Professional Documents
Culture Documents
http://www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125-913X
Kesehatan Kerja
vol.34 no.1/154
Januari - Maret 2007
2007
http://www.kalbefarma.com/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
Artikel
5. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium – Sri
Sugihati Slamet
7. Urgensi Berdirinya Rumah Sakit Pekerja di Indonesia – Sudi Astono
9. Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal – Fikry Effendi
13. Stres dan Sistem Imun Tubuh : Suatu Pendekatan Psikoneuro-
imunologi – Bambang Gunawan, Sumardiono
17. Efek Kesehatan Pajanan Radiasi Dosis Rendah – Zubaidah Alatas
24. Antraks – Agus Sjahrurachman
29. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VDT) –
Nendyah Roestijawati
35. Pengaruh Perbedaan Intensitas Kebisingan terhadap Sindrom
Dispepsia pada Tenaga Kerja PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
– Hartono
39. Mielopati Servikal Traumatika : Telaah Pustaka Terkini – Rizaldy
Pinzon
43. Miliaria akibat Kerja – Aryawan Wichaksana
51. Kapsul
52. Informatika Kedokteran
53. Kegiatan Ilmiah
55. Abstrak
56. RPPIK
Cermin Dunia Kedokteran
E D I T O R I AL
Sebagian besar waktu (saat terjaga) kita dilewatkan di tempat kerja.
Oleh karena itu wajar jika seharusnya kesehatan kerja mendapat lebih
banyak perhatian dari kalangan kesehatan dan kedokteran.
Berbagai masalah kesehatan yang dapat timbul di lingkungan kerja
merupakan pokok bahasan Cermin Dunia Kedokteran edisi ini.
Beberapa penyakit/keadaan yang dapat merupakan risiko kerja seperti
masalah ergonomi, juga kami sertakan agar dapat memperluas
wawasan para sejawat sekalian.
Selain itu, edisi ini kami isi juga dengan beberapa artikel mengenai
lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti radiasi dosis
rendah, kebisingan dan penggunaan komputer. Dan satu artikel
mengenai stem cell yang tidak bisa ikut terbit bersama artikel stem cell
lain di edisi terdahulu.
Dimulai dari edisi 2007 ini, kami mengubah sistim penomoran majalah
menjadi sistim volume per tahun; dan karena majalah Cermin Dunia
Kedokteran telah terbit sejak tahun 1974, maka kami memulainya
dengan volume 34.
Datangnya tahun yang baru ini semoga juga membawa lebih banyak
kesejahteraan bagi sejawat sekalian
Redaksi
Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Laboratorium
Sri Sugihati Slamet
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Rumah sakit pekerja di Indonesia sudah sejak lama sangat dengan dokter perusahaan, poliklinik lain di luar perusahaan,
dibutuhkan. Baik dari pihak praktisi dan profesi atau asosiasi kerja sama dengan dokter praktek swasta, puskesmas maupun
bidang kesehatan kerja maupun dari pihak Depnaker dan rumah sakit. Perusahaan besar sering sudah punya rumah sakit
Universitas sudah berusaha untuk mengupayakan berdirinya sendiri. Namun di beberapa perusahaan, fasilitas pelayanan
rumah sakit pekerja; namun dari pihak pekerja sendiri masih kesehatan yang ditunjuk oleh Jamsostek lokasinya sering jauh
belum mendapat perhatian penting. dari pabrik sehingga akhirnya tenaga kerja berobat di mana saja
Upaya-upaya untuk memperjuangkan berdirinya rumah yang dapat dijangkau.
sakit pekerja banyak mengalami hambatan karena belum Dari berbagai sistim atau cara pelayanan kesehatan
mendapat dukungan yang kuat dari pihak penentu kebijakan. terhadap pekerja yang ada sekarang, tenaga kerja hanya
Belakangan ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sangat mendapatkan pengobatan secara umum dan sering hanya
menghendaki agar rumah sakit pekerja segera terealisir karena bersifat kuratif saja. Padahal tenaga kerja sering menderita
merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang penyakit yang lebih spesifik dibanding penyakit di masyarakat
sangat penting. Dilihat dari sumberdaya yang ada, rumah sakit pada umumnya, karena adanya berbagai penyebab penyakit
pekerja sangat mungkin direalisasikan apalagi jika didukung khusus yang ada di perusahaan tempatnya bekerja.
oleh PT Jamsostek. Dalam hal ini rumah sakit pekerja diharapkan akan
Sangat disayangkan jika ada pihak yang tidak mendukung menjadi pusat rujukan yang dapat menangani masalah
rencana atau upaya untuk merealisasikan berdirinya rumah kesehatan pekerja secara spesifik dan komprehensif.
sakit pekerja di Indonesia, apalagi jika berasal dari praktisi
kesehatan dan juga seorang pejabat di lingkungan Departemen KONDISI DI LAPANGAN
Kesehatan (Republika 7 Januari 2003). Para pekerja setiap hari selalu berhadapan dengan risiko
Seharusnya inisiatif berdirinya rumah sakit pekerja bahaya sesuai jenis pekerjaan dan kondisi tempat kerjanya yang
didukung oleh kita semua, khususnya para praktisi kesehatan dapat menimbulkan kecelakaan kerja (occupational injury)
dan kesehatan kerja dan pejabat terkait baik dari departemen maupun penyakit akibat kerja (occupational diseases). Sistem
Kesehatan, departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi maupun pelayanan kesehatan terhadap pekerja selama ini belum
departemen terkait lainnya termasuk dari pihak pengusaha dan memuaskan, baik dari segi pemerataan fasilitas pelayanan
pekerja. Dengan pikiran yang jernih niscaya kita menyadari (termasuk yang disediakan PT Jamsostek) maupun dari segi
bahwa berdirinya rumah sakit pekerja sangat penting dan mutu dan esensi pelayanannya.
sangat dibutuhkan khususnya bagi para pekerja dan bagi Berdasarkan pengalaman di lapangan, penulis yakin bahwa
bangsa Indonesia pada umumnya. penyakit akibat kerja cukup banyak terjadi, tetapi jarang sekali
Tenaga kerja merupakan agen dan aset nasional yang atau hampir tidak pernah dilaporkan oleh karena berbagai hal.
berperan besar dalam mendorong perekonomian negara. Maka Proses terjadinya penyakit akibat kerja ada yang bersifat akut
selayaknya tenaga kerja mendapat perlindungan sebaik dan lebih banyak lagi yang bersifat kronis atau perlahan-lahan
baiknya.. sehingga sering tidak disadari oleh pekerja dan jarang
Alasan mengapa rumah sakit pekerja sangat penting, terdeteksi sejak awal oleh tenaga medis. Dalam jangka waktu
kiranya perlu diketahui latar belakang dan banyaknya masalah tertentu (lama) penyakit akibat kerja dapat muncul menjadi
yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja di Indonesia. penyakit yang fatal atau sangat sulit disembuhkan. Hal ini bisa
terjadi saat seorang tenaga kerja masih produktif dan akan
SISTIM PELAYANAN KESEHATAN (KERJA) kehilangan produktifitasnya maupun sesudah berhenti bekerja
Selama ini kesehatan tenaga kerja dilayani melalui sehingga tidak lagi dapat diklaim ganti ruginya.
beberapa cara pelayanan antara lain : Poliklinik perusahaan Dengan demikian penyakit akibat kerja ibarat api dalam
sekam, yang suatu saat dapat menjadi permasalahan besar dan pada umumnya adalah tidak adanya perhatian khusus terhadap
akan disadari sesudah semuanya terlambat . penyakit akibat kerja. Baik pasien dari masyarakat umum
Dalam hal ini pekerja sangat dirugikan, karena penyakit maupun dari masyarakat pekerja mendapatkan penanganan
akibat kerja yang dideritanya tidak dapat dideteksi secara dini yang sama. Sehingga sampai sekarang data penyakit akibat
atau tidak mendapat penanganan yang tepat. Pada suatu saat kerja di Indonesia sangat minim.
akan dapat muncul penyakit akibat kerja yang sulit Hal tersebut di atas karena masih kurangnya SDM yang
disembuhkan. memiliki kompetensi di bidang kesehatan kerja, dan sangat
Dengan asumsi ini, bila tidak ada perubahan paradigma terbatasnya institusi pendidikan yang mencetak SDM tersebut.
dalam penanganan kesehatan pekerja maka permasalahan Salah satu syarat penyelenggaraan pendidikan spesialis
kesehatan kerja (penyakit akibat kerja) merupakan bom waktu. kedokteran okupasi adalah adanya rumah sakit pekerja. Jadi
Banyaknya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja juga berdirinya rumah sakit pekerja sangat dibutuhkan untuk
akan memperberat beban Jamsostek untuk memberikan ganti pengembangan ilmu (kesehatan kerja) dan peningkatan SDM di
ruginya. bidang kesehatan kerja.
Dengan alasan tersebut maka berdirinya rumah sakit Bagian Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
pekerja dapat menjadi salah satu faktor pendorong ke arah Universitas Indonesia pada saat ini sedang merencanakan untuk
pelayanan kesehatan tenaga kerja yang komprehensif. Rumah menyelenggarakan program pendidikan dokter spesialis
sakit pekerja juga sangat penting sebagai wahana pendukung Kedokteran Okupasi.
kemajuan ilmu pelayanan kesehatan kerja. Jamsostek memang
sudah selayaknya mendukung berdirinya rumah sakit-rumah Era Globalisasi
sakit pekerja. Dalam jangka panjang dengan adanya perubahan Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling
cara penanganan kesehatan pekerja maka Jamsostek akan berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau
diuntungkan. Asumsinya adalah, bila upaya pelayanan penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami
kesehatan kerja lebih baik dan dengan menitik beratkan pada kecelakaan kerja
aspek promotif dan preventif, maka diharapkan klaim Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan menurun. pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa
Secara ekonomis biaya pencegahan penyakit adalah lebih kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
murah dibanding dengan biaya pengobatan berbagai penyakit akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja
maupun perlukaan akibat kerja. sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang
kesehatan dan keselamatan kerja.
SUMBERDAYA MANUSIA DI BIDANG KESEHATAN Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan
KERJA keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang
Di Indonesia baru ada beberapa orang dokter ahli berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan.
kesehatan kerja (Spesialis Kedokteran Okupasi) yang Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada
menempuh pendidikannya di luar negeri karena di Indonesia di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja,
belum ada program pendidikan spesialis kedokteran okupasi. kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita
Di Bagian Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia baru tetap dapat ikut bersaing di pasar global.
ada program pendidikan Pascasarjana Kesehatan Kerja Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja
(Hiperkes Medis). Sudah puluhan sampai ratusan dokter yang merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun
telah menyelesaikan pendidikan tersebut. Jadi keberadaan niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu,
rumah sakit pekerja di Indonesia dapat didukung oleh SDM bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional
yang sudah ada tersebut walaupun masih perlu ditingkatkan serta untuk menghadapi persaingan global.
khususnya untuk tenaga dokter spesialis Kedokteran Okupasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah
sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat
Perkembangan Ilmu rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit
Kesehatan kerja merupakan sub disiplin ilmu tersendiri di akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri
bidang kesehatan yang memerlukan sumber daya manusia yang rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja
kompeten yaitu dokter spesialis okupasi atau lulusan S2 mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
Kesehatan Kerja. Penanganan kesehatan kerja juga yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit
memerlukan penanganan komprehensif layaknya penanganan pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal
kesehatan pada umumnya (promotif, preventif, kuratif dan ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
rehabilitatif). kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi.
Hal khusus yang perlu diperhatikan yaitu bahwa pekerja Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit
tertentu akan dapat menderita penyakit tertentu sesuai potensi pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan
bahaya pekerjaan atau tempat kerjanya. Kelemahan fasilitas dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita
pelayanan dan SDM yang menangani kesehatan tenaga kerja kritisi bersama.
- Memindahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya 10 menit. Selanjutnya adonan tersebut diuleni kembali secara
sehingga lebih efisien dan lebih produktif, untuk itu diperlukan manual selama 2 menit untuk mendapatkan adonan homogen.
disain mesin yang sesuai dengan operatornya. Posisi kerja : proses menguleni adonan dilakukan sambil ber-
- Memberi rasa aman terhadap pekerjaannya. diri dengan meja kerja permanen setinggi 70 cm yang terbuat
5. Penginderaan dari ubin/kayu dan berat adonan 6-8 kg.
- Kemampuan kelima indra manusia menangkap isyarat- b. Pencetakan
isyarat yang datang dari luar. Selanjutnya adoanan yang sudah homogen tersebut dimasukkan
ke dalam pencetak dan dimampatkan secara mekanis atau ma-
nual dan didapat keluaran berupa benang-benang adonan
APLIKASI ERGONOMI setebal 1 mm dari lobang pencetak, benang-benang adonan di-
tampung pada pencetak kerupuk sambil diputar-putar sehingga
1. Posisi duduk/bekerja dengan duduk, ada beberapa per- didapat bentuk yang bulat.
syaratan : Posisi kerja : pekerjaan pencetakan dilakukan sambil duduk
− Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya. di lantai.
− Tidak menimbulkan gangguan psikologis. c. Pengkukusan
− Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuas- Kerupuk mentah tersebut segera dimatangkan dengan cara
kan. pengkukusan selama 5-10 menit dan setelah matang dipindah
2. Posisi bekerja dengan berdiri : satu persatu dengan cara menjepit dengan jari-jari tangan ke
Berdiri dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung tempat yang lebih besar untuk dijemur di luar ruangan.
yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua tungkai. Pemindahan ke luar ruangan dilakukan dengan mengangkat
3. Proses bekerja tampah tersebut tinggi-tinggi dengan kedua tangan.
Ukuran yang benar akan memudahkan seseorang dalam Posisi kerja : pekerjaan memindahkan kerupuk setelah selesai
melakukan pekerjaannya, tetapi akibat postur tubuh yang dikukus dilakukan pada posisi duduk di lantai/jongkok.
berbeda, perlu pemecahan masalah terutama di negara-negara d. Penjemuran
berkembang yang menggunakan peralatan impor sehingga Kerupuk dijemur. Setelah kering ditampung dalam keranjang
perlu disesuaikan kembali, misalnya tempat kerja yang harus plastik dengan berat per keranjang 17-20 kg untuk disimpan
dilakukan dengan berdiri sebaiknya ditambahi bangku panjang sementara menunggu untuk digoreng.
setinggi 10-25 cm agar orang dapat bekerja sesuai dengan Posisi kerja : berdiri dengan tempat jemuran (para-para) yang
tinggi meja dan tidak melelahkan. terlalu rendah.
4. Penampilan tempat kerja e. Penggorengan
Mungkin akan menjadi baik dan lengkap bila disertai Kerupuk kering dalam keranjang dipindah ke tempat peng-
petunjuk-petunjuk berupa gambar-gambar yang mudah diingat, gorengan yang berjarak 10-12 meter. Proses penggorengan ke-
mudah dilihat setiap saat. rupuk dilakukan dalam 2 tahap, dengan minyak dingin dilan-
5. Mengangkat beban jutkan dengan minyak panas.
Terutama di negara berkembang mengangkat beban adalah Posisi kerja : proses penggorengan dilakukan dengan posisi
pekerjaan yang lazim dan sering dilakukan tanpa dipikirkan berdiri dengan 2 penggorengan dan tinggi wajan 70 cm; selesai
efek negatifnya, antara lain : kerusakan tulang punggung, ke- digoreng kerupuk dikemas dalam kaleng besar. Aliran udara di
lainan bentuk otot karena pekerjaan tertentu, prolapsus uteri, bagian ini kurang baik.
prolapsus ani ataupun hernia, dll. f. Pengemasan
Penanggulangan permasalahan ergonomi di setiap jenis pe- Posisi kerja : proses pengemasan dalam posisi berdiri mem-
kerjaan dapat dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bungkuk
bagaimana proses kerja dan posisi kerjanya.
Di bawah ini akan diuraikan contoh masalah ergonomi PENANGGULANGAN PERMASALAHAN ERGONOMI
yang dapat timbul akibat ketidaksesuaian antara pekerja dan
pekerjaannya: Aplikasi ergonomi dapat dilaksanakan dengan prinsip pe-
mecahan masalah; tahap awal adalah identifikasi masalah yang
Perajin Kerupuk sedang dihadapi. Hal ini dapat dilakukan dengan
Pekerjaan membuat kerupuk menggunakan bahan baku : mengumpulkan sebanyak mungkin informasi.
tepung tapioka, kanji, bahan tambahan pewarna dan penyedap. Langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah;
Hasil produksinya berupa kerupuk yang siap dimakan. masalah yang paling mencolok harus ditangani lebih dahulu.
Proses dan posisi kerja: Setelah analisis dikerjakan, maka satu atau dua alternatif inter-
a. Pembuatan adonan kerupuk vensi harus diusulkan.
Tepung tapioka dalam karung seberat 50 kg diangkat Pada pengenalan/rekognisi ada 3 hal yang harus
berdua dari tempat penampungan ke tempat pembuatan adonan diperhatikan, ketiganya berinteraksi dalam penerapan ergonomi
yang berjarak 2-8 meter. Bahan baku tersebut diaduk rata dengan fokus utama pada sumber daya manusia (human
secara mekanis selama 3-5 menit atau secara manual selama 7- centered design) :
ABSTRAK
Kondisi sehat dapat dipertahankan karena individu mempunyai ketahanan tubuh yang baik.
Stres terjadi karena tidak adekuatnya kebutuhan dasar manusia yang akan dapat bermanifes pada
perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku. Paradigma yang banyak dianut pada saat
ini adalah memfokuskan pada hubungan antara perilaku, sistem saraf pusat (SSP), fungsi endokrin
dan imunitas. Responsivitas sistem imun terhadap stres menjadi konsep dasar psikoneuro-
imunologi. Mekanisme hubungan tersebut diperantarai oleh mediator kimiawi seperti
glukokortikoid, zat golongan amin dan berbagai polipeptida melalui aksis limbik hipotalamus-
hipofisis-adrenal yang dapat menurunkan respon imun seperti aktifitas sel natural killer (NK),
interleukin (IL-2R mRNA), TNF-α dan produksi interferon gama (IFNγ).
menerima berbagai input, termasuk stresor yang akan dan produksi interferon gama (IFN-γ ) turun (4,5,19,22). Glaser et
mempengaruhi neuron bagian medial parvocellular nucleus al melaporkan adanya penurunan aktifitas Natural Killer Cell
paraventricular hypothalamus (mpPVN). Neuron tersebut akan (sel NK) dan produksi Interferon Gamma (IFN-γ) pada
mensintesis corticotropin releasing hormone (CRH) dan mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani ujian.
arginine vasopressin (AVP), yang akan melewati sistem portal Dilaporkan juga bahwa pada mahasiswa yang mengalami stres
untuk dibawa ke hipofisis anterior. Reseptor CRH dan AVP pada saat menjalani ujian terjadi penurunan IL-2R mRNA
akan menstimulasi hipofisis anterior untuk mensintesis (1992); sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
adrenocorticotropin hormon (ACTH) dari prekursornya, stres akibat masalah akademis dapat memodulasi interaksi sel
POMC (propiomelanocortin) serta mengsekresikannya. imunokompeten(4,5,16,25).
Kemudian ACTH mengaktifkan proses biosintesis dan Penelitian Uchakin dkk. (2003) pada 15 pelari maraton pria
melepaskan glukokortikoid dari korteks adrenal kortison pada menunjukkan peningkatan signifikan granulosit, sel MID, dan
roden dan kortisol pada primata. Steroid tersebut memiliki limfopenia beberapa saat setelah maraton. Sekresi IL-2 dan
banyak fungsi yang diperantarai reseptor penting yang interferon γ turun pada 0 dan 1 jam setelah lari sedangkan
mempengaruhi ekspresi gen dan regulasi tubuh secara umum sekresi TNF-α turun pada 0 jam dan tetap rendah setelah 5 hari.
serta menyiapkan energi dan perubahan metabolik yang Sekresi IL-6 turun pada 24 dan 48 jam dan konsentrasi ACTH,
diperlukan organisme untuk proses coping terhadap kortisol, β endorfin dan GH mencapai puncak pada 0 dan 1
stresor(3,6,18,19). jam(23).
Lebih menarik lagi adalah pengaruh stres (eksperimental)
terhadap organ atau jaringan tubuh tertentu. Contohnya
Pada kondisi stres, aksis pemberian syok elektris (electric footshock) intensitas rendah
akan meningkatkan produksi antibodi saluran pernafasan tikus.
LHPA meningkat Mekanismenya adalah melalui proses hambatan makrofag
alveolar yang bersifat supresif(21).
Stres kronik dengan tingginya kadar glukokortikoid
Pada kondisi stres, aksis LHPA meningkat dan biasanya akan menurunkan berat badan tikus, tetapi
glukokortikoid disekresikan walaupun kemudian kadarnya kebalikannya, stres kronik pada manusia dapat meningkatkan
kembali normal melalui mekanisme umpan balik negatif. nafsu makan dan berat badan. Orang depresi yang banyak
Peningkatan glukokortikoid umumnya disertai penurunan kadar makan mengalami penurunan kadar CRF serebrospinal,
androgen dan estrogen. Karena glukokortikoid dan steroid konsentrasi katekolamin dan aktivitas sistem hipotalamo-
gonadal melawan efek fungsi imun, stres pertama akan pituitari-adrenal. Efek glukokortikoid (GCs) sebagai hasil
menyebabkan baik imunodepresi (melalui peningkatan kadar sekresi adrenokortikotropin sangatlah kompleks; secara akut
glukokortikoid) maupun imunostimulasi (dengan menurunkan (dalam beberapa jam), glukokortikoid langsung akan
kadar steoid gonadal)(3,6). Karena rasio estrogen androgen menghambat aktifitas aksis hipothalamo-pituitari-adrenal,
berubah maka stres menyebabkan efek yang berbeda pada tetapi pada yang kronik (setelah beberapa hari) steroid di otak
wanita dibanding pria. Pada penelitian binatang percobaan, secara langsung akan terpacu(21).
stres menstimulasi respon imun pada betina tetapi justru Salah satu faktor yang tampaknya penting adalah
menghambat respon tersebut pada jantan.19 Suatu penelitian kemampuan individu untuk dapat mengendalikan stres.
menggunakan 63 tikus menunjukkan kadar testosteron serum Persepsi pengendalian memperantarai pengaruh stres pada
meningkat bermakna dan berahi betina terhadap pejantan sistem imun manusia. Dalam satu penelitian tentang efek
menurun(20). perceraian, pasangan yang memiliki kendali lebih besar
Selain kenaikan kadar ACTH, beta endorfin, enkefalin dan terhadap masalah ini memiliki kesehatan yang lebih baik dan
katekolamin di peredaran darah juga terjadi penekanan aktifitas menunjukkan fungsi sistem imun yang lebih baik. Demikian
sel NK saat stres. Blalock (1981) melaporkan bahwa limfosit pula, penelitian terhadap wanita dengan kanker payudara
yang mengalami infeksi virus dapat menghasilkan hormon menemukan bahwa pasien yang pesimistik memiliki
imunoreaktif (ir), antara lain irACTH, ir endorfin, irTSH dan kemungkinan lebih besar mengalami tumor baru dalam periode
limfokin yang sangat mirip dengan hormon sejenis yang lima tahun, bahkan setelah keparahan fisik penyakit mereka
dihasilkan di luar limfosit. Limfosit B dan limfosit T yang diperhitungkan(1,5). Karena konsep onkogen sudah diterima
merupakan sel efektor respon imun diketahui mempunyai secara luas, dan sudah digunakan sebagai indikator diagnosis,
reseptor opioid yang berbeda, sehingga pengaturan kualitas maka konsep psikoneuroimunologi ini akan menjadi ladang
maupun kuantitas opioid ini dapat mengatur respon imun. baru yang menarik bagi para peneliti kanker khususnya dan
Pengaruh stres terhadap sistem imun adalah akibat pelepasan berbagai penyakit pada umumnya.
neuropeptida dan adanya reseptor neuropeptida pada limfosit B
dan limfosit T. Kecocokan neuropeptida dan reseptornya akan
menyebabkan stres dapat mempengaruhi kualitas sistem imun KESIMPULAN
seseorang(5,9). Telah diuraikan bukti-bukti yang mendukung adanya
Beberapa penelitian imunologis menunjukkan stres interaksi dan hubungan antara saraf dan sistem imun. Beberapa
menyebabkan penurunan respon limfoproliferatif terhadap fenomena menunjukkan bahwa sistem saraf mengontrol sistem
mitogen (PHA, Con-A), aktifitas sel natural killer (NK) turun imun, dan sebaliknya. Sensitivitas sistem imun terhadap stres
merupakan konsekuensi tidak langsung dari proses pengaturan 11. Prawirohusodo S. Stres dan Kecemasan dalam : Kumpulan Makalah
Simposium Stres dan Kecemasan. Bagian Kedokteran Jiwa Fakultas
interaksi saraf pusat dengan sistem imun. Sistem imun Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 1988.
menerima sinyal dari otak dan sistem neuroendokrin melalui 12. Soewadi. Simptomatologi dalam Psikiatri, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa,
sistem saraf autonom dan hormon, sebaliknya mengirim Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. 1997.
informasi ke otak lewat sitokin. Bukti yang sudah jelas di 13. Charney DS, Manji HK 2004, Life stress, genes, and depression:
multiple pathways lead to increased risk and new opportunities for
antaranya adalah penurunan respon limfoproliferatif terhadap intervention. Sci STKE. 2004;225. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
mitogen (PHA, Con-A), aktifitas sel natural killer (NK), entrez/query.fcgi?cmd=Link&db=PubMed&dbFrom=PubMed&from_ui
Interleukin (IL-2R mRNA), TNF-α dan produksi interferon d=12706957 (2 Mei 2004)
gama (IFN-γ). Pendekatan psikoneuroimunologi akan sangat 14. The Stress Response. 2003, http: //www.paho.org/English/ped/
stressin3.pdf (2 Mei 2004)
bermanfat untuk mengungkap patogenesis, dan memperbaiki 15. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and Molecular
prognosis suatu penyakit. Immunology, Massachusetts: W.B. Saunders Co. 1999.
16. Notosoedirdjo M. Psychobiological Basis of Psychoneuroimmunology,
Folia Medika Indonesiana 1999:35;5-6
17. Dhabar FS. Stress response, adrenal steroid receptor levels and
corticosteroid-binding globulin levels- a comparison between Sprague-
KEPUSTAKAAN Dawley, Fisher 344 and Lewis rats. Brain Research 1993; 616: 89-98.
18. Spencer RL,McEwen BS.Adaptation of the hypothalamic pituitary-
1. Atkinson RL. Pengantar Psikologi jilid 2,, edisi 11, Penerbit Interaksara, adrenal axis to chronic ethanol stress. Neuroendocrinol. 1990: 52 ;481-
Batam Centre. 1998. 89.
2. Wheaton B. Stress, personal coping resources and psychiatric symptoms. 19. Grossman CJ. Immunoendocrinology, dalam : Basic and Clinical
J. Health and Social Behavior 1983;24 : 208-29 Endocrinology, Third ed. Lange Medical Book. 1991.
3. Hoshi K, Zhou XP. Stress and Immunity. Asian Med.J 1998; 41(9): 429- 20. Yoon H. Effects of stress on female rat sexual function, Internat.J.
33 Impotence Research. advance online publ [18 March 2004]
4. Daeng H. Psychobiology of Stress, Folia Medika Indonesiana 1999;35: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.
7-9 fcgi?dopt=DocSum&cmd=Search&db=PubMed&orig_db=PubMed&te...
5. Rabin BS. Stress, Immune Function and Health, the connection., Wiley- (3 Mei 2004)
Liss, A John Wiley & Sons,Inc, Publ. USA, 1999. 21. Perssons J. Stress and pulmonary immune functions in the rat
6. Baldwin A. Physiological basis of Psychoneuroimmunology [Lecture (dissertation). Free University, Amsterdam. 1995.
XXXX]. 2004 http://www.physiol.arizona.edu/PSIO430530/ slides/ 22. Zeier H, Brauchli P. Effects of work demand on immunoglobulin A and
Exercise_Baldwin_42_3.pdf (2 Mei 2004) cortison in air traffic controllers. Biol Psychol 1996;42:413-23
7. Janeway CA, Travers P, Walport M, Capra JD. Immunobiology: The 23. Uchakin PN. Immune and Neuroendocrine Alterations in Marathon
Immune System in Health and Disease. 4th ed. Churchill Livingstone, Runners. J. Appl. Res. 2003;3(4);483-94 http://www. jrnlappliedre
1999. search.com/articles/ Vol3Iss4/Uchakin.pdf
8. Chapel H, Haeney M, Misbah H, Snowden N. Essentials of Clinical 24. Dallman, Mary F et al. Chronic stress and obesity : A new view of
Immunology. 4th ed. Blackwell Science Ltd. 1999. “comfort food”, Proc Natl Acad Sci U S A. 2003; 100(20):11696-701.
9. Putra ST. Stres dan Immune Surveillance, Suatu Pendekatan http://www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1934666100 (2 Mei 2004)
Psikoneuroimunologi, Jurnal Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 25. Padgett DA, Glaser R, How stress influences immune response. Trends
1991;3 (3): 177-81 in immunology. 2003:24 (8):444-8 http:// medicine.osu.edu/ mindbody/
10. Darmono. Stres : Tinjauan dari Segi Fisik, Kejiwaan dan Sosio Budaya, pdf/how_stress_influences_immun.pdf (3 Mei 2004)
Medika 1985;11:1096-9
ABSTRAK
Manusia terpajan radiasi alam dari sumber eksterna, termasuk radionuklida di bumi dan
radiasi kosmik, dan dari sumber radiasi interna oleh radionuklida turunan uranium dan
throrium yang masuk ke dalam tubuh. Sistem metabolisme tubuh mempunyai kemampuan
untuk mentoleransi pajanan radiasi dan radioaktivitas yang ada di alam. Tetapi adanya
aktivitas beberapa industri yang menggunakan sumber alam dapat meningkatkan radio
nuklida alam sampai mendekati suatu batas yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan
pada manusia dan lingkungan, bila tidak dikontrol. Efek radiasi pengion pada manusia
merupakan hasil proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah pajanan, kemudian diikuti
dengan proses biologik dalam tubuh. Proses tersebut meliputi rangkaian perubahan pada
tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh. Radiasi dengan dosis serendah berapapun,
dapat menimbulkan efek kesehatan karena sebuah kejadian ionisasi dapat merusak DNA.
Kerusakan DNA inti diangggap sebagai kejadian awal yang menyebabkan kerusakan pada sel
berupa induksi kanker dan penyakit herediter. Ternyata kerusakan sitogenetik juga dapat
terjadi pada sel yang tidak terpajan radiasi secara langsung, dikenal sebagai bystander effects
.Tulisan ini adalah sebuah ulasan mengenai risiko kesehatan pajanan radiasi dosis rendah
terhadap tubuh dalam menimbulkan efek sitotoksik, yaitu induksi kanker pada sel somatik
tubuh dan efek herediter atau pewarisan pada sel genetik.
NORM (Naturally Occurring Radioactive Material) dan alam. Tetapi aktivitas beberapa industri yang
TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occurring menggunakan sumber alam dapat meningkatkan tingkat
Radioactive Material) adalah isu yang penting dan kompleks pajanan radiasi dan radioaktivitas alam mendekati batas yang
karena melibatkan ilmu pengetahuan, politik, bisnis dan berpotensi risiko kesehatan pada manusia dan lingkungan, bila
masyarakat. Radiasi alam sudah ada sejak adanya bumi ini, ada tidak dikontrol.
di mana-mana dan kita terpajan radiasi tersebut setiap hari. Radiasi alam terdiri dari radiasi kosmik dan radiasi yang
NORM dapat dijumpai dalam tubuh, dalam makanan yang kita berasal dari peluruhan radionuklida alam. Radionuklida alam
konsumsi, di berbagai tempat hidup dan bekerja, di tanah dan meliputi bahan radioaktif primordial dalam kerak bumi, hasil
juga di produk yang kita gunakan. Hampir semua yang ada di luruhannya, dan radionuklida yang dihasilkan oleh interaksi
alam mempunyai sejumlah kecil radioaktivitas alam. Sistem kosmik dengan radiasi. Radionuklida primordial mempunyai
metabolisme tubuh mempunyai kemampuan untuk waktu paruh sebanding dengan umur bumi. Radionuklida
mentoleransi pajanan radiasi dan radioaktivitas yang ada di kosmogenik dihasilkan secara terus menerus oleh
penghancuran nuklida stabil oleh sinar kosmik, terutama dalam
Dipresentasikan pada Seminar Aspek Keselamatan Radiasi dan Lingkungan atmosfer. (1)
Pada Industri Non Nuklir, Jakarta 18 Maret 2003,.
Radionuklida utama dalam TENORM adalah rantai Berbagai efek biomedik yang mungkin timbul sebagai
luruhan uranium-238 dan thorium-232. Radon sebagai hasil akibat pajanan radiasi dosis dan laju dosis rendah, yang
luruhan dari U-238 adalah sumber radioaktivitas alam terbesar meliputi perubahan gen dan kromosom harus diketahui dengan
bagi manusia. Radium dan radon adalah radionuklida yang baik. Studi terakhir tentang perubahan tersebut pada berbagai
digunakan untuk mengukur NORM dan TENORM di jenis sel termasuk sel limfosit manusia, telah menambah
lingkungan. Tingkat radioaktivitas TENORM sangat bervariasi, pengetahuan yang berhubungan dengan mekanisme dan
demikian pula bentuk dan volumenya. (1,2) hubungan dosis-respon. Di samping bukti bahwa kerusakan
Manusia terpajan radiasi alam dari sumber eksterna, molekuler yang menimbulkan kerusakan sel somatik dan sel
termasuk radionuklida di bumi dan radiasi kosmik, dan dari genetik dapat disembuhkan pada tingkatan tertentu, data
sumber radiasi interna oleh radionuklida turunan uranium dan terakhir menyatakan bahwa frekuensi efek tersebut meningkat
throrium yang masuk ke dalam tubuh. Jalur masuk pada radiasi tingkat rendah sebagai fungsi linear, nonthreshold
radionuklida adalah melalui ingesti (mulut) dan inhalasi. dari dosis.(5)
Kategori khusus pajanan radiasi interna merupakan pajanan Tulisan ini adalah sebuah ulasan mengenai risiko pajanan
paling besar dari sumber radiasi alam.(1) radiasi dosis rendah terhadap tubuh dalam menimbulkan efek
Efek radiasi pengion pada manusia merupakan hasil dari stokastik, yaitu induksi kanker pada sel somatik tubuh dan
rangkaian proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah penyakit herediter atau pewarisan pada sel genetik.
pajanan (10-15detik – beberapa detik), kemudian diikuti dengan
proses biologik dalam tubuh. Proses biologik meliputi RADON SEBAGAI SUMBER RADIASI ALAM
rangkaian perubahan pada tingkat molekuler, seluler, jaringan TERBESAR BAGI MANUSIA
dan tubuh. Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel Gas radon merupakan sumber radiasi alfa yang paling
atau perubahan pada sel, bergantung pada dosis radiasi yang banyak di alam. Diperkirakan radon banyak berada dalam
diterima tubuh. (3) rumah sekitar 50% dari dosis ekivalen yang diterima
Pada pajanan akut dosis relatif tinggi, efek yang timbul masyarakat dari semua sumber radiasi, baik alam maupun
merupakan hasil dari kematian sel yang dapat menyebabkan buatan manusia. Gas radon yang ada di udara secara spontan
gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian. akan meluruh atau berubah menjadi atom lain. Anak luruh
Efek seperti ini disebut efek deterministik yang umumnya radon ini bermuatan listrik dan dapat menempel pada partikel
segera dapat teramati secara klinis setelah tubuh terpajan debu yang dapat dengan mudah terinhalasi masuk ke paru dan
radiasi dengan dosis di atas dosis ambang. Selain itu, radiasi dapat menetap di sel paru. Dengan demikian organ target
dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan perubahan atau pajanan radon adalah sel epitel paru.(7,8)
transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang abnormal. Radiasi alfa yang dipancarkan oleh radon dan turunannya
Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel, berpotensi merusak sel dalam organ paru, khususnya DNA
khususnya DNA dan kromosom. Perubahan ini berpotensi yang ada di dalam inti sel. Karena jarak lintasan partikel alfa
menyebabkan terbentuknya kanker pada sebagian individu sangat pendek, maka radiasi alfa dalam paru tidak dapat
terpajan atau penyakit herediter pada turunan mereka. mencapai sel-sel organ lain. Dengan demikian, kanker paru
Probabilitas timbulnya kanker dan penyakit herediter adalah risiko kanker terpenting akibat pajanan radon dari udara.
meningkat dengan bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya Radon itu sendiri tidak secara langsung menyebabkan kanker
dengan keparahannya. Efek ini disebut efek stokastik yang paru tapi partikel alfa dari turunan radon secara langsung
terjadi akibat pajanan radiasi tanpa ada dosis ambang.(3) merusak sel2 target pada paru dan menginduksi pembentukan
Dengan demikian, radiasi pada dosis serendah berapapun, kanker.(8)
dapat menimbulkan efek kesehatan karena sebuah kejadian
ionisasi dapat menimbulkan kerusakan DNA. Dosis kecil, 10-
100 mSv, meningkatkan sekitar 1% laju latar kerusakan DNA Tidak diragukan lagi bahwa
yang terjadi secara alamiah.(4) Tidak diragukan lagi bahwa
tidak ada dosis atau laju dosis radiasi yang aman dalam hal tidak ada dosis atau laju dosis
menimbulkan efek pada manusia. Adanya efek kesehatan
radiasi pengion dosis rendah telah mengubah pernyataan “small radiasi yang aman
dose may cause harm” menjadi “small dose definitely will
cause harm”.(5,6) Terdapat perbedaan utama antara radiasi alfa sebagai
Sejumlah pendekatan fisik dan biologik telah dilakukan radiasi dengan LET (Linear Energy Transfer) tinggi dan radiasi
untuk menggambarkan batasan dosis dan laju dosis rendah. gama/sinar x sebagai radiasi LET rendah, dalam hal distribusi
Dari aspek mikrodosimetri, dosis rendah adalah di bawah 1 energi pada populasi sel atau jaringan yang terpajan. Ionisasi
mGy. Sedangkan dari radiobiologi, sekitar 20mGy adalah dosis akan terjadi pada setiap interval 100 nm atau lebih di sepanjang
rendah. Studi epidemiologi menyatakan bahwa dosis rendah lintasan radiasi gamma/X yang akan menembus suatu jaringan
adalah dalam orde 200 mGy, berapapun besar laju dosisnya. sejauh beberapa cm, sebelum melepaskan semua energinya. Ini
Sedangkan studi induksi tumor pada hewan percobaan menyebabkan terjadinya distribusi energi yang merata dalam
menyarankan bahwa laju dosis sekitar 0,1 mGy/menit adalah jaringan, dengan demikian dosis radiasi yang diterima sel
rendah, berapapun besar dosis totalnya.(6) dalam jaringan adalah sama dengan tingkatan pajanan yang
sangat rendah. Sedangkan radiasi alfa, ionisasi akan terjadi pada penambang bawah tanah yang terpajan jauh lebih besar
pada setiap 0,2-0,5 nm, sehingga terjadi deposisi energi yang dari penduduk. Pajanan rerata turunan radon terhadap para
besar pada satu lokasi tertentu. Umumnya partikel alfa melintas pekerja tambang di Colorado sekitar 2,8 Jhm-3 /5 tahun (800
hanya sejauh sekitar 50 µm sebelum semua energinya habis WLM). Berarti sebuah inti sel pada epitel bronchus
dilepaskan.(3,7) diperkirakan menerima rerata sekitar 1-5 lintasan partikel alfa
Efek pada sel yang dilintasi oleh sebuah partikel alfa atau 0,567 Jhm-3 (162 WLM) per tahun. Sedangkan penduduk
masih kontroversial. Diduga sebagian besar sel yang dilintasi terpajan radon dalam ruangan (sekitar 50 Bqm-3) sekitar kurang
oleh sebuah partikel alfa akan mati akibat deposisi energi yang dari 1 dari 104 sel akan dilintas oleh lebih dari satu partikel alfa
besar dalam inti sel dan kerusakan pada DNA. Efek ini dapat atau 0,0007 Jhm-3 (0,2 WLM) per tahun. Diperkirakan kurang
bersifat tidak letal; pada sebagian sel yang terpajan yang dapat dari 1 dari 400 inti sel basal (atau kurang dari 1 dari 100 inti sel
bertahan hidup mengalami kejadian mutagenik.(8) Tetapi Hei sekretori) akan dilintas oleh sebuah partikel alfa per tahun.(8)
dkk.(9) menunjukkan bahwa lintasan sebuah partikel alfa Studi inhalasi radon menunjukkan bahwa frekuensi kanker
mempunyai probabilitas rendah dalam mematikan sebuah sel, sel kecil paru di bagian tengah paru pada penambang uranium
lebih dari 80% sel akan tahan hidup akibat pajanan tersebut. yang merokok sigaret lebih besar (30,8%) dari bukan
Lebih jauh lagi, frekuensi mutasi gen meningkat sampai lebih penambang (10,6%). Bagian ini menerima dosis radiasi paling
dari 2 kali dari latar pada sel-sel yang tetap hidup. Frekuensi tinggi pada sel epitel paru. Jenis sel epitel saluran pernafasan
mutasi akan meningkat lebih lanjut pada sel yang dilintasi yang juga berisiko tinggi terhadap kanker akibat radon adalah
sampai 4 partikel alfa, masih dengan hanya efek sitotoksik sel sekretori. Sel basal dan sekretori dapat membelah dan
yang sedang. berdifferensiasi. Sel sekretori membelah sebagai respon
Pajanan radon dosis rendah seperti yang terjadi dalam terhadap trauma fisik atau kimia dan terlibat dalam proses
rumah, merupakan faktor lingkungan utama yang berpotensi perbaikan sel di sepanjang traheobranchial.(8)
menimbulkan kanker paru. Studi epidemiologi dan penelitian
pada hewan menunjukkan hubungan positif antara pajanan EFEK RADIASI TINGKAT SELULER
partikel alfa dari radon dan turunannya dengan kanker paru. Kerusakan tingkat sel dan jaringan akibat radiasi meliputi
Berdasarkan laporan terakhir dari BEIR VI, diperkirakan kerusakan DNA dan kromosom yang berpotensi menyebabkan
bahwa 10 -14% dari semua kematian akibat kanker paru di AS, mutasi sel somatik dan genetik dan prosees transformasi sel.
berhubungan dengan pajanan gas radon dari lingkungan(8). Kerusakan dapat pula terjadi pada struktur seluler lain, yang
Mekanisme dasar partikel alfa menyebabkan kanker paru mengakibatkan kematian sel atau kerusakan subletal pada sel,
belum diketahui dengan baik, tetapi sejumlah kerusakan kerusakan seperti ini umumnya tidak berakhir dengan
genetik yang meliputi kerusakan kromosom, mutasi gen, terbentuknya kanker atau penyakit herediter. (6)
induksi mikronuklei dan sister chromatid exchanges (SCE)
diketahui berhubungan dengan kerusakan pada DNA akibat 1. Efek Radiasi pada DNA
partikel alfa.(10) Target utama kematian sel yang diinduksi oleh radiasi
Pada tingkat pajanan radon dalam rumah, sebagian besar adalah DNA. Radiasi dapat menimbulkan efek pada DNA baik
sel epitel bronchus tidak akan dilintasi oleh partikel alfa sama secara langsung maupun tidak langsung melalui radikal bebas
sekali berarti tidak menerima dosis radiasi, dan sebagian sebagai hasil interaksi radiasi dengan molekul air. (3,5)
lainnya akan dilintasi hanya oleh sebuah partikel. Sebuah sel Struktur DNA berbentuk heliks ganda yang tersusun dari
epitel paru sangat jarang dilintasi oleh lebih dari satu partikel ikatan antara gugus fosfat dengan gula dioksiribosa yang
alfa per sepanjang hidup manusia. Sedangkan pada tingkat membentuk strand DNA, dan ikatan antar basa nitrogen yang
radon yang lebih tinggi, seperti tambang uranium, sel bronchus menghubungkan kedua strand DNA. Sebagian besar kerusakan
sering terpajan oleh banyak lintasan partikel alfa dalam waktu DNA berupa kerusakan pada basa, hilangnya basa, putusnya
yang singkat.(11) Meskipun proses perbaikan dapat berlangsung, ikatan antar basa dan juga putusnya ikatan gula dengan fosfat
lintasan sebuah partikel alfa tetap berpotensi menimbulkan sehingga terjadi patahan pada salah satu strand yang disebut
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada sel yang tidak mati. single strand break (ssb). Kerusakan di atas dapat dikonstruksi
Lintasan tunggal sebuah partikel alfa diperkirakan akan kembali secara cepat tanpa kesalahan oleh proses perbaikan
menggandakan frekuensi mutasi spontan, sedangkan enzimatis dengan menggunakan strand DNA yang tidak rusak
peningkatan frekuensi mutasi sampai 2 – 3 kali lebih besar sebagai cetakan.(1,3)
dapat terjadi akibat lintasan sampai 4 partikel alfa per sel.(12) Sel mampu melakukan proses perbaikan terhadap
Ekstrapolasi pajanan radon dari dosis tinggi ke rendah kerusakan DNA dalam beberapa jam, tetapi dapat tidak
dipengaruhi oleh efek laju dosis yang nampaknya terjadi pada sempurna terutama terhadap kerusakan DNA yang dikenal
tingkat pajanan dengan lintasan banyak partikel per inti sel sebagai double strand breaks (dsb) yaitu patahnya kedua strand
terjadi. Hubungan dosis respon antara radon dengan risiko DNA. Proses perbaikan dengan kesalahan dapat menghasilkan
kanker adalah hubungan linier tanpa dosis ambang. Meskipun mutasi gen dan abnormalitas kromosom yang merupakan
demikian, selalu terdapat kemungkinan adanya sebuah karakteristik pembentukan malignansi.(1,3)
hubungan ambang antara pajanan dengan risiko kanker paru Kerusakan dsb dianggap sebagai penyebab kerusakan
pada pajanan radon dengan dosis yang sangat rendah.(8) genotoksik dan dengan tidak adanya proses perbaikan yang
Perkiraan risiko radon terutama dari studi epidemiologi efisien dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jangka
panjang, bahkan pada dosis yang paling rendah. Trak tunggal, sekitar 5-10/1000 sel limfosit dan lebih bervariasi sehingga
meskipun dari radiasi LET rendah, mempunyai probabilitas relatif sulit untuk digunakan untuk mengukur peningkatan
untuk menghasilkan satu atau lebih dsb pada DNA. Oleh respon pada dosis di bawah 200 -300 mGy. Dengan demikian
karena itu konsekuensi seluler dari dsb atau interaksi antar dsb, translokasi sebagai aberasi kromosom stabil mempunyai arti
mungkin terjadi pada dosis dan laju dosis paling rendah. yang kecil dalam memperoleh informasi tentang bentuk
Probabilitas dsb/sel diperkirakan sekitar 4/sel/100 mGy. Rasio hubungan dosis respon pada dosis rendah.(6)
ssb plus kerusakan basa dengan dsb yang diinduksi radiasi LET Hasil penelitian in vitro pada sel limfosit manusia
rendah adalah sekitar 50:1. Kerusakan komponen sel lainnya menunjukkan bahwa dosis radiasi sinar X terendah yang dapat
(kerusakan epigenetik) mungkin mempengaruhi fungsi sel dan menginduksi aberasi kromosom tidak stabil (disentrik dan
progresi ke tingkat malignansi.(3,6) cincin) dan mutasi adalah 20 mGy, sedangkan dosis radiasi
Terdapat perbedaan utama dalam hal tingkat atau spektrum sinar gamma untuk menginduksi aberasi kromosom stabil
ionisasi yang diinisiasi oleh partikel alfa dan sinar gamma. (translokasi) adalah 250 mGy. Beberapa studi tidak dapat
Partikel alfa menghasilkan lebih banyak ionisasi multipel memperoleh informasi tentang efek radiasi pada dosis jauh di
dalam DNA dan pada molekul sekitar, dibandingkan radiasi bawah sekitar 20 mGy untuk aberasi kromosom, 100 mGy
gamma. Dengan demikian radiasi alfa menghasilkan kerusakan untuk transformasi sel, dan 200 mGy untuk mutasi somatik.
lokal yang lebih parah (clustered damage) yang kecil Bentuk pasti dari respon untuk efek seluler pada dosis rendah
kemungkinannya dapat diperbaiki.(8) masih belum jelas.(6)
Radiasi LET tinggi jauh lebih efektif dari radiasi LET
Gambar 1. Kerusakan pada DNA akibat pajanan radiasi dalam menimbulkan efek seluler berupa dsb, aberasi
kromosom, transformasi dan mutasi dan juga efek seperti
kanker dan pemendekan umur pada hewan. Radiasi pengion
termasuk radiasi alfa tidak efisien khususnya dalam
menimbulkan mutasi titik, tetapi menyebabkan sejumlah delesi
interstisial dan translokasi resiprokal dengan efisiensi tinggi
[6,8]. Telah dibuktikan bahwa dosis sangat rendah partikel alfa
dapat menginduksi sister chromatid exchanges (SCE) pada sel
ovarium hamster dan sel fibroblast manusia. Pada populasi sel
ovarium hamster yang diiradiasi tersebut, dimana sekitar < 1%
sel yang dilintas satu partikel alfa, terjadi peningkatan SCE
pada > 30% sel.(10)
Studi aberasi kromosom menunjukkan bahwa terdapat
hubungan dosis respon yang linier untuk kerusakan sitogenetik
akibat radiasi LET tinggi dan linier kuadratik akibat radiasi
LET rendah. Dosis fraksinasi atau dosis protraksi mempunyai
efek kecil dalam induksi aberasi kromosom setelah pajanan
radiasi LET tinggi. Studi pada manusia dan sel rodent
menunjukkan bahwa setelah pajanan partikel alfa dosis rendah,
jumlah sel dengan peningkatan frekuensi aberasi sister
chromatid exchange lebih besar dari jumlah inti sel yang
dilintasi partikel alfa.(8)
menjadi lebih besar dari inti sel yang dilintas.(8,13,14) progresi adalah tahap terjadinya peningkatan tingkat
Hasil studi efek bystander yang diinduksi partikel alfa keganasan.(3)
menyimpulkan bahwa (1) Sebuah sel yang diiradiasi dapat Radiasi merupakan karsinogen bersifat universal yang
mengirim signal yang menyebabkan sebuah respon onkogenik dapat menginduksi kanker di sebagian besar jaringan tubuh dari
pada bystander cells, yaitu sel yang intinya tidak terpajan berbagai jenis organisma pada berbagai umur, termasuk janin
radiasi, (2) suatu populasi sel mempunyai sebuah supopulasi dalam kandungan. Kanker yang diinduksi oleh radiasi, tipe
kecil yang hipersensitif terhadap proses transformasi dengan histologinya sama dengan yang terbentuk secara spontan, tetapi
adanya signal bystander, dan (3) respon sel bystander distribusi jenisnya berbeda. Karena kemampuan radiasi untuk
nampaknya berupa ada atau tidak ada, artinya bila sebuah sel menembus sel tubuh dan melepaskan energinya pada sel
bystander telah menerima cukup signal, maka signal berikutnya tersebut secara acak, maka semua sel dalam tubuh berisiko
tidak akan meningkatkan respon sel. Hasil ini menunjukkan rusak akibat radiasi pengion. Berdasarkan studi pada sistem
bahwa efek bystander mungkin berperan penting dalam seluler dan diperkuat dengan studi pada hewan, diketahui
mekanisme induksi kanker [10,11]. Fenomena ini dapat bahwa radiasi adalah karsinogen dan mutagen yang lemah
dipertimbangkan sebagai efek karsinogenik radiasi dosis dibandingkan dengan karsinogen bahan kimia, tetapi efeknya
rendah terutama LET tinggi seperti partikel alfa dari radon. dapat dimodulasi dengan berbagai faktor sekunder lain.(12)
Hanya sebagian kecil dari sel epitel bronchus yang akan benar- Radiasi dapat berperan dalam tahap inisiasi karsinogenesis
benar dilintas oleh sebuah partikel alfa dari pajanan radon hanya dengan sekali pajanan. Radiasi LET tinggi dan rendah
dalam rumah (domestik) selama hidup seseorang.(12) telah ditunjukkan mampu menginduksi perubahan kromosomal
Kerusakan jaringan dan kematian sel yang diinduksi oleh dan mutasional yang muncul pada turunan dari sel yang
radiasi dapat mempercepat mekanisme penggantian sel yang terpajan beberapa generasi setelah pajanan awal. Perubahan
rusak melalui peningkatan aktivitas pembelahan sel. dapat terjadi pada sel yang tetap hidup setelah pajanan, bahkan
Mekanisme apoptosis secara normal dan spontan, bersama setelah dosis yang hanya memberikan rerata hanya satu lintasan
dengan peningkatan proliferasi sel dapat mengeliminasi sel partikel alfa per sel. Radiasi terbukti juga berperan dalam tahap
yang rusak, berpotensi mereduksi risiko terjadinya transformasi proses promosi dan juga progresi. proses epigenetik
sel dan kanker. Di sisi lain, perubahan kinetika penggantian sel (perubahanan non mutasi) seperti bystander effects dan
berpotensi meningkatkan ekspansi klonal dari sel terubah atau instabilitas genomik, diketahui mempengaruhi aspek respon
sel abnormal sehingga meningkatkan risiko kanker. Proliferasi seluler tertentu in vitro.(5,6)
sel adalah sebuah tahapan yang dibutuhkan selama induksi Selain itu terdapat dua jenis gen yang terlibat dalam
kanker dimana tanpa itu kanker tidak akan terbentuk, oleh inisiasi karsinogenesis yaitu proto onkogen dan gen penekan
karena itu peningkatanan proliferasi sel dapat dilihat sebagai tumor (tumor supressor gen atau anti onkogen). Kedua gen ini
suatu mekanisme baik dalam proses perbaikan jaringan atau mengontrol rangkaian biokimia yang sangat komplek yang
dalam promosi proses pembentukan kanker. Hilangnya kontrol meliputi signaling seluler dan interaksi seluler, pertumbuhan,
apoptosis juga diyakini sebagai proses penting dalam mitogenesis, apoptosis, stabilitas genomik dan diferensiasi.
perkembangan neoplasia.(8) Mutasi atau perubahan aktivitas kedua gen ini dapat mengubah
Telah diketahui bahwa radiasi pengion umumnya dan mekanisme pengaturan rangkaian biokimia yang memberikan
partikel alfa khususnya mengakibatkan penundaan perjalanan kontribusi terhadap perkembangan proses multi tahap dari
atau progresi melewati tahap G2 dan g1 dari siklus sel. neoplasia. Pada tahap inisiasi, radiasi dapat mengaktivasi proto
Penundaan G2 dipostulasikan memberikan waktu lebih lama onkogen menjadi onkogen dan menginaktivasi gen penekan
untuk berlangsungnya proses perrbaikan terhadap kerusakan tumor, antara lain melalui mekanisme amplifikasi, translokasi
yang terjadi, sebelum memasuki tahap mitosis. Penundaan G1 dan delesi.(6,8) Kanker tertentu yang diketahui diinduksi oleh
bergantung pada fungsi dari protein p53 dan pada pengontrolan radiasi (seperti jenis leukemia dan sarkoma), terbentuk akibat
ekspresi gen Rb. Sel tumor tanpa p53 atau dengan mutasi p53 delesi pada kromosom dan translokasi (Tabel 1).(12,15)
telah kehilangan kemampuannnya untuk merespon terhadap
arrest siklus sel setelah pajanan sinar gamma.(8) Tabel 1. Berbagai kerusakan pada kromosom yang dijumpai pada
beberapa jenis karsinoma.
Sumber informasi utama tentang kanker yang diinduksi neonatal, malformasi, penyakit keturunan, sterilitas) sebagai
radiasi adalah Japanese Life Span Study (LSS) atas korban bom akibat dari mutasi gross (genomik, kromosomal, gen-gen
atom Hiroshima & Nagasaki. Studi ini memberikan informasi penting) yang bersifat dominan. Efek ini terbukti terjadi pada
tentang hubungan dosis respon terhadap induksi tumor dan rodensia, insekta dan ikan, tapi tidak pada manusia. Karena
informasi kuantitatif risiko kanker akibat pajanan radiasi dosis adanya mekanisme seleksi yang kuat terhadap kelainan parah
sedang/menengah sampai tinggi. Data memberikan perkiraan pada stadium awal kehamilan, efek genetik akibat radiasi
terbaik risiko kanker akibat radiasi LET rendah dengan dosis tampaknya sukar ditemukan pada manusia. (2) Peningkatan
dari 20 sampai 250 cGy. Risiko kanker pada dosis di bawah 20 risiko kanker sebagai konsekuensi dari bertambahnya kejadian
cGy masih kontroversial. Berdasarkan studi tersebut, ICRP dan kanker secara spontan dan meningkatnya sensitivitas terhadap
NCRP merekomendasikan agar perkiraan risiko kanker akibat karsinogen. (3) Menurunnya ketahanan tubuh sebagai efek
pajanan radiasi dosis rendah diekstrapolasi dari dosis lebih kesehatan non karsinogenik. Kedua efek genetik yang terakhir
tinggi dengan menggunakan model hubungan dosis respon diperkirakan karena ketidakstabilan genomik sel anak.(14)
yang linier, tanpa dosis ambang. Rekomendasi ini berdasarkan Semua mutasi mempunyai efek berbahaya. Sebagian
pada pemahaman bahwa DNA inti adalah target utama dari mutasi mempunyai efek drastis yang diekspresikan segera, dan
efek genotoksik radiasi. Studi follow-up menunjukkan dieliminasi dari populasi secara cukup cepat. Mutasi lain
peningkatan nyata risiko kanker solid/mampat fatal yang mempunyai efek menengah dan ada untuk beberapa generasi,
diinduksi radiasi pada rentang dosis 0 – 50 mSv.(6,16,17) menyebarkan kerusakan di antara turunan individu. Meskipun
Risiko kanker bergantung pada jenis kanker, usia dan seks demikian, banyak efek berlangsung lama yang tidak mungkin
dari individu yang terpajan, besarnya dosis pada organ tertentu, diperkirakan berdasarkan data yang ada sekarang.(5)
kualitas radiasi, cara terpajan apakah kronik atau akut, dan
Tabel 2. Perkiraan efek genetik yang diinduksi oleh radiasi dengan dosis
adanya pajanan karsinogen dan promoter lain yang mungkin (5,18)
1 rem per generasi dalam suatu populasi manusia.
berinteraksi dengan radiasi. Diperkirakan bahwa jika 100.000 6
Jenis Kelainan Kejadian/10 bayi
orang dari semua umur menerima radiasi gamma secara akut
seluruh tubuh sebesar 10 cGy, sekitar 800 kematian ekstra Penyakit Mendelian
akibat kanker dapat terjadi selama sisa hidupnya sebagai Dominan autosom 2500-7500
tambahan terhadap hampir 20.000 kematian akibat kanker yang Resesif autosom 2500
dapat terjadi tanpa radiasi.(5) Kromosom X (x-linked) 400
Translokasi 600
Trisomi 3800
2. Evaluation of EPA Guidelines for Exposure to Norm. Evaluation of Particle-Induced Sister Chromated Exchange in Normal Human Lung
Guidelines for Exposures to Technologically Enhanced Naturally Fibroblasts: Evidence for an Extranuclear Target. Radiat. Res. 146, 260-
Occurring Radioactive Materials. National Academy Press, Washington, 267.
DC. 1999. 11. Miller RC, Randers-Pehrson G, Geard CR, Hall EJ, Brenner DJ. The
3. Hall EJ. Radiobiology for the Radiologist. 3rd ed Lippincott William Oncogenic Transforming Potential of the Passage of Single α Particles
&Wilkins, Philadelphia, USA,2000. Through Mammalian Cell Nuclei. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 96, 19-22.
4. Mossman KL. Radiation Risks and Linearity: Sound Science? Proc. 1999.
Nordic Soc. for Radiation Protection Seminar. Reykjavik. 26-29 August 12. Little JB. Radiation Carcinogenesis. Carsinogenesis 21, 397-404, 2000.
1996. 13. Brenner DJ, Gerard CR, Hall EJ, Sachs RK. Are Bystander Effects
5. Biological Effects of Ionizing Radiation V. Health Effects of Exposure to Important at Low Radiation Dose?. DOE/NASA Radiation Investigators’
Low Levels of Ionizing Radiation. National Academy Press, Washington, Workshop. Washington, DC. 27-30 June 2001.
DC. 1990. 14. Zhou H, Pehrson G, Waldren CA, Vannais D, Hall EJ, Hei TK. Induction
6. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation of a Bystander Mutagenic Effect of Alpha Particles in Mammalian Cells.
2000 Report to the General Assembly. Sources and Effects of Ionizing Proc. Natl. Acad. Sci.USA. 97.2099-2104. 2000.
Radiation. Vol. II. United Nations, New York. 2000. 15. Croce CM. Role of Chromosome Translocations in Human Neoplasia.
7. Little JB. What are the Risks of Low-Level Exposure to α Radiation from Cell, 49, 155-156, 1987.
Radon?. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 94, 5996-5997. 1997. 16. International Commission on Radiological Protection. Recommendations
8. Biological Effects of Ionizing Radiation VI. Health Effects of Exposure Report No. 60. Pergamon, New York. 1991.
to Radon. National Academy Press, Washington, DC. 1999. 17. National Council on Radiation Protection and Measurements. Report 116.
9. Hei TK., Wu L, Liu S, Vannais D, Waldren C., Pehrson G. Mutagenic NCRPM, Bethesda. 1993.
Effects of a Single and an exact Number of α Particles in Mammalian 18. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation
Cells. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 94, 3765-3770. 1997. 2001 Report to the General Assembly. Hereditary Effects of Radiation.
10. Desphande A, Goodwin EH, Bailey SM, Marrone BL, Lehnert BE. Alfa- United Nations, New York.2001.
Antraks
Agus Sjahrurachman
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
(i) Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Purwakarta, Subang, Antigen somatik merupakan polisakarida yang mengandung
Bekasi, Karawang dan Bogor, (ii) Jawa Tengah yang meliputi D-galaktosa dan N-asetil galaktosamin sama banyaknya.
kabupaten Boyolali, Semarang, Kudus, Demak, Kotamadya Antigen somatik ini bereaksi silang dengan darah golongan A
Solo dan Salatiga, (iii) Nusa Tenggara Barat yang meliputi dan pneumokokus tipe 14. Antibodi terhadap antigen somatik
kabupaten Sumbawa dan Bima dan (iiii) Nusa Tenggara Timur tidak bersifat melindungi. (iii) Antigen toksin.
yang meliputi kabupaten Ngada dan Manggarai. Kekerapan Virulensi kuman antraks ditentukan oleh dua faktor, yaitu
antraks endemis di Indoensia biasanya musiman; tertinggi pada kapsul kuman dan toksin. Toksin kuman yang ditemukan pada
musim hujan. tahun 1950-an oleh Smith dan Keppie, terdiri dari tiga
komponen, yaitu faktor I (faktor edema atau EF), faktor II
(faktor antigen protektif atau PA) dan faktor III (faktor letal
ASPEK BAKTERIOLOGI ANTRAKS atau LF). Toksin kuman antraks pada pejamu akan
menyebabkan kematian fagosit, edema, kematian jaringan dan
Kuman antraks merupakan kuman berbentuk batang perdarahan. Ketiga faktor ini jika berdiri sendiri-sendiri tidak
dengan dimensi kira-kira 5-10 kali 1-3 mikrometer. Pada toksis. PA akan membentuk komplek dengan EF menjadi
sediaan yang berasal dari darah atau binatang terinfeksi, kuman toksin edema. PA juga membentuk komplek dengan LF
tampak berpasangan atau tunggal. Kuman tidak mempunyai menjadi toksin letal. Peran PA tampaknya memfasilitasi
flagel. Kapsul kuman dibentuk pada jaringan terinfeksi, tetapi masuknya EF dan LF ke dalam sel dengan jalan berikatan
tidak in vitro kecuali dibiak di media yang mengandung dengan reseptor seluler. Ikatan PA dengan reseptor selulernya
bikarbonas dan dieram pada lingkungan CO2. Spora dibentuk di membentuk saluran yang memungkinkan EF dan LF masuk ke
tanah, jaringan/binatang mati dan tidak terbentuk di jaringan dalam sel. EF merupakan enzim adenilsiklasa inaktif. Aktivasi
dan darah binatang hidup. Spora yang merupakan endospora EF terjadi oleh kalmodulin seluler dan setelah diaktivasi, EF
tahan terhadap pengaruh lingkungan. Diameter endospora akan mempercepat perubahan ATP menjadi cAMP.
berkisar 1-2 mikrometer, sehingga sukar tersaring oleh Kemampuan EF mengubah ATP menjadi cAMP jauh lebih kuat
mekanisme penyaringan di saluran pernafasan atas. Dalam dibanding dengan toksin kuman kolera. LF merupakan
tanah, spora dapat bertahan puluhan tahun. Spora antraks tahan metaloproteasa dan menjadi faktor virulensi utama kuman.
terhadap pengaruh panas, sinar ultraviolet dan beberapa Penyuntikan toksin letal pada mencit akan menyebabkan
desinfektan. Endospora dapat dimatikan dengan cara otoklaf kematian dalam 38 menit. Dengan mekanisme tersebut, maka
pada suhu 120° C selama 15 menit. Bentuk vegetatifnya mudah mudah dimengerti jika antibodi terhadap PA bersifat protektif
dimatikan pada suhu 54° C selama 30 menit. Ikatan antibodi dengan PA menyebabkan EF dan LF tidak
Kuman mudah ditumbuhkan pada berbagai media. Untuk dapat masuk ke dalam sel.
mendapatkan koloni yang karakteristik, kuman sebaiknya Gen yang menyandi toksin dan kapsul kuman antraks
ditumbuhkan pada media yang mengandung darah tanpa terdapat ekstra kromosomal, yaitu pada plasmid pX01 untuk
antibiotika. Kuman tumbuh subur pada pH media 7.0-7.4 toksin dan plasmid pX02 untuk kapsul. PXO1 mempunyai
dengan lingkungan aerob. Suhu pertumbuhan berkisar antara bobot 174 kilobasa dan membawa gen penyandi pag untuk PA,
12-45° C tetapi suhu optimumnya 37° C. Setelah masa inkubasi gen lef untuk LF dan gen cya untuk EF. Ekspresi gen penyandi
24 jam, koloni kuman tampak sebagai koloni yang besar, opak, toksin diatur oleh gen pengatur, yaitu atxA yang terletak
putih-keabu-abuan dengan tepi tak beraturan. Di bawah diantara gen cya dan pag. Transkripsi gen penyandi toksin
mikroskop, koloni tersusun seperti susunan rambut sehingga diatur oleh atxA. POX2 mempunyai bobot 90 kilobasa dan
sering disebut sebagai bentuk kaput medusa. Koloni kuman membawa gen penyandi kapsul, yaitu : capA, capB, capC dan
bersifat sticky sehingga jika diangkat dengan sengkelit akan capD. Gen-gen tersebut membentuk operon dengan gen pe-
membentuk formasi seperti stalaktit (beaten egg-whites ngaturnya yaitu acpA. Selain itu diketahui pula bahwa ekspresi
appearance). Jika kuman ditumbuhkan selama 3-6 jam pada gen penyandi kapsul dipengaruhi oleh gen atxA. Aktifitas gen
suhu 37° C pada media yang mengandung penisilin pada kadar pengatur dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kadar karbon-
0.05-0.5 unit/ml, maka secara mikroskopik akan terbentuk dioksida dan serum. Virulensi kuman memerlukan ekspresi gen
kuman sferis besar dalam bentuk rantai (fenomena string of dari dua plasmid tersebut. Hilangnya salah satu plasmid, seperti
pearls). Kuman antraks tidak menyebabkan hemolisis darah terjadi pada galur vaksin, menyebabkan virulensi kuman
domba dan reaksi katalasanya positif. Kuman mampu meragi melemah. Walaupun pada berbagai percobaan di laboratorium
glukosa dan menghidrolisa gelatin tetapi tidak meragi manitol, telah dibuktikan bahwa gen-gen penyandi virulensi tersebut
arabinosa dan xilosa. Karena menghasilkan lesitinasa, maka dapat dipindahkan di antara kuman B. anthracis, B. cereus dan
kuman yang ditumbuhkan pada media EYA (Egg-Yolk Agar) B. thuringiensis dengan cara transduksi (dengan bantuan
akan membentuk zona opaq. bakteriofaga) dan konjugasi (perkawinan), namun perpindahan
Terdapat tiga jenis antigen pada kuman antraks, yaitu : (i) gen tersebut secara alami nampaknya tidak terjadi.
Antigen polipeptida kapsul. Antigen kapsul merupakan molekul Data pola resistensi kuman antraks tidak banyak ditelaah.
besar dan tersusun atas asam D glutamat. Sampai saat ini Hasil uji resistensi terbaru terhadap 65 isolat yang didapat saat
diketahui hanya ada satu tipe antigen kapsul. Kapsul berperan wabah di Amerika Serikat tahun 2001 menunjukkan bahwa
dalam penghambatan fagosistosis kuman dan opsonisasinya. kuman antraks sensitif terhadap kuinolon, rifampisin,
(ii) Antigen somatik yang merupakan komponen dinding sel. tetrasiklin, vankomisin, kloramfenikol, klindamisin, imipenem,
meropenem dan aminoglikosida. Isolat-isolat tersebut tidak vesikel berisi cairan jernih. Karena bagian tengah vesikel
begitu sensitif terhadap makrolida dan resisten terhadap nekrotik maka setelah vesikel pecah, akan terbentuk keropeng
sefalosporin dan trimetoprim-sulfametokasol. Terhadap berwarna hitam (eschar) di bagian tengahnya. Di sekitar lesi
penisilin, uji pada 65 isolat tersebut di atas menunjukkan sudah tampak edema kemerahan hebat dan vesikel-vesikel kecil.
mulai adanya kuman yang menghasilkan beta laktamasa, yaitu Istilah pustula malignan sebenarnya salah, karena lesi kulit
penisilinasa dan sefalosporinasa. antraks tidak purulen dan tidak sakit. Ditemukannya lesi
purulen dan sakit biasanya menunjukkan infeksi sekunder oleh
kuman lain seperti stafilokokus dan streptokokus.
PATOGENESIS DAN GAMBARAN KLINIK Lesi antraks kulit umumnya sembuh sendiri tanpa
meninggalkan parut. Sekitar 10% antraks kulit berlanjut
Infeksi antraks dimulai dengan masuknya endospora ke menjadi antraks sistemik yang fatalitasnya tinggi. Komplikasi
dalam tubuh. Endospora dapat masuk ke dalam tubuh melalui lain antraks kulit adalah terjadinya bulae multipel disertai
abrasi kulit, tertelan atau terhisap udara pernafasan. Pada edema hebat dan renjatan. Edema maligna ini jika mengenai
antraks kulit dan intestinal, spora dalam jumlah kecil berubah leher dan di dalam dada akan menyebabkan gangguan
menjadi bentuk vegetatif di jaringan subkutan dan mukosa pernafasan. Pada pemeriksan histologik, antraks kulit
usus. Bentuk vegetatif selanjutnya membelah, mengeluarkan memperlihatkan nekrosis, edema hebat dan infiltrasi limfosit.
toksin yang menyebabkan terjadinya edema dan nekrosis Kuman antraks dapat ditemukan pada jaringan subkutan.
setempat. Endospora yang difagositosis makrofag akan berubah Antraks tersering kedua adalah antraks intestinal. Gejala
menjadi bentuk vegetatif dan dibawa ke kelenjar getah bening klinik antraks intestinal biasanya muncul 2-5 hari setelah
regional tempat kuman akan membelah, menghasilkan toksin tertelannya spora yang umumnya berasal dari santapan daging
dan menimbulkan limfadenitis hemorhagik. Kuman selanjutnya tercemar; karena itu antraks intestinal sering mengenai lebih
menyebar secara hematogen dan limfogen dan menyebabkan dari satu anggota keluarga. Pada antraks intestinal ini belum
septikemi dan toksemi. Jumlah kuman dalam darah dapat diketahui di mana pertama kali spora berubah menjadi bentuk
mencapai sepuluh sampai seratus juta per mililiter darah. vegetatif. Namun dari pemeriksaan patologi diketahui bahwa
Dalam sejumlah kecil kasus penyebaran mencapai selaput otak kuman dapat ditemukan pada jaringan limfatik mukosa dan
dan menyebabkan meningitis. Dalam kasus antraks pulmonal, submukosa, kelenjar limfoid mesenterik dan cairan peritoneal.
limfadenitis hemorhagik peribronkial menyebabkan Keluhan penderita biasanya berupa demam, nyeri perut difus
terhalangnya aliran limfe pulmonal dengan akibat edema paru. dan disertai nyeri lepas. Feses bercampur darah atau berupa
Kematian antraks biasanya terjadi akibat septikemi, toksemi melena dengan konsistensi padat atau cair. Penderita
dan komplikasi paru. Kematian umumnya terjadi dalam kurun kadang-kadang muntah berdarah atau berwarna seperti kopi.
waktu satu sampai sepuluh hari pasca paparan. Asites muncul dua sampai empat hari sejak gejala pertama
timbul. Kematian terjadi umumnya karena toksemia atau
perforasi. Jika penderita bertahan, gejala klinis mereda dalam
Antraks kulit merupakan porsi 10-14 hari. Pada antraks orofaring, gambaran klinis lebih
ringan. Gejalanya berupa edema leher dan pembesaran kelenjar
terbesar dari antraks, yaitu lebih limfe lokal dengan akibat kesukaran menelan dan kesukaran
bernafas. Lesi di orofaring berupa ulkus dengan
dari 90% pseudomembran diatasnya.
Antraks pulmonal atau lebih tepatnya antraks inhalasi
biasanya fatal walaupun telah diberi antibiotika dan pengobatan
Dari sudut pandang molekuler, edema terutama disebabkan yang intensif; hal ini yang menjadi salah satu alasan mengapa
oleh toksin edema yang mengubah ATP menjadi cAMP. kuman antraks dipakai sebagai senjata biologis. Pada wabah di
Perubahan ini menimbulkan gangguan homeostasis air dengan Sverdlovsk, Rusia tahun 1979, hanya seperlima kasus antraks
akibat terjadinya edema masif. Sementara itu reaksi peradangan inhalasi yang sembuh. Masa inkubasi antraks inhalasi
yang hebat terjadi terutama akibat toksin letal. Toksin letal tergantung dosis spora yang terhisap. Umumnya masa
kuman menyebabkan pelepasan oksigen antara reaktif (reactive inkubasinya 10 hari, tetapi dapat pula mencapai 6 minggu.
oxygen intermediates) dan pelepasan jumlah besar sitokin Spora yang terhisap akan difagositosis dan terbawa ke kelenjar
seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1. limfe mediastinum dan peribronkial menyebabkan mediastinitis
Antraks kulit merupakan porsi terbesar dari antraks, yaitu hemorhagik. Gejala awal antraks inhalasi menyerupai infeksi
lebih dari 90%. Antraks kulit sering pula disebut sebagai black viral saluran pernafasan atas akut berupa demam, batuk kering,
eschar atau malignant pustule. Di Jawa Barat dikenal juga mialgia dan kelemahan. Secara radiologis tampak pelebaran
sebagai Caneung hideung. Penderita biasanya mempunyai mediastinum dan efusi pleura. Dalam 1-2 hari, penderita
riwayat kontak dengan hewan atau produknya. Lesi pertama biasanya jatuh dalam dispnoe berat, stridor dan akhirnya
terjadi dalam waktu tiga sampai lima hari pasca inokulasi spora kematian. Terjadinya kematian sejak timbulnya gejala klinik
dan umumnya terdapat pada daerah ekstremitas, kepala dan berkisar antara 1-10 rata dengan rata-rata 3 hari.
leher (daerah terbuka). Lesi berwarna kemerahan, gatal dan tak Walaupun jarang, salah satu komplikasi antraks kulit,
sakit. Dalam kurun waktu 24-36 jam lesi berubah membentuk intestinal dan inhalasi adalah meningitis. Bentuk ini juga
biasanya fatal dan kematian terjadi dalam 1-6 hari sejak cabinet. Untuk pemeriksaan langsung, bahan dibuat sediaan
timbulnya gejala. Di samping menunjukkan gejala infeksi dan diwarnai dengan pewarnaan Gram, imunofluoresensi atau
umum seperti demam, mialgia, ditemukan pula gejala rangsang M'Fadyean. Pemeriksaan serologi dikerjakan dengan cara
meningeal dan gejala kenaikan tekanan intrakranial seperti sakit imunodifusi, fiksasi komplemen dan hemaglutinasi. Khusus
kepala progresif, kaku kuduk, delirium, kejang-kejang. Secara untuk serologi terhadap toksin dikerjakan dengan cara Elisa.
patologis terjadi meningitis hemorhagik disertai edema hebat di Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah reaksi rantai
leptomeningen. Cairan serebrospinalnya dapat berdarah dan polimerasa dan pemeriksaan histokimia.
mengandung banyak kuman antraks. Karena gambaran
leptomeningen menunjukkan perdarahan masif sehingga PENGOBATAN
tampak berwarna merah, maka disebut juga Cardinal’s cap. Untuk mereka yang berisiko terpapar terhadap spora
Untuk menunjang penetapan diagnosis atas dasar antraks dapat diberi imunisasi. Di Amerika vaksin diberikan
gambaran klinik dapat digunakan tes kulit, yaitu skin anthracin kepada anggota militer berupa AVA (Anthrax vaccine
test yang mempunyai sensitifitas 82% pada infeksi yang telah adsorbed), yang berisi faktor protektif (PA) dalam alum
berlangsung 3 hari dan 99% untuk infeksi yang telah hidroksida. Seri pertama AVA diberikan enam kali dengan
berlangsung 4 minggu. injeksi subkutan dengan dosis 0.5 ml, suntikan diulangi pada
minggu ke 2 dan 4. Selanjutnya diberikan lagi pada bulan ke 2,
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ANTRAKS 12 dan 18. Booster diberikan tiap tahun. Vaksin tidak
MANUSIA dianjurkan diberikan pada wanita hamil. Di Rusia dipakai
Antraks manusia umumnya tak terlalu mudah menular, vaksin yang berasal dari spora yang telah dilemahkan dan
karena itu pengamanan yang dilakukan tak perlu berlebih. vaksin ini diberikan pada manusia maupun hewan.
Pengambil bahan dianjurkan memakai sarung tangan, apron Untuk penderita yang belum menunjukkan gejala klinik
dan sepatu yang dapat diotoklaf. Topi dan masker biasanya tetapi telah terpapar dengan spora antraks dapat diberi
dipakai saat mengambil bahan lingkungan yang berdebu yang doksisiklin 2 kali 100 mg, siproflokasin 2 kali 500 mg atau
diduga mengandung banyak spora antraks. Bahan sekali pakai amoksisilin 80 mg/kg bb. diberikan tiga kali sehari selama
dianjurkan diotoklaf dan dilanjutkan dengan insenerasi. Bahan empat minggu jika dikombinasikan dengan vaksinasi atau
yang tak dapat diotoklaf, direndam dalam 10-30% formalin selama delapan minggu jika hanya menggunakan antibiotika.
atau 4-12% formaldehid. Untuk desinfeksi percikan dianjurkan Jika jumlah dosis spora diperkirakan sangat besar, obat dapat
menggunakan larutan formalin atau hipoklorit dalam pelarut diberikan lebih lama.
metanol-air atau etanol-air 50 : 50. Konsentrasi akhir hipoklorit Penderita yang telah menunjukkan gejala klinis harus
tergantung kondisi kontaminasi, berkisar antara 1.000-75.000 segera diberi antibiotika. Antibiotika yang dapat dipakai adalah
ppm klor aktif. siprofloksasin, doksisiklin, kloramfenikol, aminoglikosida.
Antibiotika penisilin mulai dipertanyakan keampuhannya,
khususnya untuk antraks yang bukan alami/endemis.
Antraks manusia umumnya tak Antibiotika diberikan sampai gejala klinis hilang selama 14
hari. Pada wabah tahun 2001 di Amerika Serikat, pemberian
terlalu mudah menular siprofloksasin untuk antraks inhalasi mencapai 60 hari, sebagai
antisipasi kemungkinan spora laten di saluran pernafasan.
Untuk antraks kulit yang ringan, antibiotika dapat diberikan per
oral atau intramuskuler. Untuk kasus antraks kulit berat, antraks
Untuk antraks kulit yang lesinya baru, bahan cukup
kulit di leher dan kepala, antraks intestinal, antraks inhalasi dan
diambil dengan usap kapas. Jika lesi telah menjadi eschar, tepi
antraks meningeal, antibiotika diberikan intravena. Untuk
lesi diangkat dan bahan diambil dengan pipet kapiler dari
antraks meningeal, perlu diperhatikan bahwa beberapa
bawah lesi. Eksisi eschar tidak diperbolehkan karena
antibiotika seperti doksisiklin mempunyai daya penetrasi yang
mempermudah terjadinya antraks sistemik. Untuk antraks
rendah untuk melewati sawar otak.
intestinal, bahan yang diambil berupa feses. Jika diperlukan,
Pengobatan lain bersifat simptomatik dan suportif.
bahan dapat berupa darah. Namun untuk bahan berupa darah,
Pemberian steroid dapat dipertimbangkan pada edema kulit
seharusnya diambil sebelum pemberian antibiotik. Selain untuk
yang luas, antraks meningeal dan antraks mediastinal.
pembiakan, darah/serum dipakai untuk pemeriksaan serologi.
Untuk itu diperlukan serum berpasangan yang diambil dengan
interval waktu paling sedikit 10 hari. Untuk bahan post
mortem, bahan berupa darah, cairan berdarah dari KEPUSTAKAAN
hidung/anus/mulut harus diambil. Jika perlu dapat pula diambil
1. Dixon TC, Messelson M, Guillemin J, Hanna PC. Anthrax. N. Engl. J.
cairan peritoneal, limfa dan kelenjar getah bening mesenterik Med. 1999 ; 341 : 815-26.
dengan cara aspirasi. Untuk kasus antraks pulmonal, dapat pula 2. Antraks. Temu ilmiah tentang antraks. Dit-Jen P2M-PL Departemen
diambil bahan berupa sputum. Bahan selanjutnya dikirim ke Kesehatan. Jakarta 2001.
laboratorium dengan atau dalam media transport untuk 3. Osterhout S, Wi1let H. Bacillus. In : Microbiology. Joklik WK, Willet
HP, Amos DB (eds). 17th ed. Appleton Century-Crofts. New York. USA.
pemeriksaan langsung, pembiakan atau serologi. Pengerjaan 1980. Hal. 804-11.
pembiakan kuman harus dilakukan dalam biological safety 4. Turnbull PC, Kramer JM. Bacillus. In : Manual of Clinical Microbiology.
Muray PR, Baron ET, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH. ( eds ). 6th 10. Kortepeter MG, Parker GW. Potential Biological Weapons Threats.
ed. ASM Press. Washington. USA 1995. Hal. 349-56. Emerg. Infect. Dis. 1999 ; 5 : 523-27.
5. Braun V, von Eichel-Streiber C. Virulence-associated mobile elements in 11. Inglesby TV. Anthrax : A Possible Case History. Emerg. Infect. Dis. 1999
Bacilli and Clostridia. In : Pathogenicity Islands and Other Mobile 5 : 556-60.
Virulence Elements. Kaper JB, Hacker J (eds). ASM Press. Baltimore. 12. Bartlett JG. Applying Lessons Learned from Anthrax Case History to
USA. 1999. Hal. 233-37. Other Scenarios. Emerg. Infect. Dis. 1999 ; 5 : 561-63.
6. Mim's Pathogenesis of Infectious Diseases. Mims CA, Dimmock NJ, 13. Christopher GW. Biologic Warfare : A Historical Perspective. JAMA.
Nash A, Stephen J (eds)..Academic Press. London UK. 1995. Hal 220-22. 1997 ; 278 : 412-17.
7. Larsen HS. Aerobic Gram Positive Bacilli. In: Diagnostic Microbiology. 14. Ilinkas RA. Iraq’s biological weapons : the past as future ? JAMA 1997 ;
Mahon CR, Manuselis Jr G. (eds). Philadelphia: WB Saunders Co.. 1995. 278 : 418-24.
Hal. 380-87. 15. WHO. Health Aspect of Chemical and Biological Weapon. WHO.
8. Bell DM, Kozrsky PE, Stephens DS. Clinical issues in the prophylaxis, Geneve. 1970. Hal 97-9.
diagnosis and treatment of antrhax. Emerg. Infect. Dis. 2002 ; 8 : 222-25. 16. Tucker JB. Historical Trends related to Bioterrorims. Emerg Infect Dis
9. Rotz LD, Khan AS, Lillibridge SR, Ostroff SM, Hughes JM. Public 1999; 4 : 498-504.
health assessment of potential biological terrorism agents. Emerg. Infect. 17. Cieslak TJ, Eitzen Jr, EM. Clinical and Epidemiological Principles of
dis. 2002 ; 8 : 225-30. Anthrax. Emerg. Infect. Dis. 1999 ; 5 : 552-55.
Penggunaan komputer dewasa ini telah demikian luas di glandula lakrimalis, displasia ektodermal anhidrotik, Adie
segala bidang, baik di perkantoran maupun bagian dari syndrome dan Shy-Drager syndrome. Penyebab defisiensi
kehidupan pribadi seseorang. Hampir semua petugas komponen akuos yang didapat antara lain penggunaan lensa
administrasi menggunakan komputer dalam pekerjaan sehari- kontak, inflamasi kelenjar lakrimal, trauma, pemakaian obat-
hari. Penggunaan komputer tidak terlepas dari hal-hal yang obatan dan hiposekresi neuroparalitik.1,4
dapat mengganggu kesehatan. Sindrom dry eye dapat terjadi secara idiopatik maupun
Gangguan kesehatan pada pengguna komputer antara lain pada penyakit lupus erythematosus, pemphigus, Stevens-
kelelahan mata karena terus menerus memandang monitor atau Johnson syndrome, Sjogren syndrome, skleroderma,
video display terminal (VDT). Kumpulan gejala kelelahan pada poliarteritis nodosa, sarkoidosis, Mickulicz’s syndrome.5
mata ini disebut Computer Vision Syndrome (CVS). Gejala- Ciri histopatologik pada sindrom dry eye termasuk
gejala yang termasuk dalam CVS ini antara lain penglihatan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
kabur, dry eye, nyeri kepala, sakit pada leher, bahu dan konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet
punggung. Sedangkan sindrom dry eye adalah gangguan konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non goblet,
defisiensi air mata baik kuantitas maupun kualitas. peningkatan stratifikasi sel dan penambahan keratinisasi.4
Selain penggunaan VDT, faktor risiko sindrom dry eye Ciri paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah
pada pekerja adalah faktor pekerja dan lingkungan kerja. terputusnya meniskus air mata di tepian palpebra inferior.
Faktor pekerja meliputi usia, jenis kelamin, kebiasaan Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadang-
membaca dan kelainan refraksi, sedangkan faktor lingkungan kadang terlihat dalam forniks konjungtiva inferior. Pada
kerja meliputi suhu, kelembaban, penerangan, tinggi meja, konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan
tinggi kursi dan jarak mata ke monitor. mungkin menebal, edema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat
bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel
SINDROM DRY EYE konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan Rose
Keadaan mata yang kering atau disebut juga dengan Bengal 1%, dan defek epitel kornea terpulas dengan
sindrom mata kering (sindrom dry eye) merupakan gangguan fluorescein. Pada tahap lanjut akan terlihat satu ujung pada
akibat kurangnya produksi air mata atau penguapan air mata setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain
yang berlebihan.1 bergerak bebas.4
Keluhan yang sering timbul pada sindrom dry eye adalah Diagnosis sindrom dry eye dapat diperoleh dengan
adanya sensasi gatal atau rasa mata berpasir (sensasi benda memakai cara diagnostik berikut:4
asing). Gejala umum lain adalah mata sakit, merah, sensasi A. Tes Schirmer
terbakar, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata
air mata, fotosensitif, dan sulit menggerakkan palpebra.2,3 dan memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman
Klasifikasi sindrom dry eye menurut American Academy of No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva inferior pada
Ophthalmology dibedakan menurut penyebabnya yakni (1) batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior.
defisiensi komponen akuos dan (2) penguapan yang berlebihan. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah
Dry eye dengan defisiensi komponen akuos adalah bentuk yang dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm
sering ditemukan. Defisiensi komponen akuos dapat tanpa anestesi dianggap abnormal.
disebabkan oleh kelainan kongenital atau didapat. Kelainan B. Tes Break-up Time
kongenital yang dapat menyebabkan defisiensi komponen Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan
akuos antara lain Riley-Day syndrome, alakrimia, tidak adanya komponen lipid dalam cairan air mata; diukur dengan
meletakkan secarik kertas berfluorescein di konjungtiva panjang terutama saat tidur. Terapi tambahan dapat dilakukan
bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air dengan memakai pelembab, kacamata pelembab atau kacamata
mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada berenang.4
slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip.
Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang KOMPOSISI AIR MATA
pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up Air mata merupakan salah satu proteksi mata atau daya
time. Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan pertahanan mata di samping tulang rongga mata, alis dan bulu
memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada air mata, kelopak mata, refleks mengedip dan adanya sel-sel pada
mata. permukaan kornea dan konjungtiva.
C. Tes Ferning Mata Sebagai salah satu alat proteksi, air mata berfungsi (1)
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen mempertahankan integritas kornea dan konjungtiva dengan
musin air mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan meniadakan ketidakteraturan pada sel epitel permukaan guna
lapisan air mata di atas kaca obyek bersih. mempertahankan permukaan kornea agar tetap licin dan rata.
D. Sitologi Impresi Fungsi ini memperbaiki tajam penglihatan terutama pada saat
Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada setelah mengedip; (2) membasahi dan melindungi permukaan
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel epitel kornea dan konjungtiva yang lembut atau lubrikasi agar
Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal. gerakan bola mata serta mengedip terasa nyaman dan
E. Pemulasan Fluorescein membersihkan kotoran yang masuk mata; (3) menghambat
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah kemungkinan
melihat derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air infeksi karena mengandung anti bakteri termasuk laktoferin,
mata. Fluorescein akan memulas daerah yang tidak immunoglobulin, lisozim dan ß-lysin; dan (4) memberi kornea
tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel substansi nutrien dan sebagai media transport produk
kornea. mikroorganisme ke dan dari sel-sel epitel kornea dan
F. Pemulasan Rose Bengal konjungtiva terutama oksigen dan karbondioksida.1,4
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna Lapisan air mata terdiri atas tiga lapisan. Lapisan
ini akan memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh superfisial adalah lapisan lipid monomolekuler dengan
lapisan musin yang mengering dari kornea dan ketebalan kurang lebih 0.1 µm yang berasal dari kelenjar
konjungtiva. Meibom dan Zeis. Lapisan ini berfungi menghambat
G. Pengujian kadar lisozim air mata penguapan air dan merupakan sawar kedap bila palpebra
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji ditutup. Disfungsi kelenjar Meibom dan Zeis dapat
kadarnya dengan cara spektrofotometri. menyebabkan lapisan air mata tidak stabil dan berakibat terjadi
H. Osmolalitas air mata gangguan permukaan kornea dan konjungtiva.1,4
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada Lapisan tengah adalah lapisan akuos dengan ketebalan
keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak; kurang lebih 7 µm yang dihasilkan oleh kelenjar lakrima mayor
diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea. dan minor yaitu kelenjar Krause dan Wolfring. Lapisan ini
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa mengandung substansi yang larut air (garam dan protein).
hiperosmolalitas adalah tes yang paling spesifik bagi Defisiensi lapisan akuos merupakan penyebab paling banyak
keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada sindrom dry eye.1,4
pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Lapisan paling dalam adalah lapisan musin dengan
Bengal normal. ketebalan 20-50 nm yang dihasilkan oleh sel Goblet
I. Laktoferin konjungtiva dan sel epitel permukaan. Lapisan ini terdiri atas
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien glikoprotein yang melapisi sel-sel epitel kornea dan
dengan hiposekresi kelenjar lakrimal. konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein
sehingga relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak
Untuk mengukur kuantitas komponen akuos dalam air dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin diadsorbsi
mata dapat dilakukan tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan sebagian pada membran sel epitel kornea dan tertambat oleh
indikator tidak langsung untuk menilai produksi air mata.4,6 mikrofili sel-sel epitel permukaan. Ini menyebabkan
Berkurangnya komponen akuos dalam air mata mengakibatkan permukaan menjadi hidrofilik agar air mata menyebar ke
air mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada dry eye bagian yang dibasahinya dengan menurunkan tegangan
disebabkan kerusakan epitel permukaan bola mata sehingga permukaan.1,4
mukus yang dihasilkan tidak normal yang berakibat pada Volume air mata normal diperkirakan 7+2 µL pada setiap
proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk mata. Air mata diproduksi dengan kecepatan 1,2 µL per menit.
menilai stabilitas lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan Albumin merupakan 60% dari protein total dalam air mata.
break up time (BUT).4.6.7 Globulin dan lisozim berjumlah sama banyak pada bagian
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah sisanya. Terdapat immunoglobulin IgA, IgG dan IgE; paling
penggantian cairan. Terapi yang saat ini dianut adalah air mata banyak adalah IgA yang diproduksi oleh sel-sel plasma di
buatan sedangkan salep berguna sebagai pelumas jangka dalam kelenjar lakrimal. Lisozim air mata merupakan 21-25%
dari protein total dan merupakan mekanisme pertahanan yang berefek pada sistem otonom.1,9
penting terhadap infeksi.1,4 Komponen musin lapisan air mata disekresi oleh sel
Ion K+, Na+ dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi Goblet konjungtiva dan sel epitel permukaan. Mekanisme
dalam air mata daripada dalam plasma. Air mata juga pengaturan sekresi musin oleh sel ini tidak diketahui.
mengandung sedikit glukosa (5mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL); Hilangnya sel Goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun
perubahan konsentrasi glukosa dan urea dalam darah akan banyak air mata dari kelenjar lakrimal.1,9
diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea dalam air mata.
pH rata-rata air mata adalah 7,53, dengan variasi normal yang SISTEM EKSKRESI AIR MATA
besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata Selain sistem sekresi, kelenjar air mata juga terdiri dari
adalah isotonik. Osmolalitas lapisan air mata bervariasi dari komponen ekskresi. Komponen ekskresi terdiri atas punkta,
195 sampai 309 mosm/L.4 kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus lakrimalis. Setiap
berkedip, palpebra menutup mirip risleting mulai dari lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi di sisi medial
palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan
kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan. Oleh
sebab itu hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi.9
tanda keratokonjungtivitis sikka dan gejala dry eye dibanding keadaan melihat ke bawah. Hal ini disebabkan permukaan mata
dengan kontrol. Secara normal penurunan fungsi ovarium lebih luas pada saat melihat ke depan. Pengguna VDT lebih
terjadi pada usia di atas 40 tahun, sedangkan pada POF terjadi banyak menggunakan mata untuk melihat ke depan ke layar
sebelum 40 tahun.16 monitor sehingga lebih banyak terjadi penguapan air mata.24
Hasil penelitian kohort selama lima tahun menemukan Hasil penelitian Tsubota dkk pada karyawan yang sebagian
insidensi dry eye mulai usia 48 sampai 91 tahun dengan rata- besar menggunakan VDT rata-rata lebih dari tiga jam sehari
rata usia 63+10 tahun. Faktor yang berhubungan dengan dry mendapatkan adanya penurunan refleks mengedip pada
eye adalah penggunaan obat-obatan seperti antihistamin, karyawan pengguna VDT. Rata-rata mengedip pada kondisi
diuretik, steroid, dan obat-obat lain yang dapat menyebabkan santai 22 + 9 kali per menit, saat membaca buku 10 + 6 kali per
dry eye.17 Menurut penelitian Lee dkk yang merupakan faktor menit dan 7 + 7 kali per menit saat bekerja menggunakan VDT.
risiko dominan dry eye adalah pterygium.12 Permukaan okuler bertambah luas saat menggunakan VDT
Penelitian Toda dkk mendapatkan hubungan kuat antara yaitu 2.3 + 0.5 cm2, saat membaca 1.2 + 0.4 cm2 dan 2.2 + 0.4
kelelahan mata dengan dry eye. Di kelompok dengan keluhan cm2 saat santai. Bertambahnya luasnya permukaan okuler ini
kelelahan mata 51,4% menderita dry eye; sedangkan di menyebabkan bertambahnya penguapan air mata. 24 Penelitian
kelompok dry eye 71,3% mengeluh kelelahan pada mata.18 Schlote dkk mendapatkan rata-rata frekuensi mengedip adalah
Penelitian Sommer dkk untuk mengetahui mekanisme 16,8 kali/menit saat melakukan percakapan dan secara
adaptasi air mata pada iklim kerja mendapatkan prevalensi dry signifikan menurun saat menggunakan VDT yaitu 6,6
eye meningkat hingga 48% dan terjadi penurunan BUT 17,5% kali/menit dan terus menurun pada pengukuran setelah 30
pada pekerja dengan masa kerja 2-4 tahun dibanding pekerja menit menggunakan VDT yaitu 5,9 kali/menit.26 Hasil
dengan masa kerja di bawah dua tahun dan di atas empat penelitian Hsu mendapatkan lebih banyak keluhan pada mata
tahun.19 Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor termasuk gejala dry eye (66 %) pada pekerja VDT full-time
lama kerja di lingkungan yang sama dengan dry eye dan hasil seperti perekam data dan programmer dibanding pekerja VDT
pemeriksaan BUT. part-time.13
Menurut Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) di Amerika dilaporkan dari 40 juta pengguna VDT
HUBUNGAN SINDROM DRY EYE DENGAN 80% menderita CVS. Efek jangka pendek pada CVS biasanya
LINGKUNGAN KERJA PENGGUNA VDT dry eye, pandangan kabur, nyeri kepala, kelelahan mata,
Pada pekerja VDT, penyebab sindrom dry eye adalah pandangan dobel, dan lain sebagainya. Untuk efek jangka
penguapan air mata yang berlebihan karena kurangnya panjang berupa fotosensitif, fotofobia, blood-shot eye, dan lain-
frekuensi mengedip. Frekuensi mengedip tergantung pada lain.26
kondisi penerangan. Di lingkungan kerja yang lebih tinggi
tingkat iluminasinya frekuensi mengedip lebih rendah daripada Lingkungan kerja pengguna VDT harus memenuhi syarat-
di kondisi penerangan yang lebih rendah iluminasinya.20,21,22 syarat sebagai berikut :
Faktor lain yang dapat menyebabkan sindrom dry eye adalah 1. Untuk jenis pekerjaan yang melibatkan penglihatan dengan
faktor lingkungan kerja seperti air conditioning (AC) dan kontras tinggi dan ukuran subyek besar seperti membaca
pemanas sentral dengan kelembaban yang terlalu rendah hasil cetakan (buku, hasil ketikan, dll), tulisan tangan
berefek meningkatkan penguapan air mata.23 menggunakan tinta diperlukan tingkat iluminasi 250-500
Penguapan air mata terjadi karena proses difusi, efek lux atau lebih dari 19-46 fc.28
thermal dan konveksi. Proses tersebut tergantung pada uap air 2. Menurut American Society of Heating, Refrigeration and
di sekitar mata. Pada suhu ruangan 22°C dengan kelembaban Air conditioning, kelembaban relatif lingkungan kerja yang
50% terjadi penguapan air mata sebanyak 230 mg/mata/16 jam dianjurkan adalah 40-60%.22 Di Indonesia suhu dan
dari 600 mg/mata/16 jam air mata yang dihasilkan.12 kelembaban yang nyaman untuk iklim Indonesia adalah
Sindrom dry eye pada pengguna VDT terjadi karena mata 24-26° C dengan kelembaban relatif 65-80%.29
terbuka lebar menatap layar monitor terus menerus. Keadaan
tersebut akan mengakibatkan frekuensi mengedip berkurang Untuk mencegah sindrom dry eye pada pengguna VDT
sehingga terjadi penguapan air mata yang berlebihan. diperlukan rancangan tempat kerja dan lingkungan kerja yang
Penguapan air mata yang berlebihan ini yang akan baik, tetapi belum ada kesepakatan ukuran-ukuran yang paling
mengakibatkan mata menjadi kering. Pada pekerja VDT refleks baik untuk rancangan tempat kerja VDT. Ada tidaknya
mengedip berkurang 66% yaitu sekitar 3,6 kali/menit dibanding gangguan tajam penglihatan pengguna VDT tergantung kontras
saat tidak menggunakan VDT. Pada keadaan normal mata antara subyek dan latar belakangnya, jarak mata dengan subyek
berkedip 15-20 kali/menit.11,14,15, Penelitian Tsubota et al pada dan ukuran subyek. Jarak mata ke monitor yang dianjurkan
reporter televisi di Jepang menunjukkan adanya penurunan minimal 60 cm.30
frekuensi mengedip pada reporter televisi karena aktivitas Seghers dkk mendapatkan penurunan tinggi monitor mulai
membaca. Pola mengedip pada reporter ini juga dipengaruhi 15 cm dari batas atas monitor akan meningkatkan sudut
oleh keadaan studio yang terang dan kering.25 penglihatan.19 Burgess-Limerick dkk mendapatkan perubahan
Selain itu penguapan air mata lebih banyak terjadi pada sudut inklinasi kepala sebesar 18° akan diikuti perubahan sudut
keadaan mata melihat lurus ke depan dibanding dengan penglihatan sebesar 9°.31 Hal ini menunjukkan adanya
hubungan tinggi monitor yang ditentukan oleh tinggi meja dan Gambar 3. Rancangan tempat kerja bagi pengguna VDT34
tinggi duduk yang ditentukan oleh tinggi kursi dengan sudut
penglihatan yang berpengaruh pada sudut mata dan permukaan
okuler mata. Makin luas permukaan okuler mata makin banyak
penguapan air mata yang dapat menjadi penyebab dry eye.
Seperti halnya jenis pekerjaan lain, pekerjaan
menggunakan VDT yang dilakukan dengan posisi duduk harus
memenuhi sikap tubuh yang ergonomik. Ukuran-ukuran baku
tentang tempat duduk dan meja kerja berpedoman pada
ukuran-ukuran antropometris orang Indonesia. Ukuran
antropometris orang Indonesia berdasarkan hasil pengukuran
atropometri tenaga kerja Indonesia pria dan wanita yang
dilakukan di lima wilayah yaitu Padang, Bandung, Samarinda,
Bali dan Maluku untuk pekerjaan dengan posisi duduk adalah
sebagai berikut :32
Pria (cm) Wanita (cm) 1. American Academy of Ophthalmology Staff. Normal physiology of the
No. Variabel Cara
Mean SD Mean SD ocular surface. External disease and cornea. San Fransisco: AAO; 2001;
1. Tinggi Diukur dari bagian 84,61 4,43 80,04 3,78 p. 53-6
duduk kepala paling atas 2. Lee AJ, Lee J, Saw SM, Gazzard G. Prevalence and risk factors
sampai alas duduk associated with dry eye symptoms : A population based study in
dalam posisi duduk Indonesia. Br J Ophthalmol 2002; 86 : 1347-51
2. Tinggi Diukur dari siku 22,61 3,25 22,19 2,86 3. Sukirman, Marsetio M, Sitompul R. Perbandingan efek pemberian
siku sampai alas duduk elektrolit, serum otologus 20% dan 40% pada penderita dry eye dengan
duduk dalam posisi sikap defisiensi komponen akuos. Ophthalmol. Indon. 2003:30:439-45
duduk tegak 4. Wjitcher JP. Tears. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan EP: General
3. Tinggi Diukur dari tulang 18,73 2,33 19,08 2,11 Ophthalmology. 14th ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1995 : 49-53
pinggul pinggul yang paling 5. American Academy of Ophthalmology Staff. Diagnostic approach to
duduk atas sampai alas ocular surface disease. External disease and cornea. USA: AAO; 2001; p.
duduk 79-88
4. Tinggi Diukur dari lutut 46,52 2,37 46,52 2,37 6. Fingeret M. Tear breakup time determination. Atlas of primary eyecare
lutut sampai alas kaki procedures. Connecticut: Appleton & Lange; 1990; p. 42-5
duduk dalam posisi sikap 7. Fingeret M. Schirmer tear test. Atlas of primary eyecare procedures.
duduk tegak Connecticut: Appleton & Lange; 1990; p. 108-11
8. Breakthroughs in dry eye treatment and ocular surface research. :
5. Panjang Diukur dari lutut 56,06 6,70 56,06 6,70
www.eri.harvard.edu/.../ sg1299.dryeyeimg.html. 30 April 2004
tungkai sampai garis vertikal
9. Sullivan JH. The Lacrimal Apparatus. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan
atas yang melalui
EP: General Ophthalmology. 14th ed. Connecticut: Appleton & Lange;
punggung dan
1995 : 45-6
pinggang pada
10. Ocular Anatomy. : eyelearn.med.utoronto.ca/.../ AnatTearFilm.htm. 30
posisi sikap tegak
April 2004
6. Panjang Diukur dari lipat 38,82 3,07 38,82 3,07
11. Janosik E, Grzesik J. Influence of different lighting levels at workstations
tungkai lutut belakang
with video display terminals on operators’ work efficiency. Med Pr
bawah sampai alas kaki
2003;54(2):123-32
dalam sikap duduk
12. Herold W. Role of evaporation of tearfilm in the compared with physical
dengan betis pada
mode. Klin Monatsbl Auggenheilhd 1987; Mar190(3):176-9
kedudukan vertikal
13. McCarthy CA, Bansal AK, Livingston PM, Stannislavsky YL, Taylor
HR. The epidemiology of dry eye in Melbourne, Australia.
Ophthalmology 1998; Jun 105(6): 1114-9
Berdasarkan data antropometri tersebut maka rancangan 14. Sommer HJ, Johnen J, Achonge P, Stolze HH. Adaptation of tearfilm to
work in air-conditioned rooms (office-eye syndrome). Ger J Ophthalmol
tempat kerja komputer yang baik adalah sebagai berikut:33 1994, Nov 3(6):406-8
1. Tinggi tempat duduk (diukur dari lantai sampai ke 15. Villanueva MB, Sotoyama M, Jonai H, Takeuchi Y, Saito S. Adjustments
permukaan atas bagian depan alas duduk) harus sedikit of posture and viewing parameters of the eye to changes in the screen
lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai telapak kaki. height of the visual display terminal. Ergonomics 1996; Jul 39(7):933-45
16. Working on the computer for hours can damage your eye sight?:
Ukuran yang dianjurkan adalah 400-480 mm. www.tcs.tifr.res.in/-mesfin/publication/cvs.ps. 6 Desember 2002
2. Tinggi meja kerja (diukur dari permukaan daun meja 17. Moss SE, Klein R, Klein BEK. Incidence of dry eye in an older
sampai ke lantai) harus memenuhi syarat tinggi permukaan population. Arch Ophthalmol 2004; 122:369-73
atas meja kerja dibuat setinggi siku dan disesuaikan 18. Schlote T, Kadner G, Freudenthaler N. Marked reduction and distinct
patterns of eye blinking in patients with moderately dry eyes during video
dengan sikap tubuh pada saat bekerja. Untuk posisi duduk, display terminal use. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2004
tinggi meja yang dianjurkan adalah 680-740 mm. Apr;242(4):306-12
19. Seghers J, Jochem A, Spaepen A. Posture, Muscle activity and muscle 27. Danjo Y. Diagnostic usefulness and cutoff value of Schirmer’s I test in
fatigue in prolonged VDT work at different screen height settings. the Japanese diagnostic criteria of dry eye. Graefes Arch Clin Exp
Ergonomics 2003 Jun 10;46(7):714-30 Ophtalmol 1997; Dec 235(12): 761-6
20. Wong KKW, Wan WY, Kaye SB. Blinking and operating : Cognition 28. Dickerson OB, Baker WE. Practical ergonomics and work with video
versus vision. Br J Ophthalmol 2002;86:479 display terminals. In: Zenz C, Dickerson OB, Horvarth EP (eds):
21. Cahyaningsih E. Efek vitamin A dan karboksi metilsellulosa sodium Occupational Medicine. 3rd ed. Mosby year book, Inc; 1994:435-7
0.5% topikal terhadap epitel permukaan mata dan stabilitas lapisan air 29. Suma’mur. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Cetakan 13. Gunung
mata. Tesis Ilmu Penyakit Mata FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo. Agung. Jakarta. 1996
Jakarta 2002 30. Rey P, Meyer J. Ocular and visual problems. In: Stellman JM (ed):
22. Widyastuti. Efek suplemen lutein terhadap uji pembebanan cahaya yang Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. 4th ed. International
dimodifikasi pada pengguna komputer. Tesis Ilmu Penyakit Mata FKUI- Labour Office. Geneva; 1998; 52.10
RSUPN Cipto Mangunkusumo. Jakarta 2003 31. Burgess-Limerick R, Plooy A, Ankrum DR. The effect of imposed and
23. White OD. Optics and refraction. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan EP: self-selected computer monitor height on posture and gaze angle. Clin
General Ophthalmology. 14th ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1995 : Biomech 1998 Dec; 13(8):584-592
263-4 32. Triyono A. Hasil penelitian antropometri statis (A) tenaga kerja Indonesia
24. Tsubota K, Kaido M, Yagi Y, Fujihara T, Shimmura S. Diseases di 5 wilayah. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja 2004: 37:44-56
associated with ocular surface abnormalities: The importance of reflex 33. Suma’mur. Norma-norma penerapan ergonomi yang disepakati (the
tearing. Br J Ophthalmol 1999; 83:89-91 recomemmended ergonomic norms). Jakarta: Pusat Hiperkes Tenaga
25. Tsubota, Egami, Ohtsuki, Shintani. Abnormal blinking of newscasters. Kerja;1985.
Lancet 1999; 354: 308 34. Thompson DA. Ergonomics and the prevention of occupational injuries.
26. Schirra F, Ruprecht KW. Dry eye. An update on epidemiology, diagnose, In: La Dou (ed): Occupational Medicine. Appleton & Lange; 1990:43
therapy and new concept. Ophthalmol. 2004; Jan 101(1):10-8
ABSTRAK
penyebab ulkus peptikum yang sekarang lebih dikenal dengan Kriteria inklusi : usia 15 – 45 tahun pria maupun wanita. Sudah
sindrom dispepsia.(3) Yang dimaksud dispepsia di sini adalah bekerja di bidang yang sama lebih dari 6 bulan.
penderita dengan keluhan yang berasal dari saluran cerna Krieria eksklusi : sedang dalam perawatan dokter ahli jiwa.
bagian atas yang dapat berupa nyeri epigastrium, mual, muntah Sedang mengkonsumsi obat/ alkohol atau jamu secara terus
yang dapat disertai darah atau tidak, rasa cepat kenyang, menerus (rutin). Khusus untuk wanita, sedang hamil. Sedang
kembung atau sering sendawa.(4,5) Sindrom dispepsia selain menderita penyakit kronik (misal. DM, KP, Hipertensi).
akan menjadi salah satu masalah kesehatan juga akan Menggunakan sumbat telinga saat bekerja. Mempunyai riwayat
menurunkan produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang sakit telinga (infeksi sejak lahir, jatuh dan sakit hidung
sering mengeluh sakit saluran pencernaan bagian atas tenggorokan yang menyebabkan sakit telinga).
konsentrasi kerjanya berkurang dan akan meningkatkan Sebelum sampel ditetapkan, dilakukan pendataan dengan
absensi. Dengan demikian penting untuk mengetahui hubungan kuesioner tentang karakteristik responden maupun data yang
paparan bising dengan kasus sindrom dispepsia guna mencari terkait dengan kriteria subyek. Subyek yang memenuhi kriteria
solusi permasalahan tersebut. seluruhnya ditetapkan sebagai sampel dan dibagi menjadi tiga
Sebagai objek penelitian diambil karyawan yang bekerja di kelompok. Kelompok I : Responden yang terpapar bising
Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. intensitas tinggi (ruang produksi). Kelompok II : responden
Ruang produksi digunakan sebagai ruang kajian, karena yang terpapar bising intensitas sedang (ruang inspeksi).
penelitian sebelumnya menunjukkan tingkat kebisingan yang Kelompok III : responden yang terpapar bising intensitas
sangat tinggi di ruangan tersebut. Ruang inspeksi dan ruang rendah (ruang perkantoran). Setelah sampel ditetapkan
perkantoran digunakan sebagai pembanding. diedarkan kuesioner untuk mendapatkan data keluhan saluran
Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah pencernaan bagian atas/ sindrom dispepsia (variabel terikat).
diuraikan di atas, maka masalah pada penelitian ini dapat Tiap kuesioner dilampiri Skala L-MMPI. Responden
dirumuskan sebagai berikut : Adakah perbedaan intensitas dinyatakan (+) sindrom dispepsia apabila memenuhi satu atau
kebisingan akibat suara mesin di ruang produksi, ruang lebih gejala sindrom dispepsia. Selanjutnya dicatat kondisi
inspeksi dan ruang perkantoran Departemen Weaving PT. lingkungan yang mempengaruhi hasil penelitian antara lain,
Kusumahadi Santosa Karanganyar dan apakah perbedaan intensitas cahaya, tekanan panas meliputi komponen ;
intensitas kebisingan di ruang kerja berpengaruh pada jumlah temperatur kering (Ta), temperatur basah (Tb), temperatur
karyawan yang menderita sindrom dispepsia di PT. radiasi (Tg), Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) dan kelembaban
Kusumahadi Santosa Karanganyar. ruangan (Rh).
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa (1) ada
perbedaan intensitas kebisingan akibat suara mesin di ruang
produksi, ruang perkantoran dan ruang inspeksi PT. Intensitas kebisingan
Kusumahadi Santosa Karanganyar. (2) Perbedaan intensitas
kebisingan di ruang kerja tersebut akan berpengaruh pada berpengaruh terhadap
jumlah karyawan yang menderita sindrom dispepsia di PT.
Kusumahadi Santosa Karanganyar.
kejadian dispepsia
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat baik langsung
maupun tidak langsung terhadap pengembangan ilmu Alat dan Bahan yang digunakan :
pengetahuan khususnya yang terkait dengan kebisingan (1) Sound Level Meter merk Rion, Type NA-20, buatan Jepang.
maupun manfaat praktis bagi perusahaan, pemerintah maupun (2) Globe Termometer dan August psychrometer. (3) Lux meter
tenaga kerja yang bersangkutan. ANA -1999, (4) Kuesioner, dengan uji validitas uji-t dan uji
Hipotesis penelitian adalah (1) ada perbedaan intensitas reliabilitas dengan teknik Kurdel Richardson (KR-20). (5)
kebisingan akibat suara mesin di ruang produksi, ruang Skala L-MMPI.
perkantoran dan ruang inspeksi PT. Kusumahadi Santosa Analisis data perbedaan intensitas ruangan
Karanganyar. (2) Perbedaan intensitas kebisingan di ruang menggunakan uji Beda Mean dengan uji-Anova. Pengaruh
kerja tersebut akan berpengaruh pada jumlah karyawan yang paparan bising terhadap sindrom dispepsia menggunakan uji
menderita sindrom dispepsia di PT. Kusumahadi Santosa Chi-Kuadrat.
Karanganyar.
HASIL
BAHAN DAN CARA KERJA Daerah kajian penelitian ini adalah di Departemen
Penelitian ini bersifat survai analitik dengan pendekatan Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Ruang
cross sectional. Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan produksi ditetapkan sebagai ruang/daerah kajian, ruang
dengan lokasi penelitian di Departemen Weaving PT. perkantoran dan ruang inspeksi ditetapkan sebagai ruang
Kusumahadi Santosa Karanganyar. Populasi penelitian ini pembanding. Di ruang produksi terdapat 544 mesin tenun jenis
adalah seluruh tenaga kerja di Departemen Weaving PT. Shuttle. Di ruang inspeksi terdapat 10 mesin jenis MC.
Kusumahadi Santosa Karanganyar. Penetapan sampel dengan Inspecting. Ruang perkantoran letaknya jauh dari mesin tenun.
menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria Hasil selengkapnya pengukuran intensitas kebisingan di
subyek sebagai berikut : ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang perkantoran tertera
pada tabel 1 :
Tabel 1 Hasil pengukuran Intensitas Kebisingan di ruang produksi, ruang inspeksi dan ruang perkantoran
Departemen Weaving PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar
Jumlah seluruh tenaga kerja di Departemen Weaving PT. tentunya akan menyebabkan gangguan psikologis. Gangguan
Kusumahadi Santosa Karanganyar 617 orang, 301 laki-laki psikologis tersebut dapat berupa rasa kurang nyaman, kurang
dan 316 perempuan. Di ruang produksi terdapat 172 tenaga konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain.(6) Gangguan
kerja, 102 laki-laki dan 70 perempuan; yang memenuhi kriteria psikologis tersebut akan meningkatkan kelelahan. Demikian
sebagai sampel, sebanyak 116 responden. Di ruang inspeksi juga sebaliknya, paparan bising juga meningkatkan kelelahan
terdapat 141 tenaga kerja, 78 perempuan dan 63 laki-laki ; yang yang berakibat menyebabkan konsentrasi berkurang dan
memenuhi kriteria sebagai sampel sejumlah 112 responden. Di munculnya gejala-gejala psikologis lain.(7) Efek psikologis
ruang perkantoran terdapat 56 tenaga administrasi, 30 paparan bising juga ditemukan oleh Griefahn B (1),
perempuan dan 26 laki-laki; yang memenuhi kriteria sebagai Mutammimah (8), dan Sindusakti.(9)
sampel sejumlah 41. Selain faktor fisik dan psikologis, variabel yang
Di antara 116 responden yang berasal dari ruang produksi mempengaruhi munculnya gejala sindrom dispepsia adalah zat
hanya 95 yang dapat diikutkan dalam analisis; dari yang kimia (jamu, alkohol, kafein, nikotin/ merokok), jenis makanan
berasal dari ruang inspeksi sejumlah 112 responden hanya 92 yang dikonsumsi (pedas, masam/kecut), genetik, infeksi bakteri
yang dapat diikutkan dalam analisis. Sedangkan 41 responden H. pylori, dan kondisi medik umum misal; kanker.(3,4,10)
yang berasal dari ruang perkantoran seluruhnya dianalisis. Hal Variabel-variabel tersebut dikendalikan dengan kriteria subjek.
ini disebabkan karena : (1) Salah mengisi kuesioner : 7 Dari 228 responden terdapat 122 responden yang
responden dari ruang produksi dan 2 responden dari ruang dinyatakan positif sindrom dispepsia; 66 responden berasal dari
inspeksi (2) Tidak lolos L-MMPI test : 11 responden dari ruang ruang produksi, 41 responden berasal dari ruang inpeksi dan 15
produksi dan 14 dari ruang inspeksi (3) Tidak mengembalikan responden berasal dari ruang perkantoran. (tabel 2).
kuesioner: 3 responden dari ruang kajian dan 4 responden dari Uji Chi-Kuadrat (χ2) menunjukkan perbedaan frekuensi
ruang kontrol. sindrom dispepsia yang signifikan (pada α = 0,05) masing-
Dari tabel 2 terlihat bahwa jumlah penderita sindrom dispepsia masing kelompok; perolehan χo2 = 15,519 yang lebih besar dari
lebih banyak pada responden yang bekerja di ruang produksi 5,991 (χt2) atau karena p-value <0,05.
dibanding dengan mereka yang bekerja di ruang inspeksi Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan intensitas
maupun ruang perkantoran. kebisingan berpengaruh terhadap munculnya gejala sindrom
dispepsia. Pengaruh tersebut melalui variabel perantara yaitu
Tabel 2. Distribusi responden menurut jumlah penderita sindrom
dispepsia
faktor psikologis dan faktor fisik (kelelahan). Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Budihalim (1990)(3) bahwa
R. produksi R. inspeksi R. kantor emosi dan kelelahan fisik akan mempengaruhi keadaan
Sindrom Dispepsi
Jml % Jml % Jml % fisiologi aluran pencernaan, antara lain sekresi musinoid,
(+) 66 69,5 41 45,05 15 36,6 pepsin dan asam klorida lambung, sehingga diduga faktor ini
(-) 29 30,5 50 54,95 26 63,4 pula yang menjadi penyebab munculnya gejala-gejala
Jumlah 95 100 91 100 41 100
gangguan pencernaan bagian atas atau sering disebut dengan
(Sumber : data primer 2002)
Sindrom dispepsia.
Pengaruh emosi terhadap fungsi gastrointestinal telah lama
PEMBAHASAN dikenal. Wolf, Wolf dan Mittelmann (11,), mengobservasi
Hasil uji beda mean (Anova) berdasarkan data tabel 1, melalui lubang fistula permanen di lambung memperoleh hasil
mendapatkan perbedaan yang sangat signifikan (pada α = 0,05) sebagai berikut :
antara intensitas kebisingan di ruang produksi, ruang inspeksi Emosi sadness dan depresi yang diikuti dengan perasaan
dan ruang perkantoran: F0 = 3617,8 lebih besar dari 8,62 withdrawn, menyebabkan mukosa pucat, menurunkan dan
(t0,975;30) atau karena = 0,0001 lebih kecil dari 0,05. menghambat sekresi dan kontraksi lambung; orang tersebut
Paparan bising akan menyebabkan munculnya gejala- merasa mual (nausea) dan tidak ada nafsu makan. Sebaliknya
gejala sindrom dispepsia pada responden melalui variabel anxiety, hostility dan resentment diikuti dengan hipersekresi,
antara. Variabel antara di sini adalah faktor psikologis dan hipermotilitas, hiperemi mukosa lambung, maka terjadilah
faktor fisik atau kelelahan. Faktor fisik dan faktor psikologis keadaan seperti gastritis hipertropik. Penderita merasa nyeri
tersebut saling terkait dan saling berhubungan. dan perih uluhati (heartburn). Bila berlangsung cukup lama
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan, oleh dan cukup berat, timbul erosi dan perdarahan kecil-kecil
karena itu merupakan stres tambahan dari suatu pekerjaan dan mukosa lambung (penurunan daya tahan mukosa lambung).
ABSTRAK
Cedera medula spinalis akut merupakan kondisi yang kompleks, terutama mengenai
kelompok usia muda. Cedera medula spinalis pada umumnya diklasifikasikan sebagai cedera
komplet dan cedera inkomplet. Central cord syndrome merupakan bentuk cedera inkomplet
yang paling sering dijumpai. Tujuan utama terapi adalah meningkatkan fungsi motorik dan
sensorik pasien. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian steroid dosis tinggi
meminimalkan efek sekunder cedera medula spinalis. Pasien dengan cedera medula spinalis
komplet hanya memiliki kemungkinan 5% untuk membaik. Pada cedera komplet yang
menetap lebih dari 72 jam, maka hampir tidak ada kemungkinan untuk kembali pulih.
Sindroma cedera inkomplet memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Penyebab kematian
utama pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah pneumonia, emboli paru, dan
septikemia.
Oleh keluarganya penderita segera dibawa ke rumah sakit. yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord
Dalam perawatan di rumah sakit, penderita merasakan sedikit Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina
perbaikan. Sejak hari ke dua perawatan rasa nyeri seperti Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome. Lee(6)
tersetrum dirasakan berkurang, penderita mulai dapat menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat
menggerakkan lengan atasnya, namun tidak mampu jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome.
mengangkatnya. Rasa baal di keempat anggota gerak dan dada Pada ilustrasi kasus di atas tipe sindrom cedera medula
ke bawah dirasakan menetap. Penderita tidak dapat buang air spinalis yang paling cocok dengan pasien adalah Central Cord
besar, dan tidak dapat buang air kecil saat kateter dilepas. Syndrome (CCS).
Lima hari setelah dirawat, penderita dapat menggerakkan Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah
dan mengangkat lengan atas dan bawah, namun tidak mampu cedera hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia
menggerakkan tangan dan jari-jarinya. Penderita dapat pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang
merasakan rabaan di kedua lengan atas dan bawahnya, namun paling sering adalah medula spinalis segmen servikal, terutama
kurang merasa pada tangan dan jari-jarinya. Rasa nyeri yang pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh
menjalar dirasakan menghilang, gangguan buang air besar dan adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah
buang air kecil dirasakan menetap. akibat penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di
posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari
PEMBAHASAN anterior(9,10). Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah
Klasifikasi bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling
tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika
dipertahankan di bawah lesi(2). yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai
1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera(8). Sebagian
Tabel 1. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet(2) besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipo/
isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang
Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet
mengindikasikan adanya edema(10).
Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)
Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)
Propioseptik (joint position, Hilang di bawah lesi Sering (+) Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan
vibrasi) yang lebih prominen pada ekstremitas atas dibanding
Sacral sparing negatif positif ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah
Ro. vertebra Sering fraktur, Sering normal
luksasi, atau listesis
biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama
MRI (Ramon, 1997, data 55 Hemoragi (54%), Edema (62%), tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik
pasien cedera medula spinalis; Kompresi (25%), Kontusi (26%), permanen(7,8). Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera
28 komplet, 27 inkomplet)(5) Kontusi (11%) normal (15%) paling sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan
paling hebat di medula spinalis C6 dengan ciri LMN.
Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus
inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association(2) dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral(8).
Tabel 2. Komparasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medula Spinalis(2,7,8)
Pemeriksaan neurologi neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu
pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/
Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi AISA(2). Klasifikasi dibuat berdasar rekomendasi AISA, A:
lokal merupakan hal yang sangat penting. Pemeriksaan status untuk lesi komplet, sampai dengan E: untuk keadaan normal.
Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal (2) Serikat(11). Namun demikian penggunaannya sebagai terapi
utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak
Motorik
Otot (asal inervasi) Fungsi
pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi(12,13). Kajian
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku oleh Braken(14) dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa
M. extensor carpi radialis longus dan brevis Ekstensi pergelangan tangan metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi
(C6) farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera
M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda (C8)
medula spinalis traumatika.
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama
M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul dalam penanganan pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi,
M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan
M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki
mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada.
Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS biasanya
Sensoris protopatik mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang
Asal inervasi Dermatom baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak(9).
C2-C4 Dermatom occiput sampai bagian belakang leher Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat
C5-T1 Lengan sampai jari-jari
T2-T12 Bagian dada dan axilla, beberapa titik penting : T4 papila
dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan
mamae, T10 umbilicus, T12 groin kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living
L1-L5 Tungkai (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal
S1-S5 Tumit, bagian belakang tungkai, regio perineal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi
dan harapan pasien(9).
Penelitian prospektif selama 3 tahun(15) menunjukkan
Pemeriksaan penunjang bahwa suatu program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi,
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung
meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
(anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan
posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada
kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, Prognosis
pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun
dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera
diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.
spinalis akibat cedera/trauma (7). Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya
cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas
neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan
Biomekanika gagal ginjal(4).
Biomekanika trauma utama di segmen thorakal medula Penelitian Muslumanoglu dkk(16) terhadap 55 pasien cedera
spinalis adalah akibat hiperfleksi, sementara fleksi dan medula spinalis traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet)
hiperekstensi merupakan gambaran utama cedera di segmen selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera
servikal medula spinalis(1). medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan
motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12
bulan pertama.
Tatalaksana Penelitian Bhatoe17 dilakukan terhadap 17 penderita
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan medula spinalis tanpa kelainan radiologik (5 menderita Central
untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan Cord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan hipo/isointens
motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya
memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula edema. Seluruh pasien dikelola secara konservatif, dengan
spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan,
jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. dan 1 orang tetap tetraplegia.
Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6
prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah bulan pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis
lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan traumatika(9). Curt dkk(18) mengevaluasi pemulihan fungsi
adalah lebih dari 50%(7). kandung kemih 70 penderita cedera medula spinalis; hasilnya
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi
digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor awal ASIA
direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.
SIMPULAN
6. Lee BY, Ostrander LE, Show WW, Cohran GVB, The Spinal Cord
Injured Patient: Comprehensive Management. WB Saunders Co., 1991.
Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab 7. Schreiber D. Spinal Cord Inuries, eMedicine Journal, April, 2002
utama disabilitas neurologis akibat trauma. Pada kasus-kasus 8. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disease of Spinal Cord in Principles
mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal of Neurology, 7th ed. McGraw-Hill, New York, 2001.
9. Alpert MJ. Central Cord Syndrome. eMedicine Journal 2001; 2 (5).
yang sangat penting. Terapi cedera medula spinalis terutama 10. Greenberg. Handbook of Neurosurgery 5th ed. Thieme Med. Publ. 2001.
ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi 11. NIH. Prolonged Treatment with Methylprednisolone Improves Recovery
sensoris dan motoris. Cedera medula spinalis tidak komplet in Spinal Cord Injured Patients. NIH News Release, May 1997
cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. 12. Hugenholtz H, Cass DE, Dvorak MF et al. High Dose
Methylprednisolone for Acute Closed Spinal Cord Injury: Only A
Treatment Options. Can J Neurol Sci. 2002;29: 227-35 (Abstract)
13. Hurlbert RJ. Methylprednisolone for Acute Spinal Cord Injury: An
Inappropriate Standard of Care. J Neurosurg (Spine). 2000;93: 1-7
14. Braken MB. Steroid For Acute Spinal Cord Injury (Cochrane Review):
KEPUSTAKAAN
Cochrane Library, Issue 3, 2002 (Abstract)
15. Dzidik I, Moslavac S. Functional Skill After the Rehabilitation of Spinal
1. York JE. Approach to The Patient with Acute Nervous System Trauma,
Cord Injury Patients: Observation Period 3 Years. Spinal Cord 1997; 35:
Best Practice of Medicine, September 2000
620-23
2. Young W. Spinal Cord Injury Levels and Classification, Care Cure
16. Muslumanoglu L, Au S, Uztula Y, Soy D et al. Motor, Sensory,
Community, Keek Centre for Collaborative Neurosciense, 2002,
Functional Recovery in Patients with Spinal Cord Injury. Spinal Cord
3. Hoppenfeld S. Orthopaedic Neurology: A Diagnostic Guide to
1997; 35: 386-89
Neurologic Levels, JB Lippincott Williams,1977.
17. Bhatoe HS. Cervical Spinal Cord Injury without Radiological
4. FSIP. Spinal Cord Injury Facts : Statistics. Foundation for Spinal Cord
Abnormality in Adults. Neurol India 2000; 48: 243-48
Injury Prevention, Care and Cure. 2001,
18. Curt A,Rodic B, Schurah B, Dietz V. Recovery of Bladder Function in
5. Ramon S, Dominquez R, Ramirez L, Paraira M, Olona M, Clinical and
Patients with Acute Spinal Cord Injury: Significance of ASIA Score and
Magnetic Resonance Imaging Correlation in Acute Spinal Cord Injury,
Somatosensory Evoked Potentials. Spinal Cord 1997; 35: 363-73
Spinal Cord 1997; 33:664-73.
ABSTRAK
Aplikasi stem cell pada stroke iskemik berindikasikan penggantian jaringan sistem
saraf pusat yang mengalami infark dengan cara organotipik yang tepat. Sel-sel saraf yang
hilang pada stroke iskemik perlu diganti untuk memungkinkan pembentukan kembali
sirkuit saraf yang fungsional. Sel glia seperti astroglia dan oligodendroglia juga harus
diganti untuk mempertahankan sirkuit saraf dan membentuk konduksi saraf yang tepat. Sel-
sel saraf dan glia telah dapat dihasilkan dengan sukses dari stem cell pada kultur,
membangkitkan usaha untuk meningkatkan terapi berbasis transplantasi stem cells pada
manusia.
Terapi adult stem cell pada stroke dapat dibagi menjadi cara endogenous dan
eksogenous. Stem cells dapat memberikan manfaat klinis pada kasus stroke iskemik dengan
penggantian sel saraf, myelinisasi kembali dan proteksi terhadap sel saraf.
Kata Kunci : stem cell, stroke iskemik, infark, kultur, transplantasi, neurogenesis
PENDAHULUAN yang paling penting pada negara - negara industri dan tetap
Walaupun jumlah obat pelindung saraf yang berfungsi menjadi sebab kematian dan kecacatan yang tertinggi.
untuk membatasi kerusakan otak akibat iskemi dan Meskipun manfaat klinis obat trombolitik yang bekerja secara
memperbaiki prognosis pasien stroke cukup banyak, stroke sistemik cukup bermakna, hanya sebagian kecil pasien yang
iskemik tetap merupakan penyebab kematian utama dan bisa mendapatkan terapi ini tepat pada waktunya. Karena itu,
kecacatan jangka panjang. Patofisiologi terjadinya kematian sel pentinglah pengembangan strategi terapi alternatif baru yang
saraf sangat kompleks sedemikian rupa sehingga obat kurang terikat pada batas waktu yang sempit. Pendekatan yang
pelindung saraf yang bekerja dengan mekanisme tunggal tidak paling membesarkan hati adalah penggantian sel-sel yang tepat
efektif memperkecil daerah infark pada otak manusia. Strategi pada daerah iskemi. Pemikiran utama yang mendasari
penggunaan kombinasi obat pelindung saraf dalam pengobatan penerapan terapi yang berbasis sel pada stroke iskemik adalah
stroke masih perlu dipelajari. Karena itu, sasaran pendekatan mengganti jaringan sistem saraf pusat yang infark dengan suatu
yang dibutuhkan adalah obat yang bekerja dengan mekanisme cara organotipik yang tepat. Sel-sel saraf yang hilang perlu
yang berbeda, secara serentak membatasi kerusakan otak akibat diganti untuk memungkinkan pembangunan kembali suatu
iskemi. Selain obat pelindung saraf dan kombinasinya, strategi sirkuit saraf yang berfungsi. Sel-sel glia seperti astroglia dan
yang ditujukan untuk meningkatkan plastisitas saraf itu sendiri oligodendroglia harus diganti untuk mempertahankan sirkuit
atau menggantikan sel yang mati atau sel saraf yang rusak saraf dan untuk membuat konduksi saraf yang tepat. Lebih jauh
dengan menggunakan stem cell dapat diteliti lebih dalam pada lagi, pendekatan berbasis sel dapat melindungi jaringan
stroke.1 berisiko di daerah penumbra sekitar daerah infark atau
Stroke iskemik akut akibat penyumbatan arteri serebral membantu meningkatkan kelangsungan hidup, perpindahan dan
yang menyebabkan infark pada jaringan otak disertai diferensiasi sel-sel prekursor endogen. Sumber yang potensial
kehilangan sel saraf, astroglia dan oligodendroglia yang untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas adalah berbagai
mendadak, merupakan kelainan vaskuler sistem saraf pusat jenis stem cell.2
Pada tahun- tahun terakhir ini, sel-sel saraf dan glia telah fertilisasi, dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel apapun,
berhasil didapatkan dari kultur stem cell. Hal ini kecuali stem cells totipoten dan sel-sel plasenta. Multipotent
membangkitkan semangat untuk mengembangkan terapi stem cells adalah keturunan dari pluripotent stem cells dan
transplantasi berbasis stem cell pada manusia. Baru-baru ini, merupakan asal dari sel-sel khusus dalam jaringan-jaringan
telah dikembangkan upaya untuk menstimulasi pembentukan tertentu. Misalnya, hematopoietic stem cells yang terutama
dan melindungi kematian sel-sel saraf dan sel glia yang ditemukan pada sumsum tulang, merupakan asal dari semua sel
dihasilkan oleh sel stem endogen dalam sistem saraf pusat yang ditemukan dalam darah, meliputi eritrosit, leukosit dan
dewasa. Langkah selanjutnya adalah untuk menerjemahkan trombosit. Contoh lain adalah neural stem cells, yang akan
kemajuan yang menarik ini dari laboratorium ke terapi klinis berdiferensiasi menjadi sel-sel saraf, dan sel-sel pendukung
yang berguna. Diharapkan stem cell akan menyediakan sumber yang disebut glia. Progenitor cells (unipotent stem cells)
sel saraf dan glia yang tidak habis-habisnya untuk terapi-terapi hanya dapat menghasilkan satu jenis sel saja. Misalnya,
penggantian sel atau perlindungan saraf pada kelainan-kelainan erythroid progenitor cells berdiferensiasi menjadi sel darah
yang mengenai otak dan medulla spinalis.3 merah.4
sering terjadi, gangguan besar pada aliran darah otak fokal memungkinkan pembangunan kembali suatu sirkuit saraf yang
menyebabkan kerusakan parenkim yang ireversibel.7 Stroke berfungsi. Sel-sel glia seperti astroglia dan oligodendroglia
iskemik akut disebabkan oleh sumbatan arteri serebral yang harus diganti untuk mempertahankan sirkuit saraf dan untuk
menyebabkan infark jaringan otak dengan kehilangan sel saraf, membuat konduksi saraf yang tepat. Lebih jauh lagi,
astroglia dan oligodendroglia.8 pendekatan berbasis sel dapat melindungi jaringan berisiko di
daerah penumbra sekitar daerah infark atau membantu
meningkatkan kelangsungan hidup, perpindahan dan
diferensiasi sel – sel prekursor endogen. Sumber yang potensial
untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas adalah berbagai
jenis stem cell.2
eksogen, adult stem cell atau sel prekursor yang berasal dari menjanjikan pada penyakit sistem saraf pusat. Sumber-sumber
sistem saraf pusat atau sistem hematopoeisis diberikan secara HSCs harus dibedakan yaitu: stem cells yang langsung dari
lokal atau sistemik setelah pemurnian dan pembiakan pada sumsum tulang, darah tali pusat dan sel darah tepi (sel
kultur.2 CD34+).2
Gambar 4. Cara endogen dan eksogen terapi stem cell pada stroke 2
Gambar 5. Lokalisasi dan diferensiasi adult neural stem cells 2
Neurogenesis ada di dua tempat: subventricular zone
(SVZ) dan subgranular zone dari dentate gyrus. Sebagai Menarik bahwa iskemi serebral akut pada manusia
tambahan, penelitian-penelitian terbaru juga menunjukkan otomatis menyebabkan kenaikan sel CD34+ di darah tepi tiga
keberadaan neural stem cells (NSCs) di daerah lain di sistem kali lipat. Dengan mempertimbangkan perubahan ini sebagai
saraf pusat, seperti striatum, medulla spinalis dan neocortex. suatu mekanisme perbaikan diri yang tidak memadai,
NSCs yang berasal dari SVZ and dentate gyrus ditandai dengan konsekuensi logisnya adalah lebih meningkatkan pemindahan
kemampuan memperbarui diri yang bersifat jangka panjang sel CD34+ secara farmakologis dengan memberikan
dan multipotensi. NSCs yang berasal dari adult SVZ dan granulocyte colony stimulating factor (G-CSF). Sebagai
dentate gyrus tetap ada sepanjang hidup mamalia termasuk tambahan, G-CSF telah digunakan untuk meningkatkan efek
manusia. Perlu diingat bahwa neurogenesis terjadi secara perlindungan terhadap saraf setelah terjadinya iskemi serebri.
fisiologis atau diatur oleh sinyal dari luar atau proses patologis. Sebuah penelitian preklinik menunjukkan adanya perbaikan
Stimulan global eksternal seperti lingkungan yang diperkaya, fungsional pada tikus besar yang mengalami iskemi serebri
aktivitas fisik dan stres atau adanya molekul tertentu seperti fokal setelah pemberian G-CSF subkutan. Baru-baru ini,
fibroblast growth factor-2, vascular endothelial growth factor sebuah penelitian klinis yang sedang berjalan, yang meneliti
(VEGF), brain-derived neurotrophic factor (BDNF) dan keamanan pemberian G-CSF pada pasien stroke iskemik akut
erythropoietin mengatur adult neurogenesis dengan cara yang belum melaporkan adanya efek samping.2
berbeda.2 Cara alternatif untuk meningkatkan HSCs pada sistem
Dasar pemikiran untuk mentransplantasikan NSCs ke saraf pusat yang terserang penyakit adalah dengan
dalam otak yang mengalami iskemi terutama adalah untuk mentransplantasikan sel baik sistemik maupun lokal setelah
merekonstruksi sirkuit saraf yang rusak. Sebagai tambahan, iskemi serebral akut. Berbagai sumber HSCs telah digunakan
pemindahan sel dapat menimbulkan efek perlindungan untuk penelitian preklinik: sel stroma sumsum tulang, sel darah
terhadap saraf dengan mengeluarkan faktor-faktor neurotropik tali pusat dan sel darah perifer yang dimobilisasi oleh G-CSF
yang menambah survival baik intrinsik maupun setelah (sel CD34+). Darah tali pusat merupakan sumber HSCs yang
pemberian terapi transgenik. Penelitian terbaru menunjukkan efektif. Pemberian sel CD34+ yang berasal dari darah tali pusat
bukti bahwa adult neural stem cells dapat diperoleh dari secara intravena setelah penyumbatan arteri serebri media
subventricular zone, hippocampus, korteks dan subkorteks (MCA-O: medial cerebral artery occlusion) pada tikus yang
manusia dewasa. Transplantasi autolog merupakan cara mengalami imunodefisiensi kombinasi, menimbulkan
rasional untuk menggunakan adult stem cells.2 neovaskularisasi dan neurogenesis yang diikuti dengan
Penemuan bahwa hematopoietic stem cells (HSCs) mampu perbaikan fungsional. Kerugian transplantasi HSCs yang
melakukan transdiferensiasi menjadi turunan sel-sel saraf, dan berasal dari darah tali pusat adalah asalnya yang alogenik,
mudah diperolehnya HSCs, telah mengubah fokus perhatian memerlukan terapi imunosupresan yang permanen untuk
pada aplikasi HSCs sebagai strategi penggantian sel yang menghindari penolakan. Sebagai kemungkinan lain, jumlah
HSCs pada darah perifer dapat ditingkatkan dengan efektif akan bergantung pada strategi untuk meningkatkan
memindahkan sel dari sumsum tulang menggunakan G-CSF, survival neuron yang baru dan untuk meningkatkan penyatuan
yang merupakan sumber yang efektif untuk transplantasi HSCs mereka dalam reorganisasi sirkuit saraf.3
autolog. Proses isolasi HSCs dari darah tepi dapat dilakukan
tanpa risiko atau efek samping.2 Transplantasi stem cells mungkin dapat memberikan
Sel-sel yang ditransplantasikan dari berbagai sumber, perbaikan yang bernilai melalui beberapa mekanisme.
seperti otak fetus, neuroepithelial atau sel teratocarcinoma, Pertama, jaringan yang rusak tersebut dapat menstimulasi
sumsum tulang dan tali pusat, telah menghasilkan beberapa respon plastis atau mempengaruhi aktivitas saraf. Kedua
perbaikan pada binatang dan pada satu percobaan klinis transplan akan beraksi sebagai pompa biologi mini dan
manusia yang terkena stroke. Pada kebanyakan kasus, transplan melepaskan transmiter yang hilang atau mengeluarkan growth
telah beraksi dengan memberikan faktor-faktor yang factor. Ketiga, transplan dapat mengembalikan transmiter
meningkatkan kelangsungan hidup dan fungsi sel. Akan tetapi, sinaptik yang dilepaskan dengan menyediakan inervasi ulang
agar terapi stem cell mempunyai nilai klinis yang besar, sel yang lokal. Dan keempat, adalah penggantian saraf yang
manusia harus dapat menggantikan sel saraf yang mati, sesungguhnya, transplan akan menyatu ke dalam saraf yang
mielinisasi kembali akson-akson dan memperbaiki sirkuit saraf ada dan jaringan sinaptik, dan membentuk kembali hubungan
yang rusak.3 aferen dan eferen yang berfungsi.4
Sebagai langkah pertama dalam mencapai tujuan, fetal Ada tiga tugas yang harus dipenuhi dalam mengem-
neural stem cell manusia ditransplantasikan ke dalam otak tikus bangkan terapi stem cell menuju aplikasi klinis pada stroke.
yang rusak karena stroke, menghasilkan perpindahan sel-sel Tugas pertama: Untuk mendapatkan pembuktian prinsip
saraf yang baru ke daerah yang mengalami iskemi. Penelitian bahwa stem cells yang tertanam, atau sel saraf yang dihasilkan
lain menunjukkan bahwa progenitor yang berasal dari dari stem cells saraf endogen, dapat bertahan hidup dalam
embryonic stem cells monyet yang ditransplantasikan ke dalam jumlah besar pada binatang yang dikenai stroke, berpindah ke
otak tikus setelah mengalami stroke, berdiferensiasi menjadi lokasi yang tepat, menunjukkan sifat morfologis dan fungsional
berbagai macam jenis sel saraf dan sel glia, menimbulkan dari sel-sel saraf yang telah mati, dan menimbulkan hubungan
kembali hubungan dengan daerah target, dan menimbulkan sinaptik aferen dan eferen dengan sel-sel saraf yang bertahan
perbaikan fungsi motorik. Efektifitas terapi semacam ini dapat hidup dalam gangguan itu. Magnetic resonance imaging (MRI)
ditingkatkan lebih jauh dengan memodifikasi stem cells secara tampaknya ideal sebagai penggambaran noninvasif dengan
genetik, misalnya, dengan memunculkan secara berlebihan gen jarak dan resolusi temporal yang tinggi bagi survival,
anti apoptosis.3 perpindahan dan diferensiasi dari sel yang ditanamkan. Tugas
ke dua: Untuk mengoptimalkan perbaikan perilaku yang
ditimbulkan oleh penempatan kembali sel saraf dalam hewan
model. Strategi untuk memperbaiki survival, diferensiasi dan
integrasi dari stem cells yang ditanamkan dan yang endogen
memerlukan pengetahuan yang terinci tentang bagaimana
pengaturan proses-proses ini. Rentang waktu setelah kejadian
hingga pembangkitan sel-sel saraf baru untuk menimbulkan
perbaikan sirkuit saraf yang maksimal dan perbaikan
fungsional harus ditetapkan. Tugas ke tiga: Untuk menjelaskan
pasien-pasien yang cocok untuk terapi stem cells berdasarkan
Ket.:Neural stem cells manusia diberi label dengan protein fluoresen hijau pada penemuan pada model binatang tentang jenis sel apa yang
sekurang-kurangnya selama 1 bulan dan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang
secara morfologi membentuk sel-sel saraf setelah penanaman dalam jarak dapat dihasilkan dan digantikan.4
yang dekat pada daerah yang rusak akibat stroke pada tikus (daerah yang
merah). 3
KEPUSTAKAAN
Gambar 6. Transplantasi stem cells ke dalam otak yang cedera 3
1. Sharma SS. Emerging Neuroprotective Approaches in Stroke Treatment.
CRIPS. 2003; 4(4) : 8-12.
Menarik bahwa otak hewan pengerat yang rusak akibat 2. Haas S, Weidner N, Winkler J. Adult Stem Cell Therapy in Stroke. Curr.
stroke mempunyai kemampuan untuk mengganti saraf yang Opinion in Neurol. 2005; 18:59-64.
sama dengan neural stem cell sendiri. Untuk beberapa bulan 3. Lindvall O, Kokaia Z. Stem Cells for The Treatment of Neurological
setelah stroke, neural stem cells dapat membangun sel saraf Disorders. Nature 2006;.441(29): 1094-1096.
4. Harris S. Simposium Stem Cell, Menyongsong Era Stem Cell di
baru yang berpindah ke daerah yang rusak. Hal yang penting Indonesia, MRU FK UI – Cermin Dunia Kedokteran – Kalbe Farma. 2
sekarang adalah menemukan apakah neurogenesis endogen September 2006,
dapat ikut berperan pada perbaikan fungsi setelah stroke, dan 5. Meschia JF, Brott TG, Brown Jr, RD. dkk.. The Ischemic Stroke
apakah hal itu akan terjadi pada manusia. Dan, karena Genetics Study (ISGS) Protocol. BMC Neurology, 2003; 3:4.
6. Wood D. Stroke. EBSCO. EBSCO Publ. 2006; 1-4.
regenerasi saraf kortikal akan menjadi dasar perbaikan 7. Meschia JF, Brown Jr, RD, Brott TG. dkk.. The Siblings With Ischemic
fungsional pada sebagian besar otak yang rusak karena stroke, Stroke Study (SWISS) Protocol. BMC Med Genetic. 2002; 3:1.
perlu diketahui apakah neural stem cells otak individu dewasa 8. Kaji EH, Leiden JM.. Gene and Stem Cell Therapies. JAMA 2001;
sendiri dapat dipacu untuk menghasilkan saraf kortikal. Terapi 285(5): 545-550.
Saxitoxin Toxic marine microalgae : Bivalve shellfish Paralytic shellfish poisoning (similar to tetrodotoxin
and Alexandrium spp, Pyrodi- (mussels,oysters, poisoning): descending paralysis; rapid progression
gonyautoxins nium bahamense var and clams ) to respiratory failure when severe
compressum, and Gymno-
dium catenatum
Palytoxin Zoanthid anemones Crabs and fish Palytoxin poisoning: poorly characterized ; reported
Palythoa sp to affect the neurological and gastrointestinal
systems, and to cause myolysis
Banjir informasi
Awalnya, seakan-akan mengamini pendapat umum, Profesor Health Informatics yang energik tersebut menjelaskan bahwa saat ini
dengan teknologi informasi khususnya internet, para tenaga kesehatan dibanjiri banyak informasi. Bayangkan, setiap 26 detik ada
satu artikel baru yang ditambahkan pada literatur kedokteran. Jumlah artikel ilmiah bertambah menurut deret ukur (eksponensial).
Sebagai ilustrasi, dalam periode 110 tahun, tulisan mengenai satu penyakit: 30% dibuat dalam 50 tahun pertama dan 40% dibuat
dalam 10 tahun terakhir
Mengapa demikian?
Mengutip penelitian Evant dkk. (1984), Coiera menjelaskan bahwa dengan makin bertambahnya jam terbang (praktek), jika seorang
dokter tidak mengikuti perkembangan kedokteran - karena begitu sibuknya praktek - akan terjadi penurunan relatif pengetahuan
kedokterannya. Akibatnya, saat berkonsultasi dengan pasien, dokter tersebut membutuhkan waktu lebih lama untuk menjawab satu
pertanyaan.
Sekilas APAMI
APAMI adalah organisasi Medical Informatics (Informatika Kedokteran) tingkat Asia Pasifik yang mempunyai pertemuan 3 tahunan. Pertemuan
trennial tersebut dilakukan sekaligus dengan penggantian pengurus. Tahun ini (2006), pimpinan APAMI diserahterimakan dari Prof. Yun Sik Kwak,
MD, PhD (Korea) kepada Prof. Yu-Chuan (Jack) Li (Taiwan). Empat pertemuan sebelumnya berlangsung di Singapura (1994), Sydney (1997),
Hongkong (2000), Seoul (2003) dan pertemuannya selanjutnya akan berlangsung di Hiroshima Jepang (2009).
Sampai saat ini APAMI mempunyai 12 negara anggota: Australia, Cina, Filipina, Hongkong, Jepang, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Singapura,
Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Rencana ke depan, Indonesia - secara resmi - akan segera bergabung dengan APAMI. Awal-awalnya sewaktu
didirikan, Indonesia memang memiliki wakilnya, tetapi akhirnya tidak lagi.
Sekilas IMIA
Induk APAMI adalah IMIA atau International Medical Informatics Association. Sampai bulan November 2006, IMIA memiliki:
- Kelompok Nasional atau Asosiasi (48 negara belum termasuk Indonesia)
- Institusi Korporat (10 perusahaan)
- Institusi Akademik (47 akademi)
- Koresponden (35 orang)
The International Symposium on Recent Progress in Curcumin Research, Yogyakarta 11 - 12 September 2006
Simposium Internasional yang membahas penelitian curcumin ini mengambil topik “Mempelajari Pengaruh Modifikasi Struktur Molekul
Curcumin terhadap Aktivitas Farmakologi Senyawa tersebut.” Simposium ini adalah bagian dari perayaan Ulang Tahun ke-60 Fakultas
Farmasi, Universitas Gadjah Mada; terselenggara atas kerja sama Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada dengan Vrije Universiteit
(Netherland), LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan disponsori oleh beberapa perusahan farmasi. PT Kalbe Farma pun turut
berperan mendukung acara simposium tersebut. Acara ini dibuka oleh Rektor UGM Prof. Dr. Sofian Effendi dan dihadiri sekitar 100
peserta.
Simposium mini PAPDI: Tips Berpuasa pada Penderita Penyakit Kronis, Jakarta, 12 September 2006
Puasa bagi umat Islam adalah tidak makan dan minum, serta menghentikan segala sesuatu yang membatalkan, sejak terbit fajar sampai
matahari terbenam (sekitar 14 jam). Berdasarkan pengertian inilah maka pertemuan rutin PAPDI kali ini membahas Tips Berpuasa bagi
Penderita Sakit Maag, Diabetes dan Orang tua. Diadakan di Aula FKUI, simposium ini dihadiri oleh kurang lebih 100 peserta dari kalangan
dokter umum, tenaga medis dan awam.
Seminar awam: Amankah Penderita Sakit Maag berpuasa...? RS Islam Jakarta, 16 September 2006
Kegiatan seminar untuk awam merupakan kegiatan rutin RS Islam (RSI) setiap 2 bulan. Kali ini menjelang bulan Ramadan, tema yang
diangkat adalah Puasa bagi Penderita Sakit Maag. Dibawakan oleh dr H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB dari Divisi Gastroenterologi,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI serta H.M Jamaludin Ahmad, Psi, Direktur SDM dan Pembinaan Rohani RSI Jakarta. Peserta
sekitar 150 orang terdiri dari awam dan perawat.
The European Society Medical Oncology ke-31 (ESMO), Istanbul, Turki 29 September- 3 Oktober 2006
Kongres ESMO (The European Society Medical Oncology) ke-31 diselenggarakan di Hotel Hilton Istanbul, Turki selama 5 hari. Kongres ini
dihadiri sekitar 3.000 peserta yang berasal dari lebih 100 negara. Kongres terbesar di Eropa bagi profesi medical oncology ini fokus
terhadap aktivitas preventif kanker, perkembangan diagnosis dini pasien kanker, diagnosis, terapi dan follow up terapi pasien kanker.
14th Congress of the FAOPS (Federation of Asia and Oceania Perinatal Societies), Bangkok,Thailand 1-6 Oktober 2006
Kongres FAOPS yang diadakan di Sofitel Central Plaza and Bangkok Convention Centre, Thailand selama 6 hari dibuka dengan sangat
meriah oleh ratu Thailand. Simposium ini diikuti oleh 44 negara, terdiri dari 400 dokter spesialis anak, spesialis kebidanan dan kandungan,
dokter umum dan perawat. Tema kongres tersebut adalah “Care, Concern and Cure in Perinatal Health ”.
12th Asian Australasian Congress of Anaesthesiologists (AACA) 2006, Singapore, 6-10 November 2006
Acara ini mengambil tema “The Art & Science of Anaesthesiology” dengan topik yang beraneka ragam di bidang anestesiologi dan
intensive care dengan pembicara terkemuka dari berbagai negara. Acara ini diikuti lebih dari 1.000 dokter spesialis anestesi dari berbagai
negara khususnya di Asia dan Australia.
XVIII FIGO World Congress of Gynecology and Obstetrics, Kuala Lumpur, Malaysia 5-10 November 2006
Sebanyak lebih dari delapan ribu peserta yang berasal dari seratus negara di dunia menghadiri kongres FIGO-XVIII. Kongres yang
diadakan kali ini adalah yang terbesar pertama yang diselenggarakan di Malaysia. Kongres diadakan selama 6 hari sejak tanggal 5 hingga
10 November 2006 bertempat di Kuala Lumpur Convention Center..
Sidang Ilmiah V Pusat Studi Informatika Kedokteran Universitas Gunadarma, Jumat 10 November 2006
Beberapa contoh pelayanan kesehatan jarak jauh sebelum adanya teknologi informasi menurut DR Dr Johan Harlan misalnya mewajibkan
penderita Lepra menggunakan bel atau penggunaan bendera kuning pada kapal yang membawa penderita pes, dll. Sejak tahun 1990-an,
lanjut Kepala Pusat Studi Informatika Kedokteran Universitas Gunadarma, teknologi digital mulai merambah bidang ini. Inilah yang dikenal
saat ini dengan Telemedicine. Acara ini merupakan Sidang Ilmiah V dari Pusat Studi Informatika Kedokteran satu-satunya di Indonesia.
Seminar Awam: Gagal Ginjal dan Disfungsi Seksual, IKCC - Sabtu 18 November 2006
Apakah penderita Gangguan Ginjal harus selalu di-identik-kan dengan Disfungsi Seksual? Ternyata tidak. Dr WM Roan, DPM, SpKJ (K)
menjelaskan hal tersebut kepada para peserta / anggota Indonesian Kidney Care Club (IKCC) di Convention Room PT Bintang Toedjoe
Jakarta, Sabtu 18 November 2006. Acara ini merupakan kegiatan bulanan yang diselenggarakan oleh kelompok yang peduli terhadap
kesehatan ginjal tersebut.
APSR (The Asian Pacific Society of Respirology) ke-11, Kyoto, Jepang 19 – 22 November 2006
Kongres APSR (The Asian Pacific Society of Respirology) ke-11 yang diselenggarakan di Kyoto International Conference Hall, berlangsung
selama 4 hari, dihadiri oleh sekitar 1500 peserta dari negara Asia Pasifik. Kongres ini mengambil tema “ New Horizons of Respirology -
Harmonization Beyond Diversity”
Laporan lengkap pelbagai simposium di atas (dalam Bahasa Indonesia/English), bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/seminar.
1. Kecelakaan kerja yang tidak mungkin terjadi di 6. Infeksi antraks yang terberat ialah :
laboratorium: a) Antraks pulmonal
a) Tersengat listrik. b) Antraks intestinal
b) Infeksi c) Antraks kulit
c) Radiasi d) Antraks herbivora
d) Luka bakar e) Semua fatal
e) Semua mungkin
7. Pada penggunaan komputer, jarak mata - layar komputer
2. Yang paling berperan dalam sistim imunitas seluler : yang dianjurkan, minimal :
a) Monosit a) 20 cm
b) Limfosit T b) 40 cm
c) Limfosit B c) 60 cm
d) Mast cell d) 80 cm
e) Semua sama penting e) 100 cm
3. Penyakit yang tidak termasuk penyakit autoimun : 8. Cedera medula spinalis menyebabkan cedera neurologis
a) Psoriasis terutama/paling sering :
b) Sklerosis multipel a) Paraplegi komplet
c) Diabetes melitus b) Paraplegi inkomplet
d) Stroke c) Tetraplegi komplet
e) Artritis d) Tetraplegi inkomplet
e) Monoplegi
4. Sumber radiasi alfa yag terbanyak di alam berasal dari :
a) Thorium 9. Pemeriksaan terbaik untuk cedera medula spinalis :
b) Radium a) Pemeriksaan neurologik
c) Radon b) Rontgen vertebra
d) Uranium c) Punksi lumbal
e) Helium d) Mielografi
e) MRI vertebra
5. Efek radiasi terhadap sel yang terutama ialah terhadap:
a) DNA
b) RNA
c) Mitokondria
d) Membran sel
e) Sitoplasma
JAWABAN: 1.E 2.B 3.D 4.C 5.A 6.A 7.C 8.D
9.E