung jumlah sasaran
nya tidak mengandung antibodi anti-sitotoksik terhadap Ag- dan jenis limfokin yang dilepaskan atau responsnya terhadap
suami, bila diimunisasi dengan limfosit suami atau donor pihak sel allogenik diukur dalam reaksi mixed lymphocyte culture. Ag
ke tiga lainnya akan mengurangi kemungkinan terjadinya abor- TLX adalah polimorfik dan adanya Ag TLX pertama diidenti-
tus spontan. fikasi pada reaksi sitotoksik antara serum kelinci anti-microvilli
Alasan imunisasi sebagai pengobatan abortus spontan ber- syncytiotrophoblast manusia dan peripheral blood lymphocyte
ulang ialah untuk mencegah reaksi penolakan hasil konsepsi (PBL); ke dua, elektroforesis larutan PBL dan membran trofo-
dengan cara merangsang produksi soluble factor yang memblok blas.
aktivitas limfosit istri menghancurkan trofoblas dan/atau Ag Antisera serum ketinci anti-microvilli syncytiotrophoblast
leukosit suami. Mekanisme kerja imunisasi secara tepat belum blast manusia juga sitotoksik terhadap PBL beberapa orang dan
diketahui. Mekanisme efek blocking yang dapat diamati in vitro, reaksi ini tidak berhubungan dengan tipe HLA donor. Karena
belum tentu in vivo juga demikian. Sebenarnya aktivitas blocking syncytiotrophoblast tidak mempunyai MHC, diduga sel trofo-
hanya berhubungan dengan suatu Ag lain dan tidak selalu ber- blas mempunyai MHC sendiri dan Ag ini dimanifestasikan juga
hubungan dengan efek klinis. Hal ini mungkin karena efek pada PBL sebagai Ag TLX. Diduga bila suami dan istri sama-
biologi antibodi lainnya langsung terhadap Ag trofoblas. Salah sama mempunyai Ag TLX sejenis maka hasil konsepsi tidak
satu keberhasilan imunisasi ialah meningkatkan aktivitas sel antigenik dan tidak merangsang respons imun. istri. Imunisasi
supresor trophoblast-dependent lokal oleh soluble factor. Ka- dengan limfosit beberapa donor akan meningkatkan kemungki-
rena efek lokal antibodi dalam uterus ialah meningkatkan fungsi an merangsang respons proteksi blocking anti-TLX. Pada wanita
trofoblas. Mekanisme kedua, meningkatkan pertumbuhan tro- dengan bakat abortus spontan, tidak terdapat blocking anti-TLX.
fobtas seperti akibat peningkatan supresi oleh sel-sel yang di- Ada beberapa masalah sehubungan dengan teori Ag TLX
aktivasi oleh TNF-α seperti tampak pada peningkatan aktivitas karena TLX merangsang respons imun anti-TLX (baik oleh
decidua pada saat akan terjadi abortus. suami maupun istri) yang menyerupai reaksi autoimun. Misal-
Suatu penelitian metode percobaan terkontrol acak (ran- nya, istri akan mensintesis Ab anti-TLX suami dan fetus dan
domized controlled trial) tentang keberhasilan hamil setelah sekaligus juga mensintesis Ab anti-limfosit sendin yang meng-
diimunisasi dengan limfosit manusia, ternyata persentase keber- ekspresi Ag sejenis. Jika Ag TLX bukan sharing maka ke-
hasilan imunisasi dengan limfosit suami lebih tinggi (77%) mungkinan sel suami dan fetus tidak mempunyai semua deter-
dibandingkan dengan kelompok kontrol (31%). Nilai “penyem- minan Ag yang penting seperti pada kompleks Ag istri. Tam-
buhan” tanpa imunisasi, rendah (range 25%–37%, rata-rata paknya Ag tersebut asing bagi istri, tetapi tidak cukup untuk
31%). Nilai ini jauh lebih rendah daripada abortus habitualis memancing respons imun intrauterin. Misalnya karena Ag TLX
yang ditemukan pada studi epidemiologi. Hal ini menunjukkan suami. Jika ada defek respons imun, dapat diatasi dengan me-
bahwa wanita dengan abortus habitualis yang tidak diketahui nambah efek penolong, kecuali suami TLX-homozigot biasanya
penyebabnya dan tidak diimunisasi, berbakat terjadinya abortus memiliki sharing Ag bersama-sama partnernya.
berulang lagi. Hingga kini para pakar belum sepakat tentang sumber limfosit
terbaik untuk imunisasi. Apalagi diketahui bahwa 70%-75
wanita yang mengalami kegagalan setelah imunisasi dengan
ASAL LIMFOSIT UNTUK IMUNISASI limfosit suami, kemudian berhasil hamil setelah diimunisasi
Di banyak pusat penelitian, wanita berbakat abortus spontan dengan sepertiga bagian limfosit donor. Juga diamati bahwa wa-
berulang diimunisasi dengan limfosit suami dengan tujuan me- nita yang abortus dengan satu partner ternyata bisa hamil dengan
rangsang respons imun anti-Ag-suanii yang berfungsi melin- partner lainnya.Risiko imunisasi dengan sepertiga bagian limfosit
dungi hasil konsepsi dan pengrusakan oieh reaksi graft rejection donor adalah terjadinya transmisi virus, akibatnya limfosit donor
istri. Di beberapa pusat lainnya, limfosit beberapa donor yang jarang dipakai. Sebagai tambahan, Ag eritrosit dan trombosit
sehat dikumpulkan sebagai bahan imunisasi. Ternyata dengan (sering mengkontaminasi sediaan limfosit) lebih efisien men-
cara pooling, persentase keberhasilan lebih tinggi danipada sentitisasi istri.
menggunakan limfosit suami saja (Tabel 1).
Logika yang mendasari imunisasi ini adalah secara teori Dosis sel untuk imunisasi
diketahui proses pengenalan allogenik terhadap Ag asing pada Tingkat keberhasilan imunisasi tergantung dari dosis sel
trofoblas dan limfosit (trophoblast-lymphocyte cross reactive yang diberikan. Dosis optimal untuk berhasil belum diketahui,

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 39


tetapi lazim diberikan 100 juta sel/imunisasi karena makin ren- terapi-imun yaitu fetusnya akan mengalami intrauterine growth
dah dosis sel ternyata tingkat keberhasilan menurun. retardation (IUGR) Pada pasangan dengan riwayat abortus
Di banyak pusat, dosis imunisasi tersebut diulang sesuai spontan berulang biasanya IUGR adalah inheren dan IUGR
dengan jadual interval tertentu (tiap pusat bervariasi) selama biasanya berhubungan dengan dosis imunisasi relatif rendah
belum terjadi konsepsi. Frekuensi suntikan ditentukan oleh hasil Jika dosis sel lebih tinggi, tidak terjadi IUGR. Banyak peneliti
uji pusat serum terhadap adanya antibodi sitotoksik anti-limfosit melaporkan bahwa terapi-imun biasanya disertai kelahirar
suami atau donor.Meski tes ini tidak selalu berhasil meramal normal dan bayinya sehat. Perkembangan fisik bayi, pada tahun
dengan baik, tetapi tingkat keberhasilan hamil lebih tinggi pada pertama kehidupan dalam batas normal dan perkembangan
wanita yang diimunisasi dan yang mensintesis Ab anti-sel suami. imunologiknya tidak berubah.
Pusat yang menggunakan limfosit donor, imunisasi ulangan
biasanya diberikan sanipai segera dikonfirmasi hamil, selanjut-
nya imunisasi dilanjutkan sesuai interval regular hingga ke-
KEPUSTAKAAN
hamilan semester ke dua.
1. Chaouat G. ed. The Immunology of the Fetus. 2nded. Boca R Fla. CRC
Interval antara imunisasi dan konsepsi Press; 1993.
Prognosis dipengaruhi oleh interval waktu imunisasi dan 2. Clark DA. Controversies in reproductive immunology. Crit Rev Immune
terjadinya konsepsi. Yang diharapkan ialah terjadi konsepsi 1991; 11:215–47.
3. Daya S. Clark DA. Pregnancy and the fetel-maternali relationship. Dalam:
segera setelah imunisasi. Makin lama jangka waktu (> 47–80 Sigal LH, Ron Y. (ed). Immunology and Inflammation Basic mechanism
hari) antara mulai imunisasi dan konsepsi, makin besar and clinical consequences. New York: McGraw-Hill, Inc., 1994: 547-62.
kemungkinan terjadi abortus. 4. Edwards RG. Coombs RRA. Immunological interactions between other
and fetus. Daiam: GeII PGH, , Coombs RRA, Lachmann PJ., eds. Clinics
Aspects of Immunology 3rd ed. Oxford Blackwell Scientific Publicatiom,
KEMUNGKUNAN RISIKO TERAPI-IMUN 1975: 561–98.
Efek imunisasi dalam jangka pendek, segera timbul gatal- 5. Findley WE, Gibbons WE. Mouse pm-embryo culture as an evaluation for
gatal (pruritus) setempat dan kadang-kadang timbul kemarahan human pie-embryo requirements. Daiam: Keel BA, Webster SW. (eds).
(erythema) dan edema (swelling) di sekitar tempat suntikan. CR1 Handbook of the laboratory diagnosis and treatment of infertility.
Boca Raton, CRC Press. 1990: 329-44.
Biasanya terjadi pigmentasi kulit karena kontaminasi eritrosit 6. Gleicher N. ed. Principles and Practice of Medical Therapy in Pregnanci.
pada sediaan limfosit. Secara teoritis ada risiko akibat sensitisasi Norwalk, Conn.: Appleton & Lange; 1992.
Ag erotrosit. Wanita Rh (–) sebaiknya diberikan pencegahan 7. Gleicher N. ed. Reproductive Immunology. Immunology and Allergy Clin-
dengan suntikan Ig anti-Rh pada saat imunisasi. Sampai kini ics of North America, vol. 10, no. I. Philadelphia: Saunders; 1990.
8. Veeck LL. The morphological assessment of human oocytci and early
belum pernah dilaporkan kasus kecacatan akibat sensitisasi concepti. Dalam: Keel BA, Webster BW. (eds). CFC Handbook of the
dengan Ag Rh. laboratory diagnosis and treatment of infertility. Boca Raton, CRC Press,
Beberapa penulis mengkhawatirkan kemungkinan akibat 1990: 354–69.

The Safest place of refuge for every man is his own home
(Coke)

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


HASIL PENELITIAN

Pengaruh Umur pada Hasil Terapi


Limfoma Non Hodgkin

Soebandiri
Seksi Hematologi dan Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Rumah Sakit Dr Sutomo, Surabaya

ABSTRAK

Telah diteliti catatan medik penderita-penderita Limfoma Non Hodgkin (LNH) jenis
Diffuse Lymphocytic Poorly Differentiated (DLPD) yang mendapat terapi kombinasi
Cyclophosphamide, Hydroxydaunorubicine, Oncovin dan Prednison (CHOP), yang
dirawat di Seksi Hematologi dan Onkologi Medik bagian/UPF Penyakit Dalam FK Unair/
RS Dr Sutomo di Surabaya antara 1 Januari 1986 s/d 31 Desember 1994 (9 tahun).
Diteliti apakah ada pengaruh umur pada hasil terapi baik dilihat dan “pengecilan
tumor” maupun dilihat dan kemampuan untuk terus berobat (observed survival). Manfaat
penelitian ini adalah untuk dapat menentukan prognosis. Selama 9 tahun itu terkumpul
22 penderita LNH jenis DLPD yang mendapat terapi CHOP dengan sebaran umur antara
17–74 tahun, umur median 49 tahun. Penderita kemudian dibagi menjadi 2 kelompok.
Kelompok A adalah mereka yang berumur di bawah 49 tahun (golongan umur tua).
Hasil terapi kedua kelompok dibandingkan, ternyata: 1. Dilihat dari pengecilan tumornya:
CR-rate golongan A = CR-rate golongan B, Remission Rate golongan A sedikit lebih
tinggi daripada golongan B (91% vs 81%), namun secara statistik tidak berbeda ber-
makna. 2. Dilihat dari kemampuan berobat terus menerus (observed survival) rata-rata
golongan A (muda) sedikit lebih lama daripada golongan B (tua) (6,1 vs 4,7 bulan),
namun secara statistik juga tidak berbeda bermakna. Jadi perlu penelitian lebih lanjut
dengan sampel yang lebih besar dan menggunakan kemampuan hidup yang sebenarnya
(true survival).
Kesimpulan: Pada penelitian ini belum terbukti adanya pengaruh umur pada hasil
terapi pada LNH jenis DLPD dengan terapi CHOP dilihat dan pengecilan tumor maupun
kemampuan hidup (survival)nya, meskipun Remission Rate maupun observed survival
golongan umur muda agak lebih tinggi/lama daripada golongan umur tua.

PENDAHULUAN Evaluasi terhadap tumornya dapat segera dilakukan (1-2


Hasil terapi keganasan pada umumnya dan Limfoma Non bulan sesudah mulai terap tetapi evaluasi terhadap kemam-
Hodgkin khususnya dapat dilihat dan: a) Pengecilan tumornya puan hidup (survival) memerlukan follow up yang seringkali
yang dinyatakan dalam istilah-istilah complete remission (=CR), sampai jangka lama, serta penderita harus patuh berobat sesuai
partial remission (=PR), no change (=NC) dan progressive protokol pengobatan (compliant)(1).
disease (=PD). b) Dapat pula dilihat dan lamanya kemampuan Banyak faktor yang diperkirakan mempengaruhi hasil-hasil
hidup (survival) penderita. pengobatan penderita Limfoma Non Hodgkin antara lain: 1. jenis

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 41


histopatologi, 2. macam pengobatannya, 3. stadium penyakitnya, adalah 49 tahun, oleh karena itu golongan A adalah mereka yang
4. jenis kelamin dan 5. umur(2). berumur < 49 tahun, sedangkan golongan B adalah mereka yang
Penelitian ini bertujuan untuk mencari bukti hubungan berumur > 49 tahun (Tabel 1). Rasio jenis kelamin laki/wanita
antara umur dengan hasil terapi yang dilihat dan pengecilan golongan A adalah 9/2, sedangkan untuk golongan B adalah 8/3
tumor dan lamanya masa berobat penderita, untuk mengetahui (Tabel 2).
prognosis. Tabel 1. Data 22 penderita DLPD dengan terapi CHOP

BAHAN DAN CARA No. Nama Sex


Umur
Stadium hashl terapi
O.S
h/m
Bahan penelitian adalah catatan medik penderita-penderita (tahun) (bulan)
Limfona Non Hodgkin (LNH) yang dirawat di seksi Hematologi 1 Tn. BS L 17 38 CR 11,0 h
2 Tn. F L 25 3B CR 4,6 h
dan Onkologi Medik BagianIUPF Penyakit Dalam FK Unair/
3 Ny. L P 30 3A PR 1,3 h
RS Dr Sutomo di Surabaya, antara 1 Januani 1986 s/d 31 De- 4 Tn. P L 30 3B PR 6,5 h
sember 1994 (selama 9 tahun). 5 Tn. M L 37 1B PR 3,1 h
Dipilih penderita dengan jenis histopatologi yang sama 6 Tn. AK L 38 3B NC 70 m
7 Tn. S L 42 3B PR 4,7 h
yaitu yang terbanyak jenis Diffuse Lymphocytic Poorly Differen-
8 Tn. D L 42 3B CR 17,8 h
tiated (= DLPD) yang mendapat kemoterapi yang sama pula 9 Ny. Tu P 44 4B PR 27 h
yaitu kombinasi Cyclophosphamide, HydroxoDaunorubicin (= 10 Tn. L L 45 3A PR 2,7 h
Adriamycine), Oncovin (= Vincristine) dan Prednison (CHOP) 11 Tn. EP L 48 3A CR 6,0 h
yang merupakan pengobatan baku yang dianjurkan di RS Dr Umur median =49 tahun
12 Ny. M P 50 3B PR 1,2 m
Sutomo untuk jenis DLPD itu. Kemudian pendenita disusun me-
13 Tn. K L 50 3B CR 1,0 h
nurut umurnya. Umur median dipakai sebagai batas umur muda 14 Ny. M P 52 3B PR 3,0 h
dan tua. Kemudian penderita dibagi menjadi dua kelompok yaitu 15 Tn. M L 53 2B CR 3,8 h
kelompok A (kelompok umur di bawah median = kelompok 16 Tn. AS L 53 3B PR 3,3 h
17 Tn. ES L 54 2A NC 11,3 h
umur muda) dan kelompok B (kelompok umur di atas median =
18 Tn. MS L 57 2A PR 4,0 h
kelompok umur tua). 19 Tn. R L 60 2B CR 5,4 h
Penentuan stadium penyakit memakai kriteria Ann Arbor 20 Tn. MS L 64 2A PD 5,3 h
seperti yang lazimnya dipakai pada Limfoma Maligna. Histo- 21 Ny. P P 68 3B PR 8,1 h
22 Tn. A L 74 3B CR 4,7 h
patologi ditentukan oleh ahli patologi di bagian Patologi yang
selanjutnya kalau perlu diterjemahkan ke dalam klasifikasi Keterangan:
Rappaport. Hasil terapi terhadap tumornya dilihat dan angka- OS = Observed survival = lamanya berobat. h = hidup, m = mati
CR = Complete Remission = Remisi lengkap
angka Remisi Lengkap (Complete Remission = CR), Remisi PR = Partial Remission = Remisi parsial
Parsial (Partial Remission = PR), Penyakit Tetap (Stationary NC = No Change = Tanpa perubahan = Penyakit tetap
Disease = St.D = No Change = NC) dan Penyakit Progresif PD = Progressive Disease = Penyakit bertanzbah
(Progressive Disease = PD) sesuai kriteria yang lazim(3). L = laki-laki; P = perempuan
Penentuan kemampuan hidup (survival) yang sebenarnya Tabel 2. Data penderita yang diteliti
sebagai evaluasi hasil terapi, masih belum dapat dilakukan di
Golongan A (<49 tahun) B (>49 tahun) Uji statistik
Surabaya, oleh karena tidak adanya bagian follow up (Follow
Up Service) di RS Dr Sutomo dan tidak adanya kepatuhan Jumlah kasus 11 orang 11 orang
Umur (tahun)
(compliance) pada sebagian besar penderita yang berobat. Yang
– sebaran 17-48 50-74
dapat dinilai hanya apa yang disebut sebagai observed survival – median 49 49
(= OS) yaitu masa mulai penderita datang pertama kali sampai Persentase wanita 2/11 (18%) 3/11(27%) t.b
saat kontrol yang terakhir (= masa berobat penderita). Persentase stadium lanjut 10/11 (91%) 6/11 (55%) t.b
(III & IV)
Hasil terapi pada kedua kelompok umur tersebut diban-
Jenis histopatologi DLPD DLPD
dingkan. Untuk perbedaan dan ratio dipakai uji statistik X2 Jenis terapi CHOP CHOP
dengan koreksi Yates4 dan untuk perbedaan dari dua mean (=rata-
rata) dipakai uji statistik: test sampel kecil uji korelasi kemak- Keterangan : t.b. = tidak bermakna
naannya diuji dengan rumus-rumus korelasi yang lazim(4,5). Hasil terapi dapat dilihat pada Tabel 3.

HASIL PEMBAHASAN
Selama 9 tahun terkumpul 22 catatan medik penderita LNH Dari Tabel 2 terlihat bahwa persentase wanita pada pen-
jenis DLPD yang mendapat terapi CHOP dan datanya meme- derita tua (> 49 tahun) sedikit lebih tinggi daripada penderita
nuhi syarat. Penderita yang mendapat pengobatan kurang dari muda (<49 tahun) (27% vs 18%), namun perbedaan ini tidak
4 minggu, penderita yang tidak mendapat terapi CHOP dan bermakna secara statistik. Persentase stadium lanjut (st. III &
mendapat terapi lain, tidak diikutkan dalam penelitian ini. IV) golongan muda sedikit lebih tinggi daripada golongan umur
Umur pendenita berkisar antara 17–74 tahun, umur median tua (91% vs 55%) namun secara statistik perbedaan ini tidak

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Tabel 3. Hasil terapi pada 2 kelompok umur jenis DLPD yang mendapat -0,026; p > 0,10).
terapi CHOP
Jadi ada kecenderungan golongan umur muda hasil terapi
Kelompok A (<49 tahun) B (>49 tahun) Uji statistik (respons) terhadap tumor lebih baik daripada golongan umur
tua meskipun persentase stadium lanjut golongan muda sedikit
Jumlah kasus 11 11
Hasil terapi
lebih tinggi daripada golongan tua; demikian pula hasil terapi
a. Pengecilan tumor yang dilihat dan lamanya berobat (=OS), namun buktinya masih
– CR 4/11 (36%) 4/11 (36%) t.b. kurang kuat (tidak bermakna secara statistik).
– PR 6/11 (55%) 5/11 (45%) t.b.
– RR 10/11 (91%) 9/11 (81%) t.b.
– NC & PD 1/11 2/11 RINGKASAN
b. O.S. (bulan) : Telah diteliti catatan medik penderita-penderita LNH jenis
– sebaran 1,3 – 17,8 1,0 – 11,3 DLPD yang mendapat terapi kombinasi CHOP yang dirawat di
– rerata 6,13 4,65 Seksi Hematologi dan Onkologi Medik bagian Penyakit Dalam
– S.D. ± 4,70 ± 4,65
FK Unair/RS Dr Sutomo Surabaya mulai 1 Januani 1986 s/d 31
– korelasi umur & OS r = – 0,026 (p>0,10) t.b. Desember 1994 (9 tahun).
Diteliti apakah ada pengaruh umur pada hasil terapi baik
Keterangan: dilihat dan pengecilan tumornya maupun dilihat dari kemampuan
CR = Complete Remission rate
PR = Partial Remission rate
untuk terus berobat. Kemampuan untuk berobat secara terus
RR = Remission rate = CR + PR menerus disebut observed survival (kemampuan hidup selama
NC = No Change; PD = Progressive Disease masih dalam observasi).
0.S = Observed survival = lama masa bembat Selama 9 tahun itu terkumpul 22 penderita LNH jenis
tb. = tak berbeda bermakna secara statistik (p > 0,10)
DLPD yang mendapat terapi CHOP dengan sebaran umur
Catatan. antara 17 tahun - 74 tahun, umur median 49 tahun. Hasil terapi
Untuk hubungan OS dengan umur, uji statistik cara Wilcoxon-Gehan logrank pada kelompok umur di bawah 49 tahun (kelompok A)
test kurang tepat untuk dipakai karena “censored observation”nya ± 91%. dibandingkan dengan pada kelompok umur di atas 49 tahun
Cara ini dan cara dari Mantel Haenszel menghasilkan “tak berbeda bermakna”
yang sama. Untuk hubungan CR/PR dengan umur uji statistik cara Mann (kelompok B), ternyata:
Whitney rank sum U rest juga menghasilkan “tak berbeda bermakna” yang 1) Dilihat dari pengecilan tumor: CR-rate golongan A = CR
sama. rate golongan B; RR golongan A sedikit lebih tinggi daripada
golongan B namun secara statistik tidak berbeda bermakna.
bermakna. 2) Dilihat dan kemampuan berobat terus (observed survival)
Dari tabe1 3 terlihat bahwa hasil terapi yang dilihat dari golongan A sedikit lebih lama daripada golongan B namun
pengecilan tumornya angka CR adalah sama baik untuk golongan secara statistik juga tidak berbeda.
umur muda maupun golongan umur tua; namun angka RR go- Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih
longan umur muda sedikit lebih tinggi daripada golongan umur besar dan menggunakan kemampuan hidup (survival) yang
tua meskipun secara statistik perbedaan itu tidak bermakna. Jadi sebenar nya.
ada kecenderungan pada golongan umur muda respons terhadap
tumor lebih baik daripada golongan umur tua; meskipun per- KESIMPULAN
sentase stadium lanjut golongan umur muda sedikit lebih tinggi Pada penelitian ini belum terbukti adanya pengaruh umur
daripada golongan umur tua, namun perbedaannya tidak pada hasil terapi LNH jenis DLPD dengan terapi CHOP dilihat
bermakna secara statistik. dari pengecilan tumornya maupun kemampuan hidup (survival)-
Dilihat dari lamanya berobat (observed survival = OS) ter- nya.
nyata OS rata-rata golongan umur muda sedikit lebih tinggi
daripada golongan umur tua (6,1 bulan vs 4,6 bulan) namun
secara statistik tidak berbeda bermakna. Demikian pula pada
golongan umur muda persentase yang stadium lanjut lebih tinggi KEPUSTAKAAN
daripada golongan umur tua (91% vs 55%) namun secara statistik 1. Soebandiri. Terapi Medis kanker yang rasional. Pendidikan Kedokteran
perbedaan ini juga tidak bermakna. Jadi hanya dapat dikatakan Berkelanjutan ke IX llmu Penyakit Dalam. Surabaya 23 Juli 1994; hal 35.
bahwa ada kecenderungan pada golongan umur muda masa- 2. Lee OR et al. (ed). Wintrobe’s Clinical Hematology. vol. 2; 9th ed. Phila-
berobat (=OS)-nya lebih lama daripada golongan umur tua; delphia: Lea & Febiger 1993 p. 2082.
3. Evaluation ofCancerTreatment. In: S. Monfardini et al. (ed). UICC Manual
mungkin disebabkan karena memang survival sebenarnya umur of Adult and Paediatric Medical Oncology. Berlin, Heidelberg, New York,
muda lebih lama daripada umur tua. Namun masih perlu pe- London: Springer Verlag 1987 22.
nelitian dengan sampel yang lebih memadai dan penggunaan 4.a. Significance of differçnce in proportion. In J. Ipsen editor: Bancroft’s
survival sebenarnya untuk membuktikan adanya pengaruh umur introduction to Biostatistics, snd ed. New York, London: Harper & Row.
1987. p. 88.
pada hasil terapi yang dilihat dan kemampuan hidup (survival) b. Cocrelation analysis: Ibid. p. 88.
yang sebenarnya tersebut. Pada uji korelasi antara umur dengan 5. Perbedaan mean sampel kecil. Dalam: Djoko Mursinto: Statistik terapan
lamanya berobat (=O.S.) didapatkan bahwa ada kecenderungan untuk ekonomi. buku II. Penerbit: Sarana Cipta Surabaya edisi perbaikan
korelasi negatif namun secara statistik tidak bermakna (r = 1989. hal. 76.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 43


ANALISIS

Karakteristik Kesehatan di Daerah


Pedesaan dan Perkotaan
Drs. Sarjaini Jamal MSc.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pen gembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Ri, Jakarta

PENDAHULUAN mampuan daya beli mereka sulit diangkat. Akibatnya pelayan-


Kota dan desa merupakan dua daerah yang selalu diper- an kesehatan yang ada mungkin tidak sanggup dibayar atau
bandingkan secara dikhotomis dalam berbagai hal. ini dapat “dicapai” oleh sebagian besar penduduk yang miskin. Kelompok
dibuktikan melalui format tabel-tabel sosio ekonomik yang ini biasanya mencari pelayanan yang lebih mudah ‘dicapai”
dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Fenomena ini da- yaitu praktek dukun dan pengobat tradisionil lain. Fenomena
pat dimengerti karena antara kota dan desa memang terdapat ini tentunya akan berdampak pula pada status kesehatan
berbagai perbedaan dalam fasilitas umum yang tersedia di penduduk.
sampingjugadalam karakteristik penduduk(1). Walaupun daerah Tulisan ini bertujuan melakukan analisis deskriptif me-
pedesaan jauh lebih luas depgan penduduk yang lebih banyak ngenai karakteristik kesehatan penduduk pedesaan dan per-
tetapi keterbatasan yang ada menyebabkan pedesaan selalu kotaan antara lain: distnibusi penduduk, rawat jalan dan rawat
lambat dalam segala hal. Keadaan ini dapat dimaklumi karena inap, pola pencarian pengobatan, kehihan kesehatan serta sta-
memang sistim pembangunan kita dimulai dan digerakkan dari tus imunisasi balita, pola persalinan dan kematian bayi.
perkotaan dan desa dijadikan penyangga. Industri atau usaha di Data yang diutarakan dalam tulisan ini dicuplik dari hasil
desa diharapkan dapat menjadi pemasok bahan baku, atau berbagai penelitian seperti SDKI, Susenas dan SKRT. Informasi-
bahan setengah jadi bagi industri yang ada di kota. Kebijak- informasi lain yang selaras dengan pokok bahasan juga di-
sanaan dengan sistim terintegrasi ini dikenal dan dikembang- gunakan sebagai bahan acuan.
kan dengan apa yang disebut program bapak-anak angkat, serta
konsep industri hulu dan industri hilir. Namun prakteknya tidak KARAKTERISTIK KESEHATAN
semudah yang direncanakan.
1) Distribusi penduduk menurut daerah perkotaan dan
Di bidang kesehatan, perbedaan antara pedesaan dan per-
pedesaan
kotaan juga ditemukan dalam banyak hal. Misalnya tentang
pendirian puskesmas yang selama ini didasarkan pada rasio Tabel 1. Distribusi penduduk berdasarkan daerah dan jenis kelamin pada
tahun 1992, menurut daerah perkotaan-pedesaan
jumlah penduduk. Dasar ini kadang-kadang kurang tepat ka-
rena tidak seimbangnya luas daerah dengan jumlah penghuni. Jenis kelamin
Akibatnya adalah untuk beberapa daerah di luar Jawa, pus- No. Daerah Jumlah
Laki-laki Perempuan
kesmas yang dibangun sulit dicapai oleh masyarakat karena
1 Perkotaan 29.297.634 29.996.015 59.293.649
jaraknya jauh dan tempat tinggal mereka sedangkan alat
2 Pedesaan 61.896.229 62.257.116 124.153.345
transpor umum sangat minim bahkan mungkin tidak ada.
Tenaga kesehatan yang trampil dan mandiri sangat terbatas, Total A4.l93.863 92.253.131 183.446.994
fasilitas yang dimiliki termasuk obat dan peralatan kesehatan
Sumber : BPS, Badan Litbangkes, 1992, Laporan akhir staristik kesehatan
lainnya tidak cukup untuk mengatasi masa kesehatan yang ka- rumah tangga, Jakarta
dangkala sulit diduga. Di samping itu kondisi sosio ekonomik
penduduk pedesaan yang masih rendah menyebabkan ke- Ternyata jumlah penduduk yang tinggal di daerah pedesa-

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


an lebih dari dua kali jumlah penduduk yang tinggal di per- tara penduduk perkotaan dan pedesaan yang mengalami pe-
kotaan. Secara keseluruhan penduduk wanita sedikit lebih rawatan jalan. Sedangkan persentase penduduk kota yang
banyak dibandingkan laki-laki. Walaupun demikian ratio laki- mengalami rawat inap lebih tinggi dibandingkan penduduk
laki dan perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan desa.
pedesaan tidak jauh berbeda.
4) Pencarian pelayanan berobat jalan
2) Penduduk yang tinggal d perkotaan dan pedesaan me-
Pelayanan kesehatan yang banyak dipilih masyarakat di
nurut kelompok umur
pedesaan untuk berobat jalan berturut-turut adalah puskesmas,
Tabel 2. Persentase penduduk yang tinggal di perkotaan dan pedesaan, mantri/perawat praktek, puskesmas pembantu dan dokter
dibedakan menurut kelompok umur
praktek, sedangkan di daerah perkotaan tempat pelayanan
Kelompok umur kesehatan yang paling banyak didatangi untuk berobat jalan
No. Daerah Jumlah berturut-turut adalah puskesmas, dokter praktek, mantri/perawat
0-14 15--64 >65 TT
serta RS pemerintah (Tabel 4).
1 Perkotaan 33,31 59,95 6,74 0,01 100
2 Pedesaan 34 37 57,78 7,84 0 02 100 Dukun/tabib/sinse lebih banyak didatangi oleh masyarakat
Total 34,03 58,47 7,49 0,02 100
di pedesaan dibandingkan perkotaan. Persentase penduduk yang
melakukan pengobatan sendini Iebih banyak di perkotaan, se-
Sumber : BPS, Badan Litbangkes, 1992, Laporan akhir statistik kesehatan dangkan yang tidak mengobati penyakit lebih banyak di daerah
rumah tangga, Jakarta pedesaan.
Penduduk usia tua (> 65 tahun) dan usia sangat muda (0–
14 tahun) persentasenya lebih banyak di pedesaan dibanding- 5) Keluhan kesehatan yang dialami penduduk
kan di perkotaan. Sedangkan penduduk usia produktif per- Persentase penduduk pedesaan yang menderita panas,
sentasenya lebih banyak di perkotaan dibandingkan di pedesaan. mencret, muntah/berak dan kejang lebih banyak dibandingkan
penduduk kota. Sebaliknya persentase penduduk kota yang
3) Perawatan jalan dan inap menderita keluhan pilek, batuk dan sakit gigi lebih banyak
Tabel 3. Persentase penduduk yang mengalami rawat Jalan dan rawat dibandingkan orang desa. Persentase kecelakaan di antara
inap sebulan terakhir di perkotaan dan pedesaan penduduk pedesaan dan perkotaan hampir berimbang (Tabel 5).
No. Daerah Rawat jalan Rawat inap
1 Perkotaan 12,63 0,38
2 Pedesaan 12,17 0,26
6) Imunisasi pada anak balita
Total rata-rata 12,32 0,30 Persentase balita yang mendapatkan imunisasi BCG, DPT
polio dan campak/morbili lebih tinggi di daerah perkotaan
Sumber : BPS, Badan Litbangkes, 1992, Laporan akhir statistik kesehatan dibandingkan di daerah pedesaan. Dan empat imunisasi hanya
rumah tangga, Jakarta
campak/morbili yang cakupannya masih rendah baik di per-
Tidak terdapat perbedaan persentase yang mencolok an- kotaan maupun di pedesaan (Tabel 6).

Tabel 4. Pola pencarian pelayanan berobat jalan di daerah perkotaan dan pedesaan

Perkotaan (Urban) Pedesaan (Rural) Total


No. Tempat pelayanan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 RS Pemerintah 266.851,00 4,45 274.332,00 2,00 541.183,00 2,74
2 RS Swasta 218.486,00 3,65 123.733,00 0,90 342.219,00 1,74
3 KlinikBPSwasta 90.258,00 1,51 158.137,00 1,15 248.395,00 1,26
4 Puskesmas 1.314.695,00 21,94 2.974.408,00 21,67 4.289.103,00 21,75
5 PuskesmasPembantu 175.160,00 2,92 1.629.609,00 11,87 1.804.769,00 9,15
6 Posyandu/Kader 24.753,00 0,41 119.887,00 0,87 144.640,00 0,73
7 DokterPraktek 1.271.987,00 21,22 959.604,00 6,99 2.231.591,00 11,32
8 Bidan Praktek 74.052,00 1,24 196.556,00 1,43 270.608,00 137
9 Mantri/PerawatPraktek 425.632,00 710 2.238.181,00 16,31 2.663.813,00 13,51
10 DukunITabih/Sinse 121.020,00 2,02 570.913,00 4,16 691.933,00 351
11 Lebih dari satu 130.152,00 2,17 358.152.00 2,61 488.304,00 2,48
12 Berobatsendiri 1.818.932,00 30,35 3.737.294,00 27,23 5.556.226,00 28,18
13 Tidakdiobati 61.200,00 1,02 385.088,00 2,81 446.288,00 2,26
Jumlah 5.993.178,00 100,00 13.725.894,00 100,00 19.7 C9.072,00 100,00
Penduduk 53.541.155,00 123.230.414,00 176.771.569,00
Persentase 11,2 11,1 11,2
Urban : 11,2%, ,nencari pelayanan sebulan
Rural : 11,1%, mencari pelayanan sebulan
Sumber : Ridwan Malik, 1994

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 45


Tabel 5. Persentase keluhan kesehatan yang banyak dialami penduduk di perkotaan dan pedesaan

Keluhan kesehatan
No. Daerah Jumlah
Muntah/ Sakit
Panes Batuk Pilek Mencret Kejang Kecelakaan Lamnya
berak gigi
1 Perkotaan 25 12 17,75 22 26 2,99 1,63 3,25 0,67 0,77 25 57 100
2 Pedesaan 30,98 16,39 17,84 3,97 3,97 1,55 1,37 0,76 23,73 100

Total 29,11 16 83 19,25 3,66 1,58 3,36 1,14 0,76 24,31 100

Sumber : BPS, Badan Litbangkes, 1992, Laporan akhir statistik kesehatan


rumah tangga, Jakarta

Tabel 6. Persentase balita yang pernah mendapat imunisasi Tabel 8. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia 1971–1985 menurut
daerah perkotaan-pedesaan
Imunisasi
No. Daerah No. Sumber data Kurun waktu Perkotaan Pedeaan Nasional
BCG DPT Polio Campak/morbili
1 Sensuspenduduk 1968/1969 104 137 132
1 Perkotaan 95,13 92,46 89,49 67,50
2 Sensus penduduk 1977/1978 88 112 112
2 Pedesaan 89,51 89,97 85,89 58,91 3 Sensus (SUPAS) 1982/1983 57 79 71
Total 91,42 90,82 87,12 61,84 Sumber : UNICEF, 1989, Rangkuman Analisis Situasi Anak dan Wanita Indo-
nesia, Jakarta

7) Persalinan
Tabel 7. Pola persalinan di daerah perkotaan dan pedesaan 1990
Perkotaan (Urban) Pedesaan (Rural) Total
No. Thmpat bersalin
Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 RS Pemerintah 132.595,00 15 31 147.469,00 6,85 280.064,00 9,27


2 RSB/Klinik Bersalin 180.631,00 20,86 40.470,00 1,88 221.101,00 7,32
3 Puskesmas 34.089,00 3,94 44.562,00 2,07 78.651,00 2,60
4 Rumah Bidan 112.032,00 12,94 69.331,00 3,22 181.363,00 6,01
5 Rumah sendiri oleh 330,00 0,04 6.534,00 0,30 6.864,00 0,23
Dokter
6 Rumah sendin oleh 145.231,00 16,77 289.135,00 13,42 434.366,00 14,38
Bidan
7 Rumah sendiri oleh 252.720,00 29,19 1.510.092,00 70,11 1.762.812,00 58 38
Dukun
8 Lain-lain 8.234,00 0,95 46.342,00 2,15 54.576,00 1,81

Jumlah 865.862,00 100,00 2.153.935,00 100,00 3.019.797,00 100,00


Penduduk 9.360.670,27 23.861.797,00 33.222.467,27
Persentase 9,25 9,03 9,09
Urban : Wanita hamil 9,25% dari total wanita usia 15–49 tahun
Rural : Wanita hamil 9,03% dari total wanita usia 15–49 tahun
Sumber : Ridwan Malik, 1994

Sebagian besar persalinan di daerah pedesaan dilakukan


di rumah dengan pertolongan dukun, sedangkan yang dilaku- DISKUSI
kan di ruinah sakit/RSB/klinik bersalin dan puskesmas hanya Selama beberapa Pelita, daerah pedesaan telah mendapat
mencapai 10% dari seluruh persalinan yang terjadi selama perhatian lebih banyak dibandingkan masa-masa sebe1umnya.
tahun 1994. Di bidang kesehatan misalnya, puskesmas telah didirikan di
Di daerah perkotaan walaupun masih menempati yang ter- seluruh kecamatan bahkan di beberapa daerah sudah sampai
banyak, tempat persalinan di rumah dengan bantuan dukun tingkat kelurahan. Dokter-dokter dan tenaga kesehatan lain
hanya meliputi 30%, kemudian secara berurutan dipilih di RSB/ telah disebarkan ke seluruh pelosok daerah. Posyandu telah ada
klinik bersalin, rumah sendiri dengan bantuan bidan, RS pe- di desa-desa. Bidang-bidang telah disebar melalui program
merintah dan rumah bidan. bidan desa. Walaupun belum mencukupi obat-obat telah di-
drop ke puskesmas dan BKIA melalui gudang-gudang farmasi
8) Angka kematian bayi di setiap daerah tingkat II.
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia makin lama Dampak semua upaya tersebut terhadap status kesehatan
makin menurun dengan catatan di daerah pedesaan jauh lebih masyarakat dapat diukur melalui berbagai indikator kesehatan
tinggi dibandingkan di daerah perkotaan. yang ada.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Angka kematian bayi (AKB) misalnya telah berhasil di- Berdasarkan analisis data Susenas 1990 ternyata 66% yang
turunkan dari 109 pada 1980 menjadi 68 per 1.000 kelahiran mengalami sakit adalah penduduk tidak mampu(6). Pen- duduk
hidup pada tahun 1991(2). Angka kematian ibu (AKI) diharap- pedesaan yang mencari pengobatan ke berbagai pe- layanan
kan dapat turun dari 421 menjadi 225 pada tahun 1998(3). kesehatan berjumlah hampir tiga kali lipat disbanding- kan
Angka harapan hidup sejak lahir meningkat menjadi 65 bagi penduduk perkotaan (Tabel 4), sedangkan jumlah pendu- duk
wanita dan 64 bagi pria(3). Demikian juga angka pertumbuhan pedesaan hanya dua kali jumlah penduduk perkotaan. Ini
penduduk dapat ditekan menjadi 2% pertahun. berarti bahwa penduduk pedesaan lebih banyak kemungkinan
Untuk menganalisis kontribusi daerah pedesaan pada ber- menderita sakit dibandingkan penduduk perkotaan dalam kurun
bagai keberhasilan di bidang kesehatan perlu dilihat berbagai waktu yang sama. Persentase penduduk yang mengalami ke-
segi. Dari segi kependudukan misalnya pedesaan merupakan celakaan di kota dan desa hampir tidak banyak berbeda (Tabel
domisili bagi lebih dari 70% penduduk Indonesia, namun hanya 5). Ini barangkali karena sarana dan prasarana transportasi
sekitar 20% dari seluruh pendapatan masyarakat yang diterima yang telah memungkinkan kendaraan bernrotor mencapai
oleh 40% penduduk berpenghasilan rendah(4). Ini menunjuk- pelosok desa.
kan bahwa hasil pembangunan yang ada lebih banyak dinikmati Kematian balita di daerah pedesaan jauh lebih tinggi di-
oleh penduduk berpenghasilan menengah ke atas. Fenomena bandingkan perkotaan(6). Tingginya angka kematian bayi (AKB)
ini tentu tidak lepas dari kebijakan pembangunan yang ada. di desa dibandingkan di kota (Tabel 8) juga merupakan bukti
Bila dikaji lebih jauh, pembangunan di pedesaan berbeda masih rendahnya akses penduduk desa ke pusat-pusat pelayan-
dengan pembangunan di perkotaan. Pembangunan pedesaan an kesehatan yang ada(7). Dugaan ini diperkuat dengan ke-
lebih diarahkan pada proyek-proyek yang menyangkut hajat nyataan masih rendahnya cakupan imunisasi balita di pedesa-
orang banyak, seperti jalan raya, bendungan pembangkit an dibandingkan dengan perkotaan (Tabel 6). Untuk masa
listrik, pengairan sawah dan perkebunan dengan pemerintah datang perlu dipikirkan adanya terobosan-terobosan lain se-
sangat berperan dalam pembiayaannya, sedangkan pemba- perti yang dilakukan terhadap upaya pembasmian cacar dan
ngunan di perkotaan didominasi oleh pendirian industri yang polio.
berorientasi pada peningkatan nilai tambah barang atau bahan Tingginya persentase penduduk kota mengalami perawat-
di mana pihak swasta sangat berperan. an inap menunjukkan bahwa penduduk kota lebih banyak men-
Petani adalah penduduk sebagian besar pedesaan. Pem- derita keluhan yang serius di samping juga secara ekonomi lebih
bangunan pedesaan diharapkan berdampak pula pada pe- mampu membayar untuk perawatan sakitnya dibandingkan
ningkatan pendapatan penduduk petani, yang pada gilirannya penduduk desa.
dapat pula meningkatkan status kesehatan dan status sosial Hubungan antara ketidak mampuan ekonomi dan pencari-
masyarakat. Pembangunan perkotaan yang lebih dinominasi an pengobatan dapat dilihat dan hasil penelitian yang dilaku-
oleh industri, lebih ditujukan pada komoditi ekspor untuk me- kan di NTB dan Yogyakarta pada tahun 1993, bahwa pendu-
nambah devisa negara. duk dengan penghasilan perbulan kurang dan Rp 100.000 dan
Distribusi penduduk yang tak merata memberikan pula Rp 250.000,- lebih banyak mencari pertolongan kesehatan ke
berbagai implikasi pada masalah kesehatan. Lebih tingginya dukun(8). Hal yang sama juga terlihat dalam pertolongan per-
kematian ibu dan kematian anak di pedesaan dibandingkan salinan. Nampaknya AKI selama Pelita terakhir akan mengalami
perkotaan dapat dimaklumi karena di samping jumlah wanita penurunan yang lambat sampai kemampuan penduduk pede-
subur yang lebih banyak di desa juga disebabkan oleh faktor saaan di bidang ekonomi menjadi lebih baik.
jarak dan rendahnya kemampuan membayar masyarakat desa Di sektor pemerintah biaya kesehatan yang dapat disedia-
untuk mencapai pelayanan kesehatan yang memadai. Sulitnya kan masih terbatas padahal kebutuhannya selalu bertambah
penurunan angka kematian ibu (AKI) dari 421 pada 1993 ke secara tidak seimbang. Satu-satunya jalan untuk mengatasinya
target 225 per 100.000 kelahiran pada 1998 Iebih banyak di- adalah dengan meningkatkan peran swasta baik dalam upaya
tentukan oleh kedua faktor di atas Walaupun berbagai upaya kuratif maupun upaya promotif dan preventif. Untuk maksud
telah dilakukan seperti penyebaran bidan desa dan pendirian yang sama konsep jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
pondok persalinan desa (polindes) di sebagian besar daerah, (JPKM) diharapkan dapat mencapai masyarakat pedesaan.
ternyata hasilnya masih belum seperti yang diharapkan; dukun Untuk mengentaskan kemiskinan,. Departemem Kesehatan
masih mendominasi pertolongan persalinan (Tabel 7); walau- telah melakukan pendistribusian kartu berobat gratis bagi
pun sebagian sudah ditatar dan ditingkatkan pengetahuannya masyarakat yang betul-betul dianggap miskin; untuk menghi-
namun dampaknya pada target penurunan AKI masih belum langkan konotasi negatip kartu tersebut diubah menjadi kartu
diketahui. sehat. Bagaimana manfaatnya perlu diteliti lebih lanjut.
Di pihak lain penduduk desa Iebih dekat dengan alam
dengan segala kondisinya menyebabkan penyakit-penyakit KESIMPULAN
infeksi, baik yang ditularkan melalui vektor maupun badan air. 1) Persentase penduduk berusia lanjut (lansia) dan usia sangat
sulit dihilangkan. Selanjutnya penyakit-penyakit degeneratif muda lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan, se-
banyak pula menyerang orang-orang desa yang tadinya hidup dangkan persentase penduduk usia produktif lebih tinggi di
di kota, tetapi setelah pensiun memilih hidup di desa. perkotaan dibandingkan di pedesaan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 47


2) Persentase penduduk yang melakukan pengobatan sendiri pedesaan perlu diadakan.
lebih banyak di perkotaan, sedangkan yang inendatangi dukun 2) Dengan berbedanya pola keluhan sakit dan masalah ke-
dan yang tidak mencari pengobatan bila sakit lebih banyak di sehatan di kalangan penduduk pedesaan dan perkotaan,
pedesaan. seharusnya pengerahan sumber daya kesehatan untuk kedua
3) Persentase penduduk yang rawat inap di pcrkotaan lebih daerah tersebut perlu dibedakan.
banyak dibandingkan di pedesaan.
4) Dukun masih menempati urutan pertama dalam menolong KEPUSTAKAAN
persalinan, dan persentase penduduk yang ditolong oleh dukun
1. BPS. Statistik Sosial Ekonomi Indonesia, BPS, Jakarta, 1994.
di pedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. 2. BPS, DepKes, BKKBN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1991,
5) Cakupan imunisasi pada anak balita di pedesaan lebih BPS, Jakarta, 1993.
rendah dibandingkan dengan perkotaan. 3. Pelita VI Kesehatan.
6) Angka kematian bayi lebih tinggi di daerah pedesaan 4. BPS. Statistik Indonesia 1988, BPS, Jakarta, 1989.
S. Agus Sel al. Health Trend Asessment, Litbang Kesehatan, Jakarta, 1993.
dibandingkan daerah perkotaan. Panas, mencret/diare dan 6. Zainul Bakry et al. Tabel Dasar SKRT-Susenas 1992, Litbang Kesehatan,
kejang lebih banyak ditemukan di kalangan penduduk pedesa- Jakarta, 1992, hal 2.
an dibandingkan di perkotaan. 7. Litbang Kesehatan. Studi tentang faktor risiko kematian bayi dan balita
berdasarkan SKRT/Susenas, Litbang Kesehatan, LDFE-UI, Jakarta, 1992,
hal 2.
SARAN 8. Cholis Bahrun et at. Penelitian Determinan Sosial Ekonomi Terhadap
1) Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat pedesa- Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan, P4K, Surabaya, 1993.
an perlu dikembangkan suatu bentuk kegotong royongan 9. Ridwan Malik et a). Analisis Data Susenas 1990, Pola pencarian pelayanan
dalam pemeliharaan kesehatan, untuk itu suatu bentuk JPKM kesehatan, Litbang Kesehatan, Jakarta, 1994, hal 14–30.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


HASIL PENELITIAN

Jenis Informasi yang Dapat


Diperoleh dan Rekam Medik di
Beberapa Rumahsakit Umum
Pemerintah
Data retrospektif 1988/1989 dan 1992/1993
Retno Gitawati, Nani Sukasediati, Ondri D. Sampurno, Puji Lastari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Rekam Medik (RM) mencatat semua hal yang berhubungan dengan perjalanan
penyakit penderita dan terapinya selama dalam perawatan di unit pelayanan kesehatan.
Karenanya, RM dapat menjadi sumber informasi, baik bagi kepentingan penderita,
maupun pihak pelayanan kesehatan, sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil
tindakan medik atau menentukan kebijakan tatalaksana/pengelolaan.
Dari dua penelitian yang telah dilakukan akan diungkapkan kelengkapan RM dan
jenis informasi apa saja yang dapat diperoleh dan RM pada beberapa rumahsakit umum
(RSU) pemerintah. Sebagai sampel adalah RM rawat jalan dan 6 RSU pemenntah tipe B
dan C sebanyak 494 RM pada pengumpulan data 1988/1989 (= RMRJ ‘88) dan RM
rawat jalan dan rawat inap dan 2 RSU tipe B dan C yang lain, masing-masing sebanyak
470 RM dan 304 RM, pada pengumpulan data 1992/1993 (= RMRJ ‘92 dan RMRI ‘92).
Pengambilan sampel semula direncanakan secara acak sistematik pada bulan yang telah
ditentukan, namun sebagian besar diperoleh secara sensus pada bulan yang bersangkut-
an karena jumlah RM tidak mencukupi.
Beberapa iformasi yang seharusnya tertera pada rekam medik seperti data de-
mografi, anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, regimen dosis, hasil pemeriksaan
penunjang medik/diagnostik, lama rawat, nama dan paraf dokter yang merawat, pada
beberapa RM tidak semua terekam. Dari kajian terhadap sampel ditemukan adanya RMRJ
‘88 dan RMRJ ‘92 yang tidak merekam data diagnosis berturut-turut sebesar 36,6% dan
5,1%. Data regimen dosis (jangka waktu pemberian obat, jumlah obat, aturan pakai
obat) tidak terekam sama sekali pada RMRJ ‘88. Data regimen dosis terekam tidak leng-
kap pada RMRJ ‘92; sekitar 97% RMRJ ‘92 merekam aturan pakai obat, dan sekitar
9,5% juga mencatat jangka waktu pemberian obat dan jumlah obat yang dipreskripsi.
Sedangkan rekam medik rawat inap RMRI ‘92, umumnya merekam informasi tersebut
lebih lengkap, kecuali data riwayat penyakit sebelumnya, hanya tercatat sebesar 3,6%.
Pada pengumpulan data 1988/1989 dilakukan kuantifikasi terhadap informasi
RMRJ ‘88 dengan memberi prosentase pada tiap rubrik informasi yang terekam, untuk
mengetahui sejauh mana RM mempunyai “nilai informatif” untuk dapat digunakan
sebagai sumber informasi. Nilai informatif RMRJ ‘88 berkisar antara 60-70%. Pada
RMRJ ‘92 tidak dilakukan kuantifikasi.

PENDAHULUAN dan lain-lain) tidak lagi ditangani oleh satu orang saja; karena-
Pelayanan kesehatan pada penderita yang datang berobat nya dibutuhkan sarana komunikasi. Di samping itu mutu pe-
ke fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, rumahsakit umum layanan kesehatan perlu ditingkatkan dan waktu ke waktu.

Dibawakan pada KONAS IKAFI - IX di Ujung Pandang, 9- 12 Agustus 1995.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 49


Kegiatan ini membutuhkan informasi dan pengalaman sebe- (nama obat, regimen dosis), tindakan terapi non-obat.
lumnya, yang diolah secara sistematik menjadi hasil yang dapat • nama/paraf dokter yang menangani (diagnosis, penunjang,
dipercaya. Untuk itu diperlukan sumber informasi yang me- pengobatan) dan petugas perekam data (paramedik).
madai. Pada RMRJ '88 dilakukan kuantifikasi terhadap informasi
Rekam medik (RM) merupakan salah satu sumber informasi dengan cara memberikan nilai prosentase pada setiap rubrik
sekaligus sarana komunikasi yang dibutuhkan baik oleh pen- informasi yang dikumpulkan. Kuantifikasi dimaksudkan untuk
derita, maupun pemberi pelayanan kesehatan dan pihak-pihak mengetahui sejauh mana RM mempunyai "nilai informatif", da-
terkait lain (klinisi, manajemen RSU, asuransi dan sebagainya), lam anti dapat digunakan sebagai sumber informasi. Kuantifikasi
untuk pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan tata- dimungkinkan karena RM tersebut berasal dari penderita satu
laksana/pengelolaan atau tindakan medik. kelompok penyakit tertentu (penyakit kardiovaskuler). Pada
Rekam medik antara lain bermanfaat sebagai : RMRJ ‘92 dan RMRJ ‘92 tidak dilakukan kuantifikasi karena
• dokumen bagi penderita yang memuat riwayat perjalanan kesulitan membuat rubrikasi akibat sampel berasal dari berba-
penyakit, terapi obat maupun non-obat dan semua seluk beluk- gai kelompok penyakit.
nya.
• sarana komunikasi antara para petugas kesehatan yang ter- HASIL
libat dalam pelayanan/perawatan penderita. Jumlah RM yang terkumpul dari 6 RSU tipe B dan C (1988/
• sumber informasi untuk kelanjutan/kesinambungan pela- 1989) dan 2 RSU tipe B dan C (1992/1993) adalah : 494 RMRJ
yanan/perawatan penderita yang sering masuk ke RSU ber- (1988/1989), 470 RMRJ (1992/1993) dan 304 RMRI (1992/
sangkutan. 1993).
• penyedia data bagi pihak ketiga yang berkepentingan dengan Sebagian RMRJ ‘88 (41,9%) tidak memuat beberapa
penderita, seperti asuransi, pengacara, instansi penanggung informasi tentang karakteristik/demografi penderita yang
biaya. bersangkutan. Salah satu informasi yang tidak terekam pada
• penyedia data bagi kepentingan hukum dalam kasus-kasus semua RMRJ ‘88 adalah jumlah (banyaknya) tiap jenis obat
tertentu. yang diberikan/dipreskripsi.
Atas dasar manfaat di atas, rekam medik telah dirancang Sebagian RMRJ ‘88 (36,6%) tidak mencantumkan diagno-
sedemikian rupa agar memuat informasi-informasi tersebut. sis, sedangkan pada RMRJ ‘92 diagnosis tidak tercatat pada
Guna mengungkapkan informasi apa saja yang dapat diperoleh sebagian kecil RM (5,1%). Infonmasi diagnosis terekam pada
dan RM, maka dilakukan suatu studi eksplorasi terhadap rekam sebagian besar RMRI ‘92 dan hanya ada 4 RMRI ‘92 yang tidak
medik rawat jalan dan rawat inap di beberapa RSU pemerintah. merekam informasi tersebut. Gambaran ikhwal informasi yang
terekam dan tidak terekam pada RM tersebut dapat dilihat pada
BAHAN DAN CARA Tabel 1.
Studi ini merupakan bagian dan 2 (dua) buah penelitian Tabel 1. Informasi yang terekam dan tidak terekam pada RM (%)
yang dilakukan pada tahun 1988/1989 dan 1992/1993(1,2), meng-
gunakan teknik pengumpulan data yang sama. Eksplorasi di- RMRJ '88 RMRJ '92 RMRI '92
lakukan dengan mengumpulkan data rekam medik (RM) secara (N=494) (N=470) (N=304)
Ikhwal % % %
retrospektif, yaitu rekam medik rawat jalan (RMRJ) tahun 1988/
1989 dan 1992/1993, dan rekam medik rawat inap (RMRI) tahun (+) (-) (+) (-) (+) (-)
1992/1993 dan 8 rumahsakit umum (RSU) tipe B dan C di Jawa Demografi (usia, sex, 58,1 41,9 98,9 1,1 98,4 1,6
dan Lampung. Pengambilan sampel yang semula direncanakan pekerjaan dab.)
secara acak sistematik, untuk sebagian besar RSU dilaksanakan Riwayat sakit 52,8 47,2 25,7 74,3 3,6 96,4
secara sensus karena jumlah sampel RM tidak mencukupi. sebelunmya
Diagnosis 69,4 30,6 94,9 5,1 98,7 1,3
lnformasi (data) dan RM dipindahkan (transkrip) ke dalam Regimen terapi
formulir khusus, selanjutnya dianalisis secara deskriptif. aturan pakai obat 0 100,0 87,2 12,8 100,0 0
RM dianggap bersifat informatif bila memuat informasi lamapemakaian 0 100,0 8,5 91,5 100,0 0
sebagai berikut: jumlah obat 0 100,0 0 1000 100,0 0
Informasi lain (konsul, 0 100,0 100,0 0 100,0 0
• karakteristik/demografi penderita (identitas, usia, jenis ke- terapi non-obat)
lamin, pekerjaan dan sebagainya.
• tanggal kunjungan, tanggal rawat/selesai rawat. Keterangan:
• riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya. (+) : informasi terekam
(–) : informasi tidak terekam
• catatan anamnesis, gejala klinik yang diobservasi, hasil
pemeriksaan penunjang medik (lab, EKG, radiologi dan se- Gambaran penggunaan obat pada umumnya dapat lebih
bagainya), pemeriksaan fisik (tekanan darah, denyut nadi, suhu diungkapkan dengan menghitung regimen terapi. Namun dalam
dan sebagainya). penelitian ini sumber data terbesar (RMRJ '88) tidak memberikan
• catatan diagnosis. informasi regimen terapi karena ada ikhwal yang tidak tercatat,
• catatan penatalaksanaan pendenita, tindakan terapi obat antara lain aturan pakai, lama pemberian dan jumlah obat. Hal

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


serupa juga tampak pada RMRJ ‘92, tetapi pada RMRI 92 data Dari Gambar 2 diperoleh gambaran kasar bahwa sekitar
dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai regi- 75–90% RMRJ ‘88 dari 3 (tiga) RSU (No. 1, 2 dan 6) memiliki
men terapi obat karena data yang diperlukan untuk hal ini ter- "nilai informatif" > 60%. Sedangkan pada 3 (tiga) RSU lainnya
sedia (terekam). "nilai informatif" RMRJ ‘88 masih di bawah 60%.
Kuantifikasi terhadap informasi RM yang “dianggap me-
madai” (mempunyai “nilai informatif”) pada RMRJ ‘88 secara
keseluruhan, dilakukan secara arbritary dengan memberikan ni- PEMBAHASAN
lai prosentase pada setiap rubrik informasi RM, besarnya antara Rekam medik yang informatif seyogyanya memuat data
20–100%. Sebagai contoh, informasi karakteristik/demografi yang jelas, lengkap, terstruktur dan akurat dan segala sesuatu
penderita yang seyogyanya ada pada setiap RM diberi “nilai” yang telah diobservasi, dikaji pada penderita, dan diambil tin-
20%. Selanjutnya untuk setiap ikhwal informasi lain diberi “nilai” dakan terhadap penderita yang bersangkutan. Sampel pada
tertentu, sehingga total “nilai” untuk semua ikhwal informasi RMRJ ‘88 berasal dari 6 RSU di Jawa dan Lampung dapat di-
yang ada dalam RM adalah 100%. RMRJ ‘88 dianggap memadai anggap sebagai gambaran RM pada RSU tipe B dan C pada
100%, jika informasi yang tercantum dapat dimanfaatkan untuk waktu itu sedangkan RMRJ ‘92 dan RMRI ‘92 hanya berasal
kepentingan penderita, klinisi, manajemen RS, penelitian dari 2 RSU tipe B dan C.
maupun pihak lain yang berwenang. Berdasarkan kuantifikasi Meskipun data 1988/1989 dan data 1992/1993 tidak dapat
tersebut, diperoleh gambaran RMRJ ‘88 sebagai berikut diperbandingkan antara lain karena sample frame yang
(Gambar 1). berbeda, namun dan pengkajian ini diperoleh kesan bahwa RM
1992/1993 (RMRJ) sudah relatif lebih informatif dibanding
RMRJ 1988/1989. Informasi tidak terekam pada RMRJ ‘88
mungkin akibat kelalaian pada waktu pencatatan atau dapat
juga karena dana tersebut tidak dibutuhkan, contohnya, tidak
semua diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang medik,
sehingga data tersebut tidak perlu dicantumkan pada RM.
Kemungkinan lain adalah munculnya kebutuhan akan
informasi yang lebih lengkap; RM yang baik perlu memenuhi
“3 C” (correct, complete, clear).
Informasi pada RMRJ pada penelitian ini dapat diman-
faatkan bagi klinisi untuk mengetahui perjalanan penyakit
penderita, meskipun masih terbatas. Dari gambaran jenis
Gambar 1. Distribusi jumlah RMRJ ‘88 sesuai “nilal informatif”-nya
informasi yang tidak terekam pada RM (Tabel 1), riwayat pe-
nyakit sebelumnya tidak selalu dapat terungkap, terutama pada
Nilai informatif RMRJ ‘88 sebagian besar berkisar antara RMRJ ‘92 dan RMRI ‘92 (70-90%), padahal informasi ini pen-
60%-70%. Karena nilai modus berada di sekitar 60%, maka ting bagi tindakan-tindakan lanjut yang diperlukan. Studi ini
nilai ini dianggap sebagai batas suatu RMRJ yang dianggap tidak dapat menelusuri penyebab ketidak-terungkapan tersebut.
mempunyai ‘nilai informatif’ dan masih memadai sebagai Salah satu kemungkinan adalah kelalaian dalam mencatat.
sumber informasi. Kemungkinan lain, penderita tidak ingat lagi akan penyakit
Data RMRJ ‘88 tiap RSU menunjukkan perbedaan dalam yang pernah dideritanya.
hal informatif/tidaknya RM. Pada Gambar 2 diungkapkan Data diagnosis, – salah satu data penting yang harus terekam
prosentase jumlah RMRJ ‘88 di tiap RSU yang dikaji yang me- pada suatu RM yang digunakan untuk menentukan tindakan
miliki “nilai informatif” > 60%. terhadap penderita –, lebih terungkap pada RMRJ ‘92 diban-
dingkan RMRJ ‘88. Data diagnosis juga terungkap pada sebagi-
an besar RMRI ‘92, karena sebagai alat perekam data penderita
yang sedang menjalani perawatan-inap, pencatatan data RMRI
(antara lain perkembangan klinis, tindakan dan sebagainya)
lazimnya dilakukan lebih ninci. Perkembangan klinis penderita
senantiasa dievaluasi setiap hari selama masa perawatan pen-
derita untuk dapat menentukan suatu tindakan yang berke-
sinambungan. Sedangkan data pada RMRJ, sewajarnya juga
harus terekam rinci pada RM, namun dan hasil kajian pada studi
ini tidak demikian. Penyebab “ketidak-lengkapan” tersebut tidak
diketahui. Salah satü kemungkinan akibat terbatasnya waktu
konsultasi, karena banyaknya jumlah penderita rawat jalan yang
berkonsultasi menyebabkan petugas tidak sempat lagi mencatat
Gambar 2. Distribusi % jumlah RMRJ ‘88 yang mempunyai “nilai secara rinci, atau ada penyebab lain lagi. Hal ini masih perlu
informatif” > 60%, sesuai RSU eksplorasi lebih lanjut. Sebagai sumber data sekunder, terutama

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 51


bagi kepentingan studi epidemiologi, data diagnosis yang leng- regimen terapi dapat lebih terungkap jika memanfaatkan sumber
kap diperlukan untuk mengetahui antara lain pota penyakit. data tersebut. Pada RMRI ‘92 regimen tercatat lengkap 100%,
RM menyimpan data klinik penderita baik yang rawat inap namun jumlah obat yang tercatat “sebagai diberikan kepada
maupun rawat jalan; di samping itu RM dapat pula bertindak penderita’ tidak cocok dengan jumlah obat sesuai regimen yang
sebagai suatu scratch pad yang antara lain berisi pendapat/ terekam. Informasi regimen terapi yang lengkap diperlukan
pandangan, kesan, atau permintaan (requests) pada anggota tim untuk kuantifikasi obat yang sudah dimanfaatkan, dihitung
kesehatan lainnya untuk suatu layanan/tindakan/rujukan bagi sebagai DDD (defined daily dose) yang merupakan ukuran
penderita yang bersangkutan serta tanggapan atas permintaan/ konsumsi obat. Bagi kepentingan manajemen rumahsakit, data
pendapat/kesan tersebut. Dengan demikian RM juga berfungsi DDD ini dapat juga menjadi pedoman konsumsi obat jika di-
sebagai sarana komunikasi antar anggota tim kesehatan yang kaitkan dengan indeks okupansi tempat tidur di RSU ber-
terlibat dalam pelayanan tersebut. sangkutan Pedoman tersebut dapat dimanfaatkan oleh para
Dalam membaca atau menginterpretasikan suatu RM, ke- pengambil-keputusan antara lain sebagai pertimbangan dalam
mungkinan ditemukan kesalahan yang antara lain dapat ber- perencanaan pengadaan obat. Dan hasil kajian ini, data regimen
sumber dan berbagai hal seperti tampak pada Skema 1(3). dosis RMRI ‘92 tampaknya belum dapat dimanfaatkan untuk
menghitung DDD. Evaluasi terhadap pola preskripsi dapat
dilakukan pada rumahsakit yang telah memiliki Standar Terapi
dan Formularium Rumahsakit. Kemungkinan terjadinya
preskripsi obat berlebihan (overprescribed) yang dikaitkan
dengan pola penyakit penderita dirawat, dapat ditelusuri dengan
mengkaji sumber data RMRI; seberapa jauh telah terjadi pe-
nyimpangan dan standar tersebut, dan apa sebab terjadi
penyimpangan. Bagi rumahsakit yang sebelumnya tidak/belum
memiliki Standar Terapi dan Formulanum RS, informasi ini
dapat pula digunakan sebagai data dasar untuk evaluasi setelah
rumahsakit yang bersangkutan mengembangkan Standar Terapi
dan Formularium RS.

KESIMPULAN
Skema 1. Sumber kesalahan pada Rekam Medik(3) RM dapat menjadi sumber data sekunder yang memadai
apabila data yang terekam cukup lengkap, informatif, jelas dan
Salah informasi dapat terjadi misalnya akibat ketidaktahu- akurat. Data RM dan hasil studi in terutama data RMRI dapat
an penderita, atau si penderita tidak ingat lagi riwayat penyakit digunakan antara lain:
yang melatarbelakangi keluhan yang dialami, sehingga • untuk studi epidemiologi, antana lain mengungkapkan pola
anamnesis menjadi kurang tepat. “Salah interpretasi” terhadap penyakit, pola preskripsi, monitoring efek samping obat.
temuan gejala klinik dapat terjadi karena petugas belum ber- • data penggunaan obat di rumahsakit dapat digunakan untuk
pengalaman (misalnya pada waktu pengukuran tekanan darah). meningkatkan pemanfaatan penggunaan obat yang lebih
Pada kejadian “salah rekam”/salah mencatat lebih mungkin di- rasional dan efisien, sesuai dengan pola penyakit dan standar
sebabkan kecerobohan dan ketidaktelitian pencatat. Demikian terapi/formularium RS bersangkutan.
juga, kesalahan lain dapat disebabkan oleh faktor manusia (hu- • data regimen terapi yang lengkap dan cocok pada RMRI
man error) ataupun metoda (laboratorik), misalnya identitas bila dikaitkan dengan indeks okupansi tempat tidur, dapat
spesimen tertukar, analisis laboratorium keliru, tidak akurat dan digunakan untuk menghitung DDD (defined daily dose) obat,
sebagainya, sehingga data pada RM dapat menjadi tidak sesuai, yaitu suatu ukuran konsumsi obat di rumahsakit bersangkutan.
terutama data yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis RM dan eksplorasi ini belum memadai untuk penghitungan
yang benar dan menentukan tindakan selanjutnya. Sebagai DDD dan perencanaan pengadaan obat.
sumber informasi, mutu rekam medik itupun menjadi kurang. • data tindakãn/terapi yang diberikan dapat dimanfaatkan
Informasi dalam RM mengenai tindakan ataupun terapi untuk kepentingan pengajuan klaim perusahaan asuransi/instansi
apa yang diberikan kepada penderita dapat dimanfaatkan juga penanggung biaya lain.
bagi petugas asuransi kesehatan atau badan penanggung biaya Dari hasil studi ini, kelemahan/hambatan utama yang di-
lainnya untuk keperluan klaim dan auditing. temukan di lapangan antara lain adalah:
Untuk mengetahui gambaran preskripsi obat, informasi • kesulitan dalam melakukan penelusuran dan retrieval RM,
nama obat yang diberikan dapat terungkap dan RM, namun karena RM yang dimaksud kadang-kadang tidak lagi tersimpan
regimen terapi tidak dapat terungkap dan RMRJ karena seba- di ruang ansip RM. Terbatasnya sanana/ruang tempat penyim-
gian besar RMRJ tidak merekam parameter untuk menentukan panan RM di banyak RS, mengakibatkan jangka waktu pe-
regimen terapi (aturan pakai, jangka waktu/lama pemberian, nyimpanan RM dibatasi umumnya untuk 3-5 tahun terakhir.
jumlah diberikan). Tidak demikian halnya dengan RMRI; data • data pada RM seringkali tidak dapat terungkap karena tidak

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


terekam, atau terekam kurang jelas, sehingga menyulitkan pada rumahsakit pemerintah tipe B dan C. Laporan Penelitian 1988/1989,
PusLitBang Farmasi, BPPK-DepKes.
waktu transkrip data. 2. Nani Sukasediati dkk. Pengembangan tatalaksana Obat Generik Berlogo
• belum ada keseragaman dalam cara pengisian RM. (0GB) guna peningkatan pemanfaatannya di 2 RSU tipe B dan C. Laporan
Penelitian 1994/1995, PusLitBang Farmasi BPPK-DepKes.
3. Wyatt JC. Clinical data systems, part 1: data and medical records. Lancet
KEPUSTAKAAN 1994; 344: 1543-6.
4. Dukes MNG. Drug utilization studies, method and uses. WHO Reg PubI
1. Nani Sukasediati dkk. Pola penggunaan obat kardiovaskuler di beberapa Eur Series 45, 1993.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 53


ULASAN

Program Pertemuan dan


Penyuluhan Keluarga Klien dalam
Konteks Asuhan Keperawatan
di RSJP Bogor
Rivai
Perawat Jiwa Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor

ABSTRAK

Dalam asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting
untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyembuhan, untuk ini keterlibatan keluarga
secara aktif sangat menunjang keberhasilan asuhan keperawatan.
Kehadiran keluarga dalam konteks Penyuluhan Keluarga tentang gejala-gejala
gangguan jiwa klien, dan cara perawatannya selama di rumah dapat ditangani secara
mandiri.
Penyuluhan keluarga dirasakan sangat positif oleh keluarga karena pihak keluarga
sangat antusias untuk ikut serta dalam setiap pertemuan Penyuluhan Keluarga di Rumah
Sakit Jiwa Pusat Bogor belakangan ini.

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH


Keluarga hams aktif berperan serta karena merupakan ma- Klien dengan gangguan jiwa yang dirawat di rumah-rumah
syarakat paling kecil yang dipergunakan sebagai tempat ber- sakit jiwa baik swasta maupun pemerintah 75% membutuhkan
lindung dan tempat mencurahkan segala kesenangan maupun masa perawatan yang cukup lama; biasanya terdini dari klien
kesedihan serta tempat pemecahan masalah dan anggota dengan gangguan jiwa kronis (menahun), yang menjadi beban
keluarga itu sendiri. tetap bagi Rumah Sakit Jiwa (Direktorat Kesehatan Jiwa 1990).
Keterlibatan keluarga dalam membantu penyembuhan pe- Rumah Sakit Jiwa sering mengalami kesulitan memulangkan
nyakit, baik fisik maupun mental atau makin seringnya komuni- klien ke pihak keluarga, sebab setiap kali hanya dalam waktu
kasi antar klien dengan keluarga akan menambah kepercayaan beberapa hari akan kambuh kembali; selain itu keluarga pasien
dan meningkatkan harga din klien, sehingga klien akan me- sering menolak menerima kembali dengan berbagai macam
nyadari penyakitnya dan dapat berusaha melepaskan diri dari alasan serta kurangnya pengertian terhadap penanganan dan pe-
ketidak peduliannya terhadap gangguan jiwa, sehingga mau rawatan klien mantan ganggu jiwa ini.
bekerjasama dengan keluarga untuk mengatasi gangguan jiwa Upaya petugas kesehatan dalam memecahkan masalah ini
klien. melalui metode penyuluhan keluarga; diharapkan agar keluarga
Di saat keluarga menengok klien di rumah sakit dapat di berpartisipasi dalam menangani dan merawat klien. Program
lakukan penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan jiwa dan Penyuluhan Keluarga dilakukan sejak awal masuk ruang pe-
cara-cara perawatannya serta penanganan secara optimal dalam rawatan baik secara individuil maupun secara kelompok atau
lingkungan keluarga kelak apabila klien telah kembali di rumah. dengan kunjungan rumah berupa diskusi atau komunikasi antara

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


keluarga dengan perawat. dengan perawat tetapi juga dengan mengikuti program
pertemuan keluarga (multiple family meeting). Pertemuan dan
PENGERTIAN penyuluhan keluarga merupakan satu rangkaian pertemuan
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan me- beberapa (empat atau lima) keluarga atau lebih, secara intensif
lalui ikatan perkawinan, adopsi atau kelahiran yang bertujuan setiap minggu dengan tim kesehatan selama 60 s/d 90 menit
untuk menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan setiap kali pertemuan (Goldberg, 1980).
perkembangan fisik, mental dan sosial serta emosional dan tiap Pertemuan dan penyuluhan keluarga merupakan gabungan
anggota keluarga. (Duval, 1976). terapi keluarga dan terapi kelompok dengan diskusi dan meng-
Keluarga merupakan suatu sistem tempat individu anggota ungkapkan permasalahannya masing-masing sehingga keluarga-
keluarga berinteraksi di dalam keluarga (teori sistem). Perilaku keluarga ini dapat segera merasa “terlibat”, dengan mengkaji
dan sikap anggota keluarga dibentuk oleh hubungannya dengan keluarga sendiri serta bisa belajar pengalaman keluarga lain
anggota keluarga yang lain. Setiap perubahan pada salah satu dalam memecahkan masalah.
anggota keluarga akan mempengaruhi anggota keluarga yang Tujuan penyuluhan keluarga adalah untuk pendidikan ke-
lain. sehatan keluarga secara serentak tentang proses gangguan jiwa
Terdapat dua fungsi dasar keluarga yaitu guna memenuhi dan perawatannya, meningkatkan kemampuan dan keterampilan
kebutuhan fisik dan kesejahteraan psikososial. keluarga dalam perawatan klien di rumah; tujuan lain adalah
Kesejahteraan fisik meliputi terpenuhinya kebutuhan ma- agar sesama keluarga klien bisa bertukar pengalaman dalam
kanan, pakaian, rasa aman dan kesehatan jasmani, sedang ke- menghadapi klien gangguan jiwa di lingkungan keluarganya.
sejahteraan psikososial adalah bila keluarga mampu menjadi Pengetahuan dan keterampilan (bahan/penyuluhan) yang
struktur atau kerangka dasar pertumbuhan psikososial dan/atau disajikan oleh perawat adalah:
keluarga yang berhasil menjalani pertumbuhan psikososial de- 1) Pengetahuan tentang proses gangguan jiwa, tanda-tanda
ngan baik. dan gejala-gejala kambuh secara dini.
Keluarga berfungsi sehat atau baik apabila berhasil meme- 2) Perawatan sehani-hari dan jenis kegiatan di rumah.
nuhi kedua fungsi dasar keluarga ini. Keluarga yang berfungsi 3) Pengetahuan tentang pemberian obat dan efek samping.
sehat, juga harus mampu melaksanakan tugas kesehatan 4) Pengetahuan tentang tindakan yang hams dilakukan pada
keluarga, yaitu antara lain: saat kritis, cara berkomunikasi, pola pertahanan keluarga yang
1) Mengenal masalah kesehatan. konstruktif, waktu kontrol dan tempat pelayanan yang bisa di-
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. hubungi atau tempat berobat.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Psiko-edukasi dilakukan secara terstruktur artinya sudah
4) Mempertahankan suasana lingkungan rumah yang sehat. terorganisasi dengan baik, mulai dan kurikulum, tujuan yang
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. harus dicapai, metode, waktu pelaksanaan dan tim kesehatan
yang terlibat. Susunan materi yang disajikan dan yang sederhana
PROGRAM PENYULUHAN KELUARGA KLIEN GANG- hingga yang kompleks, pemberian materi secara jelas, tahap
GUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA PUSAT BOGOR demi tahap dan sistematis agar keluanga mudah mengikuti dan
Pada dekade tahun tujuh puluha program Penyuluhan Ke- memahami materi kesehatan jiwa dengan baik.
luarga Klien dengan gangguan jiwa di RSJP Bogor dilaksanakan Untuk mencegah kejenuhan dalam pelaksanaan penyuluhan
atas prakarsa team KJM (Kesehatan Jiwa Masyarakat) RSJP keluarga digunakan metode yang bervariasi, antara lain ceramah,
Bogor dan dilakukan di ruang-ruang perawatan dengan team diskusi kelompok antar sesama keluarga, atau antar tim dengan
Penyuluh Kesehatan yang terdiri dari psikiater, psikolog, dokter- keluarga dalam kelompok kecil, bermain peran atau mengadakan
dokter, staf perawatan (Kepala Perawatan Laki-laki dan Perem- simulasi.
puan beserta staf), perawat-perawat ruangan serta pekerja sosial Dalam pelaksanaan pertemuan keluarga yang perlu diatur
(social worker). adalah: frekuensi pertemuan, jarak antar pertemuan dan waktu
Namun dengan adanya perubahan struktur organisasi dan pelaksanaan pertemuan.
dengan adanya Unit Pelaksana Fungrional (UPF), pelaksanaan Frekuensi pertemuan disesuaikan dengan tujuan yang akan
Program Penyuluhan Kesehatan Jiwa pada Keluarga Klien di- dicapai, jarak antara pertemuan satu dengan pertemuan berikut-
prakarsai dan dilaksanakan oleh ruangan Rawat inap Unit Pe- nya sebaiknya tidak terlalu lama, sehingga keluarga masih dapat
laksana Fungsional dengan sepengetahuan UPF KJM, dilaksana- mengingat topik pertemuan yang lalu dan dapat menghubungkan
kan secara berkala oleh ruang rawat inap baik secara gabungan dengan topik yang sedang diikuti pada pertemuan yang baru, dan
beberapa ruang maupun hanya ruang itu sendiri. waktu pelaksanaan tidak terlalu lama berkisar antara 60 s/d 90
UPF yang menggunakan Rawat inap adalah : UPF Anak dan menit sehingga tidak terlalu jenuh.
Remaja, UPF Dewasa dan Lanjut Usia, UPF Mental Organik
dan UPF Rehabilitasi, seluruhnya berjumlah 17 ruang rawat B) Keterampilan yang Diperlukan oleh Perawat
inap laki-laki dan wanita, berkapasitas ± 600 tempat tidur. Perawat agan dapat bekerja sama dengan keluarga klien
harus mempunyai :
A) Pertemuan dan Penyuluhan Keluarga 1) Wawasan yang tinggi tentang kesehatan jiwa.
Keterlibatan keluarga tidak saja melalui diskusi-diskusi 2) Kesadaran diri.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 55


3) Empati. KESIMPULAN
4) Keterampilan komunikasi terapeutik. Perawatan klien dengan gangguanjiwa di rumah sakit jiwa
5) Pengetahuan tentang teon keluarga. memerlukan waktu yang lama, terutama klien dengan gangguan
Wawasan yang tinggi adalah menguasai perkembangan jiwa kronis (menahun), disebabkan kurang terlibatnya keluarga
ilmu pengetahuan tentang kesehatan jiwa khususnya dan kese- untuk ikut mengetahui dan memahami penyebab dan proses
hatan jasmani secara umum, sehingga dapat memadukan kedua gangguan jiwa serta cara perawatannya sehari-hari; sehingga
limo dan menerapkan kepada klien dan keluarga serta lingkung- keluarga tidak siap dan tidak dapat beradaptasi dengan klien
an masyarakatnya. lagi.
Kesadaran din adalah dasar pertimbangan untuk mengerti Oleh karena itu perawat-perawat Rumah Sakit Jiwa Pusat
perilaku orang lain. Seseorang harus mampu mengidentifikasi Bogor beberapa tahun belakangan ini berusaha melibatkan
pikiran sendiri, perasaan dan nilai-nilai yang dianutnya sebelum keluarga-keluarga klien yang dirawat, dengan menggunakan
mengerti perasaan dan penlaku orang lain. Perawat harus bisa cara atau metode Pertemuan dan Penyuluhan Keluarga yang
menyadari dinamika keluarga sendiri, peran dan nilai keluarga- dilaksanakan sejak klien masuk RS, selama dirawat dan setelah
nya sehingga tidak bingung membandingkan atau mencampur- pulang (after-care) dalam lingkungan keluarga.
kannya ketika berhadapan dengan keluarga lain. Program Pertemuan dan Penyuluhan Keluarga di Rumah
Empati adalah perasaan ikut dalam situasi yang dirasakan Sakit Jiwa Pusat Bogor dilaksanakan secara berkala dan berkesi-
oleh keluarga; misalnya salah satu keluarga merasa sangat sulit nambungan baik secara formal maupun secara non formal.
menghadapi tingkah laku klien yang kurang wajar, perasaan ke- Dalam proses pelaksanaan diperlukan pakar-pakar ilmu
luarga di saat itu dapat dirasakan oleh seorang perawat sehingga penyakit jiwa yang terkait, namun dalam era globalisasi saat ini
dapat membantu memecahkan masalah dengan sepenuhnya. para perawat telah dibekali ilmu-ilmu baik yang didapat sewaktu
Ketrampilan komunikasi terapeutik sangat penting dikuasai di bangku sekolah maupun penataran-penataran selama bertugas
seorang perawat yang bekerja dengan keluarga. Perawat harus sebagai perawat; untuk itu perawat bisa dan dapat memprakarsai
bisa menjadi panutan dalam berkomunikasi dengan cara bicara penyuluhan keluarga klien baik yang di rawa di rumah sakit jiwa
yang jelas, terbuka, langsung, jujur dan sesuai dengan situasi. maupun di rumah setelah klien pulang.
Ketrampilan lain yang harus dimiliki oleh perawat adalah
kolaborasi (kerjasama dengan tim kesehatan lain) untuk menca- UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk semua pihak yang terkait
pai tujuan; perawat berusaha melakukan asuhan keperawatan dalam tulisan ini; semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi generasi penerus
dengan memanfaatkan perkembangan disiplin ilmu lain. untuk mencapai masyarakat yang sehat baik jasmaniah maupun mental dan
Perkembangan pola pertahanan (coping) perawat juga penting sosial (bio-psiko-sosial).
untuk menjadi kekuatan perawat dalam kerjasama dengan
keluarga. Perawat harus memiliki istirahat yang cukup, hobi
KEPUSTAKAAN
yang memadai, kemampuan untuk relaksasi dan mendapat du-
kungan dan teman-teman atau dan keluarganya agar memiliki
coping yang kuat dan konstruktif. 1. Bailon SG, Maglaya AS. Family Health Nursing, Quezon City, 1978.
Kemampuan yang dibutuhkan perawat dalam melaksanakan 2. Beck CM et al. Mentalhealth-Psychiatric Nursing, St. Louis, CV Mosby
pertemuan dan penyuluhan keluarga adalah kemampuan meng- Co. 1984.
3. Goldberg,/Goldberg. Family therapy, Pacific Grove, Brooks/Cole
koordinir suatu kegiatan, mulai dan persiapan sampai dengan Publ.Com., 1980
evaluasi, kemainpuan berbicara di depan umum, membuat la- 4. Stuart, Sundeen. Principles and practice of psychiatric nursing. St. Louis,
poran dan membuat dokumentasi hasil kegiatan. CV Mosby Comp., 1991.
Pengetahuan tentang teori keluarga penting dikuasai oleh 5. Wilson, Kneisl. Psychiatric Nursing, Massachusetts, Addison Wesley Publ.
Comp., 1983.
perawat, perawat harus mengetahui proses pertumbuhan dan 6. ––––Hasil PenilaianDisabilitas PasienMental dan Sikap Keluarga terhadap
perkembangan dan anggota keluarga dengan segala sebab akibat penerimaan Pasien Mental dasi Rumah Sakit Jiwa, Direktorat Kesehatan
dan suatu gangguan baik fisik maupun mental. Jiwa, Direktorat Jenderal Medik, Departemen Kesehatan RI 1990.

Our mothers give our spirit heat, our fathers light


(Jean Paul)

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


TEKNIK

Penentuan Faktor Kalibrasi Berkas


Pesawat Terapi Cs-137 dengan
Metoda Interpolasi
Susetyo Trijoko
PSPKR BATAN, Pasar Jumat, Jakarta

ABSTRAK
Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional (FKTN) BATAN yang juga dikenal dengan
sebutan Laboratorium Dosimetri Standar Sekunder (SSDL) Jakarta, telah dilengkapi
dengan sistim dosimeter NPL untuk standar sekunder tingkat terapi berikut dengan
pesawat terapi sinar-X dan Co-60. Sistim dosimeter standar tersebut dikalibrasi secara
berkala di Laboratorium Dosimetri Standar Primer (PSDL). Selama ini Electrotechnical
Laboratory (ETL) PSDL-Jepang, tempat dosimeter NPL dikalibrasi, memberikan faktor
kalibrasi paparan (N terhadap dosimeter NPL dalam rentang energi foton dan 50 kV
sampai berkas Co-60, tetapi tanpa berkas Cs-137. Dalam upaya untuk mendapatkan
faktor kalibrasi berkas Cs-137, dipergunakan metoda interpolasi linier dengan mem-
perhitungkan faktor koreksi atenuasi radiasi oleh dinding dan sungkup detektor. Beberapa
persamaan yang bisa dipergunakan untuk menghitung faktor kalibrasi berkas Cs-137
dari berbagai jenis bilik pengionan radioterapi disajikan dalam makalah ini.

PENDAHULUAN radioterapi di rumah sakit harus dikalibrasi terhadap alat ukur


Sejak tahun 1984 Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional standar nasional sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
(FKTN), PSPKR BATAN, telah menjadi anggota jaringan Labo- Laboratorium Dosimetri Standar Primer, ETL-Jepang, mem-
ratorium Dosimetri Standar Sekunder (SSDL) di bawah koor- berikan faktor kalibrasi paparan (N hanya untuk berkas foton
dinasi Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)(1).. Sebagai sinar-X dan 50 kV sampai dengan 250 kV (energi efektif 25.2
anggota SSDL yang sekaligus sebagai acuan nasional untuk keV -125 keV) dan berkas sinar gamma Co-60 (energi rata-rata
pengukuran dosis radiasi, FKTN telah dilengkapi dengan sistim 1250 keV). ETL-Jepang tidak memberikan faktor kalibrasi
dosimeter NPL Secondary Standard Therapy Level yang dijadi- paparan untuk berkas radiasi yang terletak di antara energi 125
kan alat ukur radiasi standar nasional berikut dengan pesawat keV dan 1250 keV seperti sinar gamma Cs-137 (energi 662 keV)
sinar gamma Co-60 dan pesawat sinar-X MG-420 tingkat terapi. dan Ir-192 (energi rata-rata 397 keV) Dengan demikian dalam
Sistim dosimeter NPL milik FKTN saat ini telah dikalibrasi di melaksanakan kalibrasi alat ukur standar lokal dan alat ukur
Electrotechnical Laboratory (ETL), Jepang, selaku Laboratorium radiasi milik ruinah sakit, FKTN juga hanya bisa memberikan
Dosimetri Standar Primer (PSDL). faktor kalibrasi untuk berkas foton seperti yang diberikan oleh
Menurut ketentuan yang ber1aku alat ukur radiasi standar ETL-Jepang. Padahal sampai saat ini di Indonesia tercatat 7
nasional hams dikalibrasi terhadap alat ukur radiasi standar (tujuh) rumah sakit menggunakan pesawat terapi Cs- 137(3) dan
primer di PSDL sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun. mereka mengukur keluarannya dengan menggunakan alat ukur
Alat ukur radiasi standar lokal maupun alat ukur radiasi lain radiasi yang dikalibrasi di FKTN, PSPKR BATAN. Untuk itu
yang digunakan untuk mengukur keluaran (output) pesawat maka perlu dicari upaya untuk mendapatkan faktor kalibrasi

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 57


ukuran dengan saat kalibrasi. Nilai paparan (X) di sini menyata- (1250 keV) adalah linier dan hampir konstan(5). Namun dalam
kan besarnya paparan di titik pengukuran (Gambar 1), tanpa hal ini, interpolasi linier untuk mendapatkan faktor kalibrasi
adanya detektor. paparan berkas Cs- 137, (Nx)cs dan nilai-nilai faktor kalibrasi
paparan sinar-X 250 kV, (Nx)sin-x, dan faktor kalibrasi paparan
Co-60, (Nx)co, tidak mungkin dilakukan secara langsung karena
kondisi kalibrasi berkas sinar-X berbeda dengan kondisi kalibrasi
berkas Co-60. Saat kalibrasi berkas sinar-X,detektor tidak meng-
gunakan sungkup, sedangkan saat kalibrasi berkas Co-60, detek-
tor harus menggunakan sungkup.
Interpolasi linier di antara dua titik bisa dilakukan, asalkan
kondisi kalibrasinya sama. Untuk mendapatkan kondisi yang
sama,maka semua penyinarannya harus dilakukan dengan meng-
gunakan sungkup. Dengan demikian faktor atenuasi radiasi oleh
dinding detektor dan sungkup hams diperhitungkan dalam pe-
rumusan interpolasi.
Apabila tanpa memperhatikan faktor atenuasi oleh dinding
Setiap sistim dosimeter (detektor berikut etektrometernya)
detektor dan sungkup, nilai faktor kalibrasi paparan (Nx)cs yang
memiliki nilai faktor kalibrasi tertentu. Nilai faktor kalibrasi
bergantung pada energi foton dapat dihitung secara langsung
paparan (N) yang diberikan oleh ETL-Jepang ditunjukkan pada
dengan menggunakan perumusan berikut(6),
Tabel 1. Nilai N berkas sinar gamma Co-60 berlaku untuk kon-
disi penyinaran detektor dengan menggunakan sungkup (build-
up cap), sedangkan untuk energi radiasi sinar-X kurang dari 250 (2)
kV kondisi penyinaran detektor dilakukan tanpa sungkup. Sung-
kup ini diperlukan guna mendapatkan kondisi kesetimbangan
berkas Cs- 137. Salah satu cara untuk mendapatkan faktor Dengan memperhitungkan faktor atenuasi, persamaan interpolasi
kalibrasi berkas sinar gamma Cs-137 adalah dengan metoda linier di atas akan men jadi,
interpolasi yang akan diuraikan dalam tulisan ini.
(3)
KALIBRASI PAPARAN
Hubungan antara bacaan dosimeter (R) dengan nilai paparan
(Aw)cs, (Aw)sin-x dan (Aw)co adalah faktor koreksi atuasi berkas Cs-137, sinar-
(X) di udara secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut, X 250 kV dan Co-60 oleh dinding detektor dan sungkup. Ecs, Esin-x dan Eco
X = R x Nx (1) berturut-turut menyatakan energi berkas foton Cs-137,sinar-X 250kV dan
Co-60.
Nx adalah faktor kalibrasi paparan yang bergantung pada energi Nilai faktor koreksi atenuasi (Aw), selain bergantung pada
berkas radiasi dan R adalah bacaan dosimeter yang telah di- tebal dinding detektor dan sungkup juga bergantung pada energi
koreksi terhadap perbedaan suhu dan tekanan udara saat peng- foton. Koreksi atenuasi radiasi dapat diperoleh dari hasil perkali-
partikel bermuatan (charged particle equilibrium) bagi elektron an antara tebal dinding detektor berikut sungkup dengan nilai
sekunder yang berasal dari proses hamburan Compton sinar koefisien serapan-energi massanya (µen/ſ). Dani sini maka pe-
gamma Co-60. rumusan untuk mendapatkan nilai Aw adalah sebagai berikut,
Tabel 1. Nilai faktor kalibrasi paparan (N) dan sistim dosimeter NPL (4)
(NE 2560 #054 & NE2561 #203) milik FKTN, PSPKR BATAN(4)
td dan ts adalah tebal dinding detektor den tebal sungkup (dalam g/cm2),
sedangkan (µen/ſ)d dan (µen/ſ)s koefisien serapan-energi massa dinding
Tegangan Tabung HVL Energi Efektif Nx
detektor dan sungkup (dalam cm2/g)
(kV) (mm) (keV) (R/Skala)
Nilai (µen/ſ) untuk bahan grafit dan bahan-bahan ekivalen
50 1.44 Al 25.2 1.036 jaringan yang biasa digunakan sebagai bahan dinding detektor
60 2.27 Al 29.9 1.026
75 3.89A1 37.3 1.027 dan sungkup ditunjukkan dalam Tabel 2.
100 0.28 Cu 49.0 1.030 Beberapa detektor bilik pengionan yang saat ini biasa di-
125 0.54 Cu 62.5 1.032 gunakan dalam dosimetri radioterapi berikut spesifikasinya ditun-
150 0.90 Cu 76.0 1.032 jukkan dalam Tabel 3. Dengan menggunakan persamaan (4) dan
175 1.26 Cu 88.0 1.030
200 1.68 Cu 100 1.031 data yang tertulis dalam Tabel 2 dan Tabel 3, nilai Aw untuk
225 2.10 Cu 113 1.030 beberapa detektor bilik pengionan dapat dihitung dan hasil per-
250 2.55 Cu 125 1.032 hitungannya ditunjukkan dalam Tabel 4.
Co-60 - 1250 1.057
Dengan menggunakan nilai Esin-x = 125 keV, Ecs = 662 keV,
INTERPOLASI FAKTOR KALIBRASI Eco = 1250 keV, dan nilai-nilai Aw dari Tabel 4, maka penulisan
Tanggapan detektor bilik pengionan terapi terhadap berkas persamaan (3) dapat disederhanakan. Dalam upaya membantu
foton berenergi dari 100 kV (49 keY) sampai dengan Co-60 para pemakai detektor bilik pengionan tingkat terapi di rumah

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


Tabel 2. Koefisien serapan energi massa(7) tingkat terapi. Persamaan dalam Tabel 5 dapat digunakan untuk
Koefisien serapan-energi massa (cm2/g) menghitung nilai (Nx)cs, asalkan alat ukur radiasi yang diper-
Energi Foton Bahan Dinding Bahan Sungkup gunakan telah mendapat faktor kalibrasi paparan (Nx) dari FKTN,
Grafit Ekivalen Jaringan~
PSPKR BATAN. Metoda interpolasi dengan memperhatikan
125 key 0.0230 0.0265
koreksi atenuasi ini pada prinsipnya bisa dipergunakan untuk
Cs-137 (662 key) 0.0293 0.0326
Co-60 (1250 keV) 0.0267 0.0297 menentukan faktor kalibrasi paparan sinar gamma pada
umumnya yang terletak antara 125 keV dan 1250 keV.
* Bahan ekivalen jaringan meliputi: PMMA, delrin, A-150, polystyrene,
lucite dan air
Tabel 3. Beberapa detektor bilik penglonan tingkat terapi(8)

Dimensi Dinding Sungkup


No. Jenis Panjang Diameter Ketebalan Ketebalan
Bahan Bahan
(mm) (mm) (g/cm2) (g/cm2)
1 NPL NE 2561, 9.2 7.4 Grafit 0.090 Delrin 0.600
0.325 cc
2 Farmer NE 2571 24.0 6.3 Gmfit 0.065 Delrin 0.551
0.6 cc
3 Farmer NE 2581 24.0 6.3 A-150 0.041 Polys- 0.584
0.6 cc tyrene
4 PTW-23333 21.9 6.1 PMMA 0.059 PMMA 0.356
0.6 cc
5 Victoren 30-351 23.0 6.1 PMMA 0.050 PMMA 0.356
0.6 cc

Tabel 4. Nilai Aw dan berbagai jenis detektor bilik pengionan tingkat terapi

Nilai faktor atenuasi (A)


Energifoton
NE 2561/NPL NE 2571 NE 2581 PTW-23333 Victoren 30-351
125 keV 0.9820 0.9839 0.9834 0.9840 0.9889
Cs-137 (662 keV) 0.9778 0.9801 0.9796 0.9803 0.9863
Co-60 (1250 keV) 0.9798 0.9819 0.9814 0.9821 0.9875

sakit, telah dituliskan beberapa persamaan sederhana untuk


menghitung nilai faktor kalibrasi paparan berkas Cs- 137 (Nx)cs.
Tabel 5 memperlihatkan beberapa persamaan untuk menghitung
KEPUSTAKAAN
nilai (Nx)cs dan metoda interpolasi.
Tabel 5. Persamaan untuk menghitung (Nx)cs dari berbagai jenis detektor 1. International Atomic Energy Agency (IAEA). Secondary Standard
bilik pengionan Dosimetry Laboratories: Development and Trends. Vienna, 1985.
2. Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Peraturan tentang Kalibrasi Alat
Bilik pengionan Persamaan Ukur Radiasi dan Keluaran Sumber Radiasi, Standardisasi Radionuklida
dan Fasilitas Kalibrasi, Jakarta, 1992.
NE 2561/NPL (Nx)cs 0.5250 (Nx)sin-x + 0.4783 (Nx)co 3. Moendi Poernomo. Aspek Perundang-undangan Penggunaan Radiasi.
NE 2571 (Nx)cs 0.5214 (Nx)sin-x + 0.4752 (Nx)co Makalah Seminar dan Diskusi Panel Efek Biologi & Protcksi Radiasi,
NE 2581 (Nx)cs 0.5247 (Nx)sin-x + 0.4782 (Nx)co Jakarta, 10-li September 1993.
PTW 2333 (Nx)cs 0.5246 (Nx)sin-x + 0.4782 (Nx)co 4. Electrotechnical Laboratory. Certificate for Secondary Standard Therapy
Victoren 30-351 (Nx)cs 0.5241 (Nx)sin-x + 0.4779 (Nx)co Level X-ray Exposure Meter. Japan, 1993.
5. Khan FM. The Physics of Radiation Therapy, Williams & Walking, Balti-
more, USA: 1984.
Sebagai contoh dari Tabel 1, detektor NE 256l/NPL mempunyai nilai
6. Goetsch SJ, Attix FH, Pearson DW, Thomadsen BR,\. Calibration of lr-
(Nx)sin-x = 1.032 dan (Nx)co = 1.057. Dihitung dengan menggunakan persamaan
192 high-dose-rate afterloading systems. Med Phys 1991; 18(3).
yang terdapat dalam Tabel 5, didapatkan mlai (Nx)cs = 1.047.
7. Johns HE. The Physics of Radiology, Second Ed., Charles C Thomas PubI,
KESIMPULAN Illinois, USA: 1964.
8. International Atomic Energy Agency (IAEA), Absorbed Dose Determina-
Telah dijelaskan cara menentukan faktor kalibrasi paparan tion in Photon and Electron Beams: An International Code of Practice.
berkas Cs-137, (Nx)cs, untuk beberapa detektor bilik pengionan Vienna: Techn Rep Ser No, 277, 1987.

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 59


ULASAN

Pengambilan Keputusan dan


Pemilihan Sumber Pengobatan
Sudibyo Supardi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN natif yang ada, (c) bagaimana proses pengambilan keputusan


Menurut masyarakat awam, penyakit dapat disebabkan oleh untuk memilih alternatif tersebut(4).
gejala alam (angin, panas matahari, hujan, makanan tidak bersih) Alternatif sumber pengobatan yang tersedia menurut Young,
ataupun supranatural (roh, kekuatan gaib, hukuman Tuhan). adalah : pengobatan sendiri, pengobat tradisional, paramedis,
Penyakit yang disebabkan oleh gejala alam dapat disembuhkan dokter, dan rumah sakit. Dalam pengobatan penyakit, seseorang
dengan pengobatan medis atau pengobatan tradisional, sedang- dapat memilih satu sampai lima sumber pengobatan mencakup
kan yang disebabkan oleh supranatural hanya dapat disembuh- tiga sektor yang hubungan satu dengan lainnya saling tumpang
kan oleh pengobat tradisional/dukun(1). Praktek pengobatan di tindih, yaitu : pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri,
Indonesia mengenal dua sistem pengobatan, yaitu pengobatan pengobatan tradisional, dan pengobatan profesional Menurut
medis dan pengobatan tradisional. Pengobatan medis sering Colson, sumber pengobatan medis meliputi pelayanan kesehat-
menggunakan obat, dilakukan oleh tenaga yang mendapat pen- an pemerintah, pengobatan lokal, bidan, dokter praktek swasta,
didikan formal kesehatan. Pengobatan tradisional umumnya vendor (paramedis keliling yang dilengkapi obat) dan peng-
mengacu pada tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat obatan sendiri(6).
atau masyarakat lain, yang bukan dari Barat(2). Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan
Orang yang merasakan gangguan, mungkin akan meng- menurut Young, adalah keparahan sakit, pengetahuan tentang
anggap dirinya sakit. Orang sakit Lalu mengambil keputusan pengalaman sakit dan pengobatannya, keyakinan efektivitas
akan menjadi pasien atau mengobati sendiri. Bila menjadi pa- pengobatan dan obat, serta biaya dan jarak yang terjangkau. Dari
sien, perlu mengambil keputusan akan patuh mengikuti peng- keempat prinsip tersebut, keparahan sakit menduduki tempat
obatan atau tidak. Kemudian pasien menjalani proses menjadi yang dominan(4). Menurut Kalangie, kriteria yang dipakai ada-
orang sehat, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal lah : keparahan sakit yang dibedakan antara sakit ringan, sedang
dan internal. Faktor eksternal meliputi kualitas pelayanan ke- dan berat, pengetahuan sakit dan pengobatannya, pengetahuan
sehatan, obat yang tepat, dan kualitas interaksi pasien-pengobat. dan nasehat keluarga, biaya untuk pengobatan dan biaya lainnya,
Faktor internal meliputi pengetahuan, keyakinan dan perasaan kemudahan, misalnya jarak, hubungan dengan pengobat, kepri-
terhadap sakit dan obat serta proses pengambilan keputusan badian pengobat, dan lain-lain(7). Gangguan yang dirasakan dan
berobat dan perilaku sehat. Obat yang benar meliputi kete- derajat kerusakan yang ditimbulkan berhubungan bermakna
patan diagnosis, ketepatan terapi, produk yang baik, ketepatan dengan pemilihan sumber medis. Faktor kecukupan biaya dan
dispensing dan penggunaan yang benar(3). ketercapaian jarak cukup penting, tetapi tidak berhubungan
langsung dengan pemilihan medis. Tampaknya hipotesis
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BEROBAT akulturasi berhubungan dengan pemilihan sumber medis di ne-
Studi pengambilan keputusan berobat biasanya mempunyai gara berkembang(6).
tiga pertanyaan pokok : (a) alternatif apa yang dilihat anggota Proses pengambilan keputusan dimulai dengan penerimaan
masyarakat agar mampu menyelesaikan masalahnya, (b) kriteria informasi, memproses berbagai informasi dengan kemungkinan
apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa alter- dampaknya, kemudian mengambil keputusan dari berbagai

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


kemungkinan, dan melaksanakannya. Bias dalam pengambilan Sedangkan menurut Kasniyah, tindakan pengobatan sakit
keputusan dapat terjadi karena: basil pengobatan tidak pasti, pada anak balita di masyarakat pedesaan Jawa menunjukkan
efek samping obat yang mungkin terjadi, biaya dan waktu yang bahwa mayoritas penduduk pada tingkat keparahan ringan me-
hilang dalam pengobatan. Orang sakit tidak selalu mengambil milih pengobatan sendiri, pada tingkat keparahan sedang memi-
keputusan secara logis atau obyektif, menurut Hogarth, antara lih pengobatan medis, sedangkan pada tingkat keparahan berat
lain akibat dari : pemilihan obat cenderung karena ikian yang memilih pengobatan tradisional(9).
gencar, lebih meyakini informasi kongkrit daripada yang
abstrak, menganggap dua insiden yang nampak berdekatan da- KESIMPULAN
lam ruang dan waktu sebagai berhubungan, meyakini sesuatu Dari uraian sebelumnya, diambil kesimpulan berikut :
akan terjadi karena kita menginginkan terjadi, situasi dalam (a) Pengambilan keputusan berobat terdiri dari tiga tahap, yaitu
pengambilan yang tidak didasarkan pengetahuan dan melihat alternatif sumber pengobatan yang mampu me-
kebijakan(3). Proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh nyelesaikan masalahnya, menentukan kriteria untuk memilih
faktor psikologis dan sosiologis yang berinteraksi secara tidak alternatif, kemudian melakukan proses pengambilan keputusan.
logis. Keputusan yang diambil orang sakit penting bagi pengobat (b) Keputusan yang diambil dipengaruhi oleh faktorpsiko-sosial
untuk menilai hasil terapi dan kemungkinan hasil yang diharap- yang dapat berinteraksi secara tidak logis. (c) Tindakan pertama
kan. yang banyak dilakukan oleh orang sakit adalah pengobatan
Orang sakit membandingkan dan mencocokkan gangguan sendiri.
yang dirasakan dengan sakit di masa lalu untuk menjawab per-
tanyaan bagaimana dan mengapa ia sakit. Minimal empat gam-
baran yang meliputi : suatu identitas yang berisi pola gangguan KEPUSTAKAAN
dan label sakit, merasakan penyebab, harapan terhadap keganas-
1. Sudarti dkk. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit dan posyandu. Pusat
an atau akibat sakit, harapan terhadap lama sakit (akin, siklik, Penelitian Kesehatan Lembaga Penehtian Universitas Indonesia, Depok,
kronik), dan lainnya. 1988; 11-2.
2. Martono. Peningkatan dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
PEMILIHAN SUMBER PENGOBATAN Melalui Usaha Terpadu Pengobatan Tradisional dan Kedokteran. PKMD
Seminar Ilmiah Kesehatan Masyarakat dan Kongres ke II IAKMI,
Tindakan pada saat sakit di Indonesia antara lain : 36,8% Surabaya 11-12 Desember 1978; 1-2.
tidak berobat, 24,3% ke puskesmas, 3% ke pengobat tradisional, 3. Dolinsky D. Psychosocial aspects of the illness experience, in: Pharmacy
dan 13,9% pengobatan sendiri(8). Menurut Kalangie, tindakan practice - Social behavioral aspects, Third ed. Baltimore: Williams & Wil-
pertama yang dilakukan masyarakat di Serpong-Jawa Barat: bila kins. 1989; 127-141.
4. Young JC. A model of illness treatment decisions in a Tarascan town.
sakit ringan memilih pengobatan sendiri, sakit sedang memilih American Uthnologist. 1980 (Feb); 7(1): 106-31.
pengobatan tradisional, dan sakit berat memilih pengobatan 5. Kalangie NS. Kerangka konseptual sistem perawatan kesehatan. Seminar
medis(7). Menurut Young, tindakan pengobatan pertama peranan universiras dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai berikut(4) : untuk menunjang sistcm Kesehatan Nasional. Jakarta, 13-16 Pebruari
1984; 4-9.
Pengetahuan Keterjangkauan Tindakan 6. Colson AC. The difftrcntial use of medical resources in developing coun-
Keparahan Keyakhian tries. J Health Soc Behavior, 1971 (12 Sept.); 226-36.
aakit & obat biaya pengobatan
7. Kalangie NS. The hierarchy of resort to medical care among the Serpong
Ringan ye – – sendiri villagers in West Java. Seminar peranan universitas dalam pengembangan
Ringan tidak tradisional – dukun ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menunjang Sistem Kesehatan Na-
Ringan tidak modem – paramedis sional. Jakarta 13-16 Pebruari 1984; 43-8.
Sc g ya tr adisional – sendiri 8. Ratna Budiarso et al. Survai Kesehatan Rumah Tangga 1986. Badan
Sedang tidak tradisional – dukun Peneli- tian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, Jakarta, 1986; 60-3.
Sedang – modern – pnramedis 9. Naniek Kasniyah. Pengambilan keputusan dalain pemilihan sistem peng-
Beret – tradisional – dukun obatan, khususnya penanggulangan penyakit anak-anak (balita) pada ma-
Berat – modem tidak paramedis syarakat pedesaan Jawa. Tesis bidang antropologi kesehatan, UI, Jakarta
Beret – modem ya dokter ' 1983; 90.

One who is waiting to help does not wait till he is asked

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 61


ABSTRAK
ASMA AKIBAT MAINAN LEGO tasi dengan para pengobat alternatif, se- OBAT ANTIHIPERLIPIDEMI
Dua dokter Hong Kong melaporkan dangkan biaya untuk obat-obat farmasi Studi di Australia menunjukkan
satu kasus asma pada anak laki-laki 5 pada periode yang saina adalah sebesar bahwa tingkat putus berobat pengguna
tahun yang ternyata disebabkan oleh 360 juta dollar. obat antihiperlipidemi cukup tinggi;
inhalasi potongan mainan LEGO ter- Ternyata, meskipun manfaat terapeu- selama 12 bulan, mereka mengamati
buat dari plastik. tik cara-cara/obat tersebut masih belum 610 pasien yang menggunakan obat ter-
Pada pemeriksaan fisik ditemukan dapat dipastikan, dan bahkan ada beber- sebut dari 138 apotik.54% menggunakan
ronkhi bilateral; pengobatan dengan apa jenis yang potensial berbahaya, simvastatin, 31% pravastatin dan 15%
beta-agonis dan kortikosteroid berhasil masyarakat lebih menyukai cara pen- gemfibrozil.
menghilangkan gejala,meskipun ronkhi- gobatan alternatif. Ternyata setelah l2 bulan, 60% pasien
nya menetap. Pemeriksaan radiologik, Lance: 1996; 347: 569–73 berhenti berobat; putus berobat tersebut
CT scan, fluoroskopi, barium semuanya hk mencapai 57% di kalangan pengguna
tidak menunjukkan kelainan; diagnosis RISIKO CHORIONIC VILLUS simvastatin, 56% di kalangan pravasta-
ditentukan melalui scan paru mengguna- SAMPLING tin dan 78% di kalangan gemfibrozil;
kan technetium – 99 m. 50% menghentikan pengobatan dalam 3
Lancet 1996; 334: 406 bulan pertama, 25% dalam 1 bulan per-
Data WHO CVS Registry selama dua
hk tama.
tahun (Mei 1992– Mci 1994) tidak me-
PENGOBATAN ALTERNATIF Penyebab penghentian tersebut an-
nunjukkan peningkatan -cacad anggota
Pengobatan alternatif sering diguna- tara lain respons klinis yang buruk(32%),
tubuh di kalangan bayi yang ibunya
kan oleh masyarakat. Suatu survai telah pasien tidak meyakini manfaatnya
menjalani prosedur chorionic villus
dilakukan di Australia Selatan, melibat- (32%), efek samping (7%) dan biaya
sampling (CVS) di saat hamil.
kan 3004 orang berusia 15 tahun ke atas pengobatan (2%).
Dari 138996 kehamilan yang men-
yang diwawancarai pada tahun 1993 Inpharma 1996; 1028:5
jalani prosedur tersebut, dilahirkan 77
mengenai penggunaan berbagai cara brw
bayi cacad anggota tubuh; kelainan TERAPI NEURALGIA TRIGEMI-
pengobatan alternatif tersebut.
anggota gerak atas 64,6%,anggota gerak NUS
Di antara yang berhasil diwawan-
bawah 12,5% dan cacad keduanya se- Di Pittsburgh, AS selama tahun
carai (3004), 48,5% pernah mengguna-
besar 20,8%. Defek transversal sebesar 1972–199 1, 1185 pasien neuralgia
kan sedikitnya satu cara pengobatan
40,8% dan defek longitudinal sebesar trigeminus telah menjalani operasi
alternatif, yaitu ginseng, obat tradisio-
59,2%, tidak berbeda dibandingkan dekompresi mikrovaskular; 1155 di
nal, aromaterapi, homeopati dan supple-
dengan populasi normal yang masing- antaranya diikuti selama lebih dari 1
men mineral dan/atau vitamin tanpa
masing kejadiannya sebesar 42,7% dan tahun dengan median follow-up selama
resep/anjuran dokter. 18,9% mengguna-
57,3%. 6,2 tahun.
kan lebih dari satu cara; di antara peng- Lancet 1996; 347: 489–94
guna tersebut, wanita lebih banyak dari- hk
Selama masa itu, 30% mengalami
pada pria (p ≤ 0,0 1) dengan ciri wanita rekurensi dan 11% menjalani operasi
perimenopausal, relatif lebih berpen- RELAPS PADA EPILEPSI ulangan; 4% kambuh kembali tetapi
didikan, lebih banyak minum alkohol, Peneliti di AS melaporkan bahwa tidak memerlukan pengobatan.
dan lebih banyak yang bekerja dengan dan 65 anak dengan cerebral palsy dan Faktor yang memperbesar kemung-
berat badan normal. epilepsi yang menghentikan pengobat- kinan rekurensi ialah: wanita, telah
Sejumlah 20,3% telah mengunjungi an antiepilepsinya setelah 2 tahun bebas menderita lebih dari 8 tahun, adanya
sedikitnya satu pengobat tradisional, kejang, 41,5% relaps setelah rata-rata kompresi vena di trigeminal root entry
15% di antaranya ke chiropractor. Para 1,11 tahun. zone dan masih adanya nyeri setelah
pengunjung ini cenderung lebih muda, Anak dengan hemipanesis spastik operasi.
tinggal di pedalaman dan kelebihan 62% mengalami relaps, dibandingkan Komplikasi operasi berupa 2 kema-
berat badan. dengan hanya 37% di kalangan cerebral tian (0,2%), 1 infark batang otak (0,1%)
Mereka mengeluarkan biaya sekitar palsy lainnya. dan l6 pasien mengalami tuli ipsilateral.
N. Engi. J. Med. 1996; 324: 1077-83
621 juta dollar Australia untuk obat dan Pediatrics 1996; 97: 192-7
hk brw
309 juta dollar Australia untuk konsul-

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996


ABSTRAK
MORTALITAS PASIEN PARKIN RISIKO KONTRASEPSI ORAL (1) 8/184536(4,3 per 100000) woman-years
SONISME Telah lama diduga bahwa pengguna- di kalangan pengguna kontrasepsi oral
Suatu studi atas 467 penduduk East an kontrasepsi oral berkaitan dengan kombinasi mengandung levonorgestrel,
Boston, Mass. AS, yang berusia 65 tahun efek samping kardiovaskular. WHO 2/135567(1,5 per 100000) woman-years
ke atas dilakukan untuk mengetahui mengadakan studi atas 1143 wanita ber- di kalangan pengguna desogestrel dan
prevalensi parkinsonisme. Mereka di- usia 20–44 tahun dibandingkan dengan 5/105201 (4,8per l00000) woman-years
periksa secara neurologik untuk men- 2998 wanita kontrol yang berasal dari di kalangan pengguna gestodene. Se-
cari tanda-tanda bradikinesi, gangguan 21 pusat di Afrika, Asia, Eropa dan dangkan relative risk untuk gestodene
gait, rigiditas dan tremor; diagnosis Ainenika Latin. adalah 1,4 (95%CI: 0,5–4,5) dan untuk
ditegakkan bila terdapat sedikitnya dua Ternyata penggunaan kontrasepsi desogestrel adalah 0,4 (95%CI: 0,1–
tanda di atas. Mereka tidak membeda- oral berkaitan dengan peningkatan ri- 2,1) bila dibandingkan dengan levonor-
kan (dugaan) penyebab gejala tersebut. siko kejadian tromboemboli vena (trom- gestrel.
Ternyata 159 orang mempunyai ge- bosis vena dalam atau emboli paru), Dari studi ke dua yang berasal dari
jala parkinsonisme, 301 tidak ada dan 7 baik di Eropa (odds ratio 4,15; 95%CI: 370 praktek dokter, ditemukan 80 kasus
lainnya tidak dapat digolongkan; ber- 3,09–5,57) maupun di negara lain (odds trombosis vena non fatal dan 238130
dasarkan usia, prevalensinya sebesar ratio 3,25; 95%CI: 2,59–4,08); risiko wanita; risiko trombosis berkisar antara
14,9% untuk usia 65–74 tahun, 29,5% tromboemboli vena sedikit lebih tinggi 16,1 per 100000 di kalangan pengguna
untuk 75–84 tahun dan 52,4% untuk daripada risiko emboli paru. levonorgestrel, 29,3 per 100000 di ka-
usia 85 tahun ke atas. Peningkatan risiko mulai terlihat se- langan desogestrel dan 28,1 per 100000
Selama 9,2 tahun masa penelitian, telah 4 bulan penggunaan, tidak dipe- di kalangan gestodene.
124 orang dengan parkinson meninggal ngaruhi oleh lamanya penggunaan, dan Perhitungan statistik menunjukkan
dunia (78%), sedangkan di kalangan kembali normal setelah 3 bulan peng- bahwa penggunaan kontrasepsi oral
yang bebas gejala,44% (146) meninggal hentian penggunaan kontrasepsi oral. kombinasi generasi baru yang me-
dunia; suatu peningkatan risiko sebesar Peningkatan risiko ini tidak tergantung ngandung estrogen dosis kecil dari
2,0 (95%CI: 1,6–2,6). Peningkatan risiko pada usia, niwayat hipertensi ataupun desogestrel/gestodene meningkatkan
ini dikaitkan dengan gangguan gait. merokok, tetapi dipengaruhi oleh pe- risiko sebesar 16 per 100000 woman-
N. Engl. J. Med. 1996; 334: 71–6 ningkatan body mass index. years bila dibandingkan dengan peng-
brw Odds ratio tersebut lebih tinggi di gunaan levonorgestrel.
kalangan pengguna progestogen gene- Lance; 1995; 346: 1589–63
hk
MALARIA AK1BAT JARUM SUN- rasi ke tiga (desogestrel/gestodene) di-
TIK bandingkan dengan pengguna generasi
Dari Inggris dilaporkan satu kasus pertama (noretindron) atau generasi ke FUROSEMID UNTUK ANTIKON-
malaria yang diderita oleh seorang dua (norgestrel); pengguna estrogen VULSAN
perawat yang diduga ditularkan me- dosis kecil (<50 µg) juga mempunyai Percobaan di AS menunjukkan
lalui luka akibat jarum suntik yang risiko yang lebih kecil. bahwa furosemid juga mempunyai
tidak steril. Lancet 1995; 346: 1575–82 aktivitas antikonvulsan; secara in vitro
Perawat tersebut telah meresusitasi zat tersebut terbukti menghambat spon-
hk
seorang anak laki-laki dari Ghana taneous synchronized bursting activi-
yang menderita malaria falciparum; ties yang diinduksi oleh beberapa zat
selama resusitasi, dia terluka secara RISIKO KONTRASEPSI ORAL (2) pada otak tikus;secara in vivo furosemid
tidak sengaja oleh jarum yang tidak UK General Practice Research Data- dapat mencegah induksi kejang oleh
steril. Seminggu kemudian, dia men- base digunakan untuk menilai risiko usam kainat pada tikus.
derita demam dan darahnya positif kardiovaskuler di kalangan pengguna Para peneliti menduga efek ini ber-
mengandung P1. falciparum. Peng- kontrasepsi oral. Dari data yang berasal kaitan dengan efek diuretiknya yang
obatan dengan Fansidar@ dan kina dari 470 praktek dokter,terdapat 15 kasus mengurangi volume sel glia dan me-
berhasil mengatasi penyakitnya. kematian kardiovaskuler di antara nambah volume ruang ekstrasel.
Lancet 1995; 270: 99–102
Lancet 1995; 346: 1361 303470 wanita pengguna kontrasepsi brw
hk oral, perkiraan angka kejadian ialah

Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Fasa ovulasi pada siklus ovarium sesuai dengan : e) Tanpa kecuali
a) Folikular
b) Proliferasi 6. Usia saat massa tulang mencapai maksimum ialah sekitar :
c) Menstruasi a) l8 tahun
d) Luteal b) 25 tahun
e) Sekretori c) 35 tahun
d) 50 tahun
2. Pil pasca senggama harus digunakan dalam beberapa jam e) 70 tahun
setelah senggama :
a) 6 jam 7. Hormon yang dapat digunakan untuk mencegah
b) 24 jam osteoporosis :
c) 48 jam a) Estrogen
d) 72jam b) Progesteron
e) 1 minggu c) Testosteron
d) Glukagon
3. Kanker yang dapat dikurangi risikonya melalui peng- e) Semua bisa
gunaan kontrasepsi oral :
a) Kanker endometrium 8. Hipofibrinogenemi merupakan komplikasi :
b) Kanker payudara a) Abortus inkomplit
c) Kanker serviks b) Abortus komplit
d) Kanker hati c) Missed abortion
e) Kanker paru d) Plasenta previa
e) Solusio plasenta
4. Risiko kardiovaskuler pil kontrasepsi dikaitkan dengan
adanya: 9. Abortus ialah penghentian kehamilan sebelum :
a) Estrogen dosis rendah a) l2 minggu
b) Estrogen dosis tinggi b) 20 minggu
c) Progestin dosis rendah c) 24 minggu
d) Progestin dosis tinggi d) 36 minggu
e) Pil kombinasi e) 40 minggu

5. Tanda ganas tumor ovarium adalah sebagai berikut, 10. Perdarahan paling hebat dijumpai pada :
kecuali: a) Abortus imminens
a) Konsistensi kistik b) Abortus insipien
b) Adanya nekrosis c) Abortus inkoipplet
c) Perlengketan d) AboiThs komplet
d) Adanya asites e) Missed abortion

7.A 8.C 9.B 10.C


Jawaban : 1.E 2.D 3.A 4.B 5.A 6.C

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996

You might also like