Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) (STUDI di POLTABES MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
ALEXANDER KRISTIAN D. I. SILAEN NIM : 040200172 DEPARTEMEN : HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) (STUDI di POLTABES MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh : ALEXANDER KRISTIAN D. I. SILAEN NIM : 040200172 DEPARTEMEN : HUKUM PIDANA Disetujui oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semoga Tuhan tetap melindungi pada hari yang akan datang. Telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis memberanikan diri untuk menyusun suatu skripsi dengan judul Peran Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) dengan melakukan Studi di POLTABES Medan. Kepada Ayahanda Hasiholan Silaen, SH, dan Ibunda Rosmawaty Siagian BA, terima kasih atas kasih sayang, doa, dan dukungannya, baik dukungan moril maupun materil. Abangku Pahala Kiki Silaen SE, Msc, Kakakku Mardiana Yolanda Isabela Silaen, SH, dan Adekku Henry Kristian D. I. Silaen terima kasih atas Cinta, dukungan dan doanya. Skripsi ini penulis persembahkan buat kalian semua, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat dan rahmatnya kepada kalian semua. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membreri dukungan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. DR. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
2. Bapak Abul Khair, SH. M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan pandangan dalam pengerjaan skripsi ini ; 3. Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana dan Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan, pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skripsi ini selesai ; 4. Ibu Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan, pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skripsi ini selesai ; 5. Seluruh Dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ; 6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpusatakaanserta para Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ; 7. Ibu Sah Udur S. selaku Panit Lindung POLTABES Medan beserta seluruh staf POLTABES Medan yang telah membantu dan membimbing penulis dalam melakukan riset 8. Keluarga Besar Op. Manakko Silaen, Uda Thurman dan Nanguda, Adik-adik kecilku Billy, Ivana, Ruthlin, Namboru Marnako dan keluarga, Uda Sahat dan keluarga, uda Edy dan Keluarga serta Keluarga besar Op. Tua Raja Siagian, Op. tersayang, Tulang tulangku, Tulang Belsasar, Tulang Horas, Tulang Saud beserta keluarga, keluarga Pak Tua dan Mak Tua Catherine Pandjaitan, Rahulina Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Siahaan, Saturia Sitorus, Para Abang, kakak, dan adek sepupuku terima kasih untuk doa, dukungan serta nasehat-nasehat indahnya kepada penulis. selalu! 9. Kepada My Soulmate Tercinta Agnes Natalia Simamora dan keluarga; Opung, Tante dan Soraya, terima kasih atas cintanya, dukungannya, kasih sayang dan perhatian serta kebaikannya. 10. Kepada teman-teman senasib, seperjuangan, dan sepenanggungan Thomas, Josia, Simon, Navo, Dedy, Firman, Gina, Endang, Fritzko, Alto, Januardo, dan teman teman kampus selurunya, khususnya angkatan 2004 Regular ; 11. Kepada sahabat-sahabatku sepanjang hidup yang tidak akan bisa kulupakan sampai kapanpun; Revindra, Richard, Simon Unggul WaU, Navo, Ando, Aprit, Daniel, Heryatmo, Roy, Venansius, Yoseph, terima kasih untuk dukungan kalian dan persahabatan kita yang telah berlangsung lama. 12. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu ; Oleh karena keterbatasan penulis dalam mengerjakan skripsi ini, maka penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis mengharapkan saran ataupun masukan dari pembaca semua. Akhir kata dari penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Dan ilmu yang diperoleh penulis dapat dipergunakan dan diterapkan oleh penulis untuk Nusa dan Bangsa.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Harapan Penulis semoga Tuhan Yang Maha Kuasa tetap melindungi kita semua.
Medan, Mei 2008 Penulis
Alexander Kristian D. I. Silaen
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI .. v ABSTRAKSI .. vi BAB I PENDAHULUAN .. 1 A. Latar Belakang .... 1 B. Permasalahan .. 5 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .. 6 D. Keaslian Penulisan .. 7 E. Tinjauan Kepustakaan . 8 1. Pengertian Kejahatan dan Tindak Pidana ... 8 2. Kebijakan Penanggulangan kejahatan .... 15 3. Pengertian Polisi . 21 4. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ... 23
F. Metode Penelitian . 30 1. Jenis Penelitian ... 30 2. Jenis Data dan sumber data 30 3. Metode Pengumpulan Data 31 4. Analisis Data .. 31 G. Sistematika Penulisan ... 32
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
BAB II KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) .............. 34
A. Faktor Penyebab Human Trafficking a. Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ........... 34
b. Lokasi Tujuan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trraficking) . 38
c. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trrafficking) . 45
B. Modus Operandi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) 49 1. Modus Menawarkan Pekerjaan ..... 53 2. Modus Penipuan dan Penculikan ........... 54 3. Modus Adopsi 56 C. Dampak dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) .. 57 1. Dampak Fisik ........... 57 2. Dampak Non Fisik .... 58
BAB III PERATURAN-PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) ... 59
A. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) dalam Instrumen Internasional ...... 59
B. Tndak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) menurut KUHP .......... 69
C. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) menurut Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 ...... 83 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
D. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2004 .. 87
BAB IV PERAN KEPOLISIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) (Studi di Poltabes Medan) .. 99
A. Peran dan Tanggung Jawab Polisi dalam menangani Kasus tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Hukum Kota Medan 99
B. Faktor-faktor penghambat dan pendukung yang dihadapi Kepolisian dalam menangani tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Kota Medan 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN . 107 A. Kesimpulan 107 B. Saran .. 109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
ABSTRAKSI
- Alexander K. D. Silaen * - Nurmalawaty, SH, M.Hum ** - Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum **
Kasus perdagangan orang merupakan kasus kejahatan yang sangat sulit untuk ditekan dan dicegah perluasannya, dikarenakan kasus ini telah mencakup daerah Nasional bahkan internasional. Peran aparat penegak hukum melalui pihak Kepolisian sangat diharapkan di dalam mengkaji dan memberantas tindak pidana perdagangan orang ini, dan untuk itu pihak Kepolisian sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari segala pihak. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi karakteristik dan modus operandi tindak pidana perdagangan orang, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang, dan peran Kepolisian terhadap penanggulangan tindak pidana perdagangan orang. Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris, yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran terhadap masalah perdagangan orang ini, dengan menitikberatkan kepada permasalahan mengenai peran dari Kepolisian didalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Dimana metode pengumpulan data yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang berasal dari buku-buku, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan, dan penelitian yang dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitaif adalah untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu. Secara keseluruhan penulisan skripsi ini menitikberatkan kepada para pelaku (trafficker) perdagangan orang yang meliputi agen, calo atau sindikat yang didasarkan kepada modus menawarkan pekerjaan, penipuan, dan penculikan dan juga adopsi. Peraturan yang terkait dengan tindak pidana perdagangan orang ini sendiri meliputi peraturan nasional dan internasional yang dimulai dari KUHP, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang, dan Peraturan daerah (Perda) Propinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang tindak pidana perdagangan perempuan dan anak hingga protocol dan konvensi PBB. Dalam hal untuk mencegah semakin maraknya tindak perdagangan orang ini, peran kepolisian sangat dibutuhkan untuk menindak para pelaku secara tegas dan menjatuhi hukuman yang pantas dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku. _________________________________________________________
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan ** Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan dan Anak, serta permasalahannya kerap lekat dengan kehidupan kita, baik dalam lingkaran keluarga, lingkungan, pembinaan pendidikan, masyarakat maupun kita terlepas sebagai individu. Apakah individu tersebut berdiri pada pijakan hukum, birokrasi maupun elemen lainnya. Perlindungan terhadap anak dan perempuan memang menjadi tanggung jawab kita, tanpa harus melemparkan bagian yang lebih besar terhadap salah satu pihak sehingga apapun yang menjadi permasalahan merupakan salah satu bentuk dari masalah kita yang memerlukan perhatian serius. Diantara berbagai masalah anak dan perempuan yang paling mendesak adalah Perdagangan Manusia (Trafficking in person). Trafficking dalam pengertian sederhana merupakan sebuah bentuk perdagangan modern. Tidak hanya merampas Hak azasi korban, tetapi juga membuat mereka rentan terhadap penganiayaan, siksaan fisik, kerja paksa, penyakit dan trauma psikis, bahkan cacat dan kematian, tapi juga menjatuhkan harga diri dan martabat bangsa. Trafficking atau perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak, merupakan jenis perbudakan pada era modern ini. Setiap tahun diperkirakan ada dua juta manusia diperdagangkan, dan sebagian besarnya adalah perempuan dan anak. Pada tingkat dunia, perdagangan perempuan dan anak, terkait erat dengan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
kriminalitas transnasional, dan dinyatakan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat 1 Indonesia merupakan Negara yang terbesar dan berada diurutan ke 3 . 2 Dalam ketentuan lain sudah banyak peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam penghapusan perdagangan manusia, sebut saja Keputusan Presiden nomor 88 Tahun 2002 tentang, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak, untuk daerah Sumatera Utara saja sudah ada Peraturan Daerah nomor 6 Tahun 2004, Rencana Aksi Propinsi Sumut nomor 24 Tahun 2005, namun berbagai peraturan tersebut dirasa juga belum maksimal tanpa , yaitu negara yang diasumsikan tidak serius menangani masalah Traficking, tidak memiliki perangkat perundang-undangan yang dapat mencegah, melindungi dan menolong korban, serta tidak memiliki perundang-undangan untuk melakukan penghukuman pelaku perdagangan manusia. KUHP hanya memiliki satu pasal saja yaitu Pasal 297 yang mengatur secara eksplisit tentang perdagangan perempuan dan anak, namun ancaman pidananya masih terlalu ringan, apalagi perdagangan anak juga belum diantisipasi oleh Undang-undang nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak. Jelas hal ini sangat memalukan, dan harus segera ada langkah-langkah konkret dari pemerintah untuk memiliki perangkat pencegahan, perlindungan dan pertolongan korban serta penghukuman yang diperlukan untuk memberantas perdagangan manusia.
1 http://www.uid.ac.id/index.php?module=MyFileSharing&func=download&id=88, diakses tanggal 7 maret 2008 2 http://www.antara.co.id/arc/2007/6/14/as-akan-tetap-bantu-ri-perangi-human-trafficking/, diakses tanggal 9 maret 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
ada implementasi yang jelas dan sosialisasi yang konkret bagi para pelaksana Advokasi Traficking. Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Berdasarkan hukum di Negara kita sendiri menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP). Namun kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang meng-akselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh hamba kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu: perdagangan orang (trafficking in person), yang secara tertutup dan bergerak diluar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) yang dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara dengan sangat halus menjerat magsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri. Dampak yang dialami para korban perdagangan manusia beragam, umumnya masuk dalam jurang prostitusi (PSK atau Perempuan Seks Komersil), eksploitasi tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan dari sisi pelaku umumnya dilakukan oleh agen penyalur tenaga kerja dengan modus janji memberi pekerjaan dan dilakukan baik secara pasif (dengan iklan lowongan pekerjaan) maupun dengan aktif (langsung Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
ke rumah-rumah penduduk) merekrut mereka yang memang mengharapkan pekerjaan. 3 Hasil studi International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa di dunia sekitar 12,3 juta orang terjebak dalam kerja paksa. Dari jumlah itu, sekitar 9,5 juta pekerja paksa berada di Asia sebagai wilayah pekerja paksa yang paling besar. Sisanya, tersebar sebanyak 1,3 juta di Amerika Latin dan Karibia, 660 ribu orang di sub-sahara afrika, 260 ribu orang di Timur-Tengah dan Afrika Utara, 360 ribu di negara-negara industri, dan 210 orang di negara-negara transisi. Dari kornab kerja paksa itu 40-50 persennya merupakan anak-anak yang berusia dibawah umur 18 tahun.
4 Perdagangan manusia semakin marak dikarenakan keuntungan yang diperoleh pelakunya sangatlah besar, bahkan menurut PBB perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia. Negara Indonesia sendiri telah lebih dari satu dekade ini menjadi negara terbesar kedua dalam hal perdagangan manusia khususnya perempuan yang di jadikan sebagai PSK ataupun Tenaga Kerja lainnya. Tenaga kerja asal indonesia itu, 90 persennya bekerja sebagai pekerja Rumah Tangga di negara malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, korea Selatan, dan Timur Tengah. 5
3 www.Ifip .org/report/traffickingdata in indonesia table pdf, diakses tanggal 10 maret 2008 Dengan demikian perdagangan tenaga kerja perempuan dan anak sangat mungkin dialami warga negara indonesia. 4 Dalam laporan UNICEF tahun 1998 diperkirakan jumlah anak yang tereksploitasi seksual atau dilacurkan di Indonesia mencapai 40.000 s/d 70.000 anak tersebar di 75.106 tempat diseluruh wilayah Indonesia. Sebuah dokumen, yakni Trafficking in person report yang diterbitkan oleh Deplu AS dan ESCAP juga telah menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga atau terendah dalam upaya penanggulangan trafficking perempuan dan anak. Lihat dalam www.elsam.or.id Perdagangan manusia dalam rancangan KUHP. 5 Republika, 12,3 Juta Orang Kerja Paksa, - Jumat, 13 Mei 2005. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Didasari berbagai hal yang telah terjadi diatas, disadari bahwa peran dari seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga aparat penegak hukum khususnya Kepolisian yang langsung berhadapan dengan berbagai kasus perdagangan orang ini dilingkungan, diharapkaan dapat mencegah atau setidaknya menggurangi terjadinya kejahatan perdagangan orang yang terjadi di masyarakat. Peran Kepolisian sangat dibutuhkan didalam menanggulangi tindak pidana Trafficking ini secara cepat, sehingga tidak semakin meresahkan masyarakat. Menyadari juga terhadap hal-hal tersebut diatas dan mengingat peliknya masalah perlindungan terhadap kasus-kasus trafficking serta kompleksnya hal-hal yang harus ditangani didalamnya, maka mendesak untuk dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penarik terjadinya perdagangan manusia serta pengkajian terhadap peran dari aparat penegak hukum khususnya pihak Kepolisian didalam menerapkan perannya terhadap penanggulangan tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking).
B. Permasalahan Perdagangan orang atau Trafficking merupakan bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), permasalahan ini tidak hanya merupakan orang- perorang saja, tetapi juga telah menyentuh sensitifitas nasional bahkan internasional. Maka untuk itu permasalahan-permasalahan ini perlu dirumuskan melalui pertanyaan-pertanyaan untuk dibahas secara konkret dan menyeluruh. Adapun permasalahan yang dapat diajukan dalam menyikapi masalah perdagangan orang (Human Trafficking) ini adalah : Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
1. Bagaimanakah Karekteristik dilihat dari faktor, Modus Operandi dan dampak tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) ? 2. Peraturan-peraturan apakah yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ? 3. Bagaimanakah peran Kepolisian terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian C.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Karekteristik dan Modus Operandi dari kejahatan perdagangan Orang (Human trafficking) 2. Untuk mengetahui Peraturan-peraturan apa saja yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) 3. Untuk mengetahui peran Kepolisian di wilayah hukum Kota Medan terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human trafficking) C.2. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di indonesia. 2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk : Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Pemerintah, Peradilan dan Praktisi hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memutus dan menyelesaikan perkara-perkara yang sedang dihadapi b. Sebagai informasi bagi masyarakat terhadap pelarangan tindakan Kejahatan Perdagangan Orang atau Trafficking
D. Keaslian Penulisan Penulisan ini tentang Peran Kepolisian terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi di Poltabes Medan). Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi literature sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan yang membahas tentang permasalahan perdagangan orang atau Human Trafficking yang dimaksudkan penulis dalam penulisan ini, walaupun sepanjang yang kita ketahui ada judul yang juga berbicara tentang Human trafficking, namun judul dan objek pembahasan serta permasalahan yang dibicarakan tidaklah sama, dan apabila dikemudian hari ada judul skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kejahatan dan Tindak Pidana a. Pengertian Kejahatan Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula 6 R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban . Kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat. Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat diantara para sarjana. 7 J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat . 8 M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum .
6 Syahruddin Husein, Kejahatan dalam Masyarakat dan upaya penanggulangannya, http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=48 0, diakses tanggal 11 maret 2008 7 Ibid 8 Ibid Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya 9 W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan . 10 Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak) . 11 J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu . 12 Edwin: H. Sutherland menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut . 13
9 Ibid 10 Ibid 11 Ibid 12 J.E Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro, Paradoks dalam Kriminogi, Buku Obor, jakarta 1995, hal 14 13 Edwin H. Sutherland, Principles of Criminology, Nova, 1989, hal 189 . Unsur-unsur tersebut adalah : Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian. 2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana 3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan 4. Harus ada maksud jahat (mens rea) 5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan 6. Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri. 7. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang. Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing 14 a. Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan :
14 Syahruddin Husein, Op.cit, hal 2 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan. b. Pengertian secara religius : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukman api neraka terhadap jiwa yang berdosa. c. Pengertian dalam arti juridis : misalnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Walaupun KUHP sendiii tidak membedakan dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tapi KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam 2 buku yang berbeda. Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah pembedaan antara rechtsdelicten (delik hukum) dan wetsdelicten (delik undang-undang). Pelanggaran termasuk dalam wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hat yang terlarang. Misalnya mengendarai sepeda pada malam hari tanpa lampu merupakan suatu delik undang-undang karena undang-undang menyatakannya sebagai perbuatan yang terlarang. Sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten (delik hukum), yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang. Contohnya adalah pembunuhan dan pencurian. Walaupun perbuatan itu (misalnya) belum diatur dalam suatu undang-undang, tapi perbuatan itu sangat Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan. b. Pengertian Tindak Pidana Sekalipun Hukum Pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku atau perbuatan manusia, khususnya karena perbuatan manusia merupakan penyebab utama terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuat undang-undang Belanda berbeda dengan pembuat undang-undang di Jerman, yaitu mereka tidak memilih istilah perbuatan tindak (handeling) melainkan fakta (feit Tindak Pidana). Alasan pilihan ini dapat kita baca dalam notulasi komisi De Wal. Dalam catatran-catatan komisi tersebut, pengertian Feit mencakup omne quod fit, jadi keseluruhan kejadian (perbuatan), termasuk kelalaian serta situasi dan kondisi lainnya yang relevan. 15 Untuk dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban (toerekeningsvatbaar) atau schuldfahig.
16
15 Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Gramedia, Jakarta, hal 85 16 Ibid Dengan cara diatas dapat merangkum pengertian tindak pidana dan pengertian ini dalam dirinya sudah memadai. Meskipun demikian, dengan tujuan merumuskan tindak pidana sebagaimana dimengerti dalam sistem hukum pidana Belanda, kita dapat Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
mengembangkan penjelasan yang ada. Untuk itu, tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia (gedragingen: yang mencakup dalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat) yang diperbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan didalamnya perilaku mana dilarang oleh undang- undang dan diancam dengan sanksi pidana. Beranjak dari sini kita dapat mengabstraksikan syarat-syarat umum, yaitu sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid), kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab menurut hukum pidana (toerekeningsvatbaarheid). Kita nanti akan melihat bahwa ketika undang-undang memformulasikan berbagai bentuk tindak pidana serta unsur-unsurnya, maka kita tidak akan menyinggung hal-hal diatas. Bahkan pokok diatas tidak diuraikan dalam bagian umum pada suatu undang-undang dalam hukum pidana, sekalipun untuk menyatakan bersalah menurut hukum pidana apalagi menjatuhkan sanksi pidana pada seseorang yang tidak memenuhi persyaratan umum diatas tentu akan sulit. Tetapi kita tetap dapat mengandaikan sistem unsur-unsur permusan tindak pidana pada pihak lain, sebagaimana diuraikan lebih lanjut melalui doktrin dan putusan-putusan pengadilan (rechtspraak), dalam praktiknya berfungsi dengan cukup baik sehingga tidak menimbulkan banyak konflik. Berkenaan dengan ini kita akan melihat bahwa HR (Heit Reeglement) pada suatu masa mengakui bahwa kesalahan dalam arti ketercelaan tindakan tertentu merupakan unsur utama yang dipersyaratkan untuk menetapkan apakah seorang terdakwa dapat dipidana atau tidak. Dengan cara sama, HR (Heit Reeglement) tidak lagi membatasi penentuan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
ukuran dapat dipidananya suatu perbuatan hanya berdasarkan undang- uindang, melainkan menghendaki agar hal itu dinilai berdasarkan hukum, sekalipun ada beda pendapat tentang apa yang dimaksuskan dengan hukum. Namun dalam hal ini pun pada prinsipnya berlaku persyaratan bahwa agar suatu perbuatan dapat dipidana, unsur melawan hukum harus terkandung didalamnya. 2. Kebijakan Penaggulangan Kejahatan Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah politik kriminal' dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan: 17 a. penerapan hukum pidana (criminal law application)
b. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media) Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur 'penal' (hukum pidana) dan lewat jalur 'non penal' (bukan/diluar hukum pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal.
17 http://www.google.com/search?q=cache:IgJ:www.traffickinginpersons.com/+Hoefnagels+p eter=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 12 mei 2008
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh- suburkan kejahatan. Beberapa aspek sosial yang diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah "urban crime") 18 a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan), ketiadaan/ kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocok/serasi; , antara lain: b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial; c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga; d. Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain;
18 Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/ kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan; f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga; g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya; h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas; i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian; j. Dorongan-dorongan (khususnya oleh mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi. Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan jelas merupakan masalah yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan "penal'. Disinilah keterbatasan jalur penal clan oleh karena ltu harus ditunjang oleh jalur non-penal. Salah satu jalur non-penal untuk mengatasi masalah-masalah sosial seperti yang dikemukakan diatas adalah lewat jalur kebijakan sosial. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan. Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB, bahwa pembangunan itu sendiri dapat bersifat kriminogen apabila pembangunan itu : a. Tidak direncanakan secara rasional, atau direncanakan secara timpang, tidak memadai/tidak seimbang; b. Mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral; c. Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh/ integrasi. Salah satu aspek kebijakan sosial yang kiranya patut mendapat perhatian ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa (social hygiene), baik secara individual sebagai anggota masyarakat maupun kesehatan/kesejahteraan keluarga (termasuk masalah kesejahteraan anak dan remaja) serta masyarakat luas pada umumnya. Soedarto pernah juga mengemukakan bahwa kegiatan Karang Taruna dan kegiatan Pramuka dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama merupakan upaya-upaya non-penal dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan 19
19 Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, penerbit Alumni, hal 27 . Peranan pendidikan agama dan berbagai bentuk media penyuluhan keagamaan adalah sangat penting dalam memperkuat kembali keyakinan dan kemampuan manusia untuk mengikuti jalan kebenaran dan kebaikan. Dengan pendidikan dan penyuluhan agama yang efektif, tidak hanya diharapkan terbinanya pribadi manusia yanag Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
sehat jiwa/rohaninya tapi juga terbinanya keluarga yang sehat dan lingkungan sosial yang sehat. Pembinaan dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat memang tidak berarti semata-mata kesehatan rohani/mental, tapi juga kesehatan budaya dan nilai-nilai pandangan hidup kemasyarakatan. Ini berarti penggarapan kesehatan masyarakat atau lingkungan sosial yang sehat tidak harus berorientasi pada pendekatan religius tapi juga berorientasi pada pendekatan identitas budaya nasional. Disamping upaya-upaya non-penal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada didalam masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya non-penal itu digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif. Sumber lain itu misalnya media pers/media massa, pemanfaatan kemajuan teknologi (dikenal dengan istilah techno-prevention) dan pemanfaatan potensi efek-preventif dari aparat penegak hukum. Mengenai yang terakhir ini Soedarto menyatakan bahwa kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara kontinyu termasuk upaya non-penal yang mempunyai pengaruh preventis bagi penjahat (pelanggar hukum). Sehubungan dengan hal ini, kegiatan razia/operasi yang dilakukan pihak kepolisian di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat atau kegiatan komunikatif-edukatif dengan masyarakat perlu diefektitkan. Kegiatan operasi-operasi untuk pemberantasan kejahatan bukan merupakan hal yang baru di kepolisian, misalnya operasi/razia pemilikan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
senjata api gelap, operasi penembakan pelaku kejahatan (residivis) dan lain-lain. Kegiatan ini mempunyai tujuan ganda yakni pertama sebagai upaya jangka pendek untuk dalam waktu singkat menekan peningkatan angka kejahatan dan kedua menciptakan pemenuhan kebutuhan warga masyarakat atas rasa aman. Kegiatan itu seringkali juga memperlihatkan tanggapan kelembagaan apart keamanan atas kecemasan bahkan rasa takut atas kejahatan (fear of crime) yang diyakini dalam proses pengendalian sosial. Keberhasilan dan efektivitas langkah-langkah operasional polisi jelas hanya dapat dicapai dengan dukungan kedua aspek lain yaitu lingkungan tempat polisi bekerja dan faktor intern polisi. Dalam hubungan itu, maka hubungan polisi dengan masyarakat harus senantiasa diperhitungkan kedalam rencana-rencana operasi dan dikonkritkan dalarn bentuk tim kerja ini memerlukan syarat telah berjalannya pengembangan gagasan mengenai tanggung jawab bersama atas bekerjanya tata peradilan pidana dan telah terciptanya pengertian bersama dengan masyarakat. Faktor intern polisi yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas serta efektivitasnya, yakni perbandingan rasional antara sumber daya yang dicapai. Persyaratan lainnya terletak pada unsur operasional, seperti stabilitas patroli dalam wilayah-wilayah geografsis yang rawan serta interaksi maksimal dengan masyarakat dan unsur-unsur organisasional seperti kesatuan supervisi dan peningkatan profesionalisme. Penghukuman yang merupakan pencegahan dari segi represif juga tidak boleh mengabaikan segi pembinaan dengan dasar pemikiran bahwa prilaku hanya mungkin melalui interaksi maksimal dengan kehidupan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
masyarakat dan pelaksanannya tidak dapat dipisahkan dari strategi perencanaan sosial yang lebih luas. Perlu juga kiranya penyuluhan hukum bagi masyarakat yang bertujuan untuk sedikit demi sedikit mengurangi proses stigmatisasi atau proses pemberian cap terhadap pelanggar hukum dan bekas narapidana. Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyarakat itu ada. Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun. Segala daya upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau mengurangi meningkatnya jumlah kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik. Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensidukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas dari setiap kita, karena kita adaIah bagian dari masyarakat. 3. Pengertian Polisi Istilah Polisi pada mulanya berasal dari perkataan Yunani Politeia yang berarti pemerintahan Negara. Seperti yang diketahui bahwa dahulu sebelum masehi Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut Polis. Pada Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
waktu itu pengertian Polisi adalah menyangkut segala urusan Pemerintah atau dengan kata lain arti polisi adalah urusan pemerintahaan. 20 Di indonesia dapat diketahui pengertian polisi terdapat dalam undang- undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa :
21 Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrecht Overzee, halaman 270 yang dirumuskan oleh R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo sebagai berikut :
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. 22 a. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik warga negara.
b. Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara. c. Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajiban- kewajiban publiknya dilaksanakan. d. Melakukan paksaan wajar kepada warga negara agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya tanpa bantuan peradilan. e. Mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya.
20 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PTIk, Jakarta; 1972, hal 13. 21 Undang-undang Kepolisian Negara Reublik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 22 R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Akabri. Pol, Sukabumi;1975,hal 12. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Menurut C.H. Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok polisi itu memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu : 23 a. Fungsi Preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi warga negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuata-perbuatan yang dapat dihukum dan perbuata-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum.
b. Fungsi Represif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman. Menurut undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 24
4. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) Perdagangan Orang (Human Trafficking) Belum ada rumusan yang memadai tentang Human Trafficking atau kejahatan Human trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk
23 Ibid, hal 19 24 Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomoe 2 Tahun 2002. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
menujukkan bahwa tindak pidana perdagangan manusia tersebut adalah sebuah kejahatan tersebut tersebar dalam berbagai undang-undang. Misalnya KUHP, Undang-undang Perlindungan anak, Undang-undang Buruh Migran, dan lain- lain. Karena itu, upaya memasukkan jenis kejahatan ini ke dalam perundang- undangan di indonesia adalah langkah yang positif. 25 Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Human Trafficking dikenal juga Human Trafficking Victims Protection ACT TVPA yang
Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang kejahatan trafficking atau perdagangan orang (Human Trafficking) yang terdapat dalam Undang-undang ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan: Human Trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Sebelum lahirnya UU ini Pengertian Human trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan Orang yang umumnya paling banyak dipakai adalah pengertian yang diambil dari protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku Trafficking terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak (selanjutnya disebut Protokol Trafficking).
25 www.Elsam.or.id, Perdagangan Manusia Dalam Rancangan KUHP Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
menyebutkan tentang Tindak Pidana Human trafficking berat atau tindak pidana perdagangan orang yang berat, yang meliputi 26 a. Perdagangan seks dimana tindakan seks komersial diberlakukan secara paksa dengan cara penipuan atau kebohongan atau dimana seseorang dimintai secara paksa melakukan suatu tindakan sedemikian, belum mencapai usia 18 tahun; atau : b. Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjeratan utang atau perbudakan. Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah Human trafficking 27
26 //www.google.com/search?q=cache:slnwf2l4mjcJ:indonesiaacts.com/002/%3Fp%3D7+mafia +perdagangan+incar+daerah+miskin&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id, diakses tanggal 10 mei 2008. 27 Chairul Bariah Mozasa, 2005, Aturan-aturan hukum Trafficking, USU Press, hal 9 : Human Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largerly from developing countries and some countries with economies in transition, with the end goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and explotative situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well as other illegal activitise related to trafficking, such as forced domestic labour, false marriages, clandestine employment and false adoption. (Perdagangan Orang adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang dilintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja dibidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan illegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantau rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi).
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) mendefinisikan istilah perdagangan (trafficking): Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Sesuai dengan definisi tersebut di atas bahwa istilah Perdagangan orang (Human trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut 28 a. Rekrutmen dan /transportasi manusia; : b. Diperuntukkan bekerja atau jasa / melayani c. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan Pengertian Human trafficking dari Protokol PBB pada Desember Tahun 2000 yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia, khusunya perempuan dan anak (Protocol to prevent, suppress, and punish trafficking in persons especially women and children, supplementing the United Nations Convention against transnational organized crime, December 2000). Pemerintah indonesia telah menandatangani protokol ini. Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-iming) korban menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau
28 Ibid, hal 10 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan, dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan izin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga (mengeksploitasi) korban (irwanto dkk.2001:9). Dari definisi diatas dapat disimpulkan: a. Pengertian Human Trafficking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau (sanak) keluarga. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud disini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri. b. Meskipun Human Trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekalli tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya (misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orang tua yang sakit), dubuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya. c. Tujuan Human Trafficking adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja (dengan memeras habis-habisan tenaga yang diperkerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan, Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks). Pengertian sindikat perdagangan manusia (Human trafficking) menurut Rebecca Surtees dan Martha Wijaya adalah sindikat Kriminal, yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas kriminal. Dari pengertian di atas, sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan lebih dari satu orang dan telah melakukan perbuatan tindak pidana dalam pelaksanannya. Dalam aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak ini kegiatannya selalu dilakukan secara terorganisir. Pengertian terorganisir menurut pendapat para sarjana adalah sebagai berikut 29 a. Donald cressey: kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang mempercayakan penyelengaraannya pada seseorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, di dalamnya terdapat seorang penaksir, pengumpul, dan pemaksa. : b. Michael Maltz: Kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan menimbulkan korban.
29 Chairul Bariah Mozasa,2005, Aturan-aturan hukum Trafficking, USU Press, hal 11 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
c. Frank hagan: Kejahatan terorganisir adalah sekumpulan orang yang memulai aktivitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran hukum untuk mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal serta mengikatkan aktivitasnya pada kegiatan pemerasan dan penyelewengan keuangan. Trafficking manusia untuk berbagai tujuan telah berlangsung cukup lama, sejak dahulu kala hingga abad 21 ini, dari kerajaan jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan kini, di alam kemerdekaan dan dalam era globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak. 30
Tujuan Tindak Pidana Perdagangan Orang / Human Trafficking
30 Kebijakan Penghapusan Perdagangan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak, oleh Deputi Bandung Koordinator Pemberdayaan Perempuan Kementrian Koordinator Bandung Kesejahteraan Indonesia (2002:1). di Indonesia ialah perdagangan antardaerah/pulau dan antar negara. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai ribuan pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehinga sangat memudahkan terjadinya trafficking dalam lingkup domestik, dari beberapa provinsi dimana kasus trafficking domesitik terjadi, tempat-tempat wisata yang berbatasan dengan negara lain, seperti Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jakarta, Bali dan Jawa Timur merupakan daerah tujuan. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris. Metode penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku manusia yang dianggap pantas. 31 2. Jenis Data
Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa undang- undang, peraturan pemerintah dan sebagainya. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana perdagangan orang seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang terkait dengan tindak pidana perdangangan orang dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
31 Amiruddin, Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 118. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
c. Bahan Hukum Tersier Semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain Sedangkan data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam Penulisan skripsi ini dipergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan, yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. b. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan. Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian ke Poltabes Medan dengan teknik wawancara dengan Panit Lindung Poltabes Medan Ipda Sah Udur S. 4. Analisis Data Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan skripsi ini, yaitu dengan apa yang diperoleh dari penelitian dilapangan yang kemudian dipelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
G. Sistematika Penulisan Penulisan ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu : 1. BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian serta sistematika penulisan. 2. BAB II KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) Dalam bab karakteristik Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Human Trafficking ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab Human Trafficking, Modus Operandi dan Tindak Pidana Human Trafficking dan juga dampak dari Human Trafficking 3. BAB III PERATURAN-PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) Dalam bab ini akan memaparkan tentang peraturan-peraturan yang beraitan terhadap tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking yang meliputi Human Trafficking dalam instrumen internasional, Human Trafficking menurut KUHP, dan Human Trafficking menurut Undang- undang Nomor 21 Tahun 2007. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
4. BAB IV PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil wawancara terhadap pihak kepolisian mengenai peran dan tanggung jawab yang dihadapi polisi sebagai penyidik dalam menangani dan menanggulangi kasus Tindak Pidana Perdagangan orang atau Human Trafficking diwilayah hukum kota madya medan dan faktor-faktor penghambat yang dihadapi Kepolisian dalam menangani tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking tersebut. 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan diberikan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil penulisan skripsi ini dan hasil dari studi lapangan. Kesimpulan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang ada, selain itu dalam bab ini juga akan diberikan saran-saran yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan atau paling tidak diharapkan mengurangi masalah- masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
BAB II KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)
A. Faktor Penyebab Human Trafficking 1. Pelaku Trafficking (Trafficker) Perdagangan orang melibatkan laki-laki, perempuan dan anak-anak bahkan bayi sebagai korban, sementara agen, calo, atau sindikat bertindak sebagai yang memperdagangkan (trafficker). Para germo, majikan atau pengelola tempat hiburan adalah pengguna yang mengeksploitasi korban untuk keuntungan mereka yang seringkali dilakukan dengan sangat halus sehingga korban tidak menyadarinya. Termasuk dalam kategori pengguna adalah lelaki hidung belang atau pedofil yang mengencani perempuan dan anak yang dipaksa menjadi pelacur, atau penerima donor organ yang berasal dari korban perdagangan orang. Pelaku perdagangan orang (trafficker) tidak saja melibatkan organisasi kejahatan lintas batas tetapi juga melibatkan lembaga, perseorangan dan bahkan tokoh masyarakat yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan orang 32 Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen/calo-calonya di daerah adalah trafficker manakala mereka memfasilitasi pemalsuan KTP dan paspor serta secara ilegal menyekap calon pekerja migran di penampungan, dan menempatkan
32 http://www.menkokesra.go.id/pdf/deputi3/human_trafficking_ind.pdf, diakses tanggal 12 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
mereka dalam pekerjaan yang berbeda atau secara paksa memasukkannya ke industri seks. Agen atau calo-calo bisa orang luar tetapi bisa juga seorang tetangga, teman, atau bahkan kepala desa, yang dianggap trafficker manakala dalam perekrutan mereka menggunakan kebohongan, penipuan, atau pemalsuan dokumen. Aparat pemerintah adalah trafficker manakala terlibat dalam pemalsuan dokumen, membiarkan terjadinya pelanggaran dan memfasilitasi penyeberangan melintasi perbatasan secara ilegal. Majikan adalah trafficker manakala menempatkan pekerjanya dalam kondisi eksploitatif seperti: tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja, atau menjerat pekerja dalam lilitan utang. Pemilik atau pengelola rumah bordil, berdasar Pasal 289, 296, dan 506 KUHP, dapat dianggap melanggar hukum terlebih jika mereka memaksa perempuan bekerja di luar kemauannya, menjeratnya dalam libatan utang, menyekap dan membatasi kebebasannya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan mempekerjakan anak (di bawah 18 tahun). Calo pernikahan adalah trafficker manakala pernikahan yang diaturnya telah mengakibatkan pihak isteri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif walaupun mungkin calo yang bersangkutan tidak menyadari sifat eksploitatif pernikahan yang akan dilangsungkan. Orang tua dan sanak saudara adalah trafficker manakala mereka secara sadar menjual anak atau saudaranya baik langsung atau melalui calo kepada majikan di sektor industri seks atau lainnya. Atau jika mereka menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang akan diterima oleh anak mereka nantinya. Demikian pula Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
jika orang tua menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utangnya dan menjerat anaknya dalam lipatan utang. Suami adalah trafficker manakala ia menikahi perempuan tetapi kemudian mengirim isterinya ke tempat lain untuk mengeksploitirnya demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam status budak, atau memaksanya melakukan prostitusi.
Pelaku yang Canggih dan Terorganisasi Pelaku dalam kejahatan perdagangan manusia telah dibahas dalam berbagai penelitian. Dari banyak penelitian yang pernah dilakukan maka sebagian besar mensinyalir bahwa para pelaku tersebut merupakan sindikat perdagangan manusia yang wilayahnya mencakup berbagai belahan dunia dan bersifat Internasional. Mengacu pada kejahatan-kejahatan Human Trafficking yang sudah banyak terjadi, maka didalamnya dapat disimpulkan ada tiga pihak yang berperan yaitu korban, pihak yang mengambil keuntungan dari perdagangan manusia (the person who achieve the concent of person having control overanother person) serta orang yang dibayar atau memperoleh keuntungan (person who has been giving or recieving of payment or benefits) dari perdagangan manusia itu. Sepintas keterangan-keterangan dari para pelaku yang diperoleh dari berabgai kasus kejahatan trafficking yang pernah terjadi di dapat 33 3. WNA : 1. Orang tua atau Kerabat 2. Makelar
33 http://www.google.com/search?q=cache:wOECvohZ5IgJ:www.traffickinginpersons.com/+T rafficking+in+persons&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 17 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
4. Sindikat yang terorganisir 5. Perusahaan angkutan laut 6. Aparat kepolisian 7. Agen tenaga kerja 8. Penduduk Setempat 9. Bidan 10. Pemilik perumahan Real Estate 11. Pemilik tempat penampungan agen tenaga kerja 12. Keterlibatan tokoh masyarakat/instansi pemerintah Mengacu pada terminologi yang ada dalam hukum pidana, para pihak tersebut di atas dapat digolongkan dalam bentuk penyertaan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal 55 melingkupi pelaku, pembujuk atau orang yang menyuruh dengan tekanan atau paksaan. Kriteria ini bila mengacu pada syarat di atas dapat digolongkan dalam pihak yang mengambil keuntungan dari perdagangan manusia (the person who achieve the concent of person having control over another person) serta orang yang dibayar atau memperoleh keuntungan (person who has been giving or recieving of payment or benefits . Dalam kasus , peran ini dilakukan oleh Orangtua, Makelar, Sindikat dan Bidan. Khusus bagi pelaku orangtua, studi kecil yang dilakukan di sebuah desa di J awa Barat menunjukan bahwa orangtua yang terlibat dalam memperdagangkan anak mereka sendiri biasanya mendapat dukungan dari mekanisme pasar yang melibatkan peran para tokoh masyarakat baik formal maupun informal. 2. Lokasi Tujuan Trafficking Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun: orang-orang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam kondisi rentan, seperti misalnya: laki-laki, perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas; yang terlibat masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius; anggota keluarga yang menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua, suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia; anak-anak putus sekolah; korban kekerasan fisik, psikis, seksual; para pencari kerja (termasuk buruh migran); perempuan dan anak jalanan; korban penculikan; janda cerai akibat pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungannya untuk bekerja; bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih. Agen dan calo perdagangan orang mendekati korbannya di rumah-rumah pedesaan, di keramaian pesta-pesta pantai, mall, kafe atau di restauran. Para agen atau calo ini bekerja dalam kelompok dan seringkali menyaru sebagai remaja yang sedang bersenang-senang atau sebagai agen pencari tenaga kerja. Korban yang direkrut di bawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan sendiri-sendiri atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal atau mobil tergantung pada tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dan menanggung biaya perjalanan. Untuk ke luar negeri, mereka dilengkapi dengan visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk dalam penanganan masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang, mereka ditakut-takuti atau diancam. Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa minggu menunggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menandatangani kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. J ika menolak, korban diminta membayar kembali biaya perjalanan dan tebusan dari agen atau calo yang membawanya. Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban. Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam perdagangan orang. Berdasarkan berbagai studi, ditengarai bahwa ada beberapa propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daerah sumber namun ada beberapa kabupaten/kota di propinsi itu yang juga diketahui sebagai daerah penerima atau yang berfungsi sebagai daerah transit 34
34 Rachmad Syafaat, dkk. Dagang Manusia, Lappera, Yogyakarta, 2003, hal 72 ; Berdasarkan kasus-kasus yang ditemui, tujuan perdagangan manusia di Indonesia adalah daerah-daerah didalam dan luar negeri. Meski secara umum daerah primadona tujuan perdagangan untuk dalam negeri meliputi kota-kota besar dan kota-kota atau pulau tujuan wisata. Sementara di luar negeri kasus yang menonjol didapati di Malaysia dan Timur Tengah. Meski demikian kasus-kasus di beberapa negara lain seperti Hongkong dan Jepang juga ditemui.
Tujuan lokal meliputi : Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Riau, Batam, Belawan, Tanjung Balaikarimun, Dumai, Palembang, Solo,Bandar Baru, Sibolangit, Deli Serdang, Tanjung Baru, Surabaya, Jogjakarta, Denpasar Tujuan Luar Negeri meliputi : Malaysia (Kuala Lumpur dan Serawak), Perbatasan Brunai Darussalam, Hongkong,Taiwan, Jepang dan Australia
Pekerja Domestik dan Pekerja Seksual Dari kasus-kasus yang diperoleh, perdagangan manusia sebagian besar bertujuan menjadikan korbannya sebagai pekerja domestik (pembantu rumah tangga) dan pekerja seksual. Sejak sekitar tahun 1980-an banyak tenaga kerja yang pergi ke luar negeri ataupun ke kota-kota besar untuk menjadi pembantu rumah tangga, untuk mencari kehidupan yang lebih baik. 35 Banyak dari mereka (pekerja-pekerja tersebut) tergiur dengan cerita sukses (bagi yang belum mempunyai pengalaman) rekan-rekan mereka yang telah bekerja di luar negeri. Besarnya uang yang dibayangkan akan diperoleh sehingga mampu membantu keluarga di desa membuat mereka rela meninggalkan kampungnya. Bahkan ada para ibu rela meninggalkan anak dan suaminya di kampung. Salah satu kisah sedih yang dialami seorang TKW yaitu ketika pulang ke Indonesia menjumpai suaminya telah menikah dengan wanita lain dengan menggunakan uang yang selama ini dikirimnya dari Singapura bahkan sampai membangun rumah, sedangkan anak mereka ditelantarkan di rumah neneknya. Para perempuan yang akhirnya menjadi
35 HAM dalam Praktek: Panduan melawan perdagangan anak, Bangkok: GAATW, 1999 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
pekerja domestik pada awalnya diiming-imingi janji, selanjutnya dipekerjakan sebagai pembantu adalah fenomena yang berlangsung sejak lama. Dalam kasus pengiriman tenaga kerja wanita asal Indonesia, banyak terjadi penipuan dimana awalnya mereka ditawari pekerjaan sebagai buruh pabrik, pelayan restoran dan sebagainya, namun kenyataannya mereka kemudian dijadikan pembantu rumah tangga atau pekerja seksual. Menurut wakil bupati Nunukan Kasmir Foret, hal itu terjadi karena umumnya TKI Indonesia berpendidikan rendah dan tidak memiliki ketrampilan khusus sehingga pekerjaan yang dilakukan biasanya menjadi buruh di perkebunan dan pembantu rumah tangga. 36 Dalam kenyataannya banyak TKW asal Indonesia ditipu dan akhirnya dipaksa menjadi pelacur di Tawau, Malaysia Timur.
37 Sebuah penelitian di Sumatera Utara menemukan kasus anak-anak yang mejadi pengungsi dari Aceh yang ada di Medan. Banyak calo yang mencari anak di lokasi pengungsi dengan kedok akan mengadopsi anak padahal mereka menjualnya ke keluarga yang membutuhkan pembantu rumah tangga. Lokasi pengungsian yang kondisinya sangat memprihatinkan dan tidak seriusnya penanganan pihak aparat menyebabkan para orangtua rela menyerahkan anaknya pada orang lain yang tidak dikenal untuk diadopsi. 38
36 Media Indonesia, Banyak TKW dari Indonesia dipaksa Jadi WTS di Tawao, 23 oktober 2002 37 Ibid 38 Komnas Perempuan, Peta kekerasan perempuan di Indonesia, hal 142 Penjualan perempuan- perempuan muda untuk tujuan eksploitasi seksual menjadi tujuan utama dalam hal perdagangan manusia yang korbannya adalah remaja. Gadis-gadis muda antara 13 hingga 18 tahun menjadi sasaran para pelaku penjualan perempuan ini. Modus Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
operandi yang digunakan untuk menjerat korban bermacam-macam. Mulai dari penjualan yang dilakukan oleh orangtua atau saudaranya karena alasan ekonomis sebagaimana beberapa kasus yang terjadi di Jawa Timur, penculikan, atau janji-janji yang dilakukan oleh para calo. Para calo ini diantaranya adalah ibu-ibu muda yang banyak beroperasi di pusat-pusat perdagangan, tempat para remaja ini biasa menghabiskan waktunya. Banyak cerita tragis tentang nasib mereka yang sudah menjadi korban. Anak- anak perempuan yang dieksploitasi, ternyata ada sebagian dari mereka yang kemudian menikmati profesi ini. Hal ini terjadi dalam kasus perdagangan domestik. Namun berbeda dalam hal korban perdagangan manusia di luar Indonesia. Ada yang dijerat hutang yang tak terselesaikan, disekap di hotel-hotel di Tawau dan Serawak dimana mereka harus melayani puluhan pelanggan setiap malamnya. Untuk melarikan diri adalah suatu pekerjaan dengan resiko berat karena disinyalir adanya kerjasama antara pelaku dan aparat. Dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus perdagangan remaja ini terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh aparat. Faktor usia menjadi faktor penentu. Aturan hukum hanya membatasi batasan usia anak sampai dengan 18 tahun padahal kasus-kasus penjualan remaja yang banyak terjadi justru berkisar antara usia antara 18-20 tahun yang menurut hukum pidana Indonesia merupakan usia dewasa. Menurut hukum pidana Indonesia Hal tersebut menyebabkan kurangnya upaya penanggulangan perdagangan remaja dan lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku disebabkan oleh kurangnya pengetahuan hukum masyarakat dan penegak hukum tentang berbagai peraturan yang mengatur perdagangan perempuan. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Meskipun belum terdapat suatu definisi pasti mengenai perdagangan manusia dan rumusan resmi berkaitan dengan hal tersebut, bukanlah suatu alasan bagi para aparat penegak hukum untuk membiarkan kasus perdagangan perempuan, karena perbuatan itu merupakan suatu tindak pidana. Sebagai contoh rumusan dalam Pasal 297 KUHP mengatur bahwa tindakan memperdagangkan perempuan dan anak laki- laki diancam dengan pidana selamanya 6 tahun, yang dapat menjadi suatu sarana guna menjerat perbuatan tersebut diatas 39 Kasus yang ditemui dan dianggap amat berpotensi sebagai peluang bagi terjadinya korban perdagangan manusia adalah anak-anak yang berstatus yatim piatu .
Adopsi Ilegal, Pekerja Anak dan Penjualan Organ Tubuh Perdagangan anak merupakan salah satu isu yang marak dibicarakan dalam hal yang berkaitan dengan perdagangan manusia di Indonesia. Dengan tujuan yang beraneka ragam mulai dari perdagangan bayi dengan tujuan adopsi, diambil organ tubuhnya, dijadikan budak dan lain sebagainya. Anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki berpotensi menjadi korban perdagangan manusia. Anak-anak tersebut berusia 3 hingga 20 tahun dan dipekerjakan di ladang-ladang perkebunan sebagai buruh tanpa upah, pembantu rumah tangga dan pekerjaan-pekerjaan lain. Anak-anak ini menjadi primadona karena mereka lebih mudah diatur daripada orang dewasa dan biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih sedikit (misalnya makanan yang tidak sebanyak konsumsi orang dewasa).
39 Hasil Wawancara/Penelitian di Poltabes MS dengan Panit Lindung, Sah Udur S, tanggal 24 maret 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
yang berada di daerah pengungsian/daerah konflik. Salah satunya adalah anak-anak yatim piatu yang berada di pengungsian di Poso. Ketiadaan orangtua, bantuan bagi pengungsi yang makin-hari makin berkurang dan status yang tidak jelas menjadi peluang bagi para calo-calo untuk memperdagangkan mereka pada orang-orang yang berminat. Mulai dari tujuan mulia misalnya diadopsi hingga untuk dijadikan budak di perkebunan-perkebunan. 40 3. Faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan Perdagangan Orang (Human Trafficking)
Terhadap kasus perdagangan bayi dan anak-anak, terdapat juga pola lain yaitu dengan alasan adopsi. Agaknya model modus operandi yang satu ini harus dipertanyakan apakah pola adopsi yangdimaksud sudah sesuai dengan hukum perdata dimana harus diputus dengan suatu putusan pengadilan. Peneliti melihat bahwa yang dimaksud adopsi dari kasus-kasus yang ada adalah model pengangkatan anak yang tidak melalui jalur hukum. Hal ini tentunya tidak memberikan jaminan bagi anak apakah ia akan diasuh sebagaimana layaknya anak adopsi yang seharusnya atau tidak. Untuk kasus penjualan organ tubuh, peneliti belum berhasil menemukan berita yang mengungkap masalah ini. Menurut peneliti, kasus semacam ini memang sulit untuk diketahui karena berkaitan dengan rumah sakit dan dokter yang mempunyai wilayah yang sangat tertutup dan dilindungi dengan berbagai aturan dan kode etik yang sulit difahami oleh masyarakat awam.
40 Maraknya Perdagangan orang sebagai budak, Republika 07 Agustus 2000 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Dalam Keputusan Persiden Republik Indonesia nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana aksi nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, menyebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya perdagangan orang atau kejahatan trafficking, yaitu: 1. Kemiskinan Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus bertambah dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002. 2. Ketenagakerjaan Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak bekerja cenderung pula terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun 1999 menjadi 17,6% pada tahun 2000 3. Pendidikan Survei sosial ekonomi nasional tahun 2000melaporkan bahwa 34 % penduduk indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat Sddan hanya 15% yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14 anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. 4. Migrasi Menurut konsorsium peduli buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) sepanjang tahun 2001cpenempatan buruh migran keluar negeri mencapai sekurang-kurangnya 74.616 orang telah menjadi korban trafficking. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
5. Kondisi Keluarga, Pendiidkan rendah, keterbatasan kesempatan, ketidaktahuan akan hak, keterbatasan informasi, kemiskinan dan gaya hidup konsumtif merupakan faktor yang melemahkan ketahanan keluarga.
6. Sosial Budaya Anak sekolah merupakan hak milik yang dapat diperlakukan sehendak orang tuanya, ketidak-adilan jender, atau posisi perempuan yang dianggap lebih rendah masih tumbuh di tengah-tengah kehidupan masyarakat desa. 7. Media massa Media masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking, dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dari kejahatan susila lainnya. Banyak faktor yang mendorong orang terlibat dalam perdagangan manusia, yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu supply (penawaran) dan demand (permintaan) Dari sisi Supply (Penawaran) antara lain 41 a. Trafficking merupakan bisnis yang menguntungkan. Dari indusitri seks saja diprkirakan US 1,2 3,3 milyar per tahun untuk indonesia. Hal ini menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai fokus utama kegiatannya. :
41 http://www.google.com/search?q=cache:AM34cQKitX4J:www.menkokesra.go.id/pdf/deputi 3/human_trafficking_ind.pdf+Dr.+Alwi+Shihab+terhadap+trafficking&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id halaman 34, diakses tanggal 18 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah sehingga kesempatan untuk memiliki ketrampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian anak dan ibu sebagai tenaga kerja wanita, yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban. c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi. d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja, sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. Akibat konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan cara mudah. e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan di usi muda yang rentan perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersal. Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anakanak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya. f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut, mudah diatur, dan mudah ditakut-takuti elah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak (pekerja jermal di Sumatera Utara, buruh-buruh Pabrik/Industri di kota-kota Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
besar, di perkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan, dan perusahaan penangkap ikan). Sering kali anak-anak bekerja dalam situasi yang rawan kecelakaan dan berbahaya. g. Perubahan struktur sosial yang diiringi oleh cepatnya industrialisasi/komersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Dalam yang tertutup dari luar, anak-anak itu rawan terhadap penganiayaan fisik maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa istirahat, mereka diperlakukan kasar jika mengeluh. h. Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan perempuan dan anak-anak untuk bisnin tersebut. Ketakutan para pelanggan terinfeksi virus HIV/AIDS menyebabkan banyak perawan muda direkrut untuk tujuan itu. Pulau Batam telah menarik orang asing, tidak saja untuk membuka usaha, tetapi juga untuk pelayan seksual yang mudah didapat dan murah. Gadis-gadis belia dari jawa dan sumatera dengan gencar direkrut untuk memenuhi kebutuhan para pengusaha yang kebanyakan berasal dari Korea dan Singapura. Bali sebagai daerah wisata, banyak merekrut gadis-gadis lokal dan juga dari tempat-tempat lain di indoensia untuk eksploitasi secara seksual, biasanya oleh turis-turis asing. Indonesia dan Taiwan adalah tujuan kedua wisatawan seks dari Australia. Dengan maraknya AIDS, anak-anak menjadi laku, harga anak perawan sangat maha, dan dengan adanya resesi, membuat anak perawan keluarga miskin menjadi sangat potensial untuk dijual. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
B. Modus Operandi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) Dari hasil pengamatan Komnas Anak di beberapa kota, aktor-aktor pada umumnya yang terlibat dalam perdagangan anak adalah orang tua, kakak, adik, tetangga, sahabat, calo tenaga kerja, sindikat terorganisir di dalam negeri, aparat negara tingkat lokal maupun nasional, agen penyalur tenaga kerja dalam dan luar negeri, serta kalangan bisnis hiburan. Keterlibatan aparat pada umumnya antara lain berkaitan dengan pembuatan akte lahir atau identitas asli tapi palsu bagi si korban. 42 Di samping itu, anak-anak yang direkrut pada umumnya berpendidikan rendah, tidak berpengalaman, masih polos, tetapi cantik, setidak-tidaknya berkulit bersih. Sedangkan modus operandi rekrutmen yang digunakan para agen atau calo biasanya menggunakan berbagai bentuk rayuan, menjanjikan berbagai
Latar belakang korban pada umumnya anak-anak yang berasal dari keluarga miskin di pedesaan atau di kawasan kumuh perkotaan, anak-anak putus sekolah, korban kekerasan rumah tangga baik fisik, psikis dan seksual termasuk perkosaan, para pencari kerja, anak jalanan perempuan, korban penculikan, janda cerai akibat kawin muda, dan dorongan kuat untuk bekerja dari orang tua atau lingkungannya.
42 www.humanrights.go.id/index_HAM.asp%3Fmenu%3Dnews%26id%3D3404+Perdagangan +Orang+menurut+Komnas+HAM&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, di akses t anggal 1 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
kesenangan dan kemewahan, menipu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, menyekap atau memperkosa, menawarkan pekerjaan dan mengadopsi. Para agen atau calo ini pada umumnya bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 3-4 orang dan menyatu sebagai remaja yang sedang bersenang-senang. 43 Modus perdagangan orang (Human Trafficking) yang dikatakan canggih dan yang sering muncul adalah eksploitasi seksual (prostitusi), eksploitasi tenaga (gaji rendah) dan adopsi illegal (penjualan bayi). Modus operandinya
Anak-anak yang direkrut kemudian dibawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan dalam bentuk rombongan, dengan menggunakan pesawat terbang atau kendaraan lain, tergantung tujuannya. Biasanya, agen atau calo menyertai mereka dalam perjalanan dan menanggung biaya perjalanan sepenuhnya. Untuk keluar negeri, mereka pada umumnya dilengkapi dengan visa turis tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang, mereka seringkali ditakut- takuti atau diancam. Di tempat tujuan, anak-anak sebelum dipekerjakan ditempatkan di rumah penampungan lebih dulu untuk beberapa minggu. Mula-mula anak-anak dipekerjakan di bar, restauran, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain. Setelah beberapa hari, barulah mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi.
43 http://www.iworkd.org/index.php?action=news.detail&id_news=73&judul=Bisnis%20hara m%20perdagangan%20manusia, diakses tanggal 3 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
yang semakin canggih, akan dengan mudah dapat memperangkap calon korban khususnya segmen penduduk muda yang biasanya mudah tergiur oleh bujuk rayu dan janji manis, iming-iming bekerja ditempat yang baik dengan gaji menggiurkan dan sebagainya. Dalam keadaan yang seperti ini perempuanlah yang sangat sering terjerat oleh para sindikat perdagangan orang (Human Trafficking). Usia rata-rata mereka berada di bawah 20 tahun dan mereka dipaksa melayani lelaki hidung belang agar mendapat segala biaya selama perjalanan ke berbagai lokasi pelacuran di Singapura dan Malaysia. Termasuk biaya germo, living cost, dan segala kebutuhan hidupnya dijamin sindikat trafficking ini. Selain itu, modus trafficking lainnya adalah dengan cara menjual organ tubuh para korban. Para korban dioperasi, selanjutnya ginjal maupun organ tubuh lainnya diambil untuk diperdagangkan kepada jaringan sindikat trafficking. Modus penjualan organ tubuh ini telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Yang menarik dari modus operandi perdagangan manusia adalah bahwa proses pengangkutan terhadap korban tidak selalu dilakukan secara ilegal. Bisa saja proses pengiriman dilakukan secara legal, tetapi tujuannya adalah untuk eksploitasi. Dalam kepustakaan, terdapat perbedaan yang cukup tajam antara trafficking in persons dengan smuggling 44
44
. Smuggling lebih menekankan pada pengiriman secara ilegal orang dari suatu negara ke negara lain, yang menghasilkan keuntungan bagi smuggler. http://www.lfip.org/laws822/docs/Perdagangan%20manusiaSentraHAMfeb28.pdf, diakses tanggal 5 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Dalam pengertian smuggling tidak terkandung adanya eksploitasi terhadap orang. Inti dari pengertian smuggling adalah adanya pengiriman orang secara ilegal dari suatu negara ke negara lain. Trafficking memiliki targe t khusus, yaitu orang yang dikirim merupakan objek ekploitasi. Modus yang dikembangkan sindikat, para calo, dan orang-orang yang terbiasa melakukan tindak kejahatan memperdagangkan orang (perempuan dan anak) cenderung sangat beragam. Pola umum yang berlaku biasanya adalah bujuk rayu dan tipu daya kepada korban dan keluarganya. Ditengah makin langkahnya kesempatan kerja yang tersedia di desa dan tekanan situasi krisis, memang tidak banyak pilihan yang dapat dikembangkan perempuan dan penduduk miskin di Desa. Seorang calo yang sudah berpengalaman niscaya sudah tahu persis bagaimana menghadapi orang-orang yang kehidupan sehari- harinya sengsara seperti mereka. Tawaran gaji besar, godaan gaya hidup kota besar yang serba gemerlap, dan setumpuk iming-iming yang memabukkan, bagi perempuan dan keluarga miskin di pedesaan adalah hal yang terlampau mewah untuk ditingallkan begitu saja. Bisa di bayangkan, hati siapa yang tak tertarik jika seorang calo menawarkan kerja diluar negeri dalam tempo 2-3 tahun sudah akan membuat perempuan miskin bisa membawa pulang uang puluhan dan bahkan seratus juta rupiah lebih. Seorang calo yang sudah terbiasa mencari korban-korban trafficking baru, mereka biasanya bekerja sebagai pengijon atau tengkulak. Adapun cara kerja ( modus Operandi ) yang biasanya di pergunakan pelaku untuk menjerat korbannya yaitu: Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
a. Modus Menawarkan Pekerjaan Dalam menawarkan dan membujuk korban agar tertarik mencari kerja di kota besar atau diluar negeri, salah satu yang manjur adalah menyandera perasaan psikologi korban. Didalam menawarkan pekerjaan kepada si korban, sindikat-sindikat trafficking ini mempunyai maksud yang tersembunyi dan jahat dibelakangnya. Sindikat-sindikat trafficking ini merusak dan menyandera psikologis korban dengan lilitan hutang, bujuk rayu, dan iming-iming gaji besar adalah kombinasi strategi yang biasanya dikembangkan para calo untuk menundukkan hati korban agar menerima tawaran pekerjaan yang diberikan. Seorang perempuan yang berasal dari keluarga miskin dan kemudian terjerat utang yang menumpuk, tentu tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali nekat mencari kerja dan menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh sindikat trafficking yang dirasa bakal menguntungkan. Pada akhirnya melalui cara atau modus menawarkan pekerjaan ini, para calo berhasil menipu banyak perempuan yang tergiur dengan berbagai pekerjaan dengan janji gaji dan pembayaran yang sangat memuaskan. 45
45
Yang kemudian pada akhirnya perempuan-perempuan ini bukan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapannya, melainkan mereka dijadikan sebagai bahan eksploitasi seksual diberbagai tempat http://www.google.com/search?q=cache:b4XCl9hHS7UJ:groups.yahoo.com/group/beritalin gkungan/message/6799+Modus+menawarkan+pekerjaan+dalam+perdagangan+orang&hl=id&ct=cln k&cd=7&gl=id, diakses tanggal 18 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
pelacuran atau lokalisasi, dan sangat sulit sekali bagi mereka untuk dapat lari, keluar atauapun kembali lagi ke daerah asalnya, karena kuatnya jaringan dan rantai serta rencana dari sindikat-sindikat perdagangan orang tersbut. b. Modus Penipuan dan Penculikan Modus lain yang biasa dikembangkan pihak sindikat untuk mencari korban trafficking baru adalah melalui pendekatan khusus yang lebih cenderung kepada penipuan dan penculikan. Pada dasarnya dalam menerapkan modus ini, para sindikat trafficking ini menggunakan tipudaya atau penipuan melalui kata-kata ataupun tindakan kepada korbannya yang kemudian nantinya dibawa pergi atau diculik. Dan dalam hal ini yang biasanya menjadi korban adalah kebanyakan perempuan yang menjadi korban penipuan dari sindikat-sindikat yang bersembunyi atau menyamar sebagai seorang laki-laki yang baik dan memacari perempuan tersebut dengan kata-kata manis, dan sebagian besar korban dari modus ini dalam hal penculikan adalah anak-anak, baik anak-anak yang diculik langsung dari rumah, sekolah, jalan-jalan ataupun anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan dirumahnya, entah korban child abuse, niscaya akan sangat mudah terperdaya oleh rayuan para calo. Dalam hal modus penipuan terhadap perempuan yang melalui pendekatan khusus dengan mengandalkan seorang laki-laki, biasanya sangat diandalkan peran laki-laki muda yang cukup gagah dan berlente. Mula-mula korban akan didekati dan diajak berpacaran. Modus ini dari segi waktu memang lebih membutuhkan ketelatenan tersendiri. Pada satu titik dimana pelaku sudah mulai dipercaya oleh keluarga Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
korban, maka biasanya baru pada saat itu serangan mulai dilancarkan. J ika korban termasuk mudah diperdaya, maka dengan cepat korban akan nurut- nurut saja ketika diajak pelaku pergi ke luar desa untuk mencari pekerjaan di kota besar. Sementara itu, untuk korban yang agak sulit dirayu, modus yang dikembangkan pelaku biasanya dengan cara memacari korban dan merayu korban hingga mau melakukan hubungan intim semacam tindakan dating rape. Perempuan atau anak perempuan yang sudah kehilangan kegadisannya, karena direngut pelaku biasanya pilihannya tidak lagi banyak. 46
46
Kejadian semacam ini biasanya banyak dialami korban trafficking yang dipekerjakan di tempat-tempat hiburan dan lokalisasi. Anak perempuan yang sudah tidak lagi perawan, maka perasaan dan ketergantungan kepada pelaku akan sangat besar, sehingga apapun akan mereka lakukan agar si pelaku tidak meninggalkan dirinya. Perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban rayuan gombal pelaku trafficking seperti ini biasanya baru menyadari kekeliruannya ketika sudah berhasil dibawa keluar desa oleh sang pacar yang penipu itu, karena begitu tiba di kota biasanya mereka akan di jual ke mucikari atau pengelola tempat hiburan lainnya. Di kota besar yang jauh dari desa, sang pacar yang semula penuh dengan rayuan, jangan kaget kalau tiba- tiba berubah kasar, dan keluar sifat aslinya karena apa yang ia lakukan selama ini memang hanya kamuflase untuk menipu korban agar dapat diajak keluar desa dan kemudian diperdagangkan. www.komnaspa.or.id/pdf/BEBERAPA%2520ISU%2520HUKUM%2520%2520KEJAHAT AN%2520PERDAGANGAN%2520ORANG.pdf+Modus+Penipuan+dan+penculikan+dalam+perdag angan+orang&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 20 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
c. Modus Adopsi Dalam modus ini , para sindikat-sindikat perdagangana orang (perempuan dan anak) ini biasanya berperan kepada dua profesi yaitu Babysitter atau penjaga dan perawat anak dan yang kedua adalah menjadi Orang tua asuh. Sebagai babysitter atau penjaga dan perawat anak, para sindikat trafficking atau calo-calo ini melihat keadaan atau situasi dari suatu kelurga yang bisa mereka masuki untuk mengurus anak anak ketika kedua orang tua si anak sibuk mengurus pekerjaan atau kegiatan diluar. Dalam hal sebagai babysitter, si calo untuk beberapa hari bekerja layaknya sebagai seorang perawat anak, tetapi pada akhirnya si calo akan mencuri dan melarikan si anak untuk kemudian di jual atau didagangkan. Dalam situasi lain para calo-calo ini juga dapat berperan sebagai Orang Tua Asuh untuk mengelabui rumah-rumah yayasan atau yatim piatu. Para calo ini menyamar sebagai sepasang suami-isteri yang hendak mengadopsi anak dari suatu rumah yayasan atau yatim piatu, yang kemudian anak-anak yang mereka adopsi itu nantinya dilarikan dan kemudian dijual atau didagangkan kepada orang-orang yang ingin membelinya atau bahkan dikirim keluar negeri untuk diperkerjakan disana.
C. Dampak dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) 1. Dampak Fisik Dampak fisik dari perdagangan orang (Human Trafficking) ini berdampak kepada tubuh atau jasmani si korban yang bisa dikatakan telah Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
rusak karena mendapat penganiayaan atau tindakan-tindakan penyiksaan ataupun perilaku-perilaku lain yang tidak sewajarnya seperti eksploitasi seksual, pelacuran atau pemerkosaan, pencabulan, dan lain-lain. Dengan kata lain dampak dari perdagangan orang (anak dan perempuan) ini sangat merugikan bagi si anak dan perempuan yang menjadi korban. 47 2. Dampak Non-Fisik Apabila dengan adanya pandangan masyarakat yang menganggap pentingnya keperawanan. dengan demikian si anak akan mengalami tekanan secara psikis yang akan menghambat perkembangan dirinya. oleh karena itu perdagangan perempuan harus diwaspadai dan pelakunya harus dihukum. selain itu pandangan masyarakat yang mengobjekkan perempuan (yang berasal dari budaya Patriarki) juga harus pelan - pelan diberantas. J ika tidak perdagangan anak perempuan akan terus ada. Dampak non-fisik dari perdagangan orang (perempuan dan anak) ini berdampak kepada mereka yang melakukan perdagangan anak perempuan, dimana bagi mereka akan dikenakan tuntutan hukum sesuai dengan pasal 296 atau 297 kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun. atau menurut pasal 298 KUHP jika sipelaku terbukti melakukan perbuatan tersebut padahal ia bekerja, ia juga dapat dipecat dari pekerjaannya. selainnya menurut pasal 35 KUHP pelaku juga bisa kehilangan hak milik dan dipilih dalam pemilu, hak mencari
47 indonesiaacts.com/002/%3Fp%3D5+dampak+fisik+dari+perdagangan+orang&hl=id&ct=cln k&cd=1&gl=id, diakses tanggal 07 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
pencaharian, hak dalam perwalian dan sebagainya, dan yang pada akhirnya akan berakhir di dalam buih (penjara), sedangkan bagi si korban sendiri secara Non-fisik dalam pikirannya dan perasaanya si korban merasa dirinya tidak berguna lagi karena merasa dirinya telah rusak dalam arti si korban terganggu secara psikisnya dan perasaanya atau psikologinya (kejiwaannya) 48
akibat tindakan-tindakan yang diterimanya selama menjadi korban trafficking.
48 www.icrponline.org/wmprint.php%3FArtID%3D237+dampak+nonfisik+dari+perdagangan+ orang&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses tanggal 17 mei 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
BAB III PERATURAN-PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) A. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) dalam Instrumen Internasional Instrumen Internasional Terdapat berbagai instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah human trafficking. Instrumen-instrumen tersebut adalah 49
49 WpjSIMNmRjkJ:thinkprogress.org/2006/02/22/legally requiredinvestigation/+Intternational +regulation+of+human+trafficking&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id, diakses tanggal 17 mei 2008 hal 1 : Universal Declaration of Human Rights; International Covenant on Civil and Political Rights; International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights; Convention on the Rights of the Child and its relevant Optional Protocol; Convention Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forums of Child Labor (ILO No. 182) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women; United Nations Protocol to Suppress, Prevent and Punish Trafficking in Persons especially Women and Children supplementing the Convention against Transnational Organized Crime; Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
SAARC Convention on Combating Trafficking in Women and Children for Prostitution. Dalam Article 4 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) disebutkan bahwa no shall be held in slavery or servitude: slave trade shall be prohibited in all their forms. Ketentuan dalam Article 4 secara jelas melarang perbudakan dan perdagangan budak. Larangan perbudakan juga terdapat dalam The International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Dengan kalimat yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Article 4 (UDHR), Article 8 (ICCPR) secara jelas menyatakan bahwa no one shall be held in Slavery: Slavery and the slave-trade in all their forms shall be prohibited 50
50 Ibid, hal 9 . Dengan demikian jelas bahwa perbudakan merupakan suatu larangan. Dalam UDHR dan ICCPR, tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan slavery. Pengertian slavery, menurut Convention of Slavery (1926) adalah the status or condition of a person over whom any or all of the powers attaching to the rights of ownership are exercised. Dalam pengertian ini termasuk pula membeli, menjual, dan mengadakan transportasi terhadap orang (-orang) dengan maksud untuk melakukan eksploitasi, guna memperoleh keuntungan. Hukum Humaniter Internasional, menentang dan melarang segala bentukslavery. Bahkan, masalah yang berkaitan dengan slavery dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional, selain kejahatan perang (war crime) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Oleh karena itulah, masalah ini menjadi masalah yang penting bagi setiap negara untuk melakukan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
pelarangan dalam hukum nasionalnya, sekalipun dalam keadaan perang ataupun keadaan darurat. Perkembangan secara internasional, telah membawa masalah slavery ini ke dalam permasalahan international. Slavery telah berkembang sebagai jus cogens. 51 Demikian pula dalam International Criminal Court (ICC) Statute, enslavenent dan sexual slavery dikatakan sebagai kejahatan. Menurut ICC, enslavement diartikan sebagai the exercise of any or all of the powers attaching to the right of ownership over a person. International Criminal Tribunal for The Former Yugoslavia (ICTY) telah memutuskan bahwa enslavement termasuk dalam pengertian crimes against humanity. 52 Termasuk dalam hal ini adalah the exercise of such power in the course of Trafficking in persons, in particular women and children.
53 Dalam kaitannya dengan sexual slavery, ICC memberikan batasan sebagai berikut
54 1. The perpretator exercised any or all of the powers attaching to the right of ownership over one or more persons, such as by purchasing, selling, landing, or bartering such a person or persons or by imposing on them a similar deprivation of liberty (Para pelaku melakukan beberapa usaha dengan mencabut :
51 Jus cogens diartikan sebagai: a norm accepted and recognized by the international community as a whole as a norm from which no derogation is permitted and which can be modified only by a subsequent norm of general international law having the same character. Article 53 Vienna Convention. 52 Article 7 (2) International Criminal Court. 53 Consideration Of The Issue of Persons, Background Paper, 11 12 November 2002, New Delhi, India. 54 Ibid, hal 16 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
hak dari seseorang seperti pembelian, penjualan, perdagangan atau penukaran dari seorang dengan orang yang lain atau dengan memperdayakan mereka dengan mencabut kebebasan yang mereka miliki). 2. The perpretator caused such person or persons to engage in one or more acts of sexual nature (Para pelaku menyebabkan beberapa orang (yang menjadi korban perdagangan orang tersebut) dipesan sebagai pelaku dari pekerja seksual). Selain masalah yang berkaitan dengan perbudakan, terdapat beberapa instrumen internasional yang memberikan perlindungan bagi wanita dan anak-anak. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW), merupakan konvensi yang dimaksudkan untuk melindungi wanita dari segala bentuk kekerasan, yang mungkin dapat terjadi karena dia adalah seorang wanita. Dalam Article 6, secara jelas menyatakan bahwa States Parties shall take all appropriate measures, including legislation, to suppress all forms of traffic in women and exploitation of prostitution of women. Ketentuan dalam Article 6 ini merupakan himbauan agar negara-negara lebih memperhatikan masalah yang berkaitan dengan human trafficking, khususnya yang berkaitan dengan wanita. Masalah traffic in woman dan prostitution of woman sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan sangat berbahaya bagi individu yang bersangkutan serta keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itulah, negara peserta harus memberikan sanksi pidana kepada setiap orang yang 55
55 Pasal 6 atau Article 6 CEDAW : (1) mencari, memindahkan, ataupun mengajak orang lain, dengan tujuan untuk aktivitas prostitusi, meskipun orang yang bersangkutan menyetujui; Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
(2) mengeksploitasi orang lain sebagai prostitusi, meskipun orang tersebut menyetujui. Konvensi ILO nomor. 29 Tahun 1930 mencantumkan pengertian force or compulsory labour sebagai all work or service which is exacted from any person under the manace of any penalty, and for which the said person has not offered himself voluntarily. Lebih dari 25 tahun kemudian, ILO menyetujui instrumen tambahan, yang kemudian disebut sebagai Abolition of Forced Labour Convention No.105 (1957). Dalam konvensi tersebut, yang dimaksud dengan suppression of forced labour adalah political coercion, labour discipline, or rasial, national or religious discrimination; as a method of mobilizing and using labour for purposes of economic development; an as punishment for having participated in strikes. 56 Permasalahan yang berkaitan dengan anak, tidak lepas dari perhatian masyarakat internasional. Isue-isue yang berkaitan dengan tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan masalah-masalah yang perlu mendapatkan perhatian. Pendek kata, segala bentuk eksploitasi anak haruslah mendapatkan perhatian dari semua negara. (Penindasan dari pekerja paksa adalah kekerasan politik, disiplin pekerja, atau rasis, perbedaan kewarganegaraan atau agama; termasuk didalamnya mobilisasi dan penggunaan pekerja untuk tujuan mengembangkan perekonomian; dan penghukuman bagi mereka yang berpartisipasi atau ikut dalam pemogokan atau melanggar peraturan).
56 Force Labour, Child Labour and Human Trafficking In Europe: An ILO Perspective, Technical Paper for the EU/IOM STOP European Conference on Preventing and Combating Trafficking In Human Beings, 18-20 September 2002, Brussels, Belgium
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Convention on the Rights of the Child (CRC), merupakan salah satu konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Dalam Article 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan child, adalahevery human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier. Berdasarkan ketentuan ini, selanjutnya ditentukan adanya keharusan bagi negara untuk memperhatikan segala bentuk kekerasan terhadap anak. Melihat ketentuan yang terdapat dalam CRC nampak bahwa CRC belum mengatur secara lengkap hal-hal yang berkaitan dengan anak. Anak, seharusnya dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomis, eksploitasi seksual, maupun dari segala bentuk sexual abuse. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam CRC kemudian dilengkapi dengan Optional Protocol to the Convention on the Rights of The Child. Protocol ini memperluas pengertian yang berkaitan dengan sale of child, child prostitution, dan child pornography. Larangan Trafficking dan eksploitasi anak, mendapat perhatian pula di dalam ILO Convention on the Worst Form of Child Labour. Berkaitan dengan pekerja anak-anak, ILO menyetujui instrumen yang berkaitan dengan Minimum Age Convention No. 138. Seiring dengan perkembangan pekerja anak-anak, kemudian dibentuklah Worst Forms of Child Labour Convention No. 182, tahun 1999. Worst Forms of child Labour diartikan sebagai all forms of slavery or practices similar to slavery, such as the sale and trafficking in children, debt bondage and selfdom and forced or compulsory labour, including forced or compulsory recruitment of children for armed conflict. (Bentuk paling buruk dari Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
pekerja anak diartikan sebagai segala bentuk dari perbudakan atau beberapa praktek yang sama dengan perbudakan seperti penjualan dan perdagangan anak, lilitan hutang dan tekanan terhadap dirinya atau paksaan yang diwajibkan kepada si pekerja, termasuk paksaan yang diwajibkan dalam hal perekrutan anak dalam konflik perang). Hukum internasional, juga memberikan perlindungan kepada individu- individu, sebagai migrant atau pekerja migrant. Instrumen internasional yang berkaitan dengan hal tersebut adalah Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families. Dalam konvensi ini dinyatakan bahwa The right to life of migrant workers and members of their families shall be protected by law. Perlindungan hukum tidak hanya dari negara penerima saja tetapi juga dari negara di mana pekerja tersebut berasal. Perlindungan terhadap migrant workers, merupakan perluasan dari hak-hak asasi manusia yang perlu mendapatkan perlindungan hukum. Yang menjadi masalah adalah illegal migrant worker, sebagaimana dikemukakan oleh Leonard M. Hammer, bahwa the situation of illegal migrant workers is especially problematic, exemplify[ing] the jurisdictional struggle between state sovereignty and its control over immigration versus obligation on the State to uphold the human rights of all individuals found within a States territory. 57
57 Leonard M. Hammer, Migrant Workers in Israel: Towards proposing a Framwork of Enforceable Customary International Human Rights, Netherlands Quaterly of Human Rights, 1999, hal. 5.
(Situasi dari pekerja migrant ilegal pada khususnya merupakan suatu problema, Sebagai contoh adalah dalam hal perjuangan juridiksi antara suatu kedaulatan negara dan hal itu dapat mengendalikan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
imigran pada masa globalisasi disuatu negara untuk lebih menghargai hak-hak hidup dari setiap individu tanpa melihat dari mana asalnya atau wilayahnya). Selain memiliki hak untuk dilindungi secara hukum, migrant worker pun memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan guna mendapatkan perlindungan. Hal-hal apa yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut : 1. No migrant worker or member of his or her family shall be held in slavery or servitude. (Bukan pekerja migran atau anggota keluarganya baik laki-laki maupun wanita akan digunakan sebagai budak atau kerja paksa). 2. No migrant worker or member of his or her family shall be required to perform forced or compulsory labour. (Bukan pekerja migran atau anggota keluarganya baik laki-laki maupun wanita akan dipaksa atau diwajibkan sebagai pekerja). Konvensi tersebut dimaksudkan agar migrant workers terbebas dari segala bentuk perbudakan, serta tekanan-tekanan. Negara harus memberi sanksi kepada setiap orang/kelompok orang yang melakukan kekerasan kepada migrant workers. Menyimak apa yang telah dipaparkan di atas, nyatalah bahwa human trafficking sangat penting untuk diperhatikan dan ditangani bersama. Untuk itu, lembaga-lembaga internasional telah pula mengatur masalah tersebut dalam instrumen internasional. Dalam Article 3 Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons, Especially Women And Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, trafficking diartikan sebagai berikut : Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Trafficking in persons shall mean the recruitment, transportation,transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. (Perdagangan orang berarti perekrutan, pengangkutan, pergantian, pengiriman atau penerimaan orang, baik dengan menggunakan ancaman ataupun paksaan atau bentuk dan cara lain dari kekerasan, abdosi, penipuan atau tipu muslihat, atau dengan kekerasan/kekasaran dari kekuatan pada suatu posisi yang pada akhirnya menimbulkan luka atau dengan memberikan atau menerima pembayaran dan keuntungan untuk mencapai izin sehingga bisa mengendalikan seseorang yang satu dengan yang lainnya, untuk tujuan mengeksploitasi dan pelacuran dan segala bentuk dari eksploitasi seksual, paksaan terhadap pekerja dan pelayanan, perbudakan dan berbagai praktek yang sama dengan perbudakan, kerja paksa ataupun penjualan organ tubuh). Pengertian Trafficking in persons memiliki berbedaan dengan apa yang disebut sebagai smuggling, yang diartikan sebagai berikut : Smuggling of migrants shall mean the procurement, in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit, of the illegal entry of a person into a State Party of which the person is not a national or permanent resident. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Dari paparan pengertian tersebut di atas, terdapat peerbedaan yang cukup tajam antara Trafficking in persons dengan smuggling. Smuggling lebih menekankan pada pengiriman secara illegal orang(-orang) dari suatu negara ke negara lain, yang menghasilkan keuntungan bagi smuggler. Dalam pengertian smuggling tidak terkandung adanya eksploitasi terhadap orang (-orang). Mungkin akan terjadi bahwa akan terdapat korban dalam pengiriman itu, tetapi itu bukanlah merupakan hal yang mendasar. Inti dari pengertian smugglingadalah adanya pengiriman (transport) orang (-orang) secara illegal dari suatu negara ke negara lain. Sedangkan Trafficking memiliki target khusus, yaitu orang (-orang) yang dikirim merupakan obyek ekploitasi. Dengan demikian, sejak awal telah terdapat keinginan untuk mengekploitasi orang (-orang). Adanya unsur deception dan coercion merupakan unsur yang esensiil dalam Trafficking in persons. 58 Satu instrumen lagi yang perlu mendapatkan perhatian adalah South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) Convention on Preventing and Combating Traffiking in Women and Children for Prostitution.
59
58 Frank Laczko, Amanda Klekowski von Koppenfels dan Jana Barthel, Trafficking in Women from Central and Eastern Europe: A Review of Statistical Data, European Conference On Preventing AndCombating Trafficking In Human Beings: Global Challenge For 21 st Century, Brussels, Belgium, September 2002, hal. 2. 59 SAARC diadopsi pada Bulan Januari 2002, dengan negara anggota: Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka.
SAARC dimaksudkan untuk mencegah dan membasmi perdagangan wanita dan anak, dengan tujuan untuk prostitusi. Sangat disadari bahwa di wilayah Asia Selatan telah banyak terjadi perdagangan wanita dan anak, dengan tujuan untuk prostitusi, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisasi. Oleh karena itu, negara-negara yang tergabung dalam SAARC, diharuskan untuk melakukan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
pemberantasan dan pencegahan terhadap aktivitas ini, dengan cara menetapkan aktivitas ini sebagai kejahatan yang dapat dipidana. B. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) menurut KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Meski UU tentang Hak Asasi Manusia, yang menjadi payung dalam perlindungan HAM di Indonesia baru diundangkan dan diberlakukan pada tahun 1999, namun bukan berarti sebelumnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan HAM, khususnya dalam masalah human Trafficking. Dalam KUHP yang mulai berlaku pada tahun 1918 60 Dalam memahami pasal ini sangat penting untuk diketahui arti dari kata memperniagakan. Buku I KUHP tentang Ketentuan Umum tidak memberikan penjelasan mengenai kata ini. R. Soesilo dalam penjelasan terhadap pasal ini dapat dijumpai sejumlah pasal yang menunjukkan bahwa pada masa penjajahan pun perdagangan manusia dianggap sebagai perbuatan yang tidak manusiawi yang layak mendapat sanksi pidana. 1. Pasal 297 KUHP Seperti telah disebutkan di atas, Pasal 297 KUHP secara tegas melarang dan mengancam dengan pidana perbuatan memperdagangkan perempuan dan anak laki- laki. Ketentuan tersebut secara lengkap berbunyi: Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.
60 KUHP Indonesia asalnya adalah Wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch Indie (Staatsblad 1915 No. 732), yang dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
mengatakan bahwa: 61 Apabila penjelasan Soesilo ini digunakan sebagai pegangan untuk menafsirkan pasal 297 KUHP, maka ruang lingkup pasal tersebut menjadi sempit, karena hanya mencakup perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi. Akan tetapi penjelasan Soesilo ternyata diperkuat oleh Noyon-Langemeyer (jilid II halaman 542) seperti dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, yang secara tegas mengatakan bahwa: yang dimaksudkan dengan perniagaan atau perdagangan perempuan ialah melakukan perbuatan-perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan perempuan guna pelacuran. Masuk pula disini mereka yang biasanya mencari perempuan-perempuan muda untuk dikirimkan ke luar negeri yang maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran 62 perdagangan perempuan harus diartikan sebagai: semua perbuatan yang langsung bertujuan untuk menempatkan seorang perempuan dalam keadaan tergantung dari kemauan orang lain, yang ingin menguasai perempuan itu untuk disuruh melakukan perbuatan-perbuatan cabul dengan orang ketiga (prostitusi). Terhadap penjelasan Noyon-Langemeyer ini, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa dalam pengertian tersebut tidak termasuk suatu perdagangan budak belian pada umumnya.
63
61 R. Soesilo, 1995, KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor: Politea), hal.217. 62 Wirjono Prodjodikoro, 1980, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia (Bandung: PT Eresco), hal.128. 63 Ibid., hal 129.
Dengan penjelasan-penjelasan itu, menjadi terang bagi kita bahwa Pasal 297 KUHP pada dasarnya memang terbatas bagi perdagangan perempuan (dan anak laki-laki di bawah umur) untuk tujuan prostitusi. Kesimpulan ini tentunya akan menjadi lebih kuat lagi apabila kita lihat dari penempatan Pasal 297 KUHP dalam Bab tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan dan berada dibawah Pasal 296 KUHP tentang mucikari. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Dengan kondisi seperti ini, akan timbul pertanyaan sehubungan dengan banyaknya kejadian dalam masyarakat yaitu perdagangan perempuan bukan untuk tujuan prostitusi; apakah berarti tidak mungkin dijerat dengan pasal ini? Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah apakah penerapan suatu pasal, hanya dapat dilakukan sesuai dengan tujuan pembentukannya,walaupun kondisi masyarakat sudah berubah dan menuntut lebih dari itu? Permasalahan lain yang ada dalam pasal ini adalah tentang batas usia belum dewasa bagi anak laki-laki yang diperdagangkan. Seperti diketahui, dalam KUHP tidak ada satu ketentuan pun yang secara tegas memberikan batasan usia belum dewasa ataupun usia dewasa. Dalam pasal-pasal yang mengatur tentang korban di bawah umur, ada pasal yang hanya sekedar menyebutkan bahwa korbannya harus di bawah umur, tetapi ada pula pasal-pasal yang secara khusus menyebutkan usia 12 tahun, 15 tahun, 17 tahun. Dengan demikian tidak ada patokan yang jelas untuk unsur ini. Apabila kita berpegang pada usia dewasa menurut BW, maka belum berusia 21 tahun atau belum menikah lah yang menjadi batas untuk menentukan bahwa orang tersebut belum dewasa. Akan tetapi bila kita mengikuti UU Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974), maka batas usia belum dewasa adalah belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 64 Mengenai hal ini tentunya harus ada satu ketentuan yang tegas tentang batasan usia, karena ketentuan yang ada menentukan batasan yang berbeda-beda sesuai dengan hal yang akan diatur dan tujuan yang ingin dicapai.
64 Lihat Pasal 47 UU No. 1/1974, yang mengatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
2. Pasal 301 KUHP Pasal ini melarang dan mengancam pidana paling lama 4 tahun penjara, seseorang yang menyerahkan atau membiarkan tinggal pada orang lain, seorang anak yang umurnya di bawah 12 tahun yang dibawah kuasanya yang sah, sedang diketahuinya anak itu akan dipakai untuk atau akan dibawa waktu mengemis atau dipakai untuk menjalankan perbuatan kepandaian yang berbahaya atau pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang merusakkan kesehatan. Pasal ini khusus bagi perbuatan yang korbannya adalah anak-anak di bawah 12 tahun, dengan pelakunya adalah orang yang mempunyai kuasa yang sah atas anak tersebut, misalnya orang tua, wali. Bila kita hubungkan dengan Pasal 297 KUHP, maka pasal ini subyeknya terbatas pada orang yang punya kuasa yang sah terhadap anak tersebut; batasan usia korban lebih jelas yaitu di bawah 12 tahun; dan tujuan pemindahan penguasaan si anak lebih luas, tidak semata-mata untuk prostitusi.
3. Pasal 324 KUHP Pasal ini melarang perdagangan budak belian, dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya 12 tahun 65
65 R. Soesilo, perbudakan di Indonesia secara hukum sudah dihapus sejak 1 Januari 1860 (berdasarkan pasal 169 Indische Staatsregeling) . Meskipun yang menjadi obyek dari larangan dalam Pasal 324 sudah dihapus secara hukum, tetapi sampai saat ini pasal tentang larangan perdagangan budak belian ini belum dicabut. Hal ini dapat dimengerti karena dalam kenyataannya praktik perdagangan budak terus berlangsung, baik pada jaman penjajahan maupun dalam alam kemerdekaan. Kata perdagangan dalam pasal ini Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
tidak harus ditafsirkan membeli dan kemudian menjualnya kembali. Perbuatan membeli saja atau menjual saja sudah masuk dalam lingkup ketentuan pasal ini. Disamping itu juga dalam pasal ini ada unsur keterlibatan pelaku tidak harus langsung, bahkan lebih dipertegas lagi dengan adanya unsur turut campur dalam perdagangan budak belian ini diancam pidana yang sama. Kata turut campur dalam pasal ini harus diartikan sebagai terjadinya penyertaan yang diatur dalam Bab V Buku I KUHP, yang bentuknya dapat berupa menyuruh, menggerakkan, turut melakukan ataupun membantu melakukan. Bagi mereka peserta itu berarti diancam pidana yang sama dengan pelaku. 66
66 Khusus untuk pembantuan, berarti ada penyimpangan dari asas pemidanaan untuk pembantuan. Lihat Pasal 57 ayat (1) KUHP: selama-lamanya pidana pokok bagi kejahatan dikurangi dengan sepertiganya, dalam hal membantu melakukan kejahatan.
Jadi lingkup keberlakuan pasal ini sangat luas, padahal 3 pasal berikut setelah pasal ini, yaitu Pasal 325, 326 dan 327 KUHP telah mengatur perbuatan-perbuatan orang tertentu yang terlibat secara khusus dalam tindak pidana Pasal 324. 4. Pasal 325 KUHP Pasal ini melarang nakhoda menggunakan kapalnya untuk mengangkut budak belian, dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya 12 tahun; dan kalau sang budak meninggal ia dikenai pidana 15 tahun penjara. Pasal ini berlaku khusus bagi nakhoda yang terlibat dalam perdagangan budak belian. Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini adalah (1) menjalankan pekerjaan sebagai nakhoda padahal mengetahui kapal digunakan untuk menjalankan perdagangan budak belian; atau (2) memakai kapal untuk perdagangan budak belian. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Apabila dianalisis perbuatan yang diancam pidana dan menghubungkannya dengan berbagai bentuk penyertaan yang diatur dalam Bab V Buku I KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa untuk perbuatan pertama nakhoda berkedudukan sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana Pasal 324 KUHP. Sementara bila perbuatan jenis kedua yang dilakukan, maka dalam konstruksi penyertaan nakhoda adalah seorang pelaku atau orang yang turut melakukan. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah adanya penyimpangan pemidanaan dari asas pembantuan. Tidak seperti yang ditetapkan dalam Pasal 57 KUHP, nakhoda yang membantu dalam tindak pidana perdagangan budak diancam pidana yang sama dengan pelakunya. Bahkan ada pemberatan baginya yang tidak dikenakan pada pelaku tindak pidana Pasal 324 KUHP sekalipun dengan ancaman pidana menjadi selama-lamanya 15 tahun penjara bila ada budak yang mati karena pengangkutan yang dilakukannya. 5. Pasal 326 KUHP Pasal ini mengancam dengan pidana penjara selama-lamanya 9 tahun bagi mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal padahal mengetahui bahwa kapal itu dipakai untuk perdagangan budak belian. Pasal yang berlaku khusus bagi anak buah kapal 67
67 Menurut Pasal 93 ayat (3) KUHP, anak buah kapal (perahu) adalah sekalian orang yang ada di kapal (perahu) menjadi opsir atau kelasi. ini melarang perbuatan (1) masuk bekerja sebagai anak buah kapal padahal mengetahui kapal digunakan untuk perdagangan budak; (2) dengan kemauan sendiri tetap menjadi anak buah kapal sesudah mengetahui kapal digunakan untuk perdagangan budak. Apabila dikaitkan dengan konsep penyertaan, maka keterlibatan anak buah kapal adalah sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Pasal 324 KUHP. Seperti juga halnya dengan nahkoda, ancaman pidana bagi anak buah kapal yang berkedudukan sebagai pembantu tindak pidana, nampaknya ditetapkan secara khusus. J adi menyimpang dari asas pembantuan, yang mengurangi 1/3nya dari pidana bagi pelaku. Akan tetapi bila dibandingkan dengan nahkoda atau ketentuan turut campur (dalam hal ini membantu) dalam tindak pidana Pasal 324 KUHP, ancaman pidana bagi anak buah kapal jauh lebih ringan. Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan adalah ketentuan konsep gabungan tindak pidana yang pasti harus dipergunakan apabila kita menghadapi persoalan tindak pidana oleh anak buah kapal ini. Pada saat itu akan ada 2 ketentuan yang mungkin diterapkan, yaitu Pasal 324 KUHP dan Pasal 326 KUHP untuk satu perbuatan yang dilakukan. Dalam penentuan ancaman pidananya diperlukan kecermatan untuk memilih apakah Pasal 324 KUHP atau Pasal 326 KUHP yang harus kita pergunakan. 68 6. Pasal 327 KUHP Bila kita berpegang pada ketentuan Pasal 63 ayat (1) maka pidana penjara 12 tahun yang harusdiancamkan. Akan tetapi dengan mengingat sifat ketentuan umum (Pasal 324 KUHP) dan khusus (Pasal 326 KUHP), maka ancaman pidananya hanya 9 tahun sesuai bunyi Pasal 63 ayat (2) KUHP. Pasal ini melarang orang dengan biaya sendiri atau orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, turut campur dalam menyewakan, memuati atau menanggung asuransi sebuah kapal yang diketahuinya dipakai untuk menjalankan perdagangan budak belian; sanksinya penjara selama-lamanya 8 tahun. Tidak
68 Sebenarnya kasus ini juga dijumpai pada saat kita menggunakan pasal 325 KUHP.Akan tetapi karena ancaman pidana, baik pasal 324 maupun 325 adalah 12 tahun maka tidak menjadi terlampau menimbulkan persoalan. Walaupun demikian, dalam hal tersebut tetap pasal 325 yang harus dijadikan dasar penentuan pidana 12 tahun itu, sesuai Pasal 63 ayat (2) KUHP.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
berbeda dengan 2 Pasal sebelumnya, pasal ini mengancam dengan pidana keterlibatan seseorang dalam tindak pidana perdagangan budak dengan cara turut campur dalam (1) menyewakan, (2) memuati atau (3) menanggung asuransi kapal yang diketahuinya dipakai untuk perdagangan budak belian. Dibandingkan dengan 2 Pasal sebelumnya, yaitu Pasal 325 dan 326 KUHP, pidana yang diancamkan paling ringan, yaitu 8 tahun sejalan dengan asas pembantuan, pidana pokok Pasal 324 KUHP dikurangi 1/3nya. Sama halnya dengan permasalahan dalam Pasal 326 KUHP bila dihadapkan dengan Pasal 324 KUHP, maka yang harus diberlakukan adalah Pasal 327 bila yang disewakan, dimuati, diasuransikan adalah kapal. Sebaliknya bila alat transportasinya selain kapal, maka Pasal 324 yang berlaku. 7. Pasal 328 KUHP Pasal ini melarikan atau menculik orang; sanksinya pidana penjara selama- lamanya 12 tahun. Pasal ini bukan pasal yang langsung mengatur tentang perdagangan manusia, tetapi berkaitan erat dengan perdagangan manusia, karena penculikan merupakan salah satu cara untuk membawa korban masuk dalamperdagangan manusia. Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini adalah melarikan atau menculik orang. Pada waktu melarikan atau menculik itu, si pelaku harus mempunyai maksud untuk membawa korban dengan melawan hak di bawah kekuasaannya sendiri atau kekuasaan orang lain atau menjadikannya terlantar. Oleh karena melarikan atau menculik orang ini merupakan salah satu cara untuk membawa korban dalam perdagangan manusia, maka apabila terjadi perdagangan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
manusia melalui cara ini, si pelaku akan dikenai ketentuan gabungan tindak pidana (Pasal 65 KUHP). 8. Pasal 329 KUHP Pasal ini menetapkan sanksi pidana penjara selama-lamanya 7 tahun pada orang yang dengan sengaja dengan melawan hak membawa orang ke tempat lain dari yang dijanjikan untuk bekerja. Pasal ini dimaksudkan untuk menanggulangi masalah penipuan dalam mencari pekerjaan. Bila dihubungkan dengan masalah human trafficking, maka unsur yang penting dan harus dibuktikan adalah penipuannya itu karena pada awalnya pasti telah ada persetujuan dari korban untuk dibawa bekerja ke suatu tempat. Hal ini Perlu mendapat perhatian, karena pada dasarnya perdagangan manusia harus tanpa persetujuan korban. 9. Pasal 330 KUHP Pasal ini melarang orang melarikan orang yang belum dewasa dari kuasanya yang sah, dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya 7 tahun, dan apabila dilakukan dengan tipu daya atau kekerasan atau ancaman kekerasan, atau korbannya berumur dibawah 12 tahun, sanksinya ditambah menjadi 12 tahun. Pasal ini serupa dengan Pasal 328, yang merupakan salah satu cara untuk membawa korban masuk dalam perdagangan manusia. Hal yang membedakannya adalah orang yang dilarikan masih belum dewasa dan tidak ada unsur maksud membawa orang itu dengan melawan hak di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau agar orang itu terlantar. Satu unsur penting yang harus dapat dibuktikan dari pasal ini adalah pelaku yang melarikan korban; dan bukan korbannya sendiri yang melarikan diri atas kemauannya. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
10. Pasal 331 KUHP Pasal ini mengancam dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya 4 tahun atau 7 tahun, jika umur si anak kurang dari 12 tahun, orang yang dengan sengaja menyembunyikan orang belum dewasa yang dicabut atau mencabut dirinya dari kuasa yang sah atasnya atau dari penjagaan orang yang sah menjaganya. Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini adalah menyembunyikan korban yang telah dicabut dari kekuasaan yang sah atas anak itu. Pencabutan atas kuasa yang sah mungkin dilakukan oleh si anak atas kemauannya sendiri atau oleh orang selain si pelaku, atau oleh si pelaku sendiri. Walaupun perbuatan itu dilakukan tanpa didahului oleh cara-cara yang secara limitatif ditentukan dalam definisi perdagangan manusia menurut protocol, asalkan penyembunyian itu dimaksudkan untuk eksploitasi maka dapat dikategorikan sebagai human trafficking. 69 11. Pasal 332 KUHP
Pasal ini mengancam dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun, orang yang melarikan perempuan yang belum dewasa tanpa persetujuan orang tua atau walinya, tetapi dengan kemauan perempuan itu dengan maksud memilikinya dengan atau tanpa nikah. Ancaman pidananya menjadi 9 tahun bila perbuatan itu dilakukan terhadap perempuan melalui tipu, kekerasan atau ancaman kekerasan. Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini adalah melarikan perempuan. Seperti halnya pada Pasal 331, bila si perempuan belum dewasa meskipun dengan kemauannya sendiri, maka perbuatan itu dapat masuk kategori perdagangan perempuan bila tujuan
69 Harus kembali diingat, definisi human trafficking menurut protocol II mengecualikan digunakannya sarana-sarana yang ditentukan secara limitative, selama korbannya dibawah usia 18 tahun dan dilakukan untuk tujuan eksploitasi.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
melarikan itu untuk dieksploitasi. Sementara bila pelarian itu dengan persetujuan si perempuan setelah digunakannya tipu, kekerasan, atau ancaman kekerasan, dapat masuk pula dalam kategori perdagangan manusia asalkan tujuannya untuk eksploitasi. Hal ini selaras dengan pengecualian dalam ketentuan dari protocol yang mengatakan bahwa persetujuan dari korban untuk dieksploitasi harus dianggap tidak pernah ada, bila untuk memperolehnya digunakan cara-cara seperti kekerasan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan. Dalam penggunaan ketiga pasal di atas, perlu digarisbawahi batasan usia belum dewasa dari si korban. R. Soesilo dalam KUHP terjemahannya selalu menyatakan, belum dewasa adalah belum umur 21 tahun atau belum pernah kawin. 70 12. Pasal 333 KUHP Sementara seperti telah dipaparkan di atas UU Perkawinan menentukan belum mencapai umur 18 tahun atau belum menikah sebagai batasan usia belum dewasa. Protocol II mendefinisikan anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. Adanya lebih dari satu batasan usia belum dewasa dengan kriteria yang berbeda-beda akan menimbulkan kesulitan dalam penegakan hukum. Pasal ini menetapkan sanksi pidana penjara selama-lamanya 8 tahun bagi orang yang merampas kemerdekaan orang lain, dan yang memberikan tempat menahan orang itu. Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini adalah dengan sengaja (1) merampas kemerdekaan (menahan) seseorang atau (2) meneruskan penahanan atau (3) memberikan tempat untuk menahan, dengan melawan hak.
70 Lihat R. Soesilo dalam menjelaskan pasal 330 dan 332 KUH, KUHP serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Perbuatan merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan penahanan (yang berarti menyembunyikan) merupakan perbuatan yang masuk dalam lingkup perdagangan manusia, bila dilakukan untuk tujuan eksploitasi dan dilakukan dengan cara ancaman kekerasan, kekerasan, paksaan, penipuan, penyalagunaan kekuasaan atau posisi rentan. Sedangkan untuk perbuatan memberikan tempat untuk menahan, berarti dapat masuk kategori membantu perdagangan manusia, karena ia memberikan sarana untuk terjadinya tindak pidana itu. Ancaman pidana bagi orang yang membantu tindak pidana Pasal 333 KUHP adalah sama dengan pelaku, yaitu pidana penjara selama-lamanya 8 tahun. Berarti disini juga terjadi penyimpangan terhadap asas pembantuan. Dalam Rancangan KUHP juga telah dirumuskan beberapa pasal yang berkaitan dengan perdagangan manusia. Pasal-pasal dalam RUU KUHP ini pada dasarnya bertitik tolak dari KUHP yang sekarang berlaku, seperti yang telah dipaparkan di atas. Hanya saja ada beberapa yang diubah baik mengenai unsurnya maupun ancaman pidananya; meskipun tidak sedikit pula yang sama presis dengan ketentuan KUHP yang berlaku. Adapun Bentuk-bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang menurut KUHP, yaitu sebagai berikut: a. Memperniagakan anak perempuan dan anak laki-laki (untuk tujuan Prostitusi), terdapat dalam Pasal 297 KUHP b. Menyerahkan anak untuk dieksploitasi, terdapat dalam Pasal 301 KUHP c. Memanjakan Perniagaan Budak, terdapat dalam Pasal 324 s/d 328 KUHP Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
d. Melarikan orang (penculikan), terdapat dalam Pasal 328 e. Dengan melawan dan membawah orang ketempat lain dari yang di janjikan untuk melakukan suatu pekerjaan pada tempat tertentu, terdapat dalam Pasal 329 KUHP f. Dengan sengaja mencabut orang belum dewasa dari kuasanya yang syah (penjualan Bayi), terdapat dalam Pasal 330 dan 227 KUHP g. Menyembunyikan orang dewasa yang dicabut dari kuasanya yang syah, terdapat dalam Pasal 331 KUHP h. Melarikan perempuan (anak-anak dan dewasa), terdapat dalam Pasal 332 KUHP i. Merampas kemerdekaaan orang atau meneruskan penahanan dengan melawan hukm, terdapat dalam Pasal 333 KUHP j. Dengan melawan hak memaksa untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan diperlukan, terdapat dalam Pasal 335 KUHP k. Setiap orang menggerakkan, membawa, menempatkan atau menyerahkan laki-laki dibawah umur 18 tahun atau perempuan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul atau pelacuran atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, sanksi penjara 7 tahun atau denda, terdapat dalam Pasal 433 ayat (1) KUHP l. Dengan menjanjikan perempian tersebut memperoleh pekerjaan, tetapi ternyata diserahkan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, palacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan pidana lainnya, maka pidana Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
penjara menjadi paling lama 9 tahun, terdapat dalam Pasal 433 ayat (2) KUHP. C. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) menurut Undang- undang Nomor 21 Tahun 2007 Undang-undang ini mencakup pelanggaran pidana perdagangan orang yang diawali tindakan perekrutan, pengangkatan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut,baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Dengan hadirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini, setiap pelanggaran perdagangan orang diberikan sanksi pidana penjara dan pidana denda. Sehingga mampu menjerat dan menghukum yang sepadan para pelaku kejahatan perdagangan orang, agar pelaku baik perorangan maupun korporasi dapat jera untuk melangkah melakukannya. Adapun Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini terdiri dari 9 Bab yang meliputi 67 Pasal, yang pada intinya mencakup Pencegahan, Pemberantasan dan Penanganan, yang terdiri dari 2 aspek, yatiu: a. Aspek Non Pro Justisia, yaitu; a. Aspek Perlindungan Saksi dan Korban Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
b. Aspek Pencegahan dan Penanganan c. Aspek Kerja sama dan Peran serta Masyarakat b. Apek Pro Justisia, yaitu; Merupakan Aspek Pemidanaan atau Hukum Materil dan Aspek Hukum Acara Pidana Adapun secara menyeluruh Undang-undang ini berisi dan menceritakan tentang beberapa aspek yang terdapat di dalam beberapa pasal berikut ini 71 1. Aspek Tindak Pidana Perdagangan Orang ; Secara garis besar aspek ini memuat tentang berbagai macam dan cara serta jenis-jenis dari Tindak Pidana Perdagangan orang yang dimulai dari perekrutan, pengangkutan hingga nantinya diperkerjakan, baik itu yang ditujukan ke dalam atau ke luar negeri, yang mana baik itu dilakukan dengan unsur penipuan, pembujukan, pemanfaatan ataupun kekerasan bahkan yang dilakukan secara korporasi, yang mana kesemuanya itu terdapat didalam Pasal 2 hingga Pasal 18 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini. Pada Pasal 2 hingga Pasal 18 Undang- undang Nomor 21 Tahun 2007 ini, pada dasarnya berisikan mengenai ketentuan- ketentuan pidana yang dijatuhkan terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang, baik Pidana Penjara, Kurungan ataupun Denda. Bagi pelaku Human Trafficking yang melakukan tindak pidana baik yang mengakibatkan seseorang mengalami eksploitasi ataupun yang melakukan kegiatan perdagangan orang yang dimulai dari percobaan, pemanfaatan, pengiriman bahkan korporasi terhadap tindak pidana perdagangan orang akan dijatuhkan pidana denda paling sedikit 120 juta rupiah dan
71 UU Nomor 21 Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
paling banyak 600 juta rupiah, dan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama seumur hidup.
2. Aspek Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang Aspek ini bercerita mengenai berbagai Tindak Pidana Kejahatan yang bersifat menghalangi pemeriksaan terhadap kejahatan perdagangan orang yang terjadi, atau dengan kata lain berusaha mencegah, merintangi dan bahkan menggagalkan suatu penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, dan juga aspek ini berisikan berbagai tindak pidana lain yang terjadi dan mendukung terhadap terjadinya tindak pidana kejahatan perdagangan orang, yang mana aspek ini dimulai dari pasal 19 hingga 27 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa berbagai tindakan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang dan bahkan bersifat menghalangi akan dipidana dengan pidana denda paling sedikit 40 juta rupiah dan paling banyak 600 juta rupiah, dan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun. 3. Aspek Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan Aspek ini berisikan mengenai Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara Tindak Pidana perdagangan Orang, termasuk didalamnya pemeriksaan alat bukti, saksi dan korban. Aspek ini dimulai dari pasal 28 hingga pasal 42 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. 4. Aspek Perlindungan Saksi dan Korban Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Didalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, seorang korban dan saksi perlu mendapat perlindungan sebagaimana tercantum, antara lain:
1. Ruang Pelayanan Khusus (Pasal 45) 2. Pusat Pelayanan Terpadu (Pasal 46) 3. Mekanisme Pembayaran Restitusi (Pasal 48-50) 4. Rehabilitasi untuk pemulihan Korban (pasal 51) 5. Rumah Perlindungan sosial/pusat trauma (Pasal 52) Disinilah sangat penting peran masyarakat untuk membantu memberikan perlindungan kepada saksi korban. Adapun aspek ini meliputi Pasal 43 hingga pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. 5. Aspek Pencegahan dan Penanganan Aspek ini meliputi 2 hal yaitu: a. Program Pencegahan (Pasal 57) b. Pembentukan Gugus Tugas (Pasal 58) 6. Aspek Kerjasama Internasional Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Aspek ini berisikan tentang berbagai upaya dari Pemerintah dengan mengadakan Kerjasama Internasional dalam menyelenggarakan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Aspek ini juga bercerita mengenai peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan korban tindak Pidana perdagangan Orang. Aspek ini terdapat dalam Pasal 59 hingga 63 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
7. Aspek lain yang meliputi: a. Ketentuan Umum (Pasal 1) b. Ketentuan Peralihan (Pasal 64) c. Ketentuan Penutup (Pasal 65-67) D. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) menurut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2004 Propinsi Sumatera Utara. Ada beberapa definisi tentang trafiking in person (perdagangan perempuan dan anak), tetapi yang paling banyak diadopsi pengertiannya di Indonesia adalah dari Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafiking in Persons Especially Women and Children, supplementing the United National Convention Againt Transnational Organiced Crime yang menyatakan bahwa: 72 Trafiking in person adalah rekruitmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang retan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, untuk dieksploitasi, minimalnya dieksploitasi untuk prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ tubuh.
72 www.biropemberdayaanperempuan.com, hal 1 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Masalah perdagangan perempuan dan anak sebenarnya sudah cukup lama berlangsung, namun belum menjadi perhatian yang serius. Kasus tersebut belakangan ini semakin merebak dan semakin tidak berperikemanusiaan dalam bentuk-bentuk eksploitasi korban seperti perbudakan dan pengambilan organ tubuh. Tindakan ini jelas illegal dan melanggar hak-hak azasi manusia. Disamping itu dampaknya sangat besar dan berjangka panjang, seperti gangguan fisik dan mental, rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan tidak dikehendaki, infeksi HIV/AIDS dan penyakit-penyakit menular seksual lainnya dan sebagainya. Mengingat rantai perdagangan perempuan dan anak ini panjang, kuat, terorganisir, lintas daerah/negara, maka upaya pemberantasannya memerlukan kebijakan, strategi dan program yang komprehensif, responsif gender, berbasis HAM dan faktor penyebab, terintegrasi, multisektor dan berkelanjutan. 73 Trafficking merupakan perbudakan modern di Abad 21, banyak korban trafiking menderita dan dampak negatif dari kegiatan itu. Oleh karenanya harus dihapuskan karena:
a. Trafiking melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). b. Trafiking untuk industri seks selain menimbulkan dampak kemanusiaan, biaya sosial maupun ekonomi yang tinggi, juga menyebarkan penyakit kelamin dan HIV/AIDS. c. Trafiking untuk tujuan pelacuran anak, merampas hak, masa depan dan merusak SDM.
73 Ibid hal 2 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
d. Trafiking sering terjadi karena dokumen imigrasinya tidak lengkap, dipalsukan, dirampas agen atau majikan, korbannya mendapat perlakuan hukuman. e. Trafiking banyak memasukkan migran yang kurang berkualitas, f. Perempuan dan Anak adalah yang paling banyak menjadi korban Trafiking, menjadikan mereka beresiko jelek, mengancam kualitas penerus bangsa. Dalam menyikapi masalah trafiking perempuan dan anak, Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmen, yang salah satunya adalah lahirnya RAN (Rencana Aksi Nasional) Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak dan Pembentukan Gugus Tugas Nasional yang tertuang dalam Keppres No. 88 Tahun 2002, serta berbagai kebijakan lainnya yang bertujuan untuk menyelamatkan perempuan dan anak dari berbagai bentuk ketindasan. Disamping itu terdapat pula kebijakan koordinasi penanganan korban kekerasan secara nasional seperti adanya Kesepakatan Bersama antara Meneg PP, Menkes, Mensos dan Kapolri tentang pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk korban kekerasan-trafiking. Rancangan Undang-undang tentang trafiking atau perdagangan orang juga sudah lama bahas di DPR-RI dan kini semakin diintensifkan guna percepatan penetapannya. Di Sumatera Utara hasil dari perjuangan dan kerja keras bersama dari segenap pihak telah dapat menerbitkan 2 Perda antara lain Perda No. 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak dan Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Perempuan dan Anak. Kita semua berharap kedua Perda ini dapat dijadikan payung dan kekuatan hukum untuk mencegah dan menindak pelaku-pelaku trafiking. Pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan dan anak ini harus melibatkan semua pihak : Pemerintah, keluarga dan lingkungan terdekat, masyarakat (tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, ormas, organisasi profesi), juga penyelenggara negara lainnya (legislatif dan yudikatif) yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana dengan baik. Dalam rangka pengajuan konsep Ranperda, sebelumnya Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu bekerjasama dengan Instansi terkait dan LSM telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk penyusunan Draft Ranperda tentang penghapusan trafiking. Penulisan kata trafiking dalam Perda ini yang berasal dari bahasa Inggris yaitu trafficking yang sudah direduksi ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata trafiking sebagaimana yang tercantum dalam Keppres No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. Hal tersebut untuk membedakan antara perdagangan orang dan perdagangan barang. Istilah perdagangan adalah untuk perdagangan barang yaitu sale sedang perdagangan perempuan dan anak disebut trafiking Secara garis besar, maksud dan tujuan Ranperda tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak ini diajukan/ diusulkan adalah: 74
74 Ibid hal 3
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
a. Sebagai respon terhadap komitmen global dan nasional mengenai upaya pencegahan dan penghapusan segala bentuk perdagangan orang sekaligus respon atas permasalahan trafiking yang terjadi di Sumatera Utara b. Agar Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Pemerintah Kab/ Kota, masyarakat, LSM, dan organisasi sosial lainnya menyelenggarakan upaya pencegahan, penghapusan dan penanggulangan terjadinya segala bentuk trafiking perempuan dan anak. c. Peraturan Daerah ini nantinya akan menjadi dasar pelaksanaan kegiatan Gugus Tugas Daerah dalam rangka upaya pencegahan, penghapusan dan penanggulangan trafiking perempuan dan anak. d. Untuk melakukan tindakan segera dan berkesinambungan dalam upaya pencegahan, penghapusan dan penanggulangan trafiking perempuan dan anak mengingat semakin meningkatnya korban trafiking di Sumatera Utara membina dan membangun kerjasama dan koordinasi pada tingkat pusat, antar propinsi, antar instansi lintas sektor, organisasi masyarakat dan pemerintah kab/ kota Secara kronologis, perjalanan Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak adalah sebagai berikut: 75 Pada awal beroperasi Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu (pertengahan 2002) kami langsung dihadapkan dengan Rapat Regional untuk penyusunan Draft RUU Trafficking yang diselenggarakan di Medan oleh
75 Ibid Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI. Sejak itu kami mengamati fenomena trafficking di Sumatera Utara dan berkeinginan kuat untuk mencegah dan menanggulanginya. Akan tetapi kami masih sangat minim data/ informasi mengenai hal tersebut. Ternyata di lapangan, rekan-rekan LSM antara lain Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dan Pusaka Indonesia telah melakukan penyusunan konsep Perda Trafiking dan mendiskusikannya dengan instansi pemerintah yang dianggap relevan seperti Biro Bina Sosial Setdapropsu dan Dinas Pemuda dan Olah Raga Propsu. Dalam perjalanan waktu selanjutnya, akhirnya kami bertemu dimana pihak PKPA dan Pusaka Indonesia membawa konsep tersebut untuk kami bahas dan usulkan bersama-sama. Akhirnya kami membentuk Tim Kecil yang terdiri dari LSM secara terbatas dan instansi pemerintah yang juga terbatas. Dalam pembahasan awal ini yang paling alot adalah menyamakan persepsi, setelah sama maka selanjutnya pekerjaan ini menjadi lebih mudah dan lancar. Salah satu faktor yang menguntungkan disini adalah bahwa pada dasarnya semua pihak sependapat dan berkomitmen untuk membuat Perda tersebut, sehingga perbedaan persepsi, pendapat dan sudut pandang yang didebatkan dengan alot tetap menuju jalan searah sehingga tidak menjadi pemecah dalam Tim, bahkan menjadi penguat jaringan kerja karena semakin mengenal satu sama lain. Pembahasan demi pembahasan dilakukan oleh Tim bertempat di Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu. Hasil kerja Tim ini diajukan ke pertemuan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
besar dengan mengundang berbagai elemen secara luas, baik instansi pemerintah maupun LSM Semenjak disyahkannya Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak pada tanggal 6 Juli 2004 dan diundangkan di Medan pada tanggal 26 Juli 2004, maka Propinsi Sumatera Utara telah mempunyai perangkat hukum tentang penghapusan dan menentang trafiking sekaligus sebagai upaya pencegahan. Kegiatan yang dilakukan dapat dikelompokkan dalam 3 pilar yang saling berkaitan, yaitu peningkatan kapasitas, penyadaran masyarakat dan penguatan jaringan kerja. Seluruh kegiatan diarahkan untuk upaya : pencegahan, penanganan kasus/pelayanan korban (hukum, psikis dan medis), reintegrasi korban dan pasca kasus/masa depan korban.
Kebijakan Pempropsu dalam Penghapusan Human Trafficking terhadap Perempuan dan Anak Gambaran Umum Kasus Trafficking di Sumatera Utara Penyebaran kasus Trafficking hampir merata di seluruh wilayah Indonesia baik di kota-kota besar maupun di pedesaan. Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban Trafiking, hal ini akan mengancam kualitas penerus bangsa serta memberi dampak negatif bagi bangsa yang mengalaminya dimata dunia. Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Dalam masalah Trafficking ini, Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah asal/pengirim sekaligus daerah transit dan daerah tujuan. 76 Secara menyeluruh kegiatan penanganan trafiking di Sumatera Utara dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat dan lembaga donor, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam satu rangkaian program/kegiatan yang disusun secara terpadu. Kegiatan yang dilakukan dapat dikelompokkan dalam 3 pilar yang saling berkaitan, yaitu peningkatan kapasitas, Hal ini berkaitan dengan posisi geografis daerah Sumatera Utara yang strategis dan mempunyai aksesibilitas tinggi ke jalur perhubungan dalam dan luar negeri serta kondisi perkembangan daerah Sumatera Utara yang cukup baik di berbagai bidang. Bentuk paktek Trafiking yang berkembang dan ditangani di Provinsi Sumatera Utara sebagian besar untuk kepentingan prostitusi dan bentuk pekerjaan terburuk seperti buruh perkebunan, pekerja anak di sektor perikanan lepas pantai, pekerja rumah tangga, tempat hiburan malam, pengemis jalanan, serta penculikan/penjualan bayi. Korban Trafiking ini pada umumnya berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dari pinggiran kota dan pedesaan. Modus operandinya sebagian besar adalah bujukan atau iming-iming, yang merupakan pembohongan atau penipuan.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang di Sumatera Utara
76 http://www.Trafficking.co.id/arc/2007/6/14/Sumutdaerah-rafficking/, diakses tanggal 04 maret 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
penyadaran masyarakat dan penguatan jaringan kerja. 77 a. Upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan, antara lain : Seluruh kegiatan diarahkan untuk upaya : pencegahan, penanganan kasus/pelayanan korban (hukum, psikis dan medis), reintegrasi korban dan pasca kasus/masa depan korban. 1. Penerbitan Peraturan Daerah No.5 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak. 2. Penerbitan Peraturan Daerah No.6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. 3. Penerbitan Peraturan Gubernur No.24 tahun 2005 tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak; serta pembentukan Gugus Tugas Provinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. 4. Sosialisasi Peraturan Daerah tersebut dan Peraturan yang berkaitan seperti prosedur berkerja ke luar negeri, dll kepada aparat dan masyarakat. 5. Sosialisasi dan kampanye trafiking ke dan melalui tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan/LSM dan masyarakat luas secara langsung atau tatap muka. 6. Penyebarluasan informasi melalui leaflet dan poster. 7. Dialog interaktif baik langsung maupun melalui radio dan televisi. 8. Publikasi di berbagai event dan media, baik langsung maupun mendorong insan pers untuk melakukannya melalui himbauan, pelibatan, pendekatan personal hingga perlombaan.
77 http:/google/kebijakan-pempropsu-dalam-penghapusan-trafficking.com, diakses tanggal 04 maret 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
9. Membuat pola koordinasi penanganan trafiking dan engimplementasikannya 10. Membentuk dan mengoperasikan Tim Pengarusutamaan Gender dan Tim Pengendalian Pemberangkatan dan Pemulangan TKI. 11. Melakukan rapat-rapat koordinasi antar stakehorlders/anggota Tim dalam rangka upaya pencegahan, termasuk dalam peningkatan pemeriksaan dan proses dokumen dan keberangkatan. 12. Melakukan kerjasama kegiatan dan memperkuat sinergitas serta penyamaan persepsi dalam upaya pencegahan. 13. Mendorong Kabupaten/Kota dan pihak berwenang dalam pemantauan aktivitas keluar masuk orang/barang baik pada jalar-jalur resmi maupun tidak resmi/tradicional, terutama pada sepanjang pantai selat Malaka. 14. Memperluas jaringan kerja ke luar daerah/negara untuk koordinasi, konsultasi dan kerjasama. 15. Melaksanakan dan mengikuti berbagai pertemuan dalam dan luar daerah/negara untuk peningkatan pengetahuan dan perluasan jaringan kerja. 16. Melakukan kegiatan pengembangan ketrampilan/pelatihan bagi anak/ remaja putus sekolah. 17. Meningkatkan kegiatan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil serta upaya peningkatan angka partisipasi sekolah. b. Upaya yang dilakukan dalam rangka penanganan kasus/pelayanan korban, antara lain : 78
78
www.ifip.org/penanggulangan/penyelamatan-perlindungan/korban, diakses tanggal 04 maret 2008 Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
1. Penegakan hukum (penindakan pelaku ; penyelamatan, perlindungan dan pendampingan korban) 2. Pelayanan bantuan hukum, psikologis dan medis 3. Perlindungan dan penampungan sementara, 4. Pelatihan/simulasi penanganan korban bagi stakeholders / anggota Tim 5. Sosialisasi, seminar, kampanye, konfrensi, dll, guna mengajak partisipasi masyarakat dan semua pihak untuk menanggulangi masalah trafiking (melaporkan, membantu aparat, membantu korban, dll) 6. Melakukan koordinasi antar stakeholders dalam dan luar daerah/negara dalam upaya penanganan kasus dan pelayanan korban c. Upaya yang dilakukan dalam rangka reintegrasi korban, antara lain : 1. Penguatan terhadap korban 2. Penguatan terhadap korban 3. Sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka upaya penerimaan korban kembali ke masyarakat/keluarga. 4. Pendekatan terhadap keluarga korban untuk kesiapan keluarga untuk menerima korban kembali. 5. Melakukan pemulangan korban ke daerah asal/keluarga. 6. Melakukan kerjasama antar stakeholders dalam upaya reintegrasi korban d. Upaya yang dilakukan dalam rangka penataan masa depan korban, antara lain 1. Pelatihan ketrampilan bagi korban 2. Bantuan modal usaha/peralatan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
3. Melakukan koordinasi dan kerjasama dalam upaya membantu korban untuk menata kehidupannya. Kegiatan-kegiatan tersebut diatas semuanya telah dilakukan, namun belum mampu menjangkau semua masyarakat dan semua korban, karena keterbatasan- keterbatasan yang ada diberbagai bidang, baik SDM maupun dana, sarana dan prasarana. Oleh karena itu Provinsi Sumatera Utara terus berupaya mengembangkan jaringan lebih luas lagi agar dapat melakukan kegiatan penanganan trafiking dengan lebih luas pula.
BAB IV PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) (STUDI DI POLTABES MEDAN)
A. Peran dan Tanggung Jawab Polisi dalam penanggulangan tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Hukum Kota Medan Pada dasarnya Tindak Pidana Perdagangan Orang ini meliputi berbagai ruang lingkup penegak hukum yang dimulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan hingga berakhir di pengadilan melalui putusan Hakim. Tapi dalam kenyataanya yang sangat berperan besar dalam mengungkap, mencari dan menemukan kasus-kasus Tindak Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Pidana Perdagangan Orang ini adalah pihak kepolisian, dikarenakan pihak Kepolisianlah yang menerima dan memproses terlebih dahulu segala laporan mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di masyarakat, dan juga pihak Kepolisianlah yang mencari dan mencegah terjadinya kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di masyarakat, bahkan menangkap dan memproses terlebih dahulu perkara atau kasus dari orang-orang yang dianggap sebagai pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang ini. J adi secara garis besar, pihak Kepolisian memiliki Peran dan Tanggung J awab yang besar di dalam menangani kasus-kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di Kota Medan. Didalam mengkaji dan menangani kasus-kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang ini, pihak Kepolisian tidak hanya bersifat menunggu terhadap laporan- laporan dari kasus-kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dilaporkan oleh masyarakat, tetapi juga aktif di dalam mencari kasus-kasus Perdagangan Orang, dan biasanya bila ada masyarakat yang dari luar Sumatera atau Medan yang merasa ditipu dengan ditawarin pekerjaan, maka Kepolisian akan menyelidiki pihak-pihak yang terkait. Pada awalnya pihak Kepolisian di dalam menangani kasus Perdagangan Orang ini lebih mengutamakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUHP seperti yang terdapat di dalam Pasal 297 KUHP tentang Perdagangan Anak, dan Pasal 324 KUHP tentang Perdagangan Budak dan pelaku juga dapat dijerat dengan menggunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi setelah keluarnya undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, maka pihak Kepolisian pun sudah mulai beralih Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
dan menggunakan undang-undang yang baru ini di dalam menangani kasus-kasus Tindak Perdagangan Orang. 79 Secara garis besar terdapat beberapa ketentuan atau pasal yang langsung terkait dan berhubungan dengan peran Kepolisian didalam menindaklanjuti tindak pidana perdagangan orang di Poltabes Medan, seperti tertuang didalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. Dalam pasal ini disebutkan mengenai peran Kepolisian didalam menangani kasus tindak pidana perdagangan orang dalam hal penyidikan yang harus sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku. Selain itu juga terdapat ketentuan lain yang menyebutkan tentang peranan kepolisian, seperti yang tertuang didalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa korban perdagangan orang yang dipaksa untuk ikut di dalam kejahatan perdagangan orang tidak dapat dipidana sepanjang terdapat bukti-bukti yang cukup dan keterangan-keterangan yang jelas, maksudnya bagi para orang- orang yang menjadi korban dari kejahatan tindak pidana perdagangan orang seperti dipaksa untuk ikut dalam kejahatan perdagangan orang atau tanpa orang itu sadari bahwa ia bekerja ditempat penampungan korban perdagangan orang tersebut, maka bagi orang-orang tersebut pihak kepolisian menyatakan bahwa mereka tidak dapat dipidana sepanjang pihak kepolisian tidak menemukan bukti-bukti dan keterangan yang memberatkan bagi mereka.
80 Dalam hal pihak Kepolisian di dalam melakukan proses pemeriksaan dan penyidikan terhadap kasus perdagangan orang ini, pihak kepolisian sangat mengharapkan peran serta masyarakat bahkan korban sendiri dalam memberikan
79 Wawancara dengan Panit Lindung Poltabes MS Ipda Sah Udur S, tanggal 24 Maret 2008 80 Ibid Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
informasi yang jelas sehingga dapat mempermudah dan memperlancar penyidikan. Didasari kepada Pasal 22 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, maka pihak kepolisian dapat menangkap atau menjerat pihak-pihak atau orang-orang yang tidak mau bekerja sama dengan Kepolisian sementara ia mengetahui tindak pidana tersebut. 81 Didalam menangani kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di Kota Medan ini, pihak Kepolisian berusaha mencegahnya dengan terus-menerus memberikan penyuluhan-penyuluhan di sekolah-sekolah, dan di daerah-daerah atau kawasan-kawasan masyarakat Kota Medan baik yang padat ataupun jarang penduduknya, bahkan di daerah terpencil sekalipun, serta berdasarkan Hukum menindak para Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan tegas untuk membuktikan efek jera kepada yang lain. Pasal ini sangat mendukung tugas Kepolisian di dalam menuntaskan proses hukum dari pelaku perdagangan orang. 82 1. Poltabes LP/1770/X/2007/Tbs-Labuhan tanggal 24 Oktober 2007 tentang terjadinya Tindak Pidana Memperdagangkan Anak Perempuan dibawah umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 297 KUHP Jo Undang-undang Nomor 23 Tahun tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atas nama Pelapor Nasaruddin Harahap. Status kasus ini sendiri telah P-21, dalam arti telah sampai kepada putusan oleh Hakim. Pada dasarnya kasus ini terjadi atas laporan Nasaruddin Harahap kepada Poltabes Labuhan atas dasar penculikan terhadap anaknya oleh Adapun beberapa Kasus perdagangan orang yang pernah ditangani oleh Poltabes Medan dalam kurun waktu 2 tahum terakhir ini, yaitu;
81 Ibid 82 Ibid Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
tetangganya yaitu Sukawati. Kasus ini bermula ketika Endang yang masih dibawa umur (15 tahun) dan duduk dikelas 1 Sekolah Menengah Atas ditawarin pekerjaan dengan penghasilan tinggi oleh Sukawati tentangganya. Atas dasar bujuk rayu dan penipuan akhirnya Sukawati berhasil membawa lari Endang. Setelah itu pelapor atas nama Nasaruddin melaporkan hal tersebut ke Poltabes Labuhan Batu, dan setelah dilakukan proses penyidikan dan pemeriksaan serta pengejaran oleh pihak Kepolisian akhirnya tertangkaplah Sukawati. Sukawati sendiri mengaku bahwa pada dasarnya Endang akan dijualnya atau diperdagangkannya ke daerah Malang, J awa Timur sebagai PSK (Perempuan Seks Komersil). Berdasarkan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian didapatlah bahwa tindak kejahatan yang dilakukan oleh Sukawati merupakan tindak pidana perdagangan orang yang memperdagangkan anak dibawah umur untuk tujuan pelacuran. Setelah menempuh berbagai proses hukum mulai dari pemeriksaan, penyidikan, penuntutan dan persidangan, akhirnya dijatuhilah hukuman penjara selama 5 tahun melaui putusan hakim di pengadilan negeri medan. 2. Poltabes LP/II/2008/Tabes Kota Melanggar Pasal 2 Jo 10 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 Jo Undang- undang Nomor 3 tahun 1997, atas nama pelapor Ivona Gultom. Dalam kasus ini, Ivona Gultom yang merupakan korban dari sindikat perdagangan orang melaporkan tindak kejahatan tersebut ke Poltabes Medan. Pada dasarnya Ivona Gultom ditipu oleh pelaku tindak pidana kejahatan tersebut dengan dasar pemberian pekerjaan. Pelaku berjanji kepada Ivona untuk memberikan pekerjaan Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
jika Ivona mau mengikutinya, dan pelaku sendiri adalah merupakan teman si korban. Kemudian korban atau Ivona dibawa oleh pelaku ke daerah Brastagi untuk dijanjikan suatu pekerjaan. Tetapi bukan pekerjaan yang didapat si korban, melainkan korban diberikan kepada orang lain untuk dijual dan dipekerjakan sebagai PSK (Perempuan Seks Komersil). Atas dasar inilah si korban atau Ivona melaporkan tindak pidana kejahatan yang didapatnya kepada Poltabes medan. Poltabes medan sendiri telah melakukan pengejaran dan pemeriksaan serta penyidikan terhadap kasus ini, dan status kasus ini sendiri masih berada dalam tahap pelimpahan atau pengiriman berkas perkara ke Jaksa Penutut Umum untuk dilakukan pemeriksaan perkara lebih lanjut. Pada proses penanganan, pencarian, pemerikasaan ataupun penangkapan terhadap pihak-pihak dari pelaku tindak pidana perdagangan orang ini, pihak Kepolisian berhak dan memiliki kekuasaan penuh untuk mengambil segala tindakan yang perlu, bahkan penyadapan alat komunikasi sekalipun. Dikarenakan perdagangan orang ini sudah dilakukan antar daerah bahkan antar negara, sehingga penyadapan ini sangat perlu dilakukan untuk mencari bukti dan mengungkap jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang, dan hal ini tertuang pada Pasal 31 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007. 83 B. Faktor-faktor penghambat dan pendukung yang dihadapi Kepolisian dalam menangani tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Kota Medan
83 Ibid Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Dalam kenyataan di kehidupan sehari-hari di masyarakat, Tindak Pidana Perdagangan Orang ini sangat sulit untuk di jerat terutama dalam hal menangkap pelakunya dan membuktikan adanya suatu kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di Kota Medan. Dalam hal ini Pihak Kepolisian di dalam mengungkapkan kasus Perdagangan Orang ini sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari segala pihak, baik masyarakat maupun aparat Penegak Hukum yang lain seperti Kejaksaan dan Pengadilan, dimana pihak Kepolisian sangat berharap terjalin kerjasama yang kooperatif diantara Pihak Kepolisian dan Kejaksaan serta Pengadilan untuk saling koordinasi tentang berkas-berkas yang belum lengkap sampai vonis pelaku Tindak Pidana. 84 Didalam menangani kasus Perdagangan Orang ini, pihak kepolisian juga sering menemukan faktor-faktor penghambat yang tidak jarang menghalangi penanganan terhadap kasus Perdagangan Orang ini. Faktor-faktor penghambat ini dilihat dari korban kejahatan kebanyakan adalah perempuan, sehingga penghambat tersebut datang dari korban sendiri yang masih takut untuk melaporkan masalahnya, dan takut berusaha lari dari pelaku untuk mencari bantuan, dan juga dalam kasus Perdagangan Orang ini tidak ada saksi melihat dan mengetahui kejadian tersebut.
85
84 Ibid 85 Ibid
Dalam hal kasus perdagangan orang ini kebanyakan korbannya adalah perempuan, dan biasanya korban tersebut dalam kondisi ketakutan dan trauma sehingga sangat sulit untuk memberikan informasi, maka pihak kepolisian melalui Pasal 45 Undang- undang nomor 21 tahun 2007 mengatur tentang tempat penerimaan khusus atau ruang pelayanan khusus untuk memberikan perlindungan kepada korban sehingga Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
korban merasa aman dan bebas untuk menceritakan tindak pidana perdagangan orang yang dirasakannya tanpa rasa takut. 86 Namun didalam mengatasi kasus perdagangan Orang ini, pihak Kepolisian juga mendapat bantuan dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait dan juga masyarakat. Dan dengan keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini, pelaku dapat ditindak tegas dengan ancaman hukumann yang lebih tinggi dan berat, dan banyak pihak-pihak yang terkait yang bisa bekerja sama dengan Kepolisian yaitu Instansi terkait dan SM Pemerhati Perempuan dan Anak.
Tidak hanya kepada korban dari tindak pidana perdagangan orang yang harus dilindungi, tetapi pihak Kepolisian juga melakukan perlindungan kepada para saksi- saksi yang mengetahui informasi tentang perdagangan orang tersebut, termasuk juga keluarga dari si korban. Perlindungan ini diberikan agar memberi contoh kepada korban-korban yang lain untuk tidak takut untuk melapor kepada pihak Kepolisian, dan hal ini diatur pada Pasal 47 Undang-undang nomor 21 Tahun 2007. 87
86 Ibid 87 Ibid Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Perdagangan Orang ini melibatkan laki-laki, perempuan dan anak-anak bahkan bayi sebagai korban, sementara agen, calo, atau sindikat bertindak sebagai yang memperdagangkan (trafficker). Pelaku-pelaku ini bisa meliputi orang-orang terdekat seperti orang tua dan kerabat, selain itu terdapat juga pelaku yang canggih dan terorganisasi yang melibatkan sindikat-sindikat yang terorganisir, instansi terkait dan bahkan tokoh masyarakat. Para korban Trafficking ini di bawa dan ditujukan serta diperdagangkan baik ke dalam Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
maupun ke luar negeri, yang mana mereka digunakan sebagai pekerja- pekerja kasar, pembantu rumah tangga bahkan sebagai pekerja seks komersial. Adapun factor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan perdangangan orang ini yaitu kemiskinan, ketenagakerjaan, pendidikan, migrasi, kondisi keluarga, sosial budaya, dan media massa. Pada umumnya di dalam melakukan kejahatan Perdagangan Orang ini, para pelaku menawarkan berbagai modus untuk mendapatkan korbannya seperti menawarkan pekerjaan, penipuan dan penculikan dan juga adopsi. Dampak dari tindak perdagangan orang ini sendiri tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum yang berusaha mengurangi kejahatan perdagangan orang ini, tetapi juga berakibat kerugian secara fisik dan non- fisik kepada para korban tindak perdagangan orang tersebut. 2. Terhadap Tindak perdagangan orang (Human Trafficking) terdapat berbagai ketentuan dan peraturan-peraturan atau instrumen-instrumen, baik instrumen internasional maupun nasional. Secara instrumen internasional dapat dilihat dari Universal Declaration of Human Rights, protocol-protocol dan konvensi PBB serta peraturan-peraturan dan konvensi-konvensi internasional lainnya, sedangkan melalui instrumen nasional dapat dilihat dari KUHP serta undang- undang nomor 21 tahun 2007 tentang perdagangan orang dan Peraturan Daerah (PERDA) Propinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang tindak pidana perdagangan perempuan dan anak. 3. Peran dan tanggung jawab kepolisian didalam menangani kasus-kasus perdagangan orang di kota medan ini adalah dengan mencegah semakin Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
banyaknya kejahatan perdagangan orang yang terjadi di kota medan dengan menindak secara tegas pelaku-pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut. Dan didalam melaksanakan tanggung jawabnya tersebut, pihak Kepolisian tidak hanya mendapat faktor pendukung dari adanya kerjasama yang terkoordinasi dan saling terkait antara para aparat penegak hukum yang lain dan masyarakat, tetapi tidak jarang juga terdapat faktor penghambat yang tidak lain datang dari korban kejahatan perdagangan orang itu sendiri, yang kurang berani dan tidak terbuka didalam memberikan informasi dan keterangan-keterangan lain terhadap pihak Kepolisian.
B. SARAN Sebagai saran dapat saya rangkumkan dalam hal-hal berikut ini: 1. Selain menggunakan peraturan hukum nasional, sebaiknya kita juga harus lebih banyak lagi mengadaptasi konvensi-konvensi internasional sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi masalah perdagangan orang (Human Trafficking) yang sudah semakin komplek. 2. Faktor-faktor sebagai pendorong terjadinya perdagangan orang (Human Trafficking) harus lebih dipahami secara menyeluruh, seperti misalnya didalam faktor sosial-budaya, seharusnya dipahami bahwa mendapatkan kekayaan, kedudukan yang tinggi bukan merupakan hal yang mutlak bagi Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
seseorang boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh hukum, dan didalam faktor ekonomi dimana kemiskinan menjadi alasan utama untuk melakukan kegiatan perdagangan orang ini, dan seharusnya pemerintah dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak agar masalah kemiskinan ini dapat diatasi dengan baik. 3. Upaya pencegahan terhadap perdagangan orang ini, diharapkan dapat benar- benar dilaksanakan agar perdagangan orang ini dapat diatasi dengan lebih cepat. Dalam hal melakukan perlindungan dan penanganan hukum terhadap masalah ini, diharapkan agar kepada pihak-pihak yang terkait dapat melaksanakan hak-hak dan kewajibannya secara serius dan benar-benar dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA Bawengan, W. Gerson, 2000, Pengantar Psikologi Kriminal, Djambatan, Jakarta E. Utrecht, 1962, Hukum Pidana II, Universitas Bandung, Bandung Husein, Syahruddin, makalah Kejahatan dalam Masyarakat dan upaya penanggulangannya
Haris, Abdul, 2005, Gelombang Migrasi dan Jaringan Perdagangan Manusia, Pustaka Pelajar, Jakarta
Irianto, Sulistyowati, 2005, Perdagangan Perempuan, Obor indonesia, Bandung Jan Remmelink, 2000, Hukum Pidana, Gramedia, Jakarta Mozasa, Chairul Bariah, 2005, Aturan-aturan hukum Trafficking, USU Press Prodjodikoro, Wirjono, Agustus 2003, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Polak, Leo, 1981, Hukuman Sebagai Perbuatan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta Sahetapy, J.E dan Reksodiputro, B. Marjono, 1983, Paradoks dalam Kriminogi, Buku Obor, Jakarta
Sutherland, H. Edwin, 1989, Principles of Criminology, Nova, Jakarta Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni Syafaat, Rachmad dkk, 2003, Dagang Manusia, Lappera, Yogyakarta Shihab, Alwi, 30 maret 2005, makalah Permasalahan Trafficking, Jakarta
HARIAN SURAT KABAR/KORAN ATAU MAJALAH Media Indonesia, 23 oktober 2002, Banyak TKW dari Indonesia dipaksa Jadi WTS di Tawao
Republika, Jumat, 13 Mei 2005, 12,3 Juta Orang Kerja Paksa Republika, 07 Agustus 2000, Maraknya Perdagangan orang sebagai budak
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA : Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak-anak
INTERNET : http://www.uid.ac.id/index.php?module=MyFileSharing&func=download&id=88, diakses tanggal 7 maret 2008
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
http://www.antara.co.id/arc/2007/6/14/as-akan-tetap-bantu-ri-perangi-human- trafficking/, diakses tanggal 9 maret 2008
www.Ifip .org/report/traffickingdata in indonesia table pdf, diakses tanggal 10 maret 2008
Syahruddin Husein, Kejahatan dalam Masyarakat dan upaya penanggulangannya, http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Dow nloads&file=index&req=getit&lid=480, diakses tanggal 11 maret 2008
www.Elsam.or.id, Perdagangan Manusia Dalam Rancangan KUHP
htmhttp://www.google.com/search?q=cache:slnwf2l4mjcJ:indonesiaacts.com/002/% 3Fp%3D7+mafia+perdagangan+incar+daerah+miskin&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=i d, diakses tanggal 10 mei 2008.
http://www.google.com/search?q=cache:IgJ :www.traffickinginpersons.com/+Hoefn agels+peter=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 12 mei 2008
http://www.menkokesra.go.id/pdf/deputi3/human_trafficking_ind.pdf, diakses tanggal 12 mei 2008
http://www.google.com/search?q=cache:wOECvohZ5IgJ:www.traffickinginpersons. com/+Trafficking+in+persons&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 17 mei 2008
http://www.google.com/search?q=cache:AM34cQKitX4J:www.menkokesra.go.id/p df/deputi3/human_trafficking_ind.pdf+Dr.+Alwi+Shihab+terhadap+trafficking&hl= id&ct=clnk&cd=1&gl=id halaman 34, diakses tanggal 18 mei 2008
www.humanrights.go.id/index_HAM.asp%3Fmenu%3Dnews%26id%3D3404+Perd agangan+Orang+menurut+Komnas+HAM&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 1 mei 2008
http://www.iworkd.org/index.php?action=news.detail&id_news=73&judul=Bisnis% 20haram%20perdagangan%20manusia, diakses tanggal 3 mei 2008
http://www.lfip.org/laws822/docs/Perdagangan%20manusiaSentraHAMfeb28.pdf, diakses tanggal 5 mei 2008
Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
http://www.google.com/search?q=cache:b4XCl9hHS7UJ:groups.yahoo.com/group/b eritalingkungan/message/6799+Modus+menawarkan+pekerjaan+dalam+perdaganga n+orang&hl=id&ct=clnk&cd=7&gl=id, diakses tanggal 18 mei 2008
www.komnaspa.or.id/pdf/BEBERAPA%2520ISU%2520HUKUM%2520%2520KE J AHATAN%2520PERDAGANGAN%2520ORANG.pdf+Modus+Penipuan+dan+p enculikan+dalam+perdagangan+orang&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 20 mei 2008
indonesiaacts.com/002/%3Fp%3D5+dampak+fisik+dari+perdagangan+orang&hl=id &ct=clnk&cd=1&gl=id, diakses tanggal 07 mei 2008
www.icrponline.org/wmprint.php%3FArtID%3D237+dampak+nonfisik+dari+perda gangan+orang&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id, diakses tanggal 17 mei 2008
WpjSIMNmRjkJ:thinkprogress.org/2006/02/22/legally requiredinvestigation/+Intter national+regulation+of+human+trafficking&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id, diakses tanggal 17 mei 2008 halaman 1
LAMPIRAN HASIL WAWANCARA DENGAN PANIT LINDUNG POLTABES MS HASIL WAWANCARA 1. Apakah Bapak/Ibu mengenal atau mengetahui tentang keberadaan atau diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang? Ya, mengetahui tentang keberadaan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
2. Bagaimanakah selama ini sebelum Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini lahir atau berlaku, pihak Kepolisian dalam menangani Kejahatan Tindak Pidana perdagangan Orang menggunakan peraturan atau undang-undang apa?, dan bagaimanakah substansi atau isi dari peraturan dan undang-undang atau peraturan tersebut serta penerapannya dalam menyelesaikan kasus tindak pidana Perdagangan Orang di kota Medan? Sebelum adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 atau diberlakukan, Kepolisian menggunakan KUHP, yaitu pasal 297 KUHP tentang Perdagangan Anak-anak yang belum cukup umurdan Pasal 324 KUHP tentang Perniagaan budak, kemudian pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak-anak 3. Bagaimanakah Peran dan Tanggung Jawab Kepolisian dalam menangani Kasus tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Hukum Kota Medan? Peran dan Tanggung Jawab Kepolisian dalam menangani Trafficking di wilayah Kota Medan yaitu mencegah terjadinya Tindak Pidana tersebut dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan di sekolah-sekolah serta berdasarkan Hukum menindak para pelaku Tindak Pidana dengan tegas untuk membuktikan efek jera kepada yang lain 4. Apakah Faktor-faktor penghambat yang dihadapi Kepolisian dalam menangani tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Kota Medan? Faktor-faktor penghambat yaitu dilihat dari korban kejahatan kebanyakan adalah perempuan, sehingga penghambat tersebut datang dari korban sendiri Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
yang masih takut untuk melaporkan masalahnya, dan takut untuk berusaha lari dari pelaku untuk mencari bantuan. Juga dalam kasus Perdagangan Manusia tidak ada saksi yang melihat dan mengetahui kejadian tersebut 5. Apakah Faktor-faktor pendukung yang dihadapi Kepolisian dalam menangani tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Kota Medan? Faktor-faktor pendukung yaitu dengan keluarnya undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 pelaku dapat ditindak tegas dan ancaman hukumannya lebih tinggi, kemudian banyak pihak-pihak terkait yang bisa bekerja sama dengan kepolisian yaitu Instansi terkait danLSM Pemerhati Perempuan dan Anak. 6. Bagaimana menurut Bapak mengenai materi yang ada didalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 ini? Materi yang ada didalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 sudah lengkap dan dengan tegas merumuskan pengertian dan mengatur unsur-unsur Perdagangan Orang secara rinci baik itu tindakannya, cara melakukannyamaupun tujuannya 7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai materi atau isi dari pasal 18, pasal 22, pasal 31, pasal 45, dan pasal 47 dari Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tersebut? Pasal18 Pasal 18 ini mengatur tentang korban Perdagangan Orang yang dipaksa untuk ikut dalam kejahatan tersebut, misalnya yang bekerja ditempat penampungan korban perdagangan orang tersebut. Pasal 22 Pasal 22 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini untuk menjerat orang-orang yang tidak mau bekerjasama dengan Kepolisian Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
sementara ia mengetahui tindak pidana tersebut. Pasal ini mendukung tugas kepolisian untuk menuntaskan proses hukum pelaku Perdagangan Orang. Pasal 31 Pasal 31 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 ini mendukung tugas Kepolisian untuk mengungkap kasus Perdagangan Orang dimana sekarang ini kasus Perdagangan Orang sudah dilakukan antar daerah bahkan antar negara, jadi penyadapan perlu dilakukan untuk mencari bukti dan mengungkap jaringan pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pasal 45 Karena dalam kasusu Tindak Pidana Perdanganan Orang, korban kebanyakan perempuan dan biasanya korban dalam kondisi ketakutan dan trauma sehingga pasal 45 ini mengatur tentang tempat penerimaan khusus untuk memberikan perlindungan kepada korban sehingga korban merasa aman dan bebas untuk menceritakan Tindak Pidana perdagangan Orang yang dirasakannya tanpa rasa takut Pasal 47 Pasal ini mengatur kewajiban Kepolisian untuk memberi perlindungan kepada korban, saksi maupun keluarga korban, sehingga memberi contoh kepada korban-korban yang lain untuk tidak takut melapor kepada kepolisian. 8. Selama dalam Proses Tindak Pidana Perdagangan Orang ini, pihak Kepolisian mendapatkan bantuan dari mana saja?, apakah Pihak Pemerintah Daerah, LSM atau mungkin Peranan dan Partisipasi dari Masyarakat? Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008. USU Repository 2009
Selama dalam proses Tindak Pidana Perdangangan Orang Poltabes MS menjalin kerja sama dengan pihak lain yaitu Instansi terkait baik Pemerintah Daerah maupun LSM 9. Bagaimanakah hubungan Pihak Kepolisian dengan Kejaksaan dan pengadilan dalam menyelesaikan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang, apakah ada hambatan? Hubungan Pihak Poltabes MS dengan Kejaksaan dan Pengadilan terjalin kerjasama dimana saling koordinasi tentang berkas-berkas yang belum lengkap sampai vonis pelaku Tindak Pidana 10. Apakah selama ini pihak Kepolisian aktif dalam mencari kasus-kasus atau kejadian-kejadian dari Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi, seperti berupaya dalam pencegahan terhadap perdagangan orang, Dalam arti pihak kepolisian tidak bersifat menunggu sebelum kejadian itu terjadi. Ya, kepolisian aktif dalam mencari kasus-kasus Perdagangan Orang, biasanya bila ada masyarakat yang dari luar Sumatera / Medan yang merasa ditipu dengan ditawarin pekerjaan, maka kepolisian akan menyelidiki pihak-pihak yang terkait.