You are on page 1of 24

HUBUNGAN POLA HIDUP DAN MAKANAN TERHADAP

PENYAKIT HIPERTENSI PADA MASYARAKAT


KECAMATAN CEMPAKA BERDASARKAN
DATA-DATA DI PUSKESMAS RAWAT
INAP CEMPAKA, BANJARBARU

Disusun oleh:

dr. TRI WAHYU

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA
& DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA BANJARBARU
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT RAWAT INAP CEMPAKA

SEPTEMBER DESEMBER 2013

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengkutnya hingga akhir zaman. Karena
atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul
HUBUNGAN POLA HIDUP DAN MAKANAN TERHADAP PENYAKIT
HIPERTENSI

PADA

MASYARAKAT

KECAMATAN

CEMPAKA

BERDASARKAN DATA-DATA DI PUSKESMAS RAWAT INAP CEMPAKA,


BANJARBARU sebagai salah satu tugas dalam pelaksanaan Program Internship
Dokter Indonesia periode September 2013 September 2014.
Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga penelitian ini selesai
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.

dr. Rosni Yuniarti, selaku Dokter Pendamping Internsip di Pusat Kesehatan


Masyarakat (Puskesmas) Rawat Inap Cempaka, yang telah banyak memberikan
pendampingan, bimbingan, ilmu, perhatian, semangat, serta masukan kepada
penulis dalam proses pelaksanaan program internsip di Puskesmas dan
penyelesaian penelitian ini.

2.

Kedua orangtuaku yang tercinta (ayahanda Yunizal dan ibunda Asni), kakak,
adik, dan keluarga besarku yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang
tak berbatas serta segala dukungan kepada penulis, baik berupa moril maupun
materil.

3.

Kepala Puskesmas (ibu Risna Misna Risnawati, SKM) serta seluruh dokter
Puskesmas (dr. Imartha, dr. Mirtha Hasanah, dr. Tulus Dyah Anggraeni)
yang juga selalu memberikan pendampingan, bimbingan, ilmu, perhatian,
semangat, serta masukan kepada penulis dalam melaksanakan tugas penulis di
Puskesmas Rawat Inap Cempaka.
i

4.

Seluruh staf dan karyawan Puskesmas Rawat Inap Cempaka yang telah menjadi
rekan kerja yang sangat baik, ramah, dan senantiasa berbagi ilmu dan
pengalaman kepada penulis selama melaksanakan tugas di Puskesmas.

5.

Kepada teman sejawat internsip segrup (dr. Andre Azhar, dr. Athieqah AsySyahidah, dr. Indah Julisa, dr. Meita Putri Aldillah) serta teman sejawat
internsip di Banjarbaru, seluruh teman sejawat di Kalimantan Selatan, serta para
sejawat dokter internsip yang tersebar di seluruh Indonesia, yang selalu saling
memberikan dukungan dan semangat dalam menjalankan program internsip ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini

kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun bahasa
yang disajikan. Untuk itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan
kekhilafan yang tidak disengaja. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat,
khususnya bagi penulis dan pembaca, dalam memberikan sumbang pikir dan
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran dan kesehatan masyarakat.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan hasil penelitian dari
penulisan hingga isi dan pembahasannya.
Akhir kata, dengan mengucapkan alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
meridhai kita semua.

Banjarbaru, Desember 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

iii

Daftar Gambar
Daftar Tabel
Bab I

Pendahuluan

1.1 Profil Wilayah

1.2 Profil Puskesmas Rawat Inap Cempaka


Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metode Penelitian
Bab IV Hasil Penelitian
Bab V Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PROFIL WILAYAH


Kota Banjarbaru secara administratif berada dibawah wilayah Propinsi
Kalimantan Selatan yang ibukotanya Banjarmasin. Kota Banjarbaru memiliki
8 (delapan) Puskesmas, yaitu Puskesmas Liang Anggang, Puskesmas Landasan
Ulin, Puskesmas Guntung Payung, Puskesmas Banjarbaru, Puskesmas
Banjarbaru Utara, Puskesmas Sei Besar, Puskesmas Sei Ulin dan Puskesmas
Rawat Inap Cempaka. Adapun kondisi geografis wilayah Puskesmas Rawat Inap
Cempaka adalah terletak pada dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 1.598 2.579 per tahun dengan jumlah hari hujan 56 - 158 hari dan suhu udara yang rata-rata
antara 26oC 35oC. Adapun jarak dari pusat pemerintahan desa/kelurahan adalah:
a. Jarak dari pusat pemerintah kecamatan 200 m
b. Jarak dari ibukota kabupaten/kota 10 km

Gambar 1.1 Peta Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru

Luas wilayah Puskesmas Rawat Inap Cempaka 146,70 km 2. Dengan batas


1

wilayah sebagai berikut:


a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Banjarbaru Selatan
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Liang Anggang
Puskesmas Rawat Inap Cempaka secara administrasi terbagi dalam 4 (empat)
kelurahan yaitu Kelurahan Cempaka, Kelurahan Sei Tiung, Kelurahan Bangkal,
dan Kelurahan Palam. Hampir semua wilayah Puskesmas Rawat Inap Cempaka
dapat dihubungi dengan transportasi darat.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Cempaka, menurut
angka sensus penduduk maupun registrasi penduduk tahun 2012, diperinci dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 1.Error! Style not defined..1 Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Tahun 2012

No
1.
2.
3.
4.

Kelurahan
Kelurahan Cempaka
Kelurahan Sei Tiung
Kelurahan Bangkal
Kelurahan Palam
Total

Laki-laki
(jiwa)
6.432
4.783
2.169
1.651
15.035

Perempuan
(jiwa)
6.696
4.299
2.210
1.747
14.952

Jumlah Jiwa
13.128
9.082
4.379
3.398
29.987

Dari tabel dapat diketahui bahwa Puskesmas Rawat Inap Cempaka Kota
Banjarbaru wilayah kerjanya meliputi 4 kelurahan dan jumlah Penduduk yang
terbanyak di Kelurahan Cempaka serta Jumlah penduduk Laki-laki lebih banyak dari
jumlah penduduk Perempuan pada tahun 2012.
1.2 PROFIL PUSKESMAS RAWAT INAP CEMPAKA
1.3 SEPULUH

PENYAKIT

TERBANYAK

PUSKESMAS RAWAT INAP CEMPAKA

DI

WILAYAH

KERJA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama di bidang kesehatan,
tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Di negara lain, berbagai upaya
pendeteksian, pencegahan, dan penatalaksanaan hipertensi sudah banyak dilakukan.
Penelitian-penelitian dasar, klinis, maupun epidemiologis menjadi data dasar
pengembangan strategi untuk pencegahan, pendeteksian, dan pengobatan hipertensi
(Rohman et al, 2011).
Tabel 2.1 Tipe dan Penyebab Hipertensi (Sumber: Mitchell, 2008)

Hipertensi Esensial
Hipertensi Sekunder
Renal
Glomerulonefritis akut
Penyakit ginjal kronik
Penyakit polikistik
Stenosis arteri renalis
Displasia fibromuskuler arteri renalis
Vaskulitis renal
Tumor yang memproduksi renin
Kardiovaskuler
Koarktasio aorta
Poliarteritis nodosa (atau vaskulitis
lainnya)
Peningkatan volume intravaskuler
Peningkatan curah jantung
Rigiditas aorta
Neurologik
Psikogenik
Peningkatan tekanan intrakranial
Sleep apnea
Stres akut yang meliputi pembedahan

Endokrin
Hiperfungsi korteks adrenal (sindrom
Cushing, aldosteronisme primer,
hiperplasia adrenal kongenital,
konsumsi licorice)
Hormon-hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen [termasuk obat pemicu
kehamilan serta kontrasepsi oral],
obat-obat simpatomimetik, makanan
yang mengandung tiramin dan
preparat inhibitor monoamin oksidase
[MAO])
Feokromositoma
Akromegali
Hipotiroidisme (miksedema)
Hipertiroidisme (tirotoksikosis)
Hipertensi yang ditimbulkan kehamilan

Hipertensi merupakan salah satu penyakit di dunia yang sering dijumpai pada
manusia. Karena penyakit ini berhubungan dengan morbiditas, mortalitas, dan biaya
penanganannya yang besar, hipertensi merupakan tantangan besar bagi kesehatan
publik. Hipertensi menyebabkan peningkatan sebanyak dua kali risiko penyakit
kardiovaskular, termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, stroke
3

hemoragik dan iskemik, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer. Walaupun terapi
dengan obat hipertensi dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan ginjal,
sebagian besar kelompok dari populasi dengan hipertensi tidak mendapatkan
pengobatan atau tidak diobati dengan maksimal (Adli, 2010).

2.1 HIPERTENSI ESENSIAL (PRIMER)


Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik > 90 mmHg, atau bila pasien mamakai obat hipertensi (Mansjoer, 2001).
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefiniskan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk
membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang
diketahui (Yogiantoro, 2007).
Joint National Committee (JNC 7) memperkenalkan klasifikasi baru,
termasuk adanya kategori pre-hipertensi (tekanan sistolik 120-139 mmHg dan/atau
tekanan diastolik 80-89 mmHg). Pre-hipertensi bukan termasuk kategori penyakit.
Kategori pre-hipertensi dibuat untuk mengidentifikasi individu risiko tinggi yang
dapat berkembang menjadi hipertensi, sehingga diharapkan pasien dan dokter
menjadi waspada terhadap risiko ini dan melakukan intervensi dan pencegahan atau
menghambat perkembangan penyakit (Adli, 2010).
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa (Sumber: Adli, 2010; Yogiantoro, 2007)

Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan Darah
Normal
Pre-hipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2
Isolated systolic hypertension

Sistolik
(mmHg)
<120
120 139
140 159
>160

dan
atau
atau
atau

Diastolik
(mmHg)
<80
80 89
90 99
>100

>140

dan

< 90

2.1.1 Epidemiologi
Level tekanan darah, angka peningkatan darah terhadap umur, dan
prevalensi hipertensi sangat bervariasi di setiap negara dan subpopulasi dalam
satu negara. Di Amerika Serikat, berdasarkan hasil survey dari National Health
and Nutrition Examination (NHANES), 28.7% dari penduduk dewasa Amerika
4

Serikat atau sekitar 58.4 juta penduduk mempunyai hipertensi. Prevalensi


hipertensi sekitar 33.5% pada orang kulit hitam nonhispanik, 28.9% pada orang
kulit putih nonhispanik, dan 20.7% pada orang Amerika Meksiko. Kejadian
hipertensi meningkat pada peningkatan umur dan pada individu umur 60 tahun
ke atas. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di
Amerika Serikat meningkat sebagai akiat peningkatan obesitas (Adli, 2010).
Survey kesehatan di berbagai negara melaporkan tingginya prevalensi
pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Survey tersebut melaporkan
prevalensi pasien hipertensi di Kanada sebesar 22% dan hanya 16% yang
tekanan darahnya terkontrol, prevalensi di Mesir sebesar 26.3% dan hanya 8%
yang terkontrol, sedangkan prevalensi di Cina sebesar 13.6% dan hanya 3%
yang terkontrol. Di Indonesia, jumlah penderita hipertensi diperkirakan 15 juta
orang, tetapi hanya 4% yang merupakan penderita hipertensi terkontrol.
Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% di antaranya tidak menyadari sebagai
penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat
karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90%
merupakan hipertensi esensial. Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia
telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan bahwa di daerah pedesaan masih
banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Prevalensi
terbanyak berkisar antara 6-15%, tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di
Ungaran (Jawa Tengah) 1.8%, Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya (Irian
Jaya) 0.6%, dan Talang (Sumatera Barat) 17.8% (Adli, 2010).
2.1.2 Faktor Risiko & Patogenesis
Regulasi Tekanan Darah Normal
Tekanan darah merupakan karakter yang kompleks dan ditentukan oleh
interaksi berbagai faktor genetik serta lingkungan yang mengatur hubungan
antara volume darah dan tahanan (resistensi) perifer (Mitchell, 2008):
Volume darah dipengaruhi oleh kadar natrium (Na+), mineralokortikoid, dan
faktor natriuretik.
Vasokonstriksi meningkatkan resistensi vaskuler:
Zat-zat vasokonstriktor meliputi angiotensin II, katekolamin, tromboksan,
leukotrien, dan endotelin.
5

Zat-zat vasodilator meliputi kinin, prostaglandin, nitrogen monoksida, dan


adenosin.
Autoregulasi regional, yaitu peningkatan aliran darah akan menimbulkan
vasokonstriksi (dan sebaliknya), juga merupakan faktor yang penting.
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor risiko yang
mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah (Yogiantoro,
2007):
Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, ras, obesitas, merokok, genetik
Sistem saraf simpatis: tonus simpatis, variasi diurnal
Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos,
dan iterstisium juga memberikan kontribusi akhir
Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem reninangiotensin-aldosteron
Kaplan

menggambarkan

beberapa

faktor

yang

berperan

dalam

pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus Tekanan Darah = Curah


Jantung x Tahanan Perifer (Gambar 2.1) (Yogiantoro, 2007).
Faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi antara lain
adalah (Yogiantoro, 2007):
Merokok
Obesitas
Kurangnya aktivitas fisik
Dislipidemia
Diabetes melitus
Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit
Umur (laki-laki >55 tahun, perempuan 65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler prematur (laki-laki
<55 tahun, perempuan <65 tahun)

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah (Sumber:
Yogiantoro, 2007)

Pasien dengan pre-hipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan


darah menjadi hipertensi. Mereka yang tekanan darahnya beriksar antara 120139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko
menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskuler dari pada yang
tekanan darahnya lebih rendah (Yogiantoro, 2007).
Secara

fundamental,

hipertensi

esensial

bisa

disebabkan

oleh

pertambahan volume darah (misalnya karena berkurangnya ekskresi natrium ke


dalam urin) atau oleh peningkatan resistensi perifer (misalnya karena
bertambahnya pelepasan zat-zat vasokonstriktor, meningkatnya sensitivitas sel
otot polos vaskuler atau karena faktor neurogenik), atau disebabkan oleh
keduanya. Kelainan pada regulasi tekanan darah renal dapat turut menyebabkan
hipertensi esensial dengan mempengaruhi salah satu dari dua sistem ini
(Mitchell, 2008):
Sistem renin-angiotensin (misalnya hipertensi pada individu dengan varian
genetik angiotensinogen yang spesifik; angiotensinogen merupakan substrat
fisiologik untuk renin)
Homeostasis natrium

Meskipun kelainan gen yang tunggal dapat (meskipun jarang)


menyebabkan hipertensi yang berat, namun kecil kemungkinan bahwa mutasi
pada lokus gen yang tunggal merupakan sumber utama hipertensi esensial pada
populasi masyarakat yang luas. Kemungkinan yang jauh lebih besar adalah
bahwa hipertensi esensial merupakan kelainan yang bersifat heterogen dan
multifaktor, yaitu kombinasi efek mutasi atau polimorfisme pada beberapa lokus
gen mempengaruhi tekanan darah lewat kerja samanya dengan lebih dari satu
variabel nongenetik. Jadi, faktor lingkungan (misalnya stres, asupan garam)
dapat turut memberikan kontribusi, tetapi hal ini biasanya terjadi pada individu
yang secara genetik sudah memiliki predisposisi (Mitchell, 2008).
2.1.3 Diagnosis
Diagnosis dan evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan
anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit
keluarga, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi
(Yogiantoro, 2007; Adli, 2010):
Keluhan utama:
Kebanyakan pasien hipertensi tidak mempunyai gejala yang spesifik
terkait peningkatan tekanan darah mereka. Gejala yang sering timbul pada
pasien dengan hipertensi berat adalah sakit kepala, yang biasanya muncul
di pagi hari dan lokasi sakitnya di regio oksipital. Gejala yang tidak
spesifik lainnya adalah pusing, palpitasi, mudah lelah, dan impoten.
Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Indikasi adanya hipertensi sekunder:
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obatobat analgesik dan obat/bahan lain
Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
Faktor-faktor risiko:
Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien
8

Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya


Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
Kebiasaan merokok
Pola makan
Kegemukan, intensitas olah raga
Kepribadian
Gejala kerusakan organ:
Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks (TIA), defisit sensoris atau motoris
Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuria
Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
Pengobatan antihipertensi sebelumnya
Faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan
Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi
adanya penyakit penyerta, kerusakan organ target, serta kemungkinan adanya
hipertensi sekunder. Pemeriksaan fisik pasien hipertensi harus meliputi
(Yogiantoro, 2007; Adli, 2010):
Pemeriksaan tekanan darah yang benar pada kedua lengan
Pemeriksaan funduskopi, perhitungan indeks massa tubuh (IMT)
Pemeriksaan auskultasi bruit karotis, abdomina, dan femoral
Palpasi kelenjar tiroid
Pemeriksaan lengkap jantung dan paru
Pemeriksaan abdomen untuk mencari pembesaran ginjal, massa, distensi
kandung kemih, dan pulsasi aorta yang abnormal
Palpasi ekstremitas bawah untuk mencari edema dan palpasi arteri
ekstremitas bawah
Penilaian status neurologis
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari tes darah rutin,
9

glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan
HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum,
kalium serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis (uji carik celup serta
sedimen urin), elektrokardiogram (EKG). Beberapa pedoman penanganan
hipertensi menganjurkan tes lain, seperti ekokardiogram, USG karotis (dan
femoral), C-reactive protein (CRP), mikroalbuminuria atau perbandingan
albumin/kreatinin urin, proteinuria kuantitatif (jika uji carik positif), funduskopi
(pada hipertensi berat) (Yogiantoro, 2007).
Evaluasi pasien hipertensi bertujuan untuk menilai gaya hidup dan
mencari faktor risiko kardiovaskuler atau penyakit penyerta yang dapat
mempengaruhi prognosis pengobatan, mencari penyebab tekanan darah tinggi,
dan menilai ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler
(Yogiantoro, 2007; Adli, 2010).
Tabel 2.3 Faktor Risiko Kardiovaskuler pada Penderita Hipertensi
(Sumber: Adli, 2010)

Faktor Risiko Kardiovaskuler


Tingkat tekanan darah sistolik dan diastolik (derajat 1-2)
Umur (>55 tahun untuk pria, >65 tahun untuk wanita)
Merokok
Riwayat penyakit kardiovaskuler prematur pada keluarga (pria
<55 tahun, wanita <65 tahun)
Diabetes mellitus
Kolesterol total >6.2 mmol/l (240 mg/dl)
Kolesterol HDL <1.0 mmol/l (40 mg/dl)
Peningkatan kolesterol LDL >4.1 mmol/l (160 mg/dl)
Perkiraan laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml/menit*
Mikroalbuminuria*
Obesitas (IMT >30 kg/m2; atau IMT >27.5 kg/m2 untuk Asia)
Inaktivitas fisik*
* JNC

2.1.4 Penatalaksanaan
Pemberian terapi hipertensi bertujuan untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas terkait gangguan ginjal dan kardiovaskuler. Penurunan
tekanan darah hingga <140/90 mmHg berhubungan dengan penurunan
komplikasi kardiovaskuler. Pada pasien dengan penyakit penyerta (seperti
diabetes atau penyakit ginjal), target tekanan darah adalah <130/80 mmHg (Adli,
2010).
10

Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau


kondisi penyerta lainnya, seperti diabetes mellitus atau dislipidemia, juga harus
dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi (Yogiantoro,
2007).
Pengobatan

hipertensi

terdiri

dari

terapi

nonfarmakologis

dan

farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien


hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktorfaktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi nonfarmakologis terdiri dari
menghentikan

kebiasaan

merokok,

menurunkan

berat

badan

berlebih,

menurunkan konsumsi alkohol berlebih, latihan fisik, menurunkan asupan


garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur, serta menurunkan asupan
lemak. Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis yang dianjurkan
oleh JNC 7 adalah sebagai berikut (Yogiantoro, 2010):
Diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau antagonis aldosteron (Aldoant)
Beta-bloker (BB)
Calcium-channel blocker (CCB) atau antagonis kalsium
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI)
Angiotensin II receptor blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Tabel 2.4 Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 (Sumber: Yogiantoro, 2007)

Klasifikasi
Tekanan
Darah
Normal
Prehipertensi

TD
Sistolik
(mmHg)

TD
Diastolik
(mmHg)

Perbaikan
Pola
Hidup

<120

dan <80

Dianjurka
n

120 139

atau
80 89

Ya

Hipertensi
derajat 1

140 159

atau
90 99

Ya

Hipertensi

>160

atau

Ya
11

Terapi Obat Awal


Dengan
Tanpa Indikasi
Indikasi yang
yang Memaksa
Memaksa

Tidak indikasi obat


Diuretika jenis
Thiaz untuk
sebagian besar
kasus, dapat
dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB,
CCB, atau
kombinasi
Kombinasi 2 obat

Obat-obatan
untuk indikasi
yang memaksa
Obat-obatan
untuk indikasi
yang memaksa
obat
antihipertensi
lain (diuretika,
ACEI, ARB,
BB, CCB)
sesuai

derajat 2

untuk sebagian
besar kasus.
Umumnya diuretika
jenis Thiaz dan
ACEI/ARB/BB atau
CCB)

>100

kebutuhan

Kombinasi BB dan ACEI atau ARB tidak menunjukkan efek yang


sinergis. Walaupun sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah, kombinasi
diuretik dan BB dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus. Oleh karena itu
penggunaannya harus lebih diperhatikan pada pasien-pasien yang memiliki
faktor risiko diabetes mellitus, seperti kegemukan atau sindrom metabolik (Adli,
2010).
Algoritma pengobatan pasien hipertensi ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Terapi hipertensi dimulai dengan modifikasi pola hidup dan jika target tekanan
darah tidak ditercapai, diuretik thiazide dapat digunakan untuk memulai terapi
obat pada kebanyakan pasien. Diuretik thiazide juga dapat dikombinasikan oleh
obat-obat dari kelas yang lain, seperti ACEI, ARB, CCB. Saat diuretik thiazide
tidak dapat digunakan, atau saat keadaan lain yang membutuhkan jenis obat
antihipertensi yang spesifik pada pasien hipertensi dengan indikasi khusus,
pemilihan obat-obatan dari kelas yang lain dapat dilakukan (Adli, 2010).
Pemantauan Terapi
Setiap terapi antihipertensi dimulai, kebanyakan pasien harus kembali
untuk follow-up dan untuk penyesuaian medikasi setiap bulan atau sampai target
tekanan darah tercapai. Pada pasien dengan hipertensi derajat 2, pemantauan
yang lebih ketat harus dilakukan. Kalium serum san kreatinin serum harus
diperiksa setidaknya satu sampai dua kali per tahun. Setelah target tekanan darah
yang stabil tercapai, pemantauan dapat dilakukan dengan interval 3-6 bulan.
Adanya risiko kardiovaskuler harus dipantau dan penghentian kebiasaan
merokok harus segera dilaksanakan (Adli, 2010).
Table 2.5 Panduan Pemilihan Obat pada Pasien Hipertensi dengan Indikasi Khusus (Sumber:
Adli, 2010)

Indikasi Khusus
Gagal jantung
Post infark miokard
Risiko tinggi penyakit

Diuretik

Obat yang Direkomendasikan


BB
ACEI ARB CCB

12

Aldo-ant

koroner
Diabetes mellitus
Penyakit ginjal kronik
Stroke

Gambar 2.2 Algoritma terapi hipertensi (Sumber: Adli, 2010)

2.2 DAMPAK POLA HIDUP DAN MAKANAN TERHADAP HIPERTENSI


2.3 MODIFIKASI

POLA

HIDUP

DAN

MAKANAN

PADA

PASIEN

HIPERTENSI
Melaksanakan pola hidup sehat oleh semua orang sehat sangat penting untuk
mencegah terjadinya hipertensi dan hal ini juga penting pada mereka yang
13

mempunyai hipertensi. Penurunan berat badan setidaknya 4.5 kg dapat menurunkan


tekanan darah atau mencegah hipertensi pada orang gemuk. Konsumsi alkohol
sebaiknya dibatasi tidak lebih dari 1 oz (30 ml) etanol, sebanding dengan dua kali
mium per hari pada pria, dan tidak lebih dari 0.5 oz (satu kali minum) per hari pada
wanita atau orang kurus (Adli, 2010).
Tabel 2.7 Modifikasi Pola Hidup Sebagai Pencegahan dan Terapi Hipertensi (Sumber: Adli, 2010)

Modifikasi
Penurunan berat badan
Konsumsi makanan

Pengurangan konsumsi
natrium

Aktivitas fisik

Konsumsi alkohol
moderat

Rekomendasi
Menjaga berat badan normal
(IMT 18.5 24.9 kg/m2)
Konsumsi banyak buah,
sayuran, dan makanan rendah
lemak
Pengurangan konsumsi
natrium tidak lebih dari 100
mmol/hari (2.4 gram natrium
atau 6 gram NaCl)
Melakukan olah raga aerobik
secara regular seperti jalan
cepat (30 menit/hari;
sebaiknya setiap hari dalam
seminggu)
Membatasi konsumsi tidak
lebih dari dua kali minum per
hari pada pria dan tidak lebih
satu kali minum per hari pada
wanita

Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik
5 20 mmHg/10 kg
8 14 mmHg

2 8 mmHg

4 9 mmHg

2 4 mmHg

2.4 KERANGKA TEORI


Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang
berhubungan dengan area permasalahan yang terjadi pada masyarakat di kecamatan
Cempaka, Banjarbaru. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independen dari
kerangka teori yang dihubungkan dengan area permasalahan.

14

BAB III

HASIL PENELITIAN

15

BAB IV

PENUTUP

16

DAFTAR PUSTAKA
Adli, Mizanul. 2010. Diskusi Topik: Pendekatan Terhadap Pasien Hipertensi.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid Pertama.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mitchell, Richard N., Vinay Kumar, Abdul K. Abbas, Nelson Fausto. 2008. Buku
Saku Dasar Patologis Penyakit Robbin & Cotran, Edisi 7. Jakarta: EGC
Puskesmas Rawat Inap Cempaka. 2013. Laporan Tahunan Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Tahun 2012. Banjarbaru: Puskesmas Rawat Inap Cempaka
Rohman, Mohammad Saifur, Nani Hersunarti, Arieska Ann Soenarta, Suardjono,
Adre Mayza, Antonia Anna Lukito, Adrianus Kosasih. 2011. Pemahaman
Dokter Indonesia Mengenai Hipertensi dan Permasalahan yang Dihadapi pada
Praktik Sehari-Hari. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Yogiantoro, Mohammad. 2006. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; h.610-614

17

You might also like