You are on page 1of 44

TOR (Term Of Reference) KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMANTAUAN DAN EVALUASI KEJADIAN INFEKSI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH

SAKIT

A. PENDAHULUAN Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar, dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit menyangkut berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu Rumah Sakit harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan. Dalam kegiatan peningkatan mutu pelayanan keperawatan perlu ada suatu program yang terencana dan berkesinambungan sebagai pedoman bagi pelayanan keperawatan dalam mengevaluasi dan membuat rencana tindak lanjut sehingga tercapai peningkatan mutu pelayanan yang diharapkan. Salah satu program yang dibuat adalah pemantauan dan evaluasi kejadian infeksi di ruang rawat inap. B. LATAR BELAKANG Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di Rumah Sakit. Bagi pasien di rumah sakit ia merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak dapat langsung kematian pasien. Beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama dirumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif, disamping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar. Penyebabnya oleh kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah atau sebaliknya ia juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah. Untuk itu dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan perlu adanya program pemantauan dan evaluasi terhadap kejadian infeksi di ruang rawat inap dan menurunkan kejadian infeksi nosokomial di RS ISLAM SITI RAHMAH PADANG. C. TUJUAN 1. Tujuan Umum Memberikan pelayanan pencegahan Infeksi Nosokomial Rumah Sakit yang optimal. 2. Tujuan Khusus. a. Adanya peningkatkan kualitas Pengendalian Infeksi Nosokomial. b. Mencegah terjadinya infeksi silang baik bagi pasien maupun petugas Rumah Sakit. c. Meningkatkan komunikasi antar unit kerja RSI Siti Rahmah. d. Memantau dan mengevaluasi kejadian infeksi di ruang rawat inap. e. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas. f. Terpenuhinya standar dan parameter pada Akreditasi Rumah Sakit.

D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN 1. Kegiatan Pokok Memantau dan mengevaluasi kejadian infeksi di ruang rawat inap. 2. Rincian Kegiatan a. Mencatat data pasien dengan infeksi jarum infus. b. Mencatat data pasien dengan dekubitus. c. Mencatat data pasien dengan infeksi luka operasi. d. Mencatat data pasien dengan infeksi saluran kencing. e. Mencatat data pasien dengan pneumonia.. f. Melaporkan pencatatan data infeksi nosokomial. g. Evaluasi pelaporan data infeksi nosokomial. E. CARA PELAKSANAAN 1. Pencatatan dilakukan cukup satu kali saja yaitu bila ditemukan kelainan sesuai jenis infeksi nosokomial yang ada maka petugas yang pertama kali menemukan si pasien harus langsung mencatat dan bila pindah tidak usah dicatat lagi. 2. Pencatatan dilakukan oleh perawat yang ditunjuk dengan menggunakan format harian sederhana RS yang mencakup semua variabel (satuan) yang ada dalam form dari seluruh jenis infeksi nosokomial yang ada. 3. Pencatatan dengan menggunakan form sederhana, digunakan pada : a. Angka Pasien dengan Dekubitus. b. Angka Kejadian Infeksi dengan Jarum Infus. c. Angka Infeksi Luka Operasi. d. Angka infeksi Saluran Kencing. e. Angka pasien dengan Pneumonia. 4. Petunjuk Pengisian a. Cari indikasi adanya infeksi nosokomial dengan melakukan telaah/kajian laboratorium. Dapat pula dilakukan kunjumgan laboratorium untuk mengetahui apakah ada hasil isolasi positif pada waktu tersebut di ruang perawatan dmana dilakukan kegiatan surveilans. b. Kajian catatan atau status pasien untuk melihat tanda infeksi dan hasil kultur. Bila ada, pasien infeksi nosokomial catat kapan mulai terjadi dan kapan pasien masuk rumah sakit. c. Jika gejala atau tanggal mulainya tanda infeksi kurang jelas tanyakan dokter atau perawat pasien yang bersangkutan. d. Kajian catatan obat untuk melihat pasien dengan antibiotika (kemungkinan infeksi nosokomial). e. Kajian kurva suhu untuk mengidentifikasi pasien dengan demam. f. Tanyakan pada perawat dan dokter ruangan apakah ada pasien dengan infeksi. g. Jika ada pasien infeksi nosokomial catat pada daftar isian. h. Lakukan pengecekan apakah pasien infeksi nosokomial sebelumnya (kalau ada) sudah sembuh atau belum. i. Sambil melakukan kunjungan ruangan perhatikan apakah ada staf baik perawat, dokter maupun keluarga pasien yang tidak melakukan standar pencegahan infeksi dengan benar jika ada catat pada formulir checklist penerapan prosedur kewaspadaan universal. j. Perhatikan apakah fasilitas/bahan seperti anti septik, sabun,dll tidak digunakan dengan benar. k. Sewaktu-waktu lakukan wawancara/diskusi dengan perawat ruangan tentang ketersediaan fasilitas untuk tindakan pencegahan infeksi meliputi kemudahan memperoleh, kecukupan persediaan, kemudahan pemakaian dan kenyamanan.

F. SASARAN 1. Meningkatkan perilaku petugas terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial. 2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas RSU Dr.H.Koesnadi Bondowoso. 3. Menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial sebesar 75% di RSU Dr.H.Koesnadi Bondowoso. 4. Meningkatkan kualitas pelayanan Pengendalian Infeksi Nosokomial. G. JADWAL PELAKSANAAN RUANG : .. TAHUN :. NO RINCIAN KEGIATAN BULAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Pencatatan kejadian infeksi nosokomial XXXXXXXXXXXX 2 Pelaporan pencatatan kejadian infeksi nosokomial X X X X X X X X X X X X 3 Evaluasi kejadian infeksi nosokomial X H. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT 1. Setiap bulannya ICN (infection control nurse) mencatat kejadian pasien infeksi nosokomial di ruang rawat inap kepada tim pengendalian mutu keperawatan. 2. Setiap 1 (satu) bulan sekali tim pengendalian mutu keperawatan membuat laporan pelaksanaan pencatatan kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap kepada Direktur Rumah Sakit.

Pencegahan dan pengedalian infeksi


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Assalamualakum Wr.Wb.

Peran pedoman pengendalian dan pencegahan infeksi dirumah sakit sangatlah penting guna kesuksesan pelaksanaan program pengendalian dan pencegahan infeksi rumah sakit karena merupakan bukti bahwa kegiatan pengendalian dan pencegahan infeksi telah dilaksanakan

sesuai dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan dan diberlakukan di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah. Peran pedoman ini juga sebagai tolak ukur atau evaluasi pelaksanaan program yang telah di tetapkan oleh pimpinan rumah sakit baik secara terus-menerus maupun secara berkala tiap tahunnya. Dengan buku ini diharapkan dapat membantu seluruh komponen tim maupun seluruh komponen pegawai rumah sakit islam dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit ini berisi tentang acuan-acuan dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi baik berupa pedoman, prosedur, program dan evaluasi kegiatan. Di dalam buku ini juga di berikan contohcontoh aplikasi pengendalian infeksi secara jelas dan mudah dipahami sehingga akan memudahkan seluruh komponen rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah. hal - hal terkait lain yang berhubungan dengan pengendalian infeksi yaitu : BAB I PENDAHULUAN 1 1 2 3 3 4 4 4 5

A. LatarBelakang ....................................................................................................... B. Tujuan................................................................................................................... C. Sasaran ................................................................................................................. D. RuangLingkup ...................................................................................................... BAB II KONSEP DASAR PPIRS ..................................................................... A. Definisi ................................................................................................................. B. Fungsi dan Wewenang ......................................................................................... C. Tanggung Jawab dan Tugas Pokok ......................................................................

D. Tugas Wewenag.................................................................................................... E. Pengorganisasian .................................................................................................. F. Bagan Struktur Organisasi ................................................................................... G. Staf dan Pimpinan ................................................................................................ H. Masa Kerja Tim .................................................................................................... I. J. Uraian Tugas ........................................................................................................ Fasilitas.................................................................................................................

5 6 6 10 11 11 15 15 16 17 17 18 19 20 20 20 21 23 24 24 25 25 26 26 26 36 37 38 38 42

K. Peralatan ............................................................................................................... L. Kebijakan Tim PPIRS ......................................................................................... M. Prosedur Kerja Tim PPIRS .................................................................................. N. Pengembangan Unit Kerja .................................................................................... O. Pengembangan Staff dan Pendidikan ................................................................... P. Kriteria Evaluasi................................................................................................... BAB III ISI PEDOMAN ..................................................................................... A. Definisi ................................................................................................................. 1. Batasan/ Definisi ................................................................................................. 2. Rantai Penularan................................................................................................... 3. Faktor Resiko ....................................................................................................... 4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ................................................................. 5. Strategi pencegahan .............................................................................................. B. Kewaspadaan Isolasi ............................................................................................ 1. Perkembangan Kewaspadaan ............................................................................... a. Kewaspadaan Standar ..........................................................................................

b. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi .................................................................. 2. Kewaspadaan Standar........................................................................................... 3. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi .................................................................. a. Kewaspadaan Transmisi Kontak ..........................................................................

b. Kewaspadaan Transmisi Droplet......................................................................... c. Kewaspadaan Transmisi Melaui Udara ...............................................................

d. Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi .................................................................

C. Pelaksanaan Kewaspadaan Standar Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) Rumah Sakit Islam Siti Rahmah............................................................. 1. KebersihanTangan ................................................................................................ 1.1 Definisi ................................................................................................................. 1.2 Kebersihan Tangan ............................................................................................... 1.3 Indikasi Kebersihan Tangan ................................................................................. 1.4 Persiapan Membersihkan Tangan ......................................................................... 1.5 Prosedur Standar Membersihkan Tangan ............................................................. 1.6 Handrub Antiseptik ............................................................................................... 1.7 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjaga kebersihan tangan .................. 2. Alat Pelindung Diri (APD) ................................................................................... 2.1 Definisi ................................................................................................................. 2.2 Pedoman Umum APD ......................................................................................... 2.3 Jenis-Jenis APD .................................................................................................... a. SarungTangan ...................................................................................................... 43 43 44 45 46 46 48 52 56 57 57 58 59 59 64 69 70 71 71 72 79 79 82 83 84 85 88 89 98 99

b. Masker .................................................................................................................. c. AlatPelindung Mata .............................................................................................

d. Topi ...................................................................................................................... e. f. Gaun Pelindung .................................................................................................... Apron ....................................................................................................................

g. Pelindung Kaki ..................................................................................................... 3. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Penatalaksanaan Linen ................................... 3.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 3.2 Definisi ................................................................................................................. 3.3 Pengelolaan Linen ............................................................................................... 4. Pengelolaan Limbah ............................................................................................. 4.1 Definisi ................................................................................................................. 4.2 Tujuan Pengelolaan Limbah ................................................................................. 4.3 Pengelolaan Limbah ............................................................................................. 5. Pengendalian Lingkungan .................................................................................... 5.1 Tujuan ...................................................................................................................

5.2 Prinsip Dasar Pembersihan Lingkungan ............................................................... 5.3 Ruang Lingkup Pengendalian Lingkungan .......................................................... 5.4 Lingkungan ........................................................................................................... 5.5 Kebersihan Lingkungan Keperawatan .................................................................. 6. Kesehatan Karyawan/ Perlindungan Petugas Kesehatan .................................... 6.1 Ruang Lingkup Kesehatan Karyawan .................................................................. 6.2 Program Kesehatan pada petugas kesehatan ....................................................... 7. Penempatan Pasien ............................................................................................... 7.1 Penaanganan Pasien Dengan Penyakit Menular/ Suspek ..................................... 7.2 Transportasi Pasien Inkesius................................................................................. 7.3 Pemindahan Pasien Yang Dirawat Diruang Isolasi ............................................ 7.4 Pemulangan Pasien ............................................................................................... 7.5 Pemulasaran Jenazah ............................................................................................ 7.6 Pemeriksaan Post Mortem ................................................................................... 8. Hygine Respirasi/ Etika Batuk ............................................................................. 9. Praktek Penyuntikan Yang Aman ....................................................................... 10. Praktek Untuk Lumbal Pungsi .............................................................................. D. Penggunaan Antibiotik Yang Rasional ............................................................... 1. Definisi ................................................................................................................. 2. Prinsip Dasar Penggunaan Antibiotik .................................................................. 3. Hal-hal Penting Dalam Penggunaan Antibiotik ................................................... 4. Pengelompokan Anitibiotik .................................................................................. 5. Peran Pemeriksaan Mikrobiologik Dalam Penggunaan Antibiotik ..................... E. Ketentuan Sterilisasi ............................................................................................. 1. Definisi ................................................................................................................. 2. Indikasi Pelaksanaan Sterilisasi............................................................................ 3. Tata Cara Pelaksanaan Sterilisasi ........................................................................ a. Pencucian .............................................................................................................

99 101 103 117 120 120 123 126 126 128 128 129 129 130 131 132 132 132 132 132 132 134 138 139 139 139 139 139 139 140 140

b. Dekontaminasi ...................................................................................................... c. Pengemasan ..........................................................................................................

d. Pemberian Tanda ..................................................................................................

e. f.

Proses Sterilisasi .................................................................................................. Penyimpanan ........................................................................................................

140 141 141 141 141 141 142 142 143 143 146 146 150 161 163 168 166 179 182 191 192 193 194 195 198 200 202 204 206 208 209

g. Distribusi .............................................................................................................. F. Ketentuan Penggunaan Desinfektan .................................................................... 1. Definisi ................................................................................................................. 2. Klasifikasi ............................................................................................................. 3. Penggunaan Korin ................................................................................................ 4. Penggunaan Desinfektan ...................................................................................... 5. Keuntungan dan kerugian ..................................................................................... 6. Klasifikasi penggunaan desinfektan ..................................................................... G. Penatalaksanaa Penyakit Menular ........................................................................ 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) ................................................................................ 2. MRSA................................................................................................................... 3. HIV-AIDS ............................................................................................................ 4. Antraks ................................................................................................................. 5. Tuberkulosia ......................................................................................................... 6. Infeksi Luka Operasi (ILO) ................................................................................. 7. Pneumonia ............................................................................................................ 8. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) ................................................................... 9. Sepsis Klinis ......................................................................................................... 10. Osteomylitis .......................................................................................................... 11. Sendiatau Bursa .................................................................................................... 12. Ruang Discus ........................................................................................................ 13. Infeksi Intra Kranial .............................................................................................. 14. Meningitis atauVentrikulitis ................................................................................. 15. Abses Spinal Tanpa Meningitis ............................................................................ 16. Infeksi Arterial atau Venous ................................................................................. 17. Endocarditis .......................................................................................................... 18. Myocarditis atau Pericarditis ................................................................................ 19. Mediastinitis ......................................................................................................... 20. Conjungtivitis .......................................................................................................

21. Mata (SelainConjungtivitis).................................................................................. 22. Telinga, Mastoid ................................................................................................... 23. RonggaMulut ........................................................................................................ 24. Sinusitis................................................................................................................. 25. InfeksiSaluranPernafasanAtas (ISPA) .................................................................. 26. Gastroentritis......................................................................................................... 27. InfeksitraktusDigestivus ....................................................................................... 28. Hepatitis ................................................................................................................ 29. Intra Abdominal .................................................................................................... 30. Necrotizing Enterocolitis ...................................................................................... 31. Bronchitis .............................................................................................................. 32. Infeksi Saluran Nafas Bawah................................................................................ 33. Endometritis .......................................................................................................... 34. Episiotomi ............................................................................................................. 35. Vaginal Cuff ......................................................................................................... 36. Other Infeksion Of The Reproductive Tract ......................................................... 37. Kulit ...................................................................................................................... 38. JaringanLunak ....................................................................................................... 39. Ulcus Decubitus .................................................................................................... 40. Disseminated Infection ......................................................................................... 41. Luka Bakar............................................................................................................ 42. Mastitis ................................................................................................................. 43. Omphalitis............................................................................................................. 44. PultosisAnak ......................................................................................................... 45. CircumcitionNeonatus .......................................................................................... H. PetunjukPencegahandanPengendalianInfeksiUntukPengunjung ......................... I.

210 212 214 215 217 218 220 222 223 224 225 227 228 229 229 230 231 233 234 235 236 238 239 240 240 242

KesiapanMenghadapiPandemiPenyakitMenular (Emerging Infectious Diseases) 244 246 248 249 251

1. Koordinasi ............................................................................................................ 2. Surveilans ............................................................................................................. 3. Komunikasi .......................................................................................................... 4. IdentifikasiKasus, PenatalaksanaandanPerawatan ...............................................

5. PencegahandanPengendaliaInfeksi ...................................................................... 6. MempertahankanFungsipelayananKesehatan ...................................................... 7. PenyebaranInformasi di Masyarakat .................................................................... BAB IV EVALUASI DAN TINDAK LANJUT ............................................... A. Monitoring ............................................................................................................ B. Evaluasi ................................................................................................................ C. TindakLanjut ........................................................................................................

252 254 258 260 260 260 261

LAPORAN INFEKSI NOSOKOMIAL RS ISLAM SITI RAHMAH PADANG PERIODE OKTOBER DESEMBER 2013

I.

PENDAHULUAN. Sudah tidak bisa disangkal lagi Infeksi nosokomial adalah hal yang harus diperhatikan, diawasi dan dikendalikan. Maka perlunya penatalaksanaan untuk mengatasi dan pengendalian infeksi nosokomial / infeksi rumah sakit. Angka kejadian infeksi merupakan indicator mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit, yang secara nasional angka infeksi ditetapkan harus dibawah 3 %. Angka tersebut bahkan akan diturunkan lagi menjadi 1,5 % Di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah ini Infeksi Nosokomial adalah hal yang sudah lama diketahui, namun belum semua pihak untuk berpartisipasi dalam pengendaliannya, tetapi bila dibandingkan pada periode sebelumnya terdapat penurunan angka infeksi, terutama pada angka decubitus dan pemasangan infuse yang cukup signifikan. Maka pada laporan ini kami akan memaparkan angka kejadian infeksi yang terjadi di RSPG Cisarua Bogor selama 1 ( satu ) semester periode Juni-Desember 2008, mudah-mudahan laporan ini dapat memberi gambaran mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit kita, sehingga kita dapat memberi layanan yang lebih baik dimasa mendatang dan lebih peduli pada pentingnya Pengendalian Infeksi Nosokomial.

II.

TUJUAN Tujuan dibuatnya laporan ini adalah : Laporan kepada pimpinan tentang angka kejadian infeksi. Untuk memberikan gambaran tentang mutu pelayanan keperawatan di RSPG melalui angka kejadian infeksi. Untuk memberi laporan, kendala-kendala / kesulitan yang terjadi Untuk memberikan pemahaman kepada semua fihak, bahwa Infeksi Nosokomial sangat penting dan menjadi salah satu tolok ukur mutu rumah sakit.

1. 2. 3. 4.

III.

EVALUASI DAN ANALISA Tabel RL 6 adalah format baku yang harus dilaporkan ke Depkes RI di Jakarta. Pada table tersebut terlihat beberapa angka yang muncul dan tidak semua kolom yang tersedia terisi angka. Ini dikarenakan 1. Belum optimalnya pengumpulan data dari semua ruangan 2. Ruangan bedah, umum,anak, kebidanan masih sulit dipisahkan. 3. Ruangan Umum termasuk semua ruangan yang ada.

4. Sudah ada upaya pemisahan kasus-kasus bedah 5. Menurut laporan dan data yang kami terima terdapat 51 kasus bedah 49 diantaranya diberikan tindakan oprasi, dengan angka infeksi luka operasi 0 (nihil),35 diantaranya dipasang catheter, data menunjukan infeksi akibat pemasangan catheter 0 (nihil). 6. 54 orang dipasang WSD dengan kasus, pnemothorak, hidro pnemothorak, empiyema, dan belum dapat angka yang pasti berapa yang terinfeksi, karena pada umumnya infeksi luka WSD dapat diatasi. 7. Masih adanya kejadian dekubitus yang cukup tinggi yaitu 0,6 % dan angka ini dalam batas ambang yang diperkenankan dan tidak melebihi standar nasional sebesar 3 %. 8. Angka phlebitis 2,7 % angka kejadian tersebut masih dalam ambang batas standar nasional sebesar 3%

IV.

PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Melaksanakan tindakan mandiri ataupun yang sifatnya kolaboratif dalam merawat pasien diruangan adalah wajib memperhatikan tehnik septic dan aseptic., prinsip tersebut adalah bertujuan untuk menekan angka kejadian infeksi. Penggunaan sarung tangan menjadi sangat penting untuk mencegah infeksi nosokomial termasuk pelindung diri bagi petugas. Hal tersebut adalah salah satu dari Kewaspadaan Universal Tampaknya penggunaan sarung tangan saat pelaksanaan tindakan keperawatan masih perlu ditingkatkan dan diingatkan kepada semua petugas terutama PERAWAT diruangan. Begitu juga tehnis desinfeksi kulit, agar semua perawat mengerjakannya sesuai standar, sehingga infeksi di rumah sakit betul-betul bisa ditekan.

V.

PENGGUNAAN AIR MENGALIR SAAT MENCUCI TANGAN Ada berbagi teori bagaimana cara mencuci tangan yang baik dan benar dan yang paling dikenal adalah dengan 7 langkah mencuci tangan. Tidak semua ruang perawatan terdapat washtafel untuk mencuci tangan sehingga harus diupayakan setiap ruangan yang terdapat pasien disediakan washtafel (permanent atau fortable)

VI.

PENGELOLAAN SAMPAH Sampah di RSPG Cisarua hanya dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu 1. Sampah medis / sampah infeksius yang terdiri dari spuit/jarum suntik, kassa peutup luka, slang dan botol infuse dikemas dengan plastic kuning kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar diinsenerator. Cairan tubuh langung dibuang ke spool hok yang tersalur ke sistim pengelolaan air limbah (IPAL) 2. sampah domestik yang dikelompokan dalam sampah kering, basah, dikemas dalam plastic hitam dan puing (sisa bangunan) dimanfaatkan untuk sanitari landfill. Pemgelolaan sampah masih perlu adanya peningkatan kesadaran dari berbagai pihak termasuk petugas rumah sakit dalam membuang sampah ineksius.

VII.

PENGELOLAAN LINEN Yang nenjadi pokok permasalahannya adalah transportasi linen ke tempat pencucian yang sampai saat ini dibawa oleh petugas dari ruangan hanya dengan menggunkan plastic hitam yang seharusnya dengan kereta khusus linen yang sudah tersedia disetiap ruangan. Tapi karena medan yang tidak memungkinkan jadi kereta linen tidak digunakan tidak optimal. Jalur transportasi yang digunakan untuk linen kotor belum ditetapkan dan tidak boleh sama dengan jalur pembawa makanan pasien, dimana kedua jalur ini harus terpisah baik arah maupun waktunya.

VIII.

KENDALA

1. Kesadaran akan keselamatan diri sendiri dan orang lain masih kurang, seperti membuang jarum masih ada yang disatukan dengan samapah domestic, tidak menggunakan sarung tangan ketika melakukan tindakan inpasiv, dan lain-lain. 2. Insenerator yang ada sudah tidak maksimal sehingga sampah tidak musnah semua (terdapat residu pembakaran), dan terdapat asap tebal yang akibatnya mengotori udara sekitar. 3. Masih belum bisa terlaksananya pemeriksaan peta kuman RSPG, sehingga penggunaan antibiotik cenderung berdasarkan pengalaman (empiris). 4. Belum bisa dilakukan apusan kuman pada alat yang steril, untuk tingkat keseterilan (pembuktian terbebas dari kuman patogen dan a patogen serta sporanya). 5. Tidak semua ruangan rawat terdapat washtafel.

IX.

KESIMPULAN Pengendalian infeksi nosokomial masih perlu ditingkatkan lagi, meskipun angka yang didapatkan dari data yang dkumpulkan dibawah 3 % tapi tampaknya masih perlu pembenahan disemua lini, dilaksanakan dan disadari oleh semua pihak agar secara berkesinambungan infeksi nosokomial di RSPG dapat dikendalikan.

X.

REKOMENDASI 1. Agar semua petugas untuk berperan dalam pengendalian infeksi nosokomial 2. Agar plastic kuning untuk sampah medis selalu tersedia dengan berbagai ukuran. 3. Mohon kepada pihak management untuk segera meremajakan insenerator dan memikirkan tempatnya dan Kepada petugas IPSRS agar melaksanakan kalibrasi derajat api yang harus mencapai 1000 C 4. Memohon bantuan Komdik untuk bisa memfasilitasi pemeriksaan peta kuman 5. Memohon kepada Kasie Penunjang medik untuk bisa menyediakan 1 unit komputer FC di ruangan infeksi nosokomial. Demikianlah laporan ini dibuat untuk mendapatkan gambaran tentang pengendalian infeksi nosokomial di RSPG Cisarua Bogor .

REKOMENDASI PPIRS Tentang Penyediaan Fasilitas Kebersihan Tangan (Hand Hygiene) RSUP DR Sardjito Yogyakarta
28 September 2011 Kebersihan tangan menggunakan sabun antiseptik maupun handrub solution merupakan salah satu unsur terpenting dalam pelaksanaan kewaspadaan standar di RS. Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS (PPIRS) RSUP DR. Sardjito bertanggung jawab mendorong, mengembangkan, memelihara dan mendukung implementasinya sebagai bagian dari peningkatan mutu pelayanan yang berfokus pada keamanan (safety) dari sisi pencegahan dan pengendalian infeksi RS (IRS). Berdasarkan prinsip PPI, merujuk pada standar Internasional (WHO, CDC) yang telah diadopsi oleh Kementrian Kesehatan RI dan selanjutnya diimplementasikan dalam Pedoman PPIRS, khususnya Pedoman Kebersihan Tangan, Panitia PPI RSUP DR Sardjito telah menyampaikan rekomendasi penyediaan fasilitas kebersihan tangan di lingkungan RS sebagai berikut : 1. Fasilitas cuci tangan berupa wastafel (fasilitas sumber air mengalir lain) disediakan di setiap unit pelayanan, termasuk untuk keperluan kebersihan tangan keluarga pasien/pengunjung ; disediakan tissue pengering (towel tissue) atau paling tidak handuk kecil sekali pakai ; 2. Penyediaan larutan antiseptik untuk cuci tangan/alternatif cuci tangan berdasarkan pada prinsip efikasi sebagai berikut :

a. Mengandung bahan dasar dalam konsentrasi yang efektif menurunkan jumlah sebagian besar populasi kuman tangan (spektrum antiseptik luas), secara khusus perlu digarisbawahi perhatian terhadap kuman MRSA (methicillin resisstance S.aureus) ; b. Daya residual cukup kuat, sehingga efek antiseptik bertahan untuk waktu yang sesuai dengan tindakan yang dbutuhkan (persistensi) ; c. Keamanan, kemudahan dan kenyamanan penggunaan untuk petugas maupun pasien/keluarga/pengunjung, direkomendasikan yang mengandung bahan pelembut/pelembab (emollient, moisturizer), tidak menyebabkan iritasi dan cepat mongering, termasuk sistem dispenser ; d. Bahan dimaksud dapat diperoleh fabrikan ataupun dibuat sendiri oleh Instalasi Farmasi RS, antara lain yang mengandung bahan dasar alkohol, propanol, khlorheksidin glukonat atau iodine ;
3. Penyediaan larutan antiseptik perlu dijaga keberlangsungan dan konsistensinya di setiap ruang dengan mengukur risiko transmisi infeksi di ruang tersebut dan sesuai tindakan yang dikerjakan pada pasien ;

4.

Dengan demikian, pemilihan dan penyediaan larutan (agent) antiseptik di setiap ruang dapat dilakukan spesifik sesuai kebutuhan daya efektivitas larutan (sesuai point no.2 dan 3) dan mempertimbangkan efisiensi pembiayaan jangka panjang ;

5. Perbandingan efektivitas antiseptik berdasarkan bahan aktif kandungannya secara garis besar digambarkan dalam tabel berikut :
Grup Aktivitas anti mikroba Aksi Efek

II IV V VI VII

Alkohol/ ethanol/ propanol Khlorheksidin glukonat Heksakhlorofen Iodine Khloroksilenol Triklosan

Gram (+) +++

Gram (-) +++

M.tbc +++

Virus ++

Fungi +++

antimikrobial inisial cepat

residual -

+++ +++ +++ +++ +++

++ + +++ + ++

+ + ++ +

++ ? ++ + ?

+ + ++ +

intermediate lambat cepat lambat lambat

+ + kontradiktif kontradiktif +

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUP DR Sardjito pada bulan Agustus 2010 untuk mengevaluasi efektivitas berbagai antiseptik pada implementasi nyata kebersihan tangan, disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

a.

Efektivitas antiseptik (handrub/sabun), pada penerapannya, dipengaruhi berbagai faktor implementasi kebersihan tangan khususnya kepatuhan terhadap prosedur. Pada penelitian, ditemukan peran yang bermakna adalah kelengkapan langkah kebersihan tangan dan pemakaian asesoris tangan saat bertugas ;

b. Faktor jenis antiseptik dan jenis ruang perawatan saling berinteraksi mempengaruhi kepatuhan ;

c.

Kepatuhan terhadap prosedur lebih rendah di IGD dan ruangan berintensitas kerja tinggi (ruang dengan BOR tinggi) ;

d. Efektivitas cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir setara dengan handrub sepanjang prosedur kebersihan tangan dipatuhi ;

e. Pada aplikasi cuci tangan, sabun yang mengandung khlorheksidin disimpulkan lebih efektif ;

f.

Pada aplikasi handrub, efektivitasantiseptik khlorheksidin, alkohol gliserin segar 24 jam dan 24-72 jam serta ethanol-1-propanol disimpulkan setara. Frekuensi tertinggi kemampuan menihilkan kolonisasi mikroorganisme di seluruh permukaan tangan berturut-turut adalah ethanol-1-propanol, alkohol gliserin dan khlorheksidin. Kemampuan tersebut mencakup seluruh pola kolonisasi kuman tangan (gram positif/gram negatif) ;

g.

Meskipun secara umum tidak terdapat perbedaan efektivitas secara bermakna, dengan dipengaruhi interaksi berbagai faktor implemetasi praktis kebersihan tangan diperlihatkan angka kuman post-test yang lebih rendah pada sabun antiseptik khlorheksidin-1 dan handrub antiseptik khlorheksidin, ethanol1-propanolol serta alkohol gliserin < 72 jam.

h. Akseptabilitas antiseptik jangka pendek tidak berbeda, dengan catatan alkohol gliserin lebih dari 72 jam cenderung dirasakan lengket. Akseptabilitas jangka panjang masih terus dievaluasi secara periodik. Waktu kering yang pendek dilaporkan pada alkohol gliserin 24 jam, ethanol 1-propanol dan khlorheksidin.

Dengan demikian, merujuk pada hasil penelitian tersebut dan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, dapat disampaikan rekomendasi Panitia PPIRS secara lebih spesifik sebagai berikut 1. Alkohol gliserin yang disediakan Instalasi Farmasi (IF) hanya efektif dipergunakan untuk jangka waktu < 72 jam sejak pembuatannya. Direkomendasikan penyesuaian prosedur penyiapannya oleh IF agar bisa memenuhi standar tersebut ; 2. Antiseptik di ruang risiko tinggi (IRI, IRIA, NICU) menggunakan agent yang berbahan aktif khlorheksidin atau ethanol 1-propanol ; 3. Antiseptik di ruang dengan BOR tinggi menggunakan agent yang berbahan aktif khlorheksidin ; 4. Antiseptik di ruang VIP dan VVIP menggunakan agent yang berbahan aktif ethanol 1-propanol ; 5. Pembiayaan yang diakibatkannya diupayakan dimasukkan ke dalam komponen sistem tarip RS.

Terimakasih. Yogyakarta, 8 Oktober 2010 Panitia PPIRS Ketua, Dr. Andaru Dahesihdewi, MKes., SpPK-K NIP 196508121995032002

Rujukan : 1. WHO, 2009. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Healthcare. First Global Patient Safety Challange Clean Care is Safer Care 2. Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik Kementrian Kesehatan RI, 2010. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapi Emerging Infectious Disease 3. Dahesihdewi A. dkk, 2010. Perbandingan Efektivitas Berbagai Antiseptik pada Implementasi Program Kebersihan Tangan Menuju Keamanan Pelayanan di RSUP DR Sardjito Yogyakarta. PPIRS, PPRA, Unit PP&B, RSUP DR Sardjito, Yogyakarta

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Prevention and Control of Infections (PCI)
Gambaran Umum

Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi di antara pasien, staf, profesional kesehatan, pekerja kontrak, relawan,mahasiswa, dan pengunjung. Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda antara rumah sakit yang satu dengan rumah sakit lainnya,tergantung pada kegiatan dan layanan klinis rumah sakit yang bersangkuran, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume pasien, dan jumlah pegawainya. Program yang efektif umumnya telah menentukan pemimpin program, staf terlatih, metode untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko infeksi secara proaktif, kebijakan dan prosedur yang sesuai, menentukan ,juga pendidikan staf, dan pengoordinasian program itu di seluruh rumah sakit. Standar Berikut adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Agar nyaman dibaca, daftar ini tidak menyertakan persyaratan, maksud dan tujuan, atau elemen penilaiannya. Informasi lebih lanjut tentang sasaransasaran ini, dapat dilihat pada bagian berikutnya dalam bab ini, yakni Sasaran, Persyaratan, Maksud dan Tujuan, dan Elemen Penilaian. Program Kepemimpinan dan Koordinasi PPI.1 Semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi diawasi oleh satu atau lebih individu. Individu tersebut memiliki kualifikasi yang cukup dalam bidang pencegahan dan pengendalian infeksi yang didapat dari pendidikan, pelatihan, pengalaman, atau sertifikasi. PPl.2 Terdapat mekanisme koordinasi untuk semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang melibatkan para dokter, perawat, dan Iain-lain berdasarkan ukuran dan kompleksitas rumah sakit. PPI.3 Program pencegahan dan pengendalian infeksi berdasarkan atas pengetahuan ilmiah terkini, pedoman praktik yang diterima, undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta standar-standar untuk sanitasi dan kebersihan. PPI.4 Pemimpin rumah sakit menyediakan sumber daya yang memadai untuk mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi. Fokus Program PPI.5 Rumah sakir merancang dan menerapkan suatu program menyeluruh untuk mengurangi risiko infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan petugas pelayanan kesehatan.

PPI.5.1 Semua wilayah pasien, stafdan pengunjung rumah sakit termasuk dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi. PPI.6 Rumah sakit menggunakan pendekatan berbasis risiko dalam menetapkan fokus program pencegah dan penurunan infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. PPI.7 Rumah sakit mengidentifikasi prosedur dan proses yang terkait dengan risiko infeksi dan menerapi strategi untuk mengurangi risiko infeksi. PPI.7.1 Rumah sakit mengurangi risiko infeksi dengan memastikan pembersihan dan sterilisasi peralatan yang memadai dan pengelolaan binatu dan linen yang tepat. PPI.7.1.1 Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengidentifikasi proses untuk mengelola persediaan yang sudah kadaluarsa dan menentukan persyaratan untuk penggunaan kembali peralatan sekali-pakai apabila diizinkan oleh undang-undang dan peraturan. PPI.7.2 PPI.7.3 Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pembuangan limbah yang tepat. Rumah sakit mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam dan jarum.

PPI.7.4 Rumah sakit mengurangi risiko infeksi di fasilitas yang terkait dengan kegiatan kerja instalasi makanan dan pengontrolan fungsi mekanis serta teknis (mechanical and engineering) PPI.7.5 renovasi. Prosedur Isolasi PPI.8 Rumah sakit menyediakan alat pelindung untuk kewaspadaan (barrier precautions) dan prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staf dari penyakit menular dan melindungi pasien imunosupresi dari infeksi yang terhadapnya pasien rentan. Teknik Pelindung dan Higiene Tangan PPI.9 Sarung tangan, masker, pelindung mata, peralatan pelindung lainnya, sabun dan disinfektan tersedia dan:digunakan secara tepat jika diperlukan. Integrasi Program dengan Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien PPI.10 Proses pencegahan dan pengendalian infeksi terintegrasi dengan program rumah sakit keseluruhan untuk perbaikan mutu dan keselamatan pasien. PPI.10.1 Rumah sakit menelusuri risiko infeksi, angka infeksi, dan tren infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. PPI.10.2 y Perbaikan mutu meliputi ukuran-ukuran yang terkait dengan masalah infeksi yang penting secara epidemiologis bagi rumah sakit. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi di fasilitas selama pembongkaran, konstruksi dan

PPI 10.3 Rumah sakit menggunakan informasi risiko, tingkat risiko, dan tren risiko untuk merancang dan memodifikasi proses penurunan risiko infeksi yang terkait dengan perawatan kesehatan ke tingkat yang serendah mungkin. PPI.10.4 Rumah sakit membandingkan tingkat infeksi yang terkait pelayanan kesehatan dengan rumah sakit lain melalui database komparatif. PPI.10.5 Hasil pengukuran pencegahan dan pengendalian infeksi dalam rumah sakit secara teratur disampaikan kepada pemimpin dan staf. lihat master JCI

Standar JCI meliputi standar yang berfokus pasien dan standar manajemen organisasi pelayanan kesehatan. Dalam standar manajemen organisasi pelayanan kesehatan, terdapat 6 standar yang salah satunya adalah pencegahan dan pengendalian infeksi (prevention and control of infections) yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan diantara pasien, staf, profesional kesehatan, pekerja kontrak, relawan, mahasiswa dan pengunjung. Program pencegahan dan pengendalian infeksi harus dilakukan dengan pendekatan berbasis risiko infeksi yang ada di rumah sakit, sehingga tiap rumah sakit akan memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi yang berbeda tergantung dari risiko infeksinya karena memiliki perbedaan layanan klinis, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume pasien dan jumlah pegawai rumah sakit. Hand hygiene merupakan salah satu cara untuk mengurangi infeksi yang berkaitan dengan perawatan kesehatan. Penelitian menjelaskan bahwa hand hygiene yang dilakukan oleh semua pegawai rumah sakit dapat mencegah terjadinya hospital acquired infections (HAIs) sebesar 1530 % (Grol R, 2003 & Lautenbach, 2001). Banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan hand hgyiene namun umumnya tidak efektif dan berjangka pendek. Sehingga penting untuk mencari strategi berbasis bukti yang jelas untuk meningkatkan kebiasaan hand hygiene. Huis, A et al (2012) mencoba menggambarkan secara berurutan mengenai strategi meningkatkan kepatuhan hand hygiene yang baik seperti dalam langkah-langkah seperti dibawah ini.

Langkah 1 : mendeskripsikan Hand Hygiene yang baik Langkah 2 : Memperkirakan pemenuhan hand hygiene saat ini Langkah 3 : Memperkirakan berbagai penghambat dan fasilitator yang berkaitan dengan pemenuhan hand hygiene Langkah 4 : Merancang strategi peningkatan hand hygiene dan menghubungkan aktivitas implementasi dengan faktor pengaruhnya Langkah 5 : Menguji dan mengeksekusi strategi peningkatan hand hygiene Langkah 6 : Menguji keefektivan biaya dalam strategi peningkatan hand hygiene Langkah 7 : Menilai dan menetapkan kembali strategi peningkatan hand hygiene

Daftar Pustaka :Huis,A., et al (2012) A Systematic Review of Hand Hygiene Improvement Strategies : A Behavioural Approach. Implementation Science; 7 :92

PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYA


PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYA oleh : Anshar Bonas Silfa A. Latar belakang

Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi. Jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah. Masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit yang terdiri dari pasien, pengunjung dan karyawan memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran lingkungan rumah sakit. Aktivitas pelayanan dan perkantoran, pedagang asongan, prilaku membuang sampah dan meludah sembarangan, prilaku merokok dan sejumlah barang atau bingkisan yang dibawa oleh pengunjung/tamu menambah jumlah sampah dan mengotori lingkungan rumah sakit. Beberapa waktu lalu, pemberitaan mengenai sampah medis yang ditemukan di pasaran sebagai mainan anak-anak, menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa seharusnya sampah medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung tangan harus dimusnahkan setelah digunakan, jangan sampai jatuh ke tangan masyarakat. Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Menteri Kesehatan RI waktu itu, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, di sela-sela sambutannya saat membuka Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12). Apabila rumah sakit belum memiliki alat penanganan medis sendiri, harus memiliki mekanisme kerjasama dengan rumah sakit yang lebih besar agar dapat ditangani. Ini harus diupayakan, ujar Menkes. Pada kesempatan tersebut Menkes menegaskan, tiga hal yang harus diperhatikan oleh para penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya penyelenggara rumah sakit, bahwa sarana pelayanan kesehatan harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya, pasiennya, dan masyarakat di sekitarnya. Tanggapan mengenai permasalahan tersebut juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan Depok, Jawa Barat, guna melakukan pengecekan secara langsung standar pembuangan dan pengolahan limbah yang dilakukan rumah sakit pada Selasa siang (6/3/12). Secara garis besar, sistem pembuangan dan pengolahan limbah rumah sakit sudah berjalan, tetapi masih harus disempurnakan. Yang harus

diperhatikan adalah jangan sampai sampah medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orangorang yang tidak bertanggungjawab, bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang dapat membahayakan masyarakat, jelas Dirjen BUK. Menurut Dirjen BUK, bila terdapat rumah sakit yang melanggar standar pembuangan limbah dan pengelolaannya, Kementerian akan menindak tegas pengelola rumah sakit tersebut. Limbah RS berbeda dengan limbah rumah tangga. Sebab limbah RS yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan penyakit, tandas Dirjen BUK. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia. Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and EastAsian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Februari 2008 dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestik di masing masing negara. B. Pengertian

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat

mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. C. Karakteristik Limbah Rumah Sakit

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair. Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2. Limbah infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)

Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

3. Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4. Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc
5. Limbah farmasi

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6. Limbah kimia

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
8. Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam

mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain. Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. D. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:
1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik. 2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. 3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor. 4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. 5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. E. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
1. Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut : Golongan A :

Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.

Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

Golongan B : Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya. Golongan C : Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A. Golongan D : Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu. Golongan E : Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan. a. Pemisahan

Golongan A Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis. Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut : 1) Sampah dari haemodialisis Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

2) Limbah dari unit lain : Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium. Golongan B Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator. b. Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya : 1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah. 3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci. 4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus. 5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan. c. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong.

Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga : 1) 2) 3) 4) 5) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus Tidak akan menjadi sarang serangga Mudah dibersihkan dan dikeringkan Sampan tidak menempel pada alat angkut Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain : 1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa. 2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
2. Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut: a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System) Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagianbagian yang cukup sederhana yakni : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Pump Swap (pompa air kotor). Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah. Bak Klorinasi Control room (ruang kontrol) Inlet Incinerator antara 2 kolam stabilisasi

7)

Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System) Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Pump Swap (pompa air kotor) Oxidation Ditch (pompa air kotor) Sedimentation Tank (bak pengendapan) Chlorination Tank (bak klorinasi) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak). Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic Filter Treatment System Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti. Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) Pump Swap (pompa air kotor) Septic Tank (inhaff tank) Anaerobic filter. Stabilization tank (bak stabilisasi) Chlorination tank (bak klorinasi)

6) 7)

Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur) Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Volume septic tank Jumlah anaerobic filter Volume stabilization tank Jumlah chlorination tank Jumlah sludge drying bed Perkiraan luas lahan yang diperlukan

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2. Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan domestik
3. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai

yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (offsite). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
4. Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktorfaktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

Incinerasi Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C) Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan) Inaktivasi suhu tinggi Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60 Microwave treatment Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5. Incinerator Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran. Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

F.

Kesimpulan

Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA)

sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit. Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping. Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis. Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi menurun dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit. Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali. Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di Indonesia. G. Saran

Semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai Environtment of Care dalam kerangka Patient Safety yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang. Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervisi, monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. DAFTAR PUSTAKA Arifin, M., 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depkes RI 2009 , Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta Kusminarno, K., 2004, Manajemen Limbah Rumah Sakit, Jakarta Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit, Jakarta Notoadmodjo, S., 2007, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta Paramita, N., 2007, Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.http://www.depkes.go.id Shofyan, M., 2010, Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan, UPI Suripto, A., 2002, Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit, Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong Zaenab, 2009, Teknologi Pengolahan Limbah Medis Cair, Makassar
By ansharbonassilfa Tagged cara mengelola, incenerator, infection control, ipcn, kesehatan lingkungan, limbah, manajemen, pengendalian infeksi, ppirs, rumah sakit, rumah sakit berseri

Navigasi tulisan
Cari

Arsip

April 2013 Februari 2013

Meta

Daftar

Masuk log Blog pada WordPress.com. | The iTheme2 Theme. Ikuti

Follow Pejuang Pengendali Infeksi Rumah Sakit


Get every new post delivered to your Inbox.
Powered by WordPress.com

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK


PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK disampaikan dalam seminar pencegahan infeksi nosokomial di Poltekkes Kemenkes RI Padang Minggu, 14 April 2013 A. Pendahuluan

Health-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit Hospital-Acquired Infections merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak

berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak. HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.Kondisi ini menunjukkan penurunan mutu pelayanan kesehatan. Tak dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat timbul tuntutan hukum bagi sarana pelayanan kesehatan, sehingga kejadian infeksi di pelayanan kesehatan harus menjadi perhatian bagi Rumah Sakit. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik bagi mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua mahasiswa/siswa dan peserta magang/pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penularan infeksi dan akan beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi, mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan cukup sulit mengatasinya, pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga semua mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas harus diberikan Layanan Orientasi dan Informasi (LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. B. Rantai Penularan Infeksi

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load) 2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang, tumbuhtumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina 3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain. 4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :

a. Kontak (contact transmission): 1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen 2) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci b. Droplet : partikel droplet > 5 m melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk bertahan lama di udara, deposit pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 m, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka). 6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh

adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

C.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh. 2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi. 3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu Standard Precautions (Kewaspadaan Standar) dan Transmission based Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis/PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

D.

Kewaspadaan Isolasi

Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar. Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :

Standard Precautions /Kewaspadaan Standar

gabungan dari:

Universal Precautions/Kewaspadaan Universal Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh

berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan

Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi

dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard precautions.
1970 Tehnik isolasi untuk penggunaan di RS, edisi 1. Memperkenalkan 7 katagori kewaspadaan isolasi kartu berwarna: Strict, Respiratory, Protective, Enteric, Wound and Skin,Discharge, and Blood

1983

CDC Pedoman Kewaspadaan Membagi menjadi 2 golongan sistim Isolasi; katagori spesifik Isolasi RS dan penyakit spesifik Universal Precautions (UP) Berkembang dari epidemi HIV/AIDS

1985

Ditujukan aplikasi kewaspadaan terhadap Darah dan Cairan Tubuh pada pasien pengidap infeksi Tidak diterapkan terhadap feses,ingus,sputum,keringat,air mata,urin,muntahan
1987 Body Substance Isolation (BSI) Menghindari kontak terhadap semua cairan tubuh dan yang potensial infeksius kecuali keringat Pedoman Kewaspadaan Isolasi dalam Rumah Sakit Dibuat oleh The Healthcare Infection Control Practices Advisory

1996

Committee (HICPAC), CDC Menggabungkan materi inti dari UP and BSI dalam Kewaspadaan Standard untuk diterapkan terhadap semua pasien pada setiap waktu
2007 Pedoman Kewaspadaan Dibuat oleh HICPAC, CDC. Isolasi; Pencegahan Transmisi penyebab infeksi pada Sarana tambahan : Kesehatan. HAIs Hyangiene respirasi/Etika batuk, Praktek menyuntik yang aman Pencegahan infeksi unt prosedur Lumbal pungsi

Sejarah Kewaspadaan Isolasi

Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:
1. Kebersihan tangan/Handhygiene 2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield (pelindungwajah), gaun 3. Peralatan perawatan pasien 4. Pengendalian lingkungan 5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen 6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan 7. Penempatan pasien 8. Hyangiene respirasi/Etika batuk 9. Praktek menyuntik yang aman 10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi

Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi. 3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi: - kewaspadaan transmisi kontak - kewaspadaan transmisi droplet - kewaspadaan transmisi airborne Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. 1. Kewaspadaan transmisi Kontak a)

Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs) Kohorting (management MDRo )

b)

APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan

c)

Transport pasien

Batasi kontak saat transportasi pasien

2. Kewaspadaan transmisi droplet a)


Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka

b)

APD petugas:
Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien

c)

Transport pasien
Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne a)


Penempatan pasien :
Di ruangan tekanan negatif Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA Pintu harus selalu tertutup rapat. kohorting Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran Ventilasi airlock ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih mahal) Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang

b)

APD petugas:
Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien, Gaun Goggle Sarung tangan

(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol) c)


Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

Catatan : Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk. Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. 2. 3. 4. 5. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh) Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien. 6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya. 7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) 8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan didisinfeksi benar.

E.

Kebersihan Tangan

Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub berbasis alkohol. Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.

Kapan Mencuci Tangan?


Segera setelah tiba di rumah sakit Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien Diantara kontak pasien satu dengan yang lain Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien Sesudah ke kamar kecil

Sesudah kontak darah atau cairan tubuh lainnya Bila tangan kotor Sebelum meninggalkan rumah sakit Segera setelah melepaskan sarung tangan Segera setelah membersihkan sekresi hidung Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Alternatif Kebersihan Tangan

Handrub berbasis alkohol 70%:

Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml 100 ml alkohol 70 %)
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor harus mencuci tangan sabun dan air mengalir Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997. Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit

Enam langkah kebersihan tangan : Langkah 1 : Gosokkan kedua telapak tangan Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan

Langkah 2 : sebaliknya Langkah 3 :

Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan

Langkah 4 : sebaliknya

Langkah 5 : Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan lakukan sebaliknya Langkah 6 : Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan lakukan sebaliknya F. Penutup

Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan

prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu Standard Precautions (Kewaspadaan Standar) dan Transmission based Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi. Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan membutuhkan program manajemen paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis/PEP) terhadap petugas kesehatan berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.

Daftar Bacaan: Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI

Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen Bina Yan Med

_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI

Notoatmodjo S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rhineka Cipta Siegel JD et al. and HICPAC CDC. 2007. Guideline for Isolation Precaution: Preventing Transmission of Infectious Agent in Healthcare Setting. CDC hal 1-92
By ansharbonassilfa 2

Navigasi tulisan
Cari

Arsip

April 2013 Februari 2013

Meta

Daftar

Masuk log Blog pada WordPress.com. | The iTheme2 Theme. Ikuti

Follow Pejuang Pengendali Infeksi Rumah Sakit


Get every new post delivered to your Inbox.
Powered by WordPress.com

You might also like