You are on page 1of 16

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS KECACINGAN, STATUS SENG DAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI DENGAN PRESTASI BELAJAR

MURID SEKOLAH DASAR RAPPOKALLING 1 DI WILAYAH PEMUKIMMAN KUMUH KOTA MAKASSAR


Saifuddin Sirajuddin* Ulfah Najamuddin*
*

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan asupan zat gizi, status kecacingan, status seng, dan status gizi dengan prestasi belajar murid sekolah dasar yang dilakukan pada siswa SD umur 8 12 tahun yang berada di permukiman kumuh Kota Makassar, menggunakan desain cross sectional study. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1979) sebanyak 76 sampel yang berasal dari SD Rappokalling 1. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematik secara proporsional. Analisis data univariet dan bivariate dengan menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan = 0,05. Uji analisis chi square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan gizi (energi, protein, iron, asam folat dan seng), status kecacingan (cacing cambuk atau cacing gelang), status seng, status gizi antropometri (TB/U dan IMT/U) dengan prestasi belajar (P > 0,05). Tingkat Intensitas infeksi kecacingan masih dalam batas ringan. Kata Kunci: asupan zat gizi, status gizi, status kecacingan, status seng, prestasi belajar This research aims to analyze the relationship of the intake of nutrients, intestinal worms status, and status of zinc nutritional status with learning achievement of elementary school pupils conducted on elementary school students 8 - 12 yearsold residing in slums Makassar city, using the design of cross sectional study. Of the sample is determined by using the Lameshow formula (1979) by as much as 76 samples originating from the Elemetary School Rappokalling 1. Sampling was done randomly systematic proportionately. Univariet data analysis and using bivariate test chi square with the degree of significance of = 0.05. Chi square test results obtained analysis that there is no significant relationship between the intake of nutrients (energy, protein, iron, folic acid and zinc), intestinal worms status (whip worm or roundworms), the status of zinc nutritional status, Anthropometry and learning achievements (P > 0.05). The level of intensity of the infection of worm still in the light. Keyword: intake nutrition, nutritional status, intestinal waorm status, Zinc status, learning achievement

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan kualitas SDM. Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh kembang anak (Wulandari, 2010). Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa perkembangan anak meliputi

perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal sosial dan adaptif. Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan zatzat gizi yang adekuat melalui pemberian makanan yang sesuai dengan tingkat kemampuan konsumsi anak, tepat jumlah (kuantitas) dan tepat mutu (kualitas), oleh karena kekurangan maupun kelebihan zat gizi, akan menimbulkan gangguan kesehatan, status gizi maupun tumbuh kembang. Hal lain yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah penyakit infeksi yang dapat mengancam kesehatan anak yang dapat berdampak pada kecerdasannya. Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penderita dan keluarganya (Depkes ,2010). Infeksi cacing atau penyakit cacingan selalu menjadi penyakit yang mengancam kesehatan anak. Mengacu pada beberapa data yang cukup mengkhawatirkan menyebutkan, sekitar 60-90 persen penduduk Indonesia masih menderita cacingan. Menurut data dari survei yang pernah dilakukan di Jakarta, terutama pada murid sekolah dasar menyebutkan, sekitar 80 persen siswa SD di Jakarta Utara, 74,70 persen siswa di SD Jakarta Barat, dan 68,42 siswa SD di Jakarta Selatan menderita penyakit cacingan . Berdasarkan hasil survey yang lain, saat ini anak Indonesia yang menderita penyakit kecacingan berada pada kisaran 30% ( Depkes,2010 ).

Metode Jenis penelitian yang akan digunakan adalah studi potong lintang (Cross Sectional Study). Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dalam waktu yang bersamaan. Adapun variabel independennya adalah asupan zat gizi, status kecacingan, status seng, status gizi (antropometri), sedangkan variabel dependennya adalah prestasi belajar murid sekolah dasar. Penelitian akan dilakukan pada sekolah dasar yang berada di wilayah pemukiman kumuh Kecamatan Tallo, yaitu SD Rappokalling 1. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, yaitu bulan Juli sampai Oktober 2012. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh murid sekolah dasar di pemukiman kumuh Kecamatan Tallo Kota Makassar. Murid SD kelas 3, 4 dan 5 SD Rappokalling 1 Kota Makassar. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Proporsional Sistematic Random Sampling dan sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Lamesshow (1997) sehingga didapatkan sebanyak 76 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan observasi

menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden. Pengukuran status kecacingan dilakukan dengan mengambil feses dari murid, selanjutnya diperiksa di laboratorium Parasitologi; pengukuran asupen dilakukan dengan cara recall 24 jam selama 3 hari berturut-turut menggunakan kuesioner recall 24 jam. Pengukuran status seng dilakukan dengan cara Kecap Sminth menggunakan larutan ZnSO4 0,1% sebanyak 5 ml. Pengukuran status gizi dilakukan dengan mengukur berat badan menggunakan timbangan digital dan tinggi badan sampel diukur dengan

menggunakan microtoise; Penilaian prestasi belajar diketahui dengan melihat nilai raport terakhir dari anak. Pengolahan data akan dilakukan menggunakan komputer dengan bantuan paket program SPSS dengan tahapan Editing, Coding, Entry, dan Cleaning. Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang disertai dengan penjelasan atau narasi. Data akan dianalisis secara univariat yang dilakukan untuk mendapatkan gambar umum dari variable yang diteliti, baik variable bebas maupun terikat serta karakteristik subyek penelitian dan secara bivariat yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen berhubungan dengan variabel dependen.

Hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa variabel asupan zat gizi pada umumnya termasuk kurang kecuali pada asupan protein yaitu terdapat 56 orang (73,7%) yang memiliki asupan yang cukup. Asupan zat gizi mikro seperti iron, asam folat, dan seng termasuk kurang yaitu >90%. Variabel status kecacingan (cacing cambuk atau cacing gelang) terlihat bahwa terdapat 32 orang (42,1%) yang positif kecacingan yaitu cacing cambuk atau cacing gelang. Kemudian status seng dengan menggunakan metode kecap smith untuk mengetahui defisiensi seng atau normal, terlihat bahwa pada umumnya responden mengalami defisiensi seng sebanyak 67 orang (88,2%). Variabel status gizi terbagi 2 yaitu status gizi berdasarkan indicator TB/U untuk mengetahui stunting (pendek) atau normal, terlihat bahwa responden yang mengalami stunting/pendek hampir sama banyak dengan yang normal, namun responden yang pendek lebih banyak yaitu 39 orang (51,3%) sedangkan yang normal yaitu 37 orang (48,7%). Sedangkan status gizi berdasarkan indicator IMT/U

yaitu terdapat 17 orang (22,45) yang termasuk kurus, dan status gizi normal yaitu 53 orang (69,7%). Tabel 2 menunjukkan prestasi belajar berdasarkan nilai 3 mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Nilai tersebut diperoleh dari hasil Mid Semester yang diselenggarakan oleh pihak sekolah, dan nilai tes soal yang diberikan oleh peneliti kepada responden. Jadi nilai tersebut merupakan gabungan antara nilai Mid Semester dan Tes Soal dengan persentasi masing-masing 60% dan 40%. Tabel di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar responden termasuk kurang sebanyak 43 orang (56,6%) dan kategori cukup sebanyak 33 orang (43,4%). Tabel 3 menunjukkan responden yang mempunyai asupan energi dengan kategori kurang yang memiliki prestasi belajar kurang 20 orang (50,0%) dan cukup 20 orang (50,0%), dan asupan energi yang cukup terdapat 23 orang (63,9%) yang prestasi belajarnya termasuk kurang. Setelah dilakukan Uji Chi Square asupan energi dan prestasi belajar dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05), diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan prestasi belajar dengan nilai P = 0,223 (P > 0,05). Asupan zat gizi berikutnya adalah protein, responden dengan asupan proteinnya kurang yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 10 orang (50,0%) dan cukup juga 10 orang (50,05), sedangkan responden dengan kategori asupan protein cukup yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 33 orang (58,9%). Hasil uji chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan prestasi belajar dengan nilai P = 0,489 ( P > 0,05). Asupan iron dengan kategori asupan kurang yang memiliki prestasi belajar kurang yaitu 41 orang (59,4%) dan cukup sebanyak 28 orang (40,6%), sedangkan responden yang memiliki kategori asupan iron yang cukup terdapat 5 orang (71,4%) yang memiliki prestasi belajar cukup. Adapun asupan asam folat dengan kategori

asupan kurang yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 42 orang (58,3%) dan asupan folat cukup yang memiliki prestasi belajar cukup yaitu 3 orang (75,0%). Asupan seng dengan kategori asupan kurang yang memiliki prestasi belajar kurang yaitu 40 orang (56,3%), dan asupan seng dengan kategori asupan cukup yang memiliki prestasi belajar cukup yaitu 2 orang (40,0%). Namun hasil uji chi Square tidak menunjukkan adanya hubungan antara asupan iron, asam folat dan seng dengan prestasi belajar dengan nilai P masing-masing yaitu 0,229, 0,311, dan 0,873 (P > 0,05). Tabel 4 menunjukkan responden dengan status kecacingan positif (cacing gelang atau cacing cambuk) yang memiliki prestasi belajar kurang yaitu sebanyak 15 orang (46,9%), dan prestasi belajar kategori cukup yaitu 17 orang orang (53,1%). Sedangkan responden yang status kecacingannya negatif yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 28 orang (63,6%). Infeksi kecacingan yang diderita oleh responden termasuk kategori ringan, baik pada infeksi telur cacing gelang (1035 EGP) maupun telur cacing cambuk (198 EGP). Hasil uji chi square diperoleh nilai P = 0,146 (P > 0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status kecacingan dengan prestasi belajar siswa. Tabel 5 menunjukkan responden dengan kategori defisiensi seng yang memiliki prestasi belajar kurang yaitu 39 orang (58,2%) dan prestasi belajar cukup sebanyak 28 orang (41,8%). Adapun responden dengan kategori normal yang memiliki prestasi belajar cukup sebanyak 5 orang (55,6%). Hasil uji chi Square menunjukkan tiada hubungan antara status seng dengan prestasi belajar siswa dengan nilai P = 434, (P > 0,05). Tabel 6 menunjukkan bahwa responden dengan status gizi TB/U kategori Pendek memiliki prestasi belajar yang kurang sebanyak 24 orang (61,5%), dan

cukup sebanyak 15 orang (38,5%). Adapun responden yang kategori TB/U nya normal yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 19 orang (51,4%) dan yang cukup sebanyak 18 orang (48,6%). Hasil uji chi square hubungan antara status gizi TB/U dengan prestasi belajar responden menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna dengan nilai P = 0,370, (P > 0,05). Responden dengan status gizi berdasarkan IMT/U kategori kurus yang memiliki prestasi belajar cukup yaitu 11 orang (64,7%), IMT/U kategori normal yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 33 orang (62,3%) dan prestasi belajar cukup sebanyak 20 orang (37,7%). Uji chi square yang dilakukan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi IMT/U dengan prestasi belajar dengan nilai P = 0,067 (P > 0,05).

Pembahasan 1. Asupan Zat Gizi dan Prestasi Belajar Hasil penelitian asupan zat gizi (energy, protein, iron, asam folat dan Seng) menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna dengan prestasi belajar (Tabel 5). asupan energy dengan kategori kurang yang memiliki prestasi belajar kurang 20 orang (50,0%), dan asupan energy yang cukup terdapat 23 orang (63,9%) yang prestasi belajarnya termasuk kurang. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Yeni Marlina (2009) pada anak sekolah dasar yaitu terdapat hubungan bermakna antara asupan energi dengan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar Negeri 2 Raja Basa. Adapun pendapat Pamularsih (2009), yang manyatakan bahwa makanan sangat diperlukan oleh tubuh terutama untuk anak sekolah yang merupakan tahap pertumbuhan, perkembangan fisik dan kecerdasan. Asupan Energi dan Protein atau konsumsi pangan juga mempengaruhi prestasi

belajar. Makanan didalam tubuh berfungsi untuk memelihara jaringan, pertumbuhan, serta sebagai penghasil tenaga (energi). Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel asupan zat gizi pada umumnya termasuk kurang kecuali pada asupan protein yaitu terdapat 56 orang (73,7%) yang memiliki asupan yang cukup. Asupan zat gizi mikro seperti iron, asam folat, dan seng termasuk kurang yaitu >90%. Soekirman (2000) mengatakan bahwa kebiasaan jajan merupakan salah satu yang menyebabkan konsumsi makanan baik energi, protein mereka rendah. Karena dalam usia ini anak anak ini gemar sekali jajan, terkadang mereka sengaja menolak makan pagi dan sebagai gantinya mereka jajan yang kurang nilai gizinya.

2. Status Kecacingan dan Prestasi Belajar Hasil penelitiannya menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara infeksi kecacingan dengan prestasi belajar murid sekolah dasar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Purwanti Widya Ningsih yang meneliti hubungan infeksi kecacingan, tingkat konsumsi energy dan protein dengan prestasi belajar siswa SD Bandarharjo Kota Semarang yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi kecacingan dengan prestosi belajar. Meskipunn beberapa penelitian yang telah

dilaksanakan di Jamaica memperlihatkan hubungan antara infeksi Trichurasis dengan prestasi belajar dan presentasi kehadiran anak di sekolah. Hasil penelitian lainnya pula menyebutkan bahwa menunjukkan bahwa infeksi cacing STH merupakan faktor resiko prestasi belajar kurang (RP=1,69) (Joko Rudi Wibowo, 2008). Penelitian Sri Lestasi (2009) menunjukkan hasil prestasi siswa

yang terinfeksi cacing lebih rendah dibanding siswa tidak cacingan berkaitan dengan malnutrisi akibat infeksi cacing yang berpengaruh terhadap daya kognitif anak terinfeksi. Pada anak-anak sekolah dasar kecacingan akan menghambat dalam mengikuti pelajaran dikarenakan anak akan merasa cepat lelah, menurunnya daya konsentrasi, malas belajar dan pusing. Hal ini tentu akan mengakibatkan prestasi belajar anak akan menurun bahkan buruk dan mengakibatkan anak akan tinggal kelas. Kecacingan ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Cacingan secara kumulatif pada manusia dapat menimbulkan kehilangan zat gizi berupa karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Kecacingan juga dapat menghambat perkembangan fisik dan kecerdasan pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Kecacingan pada anak juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. 3. Status Seng dan Prestasi Belajar Hasil penelitian ini yang dilakukan pada murid SD Rappokalling yang mengukur defisiensi seng menggunakan metode kecap smith yang kemudian melihat hubungan antara defisiens seng dengan prestasi belajar menunjukkan hubungan yang tidak bermakna (tabel 7). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Frans Johannis yang meneliti hubungan kadar seng (Zn) dengan memori jangka pendek pada anak sekolah dasar menunjukkan hubungan yang bermakna. Black MM (2003) menyebutkan bahwa zat gizi mikro yang mempunyai kaitan dengan proses kognitif pada bayi dan anak usia muda yaitu seng, zat besi, iodium dan vitamin B-12. Seng berperan dalam proses

biokimiawi dalam tubuh manusia, morfogenesis sistim saraf pusat dan berperan dalam regulasi pelepasan neurotransmitter. Defisiensi seng masih merupakan masalah yang dijumpai pada anak, hal ini disebabkan karena konsumsi makanan yang mengandung fitat, makanan berserat, dan mengandung kalsium. Kemampuan memori jangka pendek yang baik pada anak usia sekolah sangat penting. dalam usaha meningkatkan prestasi belajar anak. Asupan seng responden dalam penelitian ini sangat kurang terdapat 71 orang (93,4%) yang asupannya kurang. 4. Status Gizi dan Prestasi Belajar Hasil uji chi square hubungan antara status gizi TB/U dengan prestasi belajar responden menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna dengan nilai P = 0,370, (P > 0,05). Responden dengan status gizi berdasarkan IMT/U kategori kurus yang memiliki prestasi belajar cukup yaitu 11 orang (64,7%), IMT/U kategori normal yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 33 orang (62,3%) dan prestasi belajar cukup sebanyak 20 orang (37,7%). Uji chi square yang dilakukan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi IMT/U dengan prestasi belajar dengan nilai P = 0,067 (P > 0,05).(Tabel 8). Hasil penelitian bila dibandingakan dengan penelitian yang lain

menunjukkan adanya perbedaan dari segi hubungan variabel status gizi dengan prestasi belajar. Penelitian Christien Isdaryanti (2007) menunjukkan Ada

hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar anak sekolah dasar Arjowinangun I Pacitan. Penelitian kaitan indeks prestasi dengan status gizi anak : studi kasus anak di Kabupaten Nabire oleh Wilma (2006 ) menemukan

bahwa semakin rendah status gizi siswa semakin rendah pula nilai prestasi mereka. Tabel 8 menunjukkan responden yang kategori TB/U nya normal yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 19 orang (51,4%) dan yang cukup sebanyak 18 orang (48,6%), IMT/U kategori normal yang memiliki prestasi belajar kurang sebanyak 33 orang (62,3%) dan prestasi belajar cukup sebanyak 20 orang (37,7%), artinya bahwa responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak yang memiliki prestasi belajar kurang, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang menyatakan ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar. Prestasi belajar dalam hal ini dipengaruhi oleh faktor luar dari satus gizi yaitu prasarana belajar dan pendekatan belajar dari siswa itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Syah (2001) bahwa secara garis besar faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah semua faktor yang ada dalam diri siswa yang meliputi faktor fisik atau fisiologis dan faktor psikologis ( intelegensi, status gizi, bakat, minat dan sikap ) sedangkan faktor eksternal adalah semua faktor yang berada di luar siswa yang meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor non sosial ( faktor perbedaan individual dan faktor pendekatan belajar) Menurut Soemantri ( 1978 ) apabila makanan yang dikonsumsi tidak cukup mengandung zat zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan otak untuk berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan terganggu, badan lebih kecil, jumlah sel dalam otak berkurang dan

terjadi ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak. Untuk lebih jelasnya mekanisme status gizi hingga prestasi belajar rendah dimulai dari anak dengan status gizi rendah yang disebabkan kurang asupan makanan. Diketahui makanan hanya mampu bertahan dalam lambung 6 8 jam, setelah itu lambung kosong karena sari sari makanan telah diserap dan diedarkan keseluruh tubuh, maka untuk memenuhi kebutuhannya akan terjadi pemecahan glikogen, sehingga terjadi deplesi jaringan yang kemudian menyebabkan perubahan biokimia, perubahan fungsional dan perubahan anatomis tubuh. Jika hal tersebut berlangsung lama akan menyebabkan glukosa darah keotak berkurang sehingga anak tidak konsentrasi dalam belajar dan daya ingat rendah sehingga prestasi belajarpun rendah (Soekirman, 2000). Kesimpulan Uji analisis chi square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan gizi (energi, protein, iron, asam folat dan seng), status kecacingan (cacing cambuk atau cacing gelang), status seng, status gizi antropometri (TB/U dan IMT/U) dengan prestasi belajar (P > 0,05). Tingkat Intensitas infeksi kecacingan masih dalam batas ringan. Saran Asupan zat gizi diharapkan memenuhi angka kecukupan gizi sehingga dicapai status gizi yang optimal dan Pemberian obat cacing pada sebagian besar anak sekolah yang menderita kecacingan untuk mengatasi dampak kecacingan yang meningkatkan morbiditas dan mempengaruhi prestasi belajar.

Rujukan Black, M.M. (2003). The evidence linking zinc deficiency with childrens cognitive and motor functioning. Journal of Nutrition, 133, 1473S-1476S. Christien Isdaryanti (2007). Asupan Energi Protein, Status Gizi, Dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Arjowinangun I Pacita. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Departemen Kesehatan RI. 2006. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/Menkes/SK/VI, Pedoman Pengendalian Cacingan, Departemen Kesehatan. 2012. Hasil Riset Kesehatan dasar Indonesia 2007 Lusia Kus Anna, (2011). Diare dan Kecacingan Ancam Anak Sekolah. Di akses http://health.kompas.com/read/2011/07/20/14372921/ Diare.dan.Kecacingan.Ancam.Anak.Sekolah. pada tanggal 17 Juni 2012. Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp : 68-136. Riyadi Hadi. 2001. Buku Ajar Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber daya Keluarga Fakultas Pertanian IPB. Soekirman. 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Soemantri, A.G. 1978, Hubungan Anemia Kekurangan Zat Besi dengan Konsentrasi dan Prestasi Belajar (tesis), Program Pascasarjana UNDIP Sri Lestari. (2009). Status gizi, Infeksi kecacingan, dan prestasi belajar serta faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar pada anak sekolah dasar di daerah kumuh perkotaan kota Medan. Sumatera Utara: Universitas Sumatra Utara Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasit yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Orasi Pengukuhan Professor Riset Bidang Entomologi dan Muluska. Jakarta. Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. WHO (2001). Helminth control in school age children: a guide for managers of control programmes - 2nd ed. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data WHO (2011). Soil-transmitted helminthiases: estimates of the number of children needing preventive chemotherapy and number treated, 2009. Weekly Epidemiological Record, 86:257266.

Lampiran Tabel 1. Distribusi Variabel Independen (Asupan Zat Gizi, Status Kecacingan, Status Seng, Status Gizi Antropometri) Responden di SD Rappokalling 1 Makassar Variabel n % Energi Kurang 40 52,6 Cukup 36 47,4 Protein Kurang 20 26,3 Cukup 56 73,7 Iron Kurang 69 90,8 Cukup 7 9,2 Asam Folat Kurang 72 94,7 Cukup 4 5,3 Seng Kurang 71 93,4 Cukup 5 6,6 Status Kecacingan Positf 32 42,1 Negatif 44 57,9 Status Seng Defisiensi Seng 67 88,2 Normal 9 11,8 Status Gizi TB/U Pendek 39 51,3 Normal 37 48,7 Status Gizi IMT/U Kurus 17 22,4 Normal 53 69,7 Overweight 6 7,9 Total 76 100,0 Sumber: Data Primer 2012

Tabel 2. Distribusi Variabel Dependen (Prestasi Belajar) Responden di SD Rappokalling 1 Makassar Variabel n % Prestasi Belajar Kurang 43 56,6 Cukup 33 43,4 Total 76 100,0 Sumber: Data Primer 2012

Tabel 3 Hubungan Asupan Gizi, Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar Asupan Zat Gizi Prestasi Belajar Nilai P Kurang Cukup Energi Kurang 20 (50,0%) 20 (50,0%) 0,223 Cukup 23 (63,9%) 13 (36,1%) Protein Kurang 10 (50,0%) 10 (50,0%) 0,489 Cukup 33 (58,9%) 23 (41,1%) Iron Kurang 41 (59,4%) 28 (40,6%) 0,229 Cukup 2 (28,6%) 5 (71,4%) Asam Folat Kurang 42 (58,3%) 30 (41,7%) 0,311 Cukup 1 (25,0%) 3 (75,0%) Seng Kurang 40 (56,3%) 31 (43,7%) 0,873 Cukup 3 (60,0%) 2 (40,0%) Total 43 (56,6%) 33 (43,4%) Sumber: Data Primer 2012

Tabel 4. Hubungan Status Kecacingan Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar Status Kecacingan Prestasi Belajar Nilai P Kurang Cukup Positif 15 (46,9%) 17 (53,1%) 0,146 Negatif 28 (63,6%) 16 (36,4%) Total 43 (56,6%) 33 (43,4%) Sumber: Data Primer 2012

Tabel 5. Hubungan Status Seng Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar Status Seng Prestasi Belajar Nilai P Kurang Cukup Defisiensi Seng 39 (58,2%) 28 (41,8%) 0,434 Normal 4 (44,4%) 5 (55,6%) 43 (56,6%) 33 (43,4%) Sumber: Data Primer 2012

Tabel 6. Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Responden di SD Rappokalling 1 Makassar 2012 Status Gizi Prestasi Belajar Nilai P Kurang Cukup TB/U Pendek 24 (61,5%) 15 (38,5%) 0,370 Normal 19 (51,4%) 18 (48,6%) IMT/U Kurus 6 (35,3%) 11 (64,7%) 0,067 Normal 33 (62,3%) 20 (37,7%) Overweight 4 (66,7%) 2 (33,3%) Total 43 (56,6%) 33 (43,4%)

You might also like