You are on page 1of 4

LI PEMICU 3 SINUSITIS Edi Kurnawan/I11110013 Definisi Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal.

Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansunusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis selalu melibatkan mukosa pada hidung dan jarang terjadi tanpa disertai dengan rhinitis maka sering juga disebut rhinosinusitis. Rhinosinusitis dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat anatomi (maxillary, ethmoidal, frontal, sphenoidal), organisme patogen (viral, bacterial, fungi), adanya komplikasi (orbital, intracranial) dan dihubungkan dengan beberapa faktor (nasal polyposis, immunosupression, anatomic variants). Konsensus 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan (Mangunkusomo, 2007). Etiologi Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam. Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi.Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor. Sinusitis dapat disebabkan oleh beberapa patogen seperti bakteri (Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram (-), Pseudomonas, fusobakteria), virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus), dan jamur. Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi

bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Diagnosis Penegakan diagnosis sinusitis secara umum: a) Kriteria Mayor : Sekret nasal yang purulen Drenase faring yang purulen Purulent Post Nasal drip Batuk Foto rontgen (Watersradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari antrum Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus b) Kriteria Minor : Sakit kepala, edem periorbital, nyeri di wajah, sakit gigi, nyeri telinga, sakit tenggorok, nafas berbau, bersin-bersin bertambah sering, demam, tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri, Ultrasound Kemungkinan terjadinya sinusitis jika : Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan 2 kriteria minor Dalam menegakkan diagnosis penyakit sinusitis baik akut maupun kronik harus melakukan beberapa langkah seperti anamnesis (riwayat pasien), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penegakkan diagnosis tersebut harus dilakukan dengan cermat sebab ini akan sangat mempengaruhi dokter terutama dalam penatalaksanaan pasien. Berikut langkah-langkah dalam mendiagnosis sinusitis baik akut maupun kronis. a) Sinusitis Akut Anamnesis Riwayat rhinitis allergi, vasomotor rhinitis, nasal polyps, rhinitis medicamentosa atau immunodeficiency harus dicari dalam mengevaluasi sinusitis. Sinusitis lebih sering terjadi pada orang yang mengalami kelainan kongenital pada imunitas humoral dan pergerakan sillia, cystic fibrosis dan penderita AIDS. Sinusitis yang disebabkan oleh bakteri sering salah diagnosis. Faktanya hanya 4050 % dari kasus yang berhasil didiagnosis dengan tepat oleh dokter. Meskipun kriteria diagnosis sinusitis akut telah ditetapkan, tak ada satu tanda atau gejala yang kuat dalam mendiagnosis sinusitis yang disebabkan bakteri. Akan tetapi, sinusitis akut yang disebabkan bakteri harus dicurigai pada pasien yang memperlihatkan gejala ISPA yang disebabkan virus yang tidak sembuh selama 10 hari atau memburuk setelah 5 7 hari. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, hal-hal yang mungkin kita temui pada pasien seperti purulent nasal secretion, purulent posterior pharyngeal secretion, mucosal

erythema, periorbital erythema, tenderness overlying sinuses, air-fluid levels on transillium of the sinuses dan facial erythema. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium: ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dan C-reactive protein meningkat pada pasien sinusitis tapi hasil ini tidak spesifik. Hasil pemeriksaan darah lengkap juga diperlukan sebagai acuan pembanding. Pemeriksaan sitologi nasal berguna untuk menjelaskan beberapa hal seperti allergic rhinitis, eosinophilia, nasal polyposis dan aspirin sensitivity. Kita juga dapat melakukan kultur pada produk sekresi nasal akan tepai sangat terbatas karena sering terkontaminasi dengan normal flora. Pemeriksaan Imaging: pemeriksaan ini dilakukan terutama untuk mendapatkan gambaran sinus yang dicurigai mengalami infeksi. Ada beberapa pilihan imaging yang dapat dilakukan yaitu plain radiography (kurang sensitif terutama pada sinus ethmoidal), CT scan (hasilnya lebih baik dari pada rontgen tapi agak mahal), MRI (berguna hanya pada infeksi jamur atau curiga tumor) dan USG (penggunaannya terbatas). b) Sinusitis kronik Anamnesis Sinusitis kronik lebih sulit didiagnosis dibandingkan dengan sinusitis akut. Dalam menggali riwayat pasien harus cermat, jika tidak maka sering salah diagnosis. Gejala seperti demam dan nyeri pada wajah biasanya tidak ditemukan pada pasien sinusitis kronik. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaaan fisik pasien sinusitis kronik ditemukan beberapa hal seperti pain or tenderness on palpation over frontal or maxillary sinuses, oropharyngeal erythema dan purulent secretions, dental caries dan ophthalmic manifestation (conjunctival congestion dan lacrimation, proptosis). Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan kultur hapusan nasal tidak memiliki nilai diagnostik. Kadang-kadang pada hapusan nasal ditemukan juga eosinopil yang mengindikasikan adanya penyebab alergi. Pemeriksaan darah lengkap rutin dan ESR secara umum kurang membantu, akan tetapi biasanya ditemukan adanya kenaikan pada pasien dengan demam. Pada kasus yang berat, kultur darah dan kultur darah fungal sangat diperlukan. Tes alergi diperlukan untuk mencari penyebab penyakit yang mendasari. Pemeriksaan Imaging: imaging yang tersedia untuk membantu dalam menegakkan diagnosis sinusitis kronis seperti plain radiography, CT scan, dan MRI. Prinsip penggunaannya sama pada sinusitis akut. Manifestasi kilinis Manifestasi klinis yang khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Manifertasi klinis yang ditimbulkan oleh

sinusitis dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat). Gejala subyektif : demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lender hidung yang kental danterkadang bau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari. Gejala obyektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah bawah orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi. Sinusitis akut dan kronis memilki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena : Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata, sakit gigi dan sakit kepala Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi. Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3

You might also like