You are on page 1of 57

2007

http://www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125-913X

Keselamatan dan Kesehatan


Kerja di Laboratorium
Urgensi Rumah Sakit Pekerja
di Indonesia
Ergonomi Bagi Pekerja Sektor
Informal
Stres dan Sistem Imun
Tubuh
Efek Kesehatan Pajanan
Radiasi Dosis Rendah
Antraks
Sindrom Dry Eye pada
Pengguna VDT
Pengaruh Perbedaan
Intensitas Kebisingan terhadap
Sindrom Dispepsia
Mielopati Servikal Traumatika
Miliaria akibat Kerja
Aplikasi Stem Cell pada
Stroke Iskemik

Kesehatan Kerja
vol.34 no.1/154
Januari - Maret 2007
2007

http://www.kalbefarma.com/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

vol. 34 no. 1/154


Kesehatan Kerja
Daftar isi :
2. Editorial
4. English Summary

Artikel
5. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium – Sri
Sugihati Slamet
7. Urgensi Berdirinya Rumah Sakit Pekerja di Indonesia – Sudi Astono
9. Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal – Fikry Effendi
13. Stres dan Sistem Imun Tubuh : Suatu Pendekatan Psikoneuro-
imunologi – Bambang Gunawan, Sumardiono
17. Efek Kesehatan Pajanan Radiasi Dosis Rendah – Zubaidah Alatas
24. Antraks – Agus Sjahrurachman
29. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VDT) –
Nendyah Roestijawati
35. Pengaruh Perbedaan Intensitas Kebisingan terhadap Sindrom
Dispepsia pada Tenaga Kerja PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
– Hartono
39. Mielopati Servikal Traumatika : Telaah Pustaka Terkini – Rizaldy
Pinzon
43. Miliaria akibat Kerja – Aryawan Wichaksana

46. Aplikasi Stem Cell pada Stroke Iskemik – Rafael Gunawan

51. Kapsul
52. Informatika Kedokteran
53. Kegiatan Ilmiah
55. Abstrak
56. RPPIK
Cermin Dunia Kedokteran

E D I T O R I AL
Sebagian besar waktu (saat terjaga) kita dilewatkan di tempat kerja.
Oleh karena itu wajar jika seharusnya kesehatan kerja mendapat lebih
banyak perhatian dari kalangan kesehatan dan kedokteran.
Berbagai masalah kesehatan yang dapat timbul di lingkungan kerja
merupakan pokok bahasan Cermin Dunia Kedokteran edisi ini.
Beberapa penyakit/keadaan yang dapat merupakan risiko kerja seperti
masalah ergonomi, juga kami sertakan agar dapat memperluas
wawasan para sejawat sekalian.

Selain itu, edisi ini kami isi juga dengan beberapa artikel mengenai
lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti radiasi dosis
rendah, kebisingan dan penggunaan komputer. Dan satu artikel
mengenai stem cell yang tidak bisa ikut terbit bersama artikel stem cell
lain di edisi terdahulu.

Dimulai dari edisi 2007 ini, kami mengubah sistim penomoran majalah
menjadi sistim volume per tahun; dan karena majalah Cermin Dunia
Kedokteran telah terbit sejak tahun 1974, maka kami memulainya
dengan volume 34.

Datangnya tahun yang baru ini semoga juga membawa lebih banyak
kesejahteraan bagi sejawat sekalian

Selamat Tahun Baru 2007

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


2007

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr. Oen L.H. MSc
PEMIMPIN UMUM - Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.
Dr. Erik Tapan Guru Besar Purnabakti Infeksi Tropik Laboratorium Ortodonti
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
KETUA PENYUNTING Jakarta Jakarta
Dr. Budi Riyanto W.

- Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, - DR.Arini Setiawati


MScD, PhD. Bagian Farmakologi
TATA USAHA Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Dodi Sumarna Universitas Indonesia, Jakarta Jakarta
INFORMASI/DATABASE
Ronald T. Gultom, SKom
ALAMAT REDAKSI
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta
10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171
E-mail : cdk@kalbe.co.id
http: //www.kalbefarma.com/cdk
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 DEWAN REDAKSI
Tanggal 3 Juli 1976
PENERBIT
Grup PT. Kalbe Farma Tbk. - Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
Zahir MSc.
PENCETAK
PT. Temprint http://www.kalbefarma.com/cdk

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-
bidang tersebut. tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Contoh :
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.
dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : cdk@kalbe.co.id
bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ secara tertulis.
grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan


tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja
si penulis.
English Summary
STRESS AND IMMUNE SYSTEM : A physical and chemical processes that PT. Kusumahadi Santosa (2) to find out
PSYCHONEUROIMMUNOLOGICAL occur immediately after the exposure, whether noise level difference
APPROACH followed by biological process in the influences the incidence of dyspepsia.
body. The research design is an ana-
Bambang Gunawan*, Sumadiono** These processes will involve lytical survey with cross sectional
∗ Professional Program, Faculty of successive changes in molecules, approach.
Medicine, ∗∗ Allergy-Immunology cells, tissue and whole organism levels. The research was conducted from
Subdept., Dept. of Child Health, Any dose of radiation may affects December 2001 to May 2002. The
Faculty of Medicine, Gadjah Mada health since even a single ionizing number of respondents was 227; 95
University, Yogyakarta, Indonesia event can result in DNA damage. This respondents (41.85%) worked at the
damage is considered to be the main Production room, 91 (40.08%) worked
A healthy condition can be initiating event of cell damage that at the Inspecting room and 41(18,06
maintained by a good individual may lead to cancer and hereditary %) worked at the Office room. They
immune system. Stress occures due to diseases. It has also been indicated were chosen using purpose sampling
unfullfiled basic human needs that that cytogenetic damage can occur method with exclusion and inclusion
could manifest in physiological, as bystander effects. criteria.
cognitive, emotional and behaviour There is significant difference of
Cermin Dunia Kedokt. 2007;34(1) : 17-23
change. The concept of psycho- zas noise level in the Production room
neuroimmunology today is focused on compared to the Inspecting room
the interaction among behaviour, and Office room. And that high noise
central nervous system (CNS), DRY EYE SYNDROME AMONG VISUAL level correlated with the incidence of
endocrine and immune system. This DISPLAY TERMINAL (VDT) USER dyspepsia syndrome among workers.
mechanism is facilitated by chemical Cermin Dunia Kedokt. 2007; 34(1) : 35-8
mediators such as glucocorticoids, Nendyah Roestijawati hto
amine substances and several types
of polypeptides regulated by limbic- Dept. of Public Health, Faculty of
hypothalamo - pituitary - adrenal Medicine, Yarsi University, Jakarta, TRAUMATIC CERVICAL MYELOPATHY
(LHPA) axis that may decrease Indonesia
immune responses of Natural Killer (NK) Rizaldy Pinzon
cell, interleukin (IL-2R mRNA), TNF-α VDT work is a risk factor for dry eye
Dept.of Neurology, Haulussy Regional
and production of interferon gamma. syndrome. Other risk factors were
Hospital, Ambon, Indonesia
Cermin Dunia Kedokt. 2007; 34(1): 13-6
personal and workplace environment.
bgn, sdo Personal factors are age, sex, reading Acute spinal cord injury is a
habit and refraction failure, while devastating condition typically
workplace environment factors are affecting young people. The spinal
EFFECTS OF LOW DOSE RADIATION temperature, humidity, light, height of cord injury can be complete or
EXPOSURE ON HEALTH desk, chair and distance of eye to incomplete; the most common type is
monitor. Central cord syndrome. The goal of
Zubaidah Alatas therapy in patients with spinal cord
Cermin Dunia Kedokt. 2007;34(1): 29-34
Radiation and Nuclear Biomedicine nri injury is to improve motor and sensory
Safety Center, Nuclear Power functions. High-dose steroids are
National Board, Jakarta, Indonesia thought to reduce the secondary
THE EFFECT OF NOISE LEVEL TO effects of acute spinal cord injury.
Living organisms have adapted to DYSPEPSIA SYNDROME AMONG Patients with a complete cord injury
the natural levels of radiation and WORKERS OF PT. KUSUMAHADI have a less than 5% chance of
radioactivity from external sources SANTOSA, KARANGANYAR recovery. If complete paralysis persists
including radionuclides from earth and at 72 hours after injury, recovery is
cosmic radiation, and internal Hartono essentially zero. The prognosis is much
radiation from radionuclides, mainly Dept. of Physics, Faculty of Medi- better for incomplete cord syndromes.
uranium and thorium series cine, UNS University, Solo, Indonesia The causes of death that appear to
incorporated into the body. Industrial have the greatest impact on reducing
processes involving natural resources The aims of this study were (1) to life expectancy among spinal cord
enhance these radionuclides to a find out the difference of noise level injury patients are pneumonia,
degree that may pose risk to human between the Production room of pulmonary emboli and septicemia.
and environment. Biological effects of Weaving Department and the
Cermin Dunia Kedokt. 2007; 34(1): 39-42
ionizing radiation are the outcomes of Inspecting room and Office room in rpn

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Artikel
IKHTISAR

Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Laboratorium
Sri Sugihati Slamet
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN b. bagaimana mengerjakannya


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas laboratorium selalu c. mengapa mengerjakan
dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya d. siapa yang mengerjakan
infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun gelas e. kapan harus dikerjakan
yang digunakan secara rutin. f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang
laboratorium dapat digolongkan dalam : pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang
1. bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai
terbakar atau meledak. makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan risiko
2. bahan beracun, korosif dan kaustik bahaya yang dapat terjadi dalam laboratorium makin besar.
3. bahaya radiasi Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di
4. luka bakar laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi
5. syok akibat aliran listrik keselamatan kerja laboratorium.
6. luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
7. bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. B. Organizing (Organisasi)
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium
usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat
peraturan serta penerapan disiplin kerja. laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau
Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen nasional.
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara
langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di
KERJA DI LABORATORIUM tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja.
ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu
lain (G.Terry). Untuk mencapai tujuan tersebut, dia membagi dibentuk Komisi Keamanan Kerja Laboratorium yang tugas
kegiatan atau fungsi manajemen menjadi : dan wewenangnya dapat berupa :
A. Planning (perencanaan) 1. menyusun garis besar pedoman keamanan kerja
B. Organizing (organisasi) laboratorium
C. Actuating (pelaksanaan) 2. memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana-
D. Controlling (pengawasan) an keamanan kerja laboratorium
3. memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja
A. Planning (Perencanaan) laboratorium
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan 4. memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan
kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna penerbitan izin laboratorium
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah 5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. dari suatu laboratorium
Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi : 6. dan lain-lain.
a. apa yang dikerjakan Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5


Manajemen keselamatan kerja

profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, keamanan kerja laboratorium


HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan 5. melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa
kerja laboratorium ini. berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut
Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait 6. dan lain-lain.
dengan kegiatan laboratorium dapat diangkat menjadi anggota
komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat PENUTUP
(nasional). Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminat laboratorium seperti proses manajemen umumnya adalah
tersebut dapat juga membentuk badan independen yang penerapan berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan,
berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina organisasi, pelaksanaan dan pengawasan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium. Fungsi perencanaan meliputi perkiraan / peramalan, dilanjutkan
dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan dicapai,
C. Actuating (Pelaksanaan) menganalisa data, fakta dan informasi, merumuskan masalah
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan serta menyusun program.
mendorong semangat kerja bawahan, mengerahkan aktivitas Fungsi berikutnya adalah fungsi pelaksanaan yang mencakup
bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan pengorganisasian penempatan staf, pendanaan serta implemen-
menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua tasi program.
aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan Fungsi terakhir ialah fungsi pengawasan yang meliputi
sebelumnya. penataan dan evaluasi hasil kegiatan serta pengendalian.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja Walaupun secara teoritis perencanaan, pelaksanaan dan
laboratorium sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan pengawasan dipisah-pisahkan, tetapi sebenarnya ketiga hal
sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja dalam tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan saling
laboratorium wajib mengetahui dan memahami semua hal yang terkait.
diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja
dalam laboratorium, serta memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan Keputusan
penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian
mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani
berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Analisis
Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul Pelaksanaan
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi Masalah
tugas manajer untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
Evaluasi
D. Controlling (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan
agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana
Diagram : Siklus Manajemen
yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 Dari siklus seperti tampak dalam diagram, kelihatan suatu
prinsip pokok, yaitu : proses manajemen merupakan siklus yang berkelanjutan.
a. adanya rencana Bila menemui permasalahan, maka manajer yang
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang bersangkutan akan menganalisis untuk mencari penyebab dan
kepada bawahan. mencari cara pemecahan yang tepat. Kemudian dia membuat
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah keputusan pemecahan permasalahan untuk dilaksanakan.
sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan Selanjutnya dilakukan pemantauan dan evaluasi hasil yang
demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi dicapai. Hasil evaluasi ini dibandingkan dengan perencanaan.
perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan Kalau ada penyimpangan, maka dilakukan perbaikan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan seperlunya.
diabaikan.
KEPUSTAKAAN
Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan labora-
torium yang tugasnya antara lain : 1. Dalima DAW. Keselamatan Kerja di Laboratorium dan Lingkungan,
1. memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- Penataran Analis RS Pertamina, Jakarta, 1-14 Maret 1991.
praktek laboratorium yang baik, benar dan aman 2. Soemanto Imamkhasani. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia,
Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1990.
2. memastikan semua petugas laboratorium memahami cara- 3. Juli Soemarsono. Pengamanan Kerja dalam Laboratorium Klinik,
cara menghindari risiko bahaya dalam laboratorium Musyawarah Nasional I, Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia,
3. melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa Jakarta, April 1997.
berbahaya atau kecelakaan. 4. Syukri Sahab MS. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Penerbit PT.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang Sumber Daya Manusia, Jakarta 1997.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


OPINI

Urgensi Berdirinya Rumah Sakit


Pekerja di Indonesia
Sudi Astono
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan & Kesehatan Kerja
Ditjen Binawas Ketenagakerjaan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta, Indonesia

Rumah sakit pekerja di Indonesia sudah sejak lama sangat dengan dokter perusahaan, poliklinik lain di luar perusahaan,
dibutuhkan. Baik dari pihak praktisi dan profesi atau asosiasi kerja sama dengan dokter praktek swasta, puskesmas maupun
bidang kesehatan kerja maupun dari pihak Depnaker dan rumah sakit. Perusahaan besar sering sudah punya rumah sakit
Universitas sudah berusaha untuk mengupayakan berdirinya sendiri. Namun di beberapa perusahaan, fasilitas pelayanan
rumah sakit pekerja; namun dari pihak pekerja sendiri masih kesehatan yang ditunjuk oleh Jamsostek lokasinya sering jauh
belum mendapat perhatian penting. dari pabrik sehingga akhirnya tenaga kerja berobat di mana saja
Upaya-upaya untuk memperjuangkan berdirinya rumah yang dapat dijangkau.
sakit pekerja banyak mengalami hambatan karena belum Dari berbagai sistim atau cara pelayanan kesehatan
mendapat dukungan yang kuat dari pihak penentu kebijakan. terhadap pekerja yang ada sekarang, tenaga kerja hanya
Belakangan ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sangat mendapatkan pengobatan secara umum dan sering hanya
menghendaki agar rumah sakit pekerja segera terealisir karena bersifat kuratif saja. Padahal tenaga kerja sering menderita
merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang penyakit yang lebih spesifik dibanding penyakit di masyarakat
sangat penting. Dilihat dari sumberdaya yang ada, rumah sakit pada umumnya, karena adanya berbagai penyebab penyakit
pekerja sangat mungkin direalisasikan apalagi jika didukung khusus yang ada di perusahaan tempatnya bekerja.
oleh PT Jamsostek. Dalam hal ini rumah sakit pekerja diharapkan akan
Sangat disayangkan jika ada pihak yang tidak mendukung menjadi pusat rujukan yang dapat menangani masalah
rencana atau upaya untuk merealisasikan berdirinya rumah kesehatan pekerja secara spesifik dan komprehensif.
sakit pekerja di Indonesia, apalagi jika berasal dari praktisi
kesehatan dan juga seorang pejabat di lingkungan Departemen KONDISI DI LAPANGAN
Kesehatan (Republika 7 Januari 2003). Para pekerja setiap hari selalu berhadapan dengan risiko
Seharusnya inisiatif berdirinya rumah sakit pekerja bahaya sesuai jenis pekerjaan dan kondisi tempat kerjanya yang
didukung oleh kita semua, khususnya para praktisi kesehatan dapat menimbulkan kecelakaan kerja (occupational injury)
dan kesehatan kerja dan pejabat terkait baik dari departemen maupun penyakit akibat kerja (occupational diseases). Sistem
Kesehatan, departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi maupun pelayanan kesehatan terhadap pekerja selama ini belum
departemen terkait lainnya termasuk dari pihak pengusaha dan memuaskan, baik dari segi pemerataan fasilitas pelayanan
pekerja. Dengan pikiran yang jernih niscaya kita menyadari (termasuk yang disediakan PT Jamsostek) maupun dari segi
bahwa berdirinya rumah sakit pekerja sangat penting dan mutu dan esensi pelayanannya.
sangat dibutuhkan khususnya bagi para pekerja dan bagi Berdasarkan pengalaman di lapangan, penulis yakin bahwa
bangsa Indonesia pada umumnya. penyakit akibat kerja cukup banyak terjadi, tetapi jarang sekali
Tenaga kerja merupakan agen dan aset nasional yang atau hampir tidak pernah dilaporkan oleh karena berbagai hal.
berperan besar dalam mendorong perekonomian negara. Maka Proses terjadinya penyakit akibat kerja ada yang bersifat akut
selayaknya tenaga kerja mendapat perlindungan sebaik dan lebih banyak lagi yang bersifat kronis atau perlahan-lahan
baiknya.. sehingga sering tidak disadari oleh pekerja dan jarang
Alasan mengapa rumah sakit pekerja sangat penting, terdeteksi sejak awal oleh tenaga medis. Dalam jangka waktu
kiranya perlu diketahui latar belakang dan banyaknya masalah tertentu (lama) penyakit akibat kerja dapat muncul menjadi
yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja di Indonesia. penyakit yang fatal atau sangat sulit disembuhkan. Hal ini bisa
terjadi saat seorang tenaga kerja masih produktif dan akan
SISTIM PELAYANAN KESEHATAN (KERJA) kehilangan produktifitasnya maupun sesudah berhenti bekerja
Selama ini kesehatan tenaga kerja dilayani melalui sehingga tidak lagi dapat diklaim ganti ruginya.
beberapa cara pelayanan antara lain : Poliklinik perusahaan Dengan demikian penyakit akibat kerja ibarat api dalam

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 7


Urgensi RS Pekerja

sekam, yang suatu saat dapat menjadi permasalahan besar dan pada umumnya adalah tidak adanya perhatian khusus terhadap
akan disadari sesudah semuanya terlambat . penyakit akibat kerja. Baik pasien dari masyarakat umum
Dalam hal ini pekerja sangat dirugikan, karena penyakit maupun dari masyarakat pekerja mendapatkan penanganan
akibat kerja yang dideritanya tidak dapat dideteksi secara dini yang sama. Sehingga sampai sekarang data penyakit akibat
atau tidak mendapat penanganan yang tepat. Pada suatu saat kerja di Indonesia sangat minim.
akan dapat muncul penyakit akibat kerja yang sulit Hal tersebut di atas karena masih kurangnya SDM yang
disembuhkan. memiliki kompetensi di bidang kesehatan kerja, dan sangat
Dengan asumsi ini, bila tidak ada perubahan paradigma terbatasnya institusi pendidikan yang mencetak SDM tersebut.
dalam penanganan kesehatan pekerja maka permasalahan Salah satu syarat penyelenggaraan pendidikan spesialis
kesehatan kerja (penyakit akibat kerja) merupakan bom waktu. kedokteran okupasi adalah adanya rumah sakit pekerja. Jadi
Banyaknya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja juga berdirinya rumah sakit pekerja sangat dibutuhkan untuk
akan memperberat beban Jamsostek untuk memberikan ganti pengembangan ilmu (kesehatan kerja) dan peningkatan SDM di
ruginya. bidang kesehatan kerja.
Dengan alasan tersebut maka berdirinya rumah sakit Bagian Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
pekerja dapat menjadi salah satu faktor pendorong ke arah Universitas Indonesia pada saat ini sedang merencanakan untuk
pelayanan kesehatan tenaga kerja yang komprehensif. Rumah menyelenggarakan program pendidikan dokter spesialis
sakit pekerja juga sangat penting sebagai wahana pendukung Kedokteran Okupasi.
kemajuan ilmu pelayanan kesehatan kerja. Jamsostek memang
sudah selayaknya mendukung berdirinya rumah sakit-rumah Era Globalisasi
sakit pekerja. Dalam jangka panjang dengan adanya perubahan Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling
cara penanganan kesehatan pekerja maka Jamsostek akan berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau
diuntungkan. Asumsinya adalah, bila upaya pelayanan penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami
kesehatan kerja lebih baik dan dengan menitik beratkan pada kecelakaan kerja
aspek promotif dan preventif, maka diharapkan klaim Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan menurun. pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa
Secara ekonomis biaya pencegahan penyakit adalah lebih kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
murah dibanding dengan biaya pengobatan berbagai penyakit akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja
maupun perlukaan akibat kerja. sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang
kesehatan dan keselamatan kerja.
SUMBERDAYA MANUSIA DI BIDANG KESEHATAN Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan
KERJA keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang
Di Indonesia baru ada beberapa orang dokter ahli berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan.
kesehatan kerja (Spesialis Kedokteran Okupasi) yang Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada
menempuh pendidikannya di luar negeri karena di Indonesia di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja,
belum ada program pendidikan spesialis kedokteran okupasi. kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita
Di Bagian Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia baru tetap dapat ikut bersaing di pasar global.
ada program pendidikan Pascasarjana Kesehatan Kerja Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja
(Hiperkes Medis). Sudah puluhan sampai ratusan dokter yang merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun
telah menyelesaikan pendidikan tersebut. Jadi keberadaan niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu,
rumah sakit pekerja di Indonesia dapat didukung oleh SDM bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional
yang sudah ada tersebut walaupun masih perlu ditingkatkan serta untuk menghadapi persaingan global.
khususnya untuk tenaga dokter spesialis Kedokteran Okupasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah
sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat
Perkembangan Ilmu rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit
Kesehatan kerja merupakan sub disiplin ilmu tersendiri di akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri
bidang kesehatan yang memerlukan sumber daya manusia yang rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja
kompeten yaitu dokter spesialis okupasi atau lulusan S2 mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
Kesehatan Kerja. Penanganan kesehatan kerja juga yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit
memerlukan penanganan komprehensif layaknya penanganan pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal
kesehatan pada umumnya (promotif, preventif, kuratif dan ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
rehabilitatif). kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi.
Hal khusus yang perlu diperhatikan yaitu bahwa pekerja Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit
tertentu akan dapat menderita penyakit tertentu sesuai potensi pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan
bahaya pekerjaan atau tempat kerjanya. Kelemahan fasilitas dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita
pelayanan dan SDM yang menangani kesehatan tenaga kerja kritisi bersama.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


ANALISIS

Ergonomi Bagi Pekerja


Sektor Informal
Fikry Effendi
Bagian Ilmu Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN industri informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, usaha-


usaha di luar sektor modern/ formal yang mempunyai ciri-ciri
Pembangunan Nasional yang telah dan akan dilaksanakan sebagai berikut :
saat ini, dilakukan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan - Sederhana
teknologi maju dan telah mampu menghasilkan peluang kerja - Skala usaha relatif kecil
sehingga diharapkan dapat meningkatkan status sosial ekonomi - Umumnya belum terorganisisr secara baik
dan kualitas hidup keluarga dan masyarakat. Hal ini akan ber- Menurut M. Mikhew (ICHOIS 1997), gambaran umum
hasil jika pelbagai risiko yang akan mempengaruhi kehidupan industri sektor informal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
para pekerja, keluarga dan masyarakat dapat diantisipasi. Pel- 1. Timbulnya risiko bahaya pekerjaan yang tinggi.
bagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya penyakit 2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan
akibat kerja (PAK), penyakit yang berhubungan dengan pe- kerja dan menentukan pelayanan kesehatan kerja yang adekuat
kerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan ke- 3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor fisiko kese-
cacatan dan kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh hatan kerja.
semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses 4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang
kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai berat dan jam kerja yang panjang.
pendekatan ergonomik. 5. Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan
Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani rendahnya pengawasan manajemen serta pencegahan bahaya-
lama, yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai bahaya pekerjaan.
cukup luas termasuk faktor lingkungan kerja dan metode kerja. 6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya aki-
International Labour Organization (ILO) mendefinisikan bat pekerjaan.
ergonomi sebagai berikut: Ergonomi ialah penerapan ilmu bio- 7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan
logi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai dengan baik.
penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara 8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan,
optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan sosial (asuransi kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.
kesejahteraan. Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui pene-
Menyongsong era globalisasi, dalam rapat kerja ISO on rapan ergonomi, diharapkan dapat meningkatkan mutu kehi-
Occupational and Safety Management System di Geneva pada dupan kerja (Quality of Working Life), dengan demikian
tanggal 5-6 September 1996 telah diputuskan tentang penerap- meningkatkan produktifitas kerja dan menurunkan prelavensi
an secara internasional progam Keselamatan dan Kesehatan penyakit akibat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Kerja (K3) sebagai salah satu syarat dalam standar inter- Interaksi ini akan berjalan dengan baik bila ketiga komponen
nasional yang berkaitan dengan perdagangan bebas. tersebut dipersiapkan dengan baik dan saling menunjang. Mi-
Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung salnya menyesuaikan ukuran peralatan kerja dengan postur
amat pesat, baik industri formal maupun industri di rumah tubuh pekerja dan menilai kelancaran gerakan tubuh pekerja.
tangga, pertanian, perdagangan dan perkebunan. Hal ini akan Dalam penerapan ergonomi akan dipelajari cara-cara
menimbulkan lapangan kerja baru dan menyerap tambahan penyesuaian pekerjaan, alat kerja dan lingkungan kerja dengan
angkatan kerja baru yang diperkirakan untuk tahun 2001 manusia, dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan
berjumlah 101 juta orang, sebagian besar (70-80%) berada di manusia itu sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia
sektor informal. Semua industri, baik formal maupun informal dan pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja
diharapkan dapat menerapkan K3. Yang dimaksud dengan dan produktifitas kerja.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 9


Ergonomi pekerja informal

PENGENALAN MASALAH ERGONOMI D di tempat kerja adalah sebagai berikut :


- Posisi berdiri
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi badan berdiri, tinggi
umumnya disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang lengan.
pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk per- - Posisi duduk
alatan kerja. Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pen- lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk
dekatan, yaitu lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak
1. Pendekatan kuratif kaki.
Dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang Penerapan antropometri dalam ergonomi menuntut adanya
berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/ suatu data antropometri tenaga kerja yang mewakili tenaga
modifikasi proses yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kerja baik laki-laki maupun perempuan. Pada penyajian data
kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja dan antropometri akan diketengahkan nilai rata-rata, simpang baku,
dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait dan standar deviasi. Rentang nilai dan penyajian data dalam
dengan proses kerja yang sedang berlangsung. bentuk persentil.
2. Pendekatan konseptual Perancangan tempat kerja yang cocok untuk pekerja yang
Dikenal sebagai pendekatan sistem dan akan sangat efektif dan terbesar dan yang terkecil tidak selalu berhasil, untuk itu diusa-
efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan hakan memenuhi persyaratan buat mayoritas. Biasanya di-
dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih lakukan pada Confidence Interval (CI) 90% atau 95%.
teknologi, prinsip-prinsip ergonomi sudah seyogyanya Bila rata-rata ( X ) dan standar deviasi (SD) diketahui, maka :
dimanfaatkan bersama-sama dengan kajian lain yang juga CI 95% = X ± 1.95 SD
perlu, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial budaya, hemat CI 90% = X ± 1.65 SD
energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik ini Bila yang digunakan ukuran persentil yang mencakup 90%
dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, dari populasi pekerja (CI 90%), maka batas yang digunakan
1997). Jika dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, adalah 5 dan 95 persentil yang sama dengan X ± 1.65 SD.
pendekatan ergonomi secara konseptual dilakukan sejak awal Pengenalan permasalahan ergonomi di tempat kerja perlu
perencanaan dengan mengetahui kemampuan adaptasi pekerja mempertimbangkan beberapa aspek (bidang kajian ergonomi),
sehingga dalam proses kerja selanjutnya, pekerja berada dalam yaitu :
batas kemampuan yang dimiliki. 1. Anatomi dan gerak
Terdapat 2 (dua) hal penting yang berhubungan, yakni :
a. Antropometris
DIMENSI ANTROPOMETRI Dimensi Antropometris dipengaruhi oleh :
- Jenis kelamin
Salah satu faktor pembatas kinerja tenaga kerja adalah - Perbedaan bangsa
tiadanya keserasian ukuran, bentuk sarana dan prasarana kerja - Sifat/hal-hal yang diturunkan
terhadap tenaga kerja. Guna mengatasi keadaan tersebut - Kebiasaan yang berbeda
diperlukan data antropometri tenaga kerja sebagai acuan dasar b. Biomekanik kerja
disain sarana dan prasarana kerja. Antropometri sebagai salah Misalnya dalam hal penerapan ilmu gaya antara lain sikap
satu disiplin ilmu yang digunakan dalam ergonomi memegang duduk/berdiri yang tidak/kurang melelahkan karena posisi yang
peranan utama dalam rancang bangun sarana dan prasarana benar dan ukuran peralatan yang telah diperhitungkan.
kerja. 2. Fisiologi
Data Antropometri digunakan untuk macam-macam keper- Dibagi menjadi :
luan. Pada kedokteran kehakiman, salah satu fungsi antro- - Fisiologi lingkungan kerja
pometri adalah untuk identifikasi. Di sektor ketenaga kerjaan a. Berhubungan dengan kenyamanan
peranan antropometri cukup dominan dalam menentukan efek- b. Pengamanan terhadap potential hazards, ruang gerak yang
tifitas dan efisiensi peralatan dan fasilitas kerja. Bagi seorang memadai
ahli ergonomi, antropometri merupakan salah satu perangkat - Fisiologi kerja
untuk mendapatkan hasil akhir berupa hubungan yang harmo- 3. Psikologi
nis antara manusia dan peralatan kerja. Dikenal dua macam Rasa aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapat-
antropometri, yakni antropometri statis dan antropometri di- kan oleh tenaga kerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan
namis. Pada umumnya berkaitan dengan rancang bangun sara- kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja dll.) tidak menimbulkan
na dan prasarana kerja cukup digunakan data-data antropometri stres pada pekerja.
statis. Dimensi tubuh manusia sangat bervariasi antara satu 4. Rekayasa dan teknologi antara lain :
orang dengan orang lainnya, antara laki-laki dan perempuan - Merupakan kiat-kiat untuk mendisain peralatan yang
dan antara beberapa suku bangsa. sesuai dengan ukuran tubuh dan batasan-batasan pergerakan
Beberapa posisi yang penting untuk penerapan ergonomi manusia.

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Ergonomi pekerja informal

- Memindahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya 10 menit. Selanjutnya adonan tersebut diuleni kembali secara
sehingga lebih efisien dan lebih produktif, untuk itu diperlukan manual selama 2 menit untuk mendapatkan adonan homogen.
disain mesin yang sesuai dengan operatornya. Posisi kerja : proses menguleni adonan dilakukan sambil ber-
- Memberi rasa aman terhadap pekerjaannya. diri dengan meja kerja permanen setinggi 70 cm yang terbuat
5. Penginderaan dari ubin/kayu dan berat adonan 6-8 kg.
- Kemampuan kelima indra manusia menangkap isyarat- b. Pencetakan
isyarat yang datang dari luar. Selanjutnya adoanan yang sudah homogen tersebut dimasukkan
ke dalam pencetak dan dimampatkan secara mekanis atau ma-
nual dan didapat keluaran berupa benang-benang adonan
APLIKASI ERGONOMI setebal 1 mm dari lobang pencetak, benang-benang adonan di-
tampung pada pencetak kerupuk sambil diputar-putar sehingga
1. Posisi duduk/bekerja dengan duduk, ada beberapa per- didapat bentuk yang bulat.
syaratan : Posisi kerja : pekerjaan pencetakan dilakukan sambil duduk
− Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya. di lantai.
− Tidak menimbulkan gangguan psikologis. c. Pengkukusan
− Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuas- Kerupuk mentah tersebut segera dimatangkan dengan cara
kan. pengkukusan selama 5-10 menit dan setelah matang dipindah
2. Posisi bekerja dengan berdiri : satu persatu dengan cara menjepit dengan jari-jari tangan ke
Berdiri dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung tempat yang lebih besar untuk dijemur di luar ruangan.
yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua tungkai. Pemindahan ke luar ruangan dilakukan dengan mengangkat
3. Proses bekerja tampah tersebut tinggi-tinggi dengan kedua tangan.
Ukuran yang benar akan memudahkan seseorang dalam Posisi kerja : pekerjaan memindahkan kerupuk setelah selesai
melakukan pekerjaannya, tetapi akibat postur tubuh yang dikukus dilakukan pada posisi duduk di lantai/jongkok.
berbeda, perlu pemecahan masalah terutama di negara-negara d. Penjemuran
berkembang yang menggunakan peralatan impor sehingga Kerupuk dijemur. Setelah kering ditampung dalam keranjang
perlu disesuaikan kembali, misalnya tempat kerja yang harus plastik dengan berat per keranjang 17-20 kg untuk disimpan
dilakukan dengan berdiri sebaiknya ditambahi bangku panjang sementara menunggu untuk digoreng.
setinggi 10-25 cm agar orang dapat bekerja sesuai dengan Posisi kerja : berdiri dengan tempat jemuran (para-para) yang
tinggi meja dan tidak melelahkan. terlalu rendah.
4. Penampilan tempat kerja e. Penggorengan
Mungkin akan menjadi baik dan lengkap bila disertai Kerupuk kering dalam keranjang dipindah ke tempat peng-
petunjuk-petunjuk berupa gambar-gambar yang mudah diingat, gorengan yang berjarak 10-12 meter. Proses penggorengan ke-
mudah dilihat setiap saat. rupuk dilakukan dalam 2 tahap, dengan minyak dingin dilan-
5. Mengangkat beban jutkan dengan minyak panas.
Terutama di negara berkembang mengangkat beban adalah Posisi kerja : proses penggorengan dilakukan dengan posisi
pekerjaan yang lazim dan sering dilakukan tanpa dipikirkan berdiri dengan 2 penggorengan dan tinggi wajan 70 cm; selesai
efek negatifnya, antara lain : kerusakan tulang punggung, ke- digoreng kerupuk dikemas dalam kaleng besar. Aliran udara di
lainan bentuk otot karena pekerjaan tertentu, prolapsus uteri, bagian ini kurang baik.
prolapsus ani ataupun hernia, dll. f. Pengemasan
Penanggulangan permasalahan ergonomi di setiap jenis pe- Posisi kerja : proses pengemasan dalam posisi berdiri mem-
kerjaan dapat dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bungkuk
bagaimana proses kerja dan posisi kerjanya.

Di bawah ini akan diuraikan contoh masalah ergonomi PENANGGULANGAN PERMASALAHAN ERGONOMI
yang dapat timbul akibat ketidaksesuaian antara pekerja dan
pekerjaannya: Aplikasi ergonomi dapat dilaksanakan dengan prinsip pe-
mecahan masalah; tahap awal adalah identifikasi masalah yang
Perajin Kerupuk sedang dihadapi. Hal ini dapat dilakukan dengan
Pekerjaan membuat kerupuk menggunakan bahan baku : mengumpulkan sebanyak mungkin informasi.
tepung tapioka, kanji, bahan tambahan pewarna dan penyedap. Langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah;
Hasil produksinya berupa kerupuk yang siap dimakan. masalah yang paling mencolok harus ditangani lebih dahulu.
Proses dan posisi kerja: Setelah analisis dikerjakan, maka satu atau dua alternatif inter-
a. Pembuatan adonan kerupuk vensi harus diusulkan.
Tepung tapioka dalam karung seberat 50 kg diangkat Pada pengenalan/rekognisi ada 3 hal yang harus
berdua dari tempat penampungan ke tempat pembuatan adonan diperhatikan, ketiganya berinteraksi dalam penerapan ergonomi
yang berjarak 2-8 meter. Bahan baku tersebut diaduk rata dengan fokus utama pada sumber daya manusia (human
secara mekanis selama 3-5 menit atau secara manual selama 7- centered design) :

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 11


Ergonomi pekerja informal

1. Kesehatan mental dan fisik harus diperhatikan untuk Keterangan:


diperbaiki sehinggga didapatkan tenaga kerja yang sehat fisik, Nilai cacat.
rohani dan sosial yang memungkinkan mereka hidup produktif a. MMT 0 → kehilangan fungsi 100%
baik secara sosial maupun ekonomi. b. MMT 1 → kehilangan fungsi 80%
2. Kemampuan jasmani dapat diketahui dengan melakukan c. MMT 2 → kehilangan fungsi 60%
pemeriksaan antropometri, lingkup gerak sendi dan kekuatan d. MMT 3 → kehilangan fungsi 40%
e. MMT 4 → kehilangan fungsi 20%
otot.
f. MMT 5 → kehilangan fungsi 0%
3. Lingkungan tempat kerja
Fleksor : Memperkecil sudut di antara 2 bagian rangka dalam
- Harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi tubuh bidang sagital.
dan anggota badan sehingga dapat bergerak secara leluasa dan Extensor : Memperbesar sudut di antara 2 bagian rangka dalam
efisien. bidang sagital.
- Dapat menimbulkan rasa aman dan tidak menimbulkan Rotator : Gerak sekeliling sumbu panjang bagian rangka atau
stres lingkungan. sekeliling sumbu yang hampir berhimpit dengan sumbu panjang itu.
4. Pembebanan kerja fisik Abduktor : Menjauhkan bagian rangka dari bidang tengah badan.
Selama bekerja, kebutuhan peredaran darah dapat Adduktor : Mendekatkan bagian rangka dari bidang tengah badan.
meningkat sepuluh sampai dua puluh kali. Meningkatnya per-
edaran darah pada otot-otot yang bekerja, memaksa jantung
untuk memompa darah lebih banyak.
Kerja otot dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu):
- Kerja otot dinamik, ditandai dengan kontraksi bergantian
yang berirama dan ekstensi, ketegangan dan istirahat.
- Kerja otot statik, ditandai oleh kontraksi otot yang lama
yang biasanya sesuai dengan sikap tubuh. Tidak dianjurkan
untuk meneruskan kerja otot statik dalam jangka lama karena
akan timbul rasa nyeri dan memaksa tenaga kerja untuk
berhenti.
5. Sikap tubuh dalam bekerja KEPUSTAKAAN
Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat
1. Kroemer KHE, Grandjean E. Muscular work. ed. Fitting the Task to
duduk, meja kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan Human. A Textbook of Occupational Ergonomics. 5th ed. London : Tay
tempat kerja dan perlengkapannya diperlukan ukuran-ukuran lor & Francis Ltd. Reprinted 2000; p. 1-16.
tubuh yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan me- 2. Sanders MS, Mc Cormick EJ. ed. Workplace Design. Human Factors in
mungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Engineering and Design. 7th ed. Singapore : Mc Graw-Hill International.
Ed. 1993; p. 415-52.
Pada posisi berdiri dengan pekerjaan ringan, tinggi optimum 3. Jeyaratman J. Occupational Health in National Development. In :
area kerja adalah 5-10 cm di bawah siku. Agar tinggi optimum Jeyaratman J. Chia KS. ed. Singapore : World Scientific. 1994.
ini dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak 4. Grady, vandenNieuwhoer JH. Designing for Specific Groups.
vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah men- Ergonomics. In : Stellman JH. ed. Encyclopedia of Occupational Health
and Safety. 4th ed. Vol I. Geneva : ILO. 1998; p. 29-75.
datar dan lengan atas vertikal. Tinggi siku pada laki-laki 5. Bond BM. Occupational Health Services for Small Bussinesses and Other
misalnya 100 cm dan pada wanita misalnya 95 cm, maka tinggi Small Employee Groups. In : Zenz C, Dickerson OB, Hovarth EP, eds.
meja kerja bagi laki-laki adalah antara 90-95 cm dan bagi Occupational Medicine. 3rd St. Louis : Mosby – Year Book Inc. 1994; p.
wanita adalah antara 85-90 cm. 1079-87.

It is the passions that do and undo everything


(Fontenelle)
(

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Stres dan Sistem Imun Tubuh:


Suatu Pendekatan
Psikoneuroimunologi
Bambang Gunawan*, Sumadiono**
∗ Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
∗∗ Sub Bagian Alergi Imunologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK
Kondisi sehat dapat dipertahankan karena individu mempunyai ketahanan tubuh yang baik.
Stres terjadi karena tidak adekuatnya kebutuhan dasar manusia yang akan dapat bermanifes pada
perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku. Paradigma yang banyak dianut pada saat
ini adalah memfokuskan pada hubungan antara perilaku, sistem saraf pusat (SSP), fungsi endokrin
dan imunitas. Responsivitas sistem imun terhadap stres menjadi konsep dasar psikoneuro-
imunologi. Mekanisme hubungan tersebut diperantarai oleh mediator kimiawi seperti
glukokortikoid, zat golongan amin dan berbagai polipeptida melalui aksis limbik hipotalamus-
hipofisis-adrenal yang dapat menurunkan respon imun seperti aktifitas sel natural killer (NK),
interleukin (IL-2R mRNA), TNF-α dan produksi interferon gama (IFNγ).

Kata kunci: Psikoneuroimmunologi – stres – stresor - sistem imun - glukokortikoid

PENDAHULUAN mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif


Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat populer disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan
dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan
perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi diri terhadap situasi yang menyebabkan stres. (1,2,5,10,12)
yang biasanya diikuti oleh proliferasi teknologi, perubahan Teori stres bermula dari penelitian Cannon (1929) yang
tatanan hidup serta kompetisi antar individu yang makin kemudian diadopsi oleh Meyer (1951) yang melatih para dokter
berat(1,2). Pada awal tahun 1950-an para ahli perilaku untuk menggunakan riwayat hidup penderita sebagai sarana
mempelajari hubungan perilaku dengan sistem kekebalan tubuh diagnostik karena banyak dijumpai kejadian traumatik pada
yang sangat kompleks dan salah satu isu menarik adalah penderita yang menjadi penyebab penyakitnya(11).
hubungan antara stres dengan sistem kekebalan tubuh. Akhir- Hans Selye (1956) dalam penelitiannya menggunakan
akhir ini berkembang penelitian tentang hubungan antara stimulus untuk menimbulkan reaksi fisiologik yang ia sebut
perilaku, kerja saraf, fungsi endokrin dan imunitas. Penelitian- GAS (General Adaptation Syndrome).
penelitian tersebut telah mendorong munculnya konsep baru Menurut teorinya stresor fisik maupun psikologik akan
yaitu psikoneuroimunologi(5,6,9). mengakibatkan 3 tingkatan gejala adaptasi umum; tahap reaksi
alarm (alarm reaction), resistensi (resistance) dan tahap
kehabisan tenaga (exhaustion). (1,11).
STRES DAN STRESOR Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor.
Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi Stresor dibedakan atas 3 golongan yaitu :
kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga a. Stresor fisikbiologik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri,
menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Taylor (1995) pukulan dan lain-lain.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 13


Stres dan Sistem Imun Tubuh

b. Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, Sistem imun spesifik


kekecewaan, kesepian, jatuh cinta dan lain-lain. Sistem imun spesifik terdiri dari sistem imun spesifik
c. Stresor sosial budaya : menganggur, perceraian, humoral dan selular. Yang berperan dalam sistem imun spesifik
perselisihan dan lain-lain. humoral adalah limfosit B atau sel B yang jika dirangsang oleh
Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia(1,10,11). benda asing akan berproliferasi menjadi sel plasma yang dapat
Wheaton (1983) membedakan stres akut dan kronik sedangkan membentuk antibodi (imunoglobulin). Selain itu juga berfungsi
Holmes dan Rahe (1967) menekankan pembagian pada jumlah sebagai Antigen Presenting Cells (APC)( 7,8,15).
stres (total amount of change) yang dialami individu yang Sedangkan yang berperan dalam sistem imun spesifik
sangat berpengaruh terhadap efek psikologiknya. Ross dan selular adalah limfosit T atau sel T yang berfungsi sebagai
Viowsky (1979) dalam penelitiannya berpendapat, bahwa regulator dan efektor. Fungsi regulasi terutama dilakukan oleh
bukan jumlah stres maupun beratnya stres yang mempunyai sel T helper (sel TH, CD4+) yang memproduksi sitokin seperti
efek psikologik menonjol akan tetapi apakah stres tersebut interleukin-4 (IL-4 dan IL-5) yang membantu sel B
diinginkan atau tidak diinginkan (undesirable) yang memproduksi antibodi, IL-2 yang mengaktivasi sel-sel CD4,
mempunyai potensi besar dalam menimbulkan efek CD8 dan IFNγ yang mengaktifkan makrofag. Fungsi efektor
psikologik(10,11,13). Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat terutama dilakukan oleh sel T sitotoksik (CD8) untuk
menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan membunuh sel-sel yang terinfeksi virus, sel-sel tumor, dan
perilaku(1,5,14). allograft. Fungsi efektor CD4+ adalah menjadi mediator reaksi
hipersensitifitas tipe lambat pada organisme intraseluler seperti
SISTEM KEKEBALAN TUBUH Mycobacterium tuberculosis(7,8,9,15).
Keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem kekebalan Pada keadaan tidak homeostasis, bangkitnya respon imun
tubuh yang terdiri atas sistem imun nonspesifik (natural ini dapat merugikan kesehatan, misal pada reaksi autoimun
/innate/ native) dan spesifik (adaptive / acquired)(7,8). atau reaksi hipersensitifitas (alergi). Beberapa penyakit seperti
diabetes melitus, sklerosis multipel, lupus, artritis rematoid
Sistem imun nonspesifik termasuk contoh penyakit autoimun. Kondisi ini terjadi jika
Sistem imun nonspesifik dapat memberikan respon sistem imun disensitisasi oleh protein yang ada dalam tubuh
langsung terhadap antigen, sistem ini disebut nonspesifik kemudian menyerang jaringan yang mengandung protein
karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. tersebut. Mekanisme terjadinya masih belum jelas(8,9,15).
Komponen sistem imun nonspesifik terdiri atas pertahanan
fisik dan mekanik, biokimiawi, humoral dan seluler(8).
Dalam sistem pertahanan fisik dan mekanik kulit, mukosa,
silia saluran nafas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya PSIKONEUROIMUNOLOGI
berbagai kuman patogen ke dalam tubuh. Adapun bahan yang Martin (1938) mengemukakan ide dasar konsep
disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, telinga, psikoneuroimunologi yaitu (1). status emosi menentukan fungsi
spermin dalam semen mengandung bahan yang berperan dalam sistem kekebalan, dan (2). stres dapat meningkatkan kerentanan
pertahanan tubuh secara biokimiawi(15). Pertahanan non spesifik tubuh terhadap infeksi dan karsinoma. Dikatakan lebih lanjut
humoral terdiri dari berbagai bahan seperti komplemen, bahwa karakter, perilaku, pola coping dan status emosi
interferon, fagosit (makrofag, neutrofil), tumor necrosis factor berperan pada modulasi sistem imun(16).
(TNF) dan C-Reactive protein (CRP)(7). Holden (1980) dan Ader (1981) mengenalkan istilah
Komplemen berperan meningkatkan fagositosis (opsonisasi) psikoneuroimunologi; yaitu kajian yang melibatkan berbagai
dan mempermudah destruksi bakteri dan parasit. Interferon segi keilmuan, neurologi, psikiatri, patobiologi dan imunologi.
menyebabkan sel jaringan yang belum terinfeksi menjadi tahan Selanjutnya konsep ini banyak digunakan pada penelitian dan
virus. Di samping itu interferon dapat meningkatkan aktifitas banyak temuan memperkuat keterkaitan stres terhadap berbagai
sitotoksik Natural Killer Cell (sel NK). Sel yang terinfeksi patogenesis penyakit termasuk infeksi dan neoplasma(5,6,16).
virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan di
permukaannya sehingga dikenali oleh sel NK yang kemudian Interaksi antara stres dengan sistem Imun
membunuhnya(7,8). Stresor pertama kali ditampung oleh pancaindera dan
Natural Killer Cell (sel NK), adalah sel limfoid yang diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem saraf pusat.
ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai ciri sel Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf
limfoid dari sistem imun spesifik, sehingga disebut sel non B otonom. Organ yang antara lain dialiri stres adalah kelenjar
non T (sel NBNT) atau sel populasi ke tiga. Sel NK dapat hormon dan terjadilah perubahan keseimbangan hormon, yang
menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai
(7,8,15)
. organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres telah
Fagosit atau makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal
imun nonspesifik seluler. Dalam kerjanya sel fagosit juga melalui berbagai aksis seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary
berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Adrenal Axis), HPT (Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis) dan
Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat, yaitu HPO (Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis). HPA merupakan
kemotaksis, menangkap, memakan (fagositosis), membunuh teori mekanisme yang paling banyak diteliti(5,16,17).
dan mencerna(15). Aksis limbic-hypothalamo-pitutary-adrenal (LHPA)

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Stres dan Sistem Imun Tubuh

menerima berbagai input, termasuk stresor yang akan dan produksi interferon gama (IFN-γ ) turun (4,5,19,22). Glaser et
mempengaruhi neuron bagian medial parvocellular nucleus al melaporkan adanya penurunan aktifitas Natural Killer Cell
paraventricular hypothalamus (mpPVN). Neuron tersebut akan (sel NK) dan produksi Interferon Gamma (IFN-γ) pada
mensintesis corticotropin releasing hormone (CRH) dan mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani ujian.
arginine vasopressin (AVP), yang akan melewati sistem portal Dilaporkan juga bahwa pada mahasiswa yang mengalami stres
untuk dibawa ke hipofisis anterior. Reseptor CRH dan AVP pada saat menjalani ujian terjadi penurunan IL-2R mRNA
akan menstimulasi hipofisis anterior untuk mensintesis (1992); sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
adrenocorticotropin hormon (ACTH) dari prekursornya, stres akibat masalah akademis dapat memodulasi interaksi sel
POMC (propiomelanocortin) serta mengsekresikannya. imunokompeten(4,5,16,25).
Kemudian ACTH mengaktifkan proses biosintesis dan Penelitian Uchakin dkk. (2003) pada 15 pelari maraton pria
melepaskan glukokortikoid dari korteks adrenal kortison pada menunjukkan peningkatan signifikan granulosit, sel MID, dan
roden dan kortisol pada primata. Steroid tersebut memiliki limfopenia beberapa saat setelah maraton. Sekresi IL-2 dan
banyak fungsi yang diperantarai reseptor penting yang interferon γ turun pada 0 dan 1 jam setelah lari sedangkan
mempengaruhi ekspresi gen dan regulasi tubuh secara umum sekresi TNF-α turun pada 0 jam dan tetap rendah setelah 5 hari.
serta menyiapkan energi dan perubahan metabolik yang Sekresi IL-6 turun pada 24 dan 48 jam dan konsentrasi ACTH,
diperlukan organisme untuk proses coping terhadap kortisol, β endorfin dan GH mencapai puncak pada 0 dan 1
stresor(3,6,18,19). jam(23).
Lebih menarik lagi adalah pengaruh stres (eksperimental)
terhadap organ atau jaringan tubuh tertentu. Contohnya
Pada kondisi stres, aksis pemberian syok elektris (electric footshock) intensitas rendah
akan meningkatkan produksi antibodi saluran pernafasan tikus.
LHPA meningkat Mekanismenya adalah melalui proses hambatan makrofag
alveolar yang bersifat supresif(21).
Stres kronik dengan tingginya kadar glukokortikoid
Pada kondisi stres, aksis LHPA meningkat dan biasanya akan menurunkan berat badan tikus, tetapi
glukokortikoid disekresikan walaupun kemudian kadarnya kebalikannya, stres kronik pada manusia dapat meningkatkan
kembali normal melalui mekanisme umpan balik negatif. nafsu makan dan berat badan. Orang depresi yang banyak
Peningkatan glukokortikoid umumnya disertai penurunan kadar makan mengalami penurunan kadar CRF serebrospinal,
androgen dan estrogen. Karena glukokortikoid dan steroid konsentrasi katekolamin dan aktivitas sistem hipotalamo-
gonadal melawan efek fungsi imun, stres pertama akan pituitari-adrenal. Efek glukokortikoid (GCs) sebagai hasil
menyebabkan baik imunodepresi (melalui peningkatan kadar sekresi adrenokortikotropin sangatlah kompleks; secara akut
glukokortikoid) maupun imunostimulasi (dengan menurunkan (dalam beberapa jam), glukokortikoid langsung akan
kadar steoid gonadal)(3,6). Karena rasio estrogen androgen menghambat aktifitas aksis hipothalamo-pituitari-adrenal,
berubah maka stres menyebabkan efek yang berbeda pada tetapi pada yang kronik (setelah beberapa hari) steroid di otak
wanita dibanding pria. Pada penelitian binatang percobaan, secara langsung akan terpacu(21).
stres menstimulasi respon imun pada betina tetapi justru Salah satu faktor yang tampaknya penting adalah
menghambat respon tersebut pada jantan.19 Suatu penelitian kemampuan individu untuk dapat mengendalikan stres.
menggunakan 63 tikus menunjukkan kadar testosteron serum Persepsi pengendalian memperantarai pengaruh stres pada
meningkat bermakna dan berahi betina terhadap pejantan sistem imun manusia. Dalam satu penelitian tentang efek
menurun(20). perceraian, pasangan yang memiliki kendali lebih besar
Selain kenaikan kadar ACTH, beta endorfin, enkefalin dan terhadap masalah ini memiliki kesehatan yang lebih baik dan
katekolamin di peredaran darah juga terjadi penekanan aktifitas menunjukkan fungsi sistem imun yang lebih baik. Demikian
sel NK saat stres. Blalock (1981) melaporkan bahwa limfosit pula, penelitian terhadap wanita dengan kanker payudara
yang mengalami infeksi virus dapat menghasilkan hormon menemukan bahwa pasien yang pesimistik memiliki
imunoreaktif (ir), antara lain irACTH, ir endorfin, irTSH dan kemungkinan lebih besar mengalami tumor baru dalam periode
limfokin yang sangat mirip dengan hormon sejenis yang lima tahun, bahkan setelah keparahan fisik penyakit mereka
dihasilkan di luar limfosit. Limfosit B dan limfosit T yang diperhitungkan(1,5). Karena konsep onkogen sudah diterima
merupakan sel efektor respon imun diketahui mempunyai secara luas, dan sudah digunakan sebagai indikator diagnosis,
reseptor opioid yang berbeda, sehingga pengaturan kualitas maka konsep psikoneuroimunologi ini akan menjadi ladang
maupun kuantitas opioid ini dapat mengatur respon imun. baru yang menarik bagi para peneliti kanker khususnya dan
Pengaruh stres terhadap sistem imun adalah akibat pelepasan berbagai penyakit pada umumnya.
neuropeptida dan adanya reseptor neuropeptida pada limfosit B
dan limfosit T. Kecocokan neuropeptida dan reseptornya akan
menyebabkan stres dapat mempengaruhi kualitas sistem imun KESIMPULAN
seseorang(5,9). Telah diuraikan bukti-bukti yang mendukung adanya
Beberapa penelitian imunologis menunjukkan stres interaksi dan hubungan antara saraf dan sistem imun. Beberapa
menyebabkan penurunan respon limfoproliferatif terhadap fenomena menunjukkan bahwa sistem saraf mengontrol sistem
mitogen (PHA, Con-A), aktifitas sel natural killer (NK) turun imun, dan sebaliknya. Sensitivitas sistem imun terhadap stres

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 15


Stres dan Sistem Imun Tubuh

merupakan konsekuensi tidak langsung dari proses pengaturan 11. Prawirohusodo S. Stres dan Kecemasan dalam : Kumpulan Makalah
Simposium Stres dan Kecemasan. Bagian Kedokteran Jiwa Fakultas
interaksi saraf pusat dengan sistem imun. Sistem imun Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 1988.
menerima sinyal dari otak dan sistem neuroendokrin melalui 12. Soewadi. Simptomatologi dalam Psikiatri, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa,
sistem saraf autonom dan hormon, sebaliknya mengirim Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. 1997.
informasi ke otak lewat sitokin. Bukti yang sudah jelas di 13. Charney DS, Manji HK 2004, Life stress, genes, and depression:
multiple pathways lead to increased risk and new opportunities for
antaranya adalah penurunan respon limfoproliferatif terhadap intervention. Sci STKE. 2004;225. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
mitogen (PHA, Con-A), aktifitas sel natural killer (NK), entrez/query.fcgi?cmd=Link&db=PubMed&dbFrom=PubMed&from_ui
Interleukin (IL-2R mRNA), TNF-α dan produksi interferon d=12706957 (2 Mei 2004)
gama (IFN-γ). Pendekatan psikoneuroimunologi akan sangat 14. The Stress Response. 2003, http: //www.paho.org/English/ped/
stressin3.pdf (2 Mei 2004)
bermanfat untuk mengungkap patogenesis, dan memperbaiki 15. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and Molecular
prognosis suatu penyakit. Immunology, Massachusetts: W.B. Saunders Co. 1999.
16. Notosoedirdjo M. Psychobiological Basis of Psychoneuroimmunology,
Folia Medika Indonesiana 1999:35;5-6
17. Dhabar FS. Stress response, adrenal steroid receptor levels and
corticosteroid-binding globulin levels- a comparison between Sprague-
KEPUSTAKAAN Dawley, Fisher 344 and Lewis rats. Brain Research 1993; 616: 89-98.
18. Spencer RL,McEwen BS.Adaptation of the hypothalamic pituitary-
1. Atkinson RL. Pengantar Psikologi jilid 2,, edisi 11, Penerbit Interaksara, adrenal axis to chronic ethanol stress. Neuroendocrinol. 1990: 52 ;481-
Batam Centre. 1998. 89.
2. Wheaton B. Stress, personal coping resources and psychiatric symptoms. 19. Grossman CJ. Immunoendocrinology, dalam : Basic and Clinical
J. Health and Social Behavior 1983;24 : 208-29 Endocrinology, Third ed. Lange Medical Book. 1991.
3. Hoshi K, Zhou XP. Stress and Immunity. Asian Med.J 1998; 41(9): 429- 20. Yoon H. Effects of stress on female rat sexual function, Internat.J.
33 Impotence Research. advance online publ [18 March 2004]
4. Daeng H. Psychobiology of Stress, Folia Medika Indonesiana 1999;35: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.
7-9 fcgi?dopt=DocSum&cmd=Search&db=PubMed&orig_db=PubMed&te...
5. Rabin BS. Stress, Immune Function and Health, the connection., Wiley- (3 Mei 2004)
Liss, A John Wiley & Sons,Inc, Publ. USA, 1999. 21. Perssons J. Stress and pulmonary immune functions in the rat
6. Baldwin A. Physiological basis of Psychoneuroimmunology [Lecture (dissertation). Free University, Amsterdam. 1995.
XXXX]. 2004 http://www.physiol.arizona.edu/PSIO430530/ slides/ 22. Zeier H, Brauchli P. Effects of work demand on immunoglobulin A and
Exercise_Baldwin_42_3.pdf (2 Mei 2004) cortison in air traffic controllers. Biol Psychol 1996;42:413-23
7. Janeway CA, Travers P, Walport M, Capra JD. Immunobiology: The 23. Uchakin PN. Immune and Neuroendocrine Alterations in Marathon
Immune System in Health and Disease. 4th ed. Churchill Livingstone, Runners. J. Appl. Res. 2003;3(4);483-94 http://www. jrnlappliedre
1999. search.com/articles/ Vol3Iss4/Uchakin.pdf
8. Chapel H, Haeney M, Misbah H, Snowden N. Essentials of Clinical 24. Dallman, Mary F et al. Chronic stress and obesity : A new view of
Immunology. 4th ed. Blackwell Science Ltd. 1999. “comfort food”, Proc Natl Acad Sci U S A. 2003; 100(20):11696-701.
9. Putra ST. Stres dan Immune Surveillance, Suatu Pendekatan http://www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1934666100 (2 Mei 2004)
Psikoneuroimunologi, Jurnal Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 25. Padgett DA, Glaser R, How stress influences immune response. Trends
1991;3 (3): 177-81 in immunology. 2003:24 (8):444-8 http:// medicine.osu.edu/ mindbody/
10. Darmono. Stres : Tinjauan dari Segi Fisik, Kejiwaan dan Sosio Budaya, pdf/how_stress_influences_immun.pdf (3 Mei 2004)
Medika 1985;11:1096-9

All promise outruns performance (Emerson)

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Efek Kesehatan Pajanan


Radiasi Dosis Rendah
Zubaidah Alatas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta ,Indonesia

ABSTRAK

Manusia terpajan radiasi alam dari sumber eksterna, termasuk radionuklida di bumi dan
radiasi kosmik, dan dari sumber radiasi interna oleh radionuklida turunan uranium dan
throrium yang masuk ke dalam tubuh. Sistem metabolisme tubuh mempunyai kemampuan
untuk mentoleransi pajanan radiasi dan radioaktivitas yang ada di alam. Tetapi adanya
aktivitas beberapa industri yang menggunakan sumber alam dapat meningkatkan radio
nuklida alam sampai mendekati suatu batas yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan
pada manusia dan lingkungan, bila tidak dikontrol. Efek radiasi pengion pada manusia
merupakan hasil proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah pajanan, kemudian diikuti
dengan proses biologik dalam tubuh. Proses tersebut meliputi rangkaian perubahan pada
tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh. Radiasi dengan dosis serendah berapapun,
dapat menimbulkan efek kesehatan karena sebuah kejadian ionisasi dapat merusak DNA.
Kerusakan DNA inti diangggap sebagai kejadian awal yang menyebabkan kerusakan pada sel
berupa induksi kanker dan penyakit herediter. Ternyata kerusakan sitogenetik juga dapat
terjadi pada sel yang tidak terpajan radiasi secara langsung, dikenal sebagai bystander effects
.Tulisan ini adalah sebuah ulasan mengenai risiko kesehatan pajanan radiasi dosis rendah
terhadap tubuh dalam menimbulkan efek sitotoksik, yaitu induksi kanker pada sel somatik
tubuh dan efek herediter atau pewarisan pada sel genetik.

NORM (Naturally Occurring Radioactive Material) dan alam. Tetapi aktivitas beberapa industri yang
TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occurring menggunakan sumber alam dapat meningkatkan tingkat
Radioactive Material) adalah isu yang penting dan kompleks pajanan radiasi dan radioaktivitas alam mendekati batas yang
karena melibatkan ilmu pengetahuan, politik, bisnis dan berpotensi risiko kesehatan pada manusia dan lingkungan, bila
masyarakat. Radiasi alam sudah ada sejak adanya bumi ini, ada tidak dikontrol.
di mana-mana dan kita terpajan radiasi tersebut setiap hari. Radiasi alam terdiri dari radiasi kosmik dan radiasi yang
NORM dapat dijumpai dalam tubuh, dalam makanan yang kita berasal dari peluruhan radionuklida alam. Radionuklida alam
konsumsi, di berbagai tempat hidup dan bekerja, di tanah dan meliputi bahan radioaktif primordial dalam kerak bumi, hasil
juga di produk yang kita gunakan. Hampir semua yang ada di luruhannya, dan radionuklida yang dihasilkan oleh interaksi
alam mempunyai sejumlah kecil radioaktivitas alam. Sistem kosmik dengan radiasi. Radionuklida primordial mempunyai
metabolisme tubuh mempunyai kemampuan untuk waktu paruh sebanding dengan umur bumi. Radionuklida
mentoleransi pajanan radiasi dan radioaktivitas yang ada di kosmogenik dihasilkan secara terus menerus oleh
penghancuran nuklida stabil oleh sinar kosmik, terutama dalam
Dipresentasikan pada Seminar Aspek Keselamatan Radiasi dan Lingkungan atmosfer. (1)
Pada Industri Non Nuklir, Jakarta 18 Maret 2003,.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 17


Efek Pajanan Radiasi Dosis Rendah

Radionuklida utama dalam TENORM adalah rantai Berbagai efek biomedik yang mungkin timbul sebagai
luruhan uranium-238 dan thorium-232. Radon sebagai hasil akibat pajanan radiasi dosis dan laju dosis rendah, yang
luruhan dari U-238 adalah sumber radioaktivitas alam terbesar meliputi perubahan gen dan kromosom harus diketahui dengan
bagi manusia. Radium dan radon adalah radionuklida yang baik. Studi terakhir tentang perubahan tersebut pada berbagai
digunakan untuk mengukur NORM dan TENORM di jenis sel termasuk sel limfosit manusia, telah menambah
lingkungan. Tingkat radioaktivitas TENORM sangat bervariasi, pengetahuan yang berhubungan dengan mekanisme dan
demikian pula bentuk dan volumenya. (1,2) hubungan dosis-respon. Di samping bukti bahwa kerusakan
Manusia terpajan radiasi alam dari sumber eksterna, molekuler yang menimbulkan kerusakan sel somatik dan sel
termasuk radionuklida di bumi dan radiasi kosmik, dan dari genetik dapat disembuhkan pada tingkatan tertentu, data
sumber radiasi interna oleh radionuklida turunan uranium dan terakhir menyatakan bahwa frekuensi efek tersebut meningkat
throrium yang masuk ke dalam tubuh. Jalur masuk pada radiasi tingkat rendah sebagai fungsi linear, nonthreshold
radionuklida adalah melalui ingesti (mulut) dan inhalasi. dari dosis.(5)
Kategori khusus pajanan radiasi interna merupakan pajanan Tulisan ini adalah sebuah ulasan mengenai risiko pajanan
paling besar dari sumber radiasi alam.(1) radiasi dosis rendah terhadap tubuh dalam menimbulkan efek
Efek radiasi pengion pada manusia merupakan hasil dari stokastik, yaitu induksi kanker pada sel somatik tubuh dan
rangkaian proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah penyakit herediter atau pewarisan pada sel genetik.
pajanan (10-15detik – beberapa detik), kemudian diikuti dengan
proses biologik dalam tubuh. Proses biologik meliputi RADON SEBAGAI SUMBER RADIASI ALAM
rangkaian perubahan pada tingkat molekuler, seluler, jaringan TERBESAR BAGI MANUSIA
dan tubuh. Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel Gas radon merupakan sumber radiasi alfa yang paling
atau perubahan pada sel, bergantung pada dosis radiasi yang banyak di alam. Diperkirakan radon banyak berada dalam
diterima tubuh. (3) rumah sekitar 50% dari dosis ekivalen yang diterima
Pada pajanan akut dosis relatif tinggi, efek yang timbul masyarakat dari semua sumber radiasi, baik alam maupun
merupakan hasil dari kematian sel yang dapat menyebabkan buatan manusia. Gas radon yang ada di udara secara spontan
gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian. akan meluruh atau berubah menjadi atom lain. Anak luruh
Efek seperti ini disebut efek deterministik yang umumnya radon ini bermuatan listrik dan dapat menempel pada partikel
segera dapat teramati secara klinis setelah tubuh terpajan debu yang dapat dengan mudah terinhalasi masuk ke paru dan
radiasi dengan dosis di atas dosis ambang. Selain itu, radiasi dapat menetap di sel paru. Dengan demikian organ target
dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan perubahan atau pajanan radon adalah sel epitel paru.(7,8)
transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang abnormal. Radiasi alfa yang dipancarkan oleh radon dan turunannya
Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel, berpotensi merusak sel dalam organ paru, khususnya DNA
khususnya DNA dan kromosom. Perubahan ini berpotensi yang ada di dalam inti sel. Karena jarak lintasan partikel alfa
menyebabkan terbentuknya kanker pada sebagian individu sangat pendek, maka radiasi alfa dalam paru tidak dapat
terpajan atau penyakit herediter pada turunan mereka. mencapai sel-sel organ lain. Dengan demikian, kanker paru
Probabilitas timbulnya kanker dan penyakit herediter adalah risiko kanker terpenting akibat pajanan radon dari udara.
meningkat dengan bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya Radon itu sendiri tidak secara langsung menyebabkan kanker
dengan keparahannya. Efek ini disebut efek stokastik yang paru tapi partikel alfa dari turunan radon secara langsung
terjadi akibat pajanan radiasi tanpa ada dosis ambang.(3) merusak sel2 target pada paru dan menginduksi pembentukan
Dengan demikian, radiasi pada dosis serendah berapapun, kanker.(8)
dapat menimbulkan efek kesehatan karena sebuah kejadian
ionisasi dapat menimbulkan kerusakan DNA. Dosis kecil, 10-
100 mSv, meningkatkan sekitar 1% laju latar kerusakan DNA Tidak diragukan lagi bahwa
yang terjadi secara alamiah.(4) Tidak diragukan lagi bahwa
tidak ada dosis atau laju dosis radiasi yang aman dalam hal tidak ada dosis atau laju dosis
menimbulkan efek pada manusia. Adanya efek kesehatan
radiasi pengion dosis rendah telah mengubah pernyataan “small radiasi yang aman
dose may cause harm” menjadi “small dose definitely will
cause harm”.(5,6) Terdapat perbedaan utama antara radiasi alfa sebagai
Sejumlah pendekatan fisik dan biologik telah dilakukan radiasi dengan LET (Linear Energy Transfer) tinggi dan radiasi
untuk menggambarkan batasan dosis dan laju dosis rendah. gama/sinar x sebagai radiasi LET rendah, dalam hal distribusi
Dari aspek mikrodosimetri, dosis rendah adalah di bawah 1 energi pada populasi sel atau jaringan yang terpajan. Ionisasi
mGy. Sedangkan dari radiobiologi, sekitar 20mGy adalah dosis akan terjadi pada setiap interval 100 nm atau lebih di sepanjang
rendah. Studi epidemiologi menyatakan bahwa dosis rendah lintasan radiasi gamma/X yang akan menembus suatu jaringan
adalah dalam orde 200 mGy, berapapun besar laju dosisnya. sejauh beberapa cm, sebelum melepaskan semua energinya. Ini
Sedangkan studi induksi tumor pada hewan percobaan menyebabkan terjadinya distribusi energi yang merata dalam
menyarankan bahwa laju dosis sekitar 0,1 mGy/menit adalah jaringan, dengan demikian dosis radiasi yang diterima sel
rendah, berapapun besar dosis totalnya.(6) dalam jaringan adalah sama dengan tingkatan pajanan yang

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Efek Pajanan Radiasi Dosis Rendah

sangat rendah. Sedangkan radiasi alfa, ionisasi akan terjadi pada penambang bawah tanah yang terpajan jauh lebih besar
pada setiap 0,2-0,5 nm, sehingga terjadi deposisi energi yang dari penduduk. Pajanan rerata turunan radon terhadap para
besar pada satu lokasi tertentu. Umumnya partikel alfa melintas pekerja tambang di Colorado sekitar 2,8 Jhm-3 /5 tahun (800
hanya sejauh sekitar 50 µm sebelum semua energinya habis WLM). Berarti sebuah inti sel pada epitel bronchus
dilepaskan.(3,7) diperkirakan menerima rerata sekitar 1-5 lintasan partikel alfa
Efek pada sel yang dilintasi oleh sebuah partikel alfa atau 0,567 Jhm-3 (162 WLM) per tahun. Sedangkan penduduk
masih kontroversial. Diduga sebagian besar sel yang dilintasi terpajan radon dalam ruangan (sekitar 50 Bqm-3) sekitar kurang
oleh sebuah partikel alfa akan mati akibat deposisi energi yang dari 1 dari 104 sel akan dilintas oleh lebih dari satu partikel alfa
besar dalam inti sel dan kerusakan pada DNA. Efek ini dapat atau 0,0007 Jhm-3 (0,2 WLM) per tahun. Diperkirakan kurang
bersifat tidak letal; pada sebagian sel yang terpajan yang dapat dari 1 dari 400 inti sel basal (atau kurang dari 1 dari 100 inti sel
bertahan hidup mengalami kejadian mutagenik.(8) Tetapi Hei sekretori) akan dilintas oleh sebuah partikel alfa per tahun.(8)
dkk.(9) menunjukkan bahwa lintasan sebuah partikel alfa Studi inhalasi radon menunjukkan bahwa frekuensi kanker
mempunyai probabilitas rendah dalam mematikan sebuah sel, sel kecil paru di bagian tengah paru pada penambang uranium
lebih dari 80% sel akan tahan hidup akibat pajanan tersebut. yang merokok sigaret lebih besar (30,8%) dari bukan
Lebih jauh lagi, frekuensi mutasi gen meningkat sampai lebih penambang (10,6%). Bagian ini menerima dosis radiasi paling
dari 2 kali dari latar pada sel-sel yang tetap hidup. Frekuensi tinggi pada sel epitel paru. Jenis sel epitel saluran pernafasan
mutasi akan meningkat lebih lanjut pada sel yang dilintasi yang juga berisiko tinggi terhadap kanker akibat radon adalah
sampai 4 partikel alfa, masih dengan hanya efek sitotoksik sel sekretori. Sel basal dan sekretori dapat membelah dan
yang sedang. berdifferensiasi. Sel sekretori membelah sebagai respon
Pajanan radon dosis rendah seperti yang terjadi dalam terhadap trauma fisik atau kimia dan terlibat dalam proses
rumah, merupakan faktor lingkungan utama yang berpotensi perbaikan sel di sepanjang traheobranchial.(8)
menimbulkan kanker paru. Studi epidemiologi dan penelitian
pada hewan menunjukkan hubungan positif antara pajanan EFEK RADIASI TINGKAT SELULER
partikel alfa dari radon dan turunannya dengan kanker paru. Kerusakan tingkat sel dan jaringan akibat radiasi meliputi
Berdasarkan laporan terakhir dari BEIR VI, diperkirakan kerusakan DNA dan kromosom yang berpotensi menyebabkan
bahwa 10 -14% dari semua kematian akibat kanker paru di AS, mutasi sel somatik dan genetik dan prosees transformasi sel.
berhubungan dengan pajanan gas radon dari lingkungan(8). Kerusakan dapat pula terjadi pada struktur seluler lain, yang
Mekanisme dasar partikel alfa menyebabkan kanker paru mengakibatkan kematian sel atau kerusakan subletal pada sel,
belum diketahui dengan baik, tetapi sejumlah kerusakan kerusakan seperti ini umumnya tidak berakhir dengan
genetik yang meliputi kerusakan kromosom, mutasi gen, terbentuknya kanker atau penyakit herediter. (6)
induksi mikronuklei dan sister chromatid exchanges (SCE)
diketahui berhubungan dengan kerusakan pada DNA akibat 1. Efek Radiasi pada DNA
partikel alfa.(10) Target utama kematian sel yang diinduksi oleh radiasi
Pada tingkat pajanan radon dalam rumah, sebagian besar adalah DNA. Radiasi dapat menimbulkan efek pada DNA baik
sel epitel bronchus tidak akan dilintasi oleh partikel alfa sama secara langsung maupun tidak langsung melalui radikal bebas
sekali berarti tidak menerima dosis radiasi, dan sebagian sebagai hasil interaksi radiasi dengan molekul air. (3,5)
lainnya akan dilintasi hanya oleh sebuah partikel. Sebuah sel Struktur DNA berbentuk heliks ganda yang tersusun dari
epitel paru sangat jarang dilintasi oleh lebih dari satu partikel ikatan antara gugus fosfat dengan gula dioksiribosa yang
alfa per sepanjang hidup manusia. Sedangkan pada tingkat membentuk strand DNA, dan ikatan antar basa nitrogen yang
radon yang lebih tinggi, seperti tambang uranium, sel bronchus menghubungkan kedua strand DNA. Sebagian besar kerusakan
sering terpajan oleh banyak lintasan partikel alfa dalam waktu DNA berupa kerusakan pada basa, hilangnya basa, putusnya
yang singkat.(11) Meskipun proses perbaikan dapat berlangsung, ikatan antar basa dan juga putusnya ikatan gula dengan fosfat
lintasan sebuah partikel alfa tetap berpotensi menimbulkan sehingga terjadi patahan pada salah satu strand yang disebut
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada sel yang tidak mati. single strand break (ssb). Kerusakan di atas dapat dikonstruksi
Lintasan tunggal sebuah partikel alfa diperkirakan akan kembali secara cepat tanpa kesalahan oleh proses perbaikan
menggandakan frekuensi mutasi spontan, sedangkan enzimatis dengan menggunakan strand DNA yang tidak rusak
peningkatan frekuensi mutasi sampai 2 – 3 kali lebih besar sebagai cetakan.(1,3)
dapat terjadi akibat lintasan sampai 4 partikel alfa per sel.(12) Sel mampu melakukan proses perbaikan terhadap
Ekstrapolasi pajanan radon dari dosis tinggi ke rendah kerusakan DNA dalam beberapa jam, tetapi dapat tidak
dipengaruhi oleh efek laju dosis yang nampaknya terjadi pada sempurna terutama terhadap kerusakan DNA yang dikenal
tingkat pajanan dengan lintasan banyak partikel per inti sel sebagai double strand breaks (dsb) yaitu patahnya kedua strand
terjadi. Hubungan dosis respon antara radon dengan risiko DNA. Proses perbaikan dengan kesalahan dapat menghasilkan
kanker adalah hubungan linier tanpa dosis ambang. Meskipun mutasi gen dan abnormalitas kromosom yang merupakan
demikian, selalu terdapat kemungkinan adanya sebuah karakteristik pembentukan malignansi.(1,3)
hubungan ambang antara pajanan dengan risiko kanker paru Kerusakan dsb dianggap sebagai penyebab kerusakan
pada pajanan radon dengan dosis yang sangat rendah.(8) genotoksik dan dengan tidak adanya proses perbaikan yang
Perkiraan risiko radon terutama dari studi epidemiologi efisien dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jangka

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 19


Efek Pajanan Radiasi Dosis Rendah

panjang, bahkan pada dosis yang paling rendah. Trak tunggal, sekitar 5-10/1000 sel limfosit dan lebih bervariasi sehingga
meskipun dari radiasi LET rendah, mempunyai probabilitas relatif sulit untuk digunakan untuk mengukur peningkatan
untuk menghasilkan satu atau lebih dsb pada DNA. Oleh respon pada dosis di bawah 200 -300 mGy. Dengan demikian
karena itu konsekuensi seluler dari dsb atau interaksi antar dsb, translokasi sebagai aberasi kromosom stabil mempunyai arti
mungkin terjadi pada dosis dan laju dosis paling rendah. yang kecil dalam memperoleh informasi tentang bentuk
Probabilitas dsb/sel diperkirakan sekitar 4/sel/100 mGy. Rasio hubungan dosis respon pada dosis rendah.(6)
ssb plus kerusakan basa dengan dsb yang diinduksi radiasi LET Hasil penelitian in vitro pada sel limfosit manusia
rendah adalah sekitar 50:1. Kerusakan komponen sel lainnya menunjukkan bahwa dosis radiasi sinar X terendah yang dapat
(kerusakan epigenetik) mungkin mempengaruhi fungsi sel dan menginduksi aberasi kromosom tidak stabil (disentrik dan
progresi ke tingkat malignansi.(3,6) cincin) dan mutasi adalah 20 mGy, sedangkan dosis radiasi
Terdapat perbedaan utama dalam hal tingkat atau spektrum sinar gamma untuk menginduksi aberasi kromosom stabil
ionisasi yang diinisiasi oleh partikel alfa dan sinar gamma. (translokasi) adalah 250 mGy. Beberapa studi tidak dapat
Partikel alfa menghasilkan lebih banyak ionisasi multipel memperoleh informasi tentang efek radiasi pada dosis jauh di
dalam DNA dan pada molekul sekitar, dibandingkan radiasi bawah sekitar 20 mGy untuk aberasi kromosom, 100 mGy
gamma. Dengan demikian radiasi alfa menghasilkan kerusakan untuk transformasi sel, dan 200 mGy untuk mutasi somatik.
lokal yang lebih parah (clustered damage) yang kecil Bentuk pasti dari respon untuk efek seluler pada dosis rendah
kemungkinannya dapat diperbaiki.(8) masih belum jelas.(6)
Radiasi LET tinggi jauh lebih efektif dari radiasi LET
Gambar 1. Kerusakan pada DNA akibat pajanan radiasi dalam menimbulkan efek seluler berupa dsb, aberasi
kromosom, transformasi dan mutasi dan juga efek seperti
kanker dan pemendekan umur pada hewan. Radiasi pengion
termasuk radiasi alfa tidak efisien khususnya dalam
menimbulkan mutasi titik, tetapi menyebabkan sejumlah delesi
interstisial dan translokasi resiprokal dengan efisiensi tinggi
[6,8]. Telah dibuktikan bahwa dosis sangat rendah partikel alfa
dapat menginduksi sister chromatid exchanges (SCE) pada sel
ovarium hamster dan sel fibroblast manusia. Pada populasi sel
ovarium hamster yang diiradiasi tersebut, dimana sekitar < 1%
sel yang dilintas satu partikel alfa, terjadi peningkatan SCE
pada > 30% sel.(10)
Studi aberasi kromosom menunjukkan bahwa terdapat
hubungan dosis respon yang linier untuk kerusakan sitogenetik
akibat radiasi LET tinggi dan linier kuadratik akibat radiasi
LET rendah. Dosis fraksinasi atau dosis protraksi mempunyai
efek kecil dalam induksi aberasi kromosom setelah pajanan
radiasi LET tinggi. Studi pada manusia dan sel rodent
menunjukkan bahwa setelah pajanan partikel alfa dosis rendah,
jumlah sel dengan peningkatan frekuensi aberasi sister
chromatid exchange lebih besar dari jumlah inti sel yang
dilintasi partikel alfa.(8)

2. Efek Radiasi pada Kromosom 3. Efek Radiasi pada Sel


Radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur Pada dosis rendah radiasi LET tinggi dan pada dosis sangat
kromosom, Secara normal, kromosom terdiri dari lengan atas rendah radiasi LET rendah, sebagian sel secara langsung
dan lengan bawah yang dihubungkan dengan sebuah sentromer. dilintas oleh radiasi, tetapi sebagian sel lainnya tidak. Dan
Radiasi dapat menyebabkan terbentuknya (1) fragmen asentrik diketahui bahwa jumlah sel yang merespon partikel alfa lebih
yaitu delesi lengan kromosom sehingga terbentuk fragmen besar dari jumlah sel yang dilintas.Ternyata sel yang diiradiasi
kromosom tanpa sentromer, (2) kromosom disentrik yaitu dapat berkomunikasi biokimia dengan sel terdekat dengan
kromosom dengan dua sentromer, (3) kromosom cincin dan (4) mengirim sinyal yang akan menyebabkan kerusakan pada sel
translokasi, yaitu perpindahan materi genetik antar lengan terdekat tersebut (bystander cells). Efek yang dikenal sebagai
kromosom.(3) bystander effects ini sangat nyata terutama pada radiasi LET
Frekuensi kromosom disentrik oleh radiasi latar pada sel tinggi untuk berbagai macam efek secara in vitro. Selain itu,
darah limfosit sekitar 1 dalam 1000 sel dan radiasi dapat iradiasi pada sitoplasma sel baik dengan satu atau sejumlah
menginduksi disentrik dengan laju sekitar 4/100 sel/Gy. partikel alfa menyebabkan mutasi pada inti dengan toksisitas
Frekuensi kromosom disentrik dan cincin meningkat dengan rendah. Komunikasi ekstraseluler dari satu sel ke sel lainnya
meningkatnya dosis kumulatif pada daerah dengan radiasi latar memicu proses transduksi signal intraseluler pada sel penerima.
tinggi. Sedangkan frekuensi translokasi latar lebih tinggi, Dengan demikian, target interaksi dengan partikel alfa dapat

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Efek Pajanan Radiasi Dosis Rendah

menjadi lebih besar dari inti sel yang dilintas.(8,13,14) progresi adalah tahap terjadinya peningkatan tingkat
Hasil studi efek bystander yang diinduksi partikel alfa keganasan.(3)
menyimpulkan bahwa (1) Sebuah sel yang diiradiasi dapat Radiasi merupakan karsinogen bersifat universal yang
mengirim signal yang menyebabkan sebuah respon onkogenik dapat menginduksi kanker di sebagian besar jaringan tubuh dari
pada bystander cells, yaitu sel yang intinya tidak terpajan berbagai jenis organisma pada berbagai umur, termasuk janin
radiasi, (2) suatu populasi sel mempunyai sebuah supopulasi dalam kandungan. Kanker yang diinduksi oleh radiasi, tipe
kecil yang hipersensitif terhadap proses transformasi dengan histologinya sama dengan yang terbentuk secara spontan, tetapi
adanya signal bystander, dan (3) respon sel bystander distribusi jenisnya berbeda. Karena kemampuan radiasi untuk
nampaknya berupa ada atau tidak ada, artinya bila sebuah sel menembus sel tubuh dan melepaskan energinya pada sel
bystander telah menerima cukup signal, maka signal berikutnya tersebut secara acak, maka semua sel dalam tubuh berisiko
tidak akan meningkatkan respon sel. Hasil ini menunjukkan rusak akibat radiasi pengion. Berdasarkan studi pada sistem
bahwa efek bystander mungkin berperan penting dalam seluler dan diperkuat dengan studi pada hewan, diketahui
mekanisme induksi kanker [10,11]. Fenomena ini dapat bahwa radiasi adalah karsinogen dan mutagen yang lemah
dipertimbangkan sebagai efek karsinogenik radiasi dosis dibandingkan dengan karsinogen bahan kimia, tetapi efeknya
rendah terutama LET tinggi seperti partikel alfa dari radon. dapat dimodulasi dengan berbagai faktor sekunder lain.(12)
Hanya sebagian kecil dari sel epitel bronchus yang akan benar- Radiasi dapat berperan dalam tahap inisiasi karsinogenesis
benar dilintas oleh sebuah partikel alfa dari pajanan radon hanya dengan sekali pajanan. Radiasi LET tinggi dan rendah
dalam rumah (domestik) selama hidup seseorang.(12) telah ditunjukkan mampu menginduksi perubahan kromosomal
Kerusakan jaringan dan kematian sel yang diinduksi oleh dan mutasional yang muncul pada turunan dari sel yang
radiasi dapat mempercepat mekanisme penggantian sel yang terpajan beberapa generasi setelah pajanan awal. Perubahan
rusak melalui peningkatan aktivitas pembelahan sel. dapat terjadi pada sel yang tetap hidup setelah pajanan, bahkan
Mekanisme apoptosis secara normal dan spontan, bersama setelah dosis yang hanya memberikan rerata hanya satu lintasan
dengan peningkatan proliferasi sel dapat mengeliminasi sel partikel alfa per sel. Radiasi terbukti juga berperan dalam tahap
yang rusak, berpotensi mereduksi risiko terjadinya transformasi proses promosi dan juga progresi. proses epigenetik
sel dan kanker. Di sisi lain, perubahan kinetika penggantian sel (perubahanan non mutasi) seperti bystander effects dan
berpotensi meningkatkan ekspansi klonal dari sel terubah atau instabilitas genomik, diketahui mempengaruhi aspek respon
sel abnormal sehingga meningkatkan risiko kanker. Proliferasi seluler tertentu in vitro.(5,6)
sel adalah sebuah tahapan yang dibutuhkan selama induksi Selain itu terdapat dua jenis gen yang terlibat dalam
kanker dimana tanpa itu kanker tidak akan terbentuk, oleh inisiasi karsinogenesis yaitu proto onkogen dan gen penekan
karena itu peningkatanan proliferasi sel dapat dilihat sebagai tumor (tumor supressor gen atau anti onkogen). Kedua gen ini
suatu mekanisme baik dalam proses perbaikan jaringan atau mengontrol rangkaian biokimia yang sangat komplek yang
dalam promosi proses pembentukan kanker. Hilangnya kontrol meliputi signaling seluler dan interaksi seluler, pertumbuhan,
apoptosis juga diyakini sebagai proses penting dalam mitogenesis, apoptosis, stabilitas genomik dan diferensiasi.
perkembangan neoplasia.(8) Mutasi atau perubahan aktivitas kedua gen ini dapat mengubah
Telah diketahui bahwa radiasi pengion umumnya dan mekanisme pengaturan rangkaian biokimia yang memberikan
partikel alfa khususnya mengakibatkan penundaan perjalanan kontribusi terhadap perkembangan proses multi tahap dari
atau progresi melewati tahap G2 dan g1 dari siklus sel. neoplasia. Pada tahap inisiasi, radiasi dapat mengaktivasi proto
Penundaan G2 dipostulasikan memberikan waktu lebih lama onkogen menjadi onkogen dan menginaktivasi gen penekan
untuk berlangsungnya proses perrbaikan terhadap kerusakan tumor, antara lain melalui mekanisme amplifikasi, translokasi
yang terjadi, sebelum memasuki tahap mitosis. Penundaan G1 dan delesi.(6,8) Kanker tertentu yang diketahui diinduksi oleh
bergantung pada fungsi dari protein p53 dan pada pengontrolan radiasi (seperti jenis leukemia dan sarkoma), terbentuk akibat
ekspresi gen Rb. Sel tumor tanpa p53 atau dengan mutasi p53 delesi pada kromosom dan translokasi (Tabel 1).(12,15)
telah kehilangan kemampuannnya untuk merespon terhadap
arrest siklus sel setelah pajanan sinar gamma.(8) Tabel 1. Berbagai kerusakan pada kromosom yang dijumpai pada
beberapa jenis karsinoma.

KARSINOGENESIS RADIASI Abrasi Kromosom Kanker


Karsinogenesis adalah suatu proses pembentukan kanker Delesi kromosom 5q Colon carcinoma
Delesi kromosom 1p (p31p36) Neuroblastoma
yang terdiri dari banyak tahap. Secara umum tahapan Delesi kromosom 3p Renal cell carcinoma
karsinogenesis dibedakan atas 3 bagian yaitu inisiasi, promosi Delesi kromosom 13q14 Retinoblastoma
dan progresi. Pada tahap inisiasi, perubahan terjadi pada aspek Delesi kromosom 3p (p14p23) Small cell lung carcinoma
sitogenetik sebuah sel normal yang menyebabkan terbentuknya Translokasi (6;14)(q21;q24) Ovarian carcinoma
Translokasi (8;14)(q24;q23) Burkitt lymphoma
sel termodifikasi atau abnormal. Proses transformasi sel normal Translokasi (8;14)(q24;q11) Acute T cell leukemia
ini akibat efek genotoksik dari suatu agen yang bersifat Translokasi (8;22)(q34;q11) Butkitt lymphoma
karsinogenik. Pada tahap promosi sebagai efek epigenetik dari Translokasi (9;22)(q34;q11) Chronic myelogenous leukemia
suatu agen, sel abnormal ini akan terinduksi untuk melakukan Translokasi (11;14)(q13;q32) Chronic lymphocytic leukemia
Translokasi (9;22)(q34;q11) Acute lymphocytic leukemia
pembelahan atau proliferasi secara aktif dan membentuk suatu Translokasi (X;8)(p11.2;q11.2) Synovial sarcoma
klone atau kumpulan sel yang tidak normal. Sedangkan tahap Translokasi (`11;22)(q25;q11) Ewing’s sarcoma

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 21


Efek Pajanan Radiasi Dosis Rendah

Sumber informasi utama tentang kanker yang diinduksi neonatal, malformasi, penyakit keturunan, sterilitas) sebagai
radiasi adalah Japanese Life Span Study (LSS) atas korban bom akibat dari mutasi gross (genomik, kromosomal, gen-gen
atom Hiroshima & Nagasaki. Studi ini memberikan informasi penting) yang bersifat dominan. Efek ini terbukti terjadi pada
tentang hubungan dosis respon terhadap induksi tumor dan rodensia, insekta dan ikan, tapi tidak pada manusia. Karena
informasi kuantitatif risiko kanker akibat pajanan radiasi dosis adanya mekanisme seleksi yang kuat terhadap kelainan parah
sedang/menengah sampai tinggi. Data memberikan perkiraan pada stadium awal kehamilan, efek genetik akibat radiasi
terbaik risiko kanker akibat radiasi LET rendah dengan dosis tampaknya sukar ditemukan pada manusia. (2) Peningkatan
dari 20 sampai 250 cGy. Risiko kanker pada dosis di bawah 20 risiko kanker sebagai konsekuensi dari bertambahnya kejadian
cGy masih kontroversial. Berdasarkan studi tersebut, ICRP dan kanker secara spontan dan meningkatnya sensitivitas terhadap
NCRP merekomendasikan agar perkiraan risiko kanker akibat karsinogen. (3) Menurunnya ketahanan tubuh sebagai efek
pajanan radiasi dosis rendah diekstrapolasi dari dosis lebih kesehatan non karsinogenik. Kedua efek genetik yang terakhir
tinggi dengan menggunakan model hubungan dosis respon diperkirakan karena ketidakstabilan genomik sel anak.(14)
yang linier, tanpa dosis ambang. Rekomendasi ini berdasarkan Semua mutasi mempunyai efek berbahaya. Sebagian
pada pemahaman bahwa DNA inti adalah target utama dari mutasi mempunyai efek drastis yang diekspresikan segera, dan
efek genotoksik radiasi. Studi follow-up menunjukkan dieliminasi dari populasi secara cukup cepat. Mutasi lain
peningkatan nyata risiko kanker solid/mampat fatal yang mempunyai efek menengah dan ada untuk beberapa generasi,
diinduksi radiasi pada rentang dosis 0 – 50 mSv.(6,16,17) menyebarkan kerusakan di antara turunan individu. Meskipun
Risiko kanker bergantung pada jenis kanker, usia dan seks demikian, banyak efek berlangsung lama yang tidak mungkin
dari individu yang terpajan, besarnya dosis pada organ tertentu, diperkirakan berdasarkan data yang ada sekarang.(5)
kualitas radiasi, cara terpajan apakah kronik atau akut, dan
Tabel 2. Perkiraan efek genetik yang diinduksi oleh radiasi dengan dosis
adanya pajanan karsinogen dan promoter lain yang mungkin (5,18)
1 rem per generasi dalam suatu populasi manusia.
berinteraksi dengan radiasi. Diperkirakan bahwa jika 100.000 6
Jenis Kelainan Kejadian/10 bayi
orang dari semua umur menerima radiasi gamma secara akut
seluruh tubuh sebesar 10 cGy, sekitar 800 kematian ekstra Penyakit Mendelian
akibat kanker dapat terjadi selama sisa hidupnya sebagai Dominan autosom 2500-7500
tambahan terhadap hampir 20.000 kematian akibat kanker yang Resesif autosom 2500
dapat terjadi tanpa radiasi.(5) Kromosom X (x-linked) 400
Translokasi 600
Trisomi 3800

Sejauh ini tidak ada penyakit Kelainan bawaan 20.000-30.000

pewarisan diinduksi radiasi yang


PENUTUP
dijumpai pada populasi manusia Kerusakan DNA inti sel dianggap sebagai kejadian utama
yang diinisiasi radiasi yang menyebabkan kerusakan sel yang
yang terpajan radiasi pengion mengakibatkan pembentukan kanker dan penyakit herediter.
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa sel-sel yang
tidak secara langsung terpajan radiasi pengion, akan mengalami
EFEK GENETIK kerusakan karena berada di sekitar sel yang terpajan radiasi.
Sejauh ini tidak ada penyakit pewarisan diinduksi radiasi Fenomena yang dikenal sebagai bystander effects ini dijumpai
yang dijumpai pada populasi manusia yang terpajan radiasi terutama pada pajanan radiasi dosis rendah. Oleh karena itu
pengion. Informasi kuantitatif tentang penyakit pewarisan dalam memperkirakan risiko efek stokastik, kedua jenis sel,
diinduksi radiasi diperoleh dari percobaan pada hewan. Efek yaitu sel yang menjadi target radiasi dan sel yang tidak menjadi
radiasi pada gen dan kromosom sel reproduktif diketahui target tetapi berada di sekitar sel target, harus dipertimbangkan.
dengan baik dari hasil pengamatan mutasi pada lokus spesifik Dengan demikian kemungkinan risiko kesehatan yang mungkin
pada sel spermagonium tikus.(5) timbul akan lebih besar dari yang diperkirakan.
Ekstrapolasi data dari hewan ke manusia dengan demikian Selain itu telah dibuktikan pula bahwa sebuah partikel alfa
diperlukan untuk mengkaji risiko efek genetik. Hal ini yang melintasi sebuah inti sel akan mempunyai probabilitas
dilakukan karena tidak ada populasi manusia selain korban tinggi dalam menimbulkan mutasi. Ini berarti bahwa efek yang
bom atom yang dapat memberikan sebuah dasar substansial mungkin timbul akibat dari pajanan radiasi dosis rendah tidak
untuk studi epidemiologi genetik. Dengan demikian dasar dapat diabaikan. Berdasarkan dengan semua informasi ini,
ilmiah dari ekstrapolasi harus bergantung pada hasil penelitian proteksi radiasi terhadap pajanan radiasi dosis rendah sudah
tingkat seluler dan molekuler. Diketahui bahwa sensitifitas harus mulai diperhatikan.
manusia dalam hal induksi mutasi pada sel germinal oleh
radiasi, lebih rendah dibandingkan mencit.(5,6,14) KEPUSTAKAAN
Efek genetik pada turunan dari individu yang terpajan
1. Bennet BG. Exposures to Natural Worldwide. In High Levels of Natural
secara konvensional dapat dibedakan atas 3 jenis utama. (1). Radiation 1996. Radiation Dose and health effects by Wei,L.,
Kelainan pertumbuhan yang parah (kematian janin, kematian Sugahara,T. dan Tao, Z. (Eds.). Elsevier Science B.V,15-23. 1997.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Efek Pajanan Radiasi Dosis Rendah

2. Evaluation of EPA Guidelines for Exposure to Norm. Evaluation of Particle-Induced Sister Chromated Exchange in Normal Human Lung
Guidelines for Exposures to Technologically Enhanced Naturally Fibroblasts: Evidence for an Extranuclear Target. Radiat. Res. 146, 260-
Occurring Radioactive Materials. National Academy Press, Washington, 267.
DC. 1999. 11. Miller RC, Randers-Pehrson G, Geard CR, Hall EJ, Brenner DJ. The
3. Hall EJ. Radiobiology for the Radiologist. 3rd ed Lippincott William Oncogenic Transforming Potential of the Passage of Single α Particles
&Wilkins, Philadelphia, USA,2000. Through Mammalian Cell Nuclei. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 96, 19-22.
4. Mossman KL. Radiation Risks and Linearity: Sound Science? Proc. 1999.
Nordic Soc. for Radiation Protection Seminar. Reykjavik. 26-29 August 12. Little JB. Radiation Carcinogenesis. Carsinogenesis 21, 397-404, 2000.
1996. 13. Brenner DJ, Gerard CR, Hall EJ, Sachs RK. Are Bystander Effects
5. Biological Effects of Ionizing Radiation V. Health Effects of Exposure to Important at Low Radiation Dose?. DOE/NASA Radiation Investigators’
Low Levels of Ionizing Radiation. National Academy Press, Washington, Workshop. Washington, DC. 27-30 June 2001.
DC. 1990. 14. Zhou H, Pehrson G, Waldren CA, Vannais D, Hall EJ, Hei TK. Induction
6. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation of a Bystander Mutagenic Effect of Alpha Particles in Mammalian Cells.
2000 Report to the General Assembly. Sources and Effects of Ionizing Proc. Natl. Acad. Sci.USA. 97.2099-2104. 2000.
Radiation. Vol. II. United Nations, New York. 2000. 15. Croce CM. Role of Chromosome Translocations in Human Neoplasia.
7. Little JB. What are the Risks of Low-Level Exposure to α Radiation from Cell, 49, 155-156, 1987.
Radon?. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 94, 5996-5997. 1997. 16. International Commission on Radiological Protection. Recommendations
8. Biological Effects of Ionizing Radiation VI. Health Effects of Exposure Report No. 60. Pergamon, New York. 1991.
to Radon. National Academy Press, Washington, DC. 1999. 17. National Council on Radiation Protection and Measurements. Report 116.
9. Hei TK., Wu L, Liu S, Vannais D, Waldren C., Pehrson G. Mutagenic NCRPM, Bethesda. 1993.
Effects of a Single and an exact Number of α Particles in Mammalian 18. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation
Cells. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 94, 3765-3770. 1997. 2001 Report to the General Assembly. Hereditary Effects of Radiation.
10. Desphande A, Goodwin EH, Bailey SM, Marrone BL, Lehnert BE. Alfa- United Nations, New York.2001.

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE JANUARI – APRIL 2007


Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Informasi
Hotel Sanur Paradise Bali
Pertemuan Nasional II Epilepsi: Ph. : (0361) 246082; Fax.: (0361) 246082
18 – 20
To Live a Seizure-free Life E-mail : perdossi_bali@indo.net.id
JANUARI http://www.epilepsybali2006.com
Pertemuan Ilmiah Tahunan III Himpunan Fertilitas Hyatt Regency, Yogyakarta
24 – 27 & Endokrinologi Reproduksi Indonesia Ph. : +62-81328805757
(PIT HIFERI) E-mail : pit_fer2007@yahoo.com
Hotel Borobudur, Jakarta
Pertemuan Ilmiah Pulmonologi & Kedokteran
08 – 11 Ph. : 021-4893536/0744
Respirasi (PIPKRA 2007)
E-mail : pipkra@gmail.com
FEBRUARI Hotel Borobudur, Jakarta
The 2nd International Symposium &
Ph.: +6221-3106737, 3106443; Fax.: 3106443
22 – 25 the 5th International Course on Metabolism &
E-mail : iscmcn_cmefkui@yahoo.com
Clinical Nutrition 2007
http://www.cme.fk.ui.ac.id
Hotel Borobudur, Jakarta
Symposium on Chest and
09 – 11 Ph. : 021-3149704, 31902461 ; Fax.: 3149704
Critical Internal Medicine 2007
E-mail : chest@pharma-pro.com
KPPIK FKUI 2007 : Hotel Borobudur, Jakarta
15 – 17 Early Diagnosis & Prompt Treatment in Medicines Ph. : +6221-3106737, 70752375 ; Fax.: 3106443
Improving Quality Assurance E-mail : cme_fkui@yahoo.com
Yogyakarta
MARET PIT Fetomaternal 2007: Ph. : +6274-511329, 587333 psw 295
17 – 21 Practicing Evidence Based Fax.: +6274-544003, 511329
Fetomaternal Medicine E-mail : fetomaternal_jogja@yahoo.com
http://www.pit8fm.com
Hotel Horison, Bandung
Simposium Nasional 2007
Ph. : 022 – 4262063; Fax.: 022 – 4262065
23 – 25 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang
E-mail : blesslinkbdo@cbn.net.id
Jawa Barat
http://www.klik.pdpi.com
Hotel Borobudur, Jakarta
International Symposium on
APRIL 13 – 15 Ph. : 021-31909382 ; Fax.: 021-31909382
Congenital Anomaly (ISOCA)
E-mail : isoca@pharma-pro.com
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadual acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/calendar

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 23


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Antraks
Agus Sjahrurachman
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

PENDAHULUAN binatang, antraks merupakan salah satu penyebab kematian


utama binatang ternak seperti biri-biri, domba dan kuda. Pada
Antraks merupakan salah satu penyakit tertua yang hewan liar, antraks dapat ditemukan pada babi hutan, rusa dan
dikenal. Penyakit ini pernah menjadi epidemi; misalnya pada kelinci. Manusia biasanya menderita antraks akibat kontak
tahun 1600-an sebagai epidemi di Eropa dan dikenal sebagai langsung atau tidak langsung dengan binatang atau bahan yang
black bane disease. Kemudian pada tahun 1979, epidemi di berasal dari binatang terinfeksi. Setelah ditemukannya vaksin
Zimbabwe melibatkan tak kurang dari 6000 penderita. Pada untuk hewan dan manusia, perbaikan sanitasi dan teknik
tahun itu pula terjadi kecelakaan instalasi militer di Rusia yang sterilisasi pada industri yang berbahan baku binatang, serta
menyebabkan 66 kematian manusia akibat antraks pulmonal. penggunaan bahan baku sintetik sebagai pengganti bahan baku
Penyebabnya, yaitu kuman antraks merupakan salah satu yang berasal dari binatang, kekerapan antraks banyak
kuman tertua yang berhasil diisolasi dan dibuktikan sebagai berkurang. Walaupun demikian, pembasmian antraks bukanlah
penyebab penyakit. Kuman antraks pertama kali diisolasi oleh merupakan hal yang mudah; banyak negara majupun belum
Robert Koch pada tahun 1877. Sedangkan vaksinnya pertama berhasil membasmi antraks. Hal ini paling tidak berkaitan
kali dikembangkan oleh Louis Pasteur pada tahun 1881. dengan daya tahan luar biasa spora kuman antraks di
Walaupun penyakit alaminya sudah banyak berkurang, antraks lingkungan bebas. Spora antraks dapat bertahan puluhan tahun
kembali menarik perhatian masyarakat karena dapat digunakan di tanah.
sebagai senjata biologis yang sangat ampuh. WHO Dibandingkan dengan herbivora, manusia relatif resisten
memperkirakan bahwa jika 50 kg bubuk spora antraks disebar terhadap kuman antraks. Pada saat ini, infeksi alami antraks
di kota yang berpenduduk 500.000 jiwa, maka akan terjadi pada manusia dapat digolongkan secara epidemiologis atas dua
infeksi pada 125.000 jiwa dengan angka kematian mencapai jenis, yaitu; (i). Antraks yang umumnya terdapat di wilayah
95.000 jiwa. Kenyataannya, pada tahun 1940-an misalnya pedesaan. Dalam hal ini antraks terjadi akibat kontak erat
tercatat sebuah negara menggunakan antraks sebagai senjata manusia dengan binatang atau jaringan binatang yang
biologis dalam peperangan. Setelah itu kalangan internasional terinfeksi, (ii). Antraks di daerah industri yang umumnya
mencatat beberapa negara lain telah berhasil mengenai pekerja yang menangani wool, tulang, kulit dan
mengembangkannya sebagai senjata biologis. Yang lebih produk binatang lain. Antraks yang didapat sebagai akibat
menyedihkan adalah adanya upaya kalangan tertentu untuk kontak erat dengan binatang terinfeksi umumnya berbentuk
memakai antraks untuk kegiatan terorisme. Pada tahun 1995 antraks kulit dan jarang berbentuk antraks saluran cerna.
misalnya, sekte Aum Shinrikyo di Jepang diduga telah Antraks di daerah industri juga sebagian besar berbentuk
mencoba memakai antraks untuk kegiatan teror, walaupun antraks kulit, namun mempunyai risiko lebih besar untuk
belum berhasil. Kemudian tahun 1998, seorang warga negara mendapat antraks pulmonal dibandingkan di daerah pedesaan.
Amerika mencoba pula menggunakannnya untuk kegiatan teror Penularan langsung antar manusia atau antar binatang tak
di Las Vegas. Terakhir tahun 2001 terjadi wabah antraks di terjadi sepanjang tindakan universal precaution dilakukan
Amerika Serikat melibatkan puluhan penderita yang juga dengan baik.
diduga berkaitan dengan terorisme. Isu terorisme dengan Di Indonesia, antraks pada binatang ditemukan di sebelas
menyebarkan kuman antraks sebagai senjata mengguncang propinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jambi,
berbagai negara dan menyebabkan kepanikan berbagai Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
kalangan. Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua (Irian Jaya).
Antraks merupakan penyakit yang terutama menyerang Walaupun demikian dalam kurun waktu 1996-2001, hanya
herbivora. Sebelum ditemukannya vaksin yang efektif pada empat propinsi yang melaporkan antraks pada manusia, yaitu

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Antraks

(i) Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Purwakarta, Subang, Antigen somatik merupakan polisakarida yang mengandung
Bekasi, Karawang dan Bogor, (ii) Jawa Tengah yang meliputi D-galaktosa dan N-asetil galaktosamin sama banyaknya.
kabupaten Boyolali, Semarang, Kudus, Demak, Kotamadya Antigen somatik ini bereaksi silang dengan darah golongan A
Solo dan Salatiga, (iii) Nusa Tenggara Barat yang meliputi dan pneumokokus tipe 14. Antibodi terhadap antigen somatik
kabupaten Sumbawa dan Bima dan (iiii) Nusa Tenggara Timur tidak bersifat melindungi. (iii) Antigen toksin.
yang meliputi kabupaten Ngada dan Manggarai. Kekerapan Virulensi kuman antraks ditentukan oleh dua faktor, yaitu
antraks endemis di Indoensia biasanya musiman; tertinggi pada kapsul kuman dan toksin. Toksin kuman yang ditemukan pada
musim hujan. tahun 1950-an oleh Smith dan Keppie, terdiri dari tiga
komponen, yaitu faktor I (faktor edema atau EF), faktor II
(faktor antigen protektif atau PA) dan faktor III (faktor letal
ASPEK BAKTERIOLOGI ANTRAKS atau LF). Toksin kuman antraks pada pejamu akan
menyebabkan kematian fagosit, edema, kematian jaringan dan
Kuman antraks merupakan kuman berbentuk batang perdarahan. Ketiga faktor ini jika berdiri sendiri-sendiri tidak
dengan dimensi kira-kira 5-10 kali 1-3 mikrometer. Pada toksis. PA akan membentuk komplek dengan EF menjadi
sediaan yang berasal dari darah atau binatang terinfeksi, kuman toksin edema. PA juga membentuk komplek dengan LF
tampak berpasangan atau tunggal. Kuman tidak mempunyai menjadi toksin letal. Peran PA tampaknya memfasilitasi
flagel. Kapsul kuman dibentuk pada jaringan terinfeksi, tetapi masuknya EF dan LF ke dalam sel dengan jalan berikatan
tidak in vitro kecuali dibiak di media yang mengandung dengan reseptor seluler. Ikatan PA dengan reseptor selulernya
bikarbonas dan dieram pada lingkungan CO2. Spora dibentuk di membentuk saluran yang memungkinkan EF dan LF masuk ke
tanah, jaringan/binatang mati dan tidak terbentuk di jaringan dalam sel. EF merupakan enzim adenilsiklasa inaktif. Aktivasi
dan darah binatang hidup. Spora yang merupakan endospora EF terjadi oleh kalmodulin seluler dan setelah diaktivasi, EF
tahan terhadap pengaruh lingkungan. Diameter endospora akan mempercepat perubahan ATP menjadi cAMP.
berkisar 1-2 mikrometer, sehingga sukar tersaring oleh Kemampuan EF mengubah ATP menjadi cAMP jauh lebih kuat
mekanisme penyaringan di saluran pernafasan atas. Dalam dibanding dengan toksin kuman kolera. LF merupakan
tanah, spora dapat bertahan puluhan tahun. Spora antraks tahan metaloproteasa dan menjadi faktor virulensi utama kuman.
terhadap pengaruh panas, sinar ultraviolet dan beberapa Penyuntikan toksin letal pada mencit akan menyebabkan
desinfektan. Endospora dapat dimatikan dengan cara otoklaf kematian dalam 38 menit. Dengan mekanisme tersebut, maka
pada suhu 120° C selama 15 menit. Bentuk vegetatifnya mudah mudah dimengerti jika antibodi terhadap PA bersifat protektif
dimatikan pada suhu 54° C selama 30 menit. Ikatan antibodi dengan PA menyebabkan EF dan LF tidak
Kuman mudah ditumbuhkan pada berbagai media. Untuk dapat masuk ke dalam sel.
mendapatkan koloni yang karakteristik, kuman sebaiknya Gen yang menyandi toksin dan kapsul kuman antraks
ditumbuhkan pada media yang mengandung darah tanpa terdapat ekstra kromosomal, yaitu pada plasmid pX01 untuk
antibiotika. Kuman tumbuh subur pada pH media 7.0-7.4 toksin dan plasmid pX02 untuk kapsul. PXO1 mempunyai
dengan lingkungan aerob. Suhu pertumbuhan berkisar antara bobot 174 kilobasa dan membawa gen penyandi pag untuk PA,
12-45° C tetapi suhu optimumnya 37° C. Setelah masa inkubasi gen lef untuk LF dan gen cya untuk EF. Ekspresi gen penyandi
24 jam, koloni kuman tampak sebagai koloni yang besar, opak, toksin diatur oleh gen pengatur, yaitu atxA yang terletak
putih-keabu-abuan dengan tepi tak beraturan. Di bawah diantara gen cya dan pag. Transkripsi gen penyandi toksin
mikroskop, koloni tersusun seperti susunan rambut sehingga diatur oleh atxA. POX2 mempunyai bobot 90 kilobasa dan
sering disebut sebagai bentuk kaput medusa. Koloni kuman membawa gen penyandi kapsul, yaitu : capA, capB, capC dan
bersifat sticky sehingga jika diangkat dengan sengkelit akan capD. Gen-gen tersebut membentuk operon dengan gen pe-
membentuk formasi seperti stalaktit (beaten egg-whites ngaturnya yaitu acpA. Selain itu diketahui pula bahwa ekspresi
appearance). Jika kuman ditumbuhkan selama 3-6 jam pada gen penyandi kapsul dipengaruhi oleh gen atxA. Aktifitas gen
suhu 37° C pada media yang mengandung penisilin pada kadar pengatur dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kadar karbon-
0.05-0.5 unit/ml, maka secara mikroskopik akan terbentuk dioksida dan serum. Virulensi kuman memerlukan ekspresi gen
kuman sferis besar dalam bentuk rantai (fenomena string of dari dua plasmid tersebut. Hilangnya salah satu plasmid, seperti
pearls). Kuman antraks tidak menyebabkan hemolisis darah terjadi pada galur vaksin, menyebabkan virulensi kuman
domba dan reaksi katalasanya positif. Kuman mampu meragi melemah. Walaupun pada berbagai percobaan di laboratorium
glukosa dan menghidrolisa gelatin tetapi tidak meragi manitol, telah dibuktikan bahwa gen-gen penyandi virulensi tersebut
arabinosa dan xilosa. Karena menghasilkan lesitinasa, maka dapat dipindahkan di antara kuman B. anthracis, B. cereus dan
kuman yang ditumbuhkan pada media EYA (Egg-Yolk Agar) B. thuringiensis dengan cara transduksi (dengan bantuan
akan membentuk zona opaq. bakteriofaga) dan konjugasi (perkawinan), namun perpindahan
Terdapat tiga jenis antigen pada kuman antraks, yaitu : (i) gen tersebut secara alami nampaknya tidak terjadi.
Antigen polipeptida kapsul. Antigen kapsul merupakan molekul Data pola resistensi kuman antraks tidak banyak ditelaah.
besar dan tersusun atas asam D glutamat. Sampai saat ini Hasil uji resistensi terbaru terhadap 65 isolat yang didapat saat
diketahui hanya ada satu tipe antigen kapsul. Kapsul berperan wabah di Amerika Serikat tahun 2001 menunjukkan bahwa
dalam penghambatan fagosistosis kuman dan opsonisasinya. kuman antraks sensitif terhadap kuinolon, rifampisin,
(ii) Antigen somatik yang merupakan komponen dinding sel. tetrasiklin, vankomisin, kloramfenikol, klindamisin, imipenem,

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 25


Antraks

meropenem dan aminoglikosida. Isolat-isolat tersebut tidak vesikel berisi cairan jernih. Karena bagian tengah vesikel
begitu sensitif terhadap makrolida dan resisten terhadap nekrotik maka setelah vesikel pecah, akan terbentuk keropeng
sefalosporin dan trimetoprim-sulfametokasol. Terhadap berwarna hitam (eschar) di bagian tengahnya. Di sekitar lesi
penisilin, uji pada 65 isolat tersebut di atas menunjukkan sudah tampak edema kemerahan hebat dan vesikel-vesikel kecil.
mulai adanya kuman yang menghasilkan beta laktamasa, yaitu Istilah pustula malignan sebenarnya salah, karena lesi kulit
penisilinasa dan sefalosporinasa. antraks tidak purulen dan tidak sakit. Ditemukannya lesi
purulen dan sakit biasanya menunjukkan infeksi sekunder oleh
kuman lain seperti stafilokokus dan streptokokus.
PATOGENESIS DAN GAMBARAN KLINIK Lesi antraks kulit umumnya sembuh sendiri tanpa
meninggalkan parut. Sekitar 10% antraks kulit berlanjut
Infeksi antraks dimulai dengan masuknya endospora ke menjadi antraks sistemik yang fatalitasnya tinggi. Komplikasi
dalam tubuh. Endospora dapat masuk ke dalam tubuh melalui lain antraks kulit adalah terjadinya bulae multipel disertai
abrasi kulit, tertelan atau terhisap udara pernafasan. Pada edema hebat dan renjatan. Edema maligna ini jika mengenai
antraks kulit dan intestinal, spora dalam jumlah kecil berubah leher dan di dalam dada akan menyebabkan gangguan
menjadi bentuk vegetatif di jaringan subkutan dan mukosa pernafasan. Pada pemeriksan histologik, antraks kulit
usus. Bentuk vegetatif selanjutnya membelah, mengeluarkan memperlihatkan nekrosis, edema hebat dan infiltrasi limfosit.
toksin yang menyebabkan terjadinya edema dan nekrosis Kuman antraks dapat ditemukan pada jaringan subkutan.
setempat. Endospora yang difagositosis makrofag akan berubah Antraks tersering kedua adalah antraks intestinal. Gejala
menjadi bentuk vegetatif dan dibawa ke kelenjar getah bening klinik antraks intestinal biasanya muncul 2-5 hari setelah
regional tempat kuman akan membelah, menghasilkan toksin tertelannya spora yang umumnya berasal dari santapan daging
dan menimbulkan limfadenitis hemorhagik. Kuman selanjutnya tercemar; karena itu antraks intestinal sering mengenai lebih
menyebar secara hematogen dan limfogen dan menyebabkan dari satu anggota keluarga. Pada antraks intestinal ini belum
septikemi dan toksemi. Jumlah kuman dalam darah dapat diketahui di mana pertama kali spora berubah menjadi bentuk
mencapai sepuluh sampai seratus juta per mililiter darah. vegetatif. Namun dari pemeriksaan patologi diketahui bahwa
Dalam sejumlah kecil kasus penyebaran mencapai selaput otak kuman dapat ditemukan pada jaringan limfatik mukosa dan
dan menyebabkan meningitis. Dalam kasus antraks pulmonal, submukosa, kelenjar limfoid mesenterik dan cairan peritoneal.
limfadenitis hemorhagik peribronkial menyebabkan Keluhan penderita biasanya berupa demam, nyeri perut difus
terhalangnya aliran limfe pulmonal dengan akibat edema paru. dan disertai nyeri lepas. Feses bercampur darah atau berupa
Kematian antraks biasanya terjadi akibat septikemi, toksemi melena dengan konsistensi padat atau cair. Penderita
dan komplikasi paru. Kematian umumnya terjadi dalam kurun kadang-kadang muntah berdarah atau berwarna seperti kopi.
waktu satu sampai sepuluh hari pasca paparan. Asites muncul dua sampai empat hari sejak gejala pertama
timbul. Kematian terjadi umumnya karena toksemia atau
perforasi. Jika penderita bertahan, gejala klinis mereda dalam
Antraks kulit merupakan porsi 10-14 hari. Pada antraks orofaring, gambaran klinis lebih
ringan. Gejalanya berupa edema leher dan pembesaran kelenjar
terbesar dari antraks, yaitu lebih limfe lokal dengan akibat kesukaran menelan dan kesukaran
bernafas. Lesi di orofaring berupa ulkus dengan
dari 90% pseudomembran diatasnya.
Antraks pulmonal atau lebih tepatnya antraks inhalasi
biasanya fatal walaupun telah diberi antibiotika dan pengobatan
Dari sudut pandang molekuler, edema terutama disebabkan yang intensif; hal ini yang menjadi salah satu alasan mengapa
oleh toksin edema yang mengubah ATP menjadi cAMP. kuman antraks dipakai sebagai senjata biologis. Pada wabah di
Perubahan ini menimbulkan gangguan homeostasis air dengan Sverdlovsk, Rusia tahun 1979, hanya seperlima kasus antraks
akibat terjadinya edema masif. Sementara itu reaksi peradangan inhalasi yang sembuh. Masa inkubasi antraks inhalasi
yang hebat terjadi terutama akibat toksin letal. Toksin letal tergantung dosis spora yang terhisap. Umumnya masa
kuman menyebabkan pelepasan oksigen antara reaktif (reactive inkubasinya 10 hari, tetapi dapat pula mencapai 6 minggu.
oxygen intermediates) dan pelepasan jumlah besar sitokin Spora yang terhisap akan difagositosis dan terbawa ke kelenjar
seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1. limfe mediastinum dan peribronkial menyebabkan mediastinitis
Antraks kulit merupakan porsi terbesar dari antraks, yaitu hemorhagik. Gejala awal antraks inhalasi menyerupai infeksi
lebih dari 90%. Antraks kulit sering pula disebut sebagai black viral saluran pernafasan atas akut berupa demam, batuk kering,
eschar atau malignant pustule. Di Jawa Barat dikenal juga mialgia dan kelemahan. Secara radiologis tampak pelebaran
sebagai Caneung hideung. Penderita biasanya mempunyai mediastinum dan efusi pleura. Dalam 1-2 hari, penderita
riwayat kontak dengan hewan atau produknya. Lesi pertama biasanya jatuh dalam dispnoe berat, stridor dan akhirnya
terjadi dalam waktu tiga sampai lima hari pasca inokulasi spora kematian. Terjadinya kematian sejak timbulnya gejala klinik
dan umumnya terdapat pada daerah ekstremitas, kepala dan berkisar antara 1-10 rata dengan rata-rata 3 hari.
leher (daerah terbuka). Lesi berwarna kemerahan, gatal dan tak Walaupun jarang, salah satu komplikasi antraks kulit,
sakit. Dalam kurun waktu 24-36 jam lesi berubah membentuk intestinal dan inhalasi adalah meningitis. Bentuk ini juga

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Antraks

biasanya fatal dan kematian terjadi dalam 1-6 hari sejak cabinet. Untuk pemeriksaan langsung, bahan dibuat sediaan
timbulnya gejala. Di samping menunjukkan gejala infeksi dan diwarnai dengan pewarnaan Gram, imunofluoresensi atau
umum seperti demam, mialgia, ditemukan pula gejala rangsang M'Fadyean. Pemeriksaan serologi dikerjakan dengan cara
meningeal dan gejala kenaikan tekanan intrakranial seperti sakit imunodifusi, fiksasi komplemen dan hemaglutinasi. Khusus
kepala progresif, kaku kuduk, delirium, kejang-kejang. Secara untuk serologi terhadap toksin dikerjakan dengan cara Elisa.
patologis terjadi meningitis hemorhagik disertai edema hebat di Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah reaksi rantai
leptomeningen. Cairan serebrospinalnya dapat berdarah dan polimerasa dan pemeriksaan histokimia.
mengandung banyak kuman antraks. Karena gambaran
leptomeningen menunjukkan perdarahan masif sehingga PENGOBATAN
tampak berwarna merah, maka disebut juga Cardinal’s cap. Untuk mereka yang berisiko terpapar terhadap spora
Untuk menunjang penetapan diagnosis atas dasar antraks dapat diberi imunisasi. Di Amerika vaksin diberikan
gambaran klinik dapat digunakan tes kulit, yaitu skin anthracin kepada anggota militer berupa AVA (Anthrax vaccine
test yang mempunyai sensitifitas 82% pada infeksi yang telah adsorbed), yang berisi faktor protektif (PA) dalam alum
berlangsung 3 hari dan 99% untuk infeksi yang telah hidroksida. Seri pertama AVA diberikan enam kali dengan
berlangsung 4 minggu. injeksi subkutan dengan dosis 0.5 ml, suntikan diulangi pada
minggu ke 2 dan 4. Selanjutnya diberikan lagi pada bulan ke 2,
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ANTRAKS 12 dan 18. Booster diberikan tiap tahun. Vaksin tidak
MANUSIA dianjurkan diberikan pada wanita hamil. Di Rusia dipakai
Antraks manusia umumnya tak terlalu mudah menular, vaksin yang berasal dari spora yang telah dilemahkan dan
karena itu pengamanan yang dilakukan tak perlu berlebih. vaksin ini diberikan pada manusia maupun hewan.
Pengambil bahan dianjurkan memakai sarung tangan, apron Untuk penderita yang belum menunjukkan gejala klinik
dan sepatu yang dapat diotoklaf. Topi dan masker biasanya tetapi telah terpapar dengan spora antraks dapat diberi
dipakai saat mengambil bahan lingkungan yang berdebu yang doksisiklin 2 kali 100 mg, siproflokasin 2 kali 500 mg atau
diduga mengandung banyak spora antraks. Bahan sekali pakai amoksisilin 80 mg/kg bb. diberikan tiga kali sehari selama
dianjurkan diotoklaf dan dilanjutkan dengan insenerasi. Bahan empat minggu jika dikombinasikan dengan vaksinasi atau
yang tak dapat diotoklaf, direndam dalam 10-30% formalin selama delapan minggu jika hanya menggunakan antibiotika.
atau 4-12% formaldehid. Untuk desinfeksi percikan dianjurkan Jika jumlah dosis spora diperkirakan sangat besar, obat dapat
menggunakan larutan formalin atau hipoklorit dalam pelarut diberikan lebih lama.
metanol-air atau etanol-air 50 : 50. Konsentrasi akhir hipoklorit Penderita yang telah menunjukkan gejala klinis harus
tergantung kondisi kontaminasi, berkisar antara 1.000-75.000 segera diberi antibiotika. Antibiotika yang dapat dipakai adalah
ppm klor aktif. siprofloksasin, doksisiklin, kloramfenikol, aminoglikosida.
Antibiotika penisilin mulai dipertanyakan keampuhannya,
khususnya untuk antraks yang bukan alami/endemis.
Antraks manusia umumnya tak Antibiotika diberikan sampai gejala klinis hilang selama 14
hari. Pada wabah tahun 2001 di Amerika Serikat, pemberian
terlalu mudah menular siprofloksasin untuk antraks inhalasi mencapai 60 hari, sebagai
antisipasi kemungkinan spora laten di saluran pernafasan.
Untuk antraks kulit yang ringan, antibiotika dapat diberikan per
oral atau intramuskuler. Untuk kasus antraks kulit berat, antraks
Untuk antraks kulit yang lesinya baru, bahan cukup
kulit di leher dan kepala, antraks intestinal, antraks inhalasi dan
diambil dengan usap kapas. Jika lesi telah menjadi eschar, tepi
antraks meningeal, antibiotika diberikan intravena. Untuk
lesi diangkat dan bahan diambil dengan pipet kapiler dari
antraks meningeal, perlu diperhatikan bahwa beberapa
bawah lesi. Eksisi eschar tidak diperbolehkan karena
antibiotika seperti doksisiklin mempunyai daya penetrasi yang
mempermudah terjadinya antraks sistemik. Untuk antraks
rendah untuk melewati sawar otak.
intestinal, bahan yang diambil berupa feses. Jika diperlukan,
Pengobatan lain bersifat simptomatik dan suportif.
bahan dapat berupa darah. Namun untuk bahan berupa darah,
Pemberian steroid dapat dipertimbangkan pada edema kulit
seharusnya diambil sebelum pemberian antibiotik. Selain untuk
yang luas, antraks meningeal dan antraks mediastinal.
pembiakan, darah/serum dipakai untuk pemeriksaan serologi.
Untuk itu diperlukan serum berpasangan yang diambil dengan
interval waktu paling sedikit 10 hari. Untuk bahan post
mortem, bahan berupa darah, cairan berdarah dari KEPUSTAKAAN
hidung/anus/mulut harus diambil. Jika perlu dapat pula diambil
1. Dixon TC, Messelson M, Guillemin J, Hanna PC. Anthrax. N. Engl. J.
cairan peritoneal, limfa dan kelenjar getah bening mesenterik Med. 1999 ; 341 : 815-26.
dengan cara aspirasi. Untuk kasus antraks pulmonal, dapat pula 2. Antraks. Temu ilmiah tentang antraks. Dit-Jen P2M-PL Departemen
diambil bahan berupa sputum. Bahan selanjutnya dikirim ke Kesehatan. Jakarta 2001.
laboratorium dengan atau dalam media transport untuk 3. Osterhout S, Wi1let H. Bacillus. In : Microbiology. Joklik WK, Willet
HP, Amos DB (eds). 17th ed. Appleton Century-Crofts. New York. USA.
pemeriksaan langsung, pembiakan atau serologi. Pengerjaan 1980. Hal. 804-11.
pembiakan kuman harus dilakukan dalam biological safety 4. Turnbull PC, Kramer JM. Bacillus. In : Manual of Clinical Microbiology.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 27


Antraks

Muray PR, Baron ET, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH. ( eds ). 6th 10. Kortepeter MG, Parker GW. Potential Biological Weapons Threats.
ed. ASM Press. Washington. USA 1995. Hal. 349-56. Emerg. Infect. Dis. 1999 ; 5 : 523-27.
5. Braun V, von Eichel-Streiber C. Virulence-associated mobile elements in 11. Inglesby TV. Anthrax : A Possible Case History. Emerg. Infect. Dis. 1999
Bacilli and Clostridia. In : Pathogenicity Islands and Other Mobile 5 : 556-60.
Virulence Elements. Kaper JB, Hacker J (eds). ASM Press. Baltimore. 12. Bartlett JG. Applying Lessons Learned from Anthrax Case History to
USA. 1999. Hal. 233-37. Other Scenarios. Emerg. Infect. Dis. 1999 ; 5 : 561-63.
6. Mim's Pathogenesis of Infectious Diseases. Mims CA, Dimmock NJ, 13. Christopher GW. Biologic Warfare : A Historical Perspective. JAMA.
Nash A, Stephen J (eds)..Academic Press. London UK. 1995. Hal 220-22. 1997 ; 278 : 412-17.
7. Larsen HS. Aerobic Gram Positive Bacilli. In: Diagnostic Microbiology. 14. Ilinkas RA. Iraq’s biological weapons : the past as future ? JAMA 1997 ;
Mahon CR, Manuselis Jr G. (eds). Philadelphia: WB Saunders Co.. 1995. 278 : 418-24.
Hal. 380-87. 15. WHO. Health Aspect of Chemical and Biological Weapon. WHO.
8. Bell DM, Kozrsky PE, Stephens DS. Clinical issues in the prophylaxis, Geneve. 1970. Hal 97-9.
diagnosis and treatment of antrhax. Emerg. Infect. Dis. 2002 ; 8 : 222-25. 16. Tucker JB. Historical Trends related to Bioterrorims. Emerg Infect Dis
9. Rotz LD, Khan AS, Lillibridge SR, Ostroff SM, Hughes JM. Public 1999; 4 : 498-504.
health assessment of potential biological terrorism agents. Emerg. Infect. 17. Cieslak TJ, Eitzen Jr, EM. Clinical and Epidemiological Principles of
dis. 2002 ; 8 : 225-30. Anthrax. Emerg. Infect. Dis. 1999 ; 5 : 552-55.

We know what we are, but we know not we may be

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sindrom Dry Eye pada Pengguna


Visual Display Terminal (VDT)
Nendyah Roestijawati
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta, Indonesia

Penggunaan komputer dewasa ini telah demikian luas di glandula lakrimalis, displasia ektodermal anhidrotik, Adie
segala bidang, baik di perkantoran maupun bagian dari syndrome dan Shy-Drager syndrome. Penyebab defisiensi
kehidupan pribadi seseorang. Hampir semua petugas komponen akuos yang didapat antara lain penggunaan lensa
administrasi menggunakan komputer dalam pekerjaan sehari- kontak, inflamasi kelenjar lakrimal, trauma, pemakaian obat-
hari. Penggunaan komputer tidak terlepas dari hal-hal yang obatan dan hiposekresi neuroparalitik.1,4
dapat mengganggu kesehatan. Sindrom dry eye dapat terjadi secara idiopatik maupun
Gangguan kesehatan pada pengguna komputer antara lain pada penyakit lupus erythematosus, pemphigus, Stevens-
kelelahan mata karena terus menerus memandang monitor atau Johnson syndrome, Sjogren syndrome, skleroderma,
video display terminal (VDT). Kumpulan gejala kelelahan pada poliarteritis nodosa, sarkoidosis, Mickulicz’s syndrome.5
mata ini disebut Computer Vision Syndrome (CVS). Gejala- Ciri histopatologik pada sindrom dry eye termasuk
gejala yang termasuk dalam CVS ini antara lain penglihatan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
kabur, dry eye, nyeri kepala, sakit pada leher, bahu dan konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet
punggung. Sedangkan sindrom dry eye adalah gangguan konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non goblet,
defisiensi air mata baik kuantitas maupun kualitas. peningkatan stratifikasi sel dan penambahan keratinisasi.4
Selain penggunaan VDT, faktor risiko sindrom dry eye Ciri paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah
pada pekerja adalah faktor pekerja dan lingkungan kerja. terputusnya meniskus air mata di tepian palpebra inferior.
Faktor pekerja meliputi usia, jenis kelamin, kebiasaan Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadang-
membaca dan kelainan refraksi, sedangkan faktor lingkungan kadang terlihat dalam forniks konjungtiva inferior. Pada
kerja meliputi suhu, kelembaban, penerangan, tinggi meja, konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan
tinggi kursi dan jarak mata ke monitor. mungkin menebal, edema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat
bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel
SINDROM DRY EYE konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan Rose
Keadaan mata yang kering atau disebut juga dengan Bengal 1%, dan defek epitel kornea terpulas dengan
sindrom mata kering (sindrom dry eye) merupakan gangguan fluorescein. Pada tahap lanjut akan terlihat satu ujung pada
akibat kurangnya produksi air mata atau penguapan air mata setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain
yang berlebihan.1 bergerak bebas.4
Keluhan yang sering timbul pada sindrom dry eye adalah Diagnosis sindrom dry eye dapat diperoleh dengan
adanya sensasi gatal atau rasa mata berpasir (sensasi benda memakai cara diagnostik berikut:4
asing). Gejala umum lain adalah mata sakit, merah, sensasi A. Tes Schirmer
terbakar, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata
air mata, fotosensitif, dan sulit menggerakkan palpebra.2,3 dan memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman
Klasifikasi sindrom dry eye menurut American Academy of No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva inferior pada
Ophthalmology dibedakan menurut penyebabnya yakni (1) batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior.
defisiensi komponen akuos dan (2) penguapan yang berlebihan. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah
Dry eye dengan defisiensi komponen akuos adalah bentuk yang dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm
sering ditemukan. Defisiensi komponen akuos dapat tanpa anestesi dianggap abnormal.
disebabkan oleh kelainan kongenital atau didapat. Kelainan B. Tes Break-up Time
kongenital yang dapat menyebabkan defisiensi komponen Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan
akuos antara lain Riley-Day syndrome, alakrimia, tidak adanya komponen lipid dalam cairan air mata; diukur dengan

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 29


Sindrom Dry Eye

meletakkan secarik kertas berfluorescein di konjungtiva panjang terutama saat tidur. Terapi tambahan dapat dilakukan
bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air dengan memakai pelembab, kacamata pelembab atau kacamata
mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada berenang.4
slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip.
Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang KOMPOSISI AIR MATA
pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up Air mata merupakan salah satu proteksi mata atau daya
time. Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan pertahanan mata di samping tulang rongga mata, alis dan bulu
memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada air mata, kelopak mata, refleks mengedip dan adanya sel-sel pada
mata. permukaan kornea dan konjungtiva.
C. Tes Ferning Mata Sebagai salah satu alat proteksi, air mata berfungsi (1)
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen mempertahankan integritas kornea dan konjungtiva dengan
musin air mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan meniadakan ketidakteraturan pada sel epitel permukaan guna
lapisan air mata di atas kaca obyek bersih. mempertahankan permukaan kornea agar tetap licin dan rata.
D. Sitologi Impresi Fungsi ini memperbaiki tajam penglihatan terutama pada saat
Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada setelah mengedip; (2) membasahi dan melindungi permukaan
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel epitel kornea dan konjungtiva yang lembut atau lubrikasi agar
Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal. gerakan bola mata serta mengedip terasa nyaman dan
E. Pemulasan Fluorescein membersihkan kotoran yang masuk mata; (3) menghambat
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah kemungkinan
melihat derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air infeksi karena mengandung anti bakteri termasuk laktoferin,
mata. Fluorescein akan memulas daerah yang tidak immunoglobulin, lisozim dan ß-lysin; dan (4) memberi kornea
tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel substansi nutrien dan sebagai media transport produk
kornea. mikroorganisme ke dan dari sel-sel epitel kornea dan
F. Pemulasan Rose Bengal konjungtiva terutama oksigen dan karbondioksida.1,4
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna Lapisan air mata terdiri atas tiga lapisan. Lapisan
ini akan memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh superfisial adalah lapisan lipid monomolekuler dengan
lapisan musin yang mengering dari kornea dan ketebalan kurang lebih 0.1 µm yang berasal dari kelenjar
konjungtiva. Meibom dan Zeis. Lapisan ini berfungi menghambat
G. Pengujian kadar lisozim air mata penguapan air dan merupakan sawar kedap bila palpebra
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji ditutup. Disfungsi kelenjar Meibom dan Zeis dapat
kadarnya dengan cara spektrofotometri. menyebabkan lapisan air mata tidak stabil dan berakibat terjadi
H. Osmolalitas air mata gangguan permukaan kornea dan konjungtiva.1,4
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada Lapisan tengah adalah lapisan akuos dengan ketebalan
keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak; kurang lebih 7 µm yang dihasilkan oleh kelenjar lakrima mayor
diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea. dan minor yaitu kelenjar Krause dan Wolfring. Lapisan ini
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa mengandung substansi yang larut air (garam dan protein).
hiperosmolalitas adalah tes yang paling spesifik bagi Defisiensi lapisan akuos merupakan penyebab paling banyak
keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada sindrom dry eye.1,4
pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Lapisan paling dalam adalah lapisan musin dengan
Bengal normal. ketebalan 20-50 nm yang dihasilkan oleh sel Goblet
I. Laktoferin konjungtiva dan sel epitel permukaan. Lapisan ini terdiri atas
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien glikoprotein yang melapisi sel-sel epitel kornea dan
dengan hiposekresi kelenjar lakrimal. konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein
sehingga relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak
Untuk mengukur kuantitas komponen akuos dalam air dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin diadsorbsi
mata dapat dilakukan tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan sebagian pada membran sel epitel kornea dan tertambat oleh
indikator tidak langsung untuk menilai produksi air mata.4,6 mikrofili sel-sel epitel permukaan. Ini menyebabkan
Berkurangnya komponen akuos dalam air mata mengakibatkan permukaan menjadi hidrofilik agar air mata menyebar ke
air mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada dry eye bagian yang dibasahinya dengan menurunkan tegangan
disebabkan kerusakan epitel permukaan bola mata sehingga permukaan.1,4
mukus yang dihasilkan tidak normal yang berakibat pada Volume air mata normal diperkirakan 7+2 µL pada setiap
proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk mata. Air mata diproduksi dengan kecepatan 1,2 µL per menit.
menilai stabilitas lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan Albumin merupakan 60% dari protein total dalam air mata.
break up time (BUT).4.6.7 Globulin dan lisozim berjumlah sama banyak pada bagian
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah sisanya. Terdapat immunoglobulin IgA, IgG dan IgE; paling
penggantian cairan. Terapi yang saat ini dianut adalah air mata banyak adalah IgA yang diproduksi oleh sel-sel plasma di
buatan sedangkan salep berguna sebagai pelumas jangka dalam kelenjar lakrimal. Lisozim air mata merupakan 21-25%

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Sindrom Dry Eye

dari protein total dan merupakan mekanisme pertahanan yang berefek pada sistem otonom.1,9
penting terhadap infeksi.1,4 Komponen musin lapisan air mata disekresi oleh sel
Ion K+, Na+ dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi Goblet konjungtiva dan sel epitel permukaan. Mekanisme
dalam air mata daripada dalam plasma. Air mata juga pengaturan sekresi musin oleh sel ini tidak diketahui.
mengandung sedikit glukosa (5mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL); Hilangnya sel Goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun
perubahan konsentrasi glukosa dan urea dalam darah akan banyak air mata dari kelenjar lakrimal.1,9
diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea dalam air mata.
pH rata-rata air mata adalah 7,53, dengan variasi normal yang SISTEM EKSKRESI AIR MATA
besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata Selain sistem sekresi, kelenjar air mata juga terdiri dari
adalah isotonik. Osmolalitas lapisan air mata bervariasi dari komponen ekskresi. Komponen ekskresi terdiri atas punkta,
195 sampai 309 mosm/L.4 kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus lakrimalis. Setiap
berkedip, palpebra menutup mirip risleting mulai dari lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi di sisi medial
palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan
kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan. Oleh
sebab itu hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi.9

Gambar 2. Sistem ekskresi air mata10

Gambar 1. Lapisan air mata 8

SISTEM SEKRESI AIR MATA


Sistem lakrimalis meliputi struktur-struktur yang terlibat
dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi
terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentuk cairan air mata. Volume terbesar air mata
dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa
lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Selain kelenjar air
mata utama terdapat kelenjar lakrimal tambahan. Meskipun HUBUNGAN SINDROM DRY EYE DENGAN FAKTOR
hanya sepersepuluh dari massa utama, namun mempunyai PEKERJA VDT
peran yang penting.9 Menurut American Academy of Ophthalmology sindrom
Komponen lipid air mata disekresi oleh kelenjar Meibom dry eye terbanyak ditemukan pada perempuan dengan usia rata-
dan Zeis di tepian palpebra. Sekresi lipid ini dipengaruhi oleh rata antara 50 sampai 70 tahun. Teori yang sering diajukan
serabut saraf kolinergik yang berisi kolinesterase dan agonis adalah teori hormonal. Defisiensi hormon androgen merupakan
kolinergik seperti pilokarpin. Selain itu sekresi kelenjar salah satu faktor risiko dalam patogenesis dry eye. 7,11
dipengaruhi oleh hormon androgen seperti testosteron yang Pada kelompok usia 40-50 tahun keluhan dry eye
dapat meningkatkan sekresi, sementara hormon antiandrogen meningkat. Hal ini karena pada kelompok usia tersebut terjadi
dan estrogen akan menekan sekresi kelenjar lipid. Refleks perubahan kemampuan akomodasi mata.12,13
mengedip juga memegang peran penting dalam sekresi oleh Selain usia dan jenis kelamin, sindrom dry eye dapat
kelenjar Meibom dan Zeis. Mengedip menyebabkan lipid disebabkan oleh kelainan refraksi dan kebiasaan membaca.
mengalir ke lapisan air mata.1,9 Pada saat membaca frekuensi mengedip akan berkurang
Komponen akuos air mata disekresi oleh kelenjar utama, sehingga terjadi penguapan air mata yang berlebihan yang
kelenjar Krause dan Wolfring. Kelenjar Krause dan Wolfring mengakibatkan mata menjadi kering. 1,14,15 Kelainan refraksi
identik dengan kelenjar utama namun tidak mempunyai sistem dapat menyebabkan kelelahan pada mata dengan salah satu
saluran. Mekanisme sekresi akuos dipersarafi oleh saraf kranial gejalanya yaitu sindrom dry eye. Kelelahan pada mata dengan
V. Stimulasi reseptor saraf V yang terdapat di kornea dan kelainan refraksi terjadi karena akomodasi mata untuk dapat
mukosa nasal memacu sekresi air mata oleh kelenjar lakrima. melihat subyek lebih jelas.3
Kurangnya sekresi air mata oleh kelenjar lakrima dan sindrom Smith dkk melaporkan perempuan dengan Premature
dry eye dapat disebabkan oleh penyakit maupun obat-obatan Ovarian Failure (POF) akan lebih banyak menderita tanda-

Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2007 31


Sindrom Dry Eye

tanda keratokonjungtivitis sikka dan gejala dry eye dibanding keadaan melihat ke bawah. Hal ini disebabkan permukaan mata
dengan kontrol. Secara normal penurunan fungsi ovarium lebih luas pada saat melihat ke depan. Pengguna VDT lebih
terjadi pada usia di atas 40 tahun, sedangkan pada POF terjadi banyak menggunakan mata untuk melihat ke depan ke layar
sebelum 40 tahun.16 monitor sehingga lebih banyak terjadi penguapan air mata.24
Hasil penelitian kohort selama lima tahun menemukan Hasil penelitian Tsubota dkk pada karyawan yang sebagian
insidensi dry eye mulai usia 48 sampai 91 tahun dengan rata- besar menggunakan VDT rata-rata lebih dari tiga jam sehari
rata usia 63+10 tahun. Faktor yang berhubungan dengan dry mendapatkan adanya penurunan refleks mengedip pada
eye adalah penggunaan obat-obatan seperti antihistamin, karyawan pengguna VDT. Rata-rata mengedip pada kondisi
diuretik, steroid, dan obat-obat lain yang dapat menyebabkan santai 22 + 9 kali per menit, saat membaca buku 10 + 6 kali per
dry eye.17 Menurut penelitian Lee dkk yang merupakan faktor menit dan 7 + 7 kali per menit saat bekerja menggunakan VDT.
risiko dominan dry eye adalah pterygium.12 Permukaan okuler bertambah luas saat menggunakan VDT
Penelitian Toda dkk mendapatkan hubungan kuat antara yaitu 2.3 + 0.5 cm2, saat membaca 1.2 + 0.4 cm2 dan 2.2 + 0.4
kelelahan mata dengan dry eye. Di kelompok dengan keluhan cm2 saat santai. Bertambahnya luasnya permukaan okuler ini
kelelahan mata 51,4% menderita dry eye; sedangkan di menyebabkan bertambahnya penguapan air mata. 24 Penelitian
kelompok dry eye 71,3% mengeluh kelelahan pada mata.18 Schlote dkk mendapatkan rata-rata frekuensi mengedip adalah
Penelitian Sommer dkk untuk mengetahui mekanisme 16,8 kali/menit saat melakukan percakapan dan secara
adaptasi air mata pada iklim kerja mendapatkan prevalensi dry signifikan menurun saat menggunakan VDT yaitu 6,6
eye meningkat hingga 48% dan terjadi penurunan BUT 17,5% kali/menit dan terus menurun pada pengukuran setelah 30
pada pekerja dengan masa kerja 2-4 tahun dibanding pekerja menit menggunakan VDT yaitu 5,9 kali/menit.26 Hasil
dengan masa kerja di bawah dua tahun dan di atas empat penelitian Hsu mendapatkan lebih banyak keluhan pada mata
tahun.19 Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor termasuk gejala dry eye (66 %) pada pekerja VDT full-time
lama kerja di lingkungan yang sama dengan dry eye dan hasil seperti perekam data dan programmer dibanding pekerja VDT
pemeriksaan BUT. part-time.13
Menurut Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) di Amerika dilaporkan dari 40 juta pengguna VDT
HUBUNGAN SINDROM DRY EYE DENGAN 80% menderita CVS. Efek jangka pendek pada CVS biasanya
LINGKUNGAN KERJA PENGGUNA VDT dry eye, pandangan kabur, nyeri kepala, kelelahan mata,
Pada pekerja VDT, penyebab sindrom dry eye adalah pandangan dobel, dan lain sebagainya. Untuk efek jangka
penguapan air mata yang berlebihan karena kurangnya panjang berupa fotosensitif, fotofobia, blood-shot eye, dan lain-
frekuensi mengedip. Frekuensi mengedip tergantung pada lain.26
kondisi penerangan. Di lingkungan kerja yang lebih tinggi
tingkat iluminasinya frekuensi mengedip lebih rendah daripada Lingkungan kerja pengguna VDT harus memenuhi syarat-
di kondisi penerangan yang lebih rendah iluminasinya.20,21,22 syarat sebagai berikut :
Faktor lain yang dapat menyebabkan sindrom dry eye adalah 1. Untuk jenis pekerjaan yang melibatkan penglihatan dengan
faktor lingkungan kerja seperti air conditioning (AC) dan kontras tinggi dan ukuran subyek besar seperti membaca
pemanas sentral dengan kelembaban yang terlalu rendah hasil cetakan (buku, hasil ketikan, dll), tulisan tangan
berefek meningkatkan penguapan air mata.23 menggunakan tinta diperlukan tingkat iluminasi 250-500
Penguapan air mata terjadi karena proses difusi, efek lux atau lebih dari 19-46 fc.28
thermal dan konveksi. Proses tersebut tergantung pada uap air 2. Menurut American Society of Heating, Refrigeration and
di sekitar mata. Pada suhu ruangan 22°C dengan kelembaban Air conditioning, kelembaban relatif lingkungan kerja yang
50% terjadi penguapan air mata sebanyak 230 mg/mata/16 jam dianjurkan adalah 40-60%.22 Di Indonesia suhu dan
dari 600 mg/mata/16 jam air mata yang dihasilkan.12 kelembaban yang nyaman untuk iklim Indonesia adalah
Sindrom dry eye pada pengguna VDT terjadi karena mata 24-26° C dengan kelembaban relatif 65-80%.29
terbuka lebar menatap layar monitor terus menerus. Keadaan
tersebut akan mengakibatkan frekuensi mengedip berkurang Untuk mencegah sindrom dry eye pada pengguna VDT
sehingga terjadi penguapan air mata yang berlebihan. diperlukan rancangan tempat kerja dan lingkungan kerja yang
Penguapan air mata yang berlebihan ini yang akan baik, tetapi belum ada kesepakatan ukuran-ukuran yang paling
mengakibatkan mata menjadi kering. Pada pekerja VDT refleks baik untuk rancangan tempat kerja VDT. Ada tidaknya
mengedip berkurang 66% yaitu sekitar 3,6 kali/menit dibanding gangguan tajam penglihatan pengguna VDT tergantung kontras
saat tidak menggunakan VDT. Pada keadaan normal mata antara subyek dan latar belakangnya, jarak mata dengan subyek
berkedip 15-20 kali/menit.11,14,15, Penelitian Tsubota et al pada dan ukuran subyek. Jarak mata ke monitor yang dianjurkan
reporter televisi di Jepang menunjukkan adanya penurunan minimal 60 cm.30
frekuensi mengedip pada reporter televisi karena aktivitas Seghers dkk mendapatkan penurunan tinggi monitor mulai
membaca. Pola mengedip pada reporter ini juga dipengaruhi 15 cm dari batas atas monitor akan meningkatkan sudut
oleh keadaan studio yang terang dan kering.25 penglihatan.19 Burgess-Limerick dkk mendapatkan perubahan
Selain itu penguapan air mata lebih banyak terjadi pada sudut inklinasi kepala sebesar 18° akan diikuti perubahan sudut
keadaan mata melihat lurus ke depan dibanding dengan penglihatan sebesar 9°.31 Hal ini menunjukkan adanya

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Sindrom Dry Eye

hubungan tinggi monitor yang ditentukan oleh tinggi meja dan Gambar 3. Rancangan tempat kerja bagi pengguna VDT34
tinggi duduk yang ditentukan oleh tinggi kursi dengan sudut
penglihatan yang berpengaruh pada sudut mata dan permukaan
okuler mata. Makin luas permukaan okuler mata makin banyak
penguapan air mata yang dapat menjadi penyebab dry eye.
Seperti halnya jenis pekerjaan lain, pekerjaan
menggunakan VDT yang dilakukan dengan posisi duduk harus
memenuhi sikap tubuh yang ergonomik. Ukuran-ukuran baku
tentang tempat duduk dan meja kerja berpedoman pada
ukuran-ukuran antropometris orang Indonesia. Ukuran
antropometris orang Indonesia berdasarkan hasil pengukuran
atropometri tenaga kerja Indonesia pria dan wanita yang
dilakukan di lima wilayah yaitu Padang, Bandung, Samarinda,
Bali dan Maluku untuk pekerjaan dengan posisi duduk adalah
sebagai berikut :32

Tabel 1. Data antropometri tenaga kerja Indonesia


KEPUSTAKAAN

Pria (cm) Wanita (cm) 1. American Academy of Ophthalmology Staff. Normal physiology of the
No. Variabel Cara
Mean SD Mean SD ocular surface. External disease and cornea. San Fransisco: AAO; 2001;
1. Tinggi Diukur dari bagian 84,61 4,43 80,04 3,78 p. 53-6
duduk kepala paling atas 2. Lee AJ, Lee J, Saw SM, Gazzard G. Prevalence and risk factors
sampai alas duduk associated with dry eye symptoms : A population based study in
dalam posisi duduk Indonesia. Br J Ophthalmol 2002; 86 : 1347-51
2. Tinggi Diukur dari siku 22,61 3,25 22,19 2,86 3. Sukirman, Marsetio M, Sitompul R. Perbandingan efek pemberian
siku sampai alas duduk elektrolit, serum otologus 20% dan 40% pada penderita dry eye dengan
duduk dalam posisi sikap defisiensi komponen akuos. Ophthalmol. Indon. 2003:30:439-45
duduk tegak 4. Wjitcher JP. Tears. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan EP: General
3. Tinggi Diukur dari tulang 18,73 2,33 19,08 2,11 Ophthalmology. 14th ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1995 : 49-53
pinggul pinggul yang paling 5. American Academy of Ophthalmology Staff. Diagnostic approach to
duduk atas sampai alas ocular surface disease. External disease and cornea. USA: AAO; 2001; p.
duduk 79-88
4. Tinggi Diukur dari lutut 46,52 2,37 46,52 2,37 6. Fingeret M. Tear breakup time determination. Atlas of primary eyecare
lutut sampai alas kaki procedures. Connecticut: Appleton & Lange; 1990; p. 42-5
duduk dalam posisi sikap 7. Fingeret M. Schirmer tear test. Atlas of primary eyecare procedures.
duduk tegak Connecticut: Appleton & Lange; 1990; p. 108-11
8. Breakthroughs in dry eye treatment and ocular surface research. :
5. Panjang Diukur dari lutut 56,06 6,70 56,06 6,70
www.eri.harvard.edu/.../ sg1299.dryeyeimg.html. 30 April 2004
tungkai sampai garis vertikal
9. Sullivan JH. The Lacrimal Apparatus. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan
atas yang melalui
EP: General Ophthalmology. 14th ed. Connecticut: Appleton & Lange;
punggung dan
1995 : 45-6
pinggang pada
10. Ocular Anatomy. : eyelearn.med.utoronto.ca/.../ AnatTearFilm.htm. 30
posisi sikap tegak
April 2004
6. Panjang Diukur dari lipat 38,82 3,07 38,82 3,07
11. Janosik E, Grzesik J. Influence of different lighting levels at workstations
tungkai lutut belakang
with video display terminals on operators’ work efficiency. Med Pr
bawah sampai alas kaki
2003;54(2):123-32
dalam sikap duduk
12. Herold W. Role of evaporation of tearfilm in the compared with physical
dengan betis pada
mode. Klin Monatsbl Auggenheilhd 1987; Mar190(3):176-9
kedudukan vertikal
13. McCarthy CA, Bansal AK, Livingston PM, Stannislavsky YL, Taylor
HR. The epidemiology of dry eye in Melbourne, Australia.
Ophthalmology 1998; Jun 105(6): 1114-9
Berdasarkan data antropometri tersebut maka rancangan 14. Sommer HJ, Johnen J, Achonge P, Stolze HH. Adaptation of tearfilm to
work in air-conditioned rooms (office-eye syndrome). Ger J Ophthalmol
tempat kerja komputer yang baik adalah sebagai berikut:33 1994, Nov 3(6):406-8
1. Tinggi tempat duduk (diukur dari lantai sampai ke 15. Villanueva MB, Sotoyama M, Jonai H, Takeuchi Y, Saito S. Adjustments
permukaan atas bagian depan alas duduk) harus sedikit of posture and viewing parameters of the eye to changes in the screen
lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai telapak kaki. height of the visual display terminal. Ergonomics 1996; Jul 39(7):933-45
16. Working on the computer for hours can damage your eye sight?:
Ukuran yang dianjurkan adalah 400-480 mm. www.tcs.tifr.res.in/-mesfin/publication/cvs.ps. 6 Desember 2002
2. Tinggi meja kerja (diukur dari permukaan daun meja 17. Moss SE, Klein R, Klein BEK. Incidence of dry eye in an older
sampai ke lantai) harus memenuhi syarat tinggi permukaan population. Arch Ophthalmol 2004; 122:369-73
atas meja kerja dibuat setinggi siku dan disesuaikan 18. Schlote T, Kadner G, Freudenthaler N. Marked reduction and distinct
patterns of eye blinking in patients with moderately dry eyes during video
dengan sikap tubuh pada saat bekerja. Untuk posisi duduk, display terminal use. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2004
tinggi meja yang dianjurkan adalah 680-740 mm. Apr;242(4):306-12

Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2007 33


Sindrom Dry Eye

19. Seghers J, Jochem A, Spaepen A. Posture, Muscle activity and muscle 27. Danjo Y. Diagnostic usefulness and cutoff value of Schirmer’s I test in
fatigue in prolonged VDT work at different screen height settings. the Japanese diagnostic criteria of dry eye. Graefes Arch Clin Exp
Ergonomics 2003 Jun 10;46(7):714-30 Ophtalmol 1997; Dec 235(12): 761-6
20. Wong KKW, Wan WY, Kaye SB. Blinking and operating : Cognition 28. Dickerson OB, Baker WE. Practical ergonomics and work with video
versus vision. Br J Ophthalmol 2002;86:479 display terminals. In: Zenz C, Dickerson OB, Horvarth EP (eds):
21. Cahyaningsih E. Efek vitamin A dan karboksi metilsellulosa sodium Occupational Medicine. 3rd ed. Mosby year book, Inc; 1994:435-7
0.5% topikal terhadap epitel permukaan mata dan stabilitas lapisan air 29. Suma’mur. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Cetakan 13. Gunung
mata. Tesis Ilmu Penyakit Mata FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo. Agung. Jakarta. 1996
Jakarta 2002 30. Rey P, Meyer J. Ocular and visual problems. In: Stellman JM (ed):
22. Widyastuti. Efek suplemen lutein terhadap uji pembebanan cahaya yang Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. 4th ed. International
dimodifikasi pada pengguna komputer. Tesis Ilmu Penyakit Mata FKUI- Labour Office. Geneva; 1998; 52.10
RSUPN Cipto Mangunkusumo. Jakarta 2003 31. Burgess-Limerick R, Plooy A, Ankrum DR. The effect of imposed and
23. White OD. Optics and refraction. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan EP: self-selected computer monitor height on posture and gaze angle. Clin
General Ophthalmology. 14th ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1995 : Biomech 1998 Dec; 13(8):584-592
263-4 32. Triyono A. Hasil penelitian antropometri statis (A) tenaga kerja Indonesia
24. Tsubota K, Kaido M, Yagi Y, Fujihara T, Shimmura S. Diseases di 5 wilayah. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja 2004: 37:44-56
associated with ocular surface abnormalities: The importance of reflex 33. Suma’mur. Norma-norma penerapan ergonomi yang disepakati (the
tearing. Br J Ophthalmol 1999; 83:89-91 recomemmended ergonomic norms). Jakarta: Pusat Hiperkes Tenaga
25. Tsubota, Egami, Ohtsuki, Shintani. Abnormal blinking of newscasters. Kerja;1985.
Lancet 1999; 354: 308 34. Thompson DA. Ergonomics and the prevention of occupational injuries.
26. Schirra F, Ruprecht KW. Dry eye. An update on epidemiology, diagnose, In: La Dou (ed): Occupational Medicine. Appleton & Lange; 1990:43
therapy and new concept. Ophthalmol. 2004; Jan 101(1):10-8

A spark negelected makes a mighty fire (Herrick)

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


HASIL PENELITIAN

Pengaruh Perbedaan Intensitas


Kebisingan terhadap Sindrom
Dispepsia pada Tenaga Kerja
PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
Hartono
Departemen Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan intensitas kebisingan di


ruang produksi, ruang perkantoran dan ruang inspeksi Departemen Weaving PT. Kusumahadi
Santosa Karanganyar. Apakah perbedaan intensitas kebisingan tersebut berpengaruh terhadap
jumlah penderita sindrom dispepsia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi perusahaan terutama dalam
upaya preventif dampak kebisingan terhadap kesehatan.
Rancangan penelitian adalah suatu survai analitik dengan pendekatan cross sectional,
dengan lokasi di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Penelitian
dilaksanakan antara bulan Desember 2001-Mei 2002.
Jumlah seluruh responden 227 orang, yang berada di ruang produksi sebanyak 95
(41,85%) responden, di ruang inspeksi 91 (40,08%) responden dan di ruang perkantoran 41
responden (18,06%). Penetapan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan
kriteria eksklusi dan inklusi. Seluruh subyek yang memenuhi kriteria digunakan sebagai
sampel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan intensitas kebisingan yang signifikan
antara ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang perkantoran di Departemen Weaving PT.
Kusumahadi Santosa Karanganyar.
Perbedaan intensitas kebisingan tersebut berpengaruh sangat signifikan (α=0,05) terhadap
jumlah penderita sindrom dispepsia pada tenaga kerja PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar.

Kata kunci : Bising – Sindrom Dispepsia

PENDAHULUAN bising kadang mengeluh gugup, susah tidur dan lelah.


Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan, oleh Pemaparan bising yang berlebihan dapat menurunkan gairah
karena itu merupakan stres tambahan dari suatu pekerjaan. kerja dan menyebabkan meningkatnya absensi, bahkan
Gangguan psikologi tersebut dapat berupa rasa kurang nyaman, penurunan produktivitas.(2)
kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain.(1) Telah banyak observasi yang menunjukkan bahwa emosi
Di samping pengaruh di atas, kebisingan juga menyebab- atau stres mempengaruhi keadaan fisiologi traktus
kan stres pada bagian tubuh lain yang mengakibatkan sekresi gastrointestinal, antara lain sekresi musinoid, pepsin dan asam
hormon abnormal dan tekanan pada otot. Pekerja yang terpapar klorida lambung. Diduga keadaan ini pulalah yang menjadi

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 35


Kebisingan dan dispepsia

penyebab ulkus peptikum yang sekarang lebih dikenal dengan Kriteria inklusi : usia 15 – 45 tahun pria maupun wanita. Sudah
sindrom dispepsia.(3) Yang dimaksud dispepsia di sini adalah bekerja di bidang yang sama lebih dari 6 bulan.
penderita dengan keluhan yang berasal dari saluran cerna Krieria eksklusi : sedang dalam perawatan dokter ahli jiwa.
bagian atas yang dapat berupa nyeri epigastrium, mual, muntah Sedang mengkonsumsi obat/ alkohol atau jamu secara terus
yang dapat disertai darah atau tidak, rasa cepat kenyang, menerus (rutin). Khusus untuk wanita, sedang hamil. Sedang
kembung atau sering sendawa.(4,5) Sindrom dispepsia selain menderita penyakit kronik (misal. DM, KP, Hipertensi).
akan menjadi salah satu masalah kesehatan juga akan Menggunakan sumbat telinga saat bekerja. Mempunyai riwayat
menurunkan produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang sakit telinga (infeksi sejak lahir, jatuh dan sakit hidung
sering mengeluh sakit saluran pencernaan bagian atas tenggorokan yang menyebabkan sakit telinga).
konsentrasi kerjanya berkurang dan akan meningkatkan Sebelum sampel ditetapkan, dilakukan pendataan dengan
absensi. Dengan demikian penting untuk mengetahui hubungan kuesioner tentang karakteristik responden maupun data yang
paparan bising dengan kasus sindrom dispepsia guna mencari terkait dengan kriteria subyek. Subyek yang memenuhi kriteria
solusi permasalahan tersebut. seluruhnya ditetapkan sebagai sampel dan dibagi menjadi tiga
Sebagai objek penelitian diambil karyawan yang bekerja di kelompok. Kelompok I : Responden yang terpapar bising
Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. intensitas tinggi (ruang produksi). Kelompok II : responden
Ruang produksi digunakan sebagai ruang kajian, karena yang terpapar bising intensitas sedang (ruang inspeksi).
penelitian sebelumnya menunjukkan tingkat kebisingan yang Kelompok III : responden yang terpapar bising intensitas
sangat tinggi di ruangan tersebut. Ruang inspeksi dan ruang rendah (ruang perkantoran). Setelah sampel ditetapkan
perkantoran digunakan sebagai pembanding. diedarkan kuesioner untuk mendapatkan data keluhan saluran
Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah pencernaan bagian atas/ sindrom dispepsia (variabel terikat).
diuraikan di atas, maka masalah pada penelitian ini dapat Tiap kuesioner dilampiri Skala L-MMPI. Responden
dirumuskan sebagai berikut : Adakah perbedaan intensitas dinyatakan (+) sindrom dispepsia apabila memenuhi satu atau
kebisingan akibat suara mesin di ruang produksi, ruang lebih gejala sindrom dispepsia. Selanjutnya dicatat kondisi
inspeksi dan ruang perkantoran Departemen Weaving PT. lingkungan yang mempengaruhi hasil penelitian antara lain,
Kusumahadi Santosa Karanganyar dan apakah perbedaan intensitas cahaya, tekanan panas meliputi komponen ;
intensitas kebisingan di ruang kerja berpengaruh pada jumlah temperatur kering (Ta), temperatur basah (Tb), temperatur
karyawan yang menderita sindrom dispepsia di PT. radiasi (Tg), Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) dan kelembaban
Kusumahadi Santosa Karanganyar. ruangan (Rh).
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa (1) ada
perbedaan intensitas kebisingan akibat suara mesin di ruang
produksi, ruang perkantoran dan ruang inspeksi PT. Intensitas kebisingan
Kusumahadi Santosa Karanganyar. (2) Perbedaan intensitas
kebisingan di ruang kerja tersebut akan berpengaruh pada berpengaruh terhadap
jumlah karyawan yang menderita sindrom dispepsia di PT.
Kusumahadi Santosa Karanganyar.
kejadian dispepsia
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat baik langsung
maupun tidak langsung terhadap pengembangan ilmu Alat dan Bahan yang digunakan :
pengetahuan khususnya yang terkait dengan kebisingan (1) Sound Level Meter merk Rion, Type NA-20, buatan Jepang.
maupun manfaat praktis bagi perusahaan, pemerintah maupun (2) Globe Termometer dan August psychrometer. (3) Lux meter
tenaga kerja yang bersangkutan. ANA -1999, (4) Kuesioner, dengan uji validitas uji-t dan uji
Hipotesis penelitian adalah (1) ada perbedaan intensitas reliabilitas dengan teknik Kurdel Richardson (KR-20). (5)
kebisingan akibat suara mesin di ruang produksi, ruang Skala L-MMPI.
perkantoran dan ruang inspeksi PT. Kusumahadi Santosa Analisis data perbedaan intensitas ruangan
Karanganyar. (2) Perbedaan intensitas kebisingan di ruang menggunakan uji Beda Mean dengan uji-Anova. Pengaruh
kerja tersebut akan berpengaruh pada jumlah karyawan yang paparan bising terhadap sindrom dispepsia menggunakan uji
menderita sindrom dispepsia di PT. Kusumahadi Santosa Chi-Kuadrat.
Karanganyar.
HASIL
BAHAN DAN CARA KERJA Daerah kajian penelitian ini adalah di Departemen
Penelitian ini bersifat survai analitik dengan pendekatan Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Ruang
cross sectional. Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan produksi ditetapkan sebagai ruang/daerah kajian, ruang
dengan lokasi penelitian di Departemen Weaving PT. perkantoran dan ruang inspeksi ditetapkan sebagai ruang
Kusumahadi Santosa Karanganyar. Populasi penelitian ini pembanding. Di ruang produksi terdapat 544 mesin tenun jenis
adalah seluruh tenaga kerja di Departemen Weaving PT. Shuttle. Di ruang inspeksi terdapat 10 mesin jenis MC.
Kusumahadi Santosa Karanganyar. Penetapan sampel dengan Inspecting. Ruang perkantoran letaknya jauh dari mesin tenun.
menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria Hasil selengkapnya pengukuran intensitas kebisingan di
subyek sebagai berikut : ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang perkantoran tertera

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Kebisingan dan dispepsia

pada tabel 1 :
Tabel 1 Hasil pengukuran Intensitas Kebisingan di ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang perkantoran
Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar

Intensitas Kebisingan (dalam dB)


Ruang
I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 I11 I12 I13 I14
produksi 100 100 101 102 100 101 100 100 100 99 99
inspeksi 71 71 67 70 68 68 70 69 70 70 67
perkantoran 58 59 58 60 60 59 60 61 61 60 60
(Sumber : data primer, 2002)

Jumlah seluruh tenaga kerja di Departemen Weaving PT. tentunya akan menyebabkan gangguan psikologis. Gangguan
Kusumahadi Santosa Karanganyar 617 orang, 301 laki-laki psikologis tersebut dapat berupa rasa kurang nyaman, kurang
dan 316 perempuan. Di ruang produksi terdapat 172 tenaga konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain.(6) Gangguan
kerja, 102 laki-laki dan 70 perempuan; yang memenuhi kriteria psikologis tersebut akan meningkatkan kelelahan. Demikian
sebagai sampel, sebanyak 116 responden. Di ruang inspeksi juga sebaliknya, paparan bising juga meningkatkan kelelahan
terdapat 141 tenaga kerja, 78 perempuan dan 63 laki-laki ; yang yang berakibat menyebabkan konsentrasi berkurang dan
memenuhi kriteria sebagai sampel sejumlah 112 responden. Di munculnya gejala-gejala psikologis lain.(7) Efek psikologis
ruang perkantoran terdapat 56 tenaga administrasi, 30 paparan bising juga ditemukan oleh Griefahn B (1),
perempuan dan 26 laki-laki; yang memenuhi kriteria sebagai Mutammimah (8), dan Sindusakti.(9)
sampel sejumlah 41. Selain faktor fisik dan psikologis, variabel yang
Di antara 116 responden yang berasal dari ruang produksi mempengaruhi munculnya gejala sindrom dispepsia adalah zat
hanya 95 yang dapat diikutkan dalam analisis; dari yang kimia (jamu, alkohol, kafein, nikotin/ merokok), jenis makanan
berasal dari ruang inspeksi sejumlah 112 responden hanya 92 yang dikonsumsi (pedas, masam/kecut), genetik, infeksi bakteri
yang dapat diikutkan dalam analisis. Sedangkan 41 responden H. pylori, dan kondisi medik umum misal; kanker.(3,4,10)
yang berasal dari ruang perkantoran seluruhnya dianalisis. Hal Variabel-variabel tersebut dikendalikan dengan kriteria subjek.
ini disebabkan karena : (1) Salah mengisi kuesioner : 7 Dari 228 responden terdapat 122 responden yang
responden dari ruang produksi dan 2 responden dari ruang dinyatakan positif sindrom dispepsia; 66 responden berasal dari
inspeksi (2) Tidak lolos L-MMPI test : 11 responden dari ruang ruang produksi, 41 responden berasal dari ruang inpeksi dan 15
produksi dan 14 dari ruang inspeksi (3) Tidak mengembalikan responden berasal dari ruang perkantoran. (tabel 2).
kuesioner: 3 responden dari ruang kajian dan 4 responden dari Uji Chi-Kuadrat (χ2) menunjukkan perbedaan frekuensi
ruang kontrol. sindrom dispepsia yang signifikan (pada α = 0,05) masing-
Dari tabel 2 terlihat bahwa jumlah penderita sindrom dispepsia masing kelompok; perolehan χo2 = 15,519 yang lebih besar dari
lebih banyak pada responden yang bekerja di ruang produksi 5,991 (χt2) atau karena p-value <0,05.
dibanding dengan mereka yang bekerja di ruang inspeksi Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan intensitas
maupun ruang perkantoran. kebisingan berpengaruh terhadap munculnya gejala sindrom
dispepsia. Pengaruh tersebut melalui variabel perantara yaitu
Tabel 2. Distribusi responden menurut jumlah penderita sindrom
dispepsia
faktor psikologis dan faktor fisik (kelelahan). Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Budihalim (1990)(3) bahwa
R. produksi R. inspeksi R. kantor emosi dan kelelahan fisik akan mempengaruhi keadaan
Sindrom Dispepsi
Jml % Jml % Jml % fisiologi aluran pencernaan, antara lain sekresi musinoid,
(+) 66 69,5 41 45,05 15 36,6 pepsin dan asam klorida lambung, sehingga diduga faktor ini
(-) 29 30,5 50 54,95 26 63,4 pula yang menjadi penyebab munculnya gejala-gejala
Jumlah 95 100 91 100 41 100
gangguan pencernaan bagian atas atau sering disebut dengan
(Sumber : data primer 2002)
Sindrom dispepsia.
Pengaruh emosi terhadap fungsi gastrointestinal telah lama
PEMBAHASAN dikenal. Wolf, Wolf dan Mittelmann (11,), mengobservasi
Hasil uji beda mean (Anova) berdasarkan data tabel 1, melalui lubang fistula permanen di lambung memperoleh hasil
mendapatkan perbedaan yang sangat signifikan (pada α = 0,05) sebagai berikut :
antara intensitas kebisingan di ruang produksi, ruang inspeksi Emosi sadness dan depresi yang diikuti dengan perasaan
dan ruang perkantoran: F0 = 3617,8 lebih besar dari 8,62 withdrawn, menyebabkan mukosa pucat, menurunkan dan
(t0,975;30) atau karena = 0,0001 lebih kecil dari 0,05. menghambat sekresi dan kontraksi lambung; orang tersebut
Paparan bising akan menyebabkan munculnya gejala- merasa mual (nausea) dan tidak ada nafsu makan. Sebaliknya
gejala sindrom dispepsia pada responden melalui variabel anxiety, hostility dan resentment diikuti dengan hipersekresi,
antara. Variabel antara di sini adalah faktor psikologis dan hipermotilitas, hiperemi mukosa lambung, maka terjadilah
faktor fisik atau kelelahan. Faktor fisik dan faktor psikologis keadaan seperti gastritis hipertropik. Penderita merasa nyeri
tersebut saling terkait dan saling berhubungan. dan perih uluhati (heartburn). Bila berlangsung cukup lama
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan, oleh dan cukup berat, timbul erosi dan perdarahan kecil-kecil
karena itu merupakan stres tambahan dari suatu pekerjaan dan mukosa lambung (penurunan daya tahan mukosa lambung).

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 37


Kebisingan dan dispepsia

Keadaan seperti ini dapat terjadi spontan atau akibat kontraksi


lambung yang kuat. Luka-luka kecil tersebut terkena asam KEPUSTAKAAN
lambung, menyebabkan tambah membengkaknya seluruh 1. Griefahn B. Noise effects not only on the ears, but can damage health to
mukosa lambung, dan terbentuk ulkus kronik di mukosa be objectively evaluated. MMW. Fortschr. Med. 2000 Apr 6; 142 (14) :
tersebut.(3) 26 – 9.
Alexander mengajukan hipotesis bahwa frustrasi kronis 2. Soeripto. Penelitian Pembuatan Sumbat Telinga, Maj. Hiperkes dan
Keselamatan Kerja 1994; XXVII(3).
atau kebutuhan ketergantungan yang kronis mengakibatkan 3. Budihalim S. Aspek Psikosomatik Ulkus Peptik. Dalam: Ilmu Penyakit
konflik unconscious yang khas. Konflik ini akan menyebabkan Dalam. Soeparman (ed.), Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1990.
rasa marah dan lapar yang unconscious kronik dan regresif. 4. Palgunadi G, Soewignyo S, Wenny A. Gambaran Endoskopi dan Infeksi
Reaksi ini secara fisiologis berujud hiperaktifitas vagal yang Helicobacter pylori pada Penderita Dispepsia di RSU Mataram. Nexus
1999;12(2).
menetap dan mengakibatkan hipersekresi asam lambung pada 5. Tantoro Harmono M. Pengobatan Dispepsia, Simposium Sindroma
orang-orang yang mempunyai predisposisi genetik sebagai Dispepsia Permasalahan Diagnosa dan Penatalaksanaannya. Fakultas
hipersekretor asam. (11) Kedokteran UNS Surakarta. 25 September 1999.
6. Joko Sindhusakti. Kajian Dampak Kesehatan akibat Kebisingan di
Terminal Bis Boyolali dan Wonogiri. Makalah Ilmu Hukum Tata
KESIMPULAN Lingkungan, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana
1. Ada perbedaan intensitas kebisingan yang sangat Universitas Sebelas Maret, Surakarta 1999.
signifikan antara ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang 7. Suma’mur. Higine Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: CV. Haji
perkantoran di Departemen Weaving PT. Kusumahadi Masagung, 1992. hal. 22-41.
8. Mutammimah Hanim. Penilaian Kebisingan dan Program Pemeliharaan
Santosa Karanganyar ( F0 = 3627, p-value = 0,0001 , α = Indera Pendengaran di Lingkungan Bising pada Bagian Weaving Shuttle
0.05). Loom PT.Daya Manunggal Salatiga. Laporan Penelitian. Program
2. Perbedaan intensitas kebisingan berpengaruh terhadap Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS,
jumlah penderita sindrom dispepsia pada tenaga kerja PT. Surakarta. 2000.
9. Joko Sindhusakti., Dampak Kebisingan Pesawat terhadap Kesehatan
Kusumahadi Santosa Karanganyar ( Xo2 = 15,519 , p-value Penduduk Lingkungan Pemukiman Sekitar Landasan Bandara Adi
= 0,001 , α =0,05). Sumarmo Boyolali, Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Derajad Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca
SARAN Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2000.
10. Daldiyono. Sindroma Dispepsia Diagnosis dan Penatalaksanaan dalam
1. Meneliti lebih lanjut pengaruh paparan bising terhadap Praktek Sehari-hari: Sambutan. Dalam Azis Rani.HA, Soewignyo S, Siti
sindrom dispepsia dengan penyempurnaan metode Setiati, Simadibrata M, Arif Mansjoer (eds), FKUI/RSUPN Cipto
penelitian, terutama pada penegakan diagnosis Mangunkusumo, Jakarta. 1999.
menggunakan pemeriksaan penunjang (endoskopi). 11. Syamsulhadi. Pengaruh Psikologis yang Mempengaruhi Terjadinya
Sindroma Dispepsia. Simposium Sindroma Dispepsia Diagnosa dan
2. Penyuluhan intensif tentang dampak kebisingan terhadap Penatalaksanaannya, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
kesehatan pada tenaga kerja, agar kesadaran untuk Surakarta. 25 September 1999.
melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap dampak 12. Minitab. Data Analysis and Quality Tools-Release 12. Reference Manual,
kebisingan dapat ditingkatkan terutama penggunaan New York ; Minitab Inc. 1998.
sumbat telinga saat bekerja.

One sin opens the door to another

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


ANALISIS

Mielopati Servikal Traumatika:


Telaah Pustaka Terkini
Rizaldy Pinzon
SMF Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia

ABSTRAK

Cedera medula spinalis akut merupakan kondisi yang kompleks, terutama mengenai
kelompok usia muda. Cedera medula spinalis pada umumnya diklasifikasikan sebagai cedera
komplet dan cedera inkomplet. Central cord syndrome merupakan bentuk cedera inkomplet
yang paling sering dijumpai. Tujuan utama terapi adalah meningkatkan fungsi motorik dan
sensorik pasien. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian steroid dosis tinggi
meminimalkan efek sekunder cedera medula spinalis. Pasien dengan cedera medula spinalis
komplet hanya memiliki kemungkinan 5% untuk membaik. Pada cedera komplet yang
menetap lebih dari 72 jam, maka hampir tidak ada kemungkinan untuk kembali pulih.
Sindroma cedera inkomplet memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Penyebab kematian
utama pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah pneumonia, emboli paru, dan
septikemia.

Keywords : spinal cord injury – incomplete – complete - central cord syndrome

PENDAHULUAN tetraplegi komplet (18,5%)(4).


Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab Telaah pustaka ini secara kualitatif membahas berbagai
utama disabilitas neurologis akibat trauma. Pusat Data Nasional aspek klinik dan epidemiologi mielopati servikal akibat trauma.
Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data
Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera ILUSTRASI KASUS
medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka Seorang laki-laki, 46 tahun mengalami kecelakaan lalu
insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 lintas. Kepala penderita terbentur tembok dan leher terdongak
per 100.000 penduduk, dengan angka tetraplegia 200.000 per ke belakang (hiperfleksi-hiperekstensi), dan terjatuh dari
tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan sepeda motor. Pada saat kejadian penderita tidak sadar < 5
penyebab utama cedera medula spinalis(1). menit.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan Segera setelah sadar, penderita merasakan nyeri yang
tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang menjalar pada ke empat anggota geraknya seperti tersetrum.
dipertahankan di bawah lesi(2). Pembagian ini penting untuk Penderita sama sekali tidak dapat menggerakkan keempat
meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya. Teknik anggota geraknya. Rasa kesemutan dan baal dirasakan di
yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan sacral keempat anggota gerak dan mulai dari dada ke bawah.
sparing(2,3). Data di Amerika Serikat menunjukkan urutan Penderita hanya sedikit merasakan rabaan dan cubitan di kedua
frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis lengan, namun tidak dapat merasakan rabaan maupun cubitan
traumatika sbb : (1) tetraplegi inkomplet (29,5%), (2) paraplegi di kedua tangannya. Penderita tetap dapat bernafas dengan
komplet (27,3%), (3) paraplegi inkomplet (21,3%), dan (4) baik dan tidak mengalami sesak nafas.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 39


Mielopati servikalis traumatika

Oleh keluarganya penderita segera dibawa ke rumah sakit. yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord
Dalam perawatan di rumah sakit, penderita merasakan sedikit Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina
perbaikan. Sejak hari ke dua perawatan rasa nyeri seperti Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome. Lee(6)
tersetrum dirasakan berkurang, penderita mulai dapat menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat
menggerakkan lengan atasnya, namun tidak mampu jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome.
mengangkatnya. Rasa baal di keempat anggota gerak dan dada Pada ilustrasi kasus di atas tipe sindrom cedera medula
ke bawah dirasakan menetap. Penderita tidak dapat buang air spinalis yang paling cocok dengan pasien adalah Central Cord
besar, dan tidak dapat buang air kecil saat kateter dilepas. Syndrome (CCS).
Lima hari setelah dirawat, penderita dapat menggerakkan Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah
dan mengangkat lengan atas dan bawah, namun tidak mampu cedera hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia
menggerakkan tangan dan jari-jarinya. Penderita dapat pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang
merasakan rabaan di kedua lengan atas dan bawahnya, namun paling sering adalah medula spinalis segmen servikal, terutama
kurang merasa pada tangan dan jari-jarinya. Rasa nyeri yang pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh
menjalar dirasakan menghilang, gangguan buang air besar dan adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah
buang air kecil dirasakan menetap. akibat penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di
posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari
PEMBAHASAN anterior(9,10). Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah
Klasifikasi bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling
tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika
dipertahankan di bawah lesi(2). yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai
1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera(8). Sebagian
Tabel 1. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet(2) besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipo/
isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang
Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet
mengindikasikan adanya edema(10).
Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)
Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)
Propioseptik (joint position, Hilang di bawah lesi Sering (+) Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan
vibrasi) yang lebih prominen pada ekstremitas atas dibanding
Sacral sparing negatif positif ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah
Ro. vertebra Sering fraktur, Sering normal
luksasi, atau listesis
biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama
MRI (Ramon, 1997, data 55 Hemoragi (54%), Edema (62%), tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik
pasien cedera medula spinalis; Kompresi (25%), Kontusi (26%), permanen(7,8). Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera
28 komplet, 27 inkomplet)(5) Kontusi (11%) normal (15%) paling sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan
paling hebat di medula spinalis C6 dengan ciri LMN.
Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus
inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association(2) dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral(8).
Tabel 2. Komparasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medula Spinalis(2,7,8)

Karakteristik Central Cord Anterior Cord Brown Sequard Posterior Cord


Klinik Syndrome Syndrome Syndrome Syndrome
Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat jarang
Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi
Motorik Gangguan bervariasi ; Sering paralisis Kelemahan anggota Gangguan bervariasi,
jarang paralisis komplet (ggn tractus gerak ipsilateral lesi; ggn tractus descenden
komplet desenden); biasanya ggn traktus desenden ringan
bilateral (+)
Protopatik Gangguan bervariasi Sering hilang total Sering hilang total Gangguan bervariasi,
tidak khas (ggn tractus ascenden); (ggn tractus ascenden) biasanya ringan
bilateral kontralateral
Propioseptik Jarang sekali Biasanya utuh Hilang total ipsilateral; Terganggu
terganggu ggn tractus ascenden
Perbaikan Sering nyata dan Paling buruk di antara Fungsi buruk, namun NA
cepat; khas kelemahan lainnya independensi paling
tangan dan jari baik
menetap

Pemeriksaan neurologi neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu
pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/
Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi AISA(2). Klasifikasi dibuat berdasar rekomendasi AISA, A:
lokal merupakan hal yang sangat penting. Pemeriksaan status untuk lesi komplet, sampai dengan E: untuk keadaan normal.

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Mielopati servikalis traumatika

Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal (2) Serikat(11). Namun demikian penggunaannya sebagai terapi
utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak
Motorik
Otot (asal inervasi) Fungsi
pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi(12,13). Kajian
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku oleh Braken(14) dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa
M. extensor carpi radialis longus dan brevis Ekstensi pergelangan tangan metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi
(C6) farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera
M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda (C8)
medula spinalis traumatika.
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama
M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul dalam penanganan pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi,
M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan
M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki
mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada.
Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS biasanya
Sensoris protopatik mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang
Asal inervasi Dermatom baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak(9).
C2-C4 Dermatom occiput sampai bagian belakang leher Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat
C5-T1 Lengan sampai jari-jari
T2-T12 Bagian dada dan axilla, beberapa titik penting : T4 papila
dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan
mamae, T10 umbilicus, T12 groin kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living
L1-L5 Tungkai (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal
S1-S5 Tumit, bagian belakang tungkai, regio perineal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi
dan harapan pasien(9).
Penelitian prospektif selama 3 tahun(15) menunjukkan
Pemeriksaan penunjang bahwa suatu program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi,
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung
meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
(anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan
posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada
kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, Prognosis
pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun
dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera
diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.
spinalis akibat cedera/trauma (7). Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya
cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas
neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan
Biomekanika gagal ginjal(4).
Biomekanika trauma utama di segmen thorakal medula Penelitian Muslumanoglu dkk(16) terhadap 55 pasien cedera
spinalis adalah akibat hiperfleksi, sementara fleksi dan medula spinalis traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet)
hiperekstensi merupakan gambaran utama cedera di segmen selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera
servikal medula spinalis(1). medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan
motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12
bulan pertama.
Tatalaksana Penelitian Bhatoe17 dilakukan terhadap 17 penderita
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan medula spinalis tanpa kelainan radiologik (5 menderita Central
untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan Cord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan hipo/isointens
motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya
memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula edema. Seluruh pasien dikelola secara konservatif, dengan
spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan,
jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. dan 1 orang tetap tetraplegia.
Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6
prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah bulan pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis
lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan traumatika(9). Curt dkk(18) mengevaluasi pemulihan fungsi
adalah lebih dari 50%(7). kandung kemih 70 penderita cedera medula spinalis; hasilnya
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi
digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor awal ASIA
direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 41


Mielopati servikalis traumatika

SIMPULAN
6. Lee BY, Ostrander LE, Show WW, Cohran GVB, The Spinal Cord
Injured Patient: Comprehensive Management. WB Saunders Co., 1991.
Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab 7. Schreiber D. Spinal Cord Inuries, eMedicine Journal, April, 2002
utama disabilitas neurologis akibat trauma. Pada kasus-kasus 8. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disease of Spinal Cord in Principles
mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal of Neurology, 7th ed. McGraw-Hill, New York, 2001.
9. Alpert MJ. Central Cord Syndrome. eMedicine Journal 2001; 2 (5).
yang sangat penting. Terapi cedera medula spinalis terutama 10. Greenberg. Handbook of Neurosurgery 5th ed. Thieme Med. Publ. 2001.
ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi 11. NIH. Prolonged Treatment with Methylprednisolone Improves Recovery
sensoris dan motoris. Cedera medula spinalis tidak komplet in Spinal Cord Injured Patients. NIH News Release, May 1997
cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. 12. Hugenholtz H, Cass DE, Dvorak MF et al. High Dose
Methylprednisolone for Acute Closed Spinal Cord Injury: Only A
Treatment Options. Can J Neurol Sci. 2002;29: 227-35 (Abstract)
13. Hurlbert RJ. Methylprednisolone for Acute Spinal Cord Injury: An
Inappropriate Standard of Care. J Neurosurg (Spine). 2000;93: 1-7
14. Braken MB. Steroid For Acute Spinal Cord Injury (Cochrane Review):
KEPUSTAKAAN
Cochrane Library, Issue 3, 2002 (Abstract)
15. Dzidik I, Moslavac S. Functional Skill After the Rehabilitation of Spinal
1. York JE. Approach to The Patient with Acute Nervous System Trauma,
Cord Injury Patients: Observation Period 3 Years. Spinal Cord 1997; 35:
Best Practice of Medicine, September 2000
620-23
2. Young W. Spinal Cord Injury Levels and Classification, Care Cure
16. Muslumanoglu L, Au S, Uztula Y, Soy D et al. Motor, Sensory,
Community, Keek Centre for Collaborative Neurosciense, 2002,
Functional Recovery in Patients with Spinal Cord Injury. Spinal Cord
3. Hoppenfeld S. Orthopaedic Neurology: A Diagnostic Guide to
1997; 35: 386-89
Neurologic Levels, JB Lippincott Williams,1977.
17. Bhatoe HS. Cervical Spinal Cord Injury without Radiological
4. FSIP. Spinal Cord Injury Facts : Statistics. Foundation for Spinal Cord
Abnormality in Adults. Neurol India 2000; 48: 243-48
Injury Prevention, Care and Cure. 2001,
18. Curt A,Rodic B, Schurah B, Dietz V. Recovery of Bladder Function in
5. Ramon S, Dominquez R, Ramirez L, Paraira M, Olona M, Clinical and
Patients with Acute Spinal Cord Injury: Significance of ASIA Score and
Magnetic Resonance Imaging Correlation in Acute Spinal Cord Injury,
Somatosensory Evoked Potentials. Spinal Cord 1997; 35: 363-73
Spinal Cord 1997; 33:664-73.

Muddy spring, muddy stream

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Miliaria akibat Kerja


Aryawan Wichaksana

Balai Kesehatan Karyawan Provinsi DKI Jakarta, Indonesia

PENDAHULUAN ANATOMI KULIT(6,7)


Kulit merupakan organ terluar dari tubuh, melindungi
hampir seluruh bagian tubuh manusia (tenaga kerja), sehingga Kulit yang membungkus seluruh tubuh merupakan
kulit akan langsung terpajan berbagai faktor kimia, faktor jaringan ikat yang kuat, yang bersambung rapat berupa sarung
biologis dan faktor fisik yang terdapat di lingkungan kerja tipis tidak tembus. Kulit terdiri dari lapisan epidermis dan
tersebut. Pajanan ketiga faktor tersebut di atas yang lapisan dermis. Epidermis relatif tipis sedangkan dermis lebih
berlangsung terus-menerus terhadap kulit, pada suatu saat dapat tebal, keduanya dipisahkan oleh membran basal.
menimbulkan berbagai perubahan kulit berwujud penyakit,
bahkan dapat sampai kepada gangguan sistemik. Penyakit kulit
akibat kerja atau Dermatosis Akibat Kerja (DAK), adalah Epidermis
istilah yang digunakan di lingkungan kerja untuk terjadinya Lapisan hidup epidermis terdiri atas lapisan sel basal
perubahan kulit yang disebabkan oleh bahan-bahan yang (stratum germinativum) yang memberikan sel baru bagi lapisan
berada di lingkungan kerja tersebut(1). lain; sel ini menjadi sel duri (stratum spinosum) dan akhirnya
Berdasarkan Lampiran Keputusan Presiden R.I No. 22 menjadi sel granuler. Epidermis mempunyai 2 sistem guna
tahun 1993 disebutkan bahwa, kasus Penyakit Kulit Akibat perlindungan, yaitu:
Kerja, berupa :(2) 1. sel keratinosit, membentuk kreatin, merupakan bagian
1. Penyakit Kulit (Dermatosis) yang disebabkan oleh pajanan terluar jaringan tubuh.
faktor kimia, biologis dan fisik, 2. sel melanosit, menghasilkan pigmen granuler melanin,
2. Kanker kulit (Epitelioma) primer, yang disebabkan oleh yang berfungsi sebagai tabir pelindung terhadap sinar ultra
Ter, Pic, Bitumen, Minyak mineral. violet, dan juga menghasilkan sel Langerhans sebagai
makrofag dan sel limfosit, kedua sel ini terlibat dalam
Hampir 25% penyakit akibat kerja adalah penyakit kulit, berbagai respon kekebalan tubuh(7).
dan kurang lebih 95% dari penyakit kulit itu berupa Dermatitis Bagian tambahan epidermis adalah folikel rambut, kelenjar
Kontak. Terbanyak ditemukan pada tenaga kerja bidang keringat, kelenjar sebasea dan kandungan kuku (nail matrix),
pertanian; namun dermatitis kontak akibat pestisida, masih yang merupakan sistem campuran perlindungan menghadapi
lebih sedikit jika dibandingkan dengan besar dan luasnya panas, kekeringan dan trauma fisik(6).
penggunaan pestisida(3). Data dari Bureau of Labor Statistics
(BLS) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 34% dari
penyakit kronis akibat kerja merupakan dermatosis, dan 80% Dermis
dari dermatosis tersebut adalah dermatitis kontak(4). Dermatosis Merupakan jaringan ikat yang kuat dan tebal. Terdiri dari
yang terjadi akibat pajanan panas secara terus-menerus (heat kolagen dan elastin, sebagai bahan penyokong utama kulit. Di
stress) di lingkungan kerja adalah Miliaria dan Erythema ab dalam dermis terdapat beberapa jenis sel(7), yaitu
igne(5). Miliaria atau Sweat rash, terjadi akibat terbendungnya 1. sel fibroblast, jumlahnya terbanyak, terlibat dalam
aliran keringat dari kelenjar keringat di dalam kulit menuju ke biosintesis protein berserat dan zat-zat dasar, misalnya
permukaan, sehingga cairan keringat tertahan di dalam lapisan asam hialuronat, kondroitin sulfat dan mukopolisakharida,
kulit(6-12). Miliaria merupakan masalah nyata bagi personil 2. sel lemak, makrofag, histiosit dan mastosit. Ada pula
militer Eropa yang ditempatkan di Asia Tenggara dan daerah jaringan pembuluh darah kecil, saluran limfe dan unsur
Pasifik(8). saraf.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 43


Miliaria akibat kerja

MILIARIA 2. Miliaria Rubra.


Terjadi akibat terbendungnya aliran keringat dari kelenjar Lesi akan timbul dalam beberapa hari sampai beberapa
keringat ke permukaan kulit. Bendungan ini dapat terjadi di bulan setelah pajanan panas dan lembab.
lapisan epidermis atau di lapisan dermis(4-12). Lokasi miliaria Dikenal sebagai biang keringat (prickly heat). Bendungan
biasa di daerah pergesekan antara baju/pakaian dengan lipatan aliran keringat terjadi di daerah granular, bagian terdalam
kulit(12). lapisan epidermis. Vesikel yang timbul berukuran kecil,
kemerahan, meninggi (jendul), terasa gatal; vesikel ini
terletak di sekitar pori-pori/lubang keringat. Miliaria rubra
Patofisiologi lebih menyusahkan dibandingkan miliaria crystallina
Pemicu utama terjadinya miliaria adalah pajanan panas karena erupsinya lebih kuat, timbul rasa gatal bercampur
berlebihan terus menerus, dalam hal ini di lingkungan kerja, rasa terbakar atau rasa menusuk, jika hebat akan
sehingga para tenaga kerja berkeringat sangat berlebihan. menimbulkan rasa demam.
Pakaian atau apa saja yang dikenakan tenaga kerja akan Rasa gatal akan jauh berkurang dengan gosokan
menghalangi penguapan kulit, sehingga terjadi genangan dibandingkan digaruk. Lokasi terjadinya biasa di tubuh, di
keringat (pooling of sweat) di permukaan kulit(8). Pajanan panas lipatan-lipatan kulit.
terus-menerus akan menyebabkan pembengkakan keratin di
dalam kelenjar keringat, sehingga menyumbat lubang kelenjar,
akibatnya kelenjar keringat mengalami kerusakan, terjadilah
lesi kulit berupa vesikel atau gelembung, lokal atau tersebar di
permukaan kulit(9). Terbendungnya aliran keringat akan
merangsang proses peradangan, timbul iritasi (prickling), gatal
dan ruam (rash), sehingga kulit tampak agak menebal dan
kemerahan(11).
Dalam keadaan miliaria, bakteri di kulit yang sebelumnya
hidup normal, seperti Staphylococcus epidermis(8,12) dan
Staphylococcus aereus(8) akan menjadi gangguan. Kulit tenaga
kerja yang menderita miliaria mengandung bakteri 3 kali lebih
banyak dari biasanya(8).

Gambaran Klinis(6, 8-10,12)

Klinis miliaria tergantung pada lesi kulit yang timbul akibat


bendungan aliran keringat di lapisan epidermis atau di dermis.
1. Miliaria Crystallina/Sudamina.
Bendungan aliran keringat terjadi di stratum korneum,
yang merupakan daerah bebas saraf di lapisan terluar
epidermis. Vesikel yang timbul berukuran kecil, 1-2 mm,
lembut, jernih terang seperti tetes embun di kulit.Vesikel
tidak bersifat radang, mudah pecah dan menyebabkan
deskuamasi.
Permukaan kulit bisa tampak kemerahan atau tidak. Gambar Miliaria(12)
Epidermis tampak trauma seperti habis terbakar sinar
matahari. Lokasi umumnya di telapak tangan, sebagian 3. Miliaria Pustulosa.
tubuh. Bendungan aliran keringat terjadi di lapisan granulae
Ada penelitian yang menemukan radiasi ultra violet epidermis; terjadi penumpukan lekosit dan membentuk
menimbulkan Miliaria crystallina(8) pustula. Lesi ini akan tercemar bakteri non patogen yang

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Miliaria akibat kerja

hidup di kulit menjadi patogen (Staphylococcus Prognosis


epidermis), lesi dapat terjadi di beberapa daerah kulit, Baik, walau dapat berminggu-minggu pulihnya, asal
disertai rasa gatal, bisa disertai berkurangnya segera pindah ke tempat sejuk. Bagi tenaga kerja yang
keringat/anhidrosis. Terjadi infeksi sekunder setelah lesi mempunyai riwayat pernah menderita miliaria, terutama
yang timbul merusak pori-pori atau kelenjar keringat. miliaria profunda, agar memperhatikan suhu di lingkungan
Miliaria pustulosa mirip folikulitis; folikulitis berhubungan kerjanya.
dengan folikel rambut. Atau dengan cutaneous moiliasis,
yang pustulanya mengandung filamen jamur. Lingkungan Kerja yang dapat menimbulkan pajanan panas
berlebih bagi tenaga kerja (9)
4. Miliaria Profunda(6) 1. Animal rendering workers
Bendungan aliran keringat terjadi di lapisan dermis. Lesi 2. Asphalt workers
yang terjadi berupa papula dengan diameter 1 - 3 mm, 3. Bakers
berwarna mirip warna daging angsa (goose flesh like). 4. Boiler heaters
Pemeriksaan papula akan lebih jelas dengan bantuan sinar 5. Cannery workers
lampu senter yang dimiringkan; papula tidak meradang 6. Chemical plant operators & fumacers
dan asimtomatik. Papula akan membesar pada saat 7. Coke oven operators
berkeringat, terutama di wajah, sehingga dapat digunakan 8. Firemen
sebagai gejala tambahan penegakan diagnosis. Distribusi 9. Foundry workers
penyebaran terutama di alat gerak tubuh. Miliaria profunda 10. Glass manufacturing workers
cukup berbahaya, karena menyebabkan kelenjar keringat 11. Miners in deep mines
tidak berfungsi berkepanjangan, akan menimbulkan 12. Smelter workers
ketidak-seimbangan termoregulasi tubuh, terjadi kelelahan 13. Steel and metal forges
akibat panas dan tidak sadarkan diri. Keadaan ini disebut 14. Tire (rubber) manufacturing workers.
tropical anhydrotic asthenia, atau heat exhaustion type II,
dengan gejala kelelahan sangat, mual, pusing, berdebar-
debar, dan takikardi.

Ras dan sex(8) KEPUSTAKAAN


Dapat terjadi pada semua ras, dan tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan. 1. Priatna BP. Peraturan Pemerintah tentang Dermatitis Akibat Kerja.
BIPPK 1997: 63- 66.
2. Zulmiar Yanri. Kebijakan Pemerintah tentang Penyakit Akibat Kerja.
Pertemuan Ilmiah Dermatosis Akibat Kerja. Jakarta: Agustus 2002.
Diagnosis banding(6,8 ) 3. Adam RM. Occupational Contact Dermatitis. In: Guinn JD.(eds).
1. Folikulitis, lesi kulit yang berhubungan dengan folikel Practical Contact Dermatitis. New York: Mc Graw Hill 1995: 585.
rambut; sedangkan miliaria tidak. 4. Tucker SB, Watky KL. Other Dermatoses. In: Rosenstock l, Cullen MR
2. Herpes simplex. (eds). Text Book of Clinical Occupational and Environmental Medicine.
Philadelphia: W.B Saunders Co. 1994: 530, 536
3. Cutaneous moiliasis yang pustulanya mengandung filamen 5. Nadel E, Cullen MR. Thermal Stressor. In; Rosenstock L, Cullen MR
jamur; sedangkan miliaria tidak. (eds). Text Book of Clinical Occupational and Environmental Medicine.
Philadephia: W.B Saunders Co. 1994: 658-60.
6. Lobitz JR WC. Sweat Retention Syndrome. In: Rees RB (ed). Dermatoses
due to Environmental and Physical Factors. Illinois: Charles C Thomas
Pengobatan(8) Publ. 1992: 146- 55.
1. Yang utama adalah mengatur panas dan kelembapan 7. Lu Frank C. Toksikologi Kulit. Dalam: Lu Frank C (ed). Toksikologi
lingkungan, misalnya di lingkungan kerja peranan Dasar. Edisi 2. Jakarta: UI- Press 1995: 237-47.
ventilasi sangat menentukan, menggunakan pakaian kerja 8. Levi NA, Wilson BB: Miliaria. 2005 Feb : 1-7 [ e medicine from
webMD]
yang mudah dibuka dan bersifat tidak menghambat aliran 9. Kenerva L. Mechanical Trauma. In: Adams RM (ed). Occupational Skin
udara keluar masuk tubuh, Disease. 2nd ed. Philadelphia: W B Saunders Co. 1990: 47-50 .
2. Obat-obatan, seperti calamine lotion memberi efek sejuk, 10. Adams RM. Occupational Skin Disorders. In: La Dou J (ed).
lanolin anhydrous lotion mencegah penyumbatan saluran Occupational and Environmental Medicine. International 2nd ed.
Stamford: Appleton & Lange 1997: 283.
keringat dan antibiotik untuk kasus Miliaria pustulosa, 11. Merck Manual Home Edition. Prickly Heat: Sweating Disorders.
sedangkan kasus Miliaria profunda harus segera diobati www.clinicaltrial.gov: 1
secara simtomatik. 12. Miliaria (sweat rash). 2006 Apr : 1-2 [DermNet NZ].

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 45


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Aplikasi Stem Cell


pada Stroke Iskemik
Rafael Gunawan
Dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada / RS Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAK

Aplikasi stem cell pada stroke iskemik berindikasikan penggantian jaringan sistem
saraf pusat yang mengalami infark dengan cara organotipik yang tepat. Sel-sel saraf yang
hilang pada stroke iskemik perlu diganti untuk memungkinkan pembentukan kembali
sirkuit saraf yang fungsional. Sel glia seperti astroglia dan oligodendroglia juga harus
diganti untuk mempertahankan sirkuit saraf dan membentuk konduksi saraf yang tepat. Sel-
sel saraf dan glia telah dapat dihasilkan dengan sukses dari stem cell pada kultur,
membangkitkan usaha untuk meningkatkan terapi berbasis transplantasi stem cells pada
manusia.
Terapi adult stem cell pada stroke dapat dibagi menjadi cara endogenous dan
eksogenous. Stem cells dapat memberikan manfaat klinis pada kasus stroke iskemik dengan
penggantian sel saraf, myelinisasi kembali dan proteksi terhadap sel saraf.

Kata Kunci : stem cell, stroke iskemik, infark, kultur, transplantasi, neurogenesis

PENDAHULUAN yang paling penting pada negara - negara industri dan tetap
Walaupun jumlah obat pelindung saraf yang berfungsi menjadi sebab kematian dan kecacatan yang tertinggi.
untuk membatasi kerusakan otak akibat iskemi dan Meskipun manfaat klinis obat trombolitik yang bekerja secara
memperbaiki prognosis pasien stroke cukup banyak, stroke sistemik cukup bermakna, hanya sebagian kecil pasien yang
iskemik tetap merupakan penyebab kematian utama dan bisa mendapatkan terapi ini tepat pada waktunya. Karena itu,
kecacatan jangka panjang. Patofisiologi terjadinya kematian sel pentinglah pengembangan strategi terapi alternatif baru yang
saraf sangat kompleks sedemikian rupa sehingga obat kurang terikat pada batas waktu yang sempit. Pendekatan yang
pelindung saraf yang bekerja dengan mekanisme tunggal tidak paling membesarkan hati adalah penggantian sel-sel yang tepat
efektif memperkecil daerah infark pada otak manusia. Strategi pada daerah iskemi. Pemikiran utama yang mendasari
penggunaan kombinasi obat pelindung saraf dalam pengobatan penerapan terapi yang berbasis sel pada stroke iskemik adalah
stroke masih perlu dipelajari. Karena itu, sasaran pendekatan mengganti jaringan sistem saraf pusat yang infark dengan suatu
yang dibutuhkan adalah obat yang bekerja dengan mekanisme cara organotipik yang tepat. Sel-sel saraf yang hilang perlu
yang berbeda, secara serentak membatasi kerusakan otak akibat diganti untuk memungkinkan pembangunan kembali suatu
iskemi. Selain obat pelindung saraf dan kombinasinya, strategi sirkuit saraf yang berfungsi. Sel-sel glia seperti astroglia dan
yang ditujukan untuk meningkatkan plastisitas saraf itu sendiri oligodendroglia harus diganti untuk mempertahankan sirkuit
atau menggantikan sel yang mati atau sel saraf yang rusak saraf dan untuk membuat konduksi saraf yang tepat. Lebih jauh
dengan menggunakan stem cell dapat diteliti lebih dalam pada lagi, pendekatan berbasis sel dapat melindungi jaringan
stroke.1 berisiko di daerah penumbra sekitar daerah infark atau
Stroke iskemik akut akibat penyumbatan arteri serebral membantu meningkatkan kelangsungan hidup, perpindahan dan
yang menyebabkan infark pada jaringan otak disertai diferensiasi sel-sel prekursor endogen. Sumber yang potensial
kehilangan sel saraf, astroglia dan oligodendroglia yang untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas adalah berbagai
mendadak, merupakan kelainan vaskuler sistem saraf pusat jenis stem cell.2

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Stem cell pada stroke iskemik

Pada tahun- tahun terakhir ini, sel-sel saraf dan glia telah fertilisasi, dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel apapun,
berhasil didapatkan dari kultur stem cell. Hal ini kecuali stem cells totipoten dan sel-sel plasenta. Multipotent
membangkitkan semangat untuk mengembangkan terapi stem cells adalah keturunan dari pluripotent stem cells dan
transplantasi berbasis stem cell pada manusia. Baru-baru ini, merupakan asal dari sel-sel khusus dalam jaringan-jaringan
telah dikembangkan upaya untuk menstimulasi pembentukan tertentu. Misalnya, hematopoietic stem cells yang terutama
dan melindungi kematian sel-sel saraf dan sel glia yang ditemukan pada sumsum tulang, merupakan asal dari semua sel
dihasilkan oleh sel stem endogen dalam sistem saraf pusat yang ditemukan dalam darah, meliputi eritrosit, leukosit dan
dewasa. Langkah selanjutnya adalah untuk menerjemahkan trombosit. Contoh lain adalah neural stem cells, yang akan
kemajuan yang menarik ini dari laboratorium ke terapi klinis berdiferensiasi menjadi sel-sel saraf, dan sel-sel pendukung
yang berguna. Diharapkan stem cell akan menyediakan sumber yang disebut glia. Progenitor cells (unipotent stem cells)
sel saraf dan glia yang tidak habis-habisnya untuk terapi-terapi hanya dapat menghasilkan satu jenis sel saja. Misalnya,
penggantian sel atau perlindungan saraf pada kelainan-kelainan erythroid progenitor cells berdiferensiasi menjadi sel darah
yang mengenai otak dan medulla spinalis.3 merah.4

KARAKTER STEM CELLS


Stem cells adalah sel-sel imatur yang memiliki
kemampuan memperbarui diri dan membentuk populasi
kembali sepanjang hidup pada setiap individu. Jenis-jenis stem
cells dapat dibagi berdasarkan pada asal perkembangannya:
embryonic, fetal dan adult stem cells. Embryonic stem cells
berasal dari blastocyst, bersifat totipotent dan membentuk
calon-calon lapisan-lapisan embrio (embryonic germ layers).
Fetal stem cells merupakan sel-sel progenitor yang lebih
terbatas, dihasilkan dari organ-organ fetus yang masih
mengalami perubahan-perubahan pertumbuhan yang utama.
Akan tetapi, saat ini, penggunaan klinis embryonic atau fetal
stem cells menimbulkan pertanyaan-pertanyaan serius dalam
biologi, etika dan hukum yang membatasi penggunaan sel-sel
ini secara meluas. Stem cells yang berasal dari sistem saraf
pusat dewasa atau sumsum tulang merupakan sumber alternatif
yang menarik untuk terapi berbasis sel pada sistem saraf pusat.
Adult stem cells merupakan sumber yang terus-menerus pada Gambar 1. Aplikasi stem cells pada kelainan saraf 3
penggantian sel organ yang bersifat fisiologik baik dalam
penggantian sel yang normal maupun pada penyakit / kondisi
luka. Adult stem cells mempunyai kemampuan pembaruan diri STROKE ISKEMIK
dan perubahan menjadi organ-organ turunan tertentu.2 Stroke didefinisikan berdasarkan kriteria World Health
Stem cells akan diisolasi dan dimasukkan ke otak dan Organization (WHO) sebagai gejala-gejala gangguan fokal atau
medulla spinalis yang sakit, baik secara langsung maupun global pada fungsi otak yang berkembang cepat dengan tanda-
setelah diferensiasi awal / modifikasi genetik dalam kultur tanda yang berakhir selama 24 jam atau lebih atau
untuk membentuk jenis sel saraf dan sel glia khusus, atau sel- menimbulkan kematian, tanpa sebab yang jelas selain sebab
sel yang menghasilkan molekul pelindung sel saraf. Pada vaskuler.5 Stroke adalah cedera otak yang terjadi ketika
strategi yang berdasarkan stimulasi mekanisme perbaikan persediaan darah otak terganggu. Tanpa oksigen dan nutrisi
pasien itu sendiri, stem cells endogen akan dikumpulkan ke dari darah, jaringan otak mulai mati dengan cepat (biasanya
daerah otak dan medulla spinalis yang terkena penyakit, tempat kurang dari 10 menit) menimbulkan kehilangan fungsi yang
sel-sel tersebut akan menghasilkan sel-sel saraf dan glia yang mendadak. Stroke juga disebut “brain attack” atau
baru (daerah neurogenik dan gliogenik sepanjang ventrikel cerebrovascular accident / CVA.6
lateralis dan central canal ditunjukkan dengan tanda merah Stroke terjadi sebagai akibat terputusnya aliran darah ke
pada gambar 1). Stem cells dapat memberikan manfaat klinis suatu bagian otak, khususnya oleh sumbatan trombus atau
melalui penggantian sel-sel saraf, pembentukan myelin dan embolus, atau perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah.1
perlindungan sel saraf.3 Stroke disebabkan oleh hambatan pada arteri serebral,
Totipotent stem cells dapat berdiferensiasi menjadi jenis menyebabkan iskemi fokal, hilangnya sel-sel saraf dan sel glia
sel apa saja dalam tubuh termasuk plasenta yang menghidupi dan motorik, sensorik atau gangguan kognitif.3 Pada stroke,
embrio. Sel telur yang telah dibuahi adalah jenis stem cells sumbatan pembuluh darah otak menimbulkan iskemia fokal
yang totipotent. Sel-sel yang dihasilkan dari beberapa dan selanjutnya kerusakan pada suatu daerah sistem saraf pusat
pembelahan pertama juga bersifat totipotent. Pluripotent stem tertentu.4
cells adalah keturunan dari stem cells totipotent dari suatu Ada dua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
embrio. Sel-sel ini, yang tumbuh sekitar empat hari setelah perdarahan. Pada stroke iskemik, merupakan jenis yang paling

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 47


Stem cell pada stroke iskemik

sering terjadi, gangguan besar pada aliran darah otak fokal memungkinkan pembangunan kembali suatu sirkuit saraf yang
menyebabkan kerusakan parenkim yang ireversibel.7 Stroke berfungsi. Sel-sel glia seperti astroglia dan oligodendroglia
iskemik akut disebabkan oleh sumbatan arteri serebral yang harus diganti untuk mempertahankan sirkuit saraf dan untuk
menyebabkan infark jaringan otak dengan kehilangan sel saraf, membuat konduksi saraf yang tepat. Lebih jauh lagi,
astroglia dan oligodendroglia.8 pendekatan berbasis sel dapat melindungi jaringan berisiko di
daerah penumbra sekitar daerah infark atau membantu
meningkatkan kelangsungan hidup, perpindahan dan
diferensiasi sel – sel prekursor endogen. Sumber yang potensial
untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas adalah berbagai
jenis stem cell.2

Gambar 2. Stroke Iskemik 6

APLIKASI STEM CELLS PADA STROKE ISKEMIK


Dokter-dokter telah memanfaatkan stem cells untuk
kepentingan terapi selama lebih dari 40 tahun. Tiga penemuan
baru telah merevolusi biologi stem cells dan menunjukkan
potensi klinik dari sel-sel ini dalam berbagai macam penyakit
pada manusia. Pertama, stem cells telah terdeteksi pada organ-
organ tubuh, seperti otak dan otot, yang sebelumnya diduga
tidak mempunyai stem cells dan kemampuan regenerasi.
Contohnya, beberapa daerah di otak mengandung stem cells
yang mempertahankan kemampuan berproliferasi dan untuk
berubah menjadi jenis-jenis sel saraf yang berbeda secara in
vitro dan in vivo. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa
sel-sel yang berproliferasi pada sistem saraf pusat memainkan
Ket.:
peranan dalam pembelajaran dan memori. Terlebih lagi, sel-sel A, Organ-specific stem cells diambil dari otak, dikembangkan secara in vitro,
tersebut dapat dikultur dan ditransplantasikan ke dalam sistem dan ditanamkan kembali ke pasien. Sel-sel saraf baru dapat berasal dari stem
saraf pusat resipien tempat sel-sel itu berdiferensiasi menjadi cells saraf untuk menggantikan sel-sel saraf yang hilang selama infark,
sel-sel saraf yang matur. Kedua, adult stem cells yang khusus memungkinkan pasien untuk mendapatkan kembali fungsi saraf yang hilang.
B, Embryonic stem cells dari donor alogenik diprogramkan kembali secara in
pada organ tertentu menunjukkan plastisitas yang lebih dari vitro menjadi sel precursor saraf dan kemudian ditanamkan kembali ke pasien.
yang diduga sebelumnya. Stem cells yang diisolasi dari suatu C, Sel-sel somatik (misalnya sel kulit) diambil dari pasien,, inti somatiknya
jaringan dapat berdiferensiasi menjadi bermacam-macam jenis diambil dan dipindahkan ke oocytes manusia yang telah diambil intinya.
sel dan jaringan yang tidak berhubungan dengannya. Sebuah blastocyst terbentuk dari sel tersebut. Sel-sel dari inner mass blastocyst
tersebut ditanam dan diprogram kembali secara in vitro untuk menciptakan
Contohnya, penelitian yang terbaru pada binatang sel precursor saraf, yang kemudian akan digunakan untuk membentuk kembali
menunjukkan bahwa neural stem cells dapat berdiferensiasi populasi jaringan yang rusak tanpa resiko penolakan imunologik.
menjadi turunan hematopoietik. Serupa dengan itu, stem cells D, Stem sel sumsum tulang diambil dari pasien, diprogramkan kembali secara
yang berasal dari sumsum tulang dapat berdiferensiasi menjadi in vitro menjadi sel precursor saraf, dan ditanamkan kembali pada pasien
untuk membentuk kembali populasi daerah yang rusak.
beberapa jenis sel yang non-hematopoeitik, termasuk microglia E, Terapi kombinasi dengan menggunakan stem sel sumsum tulang, berubah
dan astroglia pada otak. Ketiga, embryonic stem cells manusia secara genetik melalui transduksi gen, diprogram kembali secara in vitro
dapat diisolasi dari fetus dan dibuat berdiferensiasi secara in menjadi precursor sel saraf, dan ditanamkan kembali ke pasien. 8
vitro menjadi berbagai jenis sel. Perubahan embryonic stem
Gambar 3. Kemungkinan pendekatan terapi stem cells pada infark
cells manusia ke dalam berbagai jenis prekursor yang homogen serebri 8
memberikan harapan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit
yang membutuhkan perbaikan jaringan atau rekonstruksi,
seperti pada stroke.8 Terapi adult stem cell pada stroke dapat dibagi menjadi
Pemikiran utama yang mendasari penerapan terapi pendekatan endogen dan eksogen. Tujuan terapi stem cell
berbasis sel pada stroke iskemik adalah mengganti jaringan endogen adalah untuk mengeksploitasi populasi adult stem cell
sistem saraf pusat yang infark dengan suatu cara organotipik yang telah ada secara fisiologik baik di sistem saraf pusat
yang tepat. Sel-sel saraf yang hilang perlu diganti untuk maupun sistem hematopoeisis. Dengan menggunakan jenis

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Stem cell pada stroke iskemik

eksogen, adult stem cell atau sel prekursor yang berasal dari menjanjikan pada penyakit sistem saraf pusat. Sumber-sumber
sistem saraf pusat atau sistem hematopoeisis diberikan secara HSCs harus dibedakan yaitu: stem cells yang langsung dari
lokal atau sistemik setelah pemurnian dan pembiakan pada sumsum tulang, darah tali pusat dan sel darah tepi (sel
kultur.2 CD34+).2

Gambar 4. Cara endogen dan eksogen terapi stem cell pada stroke 2
Gambar 5. Lokalisasi dan diferensiasi adult neural stem cells 2
Neurogenesis ada di dua tempat: subventricular zone
(SVZ) dan subgranular zone dari dentate gyrus. Sebagai Menarik bahwa iskemi serebral akut pada manusia
tambahan, penelitian-penelitian terbaru juga menunjukkan otomatis menyebabkan kenaikan sel CD34+ di darah tepi tiga
keberadaan neural stem cells (NSCs) di daerah lain di sistem kali lipat. Dengan mempertimbangkan perubahan ini sebagai
saraf pusat, seperti striatum, medulla spinalis dan neocortex. suatu mekanisme perbaikan diri yang tidak memadai,
NSCs yang berasal dari SVZ and dentate gyrus ditandai dengan konsekuensi logisnya adalah lebih meningkatkan pemindahan
kemampuan memperbarui diri yang bersifat jangka panjang sel CD34+ secara farmakologis dengan memberikan
dan multipotensi. NSCs yang berasal dari adult SVZ dan granulocyte colony stimulating factor (G-CSF). Sebagai
dentate gyrus tetap ada sepanjang hidup mamalia termasuk tambahan, G-CSF telah digunakan untuk meningkatkan efek
manusia. Perlu diingat bahwa neurogenesis terjadi secara perlindungan terhadap saraf setelah terjadinya iskemi serebri.
fisiologis atau diatur oleh sinyal dari luar atau proses patologis. Sebuah penelitian preklinik menunjukkan adanya perbaikan
Stimulan global eksternal seperti lingkungan yang diperkaya, fungsional pada tikus besar yang mengalami iskemi serebri
aktivitas fisik dan stres atau adanya molekul tertentu seperti fokal setelah pemberian G-CSF subkutan. Baru-baru ini,
fibroblast growth factor-2, vascular endothelial growth factor sebuah penelitian klinis yang sedang berjalan, yang meneliti
(VEGF), brain-derived neurotrophic factor (BDNF) dan keamanan pemberian G-CSF pada pasien stroke iskemik akut
erythropoietin mengatur adult neurogenesis dengan cara yang belum melaporkan adanya efek samping.2
berbeda.2 Cara alternatif untuk meningkatkan HSCs pada sistem
Dasar pemikiran untuk mentransplantasikan NSCs ke saraf pusat yang terserang penyakit adalah dengan
dalam otak yang mengalami iskemi terutama adalah untuk mentransplantasikan sel baik sistemik maupun lokal setelah
merekonstruksi sirkuit saraf yang rusak. Sebagai tambahan, iskemi serebral akut. Berbagai sumber HSCs telah digunakan
pemindahan sel dapat menimbulkan efek perlindungan untuk penelitian preklinik: sel stroma sumsum tulang, sel darah
terhadap saraf dengan mengeluarkan faktor-faktor neurotropik tali pusat dan sel darah perifer yang dimobilisasi oleh G-CSF
yang menambah survival baik intrinsik maupun setelah (sel CD34+). Darah tali pusat merupakan sumber HSCs yang
pemberian terapi transgenik. Penelitian terbaru menunjukkan efektif. Pemberian sel CD34+ yang berasal dari darah tali pusat
bukti bahwa adult neural stem cells dapat diperoleh dari secara intravena setelah penyumbatan arteri serebri media
subventricular zone, hippocampus, korteks dan subkorteks (MCA-O: medial cerebral artery occlusion) pada tikus yang
manusia dewasa. Transplantasi autolog merupakan cara mengalami imunodefisiensi kombinasi, menimbulkan
rasional untuk menggunakan adult stem cells.2 neovaskularisasi dan neurogenesis yang diikuti dengan
Penemuan bahwa hematopoietic stem cells (HSCs) mampu perbaikan fungsional. Kerugian transplantasi HSCs yang
melakukan transdiferensiasi menjadi turunan sel-sel saraf, dan berasal dari darah tali pusat adalah asalnya yang alogenik,
mudah diperolehnya HSCs, telah mengubah fokus perhatian memerlukan terapi imunosupresan yang permanen untuk
pada aplikasi HSCs sebagai strategi penggantian sel yang menghindari penolakan. Sebagai kemungkinan lain, jumlah

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 49


Stem cell pada stroke iskemik

HSCs pada darah perifer dapat ditingkatkan dengan efektif akan bergantung pada strategi untuk meningkatkan
memindahkan sel dari sumsum tulang menggunakan G-CSF, survival neuron yang baru dan untuk meningkatkan penyatuan
yang merupakan sumber yang efektif untuk transplantasi HSCs mereka dalam reorganisasi sirkuit saraf.3
autolog. Proses isolasi HSCs dari darah tepi dapat dilakukan
tanpa risiko atau efek samping.2 Transplantasi stem cells mungkin dapat memberikan
Sel-sel yang ditransplantasikan dari berbagai sumber, perbaikan yang bernilai melalui beberapa mekanisme.
seperti otak fetus, neuroepithelial atau sel teratocarcinoma, Pertama, jaringan yang rusak tersebut dapat menstimulasi
sumsum tulang dan tali pusat, telah menghasilkan beberapa respon plastis atau mempengaruhi aktivitas saraf. Kedua
perbaikan pada binatang dan pada satu percobaan klinis transplan akan beraksi sebagai pompa biologi mini dan
manusia yang terkena stroke. Pada kebanyakan kasus, transplan melepaskan transmiter yang hilang atau mengeluarkan growth
telah beraksi dengan memberikan faktor-faktor yang factor. Ketiga, transplan dapat mengembalikan transmiter
meningkatkan kelangsungan hidup dan fungsi sel. Akan tetapi, sinaptik yang dilepaskan dengan menyediakan inervasi ulang
agar terapi stem cell mempunyai nilai klinis yang besar, sel yang lokal. Dan keempat, adalah penggantian saraf yang
manusia harus dapat menggantikan sel saraf yang mati, sesungguhnya, transplan akan menyatu ke dalam saraf yang
mielinisasi kembali akson-akson dan memperbaiki sirkuit saraf ada dan jaringan sinaptik, dan membentuk kembali hubungan
yang rusak.3 aferen dan eferen yang berfungsi.4
Sebagai langkah pertama dalam mencapai tujuan, fetal Ada tiga tugas yang harus dipenuhi dalam mengem-
neural stem cell manusia ditransplantasikan ke dalam otak tikus bangkan terapi stem cell menuju aplikasi klinis pada stroke.
yang rusak karena stroke, menghasilkan perpindahan sel-sel Tugas pertama: Untuk mendapatkan pembuktian prinsip
saraf yang baru ke daerah yang mengalami iskemi. Penelitian bahwa stem cells yang tertanam, atau sel saraf yang dihasilkan
lain menunjukkan bahwa progenitor yang berasal dari dari stem cells saraf endogen, dapat bertahan hidup dalam
embryonic stem cells monyet yang ditransplantasikan ke dalam jumlah besar pada binatang yang dikenai stroke, berpindah ke
otak tikus setelah mengalami stroke, berdiferensiasi menjadi lokasi yang tepat, menunjukkan sifat morfologis dan fungsional
berbagai macam jenis sel saraf dan sel glia, menimbulkan dari sel-sel saraf yang telah mati, dan menimbulkan hubungan
kembali hubungan dengan daerah target, dan menimbulkan sinaptik aferen dan eferen dengan sel-sel saraf yang bertahan
perbaikan fungsi motorik. Efektifitas terapi semacam ini dapat hidup dalam gangguan itu. Magnetic resonance imaging (MRI)
ditingkatkan lebih jauh dengan memodifikasi stem cells secara tampaknya ideal sebagai penggambaran noninvasif dengan
genetik, misalnya, dengan memunculkan secara berlebihan gen jarak dan resolusi temporal yang tinggi bagi survival,
anti apoptosis.3 perpindahan dan diferensiasi dari sel yang ditanamkan. Tugas
ke dua: Untuk mengoptimalkan perbaikan perilaku yang
ditimbulkan oleh penempatan kembali sel saraf dalam hewan
model. Strategi untuk memperbaiki survival, diferensiasi dan
integrasi dari stem cells yang ditanamkan dan yang endogen
memerlukan pengetahuan yang terinci tentang bagaimana
pengaturan proses-proses ini. Rentang waktu setelah kejadian
hingga pembangkitan sel-sel saraf baru untuk menimbulkan
perbaikan sirkuit saraf yang maksimal dan perbaikan
fungsional harus ditetapkan. Tugas ke tiga: Untuk menjelaskan
pasien-pasien yang cocok untuk terapi stem cells berdasarkan
Ket.:Neural stem cells manusia diberi label dengan protein fluoresen hijau pada penemuan pada model binatang tentang jenis sel apa yang
sekurang-kurangnya selama 1 bulan dan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang
secara morfologi membentuk sel-sel saraf setelah penanaman dalam jarak dapat dihasilkan dan digantikan.4
yang dekat pada daerah yang rusak akibat stroke pada tikus (daerah yang
merah). 3
KEPUSTAKAAN
Gambar 6. Transplantasi stem cells ke dalam otak yang cedera 3
1. Sharma SS. Emerging Neuroprotective Approaches in Stroke Treatment.
CRIPS. 2003; 4(4) : 8-12.
Menarik bahwa otak hewan pengerat yang rusak akibat 2. Haas S, Weidner N, Winkler J. Adult Stem Cell Therapy in Stroke. Curr.
stroke mempunyai kemampuan untuk mengganti saraf yang Opinion in Neurol. 2005; 18:59-64.
sama dengan neural stem cell sendiri. Untuk beberapa bulan 3. Lindvall O, Kokaia Z. Stem Cells for The Treatment of Neurological
setelah stroke, neural stem cells dapat membangun sel saraf Disorders. Nature 2006;.441(29): 1094-1096.
4. Harris S. Simposium Stem Cell, Menyongsong Era Stem Cell di
baru yang berpindah ke daerah yang rusak. Hal yang penting Indonesia, MRU FK UI – Cermin Dunia Kedokteran – Kalbe Farma. 2
sekarang adalah menemukan apakah neurogenesis endogen September 2006,
dapat ikut berperan pada perbaikan fungsi setelah stroke, dan 5. Meschia JF, Brott TG, Brown Jr, RD. dkk.. The Ischemic Stroke
apakah hal itu akan terjadi pada manusia. Dan, karena Genetics Study (ISGS) Protocol. BMC Neurology, 2003; 3:4.
6. Wood D. Stroke. EBSCO. EBSCO Publ. 2006; 1-4.
regenerasi saraf kortikal akan menjadi dasar perbaikan 7. Meschia JF, Brown Jr, RD, Brott TG. dkk.. The Siblings With Ischemic
fungsional pada sebagian besar otak yang rusak karena stroke, Stroke Study (SWISS) Protocol. BMC Med Genetic. 2002; 3:1.
perlu diketahui apakah neural stem cells otak individu dewasa 8. Kaji EH, Leiden JM.. Gene and Stem Cell Therapies. JAMA 2001;
sendiri dapat dipacu untuk menghasilkan saraf kortikal. Terapi 285(5): 545-550.

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


apsul
TOKSIN DALAM MAKANAN LAUT
Marine
Toxin origin Food source Clinical syndrome and effects
toxin
Tetrodotoxin Thought to be bacterial Pufferfish Tetrodotoxin (puffer fish or fugu): mild gastro-
(fugu), toadfish intestinal effects and a descending paralysis; rapid
progression to respiratory failure when severe

Ciguatoxins : Dinoflagellate Reef fish Ciguatera : moderate to severe gastrointestinal


Pacific and Gambierdiscus toxicus effects (vomiting, diarrhea,and abdominal cramps)
Caribbean and neurological effects (myalgia, paresthesiae, cold
types allodynia, and ataxia); rarely fatal

Saxitoxin Toxic marine microalgae : Bivalve shellfish Paralytic shellfish poisoning (similar to tetrodotoxin
and Alexandrium spp, Pyrodi- (mussels,oysters, poisoning): descending paralysis; rapid progression
gonyautoxins nium bahamense var and clams ) to respiratory failure when severe
compressum, and Gymno-
dium catenatum

Brevetoxins Dinoflagellate Shellfish Neurotoxic shellfish poisoning, similar to ciguatera:


Gymnodium brevis gastrointestinal effect (abdominal pain, nausea and
diarrhea) and neurological effects ( paraesthesia,
”temperature reversal”, myalgia, vertigo and ataxia)

Domoic acid Nitzschia spp Shellfish Amnesic shellfish poisoning; gastrointestinal


manifestations and unusual neurological features,
including headache, confusion, loss of short-term
memory, disordered eye movements, seizures,
myoclonus, and coma

Palytoxin Zoanthid anemones Crabs and fish Palytoxin poisoning: poorly characterized ; reported
Palythoa sp to affect the neurological and gastrointestinal
systems, and to cause myolysis

Isbister GK, Kiernan MC. Neurotoxic marine poisoning. Lancet Neurol.2005;4:219

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 51


Informatika Kedokteran
Konferensi ke-5 Asia Pacific Association of Medical Informatics (APAMI),
Taipei, Taiwan 27 - 30 Oktober 2006
Benarkah kebiasaan para dokter mengakses internet adalah pekerjaan yang membuang-buang waktu saja di tengah kesibukannya? Ternyata tidak.
Penelitian Prof. Enrico Coiera dari Universitas New South Wales (UNSW) Sydney Australia membantah pernyataan tersebut. Baik pasien maupun
tenaga kesehatan (medis dan paramedis) bisa memperoleh manfaat yang bermakna dari kebiasaan ini, jelas Director Center for Health Informatics
saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Pre Konferensi Asia Pacific Association for Medical Informatics (APAMI) 2006 di Taipei
Taiwan. Acara yang dihadiri sekitar 300 peserta (dokter dan praktisi IT) ini, diselenggarakan bersamaan dengan pertemuan tahunan Medical
Informatics Symposium in Taiwan (MIST).

Banjir informasi
Awalnya, seakan-akan mengamini pendapat umum, Profesor Health Informatics yang energik tersebut menjelaskan bahwa saat ini
dengan teknologi informasi khususnya internet, para tenaga kesehatan dibanjiri banyak informasi. Bayangkan, setiap 26 detik ada
satu artikel baru yang ditambahkan pada literatur kedokteran. Jumlah artikel ilmiah bertambah menurut deret ukur (eksponensial).
Sebagai ilustrasi, dalam periode 110 tahun, tulisan mengenai satu penyakit: 30% dibuat dalam 50 tahun pertama dan 40% dibuat
dalam 10 tahun terakhir

Pasien makin sering bertanya


Era banjir informasi ini juga membawa kemudahan bagi pasien. Pasien makin tahu tidak hanya hal-hal yang berhubungan dengan
penyakitnya, namun juga hak dan kewajibannya saat berkonsultasi dengan tenaga kesehatan (dokter). Jika sebelumnya, pasien
menyerahkan sepenuhnya penanganan penyakit atau keluhan ke tangan dokter tanpa banyak bertanya, sekarang ini, minimal ada
6 pertanyaan pada setiap konsultasi, demikian jelas Prof Coiera. Pertanyaan yang tidak selalu mudah dijawab. Internet merupakan
salah satu media menggali informasi guna menjawab pertanyaan pasien-pasien, yakinnya.
Keyakinan ini bukan tanpa dasar. Penelitian yang dilakukannya bersama-sama 25 orang stafnya di Australia yang melibatkan
55.000 responden dan berlangsung sejak tahun 2001 hingga 2003 menyimpulkan:
- Kebiasaan mencari bukti via online meningkatkan kecepatan dan akurasi saat menjawab pertanyaan klinis yang diajukan
pasien
- Kebiasaan ini harus diterapkan secara rutin pada setiap institusi pelayanan kesehatan.
Ternyata tidak sia-sia untuk selalu mengakses internet.

Mengapa demikian?
Mengutip penelitian Evant dkk. (1984), Coiera menjelaskan bahwa dengan makin bertambahnya jam terbang (praktek), jika seorang
dokter tidak mengikuti perkembangan kedokteran - karena begitu sibuknya praktek - akan terjadi penurunan relatif pengetahuan
kedokterannya. Akibatnya, saat berkonsultasi dengan pasien, dokter tersebut membutuhkan waktu lebih lama untuk menjawab satu
pertanyaan.

Sekilas APAMI
APAMI adalah organisasi Medical Informatics (Informatika Kedokteran) tingkat Asia Pasifik yang mempunyai pertemuan 3 tahunan. Pertemuan
trennial tersebut dilakukan sekaligus dengan penggantian pengurus. Tahun ini (2006), pimpinan APAMI diserahterimakan dari Prof. Yun Sik Kwak,
MD, PhD (Korea) kepada Prof. Yu-Chuan (Jack) Li (Taiwan). Empat pertemuan sebelumnya berlangsung di Singapura (1994), Sydney (1997),
Hongkong (2000), Seoul (2003) dan pertemuannya selanjutnya akan berlangsung di Hiroshima Jepang (2009).
Sampai saat ini APAMI mempunyai 12 negara anggota: Australia, Cina, Filipina, Hongkong, Jepang, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Singapura,
Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Rencana ke depan, Indonesia - secara resmi - akan segera bergabung dengan APAMI. Awal-awalnya sewaktu
didirikan, Indonesia memang memiliki wakilnya, tetapi akhirnya tidak lagi.
Sekilas IMIA
Induk APAMI adalah IMIA atau International Medical Informatics Association. Sampai bulan November 2006, IMIA memiliki:
- Kelompok Nasional atau Asosiasi (48 negara belum termasuk Indonesia)
- Institusi Korporat (10 perusahaan)
- Institusi Akademik (47 akademi)
- Koresponden (35 orang)

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


10th Congress of EFNS, Glasgow, 2–5 September 2006
Belum lama ini telah terselenggara kongres tahunan perkumpulan dokter-dokter neurologi di seluruh Eropa. Para dokter selalu berkumpul
setiap tahun untuk membicarakan perkembangan berbagai penyakit, diagnosis serta penatalaksanaan terapi baik yang sudah ada maupun
trend terapi yang akan datang di bidang neurologi. Kongres dihadiri sekitar 3.000 dokter dari seluruh dunia, di antaranya sekitar 200 dokter
berasal dari Indonesia.

The International Symposium on Recent Progress in Curcumin Research, Yogyakarta 11 - 12 September 2006
Simposium Internasional yang membahas penelitian curcumin ini mengambil topik “Mempelajari Pengaruh Modifikasi Struktur Molekul
Curcumin terhadap Aktivitas Farmakologi Senyawa tersebut.” Simposium ini adalah bagian dari perayaan Ulang Tahun ke-60 Fakultas
Farmasi, Universitas Gadjah Mada; terselenggara atas kerja sama Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada dengan Vrije Universiteit
(Netherland), LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan disponsori oleh beberapa perusahan farmasi. PT Kalbe Farma pun turut
berperan mendukung acara simposium tersebut. Acara ini dibuka oleh Rektor UGM Prof. Dr. Sofian Effendi dan dihadiri sekitar 100
peserta.

Simposium mini PAPDI: Tips Berpuasa pada Penderita Penyakit Kronis, Jakarta, 12 September 2006
Puasa bagi umat Islam adalah tidak makan dan minum, serta menghentikan segala sesuatu yang membatalkan, sejak terbit fajar sampai
matahari terbenam (sekitar 14 jam). Berdasarkan pengertian inilah maka pertemuan rutin PAPDI kali ini membahas Tips Berpuasa bagi
Penderita Sakit Maag, Diabetes dan Orang tua. Diadakan di Aula FKUI, simposium ini dihadiri oleh kurang lebih 100 peserta dari kalangan
dokter umum, tenaga medis dan awam.

17th Regional Conference of Dermatology 2006, Bali, 13-16 September 2006


Acara ini diselenggarakan di Bali International Convention Centre, Westin Resort, Nusa Dua, Bali. Tema konferensi tersebut adalah
"Towards Quality of Dermatology Service in the Region". Berbagai topik tentang dermatologi ditampilkan dengan melibatkan banyak
pembicara terkemuka dari berbagai negara seperti Jerman, Belanda, USA, Jepang, Australia, Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia.
Acara ini diikuti sekitar 800 peserta khususnya dokter spesialis kulit.

Seminar awam: Amankah Penderita Sakit Maag berpuasa...? RS Islam Jakarta, 16 September 2006
Kegiatan seminar untuk awam merupakan kegiatan rutin RS Islam (RSI) setiap 2 bulan. Kali ini menjelang bulan Ramadan, tema yang
diangkat adalah Puasa bagi Penderita Sakit Maag. Dibawakan oleh dr H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB dari Divisi Gastroenterologi,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI serta H.M Jamaludin Ahmad, Psi, Direktur SDM dan Pembinaan Rohani RSI Jakarta. Peserta
sekitar 150 orang terdiri dari awam dan perawat.

Weekend Course on Cardiology (WECOC) ke-18, Jakarta 14-16 September 2006


Simposium WECOC ke 18 kali ini mengambil tema : ‘Common Soils in Atherosclerosis: The Base for Prevention and Intervention’, diketuai
oleh dr.RWM Kaligis SpJP(K). Topik menarik yang dibahas antara lain tentang hipertensi dan sindrom metabolik, hipertensi pulmonal,
remodelling jantung, aterotrombosis, dan lain-lain. Simposium ini dihadiri sekitar 1.000 orang peserta, terdiri dari spesialis penyakit dalam,
jantung, saraf dan dokter umum. Selain itu juga diadakan Mini Course tentang Acute Decompensated Heart Failure (ADHF), Vascular
Disease, Pediatric Cardiology, Acute Coronary Syndrome (ACS), Tachyarrhythmias serta Echocardiography.

Surabaya Diabetes Update (SDU), Surabaya 16-17 September 2006


Surabaya Diabetes Update-XVI (SDU-XVI) ini diadakan di Hotel Sheraton Surabaya; merupakan salah satu program dari Pusat Diabetes
dan Nutrisi yang dijalankan konsisten dan berkelanjutan sejak 1996, dalam upaya menghadapi tantangan era globalisasi di bidang
kedokteran. Peserta yang hadir dalam simposium tersebut sekitar 500 orang, terdiri dari dokter spesialis, dokter umum dan tenaga medis
lainnya.

The European Society Medical Oncology ke-31 (ESMO), Istanbul, Turki 29 September- 3 Oktober 2006
Kongres ESMO (The European Society Medical Oncology) ke-31 diselenggarakan di Hotel Hilton Istanbul, Turki selama 5 hari. Kongres ini
dihadiri sekitar 3.000 peserta yang berasal dari lebih 100 negara. Kongres terbesar di Eropa bagi profesi medical oncology ini fokus
terhadap aktivitas preventif kanker, perkembangan diagnosis dini pasien kanker, diagnosis, terapi dan follow up terapi pasien kanker.

14th Congress of the FAOPS (Federation of Asia and Oceania Perinatal Societies), Bangkok,Thailand 1-6 Oktober 2006
Kongres FAOPS yang diadakan di Sofitel Central Plaza and Bangkok Convention Centre, Thailand selama 6 hari dibuka dengan sangat
meriah oleh ratu Thailand. Simposium ini diikuti oleh 44 negara, terdiri dari 400 dokter spesialis anak, spesialis kebidanan dan kandungan,
dokter umum dan perawat. Tema kongres tersebut adalah “Care, Concern and Cure in Perinatal Health ”.

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 53


Penelitian manfaat kebiasaan akses internet para dokter bagi pasien
Beberapa dokter tidak begitu senang dengan kebiasaan mengakses internet. Kurang bermanfaat dan buang waktu saja. Ternyata hasil
penelitian Prof. Enrico Coiera dari Australia menggugurkan pameo tersebut. Baik pasien maupun tenaga kesehatan (medis dan paramedis)
bisa memperoleh manfaat yang bermakna dari kebiasaan tersebut, jelas Direktur Center for Health Informatics saat membawakan
presentasinya pada acara Pre Conference Asia Pacific Association for Medical Informatics (APAMI) 2006 di Taipei - Taiwan, 27 Oktober
2006

5th APAMI Conference 2006, Taipei, Taiwan 28 Oktober 2006


Diawali dengan 3 penari Taiwan, acara Konferensi ke-5 Asia Pacific Association for Medical Informatics (APAMI) dibuka. Berturut-turut
sambutan dari pelbagai pihak pendukung hingga akhirnya dari Presiden APAMI, Prof. Yun Sik Kwak, MD, PhD dari Republik Korea.
Selama 3 tahun ke depan (2006 - 2009), organisasi Informatika Kedokteran yang berinduk ke International Medical Informatics Association
ini akan dipimpin Prof. Yu-Chuan (Jack) Li, Guru Besar dan Chairman Institute of Biomedical Informatics National Yang-Ming University,
Taipei, Taiwan.

12th Asian Australasian Congress of Anaesthesiologists (AACA) 2006, Singapore, 6-10 November 2006
Acara ini mengambil tema “The Art & Science of Anaesthesiology” dengan topik yang beraneka ragam di bidang anestesiologi dan
intensive care dengan pembicara terkemuka dari berbagai negara. Acara ini diikuti lebih dari 1.000 dokter spesialis anestesi dari berbagai
negara khususnya di Asia dan Australia.

Seminar Awam: World Menopause Day, Jakarta, 18 November 2006


Dalam rangka memperingati Hari Menopause sedunia, Perhimpunan Menopause Indonesia (PERMI) mengadakan serangkaian acara
dengan tujuan agar kaum awam dan medis lebih jauh mengenal tanda/gejala wanita menjelang dan saat masa menopause tiba. Dengan
tema "Menopause and ageing - quality of life and sexuality" seminar setengah hari tersebut dihadiri sekitar 80 peserta sebagian besar ibu-
ibu menjelang dan telah menopause. Suasana seminar tampak hangat dan seru mendengarkan presentasi yang dibawakan oleh para
pakar di bidang menopause.

XVIII FIGO World Congress of Gynecology and Obstetrics, Kuala Lumpur, Malaysia 5-10 November 2006
Sebanyak lebih dari delapan ribu peserta yang berasal dari seratus negara di dunia menghadiri kongres FIGO-XVIII. Kongres yang
diadakan kali ini adalah yang terbesar pertama yang diselenggarakan di Malaysia. Kongres diadakan selama 6 hari sejak tanggal 5 hingga
10 November 2006 bertempat di Kuala Lumpur Convention Center..

Sidang Ilmiah V Pusat Studi Informatika Kedokteran Universitas Gunadarma, Jumat 10 November 2006
Beberapa contoh pelayanan kesehatan jarak jauh sebelum adanya teknologi informasi menurut DR Dr Johan Harlan misalnya mewajibkan
penderita Lepra menggunakan bel atau penggunaan bendera kuning pada kapal yang membawa penderita pes, dll. Sejak tahun 1990-an,
lanjut Kepala Pusat Studi Informatika Kedokteran Universitas Gunadarma, teknologi digital mulai merambah bidang ini. Inilah yang dikenal
saat ini dengan Telemedicine. Acara ini merupakan Sidang Ilmiah V dari Pusat Studi Informatika Kedokteran satu-satunya di Indonesia.

Seminar Awam: Gagal Ginjal dan Disfungsi Seksual, IKCC - Sabtu 18 November 2006
Apakah penderita Gangguan Ginjal harus selalu di-identik-kan dengan Disfungsi Seksual? Ternyata tidak. Dr WM Roan, DPM, SpKJ (K)
menjelaskan hal tersebut kepada para peserta / anggota Indonesian Kidney Care Club (IKCC) di Convention Room PT Bintang Toedjoe
Jakarta, Sabtu 18 November 2006. Acara ini merupakan kegiatan bulanan yang diselenggarakan oleh kelompok yang peduli terhadap
kesehatan ginjal tersebut.

APSR (The Asian Pacific Society of Respirology) ke-11, Kyoto, Jepang 19 – 22 November 2006
Kongres APSR (The Asian Pacific Society of Respirology) ke-11 yang diselenggarakan di Kyoto International Conference Hall, berlangsung
selama 4 hari, dihadiri oleh sekitar 1500 peserta dari negara Asia Pasifik. Kongres ini mengambil tema “ New Horizons of Respirology -
Harmonization Beyond Diversity”

WFAS International Symposium of Acupuncture 2006, Bali, 22-26 November 2006


Acara seminar WFAS International Symposium of Acupuncture 2006 mengambil tema "Acupuncture Today and Tomorrow". Dihadiri oleh
sekitar 250 peserta dari berbagai kota di Indonesia serta pembicara dari dalam dan luar negeri seperti dari China, Korea, Belanda, Kanada,
Vietnam, USA, Italia, Jepang, Irlandia dan Jerman.

KONAS I PERKAPI, JCC 24 - 25 November 2006


Life extension (perpanjangan usia) dapat dicapai dengan manipulasi genetik pada C. elegans, Drosophila (lalat buah) dan mencit. Pada
manusia hal ini masih belum dicapai karena begitu kompleksnya struktur kromosom/gen, demikian pemaparan pakar stem cell Indonesia,
dr Boenyamin Setiawan saat membawakan materi presentasi yang berjudul "Extending your Life Span with Stem Cells", pada acara
Kongres Nasional I Perhimpunan Kedokteran Anti Penuaan Indonesia (PERKAPI) di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat 24
November 2006. Acara KONAS I PERKAPI ini berlangsung selama dua hari, 24 - 25 November khusus untuk para dokter anggota IDI dari
pelbagai disiplin ilmu (spesialis). Untuk awam (non dokter), bisa mengikuti acara khusus pada hari kedua 25 November 2006 di tempat
yang sama. Peserta yang hadir selama acara diperkirakan 200 dokter dan 100 awam.

Laporan lengkap pelbagai simposium di atas (dalam Bahasa Indonesia/English), bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/seminar.

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Kecelakaan kerja yang tidak mungkin terjadi di 6. Infeksi antraks yang terberat ialah :
laboratorium: a) Antraks pulmonal
a) Tersengat listrik. b) Antraks intestinal
b) Infeksi c) Antraks kulit
c) Radiasi d) Antraks herbivora
d) Luka bakar e) Semua fatal
e) Semua mungkin
7. Pada penggunaan komputer, jarak mata - layar komputer
2. Yang paling berperan dalam sistim imunitas seluler : yang dianjurkan, minimal :
a) Monosit a) 20 cm
b) Limfosit T b) 40 cm
c) Limfosit B c) 60 cm
d) Mast cell d) 80 cm
e) Semua sama penting e) 100 cm

3. Penyakit yang tidak termasuk penyakit autoimun : 8. Cedera medula spinalis menyebabkan cedera neurologis
a) Psoriasis terutama/paling sering :
b) Sklerosis multipel a) Paraplegi komplet
c) Diabetes melitus b) Paraplegi inkomplet
d) Stroke c) Tetraplegi komplet
e) Artritis d) Tetraplegi inkomplet
e) Monoplegi
4. Sumber radiasi alfa yag terbanyak di alam berasal dari :
a) Thorium 9. Pemeriksaan terbaik untuk cedera medula spinalis :
b) Radium a) Pemeriksaan neurologik
c) Radon b) Rontgen vertebra
d) Uranium c) Punksi lumbal
e) Helium d) Mielografi
e) MRI vertebra
5. Efek radiasi terhadap sel yang terutama ialah terhadap:
a) DNA
b) RNA
c) Mitokondria
d) Membran sel
e) Sitoplasma
JAWABAN: 1.E 2.B 3.D 4.C 5.A 6.A 7.C 8.D
9.E

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007


ABSTRAK
ALERGI Zn diabetes lebih sedikit di kalangan MORTALITAS PASIEN HIV
amlodipin (567 vs. 799; 0,.70, 0.63-
Dari Jepang dilaporkan satu kasus 0.78, p < 0.0001) Sejumlah 18 program HAART di
perempuan 59 tahun yang mengalami Afrika, Asia dan Amerika Selatan
erupsi kulit telapak tangan dan kaki Lancet 2005;366::895-906 (rata-rata berpendapatan rendah) yang
brw
berupa pustulae, vesikel dan eritema diikuti olah 4810 pasien HIV-1 (+)
yang mengelupas sesuai dengan baru dibandingkan dengan 12 studi
pustulosis palmoplantar (PPP). Semua kohort di Eropa dan Amerika Utara
pemeriksaan laboratorium normal. Dia SUPLEMENTASI SENG (Zn) (rata-rata berpendapatan tinggi) yang
pernah mendapatkan perawatan gigi Suplementasi seng (Zn) telah diikuti olah 22217 pasien serupa.
yang ekstensif kira-kira 5 tahun yang dilaporkan dapat mencegah infeksi Semua pasien dari negara berpen-
lalu. Dilakukan patch-test terhadap saluran pernapasan atas dan diare di dapatan tinggi dan 2725 (57%) pasien
berbagai logam, dan setelah 48 jam kalangan balita. dari negara berpendapatan rendah
terlihat reaksi hebat terhadap Zn.. Di Bangla Desh, 1665 anak-anak dapat di follow-up dan datanya
Semua tambalan gigi dibongkar miskin perkotaan berusia 60 hari sd. 12 dianalisis.
dan diganti dengan bahan bebas Zn; bulan secara acak menerima 70 mg. Zn Dibandingkan dengan pasien yang
dan dalam 4 minggu semua lesi kulit atau plasebo sekali seminggu selama berasal dari negara berpendapatan
hilang tanpa pengobatan apapun. 12 bulan. tinggi, pasien yang berasal dari negara
Sejumlah 809 anak menerima Zn, berpendapatan rendah rata-rata
Lancet 2005;366:1050 812 plasebo dan 34 lainnya tidak mempunyai tingkat sel CD4 yang lebih
brw diikutsertakan kerena mengidap tbc. rendah (median 108 sel/ul vs. 234
Selama percobaan 103 anak dari sel/ul), lebih banyak perempuan (51%
kelompok Zn dan 44 dari kelompok vs. 25%) dan lebih sering memulai
ASCOT-BPLA kontrol keluar dari percobaan. pengobatannya dengan NNRTI (non-
Suatu studi multisenter, Kejadian pneumonia di kalangan nucleoside reverse transcriptase
prospektif, acak buta-ganda dilakukan Zn secara bermakna lebih rendah inhibitor) (70% vs. 23%).
atas 19 257 pasien hipertensi berusia dibandingkan kelompok kontrol (199 Setelah 6 bulan peningkatan rata-
40-79 tahun dan mengidap sedikitnya 3 vs. 286; RR 0.83, 95%CI 0.73-0.95) rata (median) sel CD4 (106 sel/ul vs.
risiko kardiovaskuler lain. Mereka dan juga berpengaruh kecil tetapi 103 sel/ul) dan persentase pasien yang
mendapat 5-10 mg. amlodipin, bermakna terhadap kejadian diare mencapai kadar HIV-1 RNA < 500
ditambah 4-8 mg perindopril jika perlu (1881 kasus vs. 2407; 0.94, 0.88 – copies/ml (76% vs. 77%) tidak
(n=9639), atau 50-100 mg. atenolol 0.99). berbeda.
ditambah 1.25 – 2.5 mg. bendroflu- Dijumpai 2 kematian di kelompok Mortalitas lebih tinggi di kalangan
methiazide jika perlu (n=9618). Zn dan 14 di kelompok plasebo berpendapatan rendah (124 kematian
Studi ini dihentikan sebelum (p=0.013). tidak dijumpai kematian selama follow up 2236 person-years)
waktunya setelah 5.5 tahun (median) terkait penumonia di kalangan Zn, ada dibandingkan dengan di kalangan
follow up dan 106 153 patient-years. 10 di kelompok plasebo. berpendapatan tinggi (414 kematian
Meskipun tidak bermakna, diban- Kelompok Zn lebih tinggi tetapi selama 20532 person-years).
dingkan dengan protokol atenolol, tidak lebih berat dibandingkan kelom- Hazard ratio mortalitas di
pasien dengan protokol amlodipin pok plasebo. Kadar Cu dan Hb tidak kalangan berpendapatan rendah
lebih sedikit yang menderita primary terpengaruh selama pengobatan Zn. dibandingkan dengan kalangan
endpoint (infark miokard non fatal dan Para peneliti menyimpulkan berpendapatan tinggi turun dari 4.3
penyakit jantung koroner fatal) – 429 bahwa suplementasi 70 mg. Zn sekali (95%CI 1.6 – 11.8) dalam bulan
vs. 474 (unadjusted HR 0.90, 95%CI seminggu menurunkan insiden pertama menjadi 1.5 (0.7-3.0) dalam
0.79-1.02, p=0.1052), stroke fatal dan penumonia dan kematian di kalangan bulan ke tujuh - duabelas.
non fatal – (327 vs. 422; 0.77, 0.66- anak-anak; tetapi mereka meragukan Pengobatan gratis dikaitkan
0.89, p=0.0003), kejadian dan tindakan ketaatan berobat mengingat pembe- dengan mortalitas yang lebih rendah
kardiovaskular total (1362 vs. 1602; riannya yang sekali seminggu. (adjusted HR 0.23; 95%CI 0.08-0.61).
0.84; 0.78-0.90, p<0.0001) dan
mortalitas semua sebab (738 vs. 820; Lancet 2005;366:999-1004
Lancet 2006;367:817-24
brw
0.89; 0.81-0.99, p=0.025). Kejadian brw

Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 55

You might also like