You are on page 1of 19

JAMUL QURAN WA KITABATUHU

OLEH : Kelompok IV Ahmad Junaid Rahmatiah Khusnul Khotimah Sri Arniwati

PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR TAHUN 2012

JAMUL QURAN WA KITABATUHU

OLEH : Kelompok IV Ahmad Junaid Rahmatiah Khusnul Khotimah Sri Arniwati

PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR TAHUN 2012

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak-Nyalah sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya.Salam dan shalawat kita kirimkan kepada nabi besar Rasulullah Muhammad SAW yang membawa kita dari alam yang gelap menuju alam yang terang benderang. Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul Jamul quran wa kitabatuhu adalah untuk menjelaskan tentang bagaimana proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf alQuran. Penyusunan makalah ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak lain. Oleh sebab itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Syamsul Qamar selaku dosen mata kuliah Ilmu Al Quran yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada kami untuk membuat makalah ini, sehingga kami lebih mengetahui bagaimana proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf al-Quran. 1. Ayah dan ibu tercinta yang banyak memberikan dorongan dan bimbingannya kepada kami, yang senang tiasa mendoakan kami dalam keadaan sehat. 2. Teman-teman kami yang telah memberikan bantuan baik secara moral maupun spiritual. 3. Semua pihak yang telah membantu kami baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penyusunan makalah ini, bahwa

makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mohan maaf atas kekurangan dari makalah kami. Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat membantu dalam kegiatan belajar mengajar dan kita lebih mengetahui proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf al-Quran. Saran dan pendapat sangat saya harapkan demi untuk menjadikan makalah ini lebih baik lagi. Samata, 03 Desember 2012 PENYUSUN

KELOMPOK IV

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2 C. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3 A. Pengertian Jamul al-Quran ....................................................... 3 B. Pengumpulan al-Quran pada Masa Nabi .................................. 4 C. Pengumpulan al-Quran pada Masa Khulafa al-Rasyidun......... 5 D. Usaha lanjutan Pengumpulan dan Pemeliharaan Al Quran ........ 10 BAB III PENUTUP ....................................................................................... 11 A. Kesimpulan .................................................................................. 12 B. Implikasi ....................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Al-Quran merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi

sentral bagi seluruh disiplin ilmu ke Islaman. Kitab suci ini, di samping menjadi al-huda (petunjuk), juga sebagai al-bayyinah (penjelas) serta menjadi al-furqan (pemisah antara yang benar dan yang salah) yang diturunkan dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun lamanya. Pengumpulan dan penyusunan al-Quran dalam bentuk seperti saat ini, tidak terjadi dalam satu masa, tapi berlangsung beberapa tahun atas upaya beberapa orang dan berbagai kelompok. Cara lazim dalam menjaga al-Quran pada masa Nabi dan Sahabat adalah dengan hafalan ( al-jan fi sudur). Hal ini selain karena masih banyak sahabat yang buta huruf, juga karena hafalan orang Arab ketika itu terkenal kuat. Bisa dimaklumi jika pencatatan al-Quran belum merupakan alat pemeliharaan yang handal, karena dari segi teknis, alat-alat tulis ketika itu masih sangat sederhana dan rawan terhadap kerusakan. Bahan tempat menulis berasal dari pelepahpelepah kurma dan tulang-belulang yang gampang lapuk dan patah, tinta yang mudah luntur, dan alat tulis yang sangat sederhana. Seiring perjalanan waktu dalam sejarah, mulai diturunkannya al-Quran hingga wafatnya Rasulullah saw. sampai kepada periode Khulafa al-Rasyidun, masing-masing periode memiliki cara dan metode dalam memelihara dan mengumpulkan al-Quran. Dari hal tersebut di atas, maka menarik untuk dikaji, khususnya aspek sejarah dari proses pengumpulan al-Quran pada masa Rasulullah saw sampai pada masa sahabat, dan juga usaha lanjutan pemeliharaan al-Quran pasca Khulafa al-Rasyidun.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penyusun mencoba mengemukakan beberapa permasalahan pokok berkaitan dengan materi makalah ini, yaitu: 1. Apa pengertian Jamul al-Quran? 2. Bagaimana pengumpulan al-Quran pada masa Nabi Muhammad saw? 3. Bagaimana pengumpulan al-Quran pada masa Khulafa al-Rasyidun? 4. Bagaimana usaha lanjutan pemeliharaan al-Quran pasca Khulafa alRasyidun?

C. Tujuan dan Kegunaan Adapun tujuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. 2. Untuk memahami pengertian Jamul Quran. Untuk memahami pengumpulan al-Quran pada masa Nabi Muhammad saw. 3. Untuk memahami pengumpulan al-Quran pada masa Khulafa alRasyidun. 4. Untuk memahami usaha lanjutan pemeliharaan al-Quran pasca Khulafa al-Rasyidun.

Sementara kegunaan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Kegunaan ilmiah; mengkaji secara dalam tentang pengertian al-Quran, pencatatan dan pengumpulannya pada masa Nabi, Khulafa al-Rasyidun, dan pasca Khulafa al-Rasyidun. 2. Kegunaan praktis; mempertebal keyakinan umat Islam dalam meyakini al-Quran sebagai Kitab Suci yang diturunkan dari sisi Yang Mahasuci, sehingga tidak ada kekurangan atau kecelaan-kecelaan padanya sehingga hal ini akan memberikan dorongan penuh keyakinan pada umat Islam untuk mengimplementasikan tiap-tiap ajaran al-Quran dalam

kehidpannya secara penuh tidak ada keraguan.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Jamul al-Quran Kata al-Jamu berasal dari kata Jamaa - Yajmau - Jaman yang berarti pengumpulan atau penghimpunan. Adapun makna al-Quran menurut bahasa, kata quran adalah bentuk masdar (kata benda verbal) dari qaraa yang berarti membaca, baik membaca dengan melihat tulisan ataupun secara menghafal. Jadi Jamul Quran berarti upaya mengumpulkan al-Quran yang berserakan untuk diteliti dan diselidiki. Menurut Mardan, yang dimaksud dengan pengumpulan (pengkodifikasian) al-Quran di kalangan ulama adalah salah satu dari dua pengertian berikut : 1. Jamul Quran dalam arti hifz}uhu Inilah (menghafalnya dalam hati).

makna yang dimaksudkan dalam firman Allah, QS. Alkepada Nabi. Nabi senantiasa menggerakal-Quran,

Qiyamah, 75: 16-19

gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca

ketika diturunkan kepadanya sebelum Jibril selesai membacakanya, karena ingin menghafalnya. 2. Jamul Quran dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan al-Quran semuanya). Ini dimaksudkan adalah baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata; baik setiap surah ditulis dalam suatu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaranlembaran yang terkumpul, yang menghimpun semua surah, yang sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain. Sebagian besar literatur yang membahas tentang ilmu-ilmu al-Quran menjelaskan bahwa Jamul Quran meliputi hingga menjadi mushaf al-Quran. proses

penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi

B. Pengumpulan al-Quran pada Masa Nabi Kodifikasi atau pengumpulan al-Quran telah dimulai sejak zaman Rasulullah saw., bahkan telah dimulai sejak masa-masa awal turunnya alQuran. Sebagaimana diketahui, al-Quran diturunkan secara berangsurangsur, hal ini disesuaikan dengan keadaan Rasulullah dan agar lebih mudah untuk menghafalnya baik oleh Nabi maupun para sahabat. Pengumpulan ayat-ayat al-Quran di masa Nabi saw. terbagi atas dua kategori: 1. Pengumpulan al-Quran dalam dada. Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah saw, di mana beliau dikenal seorang ummi (tidak dapat membaca dan menulis). Oleh karenanya setiap ayat al-Quran diturunkan, beliau hanya menghafal dan menghayatainya agar penguasaannya terhadap al-Quran persis sebagaimana aslinya. Dan setelah itu, beliau membacakannya kepada sahabat dan ummatnya sejelas mungkin dan memerintahkan kepada mereka untuk dapat menghafal dan memantapkannya. Hal ini persis dengan janji Allah dalam QS. Al-Qiyamah (75):16-19. Para sahabat langsung menghafal al-Qura>n tersebut di luar kepala setiap kali Rasulullah saw. menyampaikan wahyu kepada mereka. Hal ini bisa mereka lakukan dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang Arab yang menjaga peninggalan nenek moyang mereka dengan cara hafalan. Manna al-Qattan mengutip hadis\ dari kitab S{hahih Bukhari tentang tujuh hafidz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Masud, Salim bin Maqal, Muadz bin Jabal, Ubay bin Kaab, Zaid bin S|abit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda. 2. Pemeliharaan al-Quran dengan tulisan Walaupun Nabi Muhammad saw dan para sahabat menghafal ayat-ayat al-Quran secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ayat yang turun Rasulullah memanggil sahabat sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat

beberapa penulis wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Kaab dan Zaid bin S|abit. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan di mana tempat ayat tersebut dalam surat. Ayat- ayat alQuran mereka tulis pada pelepah kurma, lempengan batu, kulit dan tulang binatang. Tulisan-tulisan al-Quran pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf. Biasanya yang ada di tangan seorang sahabat misalnya belum tentu dimiliki oleh yang lainnya. Menurut para ulama, di antara sahabat yang menghafal seluruh isi al-Quran ketika Rasulullah masih hidup adalah Ali bin Abi Thalib, Muadz bin Jabal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Masud. AlZarqani menyebutkan dalam kitabnya Manahil al-Irfan bahwasanya faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga al-Quran tidak dibukukan pada masa Nabi adalah sebagai berikut: a. Sarana tulis menulis pada waktu itu sangat minim dan sangat susah mendapatkannya. b. Nabi senantiasa menunggu keberlanjutan wahyu karena adanya ayat-ayat yang dinasakh setelah diturunkannya. c. d. Ayat-ayat tidak diturunkan sekaligus. Ayat-ayat al-Quran turun pada umumnya sebagai jawaban dari suatu pertanyaan atau kondisi masyarakat sehingga tidak turun dalam keadaan tersusun ayatnya. Dengan melihat penjelasan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa sejak zaman Rasulullah telah terjadi pengumpulan al-Quran walaupun tulisan tersebut belum dalam bentuk mushaf seperti sekarang, tetapi ini cukup menjadi bukti bahwa sudah ada penulisan al-Quran pada saat itu. C. Pengumpulan al-Quran pada Masa Khulafa al-Rasyidun 1. Pengumpulan al-Quran pada Masa Abu Bakar Rasulullah saw berpulang kerahmatullah setelah beliau menyampaikan risalah dan menyampaikan amanat serta memberi petunjuk kepada

umatnya untuk menjalankan agama yang lurus. Setelah beliau wafat, kekhalifahan dipegang oleh Abu Bakar al-Siddiq r.a. Pada masa pemerintahannya, ia banyak menghadapi masalah di antaranya memerangi orang-orang yang murtad, serta memerangi pengikut Musailamah alKazzab yang mengaku sebagai nabi. Ketika terjadi perang Yamamah, banyak kalangan sahabat penghafal alQuran dan ahli bacanya yang gugur. Jumlahnya lebih 70 orang huffadz ternama. Melihat banyaknya penghafal al-Quran yang gugur, Umar merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar dan berkata: Telah banyak di antara para huffadz dan qurra yang gugur dalam medan pertempuran, aku khawatir akan gugur pula yang lainnya, sehingga hilang apa yang tersimpan dalam dada mereka dan lenyaplah ayat-ayat al-Quran itu. Menurut pendapatku, baiklah kiranya jika engkau memerintahkan agar al-Quran dikumpulkan. Pada awalnya Abu Bakar ragu, karena hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi. Namun setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai positifnya, ia kemudian menerima usul tersebut. Zaid bin Tsabit adalah orang yang ditunjuk Abu Bakar untuk mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf. Adapun alasan penunjukan Zaid oleh karena beliau berusia muda, berintelegensi tinggi dan pekerjaannya di masa Nabi sebagai penulis wahyu. Meskipun pada awalnya Zaid bin Tsabit juga ragu namun pada akhirnya ia bersedia melaksanakan hal tersebut. Atas kesediaan Zaid bin Tsabit, dibuatlah sebuah panitia yang diketuainya, sedang anggotanya adalah Ubay bin Kaab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan. Dalam menjalankan tugasnya, berbagai metode dilakukan untuk mengumpulkan al-Quran. Diantaranya mengumpulkan tulisan-tulisan alQuran dari para sahabat, mencocokkan dengan hafalan para sahabat, ataupun menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa pembawa al-Quran itu telah mendengarnya dari lisan Rasulullah saw. Zaid bin Sabit mengumpulkan al-Quran dari pelepah kurma, kepingankepingan batu, dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya dia

mendapatkan akhir surah at-Taubah ayat 128 berada pada Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak di dapatkan pada orang lain, yang berbunyi : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. hingga akhir surah. Setelah selesai dikumpulkan, ia di tangan Abu Bakar. Setelah ia wafat, mushaf itu berpindah kepada Umar hingga wafatnya, kemudian ke tangan Hafsah, putri Umar. Sesudahnya, Utsman memintanya dari Hafsah. Dengan demikian, Abu Bakar adalah orang pertama yang mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf. Dengan cara seperti inilah Zaid mengumpulkan ayat-ayat dan surah-surah al-Quran dan mengumpulkannya yang sebelumnya terpisah-pisah. Masa pengumpulan al-Quran ini terlihat sangat singkat. Sebagaimana diketahui, Abu Bakar hanya memerintah kekhalifaan Islam ketika itu selama kurang lebih dua tahun mulai Rabiul Awwal 11 H sampai Jumadil Tsani 13 H.. Sementara Zaid melalui tugasnya setelah peperangan Yamamah (bulan ketiga tahun 12 H). Hal ini berarti bahwa waktu yang tersisa bagi Zaid hanya 15 bulan. Al-Zarqani mengemukakan bahwa mushaf yang disusun pada masa Abu Bakar hanyalah penulisan urutan-urutan ayat-ayatnya saja tanpa mengurut surah-surahnya. Demikianlah pengumpulan al-Quran pada masa kekhalifahan Abu Bakar, yang dilakukan dengan berbagai metode dalam rangka menjaga validitas dan keutuhan al-Quran. Para ulama berpendapat bahwa penamaan al-Quran dengan mushaf baru muncul sejak saat itu, yakni pada saat Abu Bakar mengumpulkan alQuran. Ali bin Abi Thalib berkata, orang yang paling besar pahalanya dalam hal mushaf ialah Abu Bakar. Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepadanya. Dialah yang pertama mengumpulkan Kitab Allah. Pengumpulan ini dinamakan Pengumpulan Kedua. 2. Pengumpulan al-Quran pada Masa Utsman bin Affan Ketika Utsman bin Affan memegang kekhalifahan, dan para sahabat berpencar keberbagai daerah dan masing-masing membawa bacaan yang

didengarnya dari Rasulullah saw. serta di antara mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimiliki oleh lainnya, orang-orang berbeda pendapat dalam bacaan. Setiap pembaca (qari) mengunggulkan bacaannya dan menyalahkan bacaan qari lainnya sehingga permasalahan tersebut menjadi besar, perselisihanpun semakin memuncak. Sebagaimana yang digambarkan dalam sejarah, bahwa sekembalinya Huzaifah bin al-Yaman dari peperangan menaklukkan daerah Armenia dan Azerbaijan, ia mengutarakan kekhawatiran kepada khalifah Usman bin Affan tentang perbedaan bacaan al-Quran di kalangan kaum muslimin. Mihsan menggambarkan bahwa penduduk Syam memakai bacaan Ubay bin Kaab, penduduk Kuffah memakai bacaan Abdullah bin Masud dan penduduk lainnya memakai bacaan Abu Musa Al-Asyari. Cara-cara pembacaan al-Quran yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan huruf yang dengan al-Quran diturunkan. Apabila mereka

berkumpul pada suatu pertemuan, atau di suatu medan pertempuran, sebagian mereka merasa heran akan adanya perbedaan qiraat itu. Atas kejadian tersebut, Utsman kemudian bermusyawarah dengan para sahabat mengenai apa yang harus dilakukan. Dalam musyawarah tersebut Utsman dan para sahabat bersepakat untuk menyalin kembali Mushaf alQuran yang ada pada tangan Hafsah untuk dijadikan rujukan apabila terjadi perselisihan tentang cara membaca al-Quran. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdul Rahman bin Haris bin Hasyim. Setelah kumpulan tulisan itu sampai ketangan Utsman, ia kemudian menugaskan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash dan Abdul Rahman bin al-Harits bin Hisyam untuk menyalin shuhuf-shuhuf tersebut kedalam beberapa mushaf. Proses penyalinan lembaran tersebut ke dalam mushaf disertai dengan perintah Utsman bahwa apabila terdapat perbedaan atas beberapa tulisan dalam lembaran tersebut, maka tulislah

dalam bahasa Quraisy dengan alasan bahwa al-Quran diturunkan dengan lisan (bahasa) Quraisy. Ladjnah yang dibentuk oleh Usman itu menyelesaikan usahanya pada tahun 25 Hijriyah, atau pada tahun 30 Hijriyah setelah delapan tahun tampuk pemerintahan dipegang oleh Usman ibn Affan. Menurut dugaan, besar sekali kemungkinan, bahwa pekerjaan tersebut diselesaikan antara 25 H dan 30 H itu. Mushaf yang disusun pada masa khalifah Usman bin Affan ini lebih lengkap jika dibandingkan dengan mushaf pada masa khalifah Abu Bakar. Al-Zarqani menjelaskan bahwa mushaf Usmani telah dilengkapi penulisannya selain tertib urutan ayat, juga sudah ada urutan-urutan surah. Al-Zarkasyi menjelaskan hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf alQuran. Tiga diantaranya di kirim ke Syam, Kuffah dan Basrah dan satu mushaf ditinggalkan di Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian dikenal dengan al-Mushaf al-Imam. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan dapat diselesaikan dengan tuntas, maka Utsman memerintahkan semua mushaf yang berbeda dengan hasil kerja panitia yang empat itu dibakar. Umat pun menerima perintah itu dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditinggalkan. Keputusan ini tidak salah, karena qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Dalam pada itu, latar belakang dibukukannya pada periode itu, karena Utsman bin Affan melihat banyak perbedaan cara-cara membaca alQuran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masingmasing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Dengan usahanya itu, Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dengan mengikis sumber perselisihan serta menjaga al-Quran dari perubahan dan penyimpangan sepanjang zaman.

3. Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dengan Utsman Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangya al-Quran karena banyaknya huffazh yang gugur dalam peperangan. Sedang motif Utsman untuk mengmpulkan al-Quran adalah karena banyak perbedaan dalam cara-cara membaca al-Quran yang disaksikannya sendiri di

daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan satu sama lainnya. Jadi keduanya memiliki semagat yang sama dalam hal ini meskipun cara-cara yang ditempuh berlainan karena memang tantangan yang dihadapi keduanya berbeda. Pengumpulan al-Quran oleh Abu Bakar ialah memindahkan semua tulisan al-Quran yang semula bertebaran pada kuli-kulit binatang, tulangbelulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf. Sedang pengumpulan yang dilakukan oleh Utsman adalah menyalinnya dalam satu bahasa (bahasa Quraisy). Dalam usahanya, Utsman telah berhasil menghindarkan terjadinya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga al-Quran dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman, serta mencetaknya menjadi satu mushaf yang baku, yang dikenal dengan nama Mushaf Utsmani. Intinya pada periode Khulafa al-Rasyidun, masalah pengumpulan teks al-Quran sudah berlangsung bahkan jauh sebelum itu yakni ketika Nabi masih hidup meski dalam tahapan yang lebih sederhana. Periode selanjutnya Khalifah Utsman bin Affan telah menyempurnakan tahapan itu.

D. Usaha Lanjutan Pengumpulan dan Pemeliharaan al-Quran Pasca Khulafa al-Rasyidun Setelah periode Khalifah Utsman, pemeliharaan al-Quran di kalangan umat Islam semakin diperketat dengan teliti dan hati-hati. Naskah-naskah alQuran yang dikirim ke negara-negara Islam pada masa pemerintahannya, disalin

kembali oleh umat Islam dengan penuh kehati-hatian dengan tulisan yang lebih indah dan rapi sesuai dengan perkembagan khat Arab. Abdul Aziz bin Marwan, seorang Gubernur Mesir setelah menulis mushaf al-Quran, ia menyuruh umat Islam memeriksanya seraya berkata, siapa yang dapat menunjukkan barang sesuatu kesalahan dalam tulisan ini, akan diberikan kepadanya seekor kuda dan 30 dinar. Di antara yang mmeriksa itu ada seorang qari yang dapat menunjukkan suatu kesalahan, yaitu kata najah, padahal yang sebenarnya najah, QS. Al-S{had, 38:23. Dengan adaya huruf cetak yang memahami huruf Arab, maka dapat pulalah al-Quran dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1694 M., di Kota Hanburg Jerman. Setelah Guthenberg (1397-1468 M) berhasil menciptakan mesin cetak dengan menggunkan huruf bergerak pada pertengahan abad ke-15 M. Dengan demikian umat muslim bisa menikmati teknologi cetak dalam penulisan teks al-Quran pada abad ke-17 M. Sehubungan dengan penelitian mushaf-mushaf di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah membentuk suatu panitia yang bernama Lajnah Pentashhih Mushaf al-Quran yang bertugas memeriksa dan mentashhih naskah-naskah alQuran yang akan dicetak atau yang telah dicetak. Bahkan Indonesia memiliki mushaf al-Quran Pusaka yang berukuran 1 x 2 meter, yang ditulis dengan tulisan tangan oleh para ahli khat di Indonesia, di mana penulisannya di mulai dari tahun 1958-1960. Sekilas fakta ini sudah cukup menjadi bukti bahwa Indonesia sebagai negara terbesar berpenduduk muslim di dunia juga memiliki perhatian dan kepedulian yang cukup besar terhadap eksistensi al-Quran sebagai Kitab Suci dan Sumber Hukum, dan sekaligus memiliki semangat untuk menjaga dan memelihara kemurnian dan keontentikan al-Quran.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Jamul Quran adalah proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf al-Quran. 2. Bahwa pengumpulan al-Quran terjadi pada tiga masa, di mana masingmasing dilatarbelakangi oleh peristiwa yang berbeda, terkhusus latar belakang pengumpulan al-Quran dimasa Rasulullah saw. adalah untuk menjaga kesempurnaan al-Quran selama proses diturunkannya. 3. Di masa kekhalifahan Abu Bakar di latar belakangi oleh peristiwa perang Yamamah di mana para sahabat huffadz banyak yang syahid dalam peperangan tersebut. Dan terakhir pada masa kekhalifan Utsman, pada masa ini terjadi perselisihan terhadap perbedaan bacaan di kalangan umat yang berujung pada saling menyalahkan bahkan muncul pertikaian dan pengkafiran. Olehnya itu Utsman kemudian berinisiatif untuk mengumpulkan al-Quran menjadi satu mushaf yang menjadi pegangan bersama oleh semua umat Islam pada masa itu. 4. Setelah periode Khalifah Utsman, pemeliharaan al-Quran di kalangan umat Islam semakin diperketat dengan sangat teliti dan hati-hati. Untuk pertama kalinya al-Quran dicetak pada tahun 1694 M., di Kota Hanburg Jerman. Pemerintah Indonesia sendiri juga memiliki perhatian dan kepedulian yang serius dalam hal pemeliharaan mushaf al-Quran.

B. Implikasi Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan pemahaman baru terkait pengertian al-Quran, pencatatan dan pengumpulannya pada masa Nabi, Khulafa al-Rasyidun, dan pasca Khulafa al-Rasyidun. Pemahaman terkait dengan hal ini perlu ditingkatkan mengingat pentingnya posisi al-Quran sebagai kitab wahyu, penuntun, dan petunjuk umat. Keyakinan yang kuat terhadapnya

akan melahirkan bentuk-bentuk pengamalan agama yang lurus tanpa cacat. Karena al-Quran diyakini sebagai kitab yang sempurna. Keraguan-keraguan terhadap al-Quran khususnya terkait pencatatan dan pengumpulannya bisa diperkecil dengan mempelajari ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Quran itu sendiri. Ulum al-Quran akan mengantarkan setiap orang dalam upaya memahami al-Quran secara komprehensif, dan kiranya tema makalah ini juga diharapkan mampu mengisi bagian-bagian fungsi itu.

DAFTAR PUSTAKA

Marifat, Muhammad Hadi. Sejarah al-Quran, terj. Thoha Musawa. Cet. II; Jakarta: Al-Huda, 2007. Shihab, Quraish, et. al. Sejarah dan Ulumul Quran. Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.

You might also like