You are on page 1of 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Tingkat konsumsi kertas di Indonesia bahkan di dunia terus mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan konsumsi kertas pada tahun 2003 yang mencapai 5,31 juta ton, untuk tahun 2004 kebutuhan konsumsi kertas menjadi 5,40 juta ton, sedangkan pada tahun 2005 konsumsi kertas meningkat lagi ke 5,61 juta ton dan pada tahun 2009 konsumsi kertas dapat mencapai 6,45 juta ton. Peningkatan tingkat konsumsi ini memberikan konsekuensi tingginya limbah kertas yang dihasilkan, namun pemanfaatan limbah kertas justru belum banyak dikembangkan. Banyak limbah kertas yang dibiarkan menumpuk dengan upaya pengelolaan yang minimal. Padahal besarnya jumlah limbah kertas yang ada memberikan peluang terhadap upaya pemanfaatan limbah kertas tersebut. Berdasarkan laporan Ketua Asosiasi Pulp dan kertas Indonesia (APKI) Mansur (2008) tingkat konsumsi kertas di Indonesia meningkat 1 kg per kapita. Pemanfaatan limbah kertas yang masih terbatas memiliki peranan penting untuk dikembangkan. Pemanfaatan limbah kertas saat ini terbatas untuk menghasilkan produk-produk kertas daur ulang, pengganti media tanam, dan barang-barang kerajinan. Padahal jika dilihat dari komponen penyusunnya kertas merupakan limbah yang sangat berharga karena terdiri dari sebagian besar selulosa, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol. Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati ini diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga

kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar berbasis nabati juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, sehingga nantinya emisi yang dihasilkan akan ramah terhadap lingkungan.

1.2. Perumusan Permasalahan 1.2.1 Bagaimanakah pengaruh konsentrasi asam yang digunakan pada saat proses hidrolisis terhadap kadar etanol yang dihasilkan ? 1.2.2 Bagaimanakah pengaruh suhu pada saat proses hidrolisis terhadap kadar etanol yang dihasilkan ? 1.2.3 Bagaimanakah pengaruh lamanya waktu hidrolisis terhadap kadar etanol yang dihasilkan ? 1.2.4 Apakah ada pengaruh dari variasi ragi yang dipergunakan dalam proses fermentasi terhadap kadar etanol yang dihasilkan ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.4.1 Mengetahui potensi limbah koran bekas sebagai bahan baku produksi bioetanol dengan menggunakan proses hidrolisis asam lemah dan fermentasi. 1.4.2 Mengetahui pengaruh dari beberapa variabel yang digunakan terhadap kadar etanol yang dihasilkan.

1.4. Hipotesa 1.3.1 Koran Bekas dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol karena mengandung selulosa yang dapat diubah menjadi glukosa melalui proses hidrolisis dilanjutkan dengan proses fermentasi menjadi alkohol (etanol). 1.3.2 Semakin tinggi konsentrasi asam yang kita gunakan pada saat proses hidrolisis, maka semakin tinggi kadar etanol yang kita dapatkan.

1.3.3 Semakin tinggi suhu yang kita gunakan, maka akan semakin mempermudah dekomposisi gula sederhana dan lignin, sehingga memperbesar kadar etanol. 1.3.4 Semakin lama waktu yang kita gunakan pada proses hidrolisis, maka semakin besar kadar etanol yang didapatkan. 1.3.5 Dengan menggunakan ragi yang berbeda pada proses fermentasi yang dilakukan, maka volume bioetanol yang dihasilkan juga akan berbeda.

1.5. Manfaat Penelitian Memberikan informasi ilmiah bagi ilmu pengetahuan mengenai produksi bioetanol dari limbah kertas bekas dengan menggunakan hidrolisis asam khususnya asam lemah dan fermentasi sebagai bahan bakar alternatif.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, dimulai pada Juli November 2011, dengan menggunakan selulosa dari koran bekas sebagai bahan baku utama dan asam sulfat untuk hidrolisa. Penelitian ini menggunakan berat koran bekas 30 gr, variabel penelitian terdiri dari persen asam sulfat 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5%, temperatur hidrolisa 100, 120, 140, 160, 180, 200, dan 220oC, waktu hidrolisa 30, 60, 90, 120 dan 150 menit dan dua jenis ragi yaitu ragi roti dan tape dengan variasi berat 5, 10, 15, 20, dan 25% dari berat bahan baku. Pada penelitian ini, peneliti melakukan analisa kadar etanol secara kuantitatif dari koran bekas. Analisa yang dilakukan adalah dengan menghitung kadar etanol berdasarkan densitas zat hasil evaporasi dan menggunakan alat Gas Chromatography (GC).

You might also like