You are on page 1of 27

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN

Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta Pusat 10560

LI

NGKUNGAN

PO Box 223,Telp. (021) 4209930, Fax : (021) 4207807

25 Agustusz}l2
Nomor Hal

. pM.oz

.a6/ rr.1 /1517/2A1e

: Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di lndonesia Tahun 2011

Yth.

Menteri Kesehatan R.l Jl.H.R. Rasuna said Blok X.5 Kav. 4-9 Kuningan lJ Jakarta Selatan

Bersama ini kami sampaikan laporan situasi terkini perkembangan tuberculosis di lndonesia bulan Januari-Desember Tahun 2011. 1. Angka prevalensi, insidensi dan kematian
Karena pengobatan TB berjalan 6-8 bulan, pada tahun 2011 akan didapat pada agustus tahun 2012. Berdasarkan Global Report TB WHO tahun 2A11, prevalensi TB diperkirakan sebesar 28g per 100.000 penduduk, insidensi TB sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 per 100.000 penduduk.

2. Angka penjaringan suspek


Angka penjaringan suspek meningkat 8,460/0 dari 744 suspek tahun 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di tahun 201 1

3. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa


Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek pada tahun 2011 sebesar 10% (target
5-15o/o)

4. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru


Proporsi TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru pada tahun 2011 meningkat 1,0o/o dari610/o di tahun 2010 menjadi 60% pada tahun 2011 (target 65%).

5. Angka notifikasi kasus


Angka notifikasi kasus semua tipe meningkat3,STo/o dari 129 pada tahun 2010 menjadi 133 di tahun 2011

Angka notifikasi BTA posistif meningkat 5,12o/o dari 78 pada tahun 2010 menjadi 83 per 100.000 penduduk di tahun 2011. .(tt\''

{..\

6. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB


Proporsi TB anak diantara seluruh pasien TB pada tahun 2011 sama sebesar 9,0% sekitar 15%\.
Sekretariat DireKorat Jendoral Dlekbrd Penge.t&*n peaya|(it

h'f'* l lllur

.r 11 ,i; l,I

ahun-201Q

';
Telp.

Telp.4209930

DirektoratlmunisasidanKarantina(Ditlmkar)
Dire*lorait

Uerldil t-alBsrp

Teh.424{838

Pengddkrn peqafit

rtOa<

Ueutd{Dtt

4W1/D P2TU )

T$q

7. Angka penemuan baru TB paru BTA positif


Angka penemuan pasien baru TB paru BTA positif pada tahun 2011 meningkat dibandingkan dengan tahun 201o.Angka ini pada tahun 2011 sebesar 83,5 % sedangkan pada tahun 2010 sebesar 78,3o/o (target minimal 70%)

8. Angka Konversi Angka konversi pada tahun 2011 mencapai diatas target sebesar
g4,4o/o

8o%)

(target minimal

.. N.

r',

9. Angka kesembuhan dan angka keberhasiran pengobatan


Angka kesembuhan pada tahun 2011 mencapai target sebesar g3,lo/o (target minimal g5%) Angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2011 mencapai target sebesar go,3yo (target minimal 85%)

10. Angka penemuan kasus dan angka keberhasiran pengobatan Jumlah provinsi yang memenuhi target program untuk penemuan kasus dan angka keberhasilan pengobatan (cDR> l0%o dan sR > g5%) terjadi peningkatan di tahun 2011 jumlah provinsi yang mencapai target sebanyak provinsi 7 pada tahun 2010 sebanyak 6
provinsi.

Demikian laporan kami. Atas perhatian dan arahanlbu Menteri, kami ucapkan terima kasih.

Tembusan : 1. Wakil Menteri Kesehatan 2. Sekretaris Jenderal

.Tjandra Yoga Aditama 95509031 980121001

LAPORAN SITUASI TERKINI PERKEMBANGAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA Januari-Desember 2012

DITJEN PP&PL KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. 2012

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

a.

Angka prevalensi, insidensi dan mortalitas


Tabel 1.1 Estimasi Insidensi, Prevalensi dan Mortalitas TB Tahun 1990 dan 2011
Kasus TB Insidensi semua tipe kasus Tuberkulosis Prevalensi Tuberkulosis Mortalitas
Sumber : Global Tuberculosis Control WHO Report 2011

Tahun 1990 343 423 51

Tahun 2011 189 289 27

Tabel 1.1 di atas memperlihatkan estimasi prevalensi, insidens, dan mortalitas TB yang dinyatakan dalam 100.000 penduduk tahun 1990 dan 2011 berdasarkan hasil

perhitungan WHO dalam WHO Report 2011 Global Tuberculosis Control. Angka insidens semua tipe TB tahun 2011 sebesar 189 per 100.000 penduduk mengalami penurunan dibanding tahun 1990 (343 per 100. 000 penduduk ), angka prevalensi berhasil diturunkan hampir setengahnya pada tahun 2011 ( 423 per 100. 000 penduduk) dibandingkan dengan tahun 1990 (289 per 100.000 penduduk). Sama halnya dengan angka Mortalitas yang berhasil diturunkan lebih dari separuhnya pada tahun 2011 (27 per 100.000 penduduk) dibandingkan tahun 1990 (51 per 100.000 penduduk). Hal tersebut membuktikan bahwa Program pengendalian TB berhasil menurunkan insidens, prevalensi dan mortalitas akibat penyakit TB.

b.

Angka penjaringan suspek (suspect evaluation rate)

Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka penjaringan suspek ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).
Grafik 1.1 Angka penjaringan suspek (per 100.000 penduduk) tahun 2007-2011

900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 2007 612

807 694 687 744

2008

2009

2010

2011

Berdasarkan grafik 1.1, angka penjaringan suspek secara umum menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, meskipun pada tahun 2009 terjadi penurunan. Pada tahun 2009 angka penjaringan suspek menurun sebesar dibandingkan 7 per 100.000 penduduk

dengan tahun 2008. Peningkatan penjaringan suspek kembali terjadi

pada tahun 2010 dan 2011 angka ini terjadi peningkatan sebesar 57 per 100.000 penduduk (2010) dan 63 per 100.000 penduduk (2011). Terjadinya peningkatan penjaringan suspek karena meningkatnya jumlah rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain yang terlibat DOTS berkontribusi terhadap peningkatan jumlah kasus yang ternotiifikasi termasuk juga jumlah suspek.

Grafik 1.2 Angka penjaringan suspek (per 100.000 penduduk) per provinsi tahun 2010-2011
INDONESIA SULUT SULTRA GRTALO MALUKU BENGKULU LAMPUNG SULTENG KALBAR NTT SULSEL JAMBI SUMUT PAPUA SULBAR NAD BABEL SUMBAR KALSEL JATIM BANTEN JABAR KALTENG JATENG KALTIM SUMSEL KEPRI DKI PAPUA BARAT NTB BALI MALUT RIAU D. I . Y. 0 300
807 1764 1725 2277

638 637 608 590 583 580 561 519 472 438 421 417

1224 1168 1163 1139 1120 1048 1040 1034 1027 978 920 908 869 796 783 781 725

1575

2011 2010

600

900

1200

1500

1800

2100

2400

Berdasarkan grafik 1.2, angka penjaringan suspek per provinsi pada tahun 2011 menunjukkan capaian 417 sampai dengan 2.277 per 100.000 penduduk, tertinggi Sulawesi Utara dan terendah Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi yang mempunyai kontribusi peningkatan penjaringan suspekyang signifikan di tahun 2011 adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Lampung, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara.

c.

Proporsi pasien baru BTA positif diantara suspek yang diperiksa (positivity rate) Adalah presentase pasien baru BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Angka proporsi pasien baru TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa ini sekitar 5-15%. Angka ini bila terlalu kecil (<5%) kemungkinan disebabkan antara lain karena penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan antara lain karena penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).

Grafik 1.3 Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa (positivity rate) tahun 2007-2011 15% 12% 11% 10% 11% 11% 10%

5%

0% 2007 2008 2009 2010 2011

Berdasarkan grafik 1.3, proporsi pasien baru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahak tahun 2007-2011 masih dalam range target yang diharapkan yaitu (515%). Pada tahun 2007-2011, proporsi pasien baru BTA positif diantara suspek yang terendah tahun 2011 (10%) sedangkan yangtertinggi tahun 2007 (12%).

Grafik 1.4 Proporsi pasien baru BTA positif di antara suspek yang diperiksa (positivity rate) tahun 2010-2011 INDONESIA MALUT DKI NTB PAPUA BARAT RIAU SULBAR SUMSEL KALTIM KALSEL PAPUA MALUKU KEPRI JABAR SUMUT BANTEN SUMBAR KALTENG SULSEL JAMBI SULUT BABEL GRTALO SULTRA JATENG SULTENG KALBAR BALI JATIM NAD NTT D. I . Y. BENGKULU LAMPUNG 0% 5%
10% 15% 16%

19%

7%

8% 8% 7%

14% 13% 13% 12% 12% 12% 12% 11% 11% 11% 11% 11% 11% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 9% 9% 9% 9% 9%

2011 2010

Target: 5-15%

10%

15%

20%

25%

Meskipun proporsi nasional pasien baru BTA positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya mencapai hasil yang diharapkan berkisar yaitu 5-15%, namun beberapa provinsi memiliki angka yang belum sesuai dengan yang diharapkan.

Sebagaimana terlihat pada grafik 1.4, provinsi yang angkanya melebihi angka proporsi 15% di tahun 2011 adalah DKI Jakarta (16%) dan Maluku Utara (19%) sedangkan pada tahun 2010 yaitu Kepulauan Riau (17%) dan Maluku Utara (22%). Hal ini menunjukan bahwa penjaringan kasus di empat provinsi tersebut terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dilihat dari hasil pemantapan mutu eksternal (error rate).

d.

Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus Adalah presentase pasien baru BTA positif diantara semua pasien TB paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular diantara seluruh pasien TB paru yang diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%. Karena akan menunjukan mutu diagnosis yang rendah, dan kurang memberikan prioritasuntuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).
Grafik 1.5 Proporsi BTA positif di antara seluruh kasus tahun 2007-2011 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2007 2008 2009 2010 2011
Target : minimal 65%

62%

59%

57%

61%

62%

Berdasarkan grafik 1.5 diatas, proporsi pasien baru BTA positif di antara seluruh kasus dari tahun 2007 s/d 2011, yang terendah pada tahun 2009 (57%) sedangkan tertinggi pada tahun 2007 dan 2011 (62%). Sejak tahun 2007 sampai dengan 2011, angka ini masih berada di bawah target yang diharapkan meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target.Hal ini mengindikasikan bahwa kurang memberikan prioritas menemukan kasus BTA positif.
Grafik 1.6 Proporsi pasien baru TB paru BTA positif di antara seluruh kasus tahun 2010-2011
INDONESIA SULTRA JAMBI GRTALO SULUT BENGKULU SULBAR SULTENG KALBAR NAD SUMUT SULSEL LAMPUNG BABEL NTT MALUT SUMBAR KALSEL MALUKU SUMSEL NTB RIAU JATIM KALTENG KALTIM BANTEN KEPRI JABAR JATENG BALI D. I . Y. PAPUA PAPUA BARAT DKI 0% 10% 20% 30% 62% 94% 92% 92% 91% 88% 88% 87% 84% 82% 82% 81% 78%

40% 36% 33% 40%

73% 71% 69% 68% 68% 68% 68% 66% 66% 63% 60% 58% 57% 56% 55% 52% 50% 47%

2011 2010

Target: minimal 65% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Grafik 1.6 diatas menggambarkan capaian proporsi pasien baru TB paru BTA positif diantara seluruh kasus dari tahun 2010-2011, pada tahun 2011 capaian yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (94%) dan terendah Provinsi DKI Jakarta (33%). Provinsi yang memiliki pencapaian di bawah target (< 65%) adalah Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, D.I. Yogyakarta, Papua, dan Papua Barat.

e.

Angka notifikasi kasus atau case notification rate (CNR) Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan 7

kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

Grafik 1.7 Angka notifikasi kasus BTA positif dan seluruh kasus per 100.000 penduduk tahun 2007-2011

140 120 100 80 60 40 20 0

122

131

127

129

133

71

73

73

78

83

2007

2008

2009

2010 semua kasus

2011

BTA positif baru

Berdasarkan grafik 1.7, angka notifikasi kasus baru TB paru BTA positif dan semua kasus dari tahun 2007-2011 mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus baru BTA positif dan semua kasus tertinggi pada tahun 2011 dan terendah pada tahun 2007 (untuk kasus baru BTA positif).

Grafik 1.8 Angka notifikasi kasus (case notification) kasus baru TB paru BTA positif tahun 2010-2011
INDONESIA SULUT MALUKU SULTRA GRTALO SULBAR PAPUA SUMUT SULSEL SULTENG JAMBI KALBAR KALSEL SUMBAR DKI BENGKULU BABEL NTT BANTEN PAPUA BARAT MALUT NAD NTB JABAR LAMPUNG KALTIM SUMSEL JATIM KALTENG KEPRI JATENG RIAU BALI D. I . Y. 0 20 83 177 169 166 233

32 40

44

93 93 92 91 88 87 83 82 82 80 80 79 78 74 74 70 69 65 62 57

125 119 115 110 109 108 107

2011 2010

60

80

100

120

140

160

180

200

220

240

Berdasarkan grafik 1.8, angka notifikasi atau case notification (CNR) kasus baru BTA positif per provinsi tahun 2011 secara nasional terjadi peningkatan

dibandingkan dengan tahun 2010. Provinsi dengan angka capaian tertinggi adalah Sulawesi Utara sedangkan yang terendah D.I.Yogyakarta.Beberapa provinsi ada yang mengalami penurunan yaitu D.I. Yogyakarta, Sumatera Selatan, Papua Barat, NAD, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Utara.

Grafik 1.9 Angka notifikasi kasus (case notification) seluruh kasus tahun 2010-2011
INDONESIA PAPUA DKI MALUKU SULUT PAPUA BARAT GRTALO SULTRA BANTEN SULBAR JABAR SUMUT KALSEL SULSEL SUMBAR KALBAR KALTIM SULTENG NTT NTB BABEL MALUT JATENG JAMBI KEPRI KALTENG JATIM SUMSEL BENGKULU LAMPUNG NAD BALI RIAU D. I . Y. 0 40 133 277 267 258 298

68 80

88 86

147 143 140 139 136 136 135 127 127 125 122 122 120 120 119 117 116 116 111 109 103 100 97

181 180

223

2011 2010

120

160

200

240

280

320

Grafik 1.9 memperlihatkan, angka notifikasi semua kasus secara nasional pada tahun 2011 (133 per 100.000 penduduk) meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 (129 per 100.000 penduduk) sedangkan pada tingkat provinsi beberapa provinsi mengalami penurunan yaitu Provinsi D.I. Yogyakarta, NAD, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Gorontalo, dan Papua.Berdasarkan angka capaian tahun 2011, bervariasi antara 298 per 100.000 penduduk (Papua) dan 68 per 100.000 penduduk ( D.I. Yogyakarta)

f.

Proporsi kasus TB anak di antara seluruh kasus Adalah persentase pasien TB anak (0-14 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 8-12% pada angka maksimal 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis. Pada tahun 2007 , pencatatan dan pelaporan program Tb belum mempunyai format yang memuat variabel anak secara rinci sehingga kasus TB anak pada tahun tersebut tidak terlaporkan.

10

Grafik 1.10 Proporsi TB anak di antara semua kasus tahun 2008-2011 15%
Target : sekitar 15%

10%

11%

10% 9% 9%

5%

0% 2008 2009 2010 2011

Berdasarkan grafik 1.10, proporsi TB Anak diantara semua kasus dari tahun 2008 2011 berada dalam batas normal, namun apabila dilihat pada tingkat provinsi (grafik 1.11), menunjukkan proporsi yang sangat bervariasi dari 1,9% sampai 17%.
Grafik 1.11 Proporsi kasus TB anak di antara seluruh kasus tahun 2010-2011
INDONESIA JABAR PAPUA PAPUA BARAT DKI JATENG KALTENG BANTEN MALUKU KALTIM NTT KEPRI KALSEL RIAU SUMBAR D. I . Y. LAMPUNG MALUT BALI BABEL BENGKULU KALBAR JATIM NTB SUMSEL SULUT JAMBI SUMUT SULTRA NAD SULBAR SULSEL GRTALO SULTENG -3% 0% 9% 14% 13% 13% 16% 15%

3% 3% 3% 3% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 3%

5% 5% 4% 4% 4% 4%

6% 6% 6% 6% 5%

7% 7% 7%

8%

10% 9%

2011 2010

Target: berkisar 15% 6% 9% 12% 15% 18%

11

Grafik 1.11 diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terdapat variasi proporsi TB anak dibanding semua kasus yang diobati baik pada tahun 2010 maupun tahun 2011. Perbedaan proporsi TB anak antara tahun 2010 dengan 2011 tidak begitu berbeda jauh kecuali beberapa provinsi seperti Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah. Provinsi-provinsi tersebut menujukan penurunan proporsi kasus TB anak.Pada tahun 2011, provinsi dengan proporsi lebih dari 15% adalah Papua dan Jawa Barat.Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan overdiagnosis. Provinsi dengan proporsi <5% adalah Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Aceh, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya under-diagnosis dan under-reporting terutama kasus TB anak yang diterapi di rumah sakit.

g.

Angka penemuan kasus atau case detection rate (CDR) Adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibandingkan dengan jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikalikan dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasionaldalam RPJMN tahun 2011 adalah minimal 75%.
Grafik 1.12 Angka penemuan kasus atau case detection rate (CDR) tahun 2007-2011

100% 78.3% 82.7%

80%

69.8%

72.8%

73.1%

60%

40%

20%
Target RPJMN : minimal 75%

0% 2007 2008 2009 2010 2011

12

Grafik 1.12, menggambarkan angka penemuan kasus TB tahun 2007-2011 meningkat secara signifikan dengan pencapaian sebesar 83,48% pada tahun 2011 dan sudah memenuhi target RPJMN (75%).

Grafik 1.13 Angka penemuan kasus atau case detection rate (CDR) tahun 2010-2011
INDONESIA SULUT DKI MALUKU SULTRA GRTALO BANTEN JABAR SUMUT BALI JAMBI JATIM SULBAR SUMBAR JATENG BENGKULU PAPUA BABEL SULSEL SULTENG KALBAR NAD D. I . Y. LAMPUNG SUMSEL KALSEL NTT KEPRI PAPUA BARAT MALUT NTB RIAU KALTIM KALTENG 0% 10% 20% 30% 111.0% 86.2% 84.3% 80.6% 79.2% 77.9% 74.3% 71.6% 68.4% 67.4% 65.2% 59.7% 57.8% 57.7% 57.0% 56.8% 55.0% 52.5% 2011 51.9% 50.7% 2010 50.1% 49.3% 48.7% 46.0% 44.1% 41.5% 40.4% 39.1% 39.1% Target program: minimal 70% 38.2% Target RPJMN: minimal 75% 35.6% 35.3% 33.1% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 110% 120% 83,48%

Catatan : Insiden BTA Positif = Sumatera : 164 per 100.000 penduduk, Jawa : 107 per 100.000 penduduk, DIY-Bali : 64 per 100.000 penduduk, Kawasan Timur Indonesia (KTI) ; 210 per 100.000 penduduk

Angka penemuan kasus secara nasional di tahun 2011 menunjukan peningkatan dibandingkan tahun 2010. Walaupun secara nasional sudah mencapai target, namun pada tingkat provinsi belum menunjukan pencapaian yang optimal dari 33 provinsi hanya 8 provinsi yang mencapai target penemuan minimal 70% yaitu Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

h.

Angka konversi atau convertion rate Angka konversi adalah presentase pasien baru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.

13

Angka ini dihitung dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan). Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
Grafik 1.14 Angka konversi atau convertion rate tahun 2007-2011 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007 2008 2009 2010 2011
Target : minimal 80%

87.4%

88.1%

89.2%

88.2%

84.4%

Grafik 1.14 menunjukan bahwa angka konversi tahun 2007-2011 memperlihatkan angka konversi yang tidak jauh berbeda. Angka ini mencapai target yang

diharapkan (80%). Pencapaian ini menunjukan bahwa pengawasan menelan obat berjalan baik.

14

Grafik 1.15 Angka konversi atau convertion rate tahun 2010-2011


INDONESIA SULUT SULTENG GRTALO SULTRA JAMBI JATIM NAD SULSEL KALBAR BANTEN LAMPUNG KALSEL SULBAR BENGKULU JABAR SUMSEL NTT BABEL NTB KALTENG MALUKU D. I . Y. SUMUT KALTIM DKI JATENG BALI RIAU KEPRI MALUT PAPUA SUMBAR PAPUA BARAT 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 91.7% 91.5% 91.4% 91.4% 91.3% 91.0% 90.9% 90.7% 90.5% 90.5% 89.6% 89.4% 88.4% 87.7% 87.3% 85.6% 85.0% 2011 83.6% 2010 82.9% 80.0% 79.9% 79.3% 78.9% 78.1% 77.5% 76.0% 75.5% 73.0% 67.9% 63.9% Target: minimal 80% 63.7% 62.6% 61.9% 70% 80% 90% 100% 84.4%

Berdasarkan grafik 1.15, angka konversi per provinsi tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010 terlihat tidak berbeda jauh, beberapa provinsi terlihat mengalami peningkatan dan sebagian lain mengalami penurunan yang cukup besar yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.

i.

Angka kesembuhan atau cure rate dan angka keberhasilan pengobatan atau success rate Angka kesembuhan (CR) adalah angka yang menunjukkan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru BTA positif yang tercatat. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah.

15

Angka default tidak boleh lebih dari 5%, karena akan menghasilkan proporsi pasien pengobatan ulang yang tinggi di masa yang akan datang yang disebabkan karena penanggulangan TB yang tidak efektif. Peningkatan kualitas penanggulangan TB akan menurunkan proporsi pengobatan ulang antara 10-20 % dalam beberapa tahun. Sedangkan angka pengobatan gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh 2% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat. kasus

Angka keberhasilan pengobatan (SR) menunjukkan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap)diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.

Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Angka ini dapat dihitung dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulaiberobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah selesai pengobatan. Oleh karena itu, pasien yang mendapatkan pengobatan di tahun 2010 baru dapat dilaporkan di tahun 2011. Grafik 1.16 Angka kesembuhan (cure rate) dan angka keberhasilan pengobatan (success rate) tahun 2007-2011
100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007 2008 2009 2010 2011
Target RPJMN: SR minimal 86% 91.0% 82.5% 91.0% 81.5% 91.0% 82.9% 91.2% 83.9% 90.3% 83.7%

angka kesembuhan

angka keberhasilan pengobatan

Berdasarkan grafik 1.16, angka keberhasilan pengobatan mencapai lebih dari 85%, bahkan sejak tahun 2007 angka ini mencapai >90% kecuali pada tahun 2011.Hal ini disebabkan belum semua provinsi melaporkan data hasil akhir pengobatan secara tepat waktu.

16

Target RPJMN untuk angka keberhasilan pengobatan di tahun 2011 adalah sebesar 86%.Jika dibandingkan antara pencapaian dengan target maka pada tahun 2011 angka keberhasilan pengobatan tercapai. Meskipun angka

keberhasilan pengobatan dapat dikatakan cukup baik tetapi angka kesembuhan dari tahun 2007-2011 masih berada di bawah target yang diharapkan (>85%).

Grafik 1.17 Angka kesembuhan atau cure rate tahun 2010-2011


INDONESIA SULUT KALBAR JAMBI SUMUT KALSEL BABEL LAMPUNG BANTEN SULTENG GRTALO NAD SULSEL SUMSEL JABAR SULBAR SULTRA JATIM JATENG SUMBAR BENGKULU D. I . Y. NTB KALTENG NTT BALI KALTIM MALUKU DKI RIAU KEPRI PAPUA MALUT PAPUA BARAT 0% 10% 20% 30% 40% 92.1% 90.9% 89.4% 89.3% 89.0% 88.8% 88.5% 88.3% 88.0% 87.4% 87.4% 87.3% 86.4% 85.8% 85.8% 85.7% 85.6% 2011 82.9% 2010 81.6% 79.5% 78.0% 77.4% 76.6% 75.8% 74.0% 73.3% 72.6% 70.0% 66.0% 62.4% Target program : minimal 85% 70% 80% 90% 100% 83.7%

53.3% 47.3% 42.2% 50% 60%

Berdasarkan grafik 1.17, provinsi dengan angka kesembuhan < 85% di tahun 2011 sebanyak 20 provinsi dan 13 provinsi berhasil mencapai minimal 85% yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, NAD, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Banten, Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara. Provinsi dengan angka kesembuhan di tahun 2011 tertinggi adalah Sulawesi Utara (92,1%) dan terendah adalah Papua Barat (42,2%).

17

Grafik 1.18 Angka keberhasilan pengobatan atau success rate (SR) tahun 2010-2011
INDONESIA GRTALO SULUT SUMSEL BANTEN SUMUT LAMPUNG SULTENG KALSEL JAMBI SULTRA NAD KALBAR JABAR NTB SULBAR BENGKULU JATIM MALUKU SUMBAR BABEL SULSEL JATENG BALI KALTENG D. I . Y. NTT DKI KALTIM MALUT RIAU KEPRI PAPUA PAPUA 0% 90.3% 96.2% 94.9% 94.6% 94.4% 94.4% 94.3% 93.9% 93.6% 93.5% 93.2% 93.1% 92.9% 92.3% 92.0% 91.5% 90.6% 90.6% 89.8% 89.1% 89.1% 88.9% 87.8% 87.6% 87.2% 84.6% 83.4% 82.6% 82.3% 80.9% 2011 76.8% 74.3% 2010 69.5% 70% 80% 90% 100%

Target program : minimal 85% Target RPJMN: minimal 86%

56.9% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Berdasarkan grafik 1.18, menunjukan angka keberhasilan pengobatan per provinsi tahun 2010-2011 terdapat beberapa provinsi dengan angka keberhasilan pengobatan yang lebih rendah di tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2010. Provinsi yang menunjukan penurunan angka keberhasilan pengobatan yang cukup signifikan adalah Provinsi Riau, Maluku Utara, Kaltim, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Maluku, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan provinsi yang memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan adalah Provinsi Papua dan Papua Barat. Provinsi dengan angka keberhasilan pengobatan di tahun 2011 tertinggi adalah Gorontalo (96,2%) dan terendah adalah Papua Barat (56,9%).

18

j.

Angka Penemuan Kasus (CDR) dan Angka Keberhasilan Pengobatan (SR)


Tabel 1.2 Pencapaian CDR dan SR Provinsi Tahun 2010 dan 2011 CDR, SR 2010 CDR70% Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku (8) CDR<70% NAD, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara barat (19) Riau, Kepulauan Riau, D.I. Yogyakarta, Maluku Utara, Papua, Papua Barat (6) CDR, SR 2011 CDR70% Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku (7) CDR<70% NAD, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat (17)

SR 85%

SR8 5%

SR< 85%

SR<8 5%

DKI Jakarta (1)

Riau, Kepulauan Riau, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Papua, Papua Barat (8)

Berdasarkan peta CDR-SR tahun 2011, terdapat 7 provinsi (21,2%) yang telah mencapai CDR 70% dan SR 85% yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Maluku sedangkan provinsi yang mencapai target CDR kurang dari 70% dan SR kurang dari 85% sebanyak 8 (24,2%) provinsi yaitu Kepulauan Riau, Riau, DI Yogyakarta, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, Kalimantan timur, dan Nusa Tenggara Timur . Provinsi lainnya dengan CDR kurang dari 70% dan SR 85% sebanyak 17 provinsi (51,5%). Berdasarkan perbandingan antara CDR-SR pada tahun 2010 dan 2011, pada tahun 2010 terdapat 8 provinsi (24,2%) sedangkan pada tahun 2011 terdapat 7 Provinsi (21,2%) mengalami penurunan 1 (satu) Provinsi DKI Jakarta .

k.

Angka kesalahan laboratorium Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan presentase kesalahan

pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. 19

Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan sediaan secara mikroskopis langsung oleh laboratorium pemeriksa pertama. Untuk 8 provinsi (Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan Selatan) sudah melakukan untuk penerapan uji silang pemeriksaan dahak (cross check) dengan metode Lot Sampling Quality ssessment (LQAS). Untuk masa

yang akan datang akan diterapkan metode LQAS di seluruh UPK.

Waktu penghitungan angka ini berdasarkan sediaan dahak yang dikirim laboratorium pemeriksa pertama dan BLK yang melakukan uji silang sekitar 3-6 bulan sebelumnya. Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan sediaan secara mikroskopis langsung oleh laboratorium pemeriksa pertama. Beberapa provinsi (Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa Barat, Lampung,Sumatra Selatan, Riau dan Kalimantan Selatan saat ini sudah menggunakan uji silang dengan metode Lot Sampling Quality Assessment (LQAS) sedangkan provinsi yang lain masih menggunakan metode konvensional yaitu memerisa ulang 100% sediaan positif dan 10% sediaan negative.

Grafik 1.19 menunjukkan presentase kabupaten/ kota yang melaksanakan uji silang tahun 2010-2011. Data tahun 2011 diperoleh sampai dengan triwulan 3 tahun2011

Grafik 1.19 Persentase kab/kota yang melaksanakan uji silang tahun 2009-2011
100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 Tw 1 2010 Tw 2 2010 Tw 3 2010 Tw 4 2010 Tw 1 2011 Tw 2 2011 Tw 3 2011 30.0 64.7 57.2 52.6 53.8 65.9 54.0

20

Sedangkan presentase fasyankes melaksanakan Uji Silang dan fasyankes dengan kualitas baik pada tahun 2010-2011 dapat dilihat di bawah ini :

Grafik 1.20 Presentase Fasyankes melaksanakan Uji Silang dan Fasyankes dengan kualitas baik tahun 2010-2011
90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 Tw 1 2010 Tw 2 2010 Tw 3 2010 Tw 4 2010 Tw 1 2011 Tw 2 2011 Tw3 2011 43.0 39.6 40.7 32.4 75.3 74.7 70.7 70.9 75.5 68.9 76.5

48.9 41.9 30.3

% Fasyankes melaks Uji silang

%Fasyankes kualitas baik diantara Fasyankes melaks Uji Silang

Dari grafik 1.20 menunjukkan masih banyak fasyankes yang belum melaksanakan uji silang. Presentase fasyankes dengan kualitas baik dari fasyankes yang melaksanakan uji silang menunjukkan angka yang stabil. Fasyankes dengan kualitas baik pada daerah yang melaksanakan uji silang secara konvensional merupakan fasyankes dengan Error Rate 5%, sedangkan pada LQAS merupakan fasyankes tanpa KB (Kesalahan Besar) dan atau KK (Kesalahan Kecil) 3.

21

l.

Kontribusi fasilitas pelayanan kesehatan lain dalam penemuan dan pengobatan kasus

100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

Grafik 1.21 Penemuan dan pengobatan kasus TB di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2008-2011

2008 NGO DPS&Klinik

2009 Workplace Lapas

2010 BP4 RS

2011 PKM

Berdasarkan grafik 1.21, trend penemuan kasus dan penggobatan di setiap tipe fasilitas pelayanan kesehatan dari tahun 2008-2011 berbeda-beda. Puskesmas masih menjadi fasyankes yang paling besar kontribusinya dalam menemukan dan mengobati kasus. Sebelum tahun 2008 data kasus yang dilaporkan dari puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya digabung. Namun saat ini semakin banyak provinsi yang telah memisahkan data kasus dari beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan.

Dari pemisahan tersebut terlihat bahwa kontribusi penemuan kasus TB di rumah sakit terlihat semakin meningkat. Selain jumlah kasus dari rumah sakit jumlah rumah sakit yang telah melaksanakan DOTS.

Penemuan dan pengobatan kasus oleh Balai Besar Pengobatan Paru Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) dari tahun 2008-2011 tampak mengalami penurunan.

Selain puskesmas, rumah sakit, dan BP, klinikdi tempat kerja (workplace), dokter praktek swasta (DPS), dan klinik di lapas/rutan mulai terlihat kontribusinya. Dari tipe fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat DOTS, puskesmas memberikan kontribusi terbanyak dalam menemukan dan mengobati kasus.

22

Grafik 1.22 Hasil akhir pengobatan di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2009
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PKM Meninggal RS Pindah BP4 Gagal Lapas Default Workplace DPS&Klinik Pengob. Lengkap NGO Sembuh

Grafik 1.23 Hasil akhir pengobatan di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2010
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PKM Meninggal RS Pindah BP4 Gagal Lapas Default Workplace DPS&Klinik Pengob. Lengkap NGO Sembuh

Grafik 1.24 Hasil akhir pengobatan di beberapa tipe fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2011
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PKM Meninggal RS Pindah BP4 Gagal Lapas Default Workplace DPS&Klinik Pengob. Lengkap NGO Sembuh

23

Berdasarkan grafik 1.22, 1.23, dan 1.24, proporsi hasil akhir pengobatan dari masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan dari tahun 2009-2011 terlihat tidak terlalu berbeda.Angka pengobatan dan keberhasilan pengobatan tertinggi dan memenuhi target (>85%) adalah di puskesmas. selain itu hasil akhir pengobatan di Rumah sakit, BP4, workplacedan DPS juga terlihat cukup menggembirakan.Yang masih harus menjadi perhatian saat ini adalah proporsi pasien yang pindah di lapas terlihat cukup besar (20-40%) hal ini menunjukan pemantauan setelah penggobatan di klinik lapas belum berjalan dengan baik.

m. Hasil kegiatan kolaborasi TB HIV


Tabel 2.3 Hasil kegiatan kolaborasi TB HIV dari unit TB tahun 2009-2011
Kasus TB Kasus Tahun TB (33 provinsi) Jumla h 2009 2010 2011 294.731 302.925 316.562 2.393 2.751 3.511 0.81 0.91 1.11 1.007 1.106 1.280 42.08 40.20 36.46 1.007 1.106 1.280 0.34 0.37 0.40 102 325 544 10 29 43 % Jumlah % Jumlah % Jumlah % yang dites HIV (18 provinsi) TB dengan HIV positif di antara pasien TB yang dites HIV (18 provinsi) TB dengan HIV positif di antara seluruh pasien TB (18 provinsi) TB HIV yang mendapat ARV di antara pasien koinfeksi TB HIV (18 provinsi)

Dari tabel 2.3 di atas terlihat bahwa dari tahun 2009 sampai dengan 2011 terjadi peningkatan jumlah kasus TB baik yang dites HIV, TB dengan HIV positif, dan TB HIV yang mendapatkan ARV. Hal ini menunjukan kegiatan kolaborasi TB HIV yang semakin baik atau semakin banyak jumlah provinsi yang mengirimkan laporan.

Proporsi TB dengan HIV positif tahun 2008-2011 terlihat mengalami penurunan.Hal ini disebabkan karena jumlah kasus TB yang ada dari tahun ke tahun meningkat.Meskipun demikian, jika dilihat jumlah absolute maka jumlah pasien TB dengan HIV positif mengalami peningkatan.

n.

Hasil kegiatan PMDT (Programmatic Management of Drug Resistant TB) Programmatic Management of Drug Resistant TBdimulai tahun 2009 di 2 pilot site yaitu DKI Jakarta dan Jawa Timur.Saat ini ekspansi PMDT dilakukan di 2 wilayah yang baru yaitu Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. 24

25

You might also like