Professional Documents
Culture Documents
LI
NGKUNGAN
25 Agustusz}l2
Nomor Hal
. pM.oz
Yth.
Menteri Kesehatan R.l Jl.H.R. Rasuna said Blok X.5 Kav. 4-9 Kuningan lJ Jakarta Selatan
Bersama ini kami sampaikan laporan situasi terkini perkembangan tuberculosis di lndonesia bulan Januari-Desember Tahun 2011. 1. Angka prevalensi, insidensi dan kematian
Karena pengobatan TB berjalan 6-8 bulan, pada tahun 2011 akan didapat pada agustus tahun 2012. Berdasarkan Global Report TB WHO tahun 2A11, prevalensi TB diperkirakan sebesar 28g per 100.000 penduduk, insidensi TB sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 per 100.000 penduduk.
Angka notifikasi BTA posistif meningkat 5,12o/o dari 78 pada tahun 2010 menjadi 83 per 100.000 penduduk di tahun 2011. .(tt\''
{..\
h'f'* l lllur
.r 11 ,i; l,I
ahun-201Q
';
Telp.
Telp.4209930
DirektoratlmunisasidanKarantina(Ditlmkar)
Dire*lorait
Uerldil t-alBsrp
Teh.424{838
Pengddkrn peqafit
rtOa<
Ueutd{Dtt
4W1/D P2TU )
T$q
8. Angka Konversi Angka konversi pada tahun 2011 mencapai diatas target sebesar
g4,4o/o
8o%)
(target minimal
.. N.
r',
10. Angka penemuan kasus dan angka keberhasiran pengobatan Jumlah provinsi yang memenuhi target program untuk penemuan kasus dan angka keberhasilan pengobatan (cDR> l0%o dan sR > g5%) terjadi peningkatan di tahun 2011 jumlah provinsi yang mencapai target sebanyak provinsi 7 pada tahun 2010 sebanyak 6
provinsi.
Demikian laporan kami. Atas perhatian dan arahanlbu Menteri, kami ucapkan terima kasih.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
a.
Tabel 1.1 di atas memperlihatkan estimasi prevalensi, insidens, dan mortalitas TB yang dinyatakan dalam 100.000 penduduk tahun 1990 dan 2011 berdasarkan hasil
perhitungan WHO dalam WHO Report 2011 Global Tuberculosis Control. Angka insidens semua tipe TB tahun 2011 sebesar 189 per 100.000 penduduk mengalami penurunan dibanding tahun 1990 (343 per 100. 000 penduduk ), angka prevalensi berhasil diturunkan hampir setengahnya pada tahun 2011 ( 423 per 100. 000 penduduk) dibandingkan dengan tahun 1990 (289 per 100.000 penduduk). Sama halnya dengan angka Mortalitas yang berhasil diturunkan lebih dari separuhnya pada tahun 2011 (27 per 100.000 penduduk) dibandingkan tahun 1990 (51 per 100.000 penduduk). Hal tersebut membuktikan bahwa Program pengendalian TB berhasil menurunkan insidens, prevalensi dan mortalitas akibat penyakit TB.
b.
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka penjaringan suspek ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).
Grafik 1.1 Angka penjaringan suspek (per 100.000 penduduk) tahun 2007-2011
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 2007 612
2008
2009
2010
2011
Berdasarkan grafik 1.1, angka penjaringan suspek secara umum menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, meskipun pada tahun 2009 terjadi penurunan. Pada tahun 2009 angka penjaringan suspek menurun sebesar dibandingkan 7 per 100.000 penduduk
pada tahun 2010 dan 2011 angka ini terjadi peningkatan sebesar 57 per 100.000 penduduk (2010) dan 63 per 100.000 penduduk (2011). Terjadinya peningkatan penjaringan suspek karena meningkatnya jumlah rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain yang terlibat DOTS berkontribusi terhadap peningkatan jumlah kasus yang ternotiifikasi termasuk juga jumlah suspek.
Grafik 1.2 Angka penjaringan suspek (per 100.000 penduduk) per provinsi tahun 2010-2011
INDONESIA SULUT SULTRA GRTALO MALUKU BENGKULU LAMPUNG SULTENG KALBAR NTT SULSEL JAMBI SUMUT PAPUA SULBAR NAD BABEL SUMBAR KALSEL JATIM BANTEN JABAR KALTENG JATENG KALTIM SUMSEL KEPRI DKI PAPUA BARAT NTB BALI MALUT RIAU D. I . Y. 0 300
807 1764 1725 2277
638 637 608 590 583 580 561 519 472 438 421 417
1224 1168 1163 1139 1120 1048 1040 1034 1027 978 920 908 869 796 783 781 725
1575
2011 2010
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
Berdasarkan grafik 1.2, angka penjaringan suspek per provinsi pada tahun 2011 menunjukkan capaian 417 sampai dengan 2.277 per 100.000 penduduk, tertinggi Sulawesi Utara dan terendah Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi yang mempunyai kontribusi peningkatan penjaringan suspekyang signifikan di tahun 2011 adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Lampung, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara.
c.
Proporsi pasien baru BTA positif diantara suspek yang diperiksa (positivity rate) Adalah presentase pasien baru BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Angka proporsi pasien baru TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa ini sekitar 5-15%. Angka ini bila terlalu kecil (<5%) kemungkinan disebabkan antara lain karena penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan antara lain karena penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).
Grafik 1.3 Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa (positivity rate) tahun 2007-2011 15% 12% 11% 10% 11% 11% 10%
5%
Berdasarkan grafik 1.3, proporsi pasien baru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahak tahun 2007-2011 masih dalam range target yang diharapkan yaitu (515%). Pada tahun 2007-2011, proporsi pasien baru BTA positif diantara suspek yang terendah tahun 2011 (10%) sedangkan yangtertinggi tahun 2007 (12%).
Grafik 1.4 Proporsi pasien baru BTA positif di antara suspek yang diperiksa (positivity rate) tahun 2010-2011 INDONESIA MALUT DKI NTB PAPUA BARAT RIAU SULBAR SUMSEL KALTIM KALSEL PAPUA MALUKU KEPRI JABAR SUMUT BANTEN SUMBAR KALTENG SULSEL JAMBI SULUT BABEL GRTALO SULTRA JATENG SULTENG KALBAR BALI JATIM NAD NTT D. I . Y. BENGKULU LAMPUNG 0% 5%
10% 15% 16%
19%
7%
8% 8% 7%
14% 13% 13% 12% 12% 12% 12% 11% 11% 11% 11% 11% 11% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 9% 9% 9% 9% 9%
2011 2010
Target: 5-15%
10%
15%
20%
25%
Meskipun proporsi nasional pasien baru BTA positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya mencapai hasil yang diharapkan berkisar yaitu 5-15%, namun beberapa provinsi memiliki angka yang belum sesuai dengan yang diharapkan.
Sebagaimana terlihat pada grafik 1.4, provinsi yang angkanya melebihi angka proporsi 15% di tahun 2011 adalah DKI Jakarta (16%) dan Maluku Utara (19%) sedangkan pada tahun 2010 yaitu Kepulauan Riau (17%) dan Maluku Utara (22%). Hal ini menunjukan bahwa penjaringan kasus di empat provinsi tersebut terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dilihat dari hasil pemantapan mutu eksternal (error rate).
d.
Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus Adalah presentase pasien baru BTA positif diantara semua pasien TB paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular diantara seluruh pasien TB paru yang diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%. Karena akan menunjukan mutu diagnosis yang rendah, dan kurang memberikan prioritasuntuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).
Grafik 1.5 Proporsi BTA positif di antara seluruh kasus tahun 2007-2011 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2007 2008 2009 2010 2011
Target : minimal 65%
62%
59%
57%
61%
62%
Berdasarkan grafik 1.5 diatas, proporsi pasien baru BTA positif di antara seluruh kasus dari tahun 2007 s/d 2011, yang terendah pada tahun 2009 (57%) sedangkan tertinggi pada tahun 2007 dan 2011 (62%). Sejak tahun 2007 sampai dengan 2011, angka ini masih berada di bawah target yang diharapkan meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target.Hal ini mengindikasikan bahwa kurang memberikan prioritas menemukan kasus BTA positif.
Grafik 1.6 Proporsi pasien baru TB paru BTA positif di antara seluruh kasus tahun 2010-2011
INDONESIA SULTRA JAMBI GRTALO SULUT BENGKULU SULBAR SULTENG KALBAR NAD SUMUT SULSEL LAMPUNG BABEL NTT MALUT SUMBAR KALSEL MALUKU SUMSEL NTB RIAU JATIM KALTENG KALTIM BANTEN KEPRI JABAR JATENG BALI D. I . Y. PAPUA PAPUA BARAT DKI 0% 10% 20% 30% 62% 94% 92% 92% 91% 88% 88% 87% 84% 82% 82% 81% 78%
73% 71% 69% 68% 68% 68% 68% 66% 66% 63% 60% 58% 57% 56% 55% 52% 50% 47%
2011 2010
Grafik 1.6 diatas menggambarkan capaian proporsi pasien baru TB paru BTA positif diantara seluruh kasus dari tahun 2010-2011, pada tahun 2011 capaian yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (94%) dan terendah Provinsi DKI Jakarta (33%). Provinsi yang memiliki pencapaian di bawah target (< 65%) adalah Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, D.I. Yogyakarta, Papua, dan Papua Barat.
e.
Angka notifikasi kasus atau case notification rate (CNR) Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan 7
kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
Grafik 1.7 Angka notifikasi kasus BTA positif dan seluruh kasus per 100.000 penduduk tahun 2007-2011
122
131
127
129
133
71
73
73
78
83
2007
2008
2009
2011
Berdasarkan grafik 1.7, angka notifikasi kasus baru TB paru BTA positif dan semua kasus dari tahun 2007-2011 mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus baru BTA positif dan semua kasus tertinggi pada tahun 2011 dan terendah pada tahun 2007 (untuk kasus baru BTA positif).
Grafik 1.8 Angka notifikasi kasus (case notification) kasus baru TB paru BTA positif tahun 2010-2011
INDONESIA SULUT MALUKU SULTRA GRTALO SULBAR PAPUA SUMUT SULSEL SULTENG JAMBI KALBAR KALSEL SUMBAR DKI BENGKULU BABEL NTT BANTEN PAPUA BARAT MALUT NAD NTB JABAR LAMPUNG KALTIM SUMSEL JATIM KALTENG KEPRI JATENG RIAU BALI D. I . Y. 0 20 83 177 169 166 233
32 40
44
93 93 92 91 88 87 83 82 82 80 80 79 78 74 74 70 69 65 62 57
2011 2010
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
Berdasarkan grafik 1.8, angka notifikasi atau case notification (CNR) kasus baru BTA positif per provinsi tahun 2011 secara nasional terjadi peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2010. Provinsi dengan angka capaian tertinggi adalah Sulawesi Utara sedangkan yang terendah D.I.Yogyakarta.Beberapa provinsi ada yang mengalami penurunan yaitu D.I. Yogyakarta, Sumatera Selatan, Papua Barat, NAD, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Utara.
Grafik 1.9 Angka notifikasi kasus (case notification) seluruh kasus tahun 2010-2011
INDONESIA PAPUA DKI MALUKU SULUT PAPUA BARAT GRTALO SULTRA BANTEN SULBAR JABAR SUMUT KALSEL SULSEL SUMBAR KALBAR KALTIM SULTENG NTT NTB BABEL MALUT JATENG JAMBI KEPRI KALTENG JATIM SUMSEL BENGKULU LAMPUNG NAD BALI RIAU D. I . Y. 0 40 133 277 267 258 298
68 80
88 86
147 143 140 139 136 136 135 127 127 125 122 122 120 120 119 117 116 116 111 109 103 100 97
181 180
223
2011 2010
120
160
200
240
280
320
Grafik 1.9 memperlihatkan, angka notifikasi semua kasus secara nasional pada tahun 2011 (133 per 100.000 penduduk) meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 (129 per 100.000 penduduk) sedangkan pada tingkat provinsi beberapa provinsi mengalami penurunan yaitu Provinsi D.I. Yogyakarta, NAD, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Gorontalo, dan Papua.Berdasarkan angka capaian tahun 2011, bervariasi antara 298 per 100.000 penduduk (Papua) dan 68 per 100.000 penduduk ( D.I. Yogyakarta)
f.
Proporsi kasus TB anak di antara seluruh kasus Adalah persentase pasien TB anak (0-14 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 8-12% pada angka maksimal 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis. Pada tahun 2007 , pencatatan dan pelaporan program Tb belum mempunyai format yang memuat variabel anak secara rinci sehingga kasus TB anak pada tahun tersebut tidak terlaporkan.
10
Grafik 1.10 Proporsi TB anak di antara semua kasus tahun 2008-2011 15%
Target : sekitar 15%
10%
11%
10% 9% 9%
5%
Berdasarkan grafik 1.10, proporsi TB Anak diantara semua kasus dari tahun 2008 2011 berada dalam batas normal, namun apabila dilihat pada tingkat provinsi (grafik 1.11), menunjukkan proporsi yang sangat bervariasi dari 1,9% sampai 17%.
Grafik 1.11 Proporsi kasus TB anak di antara seluruh kasus tahun 2010-2011
INDONESIA JABAR PAPUA PAPUA BARAT DKI JATENG KALTENG BANTEN MALUKU KALTIM NTT KEPRI KALSEL RIAU SUMBAR D. I . Y. LAMPUNG MALUT BALI BABEL BENGKULU KALBAR JATIM NTB SUMSEL SULUT JAMBI SUMUT SULTRA NAD SULBAR SULSEL GRTALO SULTENG -3% 0% 9% 14% 13% 13% 16% 15%
3% 3% 3% 3% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 3%
5% 5% 4% 4% 4% 4%
6% 6% 6% 6% 5%
7% 7% 7%
8%
10% 9%
2011 2010
11
Grafik 1.11 diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terdapat variasi proporsi TB anak dibanding semua kasus yang diobati baik pada tahun 2010 maupun tahun 2011. Perbedaan proporsi TB anak antara tahun 2010 dengan 2011 tidak begitu berbeda jauh kecuali beberapa provinsi seperti Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah. Provinsi-provinsi tersebut menujukan penurunan proporsi kasus TB anak.Pada tahun 2011, provinsi dengan proporsi lebih dari 15% adalah Papua dan Jawa Barat.Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan overdiagnosis. Provinsi dengan proporsi <5% adalah Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Aceh, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya under-diagnosis dan under-reporting terutama kasus TB anak yang diterapi di rumah sakit.
g.
Angka penemuan kasus atau case detection rate (CDR) Adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibandingkan dengan jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikalikan dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasionaldalam RPJMN tahun 2011 adalah minimal 75%.
Grafik 1.12 Angka penemuan kasus atau case detection rate (CDR) tahun 2007-2011
80%
69.8%
72.8%
73.1%
60%
40%
20%
Target RPJMN : minimal 75%
12
Grafik 1.12, menggambarkan angka penemuan kasus TB tahun 2007-2011 meningkat secara signifikan dengan pencapaian sebesar 83,48% pada tahun 2011 dan sudah memenuhi target RPJMN (75%).
Grafik 1.13 Angka penemuan kasus atau case detection rate (CDR) tahun 2010-2011
INDONESIA SULUT DKI MALUKU SULTRA GRTALO BANTEN JABAR SUMUT BALI JAMBI JATIM SULBAR SUMBAR JATENG BENGKULU PAPUA BABEL SULSEL SULTENG KALBAR NAD D. I . Y. LAMPUNG SUMSEL KALSEL NTT KEPRI PAPUA BARAT MALUT NTB RIAU KALTIM KALTENG 0% 10% 20% 30% 111.0% 86.2% 84.3% 80.6% 79.2% 77.9% 74.3% 71.6% 68.4% 67.4% 65.2% 59.7% 57.8% 57.7% 57.0% 56.8% 55.0% 52.5% 2011 51.9% 50.7% 2010 50.1% 49.3% 48.7% 46.0% 44.1% 41.5% 40.4% 39.1% 39.1% Target program: minimal 70% 38.2% Target RPJMN: minimal 75% 35.6% 35.3% 33.1% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 110% 120% 83,48%
Catatan : Insiden BTA Positif = Sumatera : 164 per 100.000 penduduk, Jawa : 107 per 100.000 penduduk, DIY-Bali : 64 per 100.000 penduduk, Kawasan Timur Indonesia (KTI) ; 210 per 100.000 penduduk
Angka penemuan kasus secara nasional di tahun 2011 menunjukan peningkatan dibandingkan tahun 2010. Walaupun secara nasional sudah mencapai target, namun pada tingkat provinsi belum menunjukan pencapaian yang optimal dari 33 provinsi hanya 8 provinsi yang mencapai target penemuan minimal 70% yaitu Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.
h.
Angka konversi atau convertion rate Angka konversi adalah presentase pasien baru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.
13
Angka ini dihitung dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan). Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
Grafik 1.14 Angka konversi atau convertion rate tahun 2007-2011 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007 2008 2009 2010 2011
Target : minimal 80%
87.4%
88.1%
89.2%
88.2%
84.4%
Grafik 1.14 menunjukan bahwa angka konversi tahun 2007-2011 memperlihatkan angka konversi yang tidak jauh berbeda. Angka ini mencapai target yang
diharapkan (80%). Pencapaian ini menunjukan bahwa pengawasan menelan obat berjalan baik.
14
Berdasarkan grafik 1.15, angka konversi per provinsi tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010 terlihat tidak berbeda jauh, beberapa provinsi terlihat mengalami peningkatan dan sebagian lain mengalami penurunan yang cukup besar yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.
i.
Angka kesembuhan atau cure rate dan angka keberhasilan pengobatan atau success rate Angka kesembuhan (CR) adalah angka yang menunjukkan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru BTA positif yang tercatat. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah.
15
Angka default tidak boleh lebih dari 5%, karena akan menghasilkan proporsi pasien pengobatan ulang yang tinggi di masa yang akan datang yang disebabkan karena penanggulangan TB yang tidak efektif. Peningkatan kualitas penanggulangan TB akan menurunkan proporsi pengobatan ulang antara 10-20 % dalam beberapa tahun. Sedangkan angka pengobatan gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh 2% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat. kasus
Angka keberhasilan pengobatan (SR) menunjukkan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap)diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.
Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Angka ini dapat dihitung dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulaiberobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah selesai pengobatan. Oleh karena itu, pasien yang mendapatkan pengobatan di tahun 2010 baru dapat dilaporkan di tahun 2011. Grafik 1.16 Angka kesembuhan (cure rate) dan angka keberhasilan pengobatan (success rate) tahun 2007-2011
100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007 2008 2009 2010 2011
Target RPJMN: SR minimal 86% 91.0% 82.5% 91.0% 81.5% 91.0% 82.9% 91.2% 83.9% 90.3% 83.7%
angka kesembuhan
Berdasarkan grafik 1.16, angka keberhasilan pengobatan mencapai lebih dari 85%, bahkan sejak tahun 2007 angka ini mencapai >90% kecuali pada tahun 2011.Hal ini disebabkan belum semua provinsi melaporkan data hasil akhir pengobatan secara tepat waktu.
16
Target RPJMN untuk angka keberhasilan pengobatan di tahun 2011 adalah sebesar 86%.Jika dibandingkan antara pencapaian dengan target maka pada tahun 2011 angka keberhasilan pengobatan tercapai. Meskipun angka
keberhasilan pengobatan dapat dikatakan cukup baik tetapi angka kesembuhan dari tahun 2007-2011 masih berada di bawah target yang diharapkan (>85%).
Berdasarkan grafik 1.17, provinsi dengan angka kesembuhan < 85% di tahun 2011 sebanyak 20 provinsi dan 13 provinsi berhasil mencapai minimal 85% yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, NAD, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Banten, Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara. Provinsi dengan angka kesembuhan di tahun 2011 tertinggi adalah Sulawesi Utara (92,1%) dan terendah adalah Papua Barat (42,2%).
17
Grafik 1.18 Angka keberhasilan pengobatan atau success rate (SR) tahun 2010-2011
INDONESIA GRTALO SULUT SUMSEL BANTEN SUMUT LAMPUNG SULTENG KALSEL JAMBI SULTRA NAD KALBAR JABAR NTB SULBAR BENGKULU JATIM MALUKU SUMBAR BABEL SULSEL JATENG BALI KALTENG D. I . Y. NTT DKI KALTIM MALUT RIAU KEPRI PAPUA PAPUA 0% 90.3% 96.2% 94.9% 94.6% 94.4% 94.4% 94.3% 93.9% 93.6% 93.5% 93.2% 93.1% 92.9% 92.3% 92.0% 91.5% 90.6% 90.6% 89.8% 89.1% 89.1% 88.9% 87.8% 87.6% 87.2% 84.6% 83.4% 82.6% 82.3% 80.9% 2011 76.8% 74.3% 2010 69.5% 70% 80% 90% 100%
Berdasarkan grafik 1.18, menunjukan angka keberhasilan pengobatan per provinsi tahun 2010-2011 terdapat beberapa provinsi dengan angka keberhasilan pengobatan yang lebih rendah di tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2010. Provinsi yang menunjukan penurunan angka keberhasilan pengobatan yang cukup signifikan adalah Provinsi Riau, Maluku Utara, Kaltim, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Maluku, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan provinsi yang memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan adalah Provinsi Papua dan Papua Barat. Provinsi dengan angka keberhasilan pengobatan di tahun 2011 tertinggi adalah Gorontalo (96,2%) dan terendah adalah Papua Barat (56,9%).
18
j.
SR 85%
SR8 5%
SR< 85%
SR<8 5%
Riau, Kepulauan Riau, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Papua, Papua Barat (8)
Berdasarkan peta CDR-SR tahun 2011, terdapat 7 provinsi (21,2%) yang telah mencapai CDR 70% dan SR 85% yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Maluku sedangkan provinsi yang mencapai target CDR kurang dari 70% dan SR kurang dari 85% sebanyak 8 (24,2%) provinsi yaitu Kepulauan Riau, Riau, DI Yogyakarta, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, Kalimantan timur, dan Nusa Tenggara Timur . Provinsi lainnya dengan CDR kurang dari 70% dan SR 85% sebanyak 17 provinsi (51,5%). Berdasarkan perbandingan antara CDR-SR pada tahun 2010 dan 2011, pada tahun 2010 terdapat 8 provinsi (24,2%) sedangkan pada tahun 2011 terdapat 7 Provinsi (21,2%) mengalami penurunan 1 (satu) Provinsi DKI Jakarta .
k.
Angka kesalahan laboratorium Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan presentase kesalahan
pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. 19
Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan sediaan secara mikroskopis langsung oleh laboratorium pemeriksa pertama. Untuk 8 provinsi (Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan Selatan) sudah melakukan untuk penerapan uji silang pemeriksaan dahak (cross check) dengan metode Lot Sampling Quality ssessment (LQAS). Untuk masa
Waktu penghitungan angka ini berdasarkan sediaan dahak yang dikirim laboratorium pemeriksa pertama dan BLK yang melakukan uji silang sekitar 3-6 bulan sebelumnya. Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan sediaan secara mikroskopis langsung oleh laboratorium pemeriksa pertama. Beberapa provinsi (Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa Barat, Lampung,Sumatra Selatan, Riau dan Kalimantan Selatan saat ini sudah menggunakan uji silang dengan metode Lot Sampling Quality Assessment (LQAS) sedangkan provinsi yang lain masih menggunakan metode konvensional yaitu memerisa ulang 100% sediaan positif dan 10% sediaan negative.
Grafik 1.19 menunjukkan presentase kabupaten/ kota yang melaksanakan uji silang tahun 2010-2011. Data tahun 2011 diperoleh sampai dengan triwulan 3 tahun2011
Grafik 1.19 Persentase kab/kota yang melaksanakan uji silang tahun 2009-2011
100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 Tw 1 2010 Tw 2 2010 Tw 3 2010 Tw 4 2010 Tw 1 2011 Tw 2 2011 Tw 3 2011 30.0 64.7 57.2 52.6 53.8 65.9 54.0
20
Sedangkan presentase fasyankes melaksanakan Uji Silang dan fasyankes dengan kualitas baik pada tahun 2010-2011 dapat dilihat di bawah ini :
Grafik 1.20 Presentase Fasyankes melaksanakan Uji Silang dan Fasyankes dengan kualitas baik tahun 2010-2011
90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 Tw 1 2010 Tw 2 2010 Tw 3 2010 Tw 4 2010 Tw 1 2011 Tw 2 2011 Tw3 2011 43.0 39.6 40.7 32.4 75.3 74.7 70.7 70.9 75.5 68.9 76.5
Dari grafik 1.20 menunjukkan masih banyak fasyankes yang belum melaksanakan uji silang. Presentase fasyankes dengan kualitas baik dari fasyankes yang melaksanakan uji silang menunjukkan angka yang stabil. Fasyankes dengan kualitas baik pada daerah yang melaksanakan uji silang secara konvensional merupakan fasyankes dengan Error Rate 5%, sedangkan pada LQAS merupakan fasyankes tanpa KB (Kesalahan Besar) dan atau KK (Kesalahan Kecil) 3.
21
l.
Kontribusi fasilitas pelayanan kesehatan lain dalam penemuan dan pengobatan kasus
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Grafik 1.21 Penemuan dan pengobatan kasus TB di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2008-2011
2010 BP4 RS
2011 PKM
Berdasarkan grafik 1.21, trend penemuan kasus dan penggobatan di setiap tipe fasilitas pelayanan kesehatan dari tahun 2008-2011 berbeda-beda. Puskesmas masih menjadi fasyankes yang paling besar kontribusinya dalam menemukan dan mengobati kasus. Sebelum tahun 2008 data kasus yang dilaporkan dari puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya digabung. Namun saat ini semakin banyak provinsi yang telah memisahkan data kasus dari beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan.
Dari pemisahan tersebut terlihat bahwa kontribusi penemuan kasus TB di rumah sakit terlihat semakin meningkat. Selain jumlah kasus dari rumah sakit jumlah rumah sakit yang telah melaksanakan DOTS.
Penemuan dan pengobatan kasus oleh Balai Besar Pengobatan Paru Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) dari tahun 2008-2011 tampak mengalami penurunan.
Selain puskesmas, rumah sakit, dan BP, klinikdi tempat kerja (workplace), dokter praktek swasta (DPS), dan klinik di lapas/rutan mulai terlihat kontribusinya. Dari tipe fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat DOTS, puskesmas memberikan kontribusi terbanyak dalam menemukan dan mengobati kasus.
22
Grafik 1.22 Hasil akhir pengobatan di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2009
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PKM Meninggal RS Pindah BP4 Gagal Lapas Default Workplace DPS&Klinik Pengob. Lengkap NGO Sembuh
Grafik 1.23 Hasil akhir pengobatan di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2010
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PKM Meninggal RS Pindah BP4 Gagal Lapas Default Workplace DPS&Klinik Pengob. Lengkap NGO Sembuh
Grafik 1.24 Hasil akhir pengobatan di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2011
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PKM Meninggal RS Pindah BP4 Gagal Lapas Default Workplace DPS&Klinik Pengob. Lengkap NGO Sembuh
23
Berdasarkan grafik 1.22, 1.23, dan 1.24, proporsi hasil akhir pengobatan dari masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan dari tahun 2009-2011 terlihat tidak terlalu berbeda.Angka pengobatan dan keberhasilan pengobatan tertinggi dan memenuhi target (>85%) adalah di puskesmas. selain itu hasil akhir pengobatan di Rumah sakit, BP4, workplacedan DPS juga terlihat cukup menggembirakan.Yang masih harus menjadi perhatian saat ini adalah proporsi pasien yang pindah di lapas terlihat cukup besar (20-40%) hal ini menunjukan pemantauan setelah penggobatan di klinik lapas belum berjalan dengan baik.
Dari tabel 2.3 di atas terlihat bahwa dari tahun 2009 sampai dengan 2011 terjadi peningkatan jumlah kasus TB baik yang dites HIV, TB dengan HIV positif, dan TB HIV yang mendapatkan ARV. Hal ini menunjukan kegiatan kolaborasi TB HIV yang semakin baik atau semakin banyak jumlah provinsi yang mengirimkan laporan.
Proporsi TB dengan HIV positif tahun 2008-2011 terlihat mengalami penurunan.Hal ini disebabkan karena jumlah kasus TB yang ada dari tahun ke tahun meningkat.Meskipun demikian, jika dilihat jumlah absolute maka jumlah pasien TB dengan HIV positif mengalami peningkatan.
n.
Hasil kegiatan PMDT (Programmatic Management of Drug Resistant TB) Programmatic Management of Drug Resistant TBdimulai tahun 2009 di 2 pilot site yaitu DKI Jakarta dan Jawa Timur.Saat ini ekspansi PMDT dilakukan di 2 wilayah yang baru yaitu Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. 24
25